• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

RIDWAN A14104684

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor di Bawah Bimbingan JOKO PURWONO.

Beras memiliki peran yang strategis bagi kehidupan masyarakat dan pemerintahan Indonesia karena beras merupakan makanan pokok sehari-hari sebagian besar penduduk. Konsumsi beras cenderung meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Oleh karena itu peningkatan produksi untuk mencapai swasembada pangan telah menjadi prioritas utama Pemerintah Indonesia yang diwujudkan melalui program revolusi hijau.

Program ini terdiri dari pengolahan lahan secara intensif, penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk kimia, pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida kimia serta irigasi yang baik. Dengan program tersebut produktivitas padi nasional terus meningkat, bahkan pada tahun 1984 Indonesia berubah dari negara pengimpor beras menjadi negara yang berswasembada beras. Penggunaan pupuk kimia secara intensif dan terus menerus tersebut telah menyebabkan merosotnya kualitas dan kesuburan lahan, yang menyebabkan lahan tidak responsif terhadap pemupukan.

Meningkatnya kesadaran terhadap kesehatan dan kelestarian lingkungan akhir-akhir ini telah mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi produk makanan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap produk makanan 'berlabel hijau' yang diimbangi dengan meningkatnya kemampuan daya beli inilah yang ditangkap sebagai peluang pasar yang potensial dan ingin digarap oleh para petani. Pengembangan pertanian padi ramah lingkungan sangat penting dilakukan untuk mengatasi tingginya pencemaran di berbagai areal pertanian sehingga tidak membahayakan masyarakat karena mengkonsumsi beras tercemar berbagai zat beracun. Budidaya padi padi ramah lingkungan memiliki keunggulan dan juga kekurangan. Secara ekonomi, biaya produksi padi organik lebih rendah dari pada biaya produksi padi anorganik. Hal ini disebabkan karena tingginya harga pupuk dan pestisida.

Walaupun hasil produksi beras organik lebih sedikit dibandingkan dengan beras an-organik tetapi harga jual beras organik lebih tinggi dibandingkan harga jual beras an-organik.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan membandingkan pendapatan, efisiensi dan kelayakan serta sensitivitas usahatani padi ramah lingkungan dan anorganik. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan di Kelurahan Situgede terdapat petani yang mengusahakan padi secara organik. Data yang digunakan dalam penelitian ini dalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani baik petani padi ramah lingkungan maupun petani anorganik dengan menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan.

Sedangkan data sekunder yang digunakan didapat dari berbagai literatur. Data primer dan data sekunder kemudian dianalisis secara kuantatif dan kualitatif.

Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel dan diberikan penjelasan secara deskriptif.

(3)

tinggi. Pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani pemilik padi anorganik lebih besar dibandingkan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total usahatani padi organik. Sedangkan untuk petani penggarap, pendapatan usahatani padi ramah lingkungan lebih besar dari pada pendapatan usahatani anorganik. Hal ini disebabkan karena besarnya biaya yang dikeluarkan oleh petani penggarap.

Berdasarkan analisis R/C rasio, usahatani padi ramah lingkungan dan padi anorganik di Kelurahan Situgede sama-sama menguntungkan untuk dilaksanakan karena nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk petani pemilik usahatani padi ramah lingkungan sebesar 2,392 sedangkan nilai R/

C rasio atas biaya tunai untuk petani pemilik usahatani anorganik hanya sebesar 2,275. Artinya dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan petani pemilik usahatani padi ramah lingkungan dapat menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada penerimaan oleh petani pemilik usahatani anorganik. Untuk petani penggarap nilai R/C rasio atas biaya tunai dan nilai R/C rasio atas biaya total usahatani padi ramah lingkungan lebih besar daripada nilai R/C rasio atas biaya tunai dan nilai R/C rasio atas biaya total usahatani anorganik artinya usahatani padi ramah lingkungan lebih layak dari pada usahatani anorganik.

Untuk petani pemilik, nilai B/C rasio sebesar 1,132 artinya perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik memberikan tambahan manfaat yang lebih besar dari pada tambahan biaya. Untuk petani penggarap nilai B/C rasio sebesar 0,801 artinya perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani penggarap memberikan tambahan manfaat yang lebih kecil dari pada tambahan biaya sehingga perubahan usahatani yang dilakukan oleh petani penggarap akan memberikan kerugian apabila dilakukan. Dari dua faktor sensitivitas yang dianalisis, faktor penurunan harga beras lebih sensitiv dibandingkan faktor kenaikan harga biaya tunai.

Sistem usahatani padi padi ramah lingkungan yang dilakukan di Kelurahan Situgede memiliki produktivitas lebih rendah daripada produktivitas padi anorganik hal ini disebabkan karena petani belum menguasai teknik budidaya padi secara padi ramah lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan bantuan berupa penyuluhan-penyuluhan atau pelatihan tentang budidaya padi ramah lingkungan yang lebih intensif baik dari pihak PPL (Dinas Pertanian) atau pihak terkait lainnya agar produktivitas padi organik bisa lebih tinggi. Diperlukan penelitian tentang strategi pemasaran dimana padi ramah lingkungan tidak hanya sebagai komoditi sumber karbohidrat tetapi lebih dari itu padi ramah lingkugan sebagai padi yang sehat.

(4)

Oleh:

RIDWAN A14104684

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(5)

NRP : A14104684

Menyetujui Dosen Pembimbing

Ir. Joko Purwono, MS NIP. 131 578 844

Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus Ujian: 26 April 2008

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (KASUS: KELURAHAN SITUGEDE, KECAMATAN BOGOR BARAT, KOTA BOGOR) BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI DAN LEMBAGA MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA KARYA ILMIAH INI ADALAH BENAR- BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI KECUALI YANG TERCANTUM SEBAGAI KUTIPAN DAN BAHAN RUJUKAN.

Bogor, Mei 2008

Ridwan

(7)

Penulis dilahirkan di Pasaman Barat, Sumatera Barat pada tanggal 30 Mei 1982. Penulis merupakan anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Fakhrizal (Alm) dan Ibu Yusnidar.

Penulis menyelesaikan pendidikan SD pada tahun 1995 di SD Negeri 37 Merdeka, Sumatera Barat. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Talamau dan lulus tahun 1998. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke SMU dan tamat pada tahun 2001 di SMU Negeri 1 Talamau.

Penulis diterima pada Program Diploma III Manajemen Hutan Produksi, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan selesai pada tahun 2004. Pada Bulan Mei 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada Mei 2008.

(8)

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Usahatani Padi Ramah Lingkungan dan Padi Anorganik (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)”. Semula skripsi ini berjudul analisis usahatani padi organik dan anorganik, karena padi organik memerlukan persyaratan yang harus dipenuhi maka judul skripsi ini di sempurnakan menjadi Analisis Usahatani Padi Ramah Lingkungan dan Padi Anorganik (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)”

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pendapatan petani padi ramah lingkungan dan padi anorganik. Hasil dari penelitian diharapkan berguna bagi petani sebagai bahan pertimbangan untuk memilih usahatani yang lebih efisien. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritikan dan masukan yang sifatnya membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Mei 2008

Ridwan

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya kepada penulis dalam menyusun laporan penelitian ini. Penulis telah banyak memperoleh bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam penyusunaan laporan hasil penelitian ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan masukan dalam penyusunan laporan penelitian ini.

2. Ibu Ir. Anna Fariayanti, Msi selaku dosen evaluator yang telah memberikan saran dan masukan pada waktu kolokium.

3. Ibu Dr. Ir. Rita Nurmalita, MS selaku dosen penguji utama pada sidang penulis yang telah memberikan banyak saran dan masukan untuk kesempurnaan laporan penelitian ini.

4. Ibu Etriya, SP. MSi selaku dosen penguji komisi akademik yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan laporan penelitian ini.

5. Bapak Iwan Setiawan, Ibu Handa dan para Staf Kelurahan Situgede yang telah memberikan bantuan selama pengambilan data lapangan.

6. Pimpinan dan Staf sekretariat Program Sarjana Ektensi Manajemen Agribisnis IPB.

7. Bapak (Alm), Ibu, Uni, adik-adik dan keluarga besar penulis yang tak henti memberikan dorongan, semangat dan do’a untuk penulis agar menjadi yang lebih baik.

(10)

9. Okta, Inda, Ira, Widya dan Via atas semua bantuan dan kerja samanya.

10. Semua teman yang telah memberikan bantuan baik dalam kelancaran penelitian ini maupun dalam kehidupan keseharian penulis.

Penulis

Ridwan

(11)

DAFTAR TABEL...iii

DAFTAR GAMBAR...v

DAFTAR LAMPIRAN...vi

1 PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Perumusan Masalah...3

1.3 Tujuan Penelitian...7

1.4 Kegunaan Penelitian...8

2 TINJAUAN PUSTAKA...9

2.1 Pertanian Ramah Lingkungan...9

2.2 Pertanian Organik...9

2.2.1 Pengertian Pertanian Organik...9

2.2.2 Tujuan Pertanian Organik...11

2.2.3 Prinsip Pertanian Organik...14

2.3 Sistem Pertanian Konvensional...16

2.4 Penelitian Terdahulu...18

3 KERANGKA PEMIKIRAN...25

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis...25

3.1.1 Konsep Usahatani...25

3.1.1.1 Penerimaan Usahatani...28

3.1.1.2 Biaya Usahatani...28

3.1.1.3 Pendapatan Usahatani...30

3.1.2 Ukuran Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)...31

3.1.3 Rasio Biaya dan Manfaat (B/C Rasio)...32

3.1.4 Sensitivitas...33

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional...33

4 METODELOGI PENELITIAN...38

4.1 Lokasi dan Waktu penelitian...38

4.2 Jenis dan Sumber Data...38

4.3 MetodePemilihan Responden...38

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data...39

4.5 Analisis Usahatani...39

4.5.1 Penerimaan Usahatani...39

4.5.2 Pendapatan Usahatani...39

4.6 R/C Rasio...40

4.7 B/C Rasio...41

4.8 Analisis Sensitivitas...41

i

(12)

5.1.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi...44

5.1.2 Keadaan Sosial Ekonomi...45

5.1.3 Sarana dan Prasarana...47

5.2 Gambaran Umum Budidaya Padi di Kelurahan Situgede...48

5.2.1 Pengolahan Lahan...48

5.2.2 Penyemaian...49

5.2.3 Penanaman...51

5.2.4 Penyulaman...52

5.2.5 Penyiangan...52

5.2.6 Pemupukan...53

5.2.7 Pembrantasan Hama dan Penyakit...54

5.2.8 Panen dan Pasca Panen...54

6 HASIL DAN PEMBAHASAN...56

6.1 Karakteristik Umum Responden...56

6.1.1 Umur...56

6.1.2 Tingkat Pendidikan...56

6.1.3 Status Kepemilikan Lahan...57

6.1.4 Status Usahatani...58

6.2 Analisis Usahatani...59

6.2.1 Produktivitas Usahatani Padi ramah Lingkungan dan Padi Anorganik...59

6.2.2 Analisis Pendapatan Usahatani Padi ramah Lingkungan dan Padi Anorganik...60

6.3 Analisis R/C Rasio dan B/C Rasio...68

6.3.1 Analisis R/C Rasio...68

6.3.2 Analisis B/C Rasio...70

6.4 Analisis Sensitivitas...71

6.4.1 Sensitivitas Terhadap Penurunan Harga Beras...71

6.4.2 Sensitivitas Terhadap Kenaikan Biaya Tunai...73

6.4.3 Sensitivitas Terhadap Penurunan Harga Gabah dan Kenaikan Biaya Tunai...74

7 KESIMPULAN DAN SARAN...76

7.1 Kesimpulan...76

7.2 Saran...77

DAFTAR PUSTAKA...78

LAMPIRAN...80

ii

(13)

Nomor Halaman 1. Biaya Operasional Usahatani Padi Secara Organik dan Anorganik...5 2. Nilai Pendapatan Usahatani...40 3. Luas Lahan Kelurahan Situgede Berdasarkan Penggunaannya

Tahun 2007...45 4. Komposisi Penduduk Kelurahan Situgede Berdasarkan Kelompok

Umur Tahun 2007...45 5. Komposisi Penduduk Kelurahan Situgede Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Tahun 2007...46 6. Komposisi Penduduk Kelurahan Situgede Berdasarkan Jenis

Pekerjaan Tahun 2007...47 7. Penggolongan Responden Petani Padi ramah Lingkungan dan Padi

Anorganik Berdasarkan Umur...56 8. Penggolongan Responden Petani Padi ramah Lingkungan dan Padi

Anorganik Berdasarkan Tingkat Pendidikan...57 9. Penggolongan Responden Petani Padi ramah Lingkungan dan Padi

Anorganik Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan...58 10. Penggolongan Responden Petani Padi ramah Lingkungan dan Padi

Anorganik Berdasarkan Status Usahatani...59 11. Produktivitas Usahatani Padi ramah Lingkungan dan Padi Anorganik di

Kelurahan Situgede Tahun 2007...60 12. Analisi Pendapatan Usahatani Padi ramah Lingkungan dan Padi

Anorganik Petani Pemilik di Kelurahan Situgede Tahun 2007...65 13. Analisi Pendapatan Usahatani Padi ramah Lingkungan dan Padi

Anorganik Petani Penggarap di Kelurahan Situgede Tahun 2007...67 14. Ringkasan Hasil Analisis Padi ramah Lingkungan dan Padi Anorganik

per Hektar per Tahun...70

iii

(14)

16. Hasil Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunana Harga Beras...72 17. Hasil Analisis Sensitivitas Terhadap Kenaikan Biaya Tunai...74 18. Hasil Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunana Harga Gabah dan

Kenaikan Biaya Tunai...75

iv

(15)

Nomor Halaman

1. Skema Kerangka Pemikiran Operasional...37

2. Lahan Setelah Pengolahan Pertama dan Kedua...49

3. Penyemaian...51

4. Pencabutan Benih dan Penanaman Padi...51

5. Kegiatan Penyulaman...52

6. Pemanenan dan Perontokan...55

v

(16)

No Halaman 1. Kuesioner Penelitian...81 2. Karakteristik Umum Responden Padi ramah Lingkungan...84 3. Karakteristik Umum Responden Petani Anorganik...84 4. Luas lahan, produksi dan Jumlah Input Padi ramah Lingkungan dan Padi

pada musim tanam I...85 5. Luas lahan, produksi dan jumlah input Padi ramah Lingkungan dan Padi

pada musim tanam II...85 6. Luas lahan, produksi dan jumlah input usahatani anorganik

pada musim tanam I...86 7. Luas lahan, produksi dan jumlah input usahatani anorganik

pada musim tanam II...86

vi

(17)

I.1 Latar Belakang

Beras memiliki peranan yang strategis bagi kehidupan masyarakat dan pemerintahan Indonesia karena beras merupakan makanan pokok sehari-hari sebagian besar penduduk. Kedudukan beras sebagai bahan pangan pokok belum tergantikan oleh sumber pangan lainnya. Sekitar 1.750 juta jiwa dari tiga milyar penduduk Asia, termasuk 200 juta jiwa penduduk Indonesia menggantungkan kebutuhan kalorinya dari beras (Andoko, 2002).

Kebutuhan beras terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, sementara produksi dan produktivitas tidak meningkat. Peningkatan produksi untuk mencapai swasembada pangan telah menjadi prioritas utama Pemerintah Indonesia. Berbagai program untuk meningkatkan produksi telah di implementasikan diantaranya adalah program BIMAS (Bimbingan Masal), yang mencakup Panca Usahatani. Program ini terdiri dari pengolahan lahan secara intensif, penggunaan varietas/bibit unggul, penggunaan pupuk kimia, pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida kimia serta irigasi yang baik. Program ini dikenal dengan istilah revolusi hijau.

Kegiatan revolusi hijau di Indonesia telah memberikan hasil yang signifikan terhadap pemenuhan ketersedian pangan. Dengan adanya program tersebut produktivitas padi nasional terus meningkat, sehingga pada tahun 1984 Indonesia berubah dari negara pengimpor beras menjadi negara yang berswasembada beras.

Pemanfaatan teknologi produksi melalui penggunaan varietas unggul dan pupuk kimia secara intensif yang diterapkan sejak awal tahun 1970-an tersebut pada ekologi sawah telah berhasil memacu produksi cukup tinggi. Namun, dalam

(18)

jangka panjang penggunaan pupuk kimia secara intensif dan terus menerus tersebut telah menyebabkan merosotnya kualitas dan kesuburan lahan, sehingga lahan tidak responsif terhadap pemupukan (Syafa’at, 2006). Sejak akhir tahun 1980-an, mulai terlihat tanda-tanda terjadinya kelelahan pada tanah dan penurunan produktifitas pada hampir semua jenis tanaman yang diusahakan. Hasil tanaman tidak menunjukan kecenderungan meningkat, walaupun telah menggunakan varietas unggul dengan pemeliharan dan pengelolaan hara secara intensif melalui bermacam-macam paket teknologi (Sutanto, 2002). Swasembada beras yang telah dicapai tidak dapat dipertahankan.

Penggunaan pupuk dan pestisida kimia membuat kesuburan tanah berkurang sehingga setiap musim tanam tiba, kebutuhan pupuk dan pestisida yang harus dipenuhi petani terus meningkat. Kebutuhan pupuk dan obat-obatan kimia yang terus meningkat menyebabkan biaya yang harus dikeluarkan petani semakin besar sehingga pendapatan yang diterima petani semakin berkurang. Peningkatan biaya ini tidak hanya disebabkan dari jumlah penggunaan yang bertambah, tetapi juga disebabkan karena harga pupuk dan pestisida kimia yang semakin mahal dan semakin sulit didapat. Kondisi ini dapat mengancam kelangsungan usahatani yang dilakukan.

Pemahaman akan bahaya bahan kimia sintetis dalam jangka waktu lama tersebut mulai disadari sehingga dicari alternatif bercocok tanam yang dapat menghasilkan produk yang bebas dari bahan kimia sintetis serta menjaga lingkungan agar lebih sehat. Sejak itulah mulai dilirik kembali cara pertanian alamiah (back to nature). Perhatian masyarakat dunia terhadap persoalan pertanian, kesehatan dan lingkungan global dalam dasawarsa terakhir ini semakin

(19)

meningkat. Kepedulian tersebut dilanjutkan dengan usaha-usaha yang kongkrit untuk menghasilkan pangan tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya tanah, air, dan udara serta aman bagi kesehatan manusia. Salah satu usaha yang dirintis adalah dengan pengembangan pertanian yang ramah lingkungan dan menghasilkan pangan yang sehat, bebas dari residu obat-obatan dan zat-zat kimia yang mematikan. Trend peningkatan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan turut berimbas pada sektor pertanian. Hal tersebut dapat dilihat dengan dikembangkannya tehologi pertanian yang ramah lingkungan. Keunggulan teknologi ini adalah meminimalkan atau bahkan menghilangkan sama sekali residu-residu pestisida dan zat kimia berbahaya lainnya.

Perkembangan pertanian ramah lingkungan di Indonesia diharapkan dapat menjadi suatu alternatif pemenuhan kebutuhan pangan di Indonesia dalam jangka panjang. Sasaran jangka pendek dari sistem pertanian ini adalah kesadaran masyarakat dan petani akan perlunya melestarikan lahan dan menjaga lingkungan.

Sasaran ini dicapai dengan mengurangi penggunaan bahan kimia sintetis seperti pupuk dan pestisida kimia dan berusaha semampunya memanfaatkan bahan-bahan alami disekitar mereka.

I.2 Perumusan Masalah

Perhatian masyarakat terhadap soal pertanian dan lingkungan beberapa tahun terakhir ini menjadi meningkat. Keadaan ini disebabkan karena semakin dirasakannya dampak negatif bahan kimia yang besar bagi lingkungan dibandingkan dengan dampak positifnya bagi peningkatan produktivitas tanaman pertanian. Bahan-bahan kimia yang selalu digunakan untuk alasan produktivitas dan ekonomi ternyata saat ini lebih banyak menimbulkan dampak negatif baik

(20)

bagi kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya. Penggunaan pupuk, pestisida, dan bahan kimia lainnya yang terus menerus dapat merusak biota tanah, keresistenan hama dan penyakit, serta dapat merubah kandungan vitamin dan mineral beberapa komoditi sayuran dan buah. Hal ini tentunya jika dibiarkan lebih lanjut akan berpengaruh fatal bagi siklus kelangsungan kehidupan, bahkan jika produk yang telah tercemar tersebut dimakan oleh manusia secara terus menerus, tentunya akan menyebabkan kerusakan jaringan bahkan kematian.

Permintaan terhadap beras yang dihasilkan pertanian ramah lingkungan atau yang dikenal dengan beras organik akhir-akhir ini semakin meningkat. Setiap musim panen permintaan rata-rata beras organik sebanyak 400 ton, namun baru terpenuhi 120 ton.1 Perkembangan pasar beras organik di Indonesia cukup menjanjikan. Pasar beras organik di Indonesia senilai 28 miliar rupiah dengan pertumbuhan 22 persen per tahunnya. Volume produksi beras organik meningkat dari 1.180 ton pada tahun 2001 menjadi 11.000 ton pada tahun 2004. Jumlah kelompok petani yang menanam padi organik di Indonesia pada tahun 2001 sebanyak 640 kelompok dan pada tahun 2004 naik menjadi 1.700 kelompok.2 Oleh karena itu, pengembangan pertanian organik sangat penting dilakukan untuk memenuhi permintaan dan sekaligus untuk mengurangi tingginya pencemaran di berbagai areal pertanian.

Usahatani padi organik dan anorganik secara umum hampir sama.

Perbedaan usahatani organik dan an-organik terletak pada biaya pupuk, dimana untuk luasan yang sama usahatani padi an-organik membutuhkan biaya untuk pupuk sebesar Rp 1.532.500,00 sedangkan untuk usahatani padi organik hanya

1 http://www. pikiran-rakyat.com Naik Tajam, Permintaan Hasil Pertanian Organik. 12 Oktober 2007

2 http://database.deptan.go.id:Prospek Bagus Beras Organik 8081/bkp. 19 Desember 2007

(21)

sebesar Rp 950.000,00. Perbedaan mencolok lainya yaitu biaya pestisida sebesar Rp 750.000,00 untuk usahatani padi an-organik dan Rp 50.000,00 untuk usahatani padi organik. Secara rinci perbandingan biaya operasional yang dikeluarkan usahatani padi secara organik dan usahatani padi secara an-organik dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Biaya Operasional Usahatani Padi Secara Organik dan Anorganik

Uraian Biaya Budidaya (Rp)

Organik An-organik

Persentase Perbedaan (%)

Benih 30 kg 150.000,00 150.000,00 0

Pupuk dasar

- Pupuk kandang/kompos 5 ton 750.000,00 - 100

Pupuk susulan

- Pupuk Urea 500 kg - 600.000,00 100

- Pupuk KCL 250 kg - 432.500,00 100

- Pupuk TSP 250 kg - 500.000,00 100

- Pupuk kandang/kompos 200 kg 150.000,00 - 100

- Pupuk organik cair 50.000,00 - 100

Pestisida

- Pestisida organik 50.000,00 - 100

- Pestisida kimia - 750.000,00 100

Tenaga Kerja

- Pengolahan lahan (borongan) 250.000,00 250.000,00 0

- Penanaman (borongan) 250.000,00 250.000,00 0

- Penyulaman 5 HKP 50.000,00 50.000,00 0

- Pengolahan tanah ringan 100.000,00 100.000,00 0

- Penyiangan 250.000,00 250.000,00 0

- Pemupukan 20.000,00 40.000,00 50

- Penyemprotan 10 HKP 100.000,00 100.000,00 0

- Pemanenan (borongan) 775.000,00 775.000,00 0

- Pascapanen (perontokan) 18

HKP 180.000,00 180.000,00 0

- Penggilingan gabah 250.000,00 250.000,00 0

Jumlah 3.375.000,00 4.677.500,00

Sumber : Andoko, 2002

Melihat prospek dan keuntungan yang ada, dan didukung oleh Dinas Pertanian maka pada tahun 2002 sebagian petani di Kelurahan Situgede Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor beralih dari petani anorganik menjadi petani organik. Pada awalnya jumlah petani yang beralih menjadi petani padi organik sebanyak 20 orang yang mengelola lahan seluas lebih kurang 6 Ha. Tujuan awal

(22)

petani beralih dari sistem usahatani anorganik menjadi usahatani organik, selain karena kepedulian terhadap lingkungan juga karena ingin memperoleh pendapatan yang lebih baik.

Proses kegiatan usahatani padi organik yang dilakukan di Kelurahan Situgede ini tidak berjalan seperti apa yang diharapkan. Banyak permasalahan yang dihadapi, baik permasalahan teknis maupun permasalahan non-teknis.

Permasalahan teknis yang dihadapi seperti produktivitas yang masih rendah dibandingkan dengan produktivitas padi anorganik. Bahan baku untuk pembuatan pupuk bokashi yang masih sulit dipenuhi. Dari faktor budidaya, usahatani yang dilakukan tidak dapat dikatakan sebagai usahatani organik karena lokasi penanaman antara padi organik dan anorganik berdekatan. Hal ini membuat produk organik yang dihasilkan tidak dapat memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang produk organik, sehingga produk yang dihasilkan tidak dapat dijual sebagai produk organik yang bisa dihargai lebih mahal. Produk yang dihasilkan hanya bisa dikatakan sebagai produk yang dihasilkan dari usahatani yang ramah lingkungan karena tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia secara langsung. Produk yang dihasilkan hanya dijual kepada kosumen atas dasar saling percaya. Petani yang tidak mempunyai pelanggan akan menjual produknya sama dengan harga produk anorganik. Hal ini membuat petani tidak memiliki motivasi untuk mengusahakan padi ramah lingkungan. Sedangkan petani yang masih mengusahakan padi ramah lingkungan, biasanya telah mempunyai pelanggan yang akan membeli hasil panen mereka. Permasalahan tersebut membuat beberapa petani yang telah beralih menjadi petani padi ramah lingkungan kembali menjadi petani anorganik.

(23)

Petani padi ramah lingkungan yang masih bertahan berpendapat usahatani padi ramah lingkungan masih tetap menguntungkan karena biaya produksinya yang lebih murah dibandingkan dengan usahatani anorganik. Perbedaan biaya antara padi ramah lingkungan dan anorganik terletak pada biaya pupuk yang digunakan. Padi ramah lingkungan hanya menggunakan pupuk bokashi yang harganya lebih murah dibandingkan pupuk kimia dan dapat dibuat sendiri, sedangkan padi anorganik menggunakan pupuk kimia yang harganya lebih mahal.

Untuk biaya lainnya tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Dengan kondisi tersebut, apakah keputusan yang diambil oleh petani untuk beralih dari usahatani anorganik menjadi petani padi ramah lingkungan tepat dan bisa menguntungkan petani itu sendiri. Untuk itu perlu dikaji beberapa hal:

1. Bagaimana pendapatan petani padi ramah lingkungan dan petani padi anorganik.

2. Bagaimana kelayakan dan efisiensi usahatani padi ramah lingkungan dan usahatani padi anorganik.

3. Bagaimana tingkat kepekaan/sensitivitas sistem usahatani padi organik dan an-organik apabila terjadi perubahan variabel harga input, harga output atau perubahan kedua variabel secara bersamaan.

I.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis dan membandingkan tingkat pendapatan petani padi ramah lingkungan dan petani padi anorganik.

(24)

2. Menganalisis dan membandingkan efisiensi usahatani padi ramah lingkungan dan padi anorganik.

3. Menganalisis dan membandingkan tingkat kepekaan (sensitivitas) sistem usahatani padi ramah lingkungan dan padi anorganik terhadap perubahan variabel harga input, harga output atau perubahan kedua variabel secara bersamaan.

I.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua pihak yang terkait dalam peningkatan pendapatan petani dan perkembangan usahatani padi khususnya padi ramah lingkungan. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang usahatani padi ramah lingkungan dan wadah dalam menerapkan ilmu-ilmu yang didapat selama perkuliahan. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi peneliti-peneliti lain yang akan melaksanakan penelitian lanjutan atau penelitian yang berkaitan dengan pertanian ramah lingkungan khusunya komoditas padi ramah lingkungan.

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1Pertanian Ramah Lingkungan

Pertanian ramah lingkungan adalah sistem pertanian yang meminimalkan penggunaan bahan-bahan kimia buatan seperti pupuk dan pestisida kimia.

Pertanian ramah lingkungan dan pertanian organik pada prinsipnya sama yaitu sama-sama menggunakan bahan-bahan alami yang tidak merusak lingkungan.

Perbedaan antara pertanian ramah lingkungan dan pertanian organik hanya pada jumlah penggunaan bahan kimia buatan.

Pada pertanian organik, penggunaan bahan kimia benar-benar dihilangkan baik yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung. Lokasi untuk pertanian organik harus terpisah dari lokasi pertanian anorganik agar bahan kimia yang digunakan pada pertanian anorganik tidak sampai ke lokasi pertanian organik. Untuk pertanian ramah lingkungan penggunaan bahan kimia hanya diminimalkan. Lokasi untuk pertanian ramah lingkungan tidak harus terpisah dari lokasi pertanian anorganik.

II.2Pertanian Organik

II.2.1 Pengertian Pertanian Organik

Menurut Andoko (2002) pertanian organik merupakan kegiatan bercocok tanam yang akrab dengan lingkungan. Pertanian organik berusaha meminimalkan dampak negatif bagi alam sekitar. Ciri utama pertanian organik adalah penggunaan varietas lokal yang relatif masih alami, diikuti dengan penggunaan pupuk organik dan pestisida organik. Oleh karena dibudidayakan tanpa penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia maka produk pertanian organik ini pun terbebas dari residu zat berbahaya.

(26)

Pertanian organik di definisikan sebagai "sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan". Lebih lanjut IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movements) menjelaskan pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah.3

Pertanian organik diartikan sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang berasaskan daur-ulang hara secara hayati. Daur-ulang hara dapat melalui sarana limbah tanaman dan ternak, serta limbah lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah (Sutanto, 2002b). Pakar pertanian Barat menyebutkan bahwa sistem pertanian organik merupakan ‘hukum pengembalian (low of return)’ yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun tingkat yang selajutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman.

Beras organik adalah beras yang dihasilkan dari padi yang ditanam tanpa menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Penanamannya menggunakan pupuk alami, hamanya dikendalikan dengan menggunakan musuh alami atau predator, tidak membahayakan lingkungan dan dijamin sehat untuk dikonsumsi, rasanya lebih enak, aromanya lebih wangi dan tidak mudah basi (Konpalhindo, 2004 dalam Rohmiantin, 2006)

II.2.2 Tujuan Pertanian Organik

3 http://Inovasi Online Vol_4-XVII-Mungkinkah Pertanian Organik di Indonesia Peluang dan Tantangan.

Agustus 2007

(27)

Sistem petanian oganik berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci keberhasilan produksi dengan memperhatikan kemampuan alami tanah, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian dan lingkungan. Menurut IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements), tujuan yang hendak dicapai dengan sistem pertanian organik adalah

sebagai berikut:

1. Menghasilkan bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta dalam jumlah cukup.

2. Melaksanakan interaksi efektif dengan sistem dan daur alamiah yang mendukung semua bentuk kehidupan yang ada.

3. Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usahatani dengan mengaktifkan kehidupan jasat renik, flora dan fauna tanah dan lainnya.

4. Memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan.

5. Menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber terbarui yang berasal dari sistem usahatani itu sendiri.

6. Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang baik di dalam maupun di luar sistem usahatani.

7. Menciptakan keadaan yang memungkinkan ternak hidup sesuai dengan perilakuknya yang hakiki.

8. Membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh kegiatan pertanian.

9. Mempertahankan keanekaragaman hayati termasuk pelestarian habitat tanaman dan hewan.

(28)

10. Memberi jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian (terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat.

11. Mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari kegiatan usahatani terhadap kondisi fisik dan sosial.

Menurut Sutanto (2002a), tujuan jangka panjang yang ingin dicapai melalui pengembangan pertanian organik adalah sebagai berikut:

1. Melindungi dan melestarikan keragaman hayati serta fungsi keragaman dalam bidang pertanian.

2. Memasyarakatkan kembali budidaya organik yang sangat bermafaat dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan sehingga menunjang kegiatan budidaya pertanian yang berkelanjutan.

3. Membatasi terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat residu pestisida dan pupuk, serta bahan kimia pertanian lainnya.

4. Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan dari luar yang berharga mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan.

5. Meningkatkan usaha konservasi tanah dan air, serta mengurangi masalah erosi akibat pengolahan tanah yang intensif.

6. Mengembangkan dan mendorong kembali munculnya teknologi pertanian organik yang telah dimiliki petani secara turun-temurun, dan meransang kegiatan penelitian pertanian organik oleh lembaga penelitian dan universitas.

(29)

7. Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan produk-produk pertanian bebas pestisida, residu pupuk, dan bahan kimia pertanian lainnya.

8. Meningkatkan peluang pasar produk organik, baik domestik maupun global dengan jalan menjalin kemitraan antara petani dan pengusaha yang bergerak dalam bidang pertanian.

Sedangkan tujuan jangka pendek yang ingin dicapai melalui pengembangan pertanian organik adalah sebagai berikut:

1. Ikut serta mensukseskan program pengentasan kemiskinan melalui peningkatan pemanfaatan peluang pasar dan ketersediaan lahan petani yang sempit.

2. Mengembangkan agribisnis dengan jalan menjalin kemitraan antara petani sebagai produsen dan para pengusaha.

3. Membantu menyediakan produk pertanian bebas residu bahan kimia pertanian lainnya dalam rangka ikut meningkatkan kesehata masyarakat.

4. Mengembangkan dan meningkatkan minat petani pada kegiatan budidaya organik baik sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan yang mampu meningkatkan pendapatan tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan.

5. Mempertahankan dan melestarikan produktivitas lahan, sehingga lahan mampu berproduksi secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan mendatang.

(30)

II.2.3 Prinsip Pertanian Organik

Prinsip pertanian organik merupakan dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan pertanian organik. Prinsip-prinsip tersebut menyangkut bagaimana manusia berhubungan dengan lingkungan hidup, berhubungan satu sama lain dan menentukan warisan untuk generasi mendatang. Prinsip-prinsip ini menjadi panduan bagi pengembangan posisi, program dan standar-standar IFOAM.

Prinsip-prinsip pertanian organik tersebut yaitu:

1. Prinsip Kesehatan

Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Prinsip ini menunjukkan bahwa kesehatan tiap individu dan komunitas tidak dapat dipisahkan dari kesehatan ekosistem; tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman sehat yang dapat mendukung kesehatan hewan dan manusia. Peran pertanian organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi dan konsumsi bertujuan untuk melestarikan dan meningkatkan kesehatan ekosistem dan organisme, dari yang terkecil yang berada di dalam tanah hingga manusia. Secara khusus, pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan.

Mengingat hal tersebut, maka harus dihindari penggunaan pupuk, pestisida, obat- obatan bagi hewan dan bahan aditif makanan yang dapat berefek merugikan kesehatan.

2. Prinsip Ekologi

Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan

(31)

daur ulang ekologis. Budidaya pertanian, peternakan dan pemanenan produk liar organik haruslah sesuai dengan siklus dan keseimbangan ekologi di alam.

Bahan-bahan asupan sebaiknya dikurangi dengan cara dipakai kembali, didaur ulang dan dengan pengelolaan bahan-bahan dan energi secara efisien guna memelihara, meningkatkan kualitas dan melindungi sumber daya alam. Pertanian organik dapat mencapai keseimbangan ekologis melalui pola sistem pertanian, membangun habitat, pemeliharaan keragaman genetika dan pertanian. Mereka yang menghasilkan, memproses, memasarkan atau mengkonsumsi produk-produk organik harus melindungi dan memberikan keuntungan bagi lingkungan secara umum, termasuk di dalamnya tanah, iklim, keragaman hayati, udara dan air.

3. Prinsip Keadilan

Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Keadilan dicirikan dengan kesetaraan, saling menghormati, berkeadilan dan pengelolaan dunia secara bersama, baik antar manusia dan dalam hubungannya dengan makhluk hidup yang lain. Prinsip ini menekankan bahwa mereka yang terlibat dalam pertanian organik harus membangun hubungan yang manusiawi untuk memastikan adanya keadilan bagi semua pihak di segala tingkatan; seperti petani, pekerja, pemroses, penyalur, pedagang dan konsumen. Pertanian organik harus memberikan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang yang terlibat, menyumbang bagi kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan. Pertanian organik bertujuan untuk menghasilkan kecukupan dan ketersediaan pangan maupun produk lainnya dengan kualitas yang baik. Prinsip keadilan juga menekankan bahwa ternak harus dipelihara dalam kondisi dan habitat yang sesuai

(32)

dengan sifat-sifat fisik, alamiah dan terjamin kesejahteraannya. Sumber daya alam dan lingkungan yang digunakan untuk produksi dan konsumsi harus dikelola dengan cara yang adil secara sosial dan ekologis, dan dipelihara untuk generasi mendatang. Keadilan memerlukan sistem produksi, distribusi dan perdagangan yang terbuka, adil, dan mempertimbangkan biaya sosial dan lingkungan yang sebenarnya.

4. Prinsip Perlindungan

Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup. Pertanian organik merupakan suatu sistem yang hidup dan dinamis yang menjawab tuntutan dan kondisi yang bersifat internal maupun eksternal. Para pelaku pertanian organik didorong meningkatkan efisiensi dan produktifitas, tetapi tidak boleh membahayakan kesehatan dan kesejahteraannya.

Prinsip ini menyatakan bahwa pencegahan dan tanggung jawab merupakan hal mendasar dalam pengelolaan, pengembangan dan pemilihan teknologi di pertanian organik. Ilmu pengetahuan diperlukan untuk menjamin bahwa pertanian organik bersifat menyehatkan, aman dan ramah lingkungan. Pertanian organik harus mampu mencegah terjadinya resiko merugikan dengan menerapkan teknologi tepat guna dan menolak teknologi yang tak dapat diramalkan akibatnya, seperti rekayasa genetika (genetic engineering).

II.3Sistem Pertanian Konvensional

Sistem pertanian tradisional, meskipun akrab lingkungan tetapi tidak mampu mengimbangi laju kebutuhan pangan dan sandang yang meningkat lebih tajam dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Sejalan dengan

(33)

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak temuan baru yang menggeser sistem tradisional menjadi sistem pertanian konvensional.

Sistem pertanian konvesional telah terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara global, khususnya di bidang pertanian. Dibalik keberhasilan tersebut, sistem pertanian konvensianal tidak terlepas dari resiko dampak negatif. Menurut Schaller (1993) dalam Winangun (2005) menyebutkan beberapa dampak negatif dari sistem pertanian konvensional, yaitu sebagai berikut:

1. Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia pertanian dan sedimen.

2. Ancaman bahaya bagi kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan aditif pakan.

3. Pengaruh negatif aditif senyawa kimia pertanian tersebut pada mutu dan kesehatan makanan.

4. Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna yang merupakan modal utama pertanian yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture).

5. Perusakan dan pembunuhan satwa liar, lebah madu, dan jasad berguna lainnya.

6. Peningkatan daya tahan organisme pengganggu terhadap pestisida.

7. Penurunan daya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan, dan berkurangnya bahan organik.

8. Ketergantungan yang semakin kuat terhadap sumber daya alam tidak terbaharui (nonrenewable natura resources).

(34)

9. Munculnya resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan pertanian.

II.4Penelitian Terdahulu

Penelitian Kusumah (2004), bertujuan untuk membandingkan dan menganalisis pengaruh perubahan sistem usahatani terhadap tingkat pendapatan petani padi organik dan menganalisis saluran pemasaran, fungsi pemasaran, efisiensi pemasaran, dan struktur pasar antara padi organik dan padi anorganik.

Adapun input yang digunakan pada usahatani padi organik adalah benih, pupuk organik, dan tenaga kerja, sedangkan pada usahatani padi anorganik adalah benih, pupuk (Urea, TSP, KCL), pestisida dan tenaga kerja. Jumlah benih yang digunakan oleh petani organik lebih rendah dari pada petani an-organik.

Sedangkan untuk penggunaan pupuk, petani organik menggunakan pupuk organik dalam jumlah yang lebih besar (1 ton/ha) dari pada petani anorganik, begitu pula dengan jumlah tenaga kerja (HOK) yang digunakan.

Berdasarkan hasil analisis pendapatan diketahui pendapatan atas biaya tunai petani padi organik lebih rendah dari pendapatan atas biaya tunai petani padi anorganik. Sedangkan pendapatan atas biaya total petani padi organik lebih besar dari pendapatan atas biaya total petani padi anorganik. Dilihat dari hasil uji-z ternyata disimpulkan bahwa perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani padi di Kelurahan Mulyaharja tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan petani. Apabila dilihat dari imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik (1,95) lebih rendah dari R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani anorganik (2,23).

(35)

Dari sisi pemasaran diketahui ternyata nilai total marjin pemasaran yang diperoleh pola pemasaran I dan II padi organik lebih besar dari pola pemasaran III dan IV padi organik, begitu pula jika dibandingkan dengan seluruh pola pemasaran padi anorganik. Besar kecilnya marjin pemasaran tidak menjadi jaminan bahwa saluran pemasaran efisien. Oleh karena itu untuk mengukur efisiensi saluran pemasaran maka digunakan rasio biaya-keuntungan (π/C).

Berdasarkan rasio tersebut diketahui bahwa pola pemasaran padi organik lebih efisien bila dibandingkan dengan pola pemasaran padi anorganik. Struktur pasar yang terbentuk untuk padi organik dan padi anorganik ini adalah sama yaitu oligopsoni. Hal ini didasarkan pada jumlah lembaga pemasaran, penentuan harga,

keadaan produk kebebasan keluar masuk pasar dan sumber informasi.

Iryanti (2005), melakukan penelitian tentang analisis usahatani komoditas tomat organik dan an-organik. Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat pendapatan petani yang menerapkan sistem usahatani tomat organik dibandingkan dengan tingkat pendapatan petani yang menerapkan sistem usahatani tomat anorganik/konvensional. Secara umum, sistem usahatani tomat organik yang dilakukan oleh petani di Desa Batulayang sama dengan sistem usahatani tomat anorganik. Perbedaan yang ada dalam usahatani tomat secara organik dan anorganik adalah tidak adanya penggunaan pupuk kimia dalam sistem usahatani organik. Petani organik menggunakan pupuk yang bahannya berasal dari ramuan- ramuan alami untuk menggantikan peranan pupuk kimia yang biasa digunakan petani. Jumlah produksi tomat yang dihasilkan oleh petani anorganik lebih besar daripada petani organik. Rata-rata produksi tomat yang dihasilkan petani organik yaitu 25.495,75 kg/ha, sedangkan rata-rata produksi tomat yang dihasilkan petani

(36)

anorganik sebanyak 30.106,33 kg/ha. Hal ini menunjukkan penggunaan pupuk kimia dapat mempengaruhi produksi tomat.

Hasil analisis pendapatan usahatani dapat dilihat bahwa petani yang berusahatani secara organik memperoleh pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total yang diterima oleh petani anorganik.

Dilihat dari sisi biaya tunai, R/C rasio untuk tomat organik sebesar 2,75 artinya petani organik menghasilkan tambahan penerimaan sebesar Rp 2,75 dari setiap satu rupiah yang dikeluarkannya, sedangkan petani anorganik hanya menerima tambahan penerimaan sebesar Rp 2,52 dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh petani anorganik. Apabila dilihat dari biaya total, R/C rasio untuk petani organik menghasilkan tambahan penerimaan Rp 2,38 dari satu rupiah yang dikeluarkan. R/C rasio untuk petani anorganik, baik per luasan rata-rata lahan maupun per hektar yaitu sebesar 2,12 artinya petani organik menghasilkan Rp 2,12 dari setiap satu rupiah yang dikeluarkannya. Dengan demikian tambahan penerimaan petani anorganik lebih kecil dibandingkan dengan tambahan penerimaan petani organik.

Maryana (2006), melakukan penelitian tentang pendapatan petani dan marjin pemasaran beras organik di Kecamatan Cikalong, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa petani padi organik dan petani padi anorganik keduanya sama-sama menguntungkan, akan tetapi petani organik lebih menguntungkan dibandingkan dengan petani anorganik. Pendapatan bersih petani pemilik padi organik Rp 11.615.519,50,- dan petani penggarap padi organik Rp 5.379.534,32,-, sedangkan pendapatan bersih petani pemilik padi

(37)

anorganik yaitu Rp 9.103.050.42,-, dan petani penggarap padi anorganik sebesar Rp 3.924.211,70,-. Pendapatan bersih petani pemilik baik organik atau petani an- organik memiliki pendapatan lebih besar dibandingkan dengan petani penggarap.

Lebih lanjut Maryana (2006) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat usahatani baik petani organik atau petani anorganik diantaranya variabel saluran pemasaran, status petani dan status kepemilikan lahan. Sedangkan lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyaluran beras organik dari tingkat petani hingga tingkat konsumen akhir adalah pedagang pengumpul, pabrik dan pedagang pengecer. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga- lembaga tersebut berupa fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan dan penggangkutan), serta fungsi fasilitas (sortasi dan grading). Setiap lembaga yang terlibat dalam proses penyaluran beras dilakukan

fungsi-fungsi pemasaran yang dapat menambah nilai ekonomi dan nilai jualnya.

Semakin banyak lembaga yang terlibat semakin banyak peran yang dilakukan oleh setiap lembaga untuk melakukan fungsi pemasaran sehingga semakin besar pula biaya yang dikeluarkan. Marjin pemasaran terkecil terjadi pada saluran pemasaran 1 sebesar Rp 6669,92 yang terdiri dari petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan konsumen.

Apabila dilihat dari imbangan penerimaan dan biaya atau R/C rasio diketahui bahwa rasio R/C atas biaya total yang diperoleh petani organik lebih tinggi dibandingkan dengan petani anorganik. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh petani organik untuk setiap satu rupiah yang dikeluarkan lebih besar dari pada penerimaan yang diperoleh petani anorganik.

Dari perhitungan pendapatan dan analisis rasio R/C bahwa usahatani yang

(38)

dilakukan keduanya sama-sama menguntungkan, namun secara nominal usahatani organik lebih menguntungkan dari pada usahatani anorganik.

Marini (2007), melakukan penelitian tentang analisis perbandingan keuntungan usahatani padi bebas pestisida dengan padi anorganik. Penelitian ini betujuan untuk menganalisis perbandingan keuntungan antara usahatani bebas pestisida dengan padi anorganik yang dilihat dari pendapatan dan efisiensi usahatani, mengetahui saluran, lembaga dan marjin pemasaran padi bebas pestisida di berbagai lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran dan mengetahui karakteristik konsumen beras bebas pestisida. Hasil analisis pendapatan pada sisi penerimaan menunjukkan jumlah produksi dan nilai penerimaan total per tahun padi pada usahatani padi anorganik lebih besar bila dibandingkan dengan usahatani padi bebas pestisida. Jumlah produksi padi an- organik yaitu 14.512,96 kg/ha dengan penerimaan sebesar Rp 20.547.444/ tahun.

Sementara itu jumlah produksi usahatani padi bebas pestisida adalah 12.087,5 kg/

ha dengan penerimaan sebesar Rp 20.547.985/tahun. Pada sisi pengeluaran, jumlah biaya tunai yang harus dikeluarkan oleh petani anorganik lebih besar apabila dibandingkan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh petani padi bebas pestisida (Rp 14.468.569 > Rp 6.533.083). Hal ini menyebabkan biaya total yang dikeluarkan oleh petani padi anorganik juga lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani padi bebas pestisida (Rp 15.584.606/hektar/tahun > Rp 11.338.333/hektar/tahun).

Pendapatan kotor usahatani padi bebas pestisida lebih besar dibandingkan dengan pendapatan kotor usahatani padi anorganik yaitu masing-masing Rp 11.300.875 dan Rp 7.300.875. Pendapatan bersih usahatani padi bebas pestisida

(39)

juga lebih besar jika dibandingkan dengan pendapata bersih usahatani anorganik yaitu masing-masing sebesar Rp 9.209.652 dan Rp 6.184.838. Lebih besarnya nilai pendapatan kotor dan pendapatan bersih pada usahatani padi bebas pestisida terjadi karena lebih kecilnya biaya tunai yang dikeluarkan dibandingkan biaya tunai yang dikeluarkan petani padi anorganik.

Hasil analisis R/C menunjukkan bahwa usahatani padi bebas pestisida labih efisien dan lebih layak untuk dikembangkan dibandingkan dengan usahatani padi an-organik. Hal ini di tunjukkan oleh nilai rasio R/C atas biaya tunai dan atas biaya total usahatani padi bebas pestisida lebih besar dibanding usahatani padi an- organik. Nilai R/C atas biaya tunai usahatani bebas pestisida dan padi an-organik masing-masing adalah 3,145 dan 2,080. Artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani akan memberikan pendapatan sebesar Rp 3,145 untuk petani bebas pestisida dan Rp 2,080 untuk petani padi anorganik. Rasio R/C atas biaya total usahatani padi bebas pestisida adalah 1,812 sedangkan untuk usahatani padi anorganik hanya sebesar 1,397.

Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2004), Maryana (2006) dan Marini (2007) memiliki kesamaan yaitu sama-sama membahas tentang perbandingan usahatani padi organik dan anorganik. Sedangkan Iryanti (2005), membahas tentang perbandingan usahatani tomat organik dan tomat anorganik.

Alat analisis yang digunakan yaitu analisis usahatani meliputi analisis pendapatan dan analisis R/C rasio.

Hasil dari keempat penelitian tersebut, terdapat beberapa perbedaan.

Penelitian Kusuma (2004), pada hasil pendapatan atas biaya tunai (R/C rasio atas biaya tunai) petani padi organik yang lebih rendah dari pendapatan atas biaya

(40)

tunai petani padi anorganik. Sedangkan hasil peneliti yang lain menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya tunai untuk petani padi organik lebih besar dari pendapatan atas biaya tunai petani padi anorganik. Penelitian yang dilakukan oleh Maryana (2006) juga berbeda dengan yang lain, dimana produktivitas yang dihasilkan petani organik lebih tinggi dari pada produktivitas yang dihasilkan oleh petani anorganik. Hasil ini berbeda dengan peneliti lain yang menyebutkan bahwa produktifitas padi anorganik lebih tinggi daripada produktivitas padi organik.

Perbedaan produktivitas ini disebabkan karena perbedaan kondisi lahan yang cocok untuk pertanian organik. Selain itu pemberian pupuk organik pada lahan secara terus menerus dapat mengembalikan unsur hara dalam tanah yang menyebabkan lahan menjadi subur sehingga dapat meningkatkan produksi padi organik.

Penelitian ini mengambil topik yang sama dengan penelitian terdahulu yaitu analisis pendapatan usahatani padi ramah lingkungan dan padi anorganik.

Alat analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan, analisis R/C rasio dan B/C rasio. Penelitian ini juga menganalisis sensitivitas usahatani terhadap perubahan harga input dan output.

(41)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk dan pestisida) dengan efektif, efisien dan kontinyu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat (Rahim dan Diah, 2007). Menurut Soekartawi (1995), ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.

Dari definisi tersebut terdapat, maka terdapat empat unsur yang selalu ada pada suatu usahatani yang saling terkait satu sama lain di dalam pelaksanannya.

Unsur tersebut dikenal dengan istilah faktor produksi. Empat unsur faktor-faktor produksi tersebut adalah:

a. Tanah

Menurut Hernanto (1989), tanah atau lahan merupakan faktor yang relatif langka bila dibandingkan dengan faktor produksi yang lainnya dan distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata. Tanah itu sendiri memiliki beberapa sifat antara lain: luas relatif tetap atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah- pindahkan, dan dapat dipindah tangankan. Berdasarkan hal tersebut maka tanah dianggap sebagai salah satu faktor produksi usahatani meskipun dibagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok dari modal. Perbedaan golongan petani berdasarkan luas tanah atau lahan akan berpengaruh terhadap sumber dan distribusi pendapatan. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan

(42)

(yang digarap/ditanami) maka semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut.

b. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan faktor produksi kedua selain tanah, modal dan pengelolaan. Terdapat tiga jenis tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani yaitu manusia, ternak, dan mekanik. Tenaga kerja manusia dapat diperoleh dari dalam keluarga sendiri atau dari luar keluarga. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan berdasarkan tingkat kemampuannya. Tenaga kerja ternak digunakan untuk pengolahan tanah dan pengangkutan. Tenaga mekanik bersifat subtitusi pengganti tenaga ternak dan atau manusia. Jika kekurangan tenaga kerja, petani dapat mempekerjakan tenaga kerja dari luar keluarga dengan memberi balas jasa berupa upah.

c. Modal

Menurut Hernanto (1989), modal adalah barang atau uang yang bersama- sama dengan faktor produksi lain digunakan untuk menghasilkan barang-barang baru, yaitu produk pertanian. Penggunaan modal dalam usahatani selain untuk meningkatkan pendapatan dan kekayaan usahatani yang bersangkutan. Diantara empat faktor produksi yang terdapat usahatani, modal merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap kegiatan usahatani, terutama modal operasional. Hal ini karena modal operasional terkait langsung dengan aktivitas yang terjadi dalam kegiatan usahatani. Adapun yang dimaksud dengan modal operasional adalah modal dalam bentuk tunai yang dapat ditukarkan dengan

(43)

barang modal lainnya seperti sarana produksi dan tenaga kerja, bahkan untuk membiayai pengelolaan.

Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap meliputi: tanah dan bangunan. Modal tetap ini dicirikan dengan modal yang tidak habis pada satu periode produksi. Modal bergerak meliputi: alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman dan ternak.

d. Pengelolaan

Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik mungkin serta mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya.

Dalam usahatani ada dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan usahatani yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal adalah faktor yang dapat dikendalikan oleh petani itu sendiri yang terdiri dari petani pengelola, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga, dan jumlah keluarga. Sedangkan faktor ekternal adalah faktor-faktor diluar usahatani yang dapat berpengaruh terhadap berhasilnya usahatani. Adapun yang termasuk ke dalam faktor-faktor ekternal adalah sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga hasil, saprodi), fasilitas kredit dan sarana penyuluhan bagi petani.

(44)

Soekartawi (1986), mengemukakan bahwa tujuan usahatani dikategorikan menjadi dua yaitu dengan memaksimumkan keuntungan dan meminimalisasi biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan yaitu dapat mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu untuk memperoleh keuntungan maksimum, sedangkan meminimalisasikan biaya yaitu menekan biaya produksi sekecil- kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Pada analisis usahatani, data yang perlu diketahui adalah data tentang penerimaan, biaya dan pendapatan.

3.1.1.1 Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, 1995). Pernyataan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

TRi = Yi x Pyi

Keterangan:

TRi : Total Penerimaan

Yi : Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani i Pyi : Harga Y

3.1.1.2 Biaya Usahatani

Menurut Soekartawi (1986), biaya yang harus dikeluarkan dalam usahatani meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang tidak ada kaitanya dengan jumlah barang yang diproduksi.

Petani harus tetap membayarnya, berapa pun jumlah komoditi yang dihasilkan usahataninya. Biaya tidak tetap adalah biaya yang berubah apabila luas usahataninya berubah. Biaya ini ada apabila ada sesuatu barang yang diproduksi.

Penjumlahan dari kedua biaya ini disebut dengan biaya total produksi. Menurut Rahim dan Diah, (2007) biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya yang

(45)

dikeluarkan dalam usahatani yang besar-kecilnya tidak tergantung dari besar- kecilnya output yang diperoleh, seperti pajak, sewa lahan, alat-alat pertanian dan mesin pertanian. Sedangkan biaya tidak tetap (variabel cost) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh perolehan output seperti tenaga kerja dan saprodi (sarana produksi) pertanian.

Biaya tunai sebagai biaya yang dikeluarkan petani secara tunai termasuk bunga kredit, sedangkan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan) untuk menghitung pendapatan kerja petani jika modal, sewa lahan dan tenaga kerja dalam keluarga dan biaya bibit milik sendiri diperhitungkan. Modal yang dipergunakan petani dihitung sebagai modal pinjaman, meskipun modal tersebut milik petani sendiri. Tenaga kerja keluarga nilai berdasarkan upah yang berlaku pada waktu anggota keluarga menyumbang kerja pada usahatani tersebut. Lahan yang digunakan petani diperhitungkan sebagai lahan sewa yang besarnya berdasarkan rata-rata biaya sewa lahan per hektar di daerah tersebut.

Pengeluaran total usahatani adalah sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Seharusnya pengeluaran yang dihitung dalam tahun pembukuan itu adalah yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk dalam tahun pembukuan tersebut. Dalam praktek, pemisahan pengeluaran ini kadang-kadang tidak mungkin dilakukan karena pembukuan yang tidak lengkap. Alasan lain adalah adanya biaya bersama (joint cost) dalam produksi yang tidak mudah dipisahkan.

3.1.1.3 Pendapatan Usahatani

(46)

Menurut Soekartawi (1986), pendapatan yaitu selisih antara total penerimaan usahatani dengan total pengeluaran usahatani yang merupakan nilai semua input yang dikeluarkan dalam proses produksi. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai yaitu biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani sedangkan pendapatan atas biaya total input yaitu semua milik keluarga diperhitungkan sebagai biaya. Pendapatan secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Л tunai = Tr – Bt

Л total = Tr – (Bt + Bd) Keterangan :

Л : Pendapatan (Rupiah)

Tr : Nilai produksi (Hasil kali jumlah fisik dengan harga) Bt : Biaya tunai (Rupiah)

Bd : Biaya yang diperhitungkan

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya (Rahim dan Diah, 2007). Fungsi dari pendapatan adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga petani, untuk kebutuhan kegiatan usahatani selanjutnya dan lain-lain. Besarnya pendapatan usahatani tergantung pada besarnya penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu.

Pendapatan kotor usahatani adalah sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual, jangka waktu pembukuan umumnya setahun, dan mencakup semua produk yang:

1. Dijual

2. Dikonsumsi rumah tangga petani

3. Digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak

Referensi

Dokumen terkait

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan peningkatan hasil belajar antara kelompok PBL dengan kelompok IBL untuk siswa Kelas VIII SMP. Negeri 1

Acara ini sangat menarik menurut peneliti , karena terdapat unsur persaingan yang ketat di setiap peserta ,sportifitas , profesionalitas , semangat yang tinggi dan ketekunan

Scene ini menampilkan pesan non verbal bentuk birrul walidain mengikuti dan mentaati saran orang tua yang di tampilkan Shila dengan mengikuti saran kedua orang

dipakai Metode Penelitian Hasil Penelitian Ali Sakti, 2009 Mekanisme Transmisi Syariah pada Sistem Moneter Ganda di Indonesia - Finc : Total Pinjaman yang diberikan oleh

sebagai tumbuhan berkhasiat obat yang dapat menjadi salah satu alternatif jenis yang dapat ditanam di Taman Obat Keluarga.. Tumbuhan yang di daerah Sunda dikenal dengan nama

Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif melalui tahapan observasi dan wawancara, karena dengan metode ini bisa dengan jelas mengungkap tentang

Terdapat faktor-faktor yang Evaluasi kebijakan pemberdayaan Desa/Kelurahan Mandiri Gotong Royong oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Dalam mewujudkan

Ketersediaan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan SDIDTK di Puskesmas dan Posyandu di Kota Padang belum lengkap, akan tetapi sudah memiliki ruangan khusus dan