• Tidak ada hasil yang ditemukan

" BISNIS ON LINE DI SAAT COVID-19 : KEWAJIBAN PELAKU USAHA TERHADAP JAMINAN PRODUK HALAL SERTA HYGIENE SANITASI DI BIDANG PANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "" BISNIS ON LINE DI SAAT COVID-19 : KEWAJIBAN PELAKU USAHA TERHADAP JAMINAN PRODUK HALAL SERTA HYGIENE SANITASI DI BIDANG PANGAN"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH DISAMPAIKAN PADA :

WEBINAR NASIONAL DENGAN TEMA

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM BISNIS ON LINE DI MASA COVID-19 DIKAITKAN DENGAN JAMINAN PRODUK HALAL DAN HYGIENNE SANITASI

DR. SRI WALNY RAHAYU, S.H., M.HUM.

Associate Professor Hukum Bisnis Fakultas Hukum Univesitas Syiah Kuala

Banda Aceh – Indonesia

Email: ayoe_armans@unsyiah.ac.id

"

BISNIS ON LINE DI SAAT COVID-19 : KEWAJIBAN PELAKU USAHA TERHADAP JAMINAN PRODUK HALAL SERTA

HYGIENE SANITASI DI BIDANG PANGAN”

(2)

PENDAHULUAN

• Standar kualitas pengolahan makanan merupakan hal penting bagi kesehatan baik fisik maupun mental/psikologis dan

kecerdasan masyarakat selaku konsumen di Indonesia.

• kebersihan ketika mengolah makanan, merupakan kunci

keberhasilan tersedianya makanan yang aman dan sehat untuk dikonsumsi.

• kondisi tersebut bermakna konsumen memiliki hak dalam pemanfaatan makanan, yang merupakan tanggung jawab pelaku usaha untuk memenuhinya.

• Makanan yang aman dan sehat dimulai dari, Proses Produksi Makanan Meliputi pemilihan bahan-baku, proses

pengolahan makanan, pengujian kualitas makanan dan pengemasan hingga proses distribusi makanan harus dikontrol agar produk akhir yang dihasilkan aman dan layak untuk dikonsumsi oleh konsumen.

24 November 2020

© Sri Walny Rahayu_Webinar Hukum Bisnis_COVID -19 2

(3)

REGULASI BERKAITAN DENGAN HAK KONSUMEN dan JAMINAN PRODUK HALAL BERDASARKAN STANDAR PERSYARATAN KESEHATAN DI INDONESIA

• UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

• UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Standar Kesehatan pengolahan dan penyajian makanan diatur oleh Pasal 111 ayat (1) disebutkan “Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan”.

• Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

• Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

• UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH 2014).

• Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda)

• Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan.

• Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan Dan Restoran.

(4)

PANGAN TERCEMAR DAN KEWAJIBAN PEMDA DALAM UU PANGAN

• UU Pangan diatur, setiap Orang dilarang mengedarkan Pangan tercemar.

• pangan tercemar adalah pangan mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat membahayakan kesehatan atau jiwa manusia; mengandung cemaran yang

melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan; mengandung bahan yang

kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung bahan nabati atau hewani yang

berpenyakit atau berasal dari bangkai; diproduksi dengan cara yang dilarang; dan/atau sudah kedaluwarsa (Pasal 90 UU Pangan 2012).

• Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap penerapan sistem jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan terhadap

Pangan. Penerapan sistem jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan

tersebut, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (Pasal 95 UU Pangan 2012).

• Ketentuan pelanggaran terhadap norma UU Pangan diatur mulai Pasal 132 tentang

Peyidikan dan Ketentuan Pidana diatur mulai dari Pasal 133-Pasal 148 UU Pangan 2012.

24 November 2020

© Sri Walny Rahayu_Webinar Hukum Bisnis_COVID -19 4

(5)

PERLINDUNGAN HAK KONSUMEN, JAMINAN PRODUK HALAL DAN HYGIENNE SANITASI di ACEH

• Pelaksanaan Syari’at Islam secara Kaffah Di Aceh merupakan Hak Istimewa, yang diakui dan dihargai oleh NKRI (Pasal 18 B (1) UUD 1945).

• Keistimewaan Prov Aceh Diatur oleh UU No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh sebagai Provinsi Istimewa.

• Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur. Perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia

menempatkan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan khusus, terkait dengan karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi. ( UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh).

• Di Aceh, selain berlakunya hukum nasional dan ratifikasi hukum Internasional sebagai hukum positif,

penyelenggaraan pemerintahan di Aceh berdasarkan Hukum Islam, Hukum Adat, Pendidikan berbasis Islam, dan Ulama merupakan elemen penting dalam menetapkan kebijakan daerah.

• Adanya pluralisme hukum.

(6)

Lanjutan...

 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) mengatur peralihan kewenangan sub urusan standardisasi. Masalah perlindungan konsumen yang semula berada kewenangannya di Kabupaten Kota menjadi

kewenangan Pemerintah Provinsi.

 Pemerintah Aceh wajib memberi perhatian khusus pada kegiatan perdagangan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen di bidang makanan yang memenuhi

standar keamanan dan mutu pangan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Kesehatan, Pasal 111, disebutkan “makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan”.

 Pentingnya standar tersebut dilakukan untuk memenuhi hak konsumen yakni berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang

dan/atau jasa,

 Dasar pengaturan perekonomian berbasis Syariat Islam disebutkan oleh Pasal 155 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. “pengaturan

perekonomian di Aceh, yang diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing demi terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, keadilan, pemerataan, partisipasi rakyat dan efisiensi dalam pola pembangunan berkelanjutan.

24 November 2020 © Sri Walny Rahayu_Webinar Hukum Bisnis_COVID -19 6

(7)

REGULASI BERKAITAN DENGAN JAMINAN PRODUK HALAL DI ACEH

• Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah Dan Syi’ar Islam

• Qanun Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Sistem Jaminan Produk Halal (Qanun SJPH 2016)

• QANUN SJPH 2016 “bentuk tanggung jawab Pemerintah Aceh dalam memberikan perlindungan hukum bagi umat muslim khususnya & seluruh masyarakat Aceh pada umumnya, tanpa melihat Agama & golongan tertentu. Obyek pengaturan yang utama adalah produk halal, & produk yang memenuhi standar higienis. Untuk menjamin setiap pemeluk agama beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, Negara dan daerah berkewajiban memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi, digunakan masyarakat. Tujuannya memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan Produk Halal bagi masyarakat dalam mengkonsumsi dan menggunakan Produk, serta meningkatkan nilai tambah bagi Pelaku Usaha untuk memproduksi dan menjual Produk Halal.

• Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penyelenggaran Wisata Halal.

• Persyaratan Jaminan produk halal dan hygiene sanitasi yang dapat diterapkan oleh Pemerintah Daerah Aceh, kepada pelaku usaha Pangan merupakan produk kebijaksanaan publik.

• kewajiban tersebut memiliki sanksi hukum ketika dilanggar untuk menimbulkan kepastian hukum.

(8)

Lanjutan

• KONSEKUENSINYA PEMERINTAH ACEH DIWAJIBKAN MENGAWASI PEREDARAN DAN

PERDAGANGAN PRODUK HALAL DI PASAR. KEWAJIBAN TERSEBUT MERUPAKAN BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN SEBAGAIMANA TUJUAN UU NO. 44 TAHUN 1999, Qanun Syariat Islam, Qanun SJPH 2016;

• KEWAJIBAN PEMERINTAH ACEH MELINDUNGI MASYARAKATNYA DALAM BENTUK JAMINAN HALAL BAGI MAKANAN, MINUMAN, DAN OBAT-OBATAN SERTA MENGGUNAKAN KOSMETIK,

PRODUK KIMIA BIOLOGI, DAN PRODUK REKAYASA GENETIK AGAR TERJAMIN KEHALALANNYA;

• KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH LAINNYA, MENJAMIN KEHALALAN PRODUK MENCAKUP PENYEDIAAN BAHAN, PENGOLAHAN, PENYIMPANAN, PENGEMASAN, PENDISTRIBUSIAN,

PENJUALAN, DAN PENYAJIAN PRODUK. PRODUK TERSEBUT BERUPA BARANG DAN/ATAU JASA YANG TERKAIT DENGAN MAKANAN, MINUMAN, OBAT, KOSMETIK, PRODUK KIMIAWI, PRODUK BIOLOGI, PRODUK REKAYASA GENETIK, SERTA BARANG YANG DIPAKAI, DIGUNAKAN, ATAU DIMANFAATKAN OLEH MASYARAKAT.

• PRODUK MENCAKUP PRODUK ANTARA DAN PRODUK AKHIR.

24 November 2020

© Sri Walny Rahayu_Webinar Hukum Bisnis_COVID -19 8

(9)

LANJUTAN..

• Qanun SJPH 2016 merupakan kepastian hukum terhadap kehalalan produk

yang dibuktikan dengan sertifikat halal, nomor registrasi halal, dan label halal.

Selain Qanun SJPH 2016, telah lebih ada lebih dahulu dibentuk Qanun Nomor 4 Tahun 2010 tentang Kesehatan.

• Pemerintah daerah dibantu ulama dalam menjamin tersedianya kepastian hukum terhadap kehalalan produk merupakan kewenangan Majelis

Permusyawaratan Ulama (MPU) melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat- obatan dan Kosmetika Majelis Persyawaratan Ulama Aceh (LPPOM MPU Aceh), melakukan sertifikasi Produk Halal menurut tuntunan syari’ah.

• Banda Aceh merupakan ibukota Provinsi Aceh, dikembangkan menjadi daerah wisata halal (halal tourism), berdasarkan Peraturan Walikota Banda Aceh

Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Wisata Halal.

(10)

KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA MELINDUNGI KONSUMENNYA BERKAITAN DENGAN PRODUK MAKANAN HALAL DAN HYGIENE SANITASI

• Kewajiban pelaku usaha yaitu melindungi hak-hak konsumen secara iktikad baik, memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur, memperlakukan atau melayani konsumen secara benar tidak diskriminatif, menjamin mutu makanan dan minuman yang diperdagangkan berdasarkan

ketentuan standar mutu makanan dan minuman yang berlaku, memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan makanan dan minuman yang diperdagangkan, memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian

apabila makanan dan minuman yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

(Pasal 7 UUPK Tahun 1999).

• Kewajiban tersebut dijabarkan dalam tanggungjawab pelaku usaha terhadap penyajian makanan yang diperdagangkan, memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan, (Pasal 19 ayat (1) UUPK Tahun 1999).

• Pengelolaan makanan minuman yang tidak higienis dan saniter mengakibatkan gangguan kesehatan pada konsumen.

• Makanan yang dikonsumsi menimbulkan penyakit disebabkan, pertama makanan terindikasi

mengandung komponen beracun, seperti logam berat, dan bahan kimia beracun. Kedua, makanan terkontaminasi mikroorganisme patogen dalam jumlah cukup untuk menimbulkan sakit.

Mikroorganisme tersebut dapat berasal dari proses pembusukan makanan, atau terdapat dalam makanan karena dibawa serangga seperti lalat, kecoa, dan tikus.

24 November 2020

© Sri Walny Rahayu_Webinar Hukum Bisnis_COVID -19 10

(11)

KONSEP/ DEFINISI

• Pengaturan hygiene di dalam hukum positif di Indonesia selalu dikaitkan Antara “hygiene dengan sanitasi”.

• Pemahaman hygiene secara etimologi dikemukakan oleh Brownell

yaitu “caranya orang memelihara dan melindungi kesehatan”. Adapun pemahaman hygiene oleh Prescott dibagi ke dalam 2 (dua) aspek yaitu yang menyangkut individu (personal hygiene) dan menyangkut

lingkungan (environment),

• Persyaratan sanitasi merupakan standar kebersihan dan kesehatan yang harus dipenuhi sebagai upaya mematikan atau mencegah

hidupnya jasad renik patogen dan mengurangi jumlah jasad renik lainnya agar pangan yang dihasilkan dan dikonsumsi tidak

membahayakan kesehatan dan jiwa manusia.

(12)

Hygiene dan Sanitasi

Hygiene merupakan usaha kesehatan preventif yang menitik beratkan kegiatannya kepada usaha kesehatan individu.

sanitasi diartikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit.

Sanitasi makanan (Depkes):

 suatu pencegahan yg menitikberatkan pd kegiatan dan tindakan yg perlu utk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya-bahaya yang dpt mengganggu/merusak kesehatan mulai dari sebelum makanan itu siap dikonsumsi;

Sanitasi menitikberatkan pd faktor lingkungan sedangkan hygiene pada usaha kebersihan individu.

24/11/2020

© Sri Walny Rahayu_Webinar Hukum Bisnis_COVID -19

(13)

HYGIENE SANITASI MAKANAN (HSM) adalah…

• Upaya kesehatan dan kebersihan utk mengendalikan faktor makanan,

orang, tempat, dan perlengkapannya yg dpt menimbulkan

penyakit/gangguan kesehatan atau

keracunan makanan.

(14)

LANJUTAN

• Makanan dapat menjadi perantara bagi suatu penyakit.

• Terjadinya penyakit akibat makanan yang terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan atau foodborne diseases

• Keputusan Menkes RI Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan, terdapat beberapa aspek yang diatur dalam penanganan makanan jajanan yaitu penjamah makanan, peralatan, air, bahan, makanan, bahan tambahan makanan, penyajian dan sarana penjaja.

• Makanan jajanan sangat rentan terkontaminasi akibat proses

penyimpanan yang salah, pengolahan makanan yang kurang baik serta penyajian yang tidak Baik.

24/11/2020

© Sri Walny Rahayu-Webinar Nasional_serial Klinik Hukum Bisnis_Covid 19_19 Mei 2020

(15)

KONSEP HALAL DAN PENUNJANG SYARIAT ISLAM LAINNYA BAGI PELAKU USAHA

• Di Provinsi Aceh tidak boleh diperdagangkan minuman keras (mengandung alkohol);

• Tidak menyajikan produk bahan makan mengandung unsur najis seperti darah, atau hewan yang dilarang dalam Alquran seperti babi, anjing dan seterusnya dalam produk makanan;

• tidak terdapat hiburan malam yang menyimpang dari ajaran Islam seperti, adanya ruang diskotik di restoran;

• restoran menyediakan fasilitas ruang ibadah yang terpisah gender dari tempat mengambil wudhu’ dan toilet,

• Pakaian islami untuk seragam perempuan, tersedianya Al-Quran dan peralatan ibadah (shalat) di kamar;

• Petunjuk kiblat di setiap bangunan untuk publik, toilet diposisikan tidak

menghadap kiblat, Lembaga-lembaga keuangan.

(16)

TRANSAKSI ELEKTRONIK/PERDAGANGAN MELALUI SISTEM ELEKTRONIK

• Transaksi Elektronik adalah Perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan

komputer, dan/atau media elektronik lainnya (Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi Dan Transaksi Elektronik- UU ITE);

• Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) adalah”

Perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui

serangkaian perangkat dan prosedur elektronik” (Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik).

24 November 2020

© Sri Walny Rahayu_Webinar Hukum Bisnis_COVID -19

16

(17)

Das Sollen v Das Sein ???

• LPPOM MPU Aceh berwenang yaitu, merumuskan dan menetapkan pedoman SJPH; mengeluarkan sertifikat Produk Halal terhadap produk yang dinyatakan telah lulus sertifikasi; menerapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria halal dan SJPH; menerbitkan dan mencabut sertifikat halal, nomor registrasi halal dan Label Halal pada produk;

mengumumkan daftar Produk Halal secara berkala; mengangkat auditor halal sesuai kebutuhan; mengakreditasi dan sertifikasi auditor halal; melaksanakan pengawasan terhadap SJPH; menetapkan bentuk logo Halal Aceh; melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan SJPH; melaksanakan pembinaan dan/atau pelatihan SJPH bagi Pelaku Usaha. melakukan monitoring dan mengevaluasi secara berkala/sewaktu-waktu terhadap produk yang diproduksi dan diedarkan di Aceh; dan menyebarluaskan informasi Produk Halal, produk tidak dijamin halal, dan produk haram. (Pasal 14 Qanun SJPH 2016).

• LPPOM MPU Aceh dapat bekerja sama dengan Instansi/lembaga lain dalam menjalankan fungsi, tugas dan

kewenangannya. dilakukan dalam hal, standarisasi halal; penyelenggaraan SJPH; penetapan fatwa; sertifikasi auditor halal; dan/atau pemeriksaan produk. (Pasal 15 Qanun SJPH).

• Dalam praktiknya pengawasan terhadap pelaku usaha makanan oleh Pemerintah Daerah, dan lembaga terkait dengan perlindungan konsumen dan penyelenggaraan jaminan produk halal serta menerapkan standar hygiene sanitasi di Aceh belum optimal dan maksimal dilakukan oleh Pelaku usaha.

• Praktiknya, kedudukan pelaku usaha dengan konsumen tidak seimbang.

• Konsumen kadangkala menjadi objek aktifitas bisnis pelaku usaha meraup keuntungan yang sebesar-besarnya.

• Penataan dan pengawasan produk halal dan hygiene sanitasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, LPPOM MPU Aceh dan instansi/Lembaga, Lembaga Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) di Banda Aceh, belum optimal bersinergi dan berkoordinasi.

• Meskipun dilakukan sosialisasi dan edukasi bagi masyarakat terhadap perlindungan konsumen, namun programnya bersifat parsial tidak berkelanjutan, belum tepat sasaran.

• Data sebagai basis terhadap program kebijakan merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh setiap instansi, namun belum semua instansi dan lembaga memiliki data terpilah dan dapat diakses oleh masyarakat selaku konsumen.

(18)

Lanjutan ...

• Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), belum dirasakan optimal manfaatnya bagi di Aceh Peran BPKN belum maksimal berpengaruh langsung terhadap perlindungan konsumen sehingga semua regulasi yang ada baik hukum nasional dan hukum lokal

Aceh, belum dapat dikatakan melindungi konsumen bidang makanan meskipun seharusnya semua produk perdagangan barang dan jasa yang diperdagangkan dan

beredar selain harus memenuhi, Izin Edar, Standar Nasional Indonesia (SNI), memenuhi syarat hygiene sanitasi dan jaminan produk halal, dalam praktiknya masih ditemukan pelanggaran dari norma-norma hukum yang ada tersebut.

• Sejumlah regulasi tersebut yang dimiliki oleh Provinsi Aceh melindungi Hak Konsumen mendapatkan jaminan Produk Halal dan penerapan standar Hygiene Sanitasi, pada Qanun SJPH Tahun 2016, diatur sanksi bagi yang melanggarnya. Sanksi perdata ganti rugi, atau hukuman pidana dan sanksi administratif bahkan bagi pelaku usaha

beragama Islam dikenakan hukuman uqubat ta’zir berupa cambuk di depan umum.

Namun sepanjang yang diketahui belum pernah dilakukan

• Pengawasan janiman produk halal oleh LPPOM MPU Aceh yang diatur Qanun SJPH Tahun 2016, ternyata hanya kepada pelaku usaha yang telah mendapatkan sertifikat halal. Faktanya, masih banyak pelaku usaha di Aceh yang belum mendaftarkan

produknya untuk mendapatkan sertifikat halal.

24 November 2020 © Sri Walny Rahayu_Webinar Hukum Bisnis_COVID -19 18

(19)

BAGAIMANAKAH KONDISI DI SAAT

COVID 19 ???

(20)

24 November 2020 © Sri Walny Rahayu_Webinar Hukum Bisnis_COVID -19 20

Sektor-sektor usaha yang berpotensi menjadi winner –

loser selama masa pandemi Covid-19:

(21)

INDONESIA PERTUMBUHAN EKONOMI DIGITAL TERCEPAT DI ASIA TENGGARA

Indonesia pada tahun 2019 diperkirakan memiliki internet economy sebesar US$40 miliar dan bisa menembus US$133 miliar di 2025.

(22)
(23)
(24)
(25)

PERLINDUNGAN HAK KONSUMEN DALAM BISNIS ON LINE

UU No 11 Tahun 2019 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik (ITE)

UU PK UU PANGAN UU KESEHATAN UU PERDAGANGAN

UU PANGAN

UU JAMINAN PRODUK HALAL

EKOSISTEM KONDUSIF TERSEDIANYA

JAMINAN PRODUK HALAL DAN HYGIENNE

SANITASI

(26)

Sanksi penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Perbuatan Yang Dilarang Pasal 27 UU ITE

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan

dan/atau pencemaran nama baik.

(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan

dan/atau pengancaman.

© Sri Walny Rahayu_BISNIS ON LINE DI SAAT COVID-19 : KEWAJIBAN PELAKU USAHA TERHADAP JAMINAN PRODUK HALAL SERTA HYGIENE SANITASI DI BIDANG PANGAN

(27)

LARANGAN PENYEBARAN KABAR BOHONG

Pasal 28 ayat 1 UU ITE : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan dan

mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.

Sanksi penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda

paling banyak Rp 1 miliar.

(28)

PERMASALAHAN HAK KONSUMEN PADA SAAT COVID—BISNIS ON LINE

• Halal Food

• Sanitasi Pangan

• Praktik Higiene personel pelaku usaha bisnis on line dan pengantarannya (Gojek, Grab dll)

• Pembatasan jarak fisik (standar WHO, masker, hand sanitizer dst)

• Sanitasi/disinfeksi fasilitas yang disediakan oleh pelaku usaha

• Keamanan dan Ketersedian bahan pokok dan bahan baku Pangan

• Penyederhanaan dan percepatan proses penerbitan Nomor Izin Edar (NIE)

• Pemeriksaan Sarana dalam rangka pendaftaran NIE

• Koordinasi terintegrasi lintas sectoral

• Aceh belum secara keseluruhan memiliki Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagaimana diamahkan UU PK tahun 1999.

24 November 2020 © Sri Walny Rahayu_Webinar Hukum Bisnis_COVID -19 28

(29)

REKOMENDASI BAGI UPAYA MELINDUNGI HAK-HAK KONSUMEN DI MASA COVID DI ACEH

• sinergi berbagai pihak yaitu: Kebijakan Pemda Provinsi dan

Kabupaten/kota, Dinas Kesehatan/BBPOM, Dinas Perdagangan dan Industri, Dinas Koperasi, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan Ulama yang terdapat dalam LPPOM MPU Aceh.

• Perhatian media cetak dan media on line terhadap isu perlindungan konsumen, industri mikro kecil usaha menengah sampai indutri skala besar

• pendidikan dan program pelatihan terkait jaminan produk halal bagi

pelaku usaha bidang Pangan beserta evaluasi program berkesinambungan termasuk kelompok masyarakat selaku konsumen

• Peluang bagi akademisi/universitas dan pusat pelatihan atau pusat riset melakukan kajian/penelitian/webinar/sharig of knowledge.

• standarisari sertifikasi halal bagi pelaku usaha

(30)

PERTANYAAN DAN DISKUSI TERIMA KASIH

WASSALAMUALAIKUM WR WB

24 November 2020 © Sri Walny Rahayu_Webinar Hukum Bisnis_COVID -19 30

Referensi

Dokumen terkait

Disimpulkan dari penelitian ini bahwa sistem vitamin D intrakrin pada kusta tipe tuberkuloid masih intak atau tidak terganggu, sehingga mampu untuk membantu respon anti bakteri

Langkah maju adalah sebaliknya, bahwa bahasa Arab bisa memasyarakat bila tujuan belajar bahasa Arab sesuai dengan tujuan teoretis ilmiah, yaitu untuk dapat menguasai bahasa

Bangunan gedung merupakan buah karya manusia yang dibuat untuk menunjang kebutuhan hidup manusia. Pada dasarnya setiap orang, badan atau institusi bebas untuk membangun

Pasal ini menunjukkan bahwa setiap konsumen, termasuk konsumen muslim yang merupakan mayoritas konsumen di Indonesia, berhak untuk mendapatkan barang yang aman dan

Penguatan Bentuk-Bentuk Perlindungan Konsumen Melalui Peran Negara/ Pemerintah Dan Lembaga Perlindungan Konsumen Dalam Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal Dan Tayib

Hasil penelitian dapat menjadi alternatif penyelesaian persoalan konsumen dan pelaku usaha tentang penyelenggaraan jaminan produk halal dan tayib, yaitu dengan

(3) LPPOM MPU Aceh dapat melibatkan Tim terpadu dalam melaksanakan penataan dan pengawasan terhadap Pelaku Usaha dan terhadap Produk Halal sebagaimana dimaksud

Kewajiban Pelaku Usaha mendaftarkan produknya untuk memperoleh Sertifikat Halal dan Nomor Registrasi Halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a serta