• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL BEBAN KOGNITIF SISWA SMA WILAYAH BANDUNG PADA PEMBELAJARAN KONSEP SYARAF.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROFIL BEBAN KOGNITIF SISWA SMA WILAYAH BANDUNG PADA PEMBELAJARAN KONSEP SYARAF."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

Hernita, 2015

PROFIL BEBAN KOGNITIF SISWA SMA WILAYAH BANDUNG

PROFIL BEBAN KOGNITIF SISWA SMA WILAYAH BANDUNG PADA PEMBELAJARAN KONSEP SYARAF

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh: Hernita 1106565

DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(2)

PROFIL BEBAN KOGNITIF SISWA SMA WILAYAH BANDUNG PADA PEMBELAJARAN KONSEP SYARAF

Oleh Hernita

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Pendidikan

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Hernita

Universitas Pendidikan Indonesia Juli 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

Hernita, 2015

PROFIL BEBAN KOGNITIF SISWA SMA WILAYAH BANDUNG

HERNITA

PROFIL BEBAN KOGNITIF SISWA SMA WILAYAH BANDUNG DALAM PEMBELAJARAN KONSEP SYARAF

Disetujui dan disahkan oleh :

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Biologi

(4)

ABSTRAK

PROFIL BEBAN KOGNITIF SISWA SMA WILAYAH BANDUNG PADA PEMBELAJARAN KONSEP SYARAF

Oleh: Hernita 1106565

Skripsi ini dibimbing oleh:

Adi Rahmat, Dr. rer. Nat., M.Si. dan Eni Nuraeni, S.Pd., M.Pd.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan antara komponen beban kognitif siswa SMA selama proses pembelajaran sistem syaraf. Penelitian dilakukan di lima SMA wilayah Bandung, yang ditentukan dengan teknik random sampling, dan melibatkan 154 siswa kelas XI MIA sebagai objek penelitian. Pembelajaran dilakukan di kelas XI pada materi sistem syaraf, dengan menggunakan kurikulum 2013. Beban kognitif diukur pada tiga komponen, yaitu ICL diukur berdasarkan kemampuan menerima dan mengolah informasi (MMI) yang dijaring dengan instrumen task complexity yang disusun dalam bentuk pertanyaan pada lembar kerja, ECL diukur berdasarkan usaha mental siswa (UM) yang dijaring melalui kuisioner berbentuk subjective rating scale menggunakan skala Likert, serta GCL diukur berdasarkan hasil belajar (HB) yang dijaring dengan soal tes berdasarkan indikator standar pengolahan informasi dari Marzano (1993). Hasil analisis menunjukkan bahwa selama proses pembelajaran, ICL siswa di setiap sekolah bervariasi, ECL siswa tergolong tinggi dan GCL siswa tergolong rendah. Korelasi antar tiga komponen beban kognitif menggambarkan umumnya siswa di setiap sekolah masih memiliki beban kognitif yang tinggi selama proses pembelajaran.

(5)

Hernita, 2015

PROFIL BEBAN KOGNITIF SISWA SMA WILAYAH BANDUNG

ABSTRACT

COGNITIVE LOAD PROFILE OF SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS IN BANDUNG ON THE NERVE CONCEPT LEARNING

By: Hernita 1106565

This Script is guided by:

Adi Rahmat, Dr. rer. Nat., M.Si. dan Eni Nuraeni, S.Pd., M.Pd.

This research purpose to describe the relationship between the components of the cognitive load of high school students during the learning process of the nerve system. The research was doing in five senior high school in Bandung, which is determined by random sampling technique, and involves 154 students of XI MIA as an object of research. Learning in class XI doing on nerve system with using the 2013 curriculum. Cognitive load were measured with three components, ICL is measured based on ability to receive and process the information (MMI) from task complexity instrument that arranged by questions on a worksheet, ECL is measured based on mental effort (UM) of students from subjective rating scale questionnaire with using the Likert scale, and GCL is measured based on learning outcomes (HB) from the test questions by information processing standard indicator from Marzano (1993). The analysis showed that during the learning process, student ICL in each school are varies, students ECL is high and student GCL is low. In general, correlation between the three components of cognitive load describe the students in each school still has a high cognitive load during the learning process.

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

UCAPAN TERIMA KASIH... ii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT... v

DAFTAR ISI... Vi DAFTAR TABEL ... Viii DAFTAR GAMBAR... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Batasan Masalah... 6

D. Tujuan Penelitian... 6

E. Manfaat Penelitian... 7

F. Struktur Organisasi... 7

BAB II TEORI BEBAN KOGNITIF: MMI, UM, DAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN SISTEM SYARAF... 9 A. Lifelong learning standars ... 9

B. Komponen Beban Kognitif ... 13

C. Pembelajaran Sistem Syaraf ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

A. Definisi Operasional ... 18

B. Desain Penelitian... 19

C. Populasi dan Sampel ... 20

D. Instrumen Penelitian ... 20

1. Lembar Kerja ... 20

2. Lembar Kuisioner ... 23

3. Soal Tes ... 24

4. Pedoman Wawancara ... 26

5. Angket Guru ... 26

6. Catatan Lapangan ... 27

(7)

Hernita, 2015

PROFIL BEBAN KOGNITIF SISWA SMA WILAYAH BANDUNG

E. Prosedur Penelitian ... 35

F. Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 39

A. Hasil Penelitian ... 39

1. Komponen Beban Kognitif: Kemampuan Menerima dan Mengolah Informasi, Usaha Mental, serta Hasil Belajar Siswa SMA... 39 2. Hasil Belajar Berupa Kemampuan Berpikir Kompleks... 43

3. Materi Ajar dan Strategi Pembelajaran ... 45

4. Hasil Angket Guru ... 51

B. Pembahasan ... 54

1. Komponen Beban kognitif siswa pada setiap sekolah sampel ... 54

2. Perbandingan beban kognitif siswa pada setiap sekolah sampel.... 60

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Rekomendasi ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Para penganut teori belajar kognitif berpendapat bahwa perilaku yang tidak dapat diamati pun dapat dipelajari secara ilmiah. Salah satu dari teori tersebut adalah teori pemrosesan-informasi. Pada model ini peristiwa-peristiwa mental diuraikan sebagai transformasi-transformasi informasi dari input (stimulus) ke output (respon). Menurut Dahar (1996), informasi dalam bentuk energi fisik tertentu (sinar untuk bahan tertulis, bunyi untuk ucapan, tekanan untuk sentuhan, dan lain-lain) diterima oleh reseptor yang peka terhadap energi dalam bentuk-bentuk tertentu. Kemudian reseptor-reseptor tersebut mengirimkan tanda-tanda dalam bentuk impuls-impuls elektrokimia ke otak. Jadi, transformasi pertama yang dialami informasi ialah dari berbagai bentuk energi ke satu bentuk yang sama. Impuls-impuls syaraf dari reseptor masuk ke suatu registor pengindraan yang terdapat dalam sistem syaraf pusat. Informasi pengindraan disimpan dalam sistem syaraf pusat selama waktu yang sangat singkat sekali, menurut Dahar (1996), hanya selama seperempat detik. Dari seluruh informasi yang masuk ini hanya sebagian kecil disimpan untuk selanjutnya diteruskan ke memori jangka-pendek, sedangkan selebihnya hilang dari sistem.

Memori jangka-pendek dapat disamakan dengan kesadaran. Artinya, apa yang kita sadari dari suatu waktu, dikatakan terdapat pada memori jangka-pendek kita. Memori jangka-pendek tidak hanya memiliki umur yang pendek, tetapi juga kapasitas yang terbatas. Kapasitas memori jangka-pendek yang kecil ini implikasinya penting sekali bagi pengajaran atau intruksi pada umumnya (Dahar, 1996).

(9)

Hernita, 2015

dalam memori jangka-panjang. Pengkodean (coding) merupakan suatu proses transformasi, di mana informasi baru diintegrasikan pada informasi lama dengan berbagai cara. Memori jangka-panjang menyimpan informasi yang akan digunakan di kemudian hari. Berlawanan dengan memori kerja, memori panjang bertahan lama sekali. Informasi yang telah disimpan di memori jangka-panjang, bila akan digunakan lagi harus dipanggil. Informasi yang telah dipanggil merupakan dasar dari sebuah generator respon. Pada pikiran sadar informasi mengalir dari memori jangka-panjang ke memori jangka-pendek, dan kemudian ke generator respon. Tetapi untuk respon otomatis, informasi mengalir langsung dari memori jangka-panjang ke generator respon selama pemanggilan. Generator respon mengatur urutan respon dan membimbing efektor-efektor untuk menghasilkan serangkaian tindakan-tindakan.

Aliran informasi dalam sistem manusia ternyata bertujuan, dan telah diatur oleh serangkaian harapan dan kontrol eksekutif. Khususnya harapan-harapan tentang hasil kegiatan mental. Harapan-harapan tersebut akan memengaruhi pemrosesan-informasi, seperti prosedur pengontrolan dan strategi-strategi pengajaran yang memengaruhi pencapaian tujuan-tujuan. Pada proses pembelajaran, strategi pengajaran yang sesuai memengaruhi aliran informasi yang ada dalam memori siswa dan menyebabkan siswa memiliki usaha mental masing-masing dalam pengolahan informasi tersebut.

(10)

informasi baru diproses. Skema juga dapat digunakan untuk menjelaskan sebagian besar proses belajar, dan keterampilan intelektual seseorang.

Sebagai suatu sistem, pembelajaran merupakan suatu proses yang perencanaan, pelaksanaan, dan pembinaannya sangat kompleks serta membutuhkan banyak faktor yang terlibat di dalamnya. Secara umum, keadaan pembelajaran atau proses belajar-mengajar di kelas dilandasi oleh dua faktor utama, yaitu faktor sosiologis dan psikologis. Faktor tersebut merupakan prinsip tentang perkembangan siswa dalam berbagai aspek serta cara belajar agar bahan ajar yang sudah dipersiapkan dapat dengan mudah dicerna dan dikuasai mereka sesuai dengan tahap perkembangannya.

Pada dasarnya, proses belajar berhubungan dengan kemampuan memori dalam menerima informasi. Kemampuan memori setiap orang berbeda-beda, memori setiap orang memiliki kapasitas penerimaan informasi yang terbatas antar satu dengan yang lainnya. Adanya kemampuan yang terbatas tersebut akan menyebabkan seseorang menjadi berat dan terbebani ketika harus menerima informasi yang banyak. Hal ini dijelaskan pula dalam teori beban kognitif

(11)

Hernita, 2015

pembelajaran dapat secara efektif didukung oleh pengajaran dan instruksi (Plass, Moreno & Brunken, 2010).

Sebagai teori pembelajaran, teori beban kognitif menjelaskan implikasi instruksional karakteristik pemahaman kognitif manusia. Komponen utama dari pemahaman kognitif adalah memori jangka panjang (penyimpan pola informasi dalam bentuk struktur pengetahuan yang terorganisir yang disebut skema) dan memori kerja (prosesor informasi sadar dan mekanisme untuk membatasi ruang lingkup perubahan acak). Menurut teori beban kognitif, desain pemahaman kognitif yang efektif dan efisien menciptakan kondisi pembelajaran memiliki beban memori kerja yang disimpan dalam batas kapasitasnya. Hal ini dapat dicapai dengan menghilangkan atau mengurangi kegiatan kognitif peserta didik yang tidak penting untuk belajar dan menghasilkan beban yang tidak perlu atau boros yang disebut Extraneous Cognitive Load. Extraneous Cognitive Load

biasanya disebabkan oleh beban intrinsik (Intrinsic Cognitive Load) yang tidak sesuai atau strategi penyampaian informasi yang tidak sesuai dengan materi. Selain itu, teori ini juga bertujuan untuk menjelaskan bagaimana pentingnya mengelola beban belajar (beban kognitif intrinsik) yang ditentukan oleh interaksi unsur-unsur informasi yang penting untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu (Kalyuga, 2011).

Pendidikan merupakan usaha yang terencana, yang dilakukan oleh manusia untuk mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan yang berkualitas kepada setiap manusia. Kualitas pendidikan dapat diukur dari kualitas semua unsur yang ada dalam dunia pendidikan tersebut, yaitu guru sebagai tenaga pengajar, siswa sebagai peserta didik dan proses belajar mengajar yang berlangsung. Pada kenyataannya, dunia pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan proses pembelajaran siswa di dalam kelas, penerapan metode pembelajaran yang digunakan, serta ketersediaan sarana dan prasarana di sekolah yang mendukung proses pembelajaran bagi siswa (Margono, 2010).

(12)

kelas atau karena kondisi tertentu, kurangnya ketertarikan siswa terhadap suatu materi pelajaran yang membuat siswa tidak sanggup menerima materi tersebut, serta kurangnya keaktifan siswa. Adapun masalah dari luar diri siswa yakni kondisi keluarga siswa terhadap peningkatan belajar siswa, ataupun keadaan lingkungan siswa terhadap pergaulannya. Selain berasal dari diri siswa, peran guru juga dalam hal ini sangat berpengaruh terhadap peningkatan belajar siswa, misalnya penerapan metode yang digunakan guru dalam menyampaikan materi yang akan diajarkan. Penggunaan metode pembelajaran di dalam kelas yang disesuaikan terhadap kondisi siswa, dapat mengurangi masalah yang dialami siswa ketika proses pembelajaran berlangsung (Margono, 2010).

Berdasarkan paparan di atas, pada kenyataannya faktor yang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa adalah faktor dari dalam diri siswa sendiri. Sedikitnya minat dan ketertarikan siswa pada materi yang mereka anggap sulit merupakan faktor yang sangat kontras dalam peningkatan hasil belajar. Siswa menganggap bahwa materi yang akan mereka pelajari tidak dapat dipahami karena dalam pengertian mereka materi tersebut sangat sulit untuk dideskripsikan secara nyata (tidak real). Materi yang disajikan dalam bentuk bacaan dan uraian dengan kata-kata yang bertele-tele akan membuat minat siswa untuk memahami suatu materi menjadi berkurang. Hal ini disebabkan karena kata-kata dari berbagai sumber bacaan yang tidak terkonsep, membuat siswa sulit untuk dapat memahami materi terutama dalam ingatan jangka panjang. Materi yang disajikan dengan konsep yang terstruktur akan lebih mudah dipahami siswa.

(13)

Hernita, 2015

Sistem organ tersebut dapat mudah dipahami siswa dengan cara membayangkan organ-organ yang berperan sekaligus telah diketahui secara nyata oleh siswa.

Berdasarkan uraian teori beban kognitif dan permasalahan yang ada di atas, siswa pada umumnya memiliki beban kognitif dalam proses belajar sistem syaraf di sekolah. Beban kognitif tersebut diperoleh jika siswa tidak mampu memahami materi yang disampaikan dalam pembelajaran. Pembelajaran yang membuat siswa tidak mampu menyimpan dan mengolah informasi yang disampaikan dalam bentuk sebuah pengetahuan yang terstruktur, akan membuat siswa memiliki usaha mental yang cenderung tinggi karena siswa akan melakukan banyak cara agar dapat sampai pada tahap memahami informasi dengan baik. Hal ini dapat dihilangkan dengan cara menghilangkan beban mental yang disebabkan adanya penggunaan strategi pembelajaran yang tidak sesuai dengan materi yang ada. Oleh karena itu, pengukuran tentang komponen beban kognitif siswa dinilai perlu dilakukan, agar dapat memberikan fakta tentang proses pembelajaran yang selama ini berlangsung di sekolah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka diambil suatu rumusan masalah yaitu bagaimana profil beban kognitif siswa SMA wilayah Bandung pada pembelajaran konsep syaraf?

Agar penelitian ini lebih terarah, maka dari rumusan masalah diatas dijabarkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan menerima dan mengolah informasi siswa pada konsep sistem syaraf?

2. Bagaimana usaha mental siswa pada konsep sistem syaraf? 3. Bagaimana hasil belajar siswa pada konsep sistem syaraf?

4. Bagaimana korelasi kemampuan menerima dan mengolah informasi, usaha mental serta hasil belajar siswa dalam memahami konsep sistem syaraf?

C. Batasan Masalah

(14)

syaraf yang ada pada kelas XI semester II dengan proses pembelajaran yang tidak dikontrol oleh peneliti. Strategi yang digunakan untuk mendapatkan data penelitian adalah dengan cara mengembangkan instrumen dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan observasi implementasi RPP yang telah dibuat dan dilaksanakan guru. Guru dalam kegiatan pembelajaran pada penelitian ini merupakan praktikan kependidikan biologi semester genap tahun ajaran 2014/2015.

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji profil hubungan kemampuan menerima dan mengolah informasi, usaha mental, serta hasil belajar siswa SMA dalam memahami konsep sistem syaraf. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. mengkaji kemampuan menerima dan mengolah informasi siswa pada konsep sistem syaraf,

2. mengkaji usaha mental siswa pada konsep sistem syaraf, 3. mengkaji hasil belajar siswa pada konsep sistem syaraf,

4. mendeskripsikan korelasi kemampuan menerima dan mengolah informasi, usaha mental, serta hasil belajar siswa dalam memahami konsep sistem syaraf.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kemampuan menerima dan mengolah informasi, usaha mental, serta hasil belajar siswa SMA dalam memahami konsep biologi, khususnya konsep sistem syaraf dengan strategi pembelajaran yang berbeda-beda.

F. Struktur Organisasi

(15)

Hernita, 2015

Univesitas Pendidikan Indonesia (UPI) tahun 2014. Struktur organisasi penulisan skripsi tersebut adalah sebagai berikut:

1 Bab I Pendahuluan

Pada bab I, terdapat uraian mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini. Kemudian, terdapat pula rumusan masalah yang diteliti serta batasannya. Tujuan dan manfaat dari penelitian ini pun dijelaskan di bagian bab tersebut.

2 Bab II Kajian Pustaka

Pada bab II, terdapat teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya lifelong learning standars, beban kognitif (Cognitive Load) dan karakteristik materi pembelajaran sistem syaraf.

3 Bab III Metodologi Penelitian

Pada bab III, terdapat deksripsi mengenai definisi operasional, desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data serta analisis data.

4 Bab IV Temuan dan Pembahasan

Pada bab IV, dikemukakan tentang hasil penelitian dan pembahasan yang telah dicapai berdasarkan temuan penelitian yang telah diperoleh. Perolehan data didapat melalui desain penelitian yang terdapat pada bab III, yang kemudian disesuaikan dengan teori-teori yang ada pada bab II.

5 Bab V Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi

(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional

Profil beban kognitif siswa SMA wilayah Bandung merupakan deskripsi hasil pengukuran tiga komponen beban kognitif. Komponen beban kognitif terdiri dari, (1) beban kognitif instrinsik (Intrinsic Cognitive Load/ ICL), yang digambarkan oleh kemampuan menerima dan mengolah informasi (MMI) siswa; (2) beban kognitif ekstrinsik (Extrinsic Cognitive Load/ ECL), yang digambarkan oleh usaha mental (UM) siswa; dan (3) beban kognitif konstruktif (Germane Cognitive Load/ GCL), yang digambarkan oleh hasil belajar (HB) siswa.

Hasil pengukuran dideskripsikan dalam bentuk hubungan antara usaha mental (UM) dengan kemampuan menerima dan mengolah informasi (MMI) siswa, kemampuan menerima dan mengolah informasi (MMI) dengan hasil belajar (HB) siswa, dan usaha mental (UM) dengan hasil belajar (HB) siswa.

1 Kemampuan menerima dan mengolah informasi

Kemampuan menerima dan mengolah informasi merupakan skor yang diperoleh dari jawaban lembar kerja yang diberikan setiap guru selesai mengajar. Lembar kerja berisi pertanyaan berstruktur tentang materi sistem syaraf untuk menguji kemampuan menerima dan mengolah informasi siswa yang diberikan oleh guru.

2 Usaha mental siswa

(17)

Hernita, 2015

3 Hasil belajar siswa

Hasil belajar siswa merupakan skor yang diperoleh dari hasil ulangan akhir pada materi sistem syaraf.

B. Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Adapun desain yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada suatu proses pembelajaran, terdapat beberapa bagian yang memengaruhi keberlangsungan prosesnya. Siswa yang disebut input akan diproses dalam pembelajaran yang di dalamnya dipengaruhi oleh strategi pembelajaran dan sumber belajar. Pada proses tersebut siswa akan menerima berbagai informasi yang kemudian akan diolah dengan usaha mentalnya masing-masing. Setelah selesai mengikuti proses pembelajaran, maka diperoleh hasil belajar berupa siswa yang mengalami perubahan (Gambar 3.1).

Gambar 3.1. Desain penelitian pada setiap sekolah

Oleh karena itu, untuk mengkaji hubungan antara kemampuan menerima dan mengolah informasi, usaha mental, serta hasil belajar siswa, dilakukanlah

Proses pembelajaran Sumber belajar

Input Hasil belajar

(kemampuan berpikir kompleks)=

GCL Strategi pembelajaran

Pengukuran kemampuan menerima dan memengolah informasi

(ICL)

Pengukuran usaha mental

(ECL)

Gambaran beban kognitif

(18)

penelitian dengan cara memberikan lembar kerja dan lembar kuisioner kepada siswa saat proses pembelajaran yang berlangsung. Pembelajaran dilakukan di kelas XI materi sistem syaraf yang menggunakan kurikulum 2013. Kemudian, skor dari lembar kerja dan lembar kuisioner dianalisis dengan membandingkan skor yang ada pada hasil belajar yang diperoleh dari nilai ulangan akhir siswa. Dari hasil pengolahan skor siswa, maka akhirnya akan tergambarkan beban kognitif siswa selama pembelajaran dan pola pembelajaran yang memberikan efek penerimaan dan pengolahan informasi, usaha mental, serta hasil belajar siswa untuk menuntaskan pembelajaran tersebut.

C. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh beban kognitif siswa pada pembelajaran biologi kelas XI IPA yang ada di semua SMA Negeri di wilayah Bandung yang dijadikan sebagai sekolah mitra dalam kegiatan PPL kependidikan Biologi. Sampel sekolah yang menjadi tempat penelitian diambil 30% dari SMA Negeri di wilayah Bandung yang dijadikan sebagai sekolah mitra dalam kegiatan PPL kependidikan Biologi. Tiga puluh persen SMA Negeri tersebut ditentukan dengan teknik random sampling, kemudian SMA Negeri yang terpilih menjadi sampel dalam penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Lembang, SMA Negeri 6, 9, 11 dan 19 Bandung. Siswa yang dijadikan sampel penelitian diambil secara cluster sampling

di masing-masing sekolah.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari: 1 Lembar kerja

(19)

Hernita, 2015

Pertanyaan dinilai dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks (Brunken, et al., 2010) berdasarkan standar pengolahan informasi dari Marzano (1993). Skala penilaian yang digunakan mulai dari 0-3 dilihat dari tingkat kompleksitas jawaban yang diberikan siswa. Skor kemampuan analisis dikonversi dalam bentuk kualitatif dengan merujuk pada kategorisasi dari Arikunto (2012).

Berikut ini adalah kisi-kisi instrumen untuk merangkum data kemampuan menerima dan mengolah informasi serta rubrik penilaian yang digunakan untuk mendapatkan skor.

Tabel 3.1. Kisi-kisi instrumen menerima dan mengolah informasi

Task complexity Pertemuan Pertanyaan Nomor

soal

Komponen informasi

1

Menyebutkan jenis-jenis neuron

berdasarkan struktur dan fungsinya. 1 Menyebutkan bagian-bagian sel

syaraf. 2

2

Menyebutkan perbedaan gerak

sadar dan gerak refleks. 1

Menyebutkan fungsi sumsum

tulang belakang. 2

Integrasi informasi

1

Menjelaskan mekanisme penjalaran impuls dari satu sel syaraf ke sel syaraf berikutnya.

3

2

Menjelaskan mekanisme penjalaran impuls pada gerak sadar dan gerak refleks.

3

Aplikasi informasi

1

Menyebutkan bagian neuron yang rusak pada kondisi orang yang refleks tidak dapat menarik tangan dari bara api.

4

2 Menjelaskan mekanisme melihat

(20)

Tabel 3.2. Rubrik penskoran instrumen menerima dan mengolah informasi

Soal Nomor Jawaban Skor

1

Jawaban benar dan lengkap 3

Jawaban benar tetapi hanya terjawab 2 2

Jawaban benar tetapi hanya terjawab 1 1

Jawaban seluruhnya salah 0

2

Jawaban benar dan lengkap 3

Jawaban benar tetapi hanya terjawab 2 2

Jawaban benar tetapi hanya terjawab 1 1

Jawaban seluruhnya salah 0

3

Jawaban keseluruhan tepat dan jelas 3

Jawaban tepat tetapi kurang jelas 2

Jawaban kurang tepat dan kurang jelas 1

Jawaban keseluruhan salah 0

4

Jawaban keseluruhan tepat dan jelas 3

Jawaban tepat tetapi kurang jelas 2

Jawaban kurang tepat dan kurang jelas 1

Jawaban keseluruhan salah 0

Rubrik pada Tabel 3.2 digunakan untuk memperoleh skor kemampuan menerima dan mengolah informasi. Skor maksimal dan minimal pada rubrik tersebut disesuaikan dengan jenis soal yang dikembangkan.

Tabel 3.3. Kategorisasi kemampuan menerima dan mengolah informasi Skor Skor Konversi Skala 100 Kategori Kualitatif

2,4 – 3,0 80-100 Sangat Baik

1,8 – 2,3 60-79 Baik

1,2 – 1,7 40-59 Sedang

0,6 – 1,1 20-39 Kurang

0,0 – 0,5 0-19 Sangat Kurang

(Arikunto, 2012)

(21)

Hernita, 2015

2 Lembar kuisioner

Lembar kuisioner digunakan untuk mengukur usaha mental siswa dalam mengolah informasi yang diberikan dalam pembelajaran, dan mengetahui keterkaitan strategi yang digunakan guru dengan informasi yang disampaikan dalam proses pembelajaran tersebut. Lembar kuisioner berisi pernyataan-pernyataan yang mengungkap kesesuaian strategi mengajar dengan materi ajar yang disampaikan pada siswa dan kesulitan siswa dalam menerima dan mengolah informasi. Pernyataan yang ada dalam lembar kuisioner merupakan subjective rating scale dengan skala Likert. Skala Likert terdiri dari sangat membantu (skor 1), membantu (skor 2), kurang membantu (skor 3), tidak membantu (skor 4). Semakin rendah rata-rata nilai yang didapat, semakin rendah usaha mental yang diperlukan siswa untuk memahami materi ajar. Skala penilaian yang digunakan mulai dari 1-4 dilihat dari tingkat kompleksitas jawaban yang diberikan siswa. Skor kemampuan analisis dikonversi dalam bentuk kualitatif dengan merujuk pada kategorisasi dari Arikunto (2012).

Berikut ini adalah kisi-kisi instrumen untuk merangkum data usaha mental siswa serta rubrik penilaian yang digunakan untuk mendapatkan skor.

Tabel 3.4. Kisi-kisi instrumen usaha mental

No. Kisi-kisi kuisioner materi sistem ekskresi Nomor soal 1. Penjelasan guru dan media yang digunakan saat menjelaskan

jenis neuron, struktur sel syaraf, dan penjalaran impuls. 1, 2, 3,4 2. Strategi pembelajaran yang digunakan guru dan usaha siswa

dalam memahami penjelaran impuls dan gangguan pada sistem syaraf.

5,6 3. Penjelasan guru dan media yang digunakan saat menjelaskan

otak dan fungsinya 7,8,9

4. Strategi guru dalam mengaitkan keterkaitan sistem syaraf

pusat dengan proses gerak 10,11,12

5. Strategi guru untuk mengaitkan keterkaitan organ yang terlibat

dalam sistem syaraf dengan proses gerak. 13,14

(22)

pembelajaran. Pertanyaan-pertanyaan tersebut digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai usaha mental siswa SMA di masing-masing sekolah.

Tabel 3.5. Rubrik penskoran instrumen usaha mental

Skor Kategori

1 Sangat membantu

2 Membantu

3 Kurang membantu

4 Tidak membantu

(Arikunto, 2012)

Rubrik pada Tabel 3.5 digunakan untuk memperoleh skor usaha mental. Skor tersebut menggambarkan tentang kemudahan siswa mengikuti proses pembelajaran dan memahami materi pembelajaran sesuai dengan strategi yang ada di masing-masing sekolah.

Tabel 3.6. Kategorisasi usaha mental

Skor Skala Konversi 100 Kategori Kualitatif

3,41-4,00 80-100 Sangat kesulitan

2,81-3,40 60-79 Kesulitan

2,21-2,80 40-59 Sedikit kesulitan

1,61-2,20 20-39 Tidak kesulitan

1,00-1,60 0-19 Sangat tidak kesulitan (Arikunto, 2012)

Pada Tabel 3.6, terdapat kategorisasi yang digunakan untuk mengkategorikan usaha mental siswa SMA di masing-masing sekolah. Skor konversi digunakan untuk mendapatkan nilai skala 100 agar semua nilai yang didapat dalam penelitian ini mempunyai nilai dengan skala yang sama.

3 Soal tes

(23)

Soal-Hernita, 2015

soal yang digunakan adalah soal-soal pilihan ganda yang mencakup standar kemampuan berpikir kompleks. Standar kemampuan berpikir kompleks yang terdapat dalam soal tes terdiri dari sembilan indikator, yaitu abstracting, deduction, induction, decesion making, comparing, classifying, error analysis,

constructing support, dan analyzing perspective.

Tabel 3.7. Kisi-kisi instrumen hasil belajar

Indikator

Konsep Jumlah

Neuron Sistem syaraf tepi Sistem syaraf pusat Penjalaran impuls Bagian otak Penyakit sistem syaraf Sistem gerak

Abstracting 2 - - - 2

Deduction - 2 - - - 2

Induction - - 1 1 - - - 2

decesion

making - - - 1 1 - - 2

comparing, - 2 - - - 2

Classifying - 2 - - - 2

error analysis - - - 2 - 2

constructing

support - - - 1 1 2

analyzing

perspective - - - - 1 1 - 2

Jumlah 2 6 1 2 2 4 1 18

Kisi-kisi soal yang ada pada Tabel 3.7 merupakan kisi-kisi yang digunakan untuk mengembangkan soal tes. Soal tes berisi konsep-konsep sistem syaraf yang dikembangkan sesuai dengan standar berpikir kompleks.

Tabel 3.8. Kategorisasi hasil belajar Skala Konversi 100 Kategori Kualitatif

80-100 Baik sekali

66-79 Baik

56-65 Cukup

40-55 Kurang

30-39 Gagal

(Arikunto, 2012)

(24)

4 Pedoman wawancara

Wawancara dilakukan kepada siswa yang skor ulangan akhir siswa memiliki nilai yang berbanding terbalik dengan skor pada lembar kerja (skor ulangan akhir siswa lebih tinggi dibandingkan dengan skor pada lembar kerja atau sebaliknya).

5 Angket guru

Anget guru berisi pernyataan-pernyataan yang digunakan untuk merangkum data berupa pertimbangan guru dalam memilih strategi pembelajaran. Hasil yang diperoleh dari setiap komponen yang ada dalam angket guru adalah dalam bentuk persentase.

Tabel 3.9. Kisi-kisi instrumen angket guru No Kegiatan pelaksanaan

pembelajaran Pernyataan

1

Sebelum pelaksanaan pembelajaran

Saya mempertimbangkan kemampuan siswa saya ketika akan merancang strategi pembelajaran

2 Saya mempertimbangkan ketuntatasan

materi ketika mengajar

3 Saya sulit mengetahui pengetahuan awal

yang dimiliki siswa pada materi tertentu 4

Saya memberikan tugas awal untuk mempelajari materi yang akan disampikan kepada siswa

5

Tahap pelaksanaan pembelajaran

Saya memberikan arahan kepada siswa ketika mereka mengalami kesulitan belajar 6

Saya memberikan siswa kesempatan bertanya tentang hal-hal yang belum dipahaminya

7 Saya menghindari siswa bertanya tentang

hal-hal yang belum dipahaminya

8 Saya mengajar dimulai dari hal yang sudah

diketahui siswa

9 Saya mengajar dimulai dari hal yang

paling penting diketahui oleh siswa

10 Saya mengajarkan dua materi berbeda

(25)

Hernita, 2015

No Kegiatan pelaksanaan

pembelajaran Pernyataan

11

Saya menahan diri untuk tidak

memberikan materi lain jika siswa terlihat bosan

12

Saya memberikan kesempatan siswa memahami materi sebelum berpindah ke materi lain

13 Saya melewatkan materi jika saya kurang

paham terhadap materi tersebut

14 Saya sulit mengidentifikasi siswa yang

mengalami kesulitan belajar

15 saya mengaitkan materi yang sedang

diajarkan dengan materi pada minggu lalu

16 saya mengaitkan materi yang sedang

diajarkan dengan kehidupan sehari-hari Kisi-kisi yang terdapat pada Tabel 3.9 digunakan untuk mengembang instrumen yang di dalamnya terdapat pernyataan guru dalam mempertimbangkan penggunaan strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran berupa strategi yang mempertimbangkan beban kognitif siswa.

6 Catatan lapangan

Catatan lapangan merupakan instrumen penelitian yang digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian ini. Instrumen tersebut berupa video pembelajaran. Video pembelajaran digunakan untuk mengungkap strategi yang digunakan guru dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kemampuan menerima dan mengolah informasi serta usaha mental siswa.

7. Pengembangan Instrumen

Semua instrumen yang telah dikembangkan sesuai dengan uraian di atas, kemudian memasuki tahapan judgment untuk mendapatkan hasil berupa bentuk tes yang lebih valid. Instrumen yang telah dibuat dan selesai dijudgment,

(26)

akan tetapi memang dalam menganalisis butir tes uraian belum ada pedoman secara standar.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dalam penelitian ini soal yang diuji coba merupakan soal tes pilihan ganda. Soal tes tersebut merupakan soal yang dijadikan sebagai instrumen untuk memperoleh skor hasil belajar siswa, sedangkan instrumen untuk mendapatkan skor menerima dan mengolah informasi serta usaha mental siswa hanya melalui tahapan judgment.

Secara teoritis, siswa dalam satu kelas merupakan populasi atau kelompok yang heterogen. Dengan demikian, maka apabila dikenai sebuah tes akan tercermin hasilnya dalam sebuah kurva normal. Sebagian besar siswa berada di daerah sedang, sebagian kecil berapa di ekor kiri, dan sebagian kecil yang lain berada di ekor kanan kurva. Apabila keadaan setelah tes dianalisis tidak seperti yang diharapkan dalam kurva normal, maka tentu ada “apa-apa” dengan soal tesnya (Arikunto, 2012).

Jika hampir seluruh siswa memperoleh skor jelek, berarti bahwa tes yang disusun mungkin terlalu sukar. Sebaliknya jika seluruh siswa memperoleh skor baik, dapat diartikan tesnya terlalu mudah. Oleh karena itu, interpretasi terhadap soal tes harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, hingga memenuhi persyaratan sebagai tes.

Adapun analisis butir soal yang dilakukan adalah tingkat kesukaran, daya pembeda, daya pengecoh, validitas dan realibilitas soal.

1. Analisis tingkat kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya, soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya. Untuk itu, sebaiknya dalam sebuah tes ada soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar secara proporsional.

(27)

Hernita, 2015

a. Hasil tes kelompok siswa yang mempunyai skor tertinggi sampai terendah diurutkan. 27% teratas sebagai digolongkan sebagai kelompok atas, dan 27% terbawah sebagai kelompok terbawah.

b. Satu persatu jawaban diperiksa terhadap masing-masing pokok uji dengan membuat format jawaban tes (kelompok tinggi dan rendah)

c. Hasil di atas ditulis pada tabel analisis pokok uji d. Tingkat kesukaran dihitung

Adapun rumus tingkat kesukaran adalah: TK =

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran

U : jumlah siswa dari kelompok tinggi yang menjawab benar untuk tiap soal L : jumlah siswa dari kelompok rendah yang menjawab benar untuk tiap soal T : jumlah seluruh siswa dari kelompok tinggi dan kelompok rendah

Klasifikasi tingkat kesukaran soal yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Soal dengan tingkat kesukaran 0,00 – 0,30 adalah soal sukar

b. Soal dengan tingkat kesukaran 0,31 – 0,70 adalah soal sedang c. Soal dengan tingkat kesukaran 0,71 – 1,00 adalah soal mudah

2. Daya pembeda

(28)

memiliki daya pembeda. Demikian pula jika semua siswa tidak dapat menjawab dengan benar. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa yang pandai saja (Arikunto, 2012).

Langkah-langkah untuk menentukan daya pembeda sama dengan langkah menentukan tingkat kesukaran, yang membedakan hanya rumusnya. Rumus yang digunakan untuk mengetahui daya pembeda tiap soal adalah:

DP =

Keterangan:

DP : Daya pembeda

U : jumlah siswa dari kelompok tinggi yang menjawab benar untuk tiap soal L : jumlah siswa dari kelompok rendah yang menjawab benar untuk tiap soal T : jumlah seluruh siswa dari kelompok tinggi dan kelompok rendah

Klasifikasi daya pembeda yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Daya pembeda 0,00 – 0,20 : jelek

b. Daya pembeda 0,21 – 0,40 : cukup c. Daya pembeda 0,41 – 0,70 : baik d. Daya pembeda 0,71 – 1,00 : baik sekali

3. Efektivitas daya pengecoh

Analisis pengecoh bertujuan menemukan pengecoh yang kurang berfungsi dengan baik pada bentuk pokok uji pilihan ganda. Caranya adalah dengan menghitung banyaknya testee yang memilih pilihan jawaban a, b, c dan d atau yang tidak memilih pilihan manapun. Dalam istilah evaluasi disebut omit, disingkat 0.

Pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh berfungsi sebagai pengecoh dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh

(29)

Hernita, 2015

soal, dapat diketahui: (1) taraf kesukaran soal, (2) daya pembeda soal, dan (3) baik dan tidaknya distraktor.

Sesuatu distraktor dapat ditentukan dengan tiga cara: a. Diterima, karena sudah baik

b. Ditolak, karena tidak baik dan c. Ditulis kembali, karena kurang baik

Ciri-Ciri pengecoh yang baik:

1) Ada yang memilih, khususnya dari kelompok bawah

2) Dipilih lebih banyak oleh kelompok rendah daripada kelompok tinggi

3) Jumlah pemilih kelompok tinggi pada pengecoh itu tidak menyamai jumlah kelompok tinggi yang memilih kunci jawaban

4) Paling sedikit dipilih oleh 5% pengikut tes

4. Validitas

Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur (Anderson, 1975; dalam Arikunto, 2012: 80). Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan hasil pengalaman. Dari hasil pemikiran, akan diperoleh validitas logis (logical validity), dan dari hasil pengamalan akan diperoleh validitas empiris (empirical validity). Validitas logis mencakup validitas isi dan validitas konstruksi, sedangkan validitas empiris mencakup validitas sekarang dan validitas prediksi.

(30)

( (

√(( ( (( ( )

Keterangan:

∑X = jumlah skor seluruh siswa ada item tersebut ∑Y = jumlah skor total seluruh siswa pada tes N = Jumlah seluruh siswa

X = skor tiap siswa pada item tersebut Y = skor total tiap siswa

ᴨXY = koefisien korelasi (validitas item)

Adapun interpretasi dari nilai koefisien korelasi atau indeks validitas adalah: a. 0,00 – 0,19 : sangat rendah

b. 0,20 – 0,39 : rendah c. 0,40 – 0,59 : cukup d. 0,60 – 0,79 : tinggi

e. 0,80 – 1,00 : sangat tinggi

5. Reliabilitas

Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf reliabilitas yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Reliabilitas berhubungan dengan konsistensi soal dalam memberikan hasil pengukuran.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan hasil tes tidak ajeg atau tetap, diantaranya: (1) perubahan penguasaan siswa karena lupa atau karena belajar, (2) tugas atau pertanyaan pada tes pertama berbeda dengan tes kedua, (3) perilaku yang diukur berbeda, (4) perubahan kesehatan dan motivasi siswa, (5) cara penilaian yang berbeda.

Reliabilitas dapat diketahui dengan menggunakan rumus korelasi product moment Pearson dan rumus Spearman-Brown :

a. Rumus product moment Pearson

rXY N XY ( X ( Y

(31)

Hernita, 2015

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi antara skor pada pokok uji dengan skor total

N = jumlah siswa

X = skor pada pokok uji Y = skor total

b. Rumus Spearman-Brown

r ( (

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi antara skor pada pokok uji dengan skor total

Dengan Interpretasi Indeks Reliabilitas sebagai berikut: a. Koefisien reliabilitas 0,80-1 : sangat tinggi b. Koefisien reliabilitas 0,60-0,79 : tinggi

c. Koefisien reliabilitas 0,20-0,59 : rendah d. Koefisien reliabilitas0,00-0,19 : sangat rendah

[image:31.595.111.518.601.752.2]

Berdasarkan uraian analisis butir soal yang dikemukakan di atas, berikut akan ditampilkan hasil analisis butir soal setelah diuji coba. Hasil analisis butir soal dalam penelitian ini dibantu dengan software anates versi 4.0.2.

Tabel 3.10. Hasil analisis instrumen yang telah diuji coba Nomor Soal Dimensi Pengetahuan Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Kualitas

Pengecoh Validitas Keputusan

1 Abstracting 50,00%

(baik) 42,11% (sedang) A: 2- B: 16** C: 5++ D: 13--- E: 2- 0,49=

cukup Dipakai

2 Abstracting 0,00%

(jelek) 63,16% (sedang) A: 24** B: 1- C: 12--- D: 1- E: 0-- 0,14= sangat rendah Dipakai, dengan option pilihan D

(32)

Nomor Soal Dimensi Pengetahuan Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Kualitas

Pengecoh Validitas Keputusan

3. Deduction 10,00%

(jelek) 68,42% (sedang) A: 1- B: 3++ C: 1- D: 7--- E: 26** 0,34= rendah Dipakai, dengan option pilihan D

direvisi

4. Deduction 50,00%

(baik) 42,11% (sedang) A: 16** B: 10-- C: 8+ D: 3+ E: 1-- 0,66=

Tinggi Dipakai

5. Induction 50,00%

(baik) 68,42% (sedang) A: 4+ B: 2+ C: 26** D: 5- E: 1- 0,59=

cukup Dipakai

6. Induction 20,00%

(jelek) 26,32% (sukar) A: 10** B: 17--- C: 3- D: 7++ E: 1-- 0,24= rendah Dipakai dengan bentuk stem soal

direvisi

7. Decesion

making 20,00% (jelek) 81,58% (mudah) A: 1++ B: 0-- C: 1+ D: 31** E: 5--- 0,34= rendah Dipakai, dengan option pilihan D

direvisi

8. Decesion

making 50,00% (baik) 57,89% (sedang) A: 2- B: 22** C: 3+ D: 6+ E: 5++ 0,65=

tinggi Dipakai

9. Comparing 40,00%

(cukup) 78,95% (mudah) A: 4-- B: 1- C: 2++ D: 30** E: 1- 0,64=

tinggi Dipakai

10. Comparing 50,00%

(baik) 44,74% (sedang) A: 17** B: 6++ C: 5++ D: 7+ E: 3+ 0,55=

cukup Dipakai

11 Classifying 0,00%

(jelek) 18,42% (sukar) A: 7++ B: 11+ C: 7** D: 1-- E: 12- -0,1= sangat rendah Dipakai, dengan bentuk stem soal

direvisi

12 Classifying 50,00%

(baik) 26,32% (sukar) A: 14-- B: 10** C: 7++ D: 5+ E: 2- 0,61=

tinggi Dipakai

13 Error analysis

70,00% (sangat baik) 55,26% (sedang) A: 2- B: 2- C: 8-- D: 5++ E: 21** 0,70=

tinggi Dipakai

14 Error analysis 40,00% (cukup) 50,00% (sedang) A: 5++ B: 8- C: 19** 0,47=

(33)

Hernita, 2015 Nomor Soal Dimensi Pengetahuan Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Kualitas

Pengecoh Validitas Keputusan

E: 3+

15

constructing

support 40,00%

(cukup) 15,79% (sukar) A: 21--- B: 3- C: 6** D: 7++ E: 1-- 0,55=

cukup Dipakai

16. constructing support 60,00% (baik) 68,42% (sedang) A: 4+ B: 26** C: 4+ D: 2+ E: 2+ 0,64=

tinggi Dipakai

17 Analyzing

perspective 40,00% (cukup) 76,32% (mudah) A: 29** B: 1- C: 2++ D: 1- E: 5--- 0,50=

cukup Dipakai

18 Analyzing

perspective 10,00% (jelek) 2,63% (sangat sukar) A: 11++ B: 10++ C: 1-- D: 1** E: 15- 0,2= rendah Dipakai, dengan bentuk stem soal

direvisi

Soal-soal yang digunakan untuk mendapatkan data hasil belajar siswa dikembangkan berdasarkan hasil analisis butir soal pada Tabel 3.10. Soal-soal yang memiliki komponen analisis yang rendah diperbaiki hingga soal dapat diketegorikan dalam soal yang baik dan dapat digunakan.

E. Prosedur Penelitian

Secara umum, penelitian ini dibagi menajadi tiga tahapan. Yaitu, pra- pelaksanaan, pelaksanaan, dan paska pelaksanaan. Pada tahap pra-pelaksanaan, peneliti mulai menentukan dan penetapan sekolah yang akan menjadi sampel penelitian, penetapan kelas (subjek penelitian) dan materi ajar yang dijadikan sebagai fokus penelitian (Gambar 3.2).

(34)

dilakukan pengambilan data. Baik data kuantitatif berupa skor kemampuan menerima dan mengolah informasi, usaha mental dan hasil belajar serta data kualitatif berupa catatan lapangan.

[image:34.595.131.502.256.572.2]

Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan proses pengolahan data dan proses interpretasi data. Selanjutnya langkah terakhir penelitian ini (paska pelaksanaan) adalah dilakukannya penyusunan laporan penelitian dalam bentuk skripsi. Untuk lebih jelasnya, prosedur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Prosedur penelitian

F. Analisis Data

Data yang didapatkan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil jawaban siswa pada lembar kerja, lembar kuisioner dan soal tes, jawaban siswa ketika melakukan wawancara dan deskripsi pembelajaran dari catatan lapangan serta angket guru.

Hasil revisi instrumen Penetapan sekolah

Penetapan kelas(subjek)

Penetapan materi ajar (sistem syaraf)

RPP guru

Pengembangan instrumen

Proses pembelajaran di kelas

Pengambilan data

Data kemampuan analisis informasi

Data usaha mental Data hasil belajar

Pengolahan data

Interpretasi data

Penarikan kesimpulan dan penyusunan laporan

(35)
[image:35.595.130.514.117.547.2]

Hernita, 2015

Tabel 3.11. Teknik pengumpulan data

Jenis data Jenis instrumen Waktu penggunaan instrumen Kemampuan menerima

dan mengolah informasi siswa selama proses pembelajaran sistem syaraf.

Lembar kerja

Diberikan setelah siswa selesai mengikuti pembelajaran di kelas.

Usaha mental siswa untuk mendapatkan dan memahami materi sistem syaraf.

Lembar kuisioner

Diberikan setelah siswa selesai mengikuti pembelajaran di kelas. Hasil belajar siswa

selama pembelajaran sistem syaraf.

Soal tes

Diberikan setelah bab sistem syaraf selesai diberikan guru. Data pendukung yang

digunakan untuk mendapatkan informasi yang memengaruhi kemampuan menerima dan mengolah informasi dengan usaha mental siswa.

Pedoman wawancara

Wawancara dilakukan kepada siswa ketika nilai hasil belajar berbanding terbalik dengan nilai lembar kerja.

Data pendukung untuk mendeskripsikan proses pembelajaran sistem syaraf.

Catatan lapangan

Ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Strategi pembelajaran yang mempertimbangkan beban kognitif Angket guru

Setelah proses pembelajaran berakhir.

Data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil jawaban siswa pada lembar kerja, lembar kuisioner, dan soal tes. Sedangkan data kualitatif diperoleh dari jawaban siswa saat wawancara dan catatan lapangan pada saat penelitian. Data yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian dikumpulkan dan selanjutnya diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(36)

a. Data yang dihasilkan dari skor kemampuan menerima dan mengolah informasi, usaha mental serta hasil belajar, diinterpretasikan dengan detail berupa hubungan antara menerima dan mengolah informasi dengan hasil belajar, usaha mental dengan hasil belajar serta usaha mental dengan menerima dan mengolah informasi dari setiap kelas penelitian.

b. Analisis data untuk melihat adanya hubungan dan besarnya hubungan kemampuan menerima dan mengolah informasi, usaha mental serta hasil belajar siswa SMA di setiap sekolah dilakukan dengan uji korelasi dan regresi. Data yang memiliki syarat normal dan homogen dianalisis menggunakan statistika parametrik, sedangkan data yang tidak normal dan tidak homogen dianalisis dengan menggunakan statistika non parametrik (Sudjana, 2002). Pengujian ini dilakukan dengan bantuan progran SPSS 16

for window.

c. Interpretasi hasil analisis hubungan ini selanjutnya digunakan untuk menggambarkan beban kognitif siswa dalam pembelajaran sistem syaraf.

2 Pengolahan data kualitatif

(37)

Hernita, 2015

PROFIL BEBAN KOGNITIF SISWA SMA WILAYAH BANDUNG

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan temuan penelitian yang telah diuraikan pada BAB IV, maka dapat disimpulkan karakteristik beban kognitif siswa SMA di wilayah Bandung pada pembelajaran sistem syaraf. Selama pembelajaran sistem syaraf, siswa memiliki kemampuan menerima dan mengolah informasi yang kurang baik dan sedang, siswa masih kesulitan untuk memahami materi sistem syaraf, dan hasil belajar yang diperoleh siswa ada dalam kategori yang baik. Rendahnya koefisien korelasi antara MMI dengan HB, dan korelasi negatif antara UM dengan HB yang tidak signifikan, menggambarkan siswa SMA Negeri wilayah Bandung masih memiliki beban kognitif selama proses pembelajaran sistem syaraf. Adanya korelasi antara UM, MMI, dan HB menunjukkan bahwa besarnya beban kognitif siswa bervariasi dan berbeda dari satu sekolah dengan sekolah yang lainnya.

B. Rekomendasi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif dalam upaya perbaikan pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis dapat memberikan rekomendasi yang dapat dipertimbangkan oleh praktikan pendidikan biologi sebagai guru mata pelajaran biologi. Adapun rekomendasinya antara lain adalah:

1. Masih adanya beban kognitif pada siswa menunjukkan bahwa pembelajaran di kelas kurang bermakna, sehingga perlu dilakukan perbaikan strategi pembelajaran, khususnya dalam mengajarkan materi sistem syaraf.

2. Kegiatan diskusi selama proses pembelajaran sistem syaraf, tidak menjadi sebuah formalitas saja. Selama pelaksanaan kegiatan diskusi kelas, peran guru dalam proses penegasan harus dilakukan agar siswa memiliki pemahaman yang baik mengenai informasi yang telah diterimanya.

(38)

tidak berlebih, dan kondisi psikologis siswa (minat dan kemampuan siswa dalam memahami informasi yang disampaikan).

(39)

Hernita, 2015

PROFIL BEBAN KOGNITIF SISWA SMA WILAYAH BANDUNG

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Jilid 2. Jakarta: Bumi Aksara.

Bardosono, S. (2014). Statistika Parametrik. Online. Tersedia: http://staff.ui.ac.id/system/files/users/saptawati.bardosono/material/statistikpa rametrikgizi.pdf. [07 Juni 2015].

Dahar, Ratna W. (1996). Teori-teori belajar. Jakarta: Erlangga.

Hindriana, A. F. & Rahmat, A. (2012). Model pengintegrasian struktur tumbuhan pada fungsi tumbuhan untuk menurunkan beban kognitif dan mengembangkan pemanfaatan sumber daya alam alternatif dalam praktikum transpirasi tumbuhan. Prosiding SEMIRATA. BKS-PTN MIPA. FMIPA UNIMED. 11-12 Mei 2012.

Rahmat, A. & Hindriana, A.F. (2014) Beban kognitif mahasiswa dalam pembelajaran fungsi terintegrasi struktur tumbuhan berbasis dimensi belajar.

Jurnal Ilmu Pendidikan.1(20), 66-74.

Plass, Jan L., Moreno, R., dan Brunken, R. (2010). Cognitive Load Theory.

Cambridge: University Press.

Marzano, R, J., Pickering, D., dan McTighe, J. (1994), Assesing Student Outcomes Performence Assessment Using the Dimentions of Learning Model.

USA: Association for Supervision and Curriculum Development.

Margono, S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

Meissner, B., & Bogner, F. X. (2013) Towards cognitive load theory as guideline for instructional design in science education. World of Journal Education. 3(2), 24-37.

Merrienboer J.,J., G., dan Sweller, J. (2005) Cognitive load theory and complex learning:Recent Developments and Future Directions. Educational Psychology Review, 17(2),144-178.

Michael, J. (2007). What Makes Physiology Hard for Students to Learn? Result of Faculty Survey. Advances in Physiology Education. 34- 40.

Moreno, R., dan Park, B. (2010). Cognitive Load Theory: Historical development and relation to other theories dalam Cognitive Load Theory. Dalam Plass J. L. Moreno R., & Brunken, R. (eds.). Cognitive Load Theory. Cambridge: Cambridge University Press

(40)

Lazarowitz, R., dan Penso S. (1992) High school students’ difficulties in learning biology concept. Journal of Biological Education 3(-), 215-223.

Sufren, Natael, Y. (2014). Belajar Otodidak SPSS Pasti Bisa. Jakarta: PT Flex media komputindo.

Sudjana. (2002). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sweller, J. (1994) Cognitive load theory, learning difficulty, and instructional design. Journal of Learning and Intruction, 4(1), 295-312.

Tekkaya, C., Ozkan, O., dan Sungur, S. (2001) Biology concepts perceived as difficult by turkish high school students. Journal of Biology Education, 21(-), 145-150.

Gambar

Input Proses pembelajaran Hasil belajar Gambaran beban kognitif
Tabel 3.1. Kisi-kisi instrumen menerima dan mengolah informasi
Tabel 3.3. Kategorisasi kemampuan menerima dan mengolah informasi
Tabel 3.4. Kisi-kisi instrumen usaha mental
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

conversion strategies and when to use them Understand how to develop documentation and several techniques for managing change Be familiar with post installation processes...

A Robush Fuzzy Clustering Tehnique with Spacial Neighborhood Information for Effective Medical Image Segmentation.(IJCSIS) International Journal of Computer Science and

• SSTM catat rugi Rp 30,59 miliar per 9M15 naik dari rugi Rp 5,42 miliar • GIAA selesaikan penerbangan Haji 2015, dengan OTP 83,84% • Laba Citilink, anak usaha GIAA, naik 149%

Proses juga dapat diartikan sebuah komunikasi antara perupa dan penikmat dengan meletakkan tema sosial sebagai subjek yang tidak statis; artinya, estetika berupa

Wahai anakku, hitung (hisab) lah dirimu dari segala perbuatan sebelum dirimu dihisab oleh Rabbmu. Apabila engkau berbaring diperaduan hendak tidur, maka perhitungkanlah apa yang

Tabel IV.13 menunjukan skor aktivitas siswa secara klasikal atau secara keseluruhan pada siklus II pertemuan 2 sebesar 87,8% dengan klasifikasi sempurna. Pada aspek

Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan penyandang