• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN GERAK DAN INTERAKSI SOSIAL SISWA AUTIS MELALUI PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS MODEL SINEKTIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN GERAK DAN INTERAKSI SOSIAL SISWA AUTIS MELALUI PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS MODEL SINEKTIK."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... I KATA PENGANTAR ... Ii BASTRAK ... V DAFTAR ISI ... Vi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Definisi Operasional ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Signifikansi dan Manfaat Penelitian ... 12

F. Metode Penelitian ... 12

1. Teknik Pengumpulan Data ... 12

2. Instrumen Penelitian ... 13

3. Pengolahan Data ... 13

4. Lokasi Penelitian ... 13

BAB II LANDASAN TEORETIS 14 A. Penelitian Terdahulu ... 14

B. Autis ... 18

C. Pembelajaran Tari ... 21

D. Model Sinektik... 27

E. Pembelajaran Model Sinektik Untuk Peserta Didik Autis ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Subjek dan Lokasi Penelitian ... 37

B. Teknik Pengumpulan Data ... 38

1. Observasi ... 38

2. Wawancara ... 40

3. Dokumantasi ... 41

4. Lembar Observasi ... 41

C. Metode Penelitian ... 42

a. Siklus Pertama ... 46

1. Tahap 1 prencanaan / Planning ... 46

2. Tahap 2 Perlakuan/ Acting ... 48

3. Tahap 3 Pengamatan ... 52

4. Tahap 4 Refleksi ... 56

b. Siklus Kedua ... 57

1. Tahap 1 prencanaan / Planning ... 57

2. Tahap 2 Perlakuan/ Acting ... 59

(2)

4. Tahap 4 Refleksi ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65

A. Implementasi Pembelajaran Tari Dengan Menggunakan Model Sinektik ... 65

1. Siklus Pertama ... 65

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 65

b. Perlakuan/ Action ... 86

2. Siklus Kedua ... 93

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 93

b. Perlakuan / Action... 109

B. Keefektifan Model Sinektik Dalam Pembelajaran Tari Untuk Meningkatkan Kemampuan Gerak Peserta Didik ... 114

C. Keefektifan Model Sinektik Dalam Pembelajaran Tari Untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Peserta Dididk ... D. Dampak Pembelajaran Tari Berbasis Model Sinektik ... 123 133 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 148

A. Kesimpulan ... 148

B. Rekomendasi ... 150

DAFTAR PUSTAKA ... 152

Lampiran I ... 153

Lampiran II ... 155

Lampiran III ... 158

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah autis sudah cukup populer di kalangan masyarakat, karena banyak

media massa dan elektronik yang mencoba untuk mengupasnya secara mendalam.

Muncul juga banyak keprihatinan atas masalah ini dan akhir-akhir ini kasus autis

menunjukkan peningkatan persentasenya di Indonesia. Autis merupakan

gangguan yang dimulai dan dialami pada masa kanak-kanak (Safaria, 2005: 1).

Menurut Sukotjo (2009) dalam artikel kesehatan masyarakat menyatakan bahwa

jumlah anak autis mengalami peningkatan yang pesat, secara global data terbaru

dari dari Centre for Disease Control and Prevention Amerika Serikat

menyebutkan, kini 1 dari 110 anak di sana menderita autis. Angka ini naik 57

persen dari data tahun 2002 yang memperkirakan angkanya 1 dibanding 150 anak.

Melonjaknya jumlah anak autis membutuhkan berbagai aspek yang terkait

dengannya harus terus dikembangkan, misalnya kebutuhan tenaga ahli yang

berkompeten, sistem pendidikan, layanan yang bersifat teraputik, bantuan

kekeluarga dengan anak autistik, hingga kebijakan yang memberikan kontribusi

penting bagi dunia anak-anak autistik di Indonesia (Yuwono, 2009: xii). Dengan

demikain dalam bidang pendidikan harus adanya suatu model pembelajaran yang

dikembangkan untuk memberikan suatu kontribusi atau fasilitas kepada anak

autis.

Autis merupakan salah satu kriteria yang masuk kedalam anak yang

(4)

Biasa (SLB). Tidak hanya anak normal yang berhak mendapat pendidikan, anak

penyandang autis pun memiliki hak yang sama. Pemerintah malah mengimbau

kepada para penyandang autis harus mendapatkan perhatian khusus. Pada UU

Sikdiknas No 20 tahun 2003 pasal 5 ayat (2) yang berbunyi, “Warga negara yang

memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak

memperoleh pendidikan khusus”. Undang-undang tersebut mengamanatkan

pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan bagi semua masyarakat. Dengan

demikian bahwa penyelenggaraan suatu pendidikan untuk anak autis juga harus

mendapatkan suatu perhatian dan pelayanan yang sama seperti anak yang normal.

SLB Negeri Metro merupakan Sekolah Luar Biasa untuk semua jenis anak

yang berkebutuhan khusus mulai dari tingkat SD sampai tingkat SMA. SLB

Negeri Metro sudah mendapatkan beberapa pengharhargaan atau memenangkan

lomba-lomba dalam bidang seni termasuk seni tari. SLB Negeri Metro sering

mewakili propinsi Lampung untuk mengikuti lomba seni termasuk seni tari ke

dalam perlombaan tingkat Nasional, dan mendapatkan juara. Siswa autis yang

terdapat di SLB Negeri Metro termasuk ke dalam karakter siswaautis tingkat

ringan dan tingkat sedang. Anak yang mengalami autis ringan masih memberikan

tanggapan atau respon pada rangsangan atau stimulus ringan yang terjadi di

sekitarnya. Sementara itu autis tipe sedang ini, gejala yang ditunjukkan oleh anak

adalah ia akan memberikan tanggapan atau respon pada rangsangan atau stimulus

sensori kuat (http://www.anneahira.com).

Untuk siswa autis pembelajaran seni tari belum pernah diberikan secara

(5)

pembelajaran untuk mengasah bakat siswa dengan memberikan suatu

pembelajaran seni dengan menggunakan botol plastik. Botol plastik tersebut

dimainkan dengan cara memasukkan batu ke dalam botol yang kemudian

dikocok-kocok oleh siswa autis serta dimainkan dengan cara dipukul-pukul antara

botol yang satu dengan botol yang lain. Dari hal tersebut peneliti tertarik untuk

memberikan pembelajaran tari untuk siswa autis yang ada di SLB Negeri Metro.

Pembelajaran tari di SD LB yang saat ini berkembang dan digunakan oleh

guru adalah suatu pembelajaran yang masih bersifat pembelajaran yang berpusat

pada guru. Masunah (2010) menjelaskan bahwa model pembelajaran yang saat ini

digunakan dalam pembelajaran tari di SD LB masih menggunakan Model

Leraning for Simulation; Training Model dari the behavioral system familiy yaitu

cara latihan atau training. Serta metode yang digunakan dalam pembelajaran tari

adalah demonstrasi, guru mendemonstrasikan tarain dan siswa melihat, setelah

siswa hafal gerakannya kemudian siswa meniru dan berlatih gerakan yang

dicontohkan guru. Kelemahan model ini adalah faktor keterbatasan memory siswa

atau lupa. Seandainya siswa lupa apa yang didengar atau apa yang dilihat, maka

musik dan gerak tari tidak bisa ditampilkan. Di sisi lain, model ini lebih kepada

pendekatan individual sehingga aspek sosial kurang kurang dapat dibangun.

Untuk dapat membantu mengurangi kendala tersebut di atas, maka model

pembelajaran yang cocok untuk anak berkebutuhan khusus adalah model yang

membantu mengembangkan aspek intelektual dan sosial.

Siswa masih belum banyak dilibatkan dalam suatu proses pembelajaran.

(6)

sehingga guru berpandangan pesimis bahwa siswa berkebutuhan khusus tidak

mampu mengembangkan suatu kreativitas dalam menyususn suatu gerak tari dan

keterlibatan secara sosial kepada sesama siswa yang ada di dalam kelas.

Autis merupakan salah satu kelompok dari gangguan pada anak yang

ditandai munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif,

komunikasi, ketertarikan pada interaksi sosial, dan perilaku (Veskarisyanti, 2008:

17). Anak autis memiliki suatu kesulitan dalam hal interaksi sosial dengan orang

lain dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Menurut Yuwono (2009 :52)

beberapa gangguana anak autis dalam memahami komunikasi menyebabkan

masalah dalam pengembangan perilaku sosial. Selain memiliki suatu kesulitan

dalam interaksi sosial anak autis juga mengalami suatu kesulitan dalam koordinasi

motorik atau gerak. Perilaku anak autis yang berkaitan dengan kemampuan

gerak-gerak motorik aneh yang diulang-ulang (Prasetyo, 2008: 148). Yuwono (2009: 52)

berpendapat bahwa beberapa anak autis memiliki perilaku yang cenderung

bergerak kesana kemari, bersuara sendiri, menggigit, menggaruk-garuk,

mengotak-atik sesuatu yang ada ditangannya ataupun “flapping”

(mengepak-ngepakkan tanganya). Perilaku sosial ini dikatakan tidak komunikatif, tetapi

sebenarnya upaya tersebut sebagai upaya untuk berkomunikasi dengan

lingkungan sosialnya dalam berbagai situasi.

Dengan demikian suatu proses pembelajaran untuk siswa autis seharusnya

mampu meminimalkan suatu kekurangan siswa autis, jadi bukan hanya suatu

pemberian materi saja tetapi pembelajaran tersebut dapat memberikan suatu

(7)

yang saat ini diberikan pada siswa autis masih mengarah pada suatu pembelajaran

yang menitikberatkan pada penguasaan materi yang berupa hafalan serta peniruan

gerak semata, dan tercapainya suatu tujuan pembelajaran di sekolah. Guru belum

memberikan suatu pembelajaran yang dapat meningkatkan sesuatu kemampuan

yang dimiliki oleh siswa autis.

Seni tari saat ini sudah mulai mendapatkan tempat yang baik dalam suatu

pembelajaran yaitu dengan diberikannya materi seni tari kepada siswa autis di SD

LB. Rohidi dalam (Hidayat, 2005: 7) menjelaskan fungsi tari dalam pendidikan

yaitu, tari sebagai media pendidikan setidaknya dapat disandarkan pada tujuan

pendidikan yaitu (1) sebuah strategi atau cara memupuk, mengembangkan

sensitivitas dan kreativitas; (2) memberi peluang seluas-luasnya kepada siswa

untuk berekspresi; (3) mengembangkan pribadi anak kearah pembentukan pribadi

yang utuh dan menyeluruh, baik secara individu, sosial, maupun budaya.

Keterampilan gerak pada pembelajaran tari untuk siswa autis memberikan

manfaat secara fisik, kemampuan fisik bekembang dengan praktek dan

pengalaman, saat menguasai keterampilan motorik dasar anak membangun

fondasi untuk keterampilan lebih kompleks. Manfaat secara emosi, tari

memungkinkan setiap siswa untuk mengekspresikan perasaannya atau apa yang

dialami oleh siswa tanpa kata-kata, memfasilitasi komunikasi yang lebih baik

antara siswa dengan orang lain. Kesadaran diri dan kepercayaan diri siswa

meningkat sebagai penggerak mengungkapkan cara baru untuk ekspresi diri.

Manfaat intelektual, tari membutuhkan suatu pemikiran yang unik yang

(8)

suatu yang menyenangkan dilakukan sendiri, tetapi lebih dari itu ketika tari

dilakukan bersama dengan orang lain, pengalaman tari menciptakan peluang

untuk interaksi sosial yang bermakna (Kaufmann, 2006: 31).

Saat ini di sekolah SD LB sudah memberikan suatu pembelajaran materi

tari kepada siswa. Pembelajaran tari masuk ke dalam mata pelajaran Seni Budaya

dan Keterampilan (SBK). Dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005,

mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan termasuk pada kelompok mata

pelajaran estetika, yang tujuannya adalah

Untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis (BNSP, 2008).

Tujuan tersebut memberikan suatu pengalaman kepada siswa untuk

mengembangkan suatu kreativitas melalui sentivitas, ekspresi, dan apresiasi yang

diharapkan mampu menjadi suatu bekal untuk siswa di dalam kehidupan

bermasyarakat. Oleh sebab itu guru ABK dalam Sekolah Luar Biasa harus mampu

mengembangkan suatu model pembelajaran yang dapat mencapai tujuan tersebut.

Model sinektik adalah suatu model pembelajaran yang menumbuhkan

kreativitas siswa melalui analogi-analogi. Menurut Joyce dan Weil (2011: 248)

model sinektik yang dirancang oleh William J. Gordon (1961a) merupakan

pendekatan yang sangat menarik dan menyenangkan dalam mengembangkan

inovasi-inovasi. Elemen utama dalam sinektik adalah penggunaan analogi.

(9)

pembelajaran kreatif siswa autis dapat mengembangkan suatu kretivitas yang ada

dalam diri siswa autis sehingga dapat meningkatkan kemampuan gerak dan

interaksi sosial siswa autis.

Motode pembelajaran kreatif digunakan dalam model sinektik karena

metode pembelajaran kreatif berpusat kepada siswa, siswa dilibatkan secara penuh

dalam pembelajaran dan siswa menemukan gerak, menyusun dan kemudian akan

dipertunjukkan di depan teman-temannya. Teori pembelajaran yang sesuai dengan

pembelajaran tari kreatif adalah kontruktivisme yang menempatkan partisipasi

aktif siswa dalam mengkontruksi pengetahuan yang mempelajarinya bersama

guru. Dalam pembelajaran tari kreatif, siswa menjadi penemu dan guru menjadi

fasilitator yang menjembatani lahirnya gagasan-gagasan kreatif anak (Giyartini,

2008: 25). Selain menggunakan metode kreatif dalam penerapannya model

sinektik juga menggunakan metode kooperatif dan metode kontekstual.

Penelitian tentang peningkatan gerak dan interaksi sosial pada siswa autis

berbasis model sinektik di SD LB dengan alasan bahwa selama ini pembelajaran

yang digunakan masih menggunakan metode pembelajaran yang bersifat training

dan demonstrasi, metode pembelajaran tersebut masih berpusat pada penguasaan

materi atau hafalan siswa. Sehingga kreativitas siswa masih dibatasi oleh guru.

Diharapkan dengan menerapkan model sinektik dalam pembelajaran tari pada

siswa autis dapat meningkatkan kemampuan gerak dan interaksi sosial siswa autis

(10)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penelitian ini difokuskan pada

„meningkatkan kemampuan gerak dan interaksi sosial siswa autis melalui

pembelajaran tari berbasis model sinektik‟. Oleh sebab itu, untuk menjawab

persoalan yang ada di latar belakang maka dirumuskanlah beberapa pertanyaan

penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi pembelajaran tari dengan menggunakan model

sinektik?

2. Seberapa efektif model sinektik dalam pembelajaran tari untuk meningkatkan

kemampuan gerak siswa autis?

3. Seberapa efektif model sinektik dalam pembelajaran tari untuk meningkatkan

interaksi sosial siswa autis?

C. Definisi Operasional

1. Kemampuan Gerak

Manusia beraktivitas sehari-hari memerlukan gerakan tubuhnya. Dalam

kaitannya dengan tari gerak merupakan unsur yang sangat penting. Gerak dalam

tari digunakan untuk mengungkapkan perasaan, dengan harapan untuk

mendapatkan tanggapan dari orang lain. Gerakan tari berbeda dengan gerakan

bekerja atau gerakan olah raga, karena gerak tari sebagai ungkapan ekspresi

sedangkan gerakan olah raga untuk prestasi. Masalah gerak pada dasarnya

merupakan unsur utama dalam tari. Gerak dalam tari secara kedalaman memiliki

media ungkap dari pernyataan dan ekspresi. Dalam tarian gerak merupakan unsur

(11)

Perilaku anak autis yang berkaitan dengan kemampuan gerak merupakan

adanya gerak-gerak motorik aneh yang diulang-ulang. Untuk meningkatkan

perilaku anak autis ke arah yang lebih positif diberikan perlakuan dengan cara: 1)

mempelajari cara untuk anak autis bereaksi terhadap suatu rangsangan dan apa

yang terjadi sebagai akibat dari reaksi spesifik tersebut; 2) membangun

kemampuan yang secara sosial tidak dimiliki; 3) mengajarkan anak belajar dari

lingkungan normal, merespon lingkungan, dan mengajarkan perilaku yang sesuai

agar anak dapat membedakan berbagai hal tertentu dari berbagai macam

rangsangan (Prasetyono, 2008: 148).

2. Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu

manusia dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau

memperbaiki kelakuakn individu yang lain atau sebaliknya. Interaksi sosial dapat

terjadi apabila dua individu antar kelompok terdapat kontak sosial dan

komunikasi. Syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial dan

komunikasi. Kontak sosial yaitu melakukan hubungan yang berbicara dengan

orang lain. Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada

orang lain yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah, atau sikap

perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang

bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin

disampaikan (Soekanto, 2005: 1-2).

Interaksi sosial pada anak autis 1) anak mengalami kegagalan untuk

(12)

secara spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan dan melakukan sesuatu

secara bersama-sama. Untuk meningkatkan interaksi soaial anak autis kearah yang

lebih positif diberikan perlakuan: 1) anak akan menunjukkan perilaku patuh jika

pembelajaran dilakukan dengan kontak mata langsung, hal ini karena anak tidak

mungkin belajar dan memberi perhatian bila tidak ada kontak mata langsung; 2)

anak autis sulit menerima perintah secara penuh, oleh karena itu anak memerlukan

bantuan tambahan untuk melakukan keterampilan atau perilaku yang diinginkan,

meliputi: peragaan lisan, peragaan peragaan fisik, dan peragaan visual

(Prasetyono, 2008: 156-162).

3. Autis

Autis merupakan suatu gangguan perkembangan pervasif yang secara

menyeluruh mengganggu fungsi kognitif, emosi, dan psikomotorik anak.

Sedangkan menurut Kanner dalam (Safaria, 2005: 1) mendeskripsikan bahwa

gangguan autis sebagai ketidak mampuan untuk berinteraksi dengan orang lain,

gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan yang tertunda, ecolalia,

pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain yang repetitif, dan stereotipik, rute

ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di

dalam lingkungannya.

4. Model Sinektik

Menurut Joyce dan Weil (2011: 248) Model sinektik yang dirancang oleh

William J. Gordon merupakan pendekatan yang sangat menarik dan

menyenangkan dalam mengembangkan inovasi-inovasi. Elemen utama dalam

(13)

menggagas sinektik berdasarkan empat gagasan yang sekaligus juga menyaingi

pandangan-pandangan konvensional tentang kreativitas. Pertama, kreativitas

penting dalam kehidupan sehari-hari. Modelnya dirancang untuk meningkatkan

kapasitas pemecahan masalah, ekspresi, kreatif, emapti dan wawasan ke dalam

relasi-relasi sosial. Kedua, kreatif tidak selamanya misterius. Ia dapat

dideskripsikan dan ia bisa melatih siswa untuk langsung meningkatkan kreativitas

mereka. Ketiga, penemuan atau inovasi yang dianggap kreatif sama rata di semua

bidang seni, sains, teknik dan ditandai oleh proses intelektual yang sama.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan penelitian

ini antara lain:

1. Untuk mengetahui implementasi pembelajaran tari menggunakan model

sinektik.

2. Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran tari dengan menggunakan model

sinektik.

3. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan gerak dan interaksi sosial siswa

autis melalui pembelajaran tari dengan menggunakan model sinektik bagi

siswa autis.

E. Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Signifikasi dari model sinektik untuk siswaautis untuk melihat

peningkatan kemampuan gerak dan interaksi siswa autis yang dapat diaplikasi

(14)

Sebagai bahan literatur untuk SLB Negeri Metro untuk mengatasi

permasalahan kelemahan gerak dan interaksi sosial siswa autis dengan

menerapkan model sinektik.

Sebagai literatur bagi akademisi, pengamat pendidikan, pendidik,

masyarakat yang konsen dengan SLB atau anak autis untuk pengembangan model

sinektik sebagai peningkatan kemampuan gerak dan interaksi sosial.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, dengan metode

tindakan atau action research. Tindakan dalam penelitian ini adalah menerapkan

model pembelajaran sinektik dalam pembelajaran tari untuk siswa autis. Peneliti

menggunakan nara sumber, yang dijadikan nara sumber tersebut antara lain:

Kepala Sekolah, guru seni tari, guru kelas.

1. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh

gambaran dan informasi tentang kegiatan pembelajaran siswadi dalam kelas.

Observasi juga digunakan untuk mengetahui model pembelajaran yang selama ini

digunakan oleh guru serta pendekatan atau metode yang digunakan oleh guru di

dalam kelas.

b. Wawancara

Untuk mengumpulkan data penelitian selain observasi peneliti

menggunakan wawancara berupa pertanyaan yang ditujukan kepada Kepala

(15)

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan gambaran sebelumnya

yang dibutuhkan dalam penelitian diantaranya: foto, piagam yang pernah

diperoleh, serta data-data yang ada di sekolah.

Ketiga teknik pengumpulan data ini digunakan dengan harapan dapat

saling melengkapi, sehingga diperoleh informasi yang diperlukan sesuai dengan

tujuan penelitian.

2. Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan data-data yang diharapkan dalam pengumpulan data,

peneliti menggunakan instrumen penelitian melalui:

a. Pedoman Observasi

b. Pedomana Wawancara

c. Lembar Observer

3. Pengolahan Data

Analisis data dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran pada

siswaautis yang dilakukan di dalam kelas. Analisis ini dilakukan untuk

mengetahui perubahan pada siswa autis.

4. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SLB Negeri Metro Jalan Gatot Kaca Sumbersari

(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Subjek dan Lokasi Penelitian

Subjek penelitian siswa autis tingkat Sekolah Dasar Luar Biasa (SD LB)

kelas IV. Subjek penelitian terdapat tiga siswa autis yang memiliki karakter

tingkat autis rendah dan autis tingkat sedang. Siswa I masuk ke dalam

karakteristik tingkat autis ringan. Siswa II masuk ke dalam karakteristik tingkat

autis sedang. Siswa III masuk ke dalam karakteristik tingkat autis sedang.

Penelitian dilakukan di SLB Negeri Metro Jalan Raya Gatot Kaca

sumbersari Metro Selatan Kota Metro Lampung. SLB Negeri Metro merupakan

sekolah luar biasa yang terdapat tingkat sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar

Luar Biasa (SD LB) sampai tingkat Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMA

LB). Lokasi sekolah dari tingkat SD LB sampai SMA LB terdapat dalam satu

lokasi bangunan. SLB Negeri Metro terdapat asrama yang digunakan untuk siswa

yang sekolah di SLB Negeri Metro dan setiap asrama terdapat pengasuh yang

membinmbing siswa. SLB Negeri Metro terdapat lapangan olahraga yaitu

lapangan basket dan lapangan untuk bulu tangkis. SLB Negeri Metro berlokasi di

tengah pemukiman penduduk. Pemelihan SLB Negeri Metro sebagai lokasi

penelitian karena SLB Negeri Metro sering mewakili Propinsi Lampung dalam

(17)

B. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi atau pengamatan langsung dalam pengertian psikologi meliputi

kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakn seluruh

alat indera. Jadi, mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman,

pendengaran, peraba dan pengecap. Observasi dapat dilakukan dengan dua cara,

yang kemudian digunakan untuk menyebut jenis observasi yaitu: (1) observasi

non-sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan

instrumen penelitian; (2) observasi sistematis, yang dilakukan oleh pengamat

dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan. Pedoman

observasi berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan akan

diamati (Arikunto, 2010: 200).

Observasi yang dilakukan termasuk ke dalam observasi sistematis.

Observasi ini dilakukan pada bulan Januari yang merupakan observasi awal

bertujuan untuk mengetahui kondisi awal di lingkungan sekolah, kategori

siswaautis dan proses pembelajaran yang ada di dalam kelas. Pada awal observasi,

peneliti menenemui kepala sekolah untuk meminta izin secara langsung, sambil

mengamati lokasi penelitian SLB Negeri Metro. Setelah mendapatkan izin dari

kepala sekolah peneliti menemui guru seni untuk meminta izin melakukan

penelitian pada siswa autis. Setelah mendapat izin dari guru seni, kemudian guru

seni mengantarkan peneliti menemui guru kelas IV yang mengajar siswa autis.

Supaya penelitian ini mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan peneliti

(18)

Data pertama diperoleh SLB Negeri Metro adalah SLB yang

menyelenggarakan pendidikan untuk semua jenis ketunaan dan autis dari tingkat

Sekolah Dasar (SD LB) hingga SMA (SMA LB). SD LB hingga SMA LB ada

dalam satu lokasi bangunan dan mailiki asrama yang dihuni oleh peserta didik,

setiap asrama memiliki guru pembimbing atau oranngtua asuh yang sudah

ditetapkan oleh sekolah. Orangtua asuh adalah guru yang mengajar di SLB

tersebut. SLB Negeri Metro terletak jauh dari jalan raya tetapi berada

dopertengahan pemukiman penduduk dan jalan untuk menuju kesekolah tersebut

sudah baik keadaannya.

Pembelajaran seni tari belum diberikan untuk siswa autis, pembelajaran

seni tari masih diberikan untuk siswa tunagrahita dan tunarungu. Pembelajaran

seni tari belum diberikan karena pada saat itu guru seni masih harus kuliah di

Bandung untuk melanjutkan kuliah untuk jurusan pedidikan berkebutuhan khusus,

sehingga ada keterbatasan waktu yang dimiliki oleh guru. Guru yang mengajar

seni bukan lulusan dari jurusan pendidikan seni melainkan Sarjana Agama, tetapi

saat ini guru sudah melanjutkan kuliah di jurusan pendidikan berkebutuhan

khusus. Walaupun guru yang mengajar tari bukan dari lulusan jurusan seni tetapi

SLB Negeri Metro sering mendapatkan juara dalam bidang seni di tingkat

propinsi maupun tingkat nasional. Siswa autis SD LB kelas IV termasuk dalam

kategori siswa autis ringan dan autis sedang.

Pada saat peneliti masuk ke dalam kelas dari tiga siswa yang ada di dalam

kelas ketiga siswa itu memeberikan respon masing-masing. Siswa I mau menyapa

(19)

benda yang dipegangnya. Siswa II menyapa dan menceritakan hal yang baru

dilakukan dengan kata yang diulang-ulang. Siswa III hanya diam dan asyik

melakukan aktivitas mencoret-coret kerta yang ada di atas meja.

Metode pembelajaran yang digunakan pada saat peneliti masuk ke dalam

kelas adalah metode ceramah pada saat itu guru memberikan materi pembelajaran

pengembangan diri. pada saat itu guru memberikan botol kepada siswa sebagai

media yang digunakan dalam pembelajaran tersebut. Guru meminta siswa untuk

memainkan botol tersebut. Siswa memainkan dengan memukul botol dengan

botol, mengisi botol dengan batu yang kemudian dikocok-kocok ada juga yang

melakukan dengan meremas-remas botol.

Interaksi siswa dengan guru termasuk baik, siswa sudah mau bertanya dan

melakukan yang diintruksikan oleh guru. Siswa dalam bertanya walaupun belum

mau menatap mata guru. Interaksi dengan teman, siswa asyik duduk ditempatnya

masing-masing. Interaksi dengan orang lain seperti yang sudah dikemukakan di

atas. Kemampuan gerak yang teramati pada saat observasi masih sebatas

kemampuan siswa berjalan dan gerak pada saat memainkan botol plastik. Siswa

mampu melakukan dengan baik.

2. Wawancara

Wawancara atau interviu adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh

pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara

(interviewer). Wawancara dilakukan peneliti untuk menilai keadaan seseorang.

Secara fisik wawancara dapat dibedakan atas wawancara terstruktur dan

(20)

Untuk mengumpulkan data penelitian selain observasi peneliti

menggunakan wawancara berupa pertanyaan yang ditujukan kepada Kepala

Sekolah, guru seni tari, guru kelas.

a. Kepala Sekolah, untuk mengetahui latar belakang sekolah, jenis ABK

yang ada di SLB Negeri Metro tersebut, dukungan kepala sekolah

terhadap pembelajaran seni yang ada di SLB Negeri Metro.

b. Guru seni, untuk mendapatkan informasi model, metode, media serta

tari yang diajarkan di SLB Negeri Metro

c. Guru kelas, untuk mendapatkan informasi model, metode, media yang

digunakan dalam pembelajaran untuk siswa autis, interaksi sosial

siswa autis, serta kemampuan gerak siswa autis.

3. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang

tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki

benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen,

catatan harian (Arikunto, 2010: 201).

Penelitain ini menggunakan dokumentasi untuk memberikan kejelasan

mengenai hasil dari penelitian yang berkaitan dengan proses pembelajaran dalam

bentuk video dan foto, serta data-data yang ada disekolah yang berkaitan dengan

siswa autis SD LB kelas IV untuk medukung hasil pengamatan peneliti.

4. Lembar Observasi

Lembar observasi merupakan alat bantu yang digunakan oleh pengamat

(21)

berlangsung. Observer yang ditunjuk dalam penelitian ini adalah guru kelas selain

menggunakan observer peneliti juga menggunakan rekaman video dan

dokumentasi berupa foto. Hal-hal yang diamati oleh observer selama proses

pembelajaran berlangsung adalah sebagai berikut:

1. Tatapan mata saat berbicara dengan teman dan guru

2. Interaksi dengan teman saat pembelajaran berlangsung

3. Interaksi siswa dengan guru pada saat pembelajaran berlangsung

4. Koordinasi gerak antara bagian-bagian tubuh kepala, tangan, dan badan

5. Kesesuaian gerak yang dilakukan oleh siswa dengan intruksi guru

6. Metode, media dan materi yang diberikan oleh guru

7. Stimulus yang digunakan.

Hasil dari catatan observer akan dipaparkan pada BAB IV dan lembar observasi

akan ada pada lampiran.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

penelitian kaji tindak atau action research. Kaji tindak dalam penelitian ini adalah

mengkaji model pembelajaran yang selama ini digunakan dalam pembelajaran tari

di Sekolah Luar Biasa. Selanjutnya tindakannya adalah menerapkan model

pembelajaran sinektik dalam pembelajaran tari di Sekolah Luar Biasa untuk siswa

autis.

Sukmadinata mengatakan perkembangan penelitian tindakan diawali oleh

karya Kurt Lewin pada awal tahun 1940an. Lewin menyimpulkan bahwa

(22)

pengembangan kekuatan berpikir reflektif, diskusi, penentuan keputusan dan

tindakan oleh orang-orang biasa, berpartisipasi dalam penelitian kolektif dalam

mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam kegiatannya.

Pengembangan lebih lanjut dilakukan di Amerika Serikat dalam penerapan

konsep pendidikan oleh John Dewey ( Sukmadinata, 2007: 142).

Alwasilah (2010: 63) menjelaskan kaji tindak atau action research artinya

ada kajian dan ada tindakan. Kata action sengaja dipilih, bukan behavior, karena

bagi peneliti kualitatif, yang diteliti adalah tindakan sosial bukan perilaku manusia

yang lazim diteliti oleh peneliti psikologi tingkah laku. Dalam penelitian

kualitatif, action diasumsikan memiliki sifat-sifat purposif, intensional, dan

berorientasi tujuan. Action research selanjutnya diadaptasi oleh berbagai bidang,

terutama pendidikan.

Menurut Arikunto (2010: 129) penelitian tindakan adalah penelitian

tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau kelompok sasaran dan hasilnya

langsung dapat dikenakan dalam masyarakat yang bersangkutan. Ciri atau

karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan

kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian tindakan

adalah salah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata

dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang “dicoba sambil jalan” dalam

mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang

terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu sama lain.

Arikunto (2010: 129-130) menjelaskan penelitian tindakan yang dilakukan

(23)

1. Permaslahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteris, yaitu benar-benar nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani serta berada dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan.

2. Kegiatan peneliti, baik intervensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak boleh sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama.

3. Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efesien, artinya terpilih dengan tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, dan, dan tenaga.

4. Metodologi yang digunakan harus jelas, rinci dan terbuka, setiap langkah dan tindakan dirumuskan dengan tegas sehingga orang berminat terhadap penelitian tersebut dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya. 5. Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang

berkelanjutan (on-going), mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan terhadap kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti tetapi menjadi tantangan sepanjang waktu.

Model yang dikembangkan oleh Kurt Lewin menurut Arikunto (2010)

didasarkan atas konsep pokok bahwa penelitian tindakan terdiri dari empat

komponen pokok yang juga menunjukkan langkah, yaitu:

1. Perencanaan atau planning

2. Tindakan atau acting

3. Pengamatan atau observing

4. Refleksi atau reflecting

Hubungan antara keempat komponen tersebut menunjukkan sebuah siklus atau

kegiatan berulang. “Siklus” inilah yang sebetulnya menjadi salah satu ciri utama

dari penelitian tindakan, yaitu bahwa penelitian tindakan harus dilaksanakan

dalam bentuk siklus, bukan hanya satu kali intervensi saja.

Madya (2009) gagasan sentral penelitian partisipan ini adalah bahwa orang

yang akan melakukan tindakan harus juga terlibat dalam proses penelitian dari

awal. Dengan demikian, mereka itu tidak hanya menyadari perlunya

melaksanakan program tindakan tertentu, tetapi secara jiwa raga akan terlibat

(24)

rekomendasi tindakan untuk mengubah situasi cenderung mendorong tibulnya

ketidakamanan, agresi dan rasionalisasi daripada kecenderungan untuk

mendorong adanya perubahan yang diharapkan.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan yang termasuk

dalam penelitian tindakan kolaborasi atau partisipan karena dalam penelitian,

peneliti tidak melakukan proses penelitian tidak sendiri dan peneliti terlibat dalam

penelitian tersebut, akan tetapi peniliti bersama dengan guru kelas pada saat

proses pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas. Selama penelitian, peneliti

menjadi praktikan atau guru yang memberikan pembelajaran secara langsung

kepada peserta didik, sedangkan guru kelas menjadi pengamat atau observer yang

membantu mencacat selama proses pembelajaran dan rekan diskusi pada saat

melakukan refleksi.

Siklus yang diberikan dalam proses pembelajaran tari yang menggunakan

(25)
[image:25.595.116.510.106.619.2]

Gambar 1. 1 Mekanisme Kerja Penelitian Tindakan/ Action Research

Siklus Pertama (Arikunto, 2010)

a. Siklus Pertama

1. Tahap 1: Perencanaan/ Planning .

Pada tahap perencanaan peneliti membuat sebuah rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) yang di dalamnya terdapat tujuan pembelajaran, materi yang

diberikan, metode pembelajaran yang digunakan dan tahap-tahap pelaksanaan

pembelajaran serta sistem evaluasi yang digunakan, penjabaran yang lebih rinci

dipaparkan pada bab IV. Siswa autis yang ada di dalam kelas memiliki tingkat

keuatisan yang berbeda dan memiliki karakter yang berbeda antara siswa yang

satu dengan siswa yang lain. Siklus pertama rencana pelaksanaan pembelajaran

yang dibuat masih umum untuk semua siswa autis yang ada di dalam kelas

(26)

Rencana peleksanaan pembelajaran dibikin oleh peneliti dalam siklus

pertama peneliti membuat tiga rancangan rencana pelaksaan pembelajaran, dalam

satu rencana pelaksaan pembelajaran 40 menit. pelaksanaan pembelajaran

dilakukan di dalam kelas.

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertama

Rencana pelaksanaan pembelajaran yang pertama tujuan pembelajarannya

adalah siswa mampu membuat dan memperagakan lintasan, materi yang diberikan

adalah unsur tari yaitu unsur ruang dengan memberikan materi lintasan yang

menerapkan langkah kaki dari hasil stimulus melihat vidoe lebah. Metode

pembelajaran yang digunakan adalah ceramah dan coxtectual teaching learning

(CTL). Langkah-langkah pembelajarannya dibagi menjadi tiga tahapan yaitu:

tahap awal, tahap inti, dan tahap penutup.

Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses

pembelajaran yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi,

deskripsi dan empati. Selama proses pembelajaran di dalam kelas yang terjadi

pada siswa dilihat dan dicacat secara teliti.

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kedua

Rencana pelaksanaan pembelajaran yang kedua tujuan pembelajaran

adalah siswa mampu membuat dan memperagakan lintasan dengan langkah kaki

dan ditambah dengan gerak kepala. Materi yang diberikan adalah lintasan dengan

langkah kaki dan gerak kepala, siswa menggerakkan kepala dari hasil stimulus

melihat video lebah. Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah, CTL

(27)

yaitu: tahap awal, tahap inti dan tahap penutup. Sistem evaluasi yang digunakan

adalah pengamatan yang melihat interaksi sosial, kemampuan gerak, analogi,

deskripsi dan empati.

Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses

pembelajaran yang melihat interaksi sosial peserta didik, kemempuan gerak,

analogi, deskripsi dan empati. Selama proses pembelajaran di dalam kelas yang

terjadi pada siswa dilihat dan dicacat secara teliti.

c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Ketiga

Rencana pelaksanaan pembelajaran yang ketiga tujuan pembelajaran siswa

mampu membuat dan memperagakan unsur flowing dalam unsur tenaga. Materi

yang diberikan adalah flowing berupa gerak tangan dari stimulus melihat video

lebah. Metode pembelajaran yang digunakan metode kreatif, metode ceramah,

metode CTL dan metode kooperatif. Langkah-langkah pembelajaran terdiri dari

tiga tahap yaitu: tahap awal, tahap inti dan tahap penutup.

Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan interaksi sosial,

kemampuan gerak, kooperatif, deskripsi, analogi, empati dan kreasi menyusun

gerak.

2. Tahap 2: Perlakuan/ Acting.

a. Renacana Pelaksanaan Pembelajaran Pertama

Pada tahap perlakuan adalah melaksanakan perencaan yang telah disusun.

Pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang pertama diberikan dalam waktu 40

menit. Pelaksanaan dilakukan di dalam kelas. Pada tahap awal peneliti membuka

(28)

tari sudah diberikan di dalam kelas dan apakah siswa pernah belajar tari diluar

pembelajaran di dalam kelas. Siswa I menjawab belum pernah belajar tari di

dalam kelas tetapi siswa mengatakan bisa menari. Siswa II menjawab belajar tari

belajar tari. Siswa III hanya diam dan menunduk. Peneliti kemudian

mengkondisikan kelas dengan cara melakukan pemanasan dengan melakukan

gerak secara bersama-sama. Selanjutnya peneliti bertanya kepada siswa tentang

binatang yang kehidupannya berkelompok pada tahap ini guru menggunakan

metode ceramah dan CTL. Guru menjelaskan pembelajaran yang akan dilakukan

pada pertemuan pertama pada tahap ini guru menggunakan metode ceramah.

Tahap inti peneliti menjelaskan pembelajaran yang akan dilakukan secara

bersama-sama yaitu pembelajaran yang menggunakan media pembelajaran video

binatang lebah yang kemudian siswa diminta untuk beranalogi dengan

menggunakan hasil melihat video lebah. Setelah melihat video lebah siswa

diminta untuk mengungkapkan bagaimana arah binatang lebah terbang. Siswa

diminta untuk beranalogi menjadi binatang lebah kemudian siswa diberikan waktu

untuk bereksplorasi membuat gerak langkah kaki membuat lintasan dari arah

binatang lebah yang ada dalam video lebah yang telah disaksikan. Siswa

bereksplorasi membuat lintasan dengan langkah kaki, siswa melakukan eksplorasi

secara individu dan kemudian diminta untuk melakukan secara bersama-sama.

Tahap penutup siswa diminta untuk berlatih gerak dari hasil eksplorasi

yang telah dilakukan. Siswa setelah berlatih peneliti meminta kepada siswa untuk

menjelaskan lintasan yang telah dibuat oleh siswa secara lisan. Siswa mencoba

(29)

menjelaskan siswa diminta untuk memperlihatkan lintasan yang telah dibuat

secara bersama-sama.

Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses

pembelajaran yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi,

deskripsi dan empati. Selama proses pembelajaran di dalam kelas yang terjadi

pada siswa dilihat dan dicacat secara teliti.

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kedua

Rencana pelaksanaan pembelajaran yang kedua dilaksnakan selama 40

menit pelaksanaan dilakukan di dalam kelas. Pada tahap awal peneliti membuka

pembelajaran dengan salam, kemudian peneliti mengajak siswa untuk melakukan

pemanasan yaitu dengan melakukan gerak secara bersama-sama. Setelah

melakukan pemanasan siswa diminta untuk mengulang kembali gerak hasil

eksplorasi pada pertemuan pertama. Siswa melakukan gerak yang telah dilakukan

pada tahap eksplorasi pada petemuan pertama.

Tahap inti siswa diminta untuk beranalogi menjadi binatang lebah dari

hasil menyaksikan video lebah yang telah diputar pada pertemuan pertama. Siswa

diminta untuk beranalogi personal menjadi binatang lebah. Siswa melakukan

analogi. Setelah beranalogi siswa diminta untuk bereksplorasi membuat gerak

kepala dari hasil beranalogi menjadi binatang lebah. Siswa diberi kesempatan

untuk bereksplorasi membuat gerak kepala dari hasil beranalogi. Setelah

beresplorasi siswa diminta untuk memperlihatkan hasil eksplorasi membuat gerak.

siswa memperlihatkan hasil eksplorasi gerak kepala yang telah dibuat oleh siswa.

(30)

menggabungkan hasil eksplorasi yang dilakukan pada tahap kedua. Tahap ini

dinamakan kreasi yaitu menyusun hasil gerak pada pertemuan pertama dan

perteuan kedua. Siswa diberi kesempatan untuk melakukan kreasi dengan

bimbingan peneliti. Tahap kreasi dilakukan secara bersama-sama atau kelompok

kecil.

Tahap penutup siswa diminta untuk berlatih hasil kreasi yang dibuat oleh

siswa dengan bimbingan peneliti. Siswa berlatih secara bersama-sama dengan

bimbingan peneliti. Selanjutnya peneliti memberikan suatu penjelasan tentang

unsur-unsur tari yang telah dipelajari pada proses pembelajaran.

Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses

pembelajaran yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi,

deskripsi dan empati. Selama proses pembelajaran di dalam kelas yang terjadi

pada siswa dilihat dan dicatat secara teliti.

c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Ketiga

Rencana pelaksanaan pembelajaran ketiga dilakuakan selama 40 menit

dilakukan di dalam kelas. Tahap awal peneliti membuka pembelajaran dengan

salam, kemudian melakukan pemanasan secara bersama-sama. Siswa diminta

untuk mengulang gerak yang telah dibuat oleh siswa pada pertemuan kedua.

Peneliti menjelaskan pembelajaran yang akan dilakukan pada proses pembelajaran

yang akan dilakukan secara bersama-sama.

Tahap inti siswa diminta untuk beranalogi langsung, analogi langsung

yang dilakukan oleh siswa adalah membandingkan bintang lebah dengan binatang

(31)

hasil analogi yang dilakukan oleh siswa. Siswa melakukan eksplorasi membuat

gerak terbang dengan mengepakkan kedua tangan. Siswa setelah bereksplorasi

dengan membuat gerak terbang siswa diminta untuk berkreasi yaitu

menggabungkan gerak pada pertemuan pertama, kedua dan pertemuan ketiga.

Proses kreasi dibimbing oleh peneliti. Siswa diberi kesempatan untuk melakukan

proses kreasi secara individu dan bersama-sama dengan bantuan peneliti.

Tahap penutup, pada tahap penutup siswa diberi kesempatan untuk

melakukan latihan gerak hasil kreasi yang dibuat oleh siswa. Siswa

mempresentasikan hasil kreasi walaupun presentasi masih harus dengan

bimbingan oleh peneliti.

Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan interaksi sosial,

kemampuan gerak, kooperatif, deskripsi, analogi, empati dan kreasi menyusun

gerak.

3. Tahap 3: Pengamatan,

Tahap pengamatan, pelaksanaan pengamatan oleh guru kelas. Pada saat

pengamatan pengamat mencacat apa yang sedang terjadi. Pengamatan dalam

penelitian ini dilakukan oleh pengamat yaitu guru kelas, serta menggunakan

bantuan rekaman video dan foto yang berfungsi untuk melihat kembali proses

pembelajaran dan hal-hal yang tercacat oleh pengamat. Pengamatan dilakukan

secara pengamatan siswa secara individu dan pengamatan siswa secara kelompok.

Dalam melakukan pengamatan pengamat memcacat hal-hal yang terjadi dalam

proses pembelajaran dalam lembar observasi. Hal-hal yang diamati dalam proses

(32)

a. Tatapan mata saat berbicara dengan teman dan peneliti

Pada saat berbicara siswa I sudah menunjukkan adanya tatapan mata

dengan lawan bicara. Siswa II belum menunjukkan tatapan mata pada saat

berbicara dengan teman atau dengan peneliti. Siswa II ketika diajak bicara

menjawab namun kadang masih asyik dengan benda yang sedang dimainkan.

Tetapi pada saat proses pembelajaran dengan melakukan pendekatan ketika diajak

berbicara siswa II mulai mau menatap mata dan tidak lagi asyik bermain dengan

benda yang sedang dipegang. Siswa III ketika bicara masih menunduk dan

mengikuti apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya, akan tetapi apabila

diingatkan siswa III mau mengangkat kepala dan mencoba untuk mengangkat

kepala pada saat berbicara.

b. Interaksi dengan teman saat pembelajaran berlangsung

Pada saat pembelajaran di dalam kelas siswa bersama dengan teman

menyaksikan video lebah yang diputar. Pada saat melakukan pemanasan siswa

melakukan pemanasan secara bersama-sama antara siswa dan peneliti. Siswa I

kadang mengingatkan teman dengan cara menyuruh teman untuk melakukan

eksplorasi yang diintruksikan oleh peneliti. Siswa II dan siswa III ketika

diingatkan oleh siswa I mereka melakukan eksplorasi yang diintruksikan oleh

peneliti. Siswa melakukan eksplorasi secara bersama-sama.

c. Interaksi siswa dengan peneliti pada saat pembelajaran berlangsung

Ketika siswa diminta oleh siswa melakukan intruksi yang diberikan oleh

peneliti siswa melakukan intruksi yang diberikan. Siswa kadang bertanya kepada

(33)

melakukan penolakan ketika peneliti mencoba mendekati siswa untuk

membimbing pada saat proses pembelajaran. Siswa I ketika berbicara dengan

peneliti dengan manatap mata, siswa II pada saat berbicara atau ketika ditanya dan

menjawab pertanyaan belum mau menatap mata peneliti, siswa III ketika diajak

bicara atau ditanya ketika menjawab masih menunduh dan kadang menirukan

perkataan peneliti tetapi apabila diingatkan siswa III mau mengangkat kepala dan

mencoba menatap mata peneliti.

d. Koordinasi gerak antara bagian-bagian tubuh kepala, tangan, dan kaki

Pada saat melakukan pemanasan bersama, siswa I mampu menggerakkan

kepala, tangan, dan kaki ketika ketiganya digerakkan secara bersama siswa I

mampu melakukannya. Siswa II mampu menggerakkan kepala, tangan, dan kaki.

Pada saat ketiganya digerakkan secara bersama siswa II mengalami kesulitan

dalam hal keseimbangan badan namun ketika proses pembelajaran dengan latihan

dan bimbingan siswa mulai mampu belajar keseimbangan dari gerak koordinasi

ketiga bagian tubuh. Siswa III mamapu melakukan gerak kepala, tangan, dan kaki,

dalam melakukan gerak siswa III harus dalam bimbingan peneliti secara

berlahan-lahan. Pada saat ketiga digerakkan secara bersama siswa III mengalami kesulitan

dalam hal koordinasi tubuh.

e. Stimulus yang digunakan.

Pada proses pembelajrn stimulus yang digunakan dengan menggunakan

video yang menanyangkan tentang lebah. Penggunaan stimulus tersebut bertujuan

untuk memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan analogi dan

(34)

f. Analogi yang dilakukan oleh siswa

Siswa melakukan analogi secara personal dan analogi langsung yang

dilakukan pada saat proses pembelajaran di dalam kelas. Analogi yang dilakukan

untuk membantu siswa untuk melakukan eksplorasi mencari gerak yaitu gerak

kaki, kepala dan tangan. Siswa I mampu melakukan analogi pesersonal dan

analogi langsung. Siswa II mampu melakukan analogi dengan bimbingan dan

arahan dari peneliti. Siswa III dalam malakukan analogi harus dibimbing dan

dibantu oleh peneliti.

g. Deskripsi yang dikemukan oleh siswa

Siswa I mengungkapkan deskripsi tentang binatang yang kehidupannya

berkelompok adalah burung. Siswa I mengungkapan lebah binatang yang

berkelompok dan kadang ada dirumah, lebah binatang yang bisa terbang dan

menghasilkan madu. Siswa II dibantu dengan peneliti mencoba mengungkapkan

binatang yang hidupnya berkelompok burung. Lebah adalah binatang yang bisa

terbang dan kelompok. Siswa III mengalami kesulitan pada saat mendeskripsikan

tentang binatang yang kehidupannya berkelompok dan tentang lebah, namun

ketika peneliti membing dan mengarahkan secara berlahan-lahan siswa mulai

mengungkapkan binatang yang berkelompok adalah burung dan lebah binatang

yang terbang.

h. Kreasi atau menyusunan gerak yang dilakukan oleh siswa

Siswa menyusun gerak dari hasil eksplorasi yang dilakukan secara

(35)

kaki, dan gerak tangan. Dalam menyusun gerak siswa bersama dengan

teman-teman dan dengan bimbingan peneliti.

4. Tahap 4: Refleksi,

Tahap refleksi yaitu kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang

sudah terjadi. Pada tahap refleksi ini peneliti mendiskusikan apa yang sudat terjadi

dalam proses pembelajaran dengan pengamat. Diskusi dilakukan setelah proses

pembelajaran selesai proses refleksi dilakukan di dalam kelas. Pengamat

memberikan masukan kepada peneliti. Pengamat memberikan masukan pada

peneliti untuk melakukan pendekatan kepada siswa secara individu pada saat

pembelajaran berlangsung. Pendekatan individu yaitu mendekati siswa yang

mengalami kesulitan pada saat proses pembelajaran di dalam kelas. Pada saat

pembelajaran siklus pertama selesai guru kelas berdasarkan hasil diskusi dan

pengamatan guru kelas selama proses pembelajaran. Pengamat memberikan

masukan yaitu menggunakan media boneka atau media gambar bercerita. Pada

dasarnya siswa menyukai suatu bentuk yang nyata yaitu boneka dan suatu gambar

sehingga dalam beranalogi siswa akan lebih mudah dan pada saat

mendeskripsikan siswa akan lebih terbantu.

Siklus yang diberikan dalam proses pembelajaran tari yang menggunakan

(36)
[image:36.595.118.509.106.602.2]

Gambar 1. 2 Mekanisme Kerja Penelitian Tindakan/ Action Research

Siklus Kedua (Arikunto, 2010)

b. Siklus Kedua

1. Tahap I Perencanaan / Planning

Pada tahap perencanaan peneliti membuat sebuah rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) yang di dalamnya terdapat tujuan pembelajaran, materi yang

diberikan, metode pembelajaran yang digunakan dan tahap-tahap pelaksanaan

pembelajaran serta sistem evaluasi yang digunakan, penjabaran yang lebih jelas

dipaparkan pada bab IV. Siswa autis yang ada di dalam kelas memiliki tingkat

autis yang berbeda dan memiliki karakter yang berbeda antara siswa yang satu

dengan siswa yang lain. Siklus kedua rencana pelaksanaan pembelajaran yang

dibuat masih umum untuk semua siswa autis yang ada di dalam kelas tersebut.

(37)

satu rencana pelaksaan pembelajaran 40 menit. pelaksanaan pembelajaran

dilakukan di dalam kelas.

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertama

Rencana pelaksanaan pembelajaran yang pertama tujuan pembelajarannya

adalah siswa mampu membuat dan memperagakan lintasan, materi yang diberikan

adalah unsur tari yaitu unsur ruang dengan memberikan materi lintasan yang

menerapkan langkah kaki dari hasil dengan menggunakan media boneka. Dengan

menggunakan boneka siswa diminta untuk beranalogi personal dan analogi

langsung. Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah coxtectual

teaching learning (CTL) dan metode kreatif. Langkah-langkah pembelajarannya

dibagi menjadi tiga tahapan yaitu: tahap awal, tahap inti, dan tahap penutup.

Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses pembelajaran

yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi, deskripsi dan

empati.

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kedua

Rencana pelaksanaan pembelajarn yang kedua tujuan pembelajarannya

adalah siswa mampu membuat dan memperagakan unsur tenaga yaitu flowing

yang menerapakan gerak kepala dan gerak tangan menggunakan media gambar

bercerita tentang binatang lebah. Setelah dieksplorasi siswa berkreasi untuk

dipresentasikan. Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah,

contextual teaching learming (CTL). Metode cooperative learning dan metode

(38)

pembelajaran yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi,

deskripsi dan empati.

2. Tahap II Perlakuan /Acting

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertama

Pada tahap perlakuan adalah melaksanakan perencaan yang telah disusun.

Pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang pertama diberikan dalam waktu 40

menit. Pelaksanaan dilakukan di dalam kelas. Pada tahap awal peneliti membuka

pembelajaran dengan salam, kemudian melakukan pemanasan dengan melakukan

gerak secara bersama-sama dengan peserta didik. Setelah melakukan pemanasan

peneliti menjelaskan kepada siswa pembelajaran yang akan dilakukan secara

bersama-sama.

Tahap inti, peneliti meinta kepada siswa untuk melakukan analogi

langsung yaitu mejadi boneka yang berukuran besar dan boneka yang berukuran

kecil. Peneliti meminta kepada siswa bagaimana ketika menjadi boneka yang

besar dan bagaimana ketika menjadi boneka yang berukuran lebih kecil. Peneliti

bertanya kepada siswa bagaimana kalo menjadi boneka kecil, siswa menjawab

akalo boneka kecil geraknya kecil-kecil tapi cepat. Sedangkan apabila boneka

besar geraknya lebar dan lambat. Setelah siswa melakukan analogi langsung,

peneliti meminta kepada siswa untuk melakukan eksplorasi, melalui analogi yang

telah dilakukan oleh siswa. Peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk

melakukan eksplorasi. Siswa melakukan eksplorasi gerak kaki yaitu dengan jalan

kaki ditempat. siswa melakukan langkah kaki berdua dengan siswa yang lain

(39)

mencoba menunjukkan gerak kepada peneliti, kaki ditempat yang diikuti dengan

gerak tangan yang melambai dengan memegang boneka.

Tahap penutup, pada tahap penutup siswa melakukan latihan gerak

bersama dengan teman di dalam kelas. Siswa melakukan gerak di depan peneliti.

Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses pembelajaran

yang melihat interaksi sosial sosial, kemempuan gerak, analogi, deskripsi dan

empati.

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kedua

Renacan pelaksaan pembelajaran yang kedua dilakukan selama 40 menit

di dalam kelas. Tahap awal, peneliti membuka pembelajaran dengan salam. Siswa

meminta kepada peneliti untuk menggambar binatang lebah, sambil menggambar

peneliti bertanya kepada siswa tentang binatang yang kehidupannya berkelompok.

Siswa menjawab binatang yang hidupnya berkelompok adalah burung, dan ular.

Tahap inti, peneliti membagikan buku yang bergambarkan binatang lebah,

setelah siswa melihat gambar lebah peneliti membacakan cerita tentang binatang

lebah. Siswa mendengarkan cerita yang sedang dibicarakan oleh peneliti, siswa

mendengarkan sambil duduk ditempat duduk masing-masing. Setelah

mendengarkan cerita siswa diminta untuk beranalogi personal. Siswa diminta

untuk beranalogi menjadi binatang lebah yang dilihat di dalam gambar dan dari

cerita yang disampaikan oleh peneliti. Siswa menunjukkan gerak yang dibuat oleh

siswa dari hasil melihat gambar dan mendengarkan cerita. Siswa I mengajak

teman-temannya untuk melakukan gerak, siswa II dan siswa III melakukan gerak

(40)

ditempat tetapi dilakukan dengan siswa jonggkok dan melopat-lompat. Gerakan

tersebut dilakukan secara bersma-sama.

Tahap penutup siswa melakukan presentasi di dalam kelas secara

bersama-sama. Siswa melakukan gerak langkah kaki, gerak kepala dan gerak tangan.

Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses pembelajaran

yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi, deskripsi dan

empati.

3. Tahap 3: Pengamatan,

Tahap pengamatan, pelaksanaan pengamatan oleh pengamat. Pada saat

pengamatan pengamat mencacat apa yang sedang terjadi. Pengamatan dalam

penelitian ini dilakukan oleh pengamat yaitu guru kelas, serta menggunakan

bantuan rekaman video dan foto yang berfungsi untuk melihat kembali proses

pembelajaran dan hal-hal yang tercacat oleh pengamat. Pengamatan dilakukan

secara pengamatan siswa secara individu dan pengamatan siswa secara kelompok.

Dalam melakukan pengamatan pengamat memcacat hal-hal yang terjadi dalam

proses pembelajaran dalam lembar observasi. Hal-hal yang diamati dalam proses

pembelajaran adalah

a. Tatapan mata saat berbicara dengan teman dan guru

Siswa I ketika berbicara sudah menunjukkan tatapan mata dengan lawan

bicaranya. Siswa II sudah mulai menunjukkan tatapan mata pada saat berbicara

walaupun hanya dalam waktu yang sebentar. Siswa III ketika diingatkan sudah

mulai mau mengangkat kepala dan mulai mau melihat mata lawan bicara

(41)

b. Interaksi dengan teman saat pembelajaran berlangsung

Siswa pada saat proses eksplorasi dilakukan bersama dengan

teman-temannya. Siswa I sudah mau mengajak teman untuk melakukan gerak bersama

dengan teman, cara menganjaknya yaitu dengan kata-kata dan menyentuh

temannya untuk mengajak melakukan gerak bersama. Siswa I dan siswa II

melakukan gerak bersama secara berhadapan. Siswa II ketika diajak oleh siswa I

untuk melakukan gerak bersama siswa II mau, yaitu siswa II dan siswa I

melakukan gerak bersama dengan arah berhadapan. Siswa III ketika diminta untuk

melakukan gerak bersama siswa mau melakukan bersama walaupun masih sering

dengan kepala menunduk.

c. Interaksi siswa dengan peneliti pada saat pembelajaran berlangsung

Siswa ketika dalam proses pembelajaran sudah mulai mau bertanya

kepada peneliti. Siswa I selalu bertanya apabila ada hal-hal yang baru yang

dibawa oleh peneliti, siswa mau melakukan tatapan mata pada saat berbicara dan

mau menjawab apabila diberi pertanyaan. Siswa II sudah mau apabila diminta

untuk melakukan gerak dengan teman, ketika ditanya siswa mencoba untuk

menjawab walaupun masih dalam bimbingan peneliti dan sudah mulai mau

menatap mata peneliti walaupun hanya sebentar, dan kebiasaan mengamuk

tiba-tiba sudah tidak dilakukan lagi oleh peserta didik. Siswa III untuk mengangkat

kepala dan manatap mata pada saat berbicara masih harus diingatkan, tetapi siswa

III sudah mau menjawab apabila ditanya dan kadang siswa III mulai bertanya

(42)

d. Koordinasi gerak antara bagian-bagian tubuh kepala, tangan, dan kaki

Siswa I mampu melakukan gerak kepala, tangan dan kaki dan mampu

melakukan gerak tersebut secara bersamaam atau secara koordinasi gerak siswa I

mampu melakukannya. Siswa II mampu melakukan gerak kepala, tangan dan

kaki. Siswa II sudah mulai mampu melakukan ketiga gerak tersebut secara

bersamaan, walaupun dalam melakukan gerak masih dalam bimbingan peneliti.

Siswa III sudah mampu melakukan gerak kepala, tangan, dan kaki, siswa

walaupun masih dalam bimbingan peneliti sudah mulai mampu melakukan gerak

tersebut secara bersamaan.

e. Stimulus yang digunakan.

Stimulus yang digunakan adalah dengan menggunakan boneka yang

berukuran besar dan berukuran kecil dan menggunakan gambar yang bercerita

tentang binatang lebah.

f. Analogi yang dilakukan oleh siswa

Analogi yang digunakan adalah analogi langsung dan analogi personal.

Analogi langsung yaitu menggunakan boneka yang berukuran bersar dan

berukuran kecil. Analogi personal menggunakan gambar yang bercerita.

g. Deskripsi yang dikemukan oleh peserta didik

Siswa I mendeskripkan gerak apabila boneka yang digunakan boneka kecil

gerak tangannya kecil dan apabila boneka yang digunakan besar geraknya lebar.

Pada saat menggunakan gambar bercerita siswa mengungkapkan lebah yang

sedang membuat madu. Siswa II ketika diminta untuk mendeskripsikan siswa II

(43)

II belajar untuk mengungkapakan, dan dari gambar bercerita siswa II dengan

bantuan peneliti siswa II belajar untuk mendeskripsikan. Siswa III dalam

mengungkapkan pendapat harus selalu dibimbing oleh peneliti, tetapi siswa III

mencoba untuk mengungkapakan pendapatnya.

h. Kreasi atau menyusunan gerak yang dilakukan oleh siswa

Siswa dalam menyusun gerak secara bersama-sama dan dalam bimbingan

peneliti. Siswa membuat gerak jalan kaki ditempat dan mengepakkan kedua

tangan. Siswa I menyususn gerak jalan ditemapat dan mengepakkan kedua tangan.

Siswa II menyusun gerak bersama dengan siswa I yaitu berjalan ditemapat dan

mengepakkan tangan. Siswa III dalam menyusun gerak mengikuti siswa I dan

siswa II.

4. Tahap 4: Refleksi,

Tahap refleksi yaitu kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang

sudah terjadi. Pada tahap refleksi ini peneliti mendiskusikan apa yang sudat terjadi

dalam proses pembelajaran dengan pengamat. Pengamat memberikan masukan

pada peneiti setelah proses pembelajaran sudah selesai pengamat memberikan

masukan untuk melakukan proses pembelajaran yang menggunakan model

sinektik tidak hanya untuk kepentingan penelitian akan tetapi model pembelajaran

(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Bab V ini merupakan kesimpulan dari peningkatan kemampuan gerak dan

interaksi sosial bagi peserta didik autis melalui pembelajaran tari berbasis model

sinektik. Bab ini akan menguraikan jawaban dari ketiga pertanyaan penelitian

yang diajukan.

1. Implementasi pembelajaran tari berbasis model sinektik untuk peserta didik

autis tingkat Sekolah Dasar (SD) yang termasuk dalam kategori peserta didik

dengan tingkat keautisan ringan dan tingkat keautisan sedang. Implementasi

pembelajaran diterapkan dalam dua siklus. Pada siklus pertama rencana

pelaksanaan pembelajaran diterapkan dalam tiga kali rencana pembelajaran.

Siklus kedua rencana pelaksanaan pembelajaran diterapkan dalam dua kali

rencana pelaksaan pembelajaran. Metode pembelajaran kreatif, contextual

teaching and learning, dan kooperatif learning. Materi pembelajaran yang

diberikan adalah salah satu unsur yang ada di dalam unsur-unsur pembelajaran

tari yaitu unsur tenaga dan unsur ruang. Evaluasi yang digunakan dalam

pembelajaran adalah evaluasi yang dilihat selama proses pembelajaran yaitu

dengan menggunakan lembar observer atau lembar pengamatan. Pada siklus

pertama stimulus yang digunakan menggunakan video binatang lebah. Pada

siklus pertama, pertemuan pertama peserta didik melakukan analogi personal

yaitu peserta didik menirukan arah terbang binatang lebah dengan

(45)

analogi personal yaitu peserta didik menirukan gerak kepala lebah dengan

menggunakan gerak kepala peserta didik. Pertemuan ketiga peserta didik

menggunakan analogi langsung yaitu peserta didik membandingkan gerak

terbang lebah dan gerak terbang burung dengan menggunakan gerak kedua

tangan peserta didik. Siklus kedua, pertemuan pertama stimulus yang

digunakan boneka dan pertemuan kedua stimulus yang digunakan cerita

bergambar tentang binatang lebah. Pertemuan pertama peserta didik

melakukan nalogi langsung menggunakan boneka yang berukuran besar dan

berukuran kecil, peserta didik membuat gerak kaki, kepala, dan tangan.

Pertemuan kedua peserta didik melakukan analogi personal menjadi binatang

lebah dari stimulus buku cerita bergambar.

(46)

1

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaedar. (2010). Pokoknya Action Research. Bandung: PT Kiblat

Buku Utama.

Annisa, Prasasti S. Rd. (2010). Pembelajaran Piano Bagi Siswa Tunanetra Dengan Kecenderungan Sindrom Asperger dan ADHD Usia 9-13

Tahun Oleh Guru Tunanetra. Tesis untuk meraih derajat S-2 Program

Studi Pendidikan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Ariswati, Ida. (2010). Pembelajaran Seni Tari Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Studi Kasus di SLB B Budi Nurani Kota Suka Bumi. Tesis untuk meraih

derajat S-2 Program Studi Pendidikan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.

Delphie, Bandi. (2009). Pendidikan Anak Autis. Sleman: KTSP.

Giyartini, Rosarina. (2008). “Tari Kreatif: Konsep Pembelajarannya di Sekolah

Dasar (Dari Anak, Oleh Anak, dan Untuk Anak)”, dalam Pendidikan

Seni dan Perubahan Sosial Budaya. Bandung: Prodi Seni Sekolah

Pascasarjana UPI.

Haerani Reni (2012) Aplikasi Model Sinektik Dalam Pembelajaran Tari Untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Dan Kreativitas Siswa Di SD Inklusif.

Tesis untuk meraih derajat S-2 Program Studi

Gambar

Gambar 1. 1 Mekanisme Kerja Penelitian Tindakan/ Action Research
Gambar 1. 2 Mekanisme Kerja Penelitian Tindakan/ Action Research

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan Media Audio Visual Untuk Meningkatkan Keterampilan Menyimak Dan Berbicara Pada Siswa.

Jika ya, berapa kali dalam seminggu Anda mengkonsumsi alkohola. Riwayat Penyakit

Analisis studi kelayakan bisnis pada Jawatop Bakery di Kelurahan Pasteur,Kecamatan Sukajadi Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Ekstrak Etanol Kulit Buah Semangka Merah Berbiji ( Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus

Analisis data kualitatif (Bogdan & Biklen, 1982) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi

Penulis Pada Penulisan Ilmiah ini membuat website Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang merupakan salah satu dari sekian banyak informasi yang menampilkan dan memberikan

Penerapan Simbol Jari Tangan Untuk Meningkatkan Penguasaan Materi Akor Lagu Dalam Pembelajaran Angklung Di Smp Mutiara 5 Lembang.. Universitas Pendidikan Indonesia |

dengan baik terbukti dari tersusunnya MUSRENBANG (Musyawarah Perencanaan Pembangunan),halini dikarenakan MUSRENBANG menjadi syarat pencairan ADD, khususnya anggaran baru dalam