DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... I KATA PENGANTAR ... Ii BASTRAK ... V DAFTAR ISI ... Vi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Definisi Operasional ... 8
D. Tujuan Penelitian ... 11
E. Signifikansi dan Manfaat Penelitian ... 12
F. Metode Penelitian ... 12
1. Teknik Pengumpulan Data ... 12
2. Instrumen Penelitian ... 13
3. Pengolahan Data ... 13
4. Lokasi Penelitian ... 13
BAB II LANDASAN TEORETIS 14 A. Penelitian Terdahulu ... 14
B. Autis ... 18
C. Pembelajaran Tari ... 21
D. Model Sinektik... 27
E. Pembelajaran Model Sinektik Untuk Peserta Didik Autis ... 33
BAB III METODE PENELITIAN ... 37
A. Subjek dan Lokasi Penelitian ... 37
B. Teknik Pengumpulan Data ... 38
1. Observasi ... 38
2. Wawancara ... 40
3. Dokumantasi ... 41
4. Lembar Observasi ... 41
C. Metode Penelitian ... 42
a. Siklus Pertama ... 46
1. Tahap 1 prencanaan / Planning ... 46
2. Tahap 2 Perlakuan/ Acting ... 48
3. Tahap 3 Pengamatan ... 52
4. Tahap 4 Refleksi ... 56
b. Siklus Kedua ... 57
1. Tahap 1 prencanaan / Planning ... 57
2. Tahap 2 Perlakuan/ Acting ... 59
4. Tahap 4 Refleksi ... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65
A. Implementasi Pembelajaran Tari Dengan Menggunakan Model Sinektik ... 65
1. Siklus Pertama ... 65
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 65
b. Perlakuan/ Action ... 86
2. Siklus Kedua ... 93
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 93
b. Perlakuan / Action... 109
B. Keefektifan Model Sinektik Dalam Pembelajaran Tari Untuk Meningkatkan Kemampuan Gerak Peserta Didik ... 114
C. Keefektifan Model Sinektik Dalam Pembelajaran Tari Untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Peserta Dididk ... D. Dampak Pembelajaran Tari Berbasis Model Sinektik ... 123 133 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 148
A. Kesimpulan ... 148
B. Rekomendasi ... 150
DAFTAR PUSTAKA ... 152
Lampiran I ... 153
Lampiran II ... 155
Lampiran III ... 158
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah autis sudah cukup populer di kalangan masyarakat, karena banyak
media massa dan elektronik yang mencoba untuk mengupasnya secara mendalam.
Muncul juga banyak keprihatinan atas masalah ini dan akhir-akhir ini kasus autis
menunjukkan peningkatan persentasenya di Indonesia. Autis merupakan
gangguan yang dimulai dan dialami pada masa kanak-kanak (Safaria, 2005: 1).
Menurut Sukotjo (2009) dalam artikel kesehatan masyarakat menyatakan bahwa
jumlah anak autis mengalami peningkatan yang pesat, secara global data terbaru
dari dari Centre for Disease Control and Prevention Amerika Serikat
menyebutkan, kini 1 dari 110 anak di sana menderita autis. Angka ini naik 57
persen dari data tahun 2002 yang memperkirakan angkanya 1 dibanding 150 anak.
Melonjaknya jumlah anak autis membutuhkan berbagai aspek yang terkait
dengannya harus terus dikembangkan, misalnya kebutuhan tenaga ahli yang
berkompeten, sistem pendidikan, layanan yang bersifat teraputik, bantuan
kekeluarga dengan anak autistik, hingga kebijakan yang memberikan kontribusi
penting bagi dunia anak-anak autistik di Indonesia (Yuwono, 2009: xii). Dengan
demikain dalam bidang pendidikan harus adanya suatu model pembelajaran yang
dikembangkan untuk memberikan suatu kontribusi atau fasilitas kepada anak
autis.
Autis merupakan salah satu kriteria yang masuk kedalam anak yang
Biasa (SLB). Tidak hanya anak normal yang berhak mendapat pendidikan, anak
penyandang autis pun memiliki hak yang sama. Pemerintah malah mengimbau
kepada para penyandang autis harus mendapatkan perhatian khusus. Pada UU
Sikdiknas No 20 tahun 2003 pasal 5 ayat (2) yang berbunyi, “Warga negara yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak
memperoleh pendidikan khusus”. Undang-undang tersebut mengamanatkan
pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan bagi semua masyarakat. Dengan
demikian bahwa penyelenggaraan suatu pendidikan untuk anak autis juga harus
mendapatkan suatu perhatian dan pelayanan yang sama seperti anak yang normal.
SLB Negeri Metro merupakan Sekolah Luar Biasa untuk semua jenis anak
yang berkebutuhan khusus mulai dari tingkat SD sampai tingkat SMA. SLB
Negeri Metro sudah mendapatkan beberapa pengharhargaan atau memenangkan
lomba-lomba dalam bidang seni termasuk seni tari. SLB Negeri Metro sering
mewakili propinsi Lampung untuk mengikuti lomba seni termasuk seni tari ke
dalam perlombaan tingkat Nasional, dan mendapatkan juara. Siswa autis yang
terdapat di SLB Negeri Metro termasuk ke dalam karakter siswaautis tingkat
ringan dan tingkat sedang. Anak yang mengalami autis ringan masih memberikan
tanggapan atau respon pada rangsangan atau stimulus ringan yang terjadi di
sekitarnya. Sementara itu autis tipe sedang ini, gejala yang ditunjukkan oleh anak
adalah ia akan memberikan tanggapan atau respon pada rangsangan atau stimulus
sensori kuat (http://www.anneahira.com).
Untuk siswa autis pembelajaran seni tari belum pernah diberikan secara
pembelajaran untuk mengasah bakat siswa dengan memberikan suatu
pembelajaran seni dengan menggunakan botol plastik. Botol plastik tersebut
dimainkan dengan cara memasukkan batu ke dalam botol yang kemudian
dikocok-kocok oleh siswa autis serta dimainkan dengan cara dipukul-pukul antara
botol yang satu dengan botol yang lain. Dari hal tersebut peneliti tertarik untuk
memberikan pembelajaran tari untuk siswa autis yang ada di SLB Negeri Metro.
Pembelajaran tari di SD LB yang saat ini berkembang dan digunakan oleh
guru adalah suatu pembelajaran yang masih bersifat pembelajaran yang berpusat
pada guru. Masunah (2010) menjelaskan bahwa model pembelajaran yang saat ini
digunakan dalam pembelajaran tari di SD LB masih menggunakan Model
Leraning for Simulation; Training Model dari the behavioral system familiy yaitu
cara latihan atau training. Serta metode yang digunakan dalam pembelajaran tari
adalah demonstrasi, guru mendemonstrasikan tarain dan siswa melihat, setelah
siswa hafal gerakannya kemudian siswa meniru dan berlatih gerakan yang
dicontohkan guru. Kelemahan model ini adalah faktor keterbatasan memory siswa
atau lupa. Seandainya siswa lupa apa yang didengar atau apa yang dilihat, maka
musik dan gerak tari tidak bisa ditampilkan. Di sisi lain, model ini lebih kepada
pendekatan individual sehingga aspek sosial kurang kurang dapat dibangun.
Untuk dapat membantu mengurangi kendala tersebut di atas, maka model
pembelajaran yang cocok untuk anak berkebutuhan khusus adalah model yang
membantu mengembangkan aspek intelektual dan sosial.
Siswa masih belum banyak dilibatkan dalam suatu proses pembelajaran.
sehingga guru berpandangan pesimis bahwa siswa berkebutuhan khusus tidak
mampu mengembangkan suatu kreativitas dalam menyususn suatu gerak tari dan
keterlibatan secara sosial kepada sesama siswa yang ada di dalam kelas.
Autis merupakan salah satu kelompok dari gangguan pada anak yang
ditandai munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif,
komunikasi, ketertarikan pada interaksi sosial, dan perilaku (Veskarisyanti, 2008:
17). Anak autis memiliki suatu kesulitan dalam hal interaksi sosial dengan orang
lain dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Menurut Yuwono (2009 :52)
beberapa gangguana anak autis dalam memahami komunikasi menyebabkan
masalah dalam pengembangan perilaku sosial. Selain memiliki suatu kesulitan
dalam interaksi sosial anak autis juga mengalami suatu kesulitan dalam koordinasi
motorik atau gerak. Perilaku anak autis yang berkaitan dengan kemampuan
gerak-gerak motorik aneh yang diulang-ulang (Prasetyo, 2008: 148). Yuwono (2009: 52)
berpendapat bahwa beberapa anak autis memiliki perilaku yang cenderung
bergerak kesana kemari, bersuara sendiri, menggigit, menggaruk-garuk,
mengotak-atik sesuatu yang ada ditangannya ataupun “flapping”
(mengepak-ngepakkan tanganya). Perilaku sosial ini dikatakan tidak komunikatif, tetapi
sebenarnya upaya tersebut sebagai upaya untuk berkomunikasi dengan
lingkungan sosialnya dalam berbagai situasi.
Dengan demikian suatu proses pembelajaran untuk siswa autis seharusnya
mampu meminimalkan suatu kekurangan siswa autis, jadi bukan hanya suatu
pemberian materi saja tetapi pembelajaran tersebut dapat memberikan suatu
yang saat ini diberikan pada siswa autis masih mengarah pada suatu pembelajaran
yang menitikberatkan pada penguasaan materi yang berupa hafalan serta peniruan
gerak semata, dan tercapainya suatu tujuan pembelajaran di sekolah. Guru belum
memberikan suatu pembelajaran yang dapat meningkatkan sesuatu kemampuan
yang dimiliki oleh siswa autis.
Seni tari saat ini sudah mulai mendapatkan tempat yang baik dalam suatu
pembelajaran yaitu dengan diberikannya materi seni tari kepada siswa autis di SD
LB. Rohidi dalam (Hidayat, 2005: 7) menjelaskan fungsi tari dalam pendidikan
yaitu, tari sebagai media pendidikan setidaknya dapat disandarkan pada tujuan
pendidikan yaitu (1) sebuah strategi atau cara memupuk, mengembangkan
sensitivitas dan kreativitas; (2) memberi peluang seluas-luasnya kepada siswa
untuk berekspresi; (3) mengembangkan pribadi anak kearah pembentukan pribadi
yang utuh dan menyeluruh, baik secara individu, sosial, maupun budaya.
Keterampilan gerak pada pembelajaran tari untuk siswa autis memberikan
manfaat secara fisik, kemampuan fisik bekembang dengan praktek dan
pengalaman, saat menguasai keterampilan motorik dasar anak membangun
fondasi untuk keterampilan lebih kompleks. Manfaat secara emosi, tari
memungkinkan setiap siswa untuk mengekspresikan perasaannya atau apa yang
dialami oleh siswa tanpa kata-kata, memfasilitasi komunikasi yang lebih baik
antara siswa dengan orang lain. Kesadaran diri dan kepercayaan diri siswa
meningkat sebagai penggerak mengungkapkan cara baru untuk ekspresi diri.
Manfaat intelektual, tari membutuhkan suatu pemikiran yang unik yang
suatu yang menyenangkan dilakukan sendiri, tetapi lebih dari itu ketika tari
dilakukan bersama dengan orang lain, pengalaman tari menciptakan peluang
untuk interaksi sosial yang bermakna (Kaufmann, 2006: 31).
Saat ini di sekolah SD LB sudah memberikan suatu pembelajaran materi
tari kepada siswa. Pembelajaran tari masuk ke dalam mata pelajaran Seni Budaya
dan Keterampilan (SBK). Dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005,
mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan termasuk pada kelompok mata
pelajaran estetika, yang tujuannya adalah
Untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis (BNSP, 2008).
Tujuan tersebut memberikan suatu pengalaman kepada siswa untuk
mengembangkan suatu kreativitas melalui sentivitas, ekspresi, dan apresiasi yang
diharapkan mampu menjadi suatu bekal untuk siswa di dalam kehidupan
bermasyarakat. Oleh sebab itu guru ABK dalam Sekolah Luar Biasa harus mampu
mengembangkan suatu model pembelajaran yang dapat mencapai tujuan tersebut.
Model sinektik adalah suatu model pembelajaran yang menumbuhkan
kreativitas siswa melalui analogi-analogi. Menurut Joyce dan Weil (2011: 248)
model sinektik yang dirancang oleh William J. Gordon (1961a) merupakan
pendekatan yang sangat menarik dan menyenangkan dalam mengembangkan
inovasi-inovasi. Elemen utama dalam sinektik adalah penggunaan analogi.
pembelajaran kreatif siswa autis dapat mengembangkan suatu kretivitas yang ada
dalam diri siswa autis sehingga dapat meningkatkan kemampuan gerak dan
interaksi sosial siswa autis.
Motode pembelajaran kreatif digunakan dalam model sinektik karena
metode pembelajaran kreatif berpusat kepada siswa, siswa dilibatkan secara penuh
dalam pembelajaran dan siswa menemukan gerak, menyusun dan kemudian akan
dipertunjukkan di depan teman-temannya. Teori pembelajaran yang sesuai dengan
pembelajaran tari kreatif adalah kontruktivisme yang menempatkan partisipasi
aktif siswa dalam mengkontruksi pengetahuan yang mempelajarinya bersama
guru. Dalam pembelajaran tari kreatif, siswa menjadi penemu dan guru menjadi
fasilitator yang menjembatani lahirnya gagasan-gagasan kreatif anak (Giyartini,
2008: 25). Selain menggunakan metode kreatif dalam penerapannya model
sinektik juga menggunakan metode kooperatif dan metode kontekstual.
Penelitian tentang peningkatan gerak dan interaksi sosial pada siswa autis
berbasis model sinektik di SD LB dengan alasan bahwa selama ini pembelajaran
yang digunakan masih menggunakan metode pembelajaran yang bersifat training
dan demonstrasi, metode pembelajaran tersebut masih berpusat pada penguasaan
materi atau hafalan siswa. Sehingga kreativitas siswa masih dibatasi oleh guru.
Diharapkan dengan menerapkan model sinektik dalam pembelajaran tari pada
siswa autis dapat meningkatkan kemampuan gerak dan interaksi sosial siswa autis
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penelitian ini difokuskan pada
„meningkatkan kemampuan gerak dan interaksi sosial siswa autis melalui
pembelajaran tari berbasis model sinektik‟. Oleh sebab itu, untuk menjawab
persoalan yang ada di latar belakang maka dirumuskanlah beberapa pertanyaan
penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi pembelajaran tari dengan menggunakan model
sinektik?
2. Seberapa efektif model sinektik dalam pembelajaran tari untuk meningkatkan
kemampuan gerak siswa autis?
3. Seberapa efektif model sinektik dalam pembelajaran tari untuk meningkatkan
interaksi sosial siswa autis?
C. Definisi Operasional
1. Kemampuan Gerak
Manusia beraktivitas sehari-hari memerlukan gerakan tubuhnya. Dalam
kaitannya dengan tari gerak merupakan unsur yang sangat penting. Gerak dalam
tari digunakan untuk mengungkapkan perasaan, dengan harapan untuk
mendapatkan tanggapan dari orang lain. Gerakan tari berbeda dengan gerakan
bekerja atau gerakan olah raga, karena gerak tari sebagai ungkapan ekspresi
sedangkan gerakan olah raga untuk prestasi. Masalah gerak pada dasarnya
merupakan unsur utama dalam tari. Gerak dalam tari secara kedalaman memiliki
media ungkap dari pernyataan dan ekspresi. Dalam tarian gerak merupakan unsur
Perilaku anak autis yang berkaitan dengan kemampuan gerak merupakan
adanya gerak-gerak motorik aneh yang diulang-ulang. Untuk meningkatkan
perilaku anak autis ke arah yang lebih positif diberikan perlakuan dengan cara: 1)
mempelajari cara untuk anak autis bereaksi terhadap suatu rangsangan dan apa
yang terjadi sebagai akibat dari reaksi spesifik tersebut; 2) membangun
kemampuan yang secara sosial tidak dimiliki; 3) mengajarkan anak belajar dari
lingkungan normal, merespon lingkungan, dan mengajarkan perilaku yang sesuai
agar anak dapat membedakan berbagai hal tertentu dari berbagai macam
rangsangan (Prasetyono, 2008: 148).
2. Interaksi Sosial
Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu
manusia dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki kelakuakn individu yang lain atau sebaliknya. Interaksi sosial dapat
terjadi apabila dua individu antar kelompok terdapat kontak sosial dan
komunikasi. Syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial dan
komunikasi. Kontak sosial yaitu melakukan hubungan yang berbicara dengan
orang lain. Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada
orang lain yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah, atau sikap
perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang
bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin
disampaikan (Soekanto, 2005: 1-2).
Interaksi sosial pada anak autis 1) anak mengalami kegagalan untuk
secara spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan dan melakukan sesuatu
secara bersama-sama. Untuk meningkatkan interaksi soaial anak autis kearah yang
lebih positif diberikan perlakuan: 1) anak akan menunjukkan perilaku patuh jika
pembelajaran dilakukan dengan kontak mata langsung, hal ini karena anak tidak
mungkin belajar dan memberi perhatian bila tidak ada kontak mata langsung; 2)
anak autis sulit menerima perintah secara penuh, oleh karena itu anak memerlukan
bantuan tambahan untuk melakukan keterampilan atau perilaku yang diinginkan,
meliputi: peragaan lisan, peragaan peragaan fisik, dan peragaan visual
(Prasetyono, 2008: 156-162).
3. Autis
Autis merupakan suatu gangguan perkembangan pervasif yang secara
menyeluruh mengganggu fungsi kognitif, emosi, dan psikomotorik anak.
Sedangkan menurut Kanner dalam (Safaria, 2005: 1) mendeskripsikan bahwa
gangguan autis sebagai ketidak mampuan untuk berinteraksi dengan orang lain,
gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan yang tertunda, ecolalia,
pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain yang repetitif, dan stereotipik, rute
ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di
dalam lingkungannya.
4. Model Sinektik
Menurut Joyce dan Weil (2011: 248) Model sinektik yang dirancang oleh
William J. Gordon merupakan pendekatan yang sangat menarik dan
menyenangkan dalam mengembangkan inovasi-inovasi. Elemen utama dalam
menggagas sinektik berdasarkan empat gagasan yang sekaligus juga menyaingi
pandangan-pandangan konvensional tentang kreativitas. Pertama, kreativitas
penting dalam kehidupan sehari-hari. Modelnya dirancang untuk meningkatkan
kapasitas pemecahan masalah, ekspresi, kreatif, emapti dan wawasan ke dalam
relasi-relasi sosial. Kedua, kreatif tidak selamanya misterius. Ia dapat
dideskripsikan dan ia bisa melatih siswa untuk langsung meningkatkan kreativitas
mereka. Ketiga, penemuan atau inovasi yang dianggap kreatif sama rata di semua
bidang seni, sains, teknik dan ditandai oleh proses intelektual yang sama.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan penelitian
ini antara lain:
1. Untuk mengetahui implementasi pembelajaran tari menggunakan model
sinektik.
2. Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran tari dengan menggunakan model
sinektik.
3. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan gerak dan interaksi sosial siswa
autis melalui pembelajaran tari dengan menggunakan model sinektik bagi
siswa autis.
E. Signifikansi dan Manfaat Penelitian
Signifikasi dari model sinektik untuk siswaautis untuk melihat
peningkatan kemampuan gerak dan interaksi siswa autis yang dapat diaplikasi
Sebagai bahan literatur untuk SLB Negeri Metro untuk mengatasi
permasalahan kelemahan gerak dan interaksi sosial siswa autis dengan
menerapkan model sinektik.
Sebagai literatur bagi akademisi, pengamat pendidikan, pendidik,
masyarakat yang konsen dengan SLB atau anak autis untuk pengembangan model
sinektik sebagai peningkatan kemampuan gerak dan interaksi sosial.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, dengan metode
tindakan atau action research. Tindakan dalam penelitian ini adalah menerapkan
model pembelajaran sinektik dalam pembelajaran tari untuk siswa autis. Peneliti
menggunakan nara sumber, yang dijadikan nara sumber tersebut antara lain:
Kepala Sekolah, guru seni tari, guru kelas.
1. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh
gambaran dan informasi tentang kegiatan pembelajaran siswadi dalam kelas.
Observasi juga digunakan untuk mengetahui model pembelajaran yang selama ini
digunakan oleh guru serta pendekatan atau metode yang digunakan oleh guru di
dalam kelas.
b. Wawancara
Untuk mengumpulkan data penelitian selain observasi peneliti
menggunakan wawancara berupa pertanyaan yang ditujukan kepada Kepala
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan gambaran sebelumnya
yang dibutuhkan dalam penelitian diantaranya: foto, piagam yang pernah
diperoleh, serta data-data yang ada di sekolah.
Ketiga teknik pengumpulan data ini digunakan dengan harapan dapat
saling melengkapi, sehingga diperoleh informasi yang diperlukan sesuai dengan
tujuan penelitian.
2. Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan data-data yang diharapkan dalam pengumpulan data,
peneliti menggunakan instrumen penelitian melalui:
a. Pedoman Observasi
b. Pedomana Wawancara
c. Lembar Observer
3. Pengolahan Data
Analisis data dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran pada
siswaautis yang dilakukan di dalam kelas. Analisis ini dilakukan untuk
mengetahui perubahan pada siswa autis.
4. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SLB Negeri Metro Jalan Gatot Kaca Sumbersari
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Subjek dan Lokasi Penelitian
Subjek penelitian siswa autis tingkat Sekolah Dasar Luar Biasa (SD LB)
kelas IV. Subjek penelitian terdapat tiga siswa autis yang memiliki karakter
tingkat autis rendah dan autis tingkat sedang. Siswa I masuk ke dalam
karakteristik tingkat autis ringan. Siswa II masuk ke dalam karakteristik tingkat
autis sedang. Siswa III masuk ke dalam karakteristik tingkat autis sedang.
Penelitian dilakukan di SLB Negeri Metro Jalan Raya Gatot Kaca
sumbersari Metro Selatan Kota Metro Lampung. SLB Negeri Metro merupakan
sekolah luar biasa yang terdapat tingkat sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar
Luar Biasa (SD LB) sampai tingkat Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMA
LB). Lokasi sekolah dari tingkat SD LB sampai SMA LB terdapat dalam satu
lokasi bangunan. SLB Negeri Metro terdapat asrama yang digunakan untuk siswa
yang sekolah di SLB Negeri Metro dan setiap asrama terdapat pengasuh yang
membinmbing siswa. SLB Negeri Metro terdapat lapangan olahraga yaitu
lapangan basket dan lapangan untuk bulu tangkis. SLB Negeri Metro berlokasi di
tengah pemukiman penduduk. Pemelihan SLB Negeri Metro sebagai lokasi
penelitian karena SLB Negeri Metro sering mewakili Propinsi Lampung dalam
B. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi atau pengamatan langsung dalam pengertian psikologi meliputi
kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakn seluruh
alat indera. Jadi, mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman,
pendengaran, peraba dan pengecap. Observasi dapat dilakukan dengan dua cara,
yang kemudian digunakan untuk menyebut jenis observasi yaitu: (1) observasi
non-sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan
instrumen penelitian; (2) observasi sistematis, yang dilakukan oleh pengamat
dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan. Pedoman
observasi berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan akan
diamati (Arikunto, 2010: 200).
Observasi yang dilakukan termasuk ke dalam observasi sistematis.
Observasi ini dilakukan pada bulan Januari yang merupakan observasi awal
bertujuan untuk mengetahui kondisi awal di lingkungan sekolah, kategori
siswaautis dan proses pembelajaran yang ada di dalam kelas. Pada awal observasi,
peneliti menenemui kepala sekolah untuk meminta izin secara langsung, sambil
mengamati lokasi penelitian SLB Negeri Metro. Setelah mendapatkan izin dari
kepala sekolah peneliti menemui guru seni untuk meminta izin melakukan
penelitian pada siswa autis. Setelah mendapat izin dari guru seni, kemudian guru
seni mengantarkan peneliti menemui guru kelas IV yang mengajar siswa autis.
Supaya penelitian ini mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan peneliti
Data pertama diperoleh SLB Negeri Metro adalah SLB yang
menyelenggarakan pendidikan untuk semua jenis ketunaan dan autis dari tingkat
Sekolah Dasar (SD LB) hingga SMA (SMA LB). SD LB hingga SMA LB ada
dalam satu lokasi bangunan dan mailiki asrama yang dihuni oleh peserta didik,
setiap asrama memiliki guru pembimbing atau oranngtua asuh yang sudah
ditetapkan oleh sekolah. Orangtua asuh adalah guru yang mengajar di SLB
tersebut. SLB Negeri Metro terletak jauh dari jalan raya tetapi berada
dopertengahan pemukiman penduduk dan jalan untuk menuju kesekolah tersebut
sudah baik keadaannya.
Pembelajaran seni tari belum diberikan untuk siswa autis, pembelajaran
seni tari masih diberikan untuk siswa tunagrahita dan tunarungu. Pembelajaran
seni tari belum diberikan karena pada saat itu guru seni masih harus kuliah di
Bandung untuk melanjutkan kuliah untuk jurusan pedidikan berkebutuhan khusus,
sehingga ada keterbatasan waktu yang dimiliki oleh guru. Guru yang mengajar
seni bukan lulusan dari jurusan pendidikan seni melainkan Sarjana Agama, tetapi
saat ini guru sudah melanjutkan kuliah di jurusan pendidikan berkebutuhan
khusus. Walaupun guru yang mengajar tari bukan dari lulusan jurusan seni tetapi
SLB Negeri Metro sering mendapatkan juara dalam bidang seni di tingkat
propinsi maupun tingkat nasional. Siswa autis SD LB kelas IV termasuk dalam
kategori siswa autis ringan dan autis sedang.
Pada saat peneliti masuk ke dalam kelas dari tiga siswa yang ada di dalam
kelas ketiga siswa itu memeberikan respon masing-masing. Siswa I mau menyapa
benda yang dipegangnya. Siswa II menyapa dan menceritakan hal yang baru
dilakukan dengan kata yang diulang-ulang. Siswa III hanya diam dan asyik
melakukan aktivitas mencoret-coret kerta yang ada di atas meja.
Metode pembelajaran yang digunakan pada saat peneliti masuk ke dalam
kelas adalah metode ceramah pada saat itu guru memberikan materi pembelajaran
pengembangan diri. pada saat itu guru memberikan botol kepada siswa sebagai
media yang digunakan dalam pembelajaran tersebut. Guru meminta siswa untuk
memainkan botol tersebut. Siswa memainkan dengan memukul botol dengan
botol, mengisi botol dengan batu yang kemudian dikocok-kocok ada juga yang
melakukan dengan meremas-remas botol.
Interaksi siswa dengan guru termasuk baik, siswa sudah mau bertanya dan
melakukan yang diintruksikan oleh guru. Siswa dalam bertanya walaupun belum
mau menatap mata guru. Interaksi dengan teman, siswa asyik duduk ditempatnya
masing-masing. Interaksi dengan orang lain seperti yang sudah dikemukakan di
atas. Kemampuan gerak yang teramati pada saat observasi masih sebatas
kemampuan siswa berjalan dan gerak pada saat memainkan botol plastik. Siswa
mampu melakukan dengan baik.
2. Wawancara
Wawancara atau interviu adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara
(interviewer). Wawancara dilakukan peneliti untuk menilai keadaan seseorang.
Secara fisik wawancara dapat dibedakan atas wawancara terstruktur dan
Untuk mengumpulkan data penelitian selain observasi peneliti
menggunakan wawancara berupa pertanyaan yang ditujukan kepada Kepala
Sekolah, guru seni tari, guru kelas.
a. Kepala Sekolah, untuk mengetahui latar belakang sekolah, jenis ABK
yang ada di SLB Negeri Metro tersebut, dukungan kepala sekolah
terhadap pembelajaran seni yang ada di SLB Negeri Metro.
b. Guru seni, untuk mendapatkan informasi model, metode, media serta
tari yang diajarkan di SLB Negeri Metro
c. Guru kelas, untuk mendapatkan informasi model, metode, media yang
digunakan dalam pembelajaran untuk siswa autis, interaksi sosial
siswa autis, serta kemampuan gerak siswa autis.
3. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang
tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki
benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen,
catatan harian (Arikunto, 2010: 201).
Penelitain ini menggunakan dokumentasi untuk memberikan kejelasan
mengenai hasil dari penelitian yang berkaitan dengan proses pembelajaran dalam
bentuk video dan foto, serta data-data yang ada disekolah yang berkaitan dengan
siswa autis SD LB kelas IV untuk medukung hasil pengamatan peneliti.
4. Lembar Observasi
Lembar observasi merupakan alat bantu yang digunakan oleh pengamat
berlangsung. Observer yang ditunjuk dalam penelitian ini adalah guru kelas selain
menggunakan observer peneliti juga menggunakan rekaman video dan
dokumentasi berupa foto. Hal-hal yang diamati oleh observer selama proses
pembelajaran berlangsung adalah sebagai berikut:
1. Tatapan mata saat berbicara dengan teman dan guru
2. Interaksi dengan teman saat pembelajaran berlangsung
3. Interaksi siswa dengan guru pada saat pembelajaran berlangsung
4. Koordinasi gerak antara bagian-bagian tubuh kepala, tangan, dan badan
5. Kesesuaian gerak yang dilakukan oleh siswa dengan intruksi guru
6. Metode, media dan materi yang diberikan oleh guru
7. Stimulus yang digunakan.
Hasil dari catatan observer akan dipaparkan pada BAB IV dan lembar observasi
akan ada pada lampiran.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
penelitian kaji tindak atau action research. Kaji tindak dalam penelitian ini adalah
mengkaji model pembelajaran yang selama ini digunakan dalam pembelajaran tari
di Sekolah Luar Biasa. Selanjutnya tindakannya adalah menerapkan model
pembelajaran sinektik dalam pembelajaran tari di Sekolah Luar Biasa untuk siswa
autis.
Sukmadinata mengatakan perkembangan penelitian tindakan diawali oleh
karya Kurt Lewin pada awal tahun 1940an. Lewin menyimpulkan bahwa
pengembangan kekuatan berpikir reflektif, diskusi, penentuan keputusan dan
tindakan oleh orang-orang biasa, berpartisipasi dalam penelitian kolektif dalam
mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam kegiatannya.
Pengembangan lebih lanjut dilakukan di Amerika Serikat dalam penerapan
konsep pendidikan oleh John Dewey ( Sukmadinata, 2007: 142).
Alwasilah (2010: 63) menjelaskan kaji tindak atau action research artinya
ada kajian dan ada tindakan. Kata action sengaja dipilih, bukan behavior, karena
bagi peneliti kualitatif, yang diteliti adalah tindakan sosial bukan perilaku manusia
yang lazim diteliti oleh peneliti psikologi tingkah laku. Dalam penelitian
kualitatif, action diasumsikan memiliki sifat-sifat purposif, intensional, dan
berorientasi tujuan. Action research selanjutnya diadaptasi oleh berbagai bidang,
terutama pendidikan.
Menurut Arikunto (2010: 129) penelitian tindakan adalah penelitian
tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau kelompok sasaran dan hasilnya
langsung dapat dikenakan dalam masyarakat yang bersangkutan. Ciri atau
karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan
kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian tindakan
adalah salah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata
dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang “dicoba sambil jalan” dalam
mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang
terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu sama lain.
Arikunto (2010: 129-130) menjelaskan penelitian tindakan yang dilakukan
1. Permaslahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteris, yaitu benar-benar nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani serta berada dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan.
2. Kegiatan peneliti, baik intervensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak boleh sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama.
3. Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efesien, artinya terpilih dengan tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, dan, dan tenaga.
4. Metodologi yang digunakan harus jelas, rinci dan terbuka, setiap langkah dan tindakan dirumuskan dengan tegas sehingga orang berminat terhadap penelitian tersebut dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya. 5. Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang
berkelanjutan (on-going), mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan terhadap kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti tetapi menjadi tantangan sepanjang waktu.
Model yang dikembangkan oleh Kurt Lewin menurut Arikunto (2010)
didasarkan atas konsep pokok bahwa penelitian tindakan terdiri dari empat
komponen pokok yang juga menunjukkan langkah, yaitu:
1. Perencanaan atau planning
2. Tindakan atau acting
3. Pengamatan atau observing
4. Refleksi atau reflecting
Hubungan antara keempat komponen tersebut menunjukkan sebuah siklus atau
kegiatan berulang. “Siklus” inilah yang sebetulnya menjadi salah satu ciri utama
dari penelitian tindakan, yaitu bahwa penelitian tindakan harus dilaksanakan
dalam bentuk siklus, bukan hanya satu kali intervensi saja.
Madya (2009) gagasan sentral penelitian partisipan ini adalah bahwa orang
yang akan melakukan tindakan harus juga terlibat dalam proses penelitian dari
awal. Dengan demikian, mereka itu tidak hanya menyadari perlunya
melaksanakan program tindakan tertentu, tetapi secara jiwa raga akan terlibat
rekomendasi tindakan untuk mengubah situasi cenderung mendorong tibulnya
ketidakamanan, agresi dan rasionalisasi daripada kecenderungan untuk
mendorong adanya perubahan yang diharapkan.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan yang termasuk
dalam penelitian tindakan kolaborasi atau partisipan karena dalam penelitian,
peneliti tidak melakukan proses penelitian tidak sendiri dan peneliti terlibat dalam
penelitian tersebut, akan tetapi peniliti bersama dengan guru kelas pada saat
proses pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas. Selama penelitian, peneliti
menjadi praktikan atau guru yang memberikan pembelajaran secara langsung
kepada peserta didik, sedangkan guru kelas menjadi pengamat atau observer yang
membantu mencacat selama proses pembelajaran dan rekan diskusi pada saat
melakukan refleksi.
Siklus yang diberikan dalam proses pembelajaran tari yang menggunakan
Gambar 1. 1 Mekanisme Kerja Penelitian Tindakan/ Action Research
Siklus Pertama (Arikunto, 2010)
a. Siklus Pertama
1. Tahap 1: Perencanaan/ Planning .
Pada tahap perencanaan peneliti membuat sebuah rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang di dalamnya terdapat tujuan pembelajaran, materi yang
diberikan, metode pembelajaran yang digunakan dan tahap-tahap pelaksanaan
pembelajaran serta sistem evaluasi yang digunakan, penjabaran yang lebih rinci
dipaparkan pada bab IV. Siswa autis yang ada di dalam kelas memiliki tingkat
keuatisan yang berbeda dan memiliki karakter yang berbeda antara siswa yang
satu dengan siswa yang lain. Siklus pertama rencana pelaksanaan pembelajaran
yang dibuat masih umum untuk semua siswa autis yang ada di dalam kelas
Rencana peleksanaan pembelajaran dibikin oleh peneliti dalam siklus
pertama peneliti membuat tiga rancangan rencana pelaksaan pembelajaran, dalam
satu rencana pelaksaan pembelajaran 40 menit. pelaksanaan pembelajaran
dilakukan di dalam kelas.
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertama
Rencana pelaksanaan pembelajaran yang pertama tujuan pembelajarannya
adalah siswa mampu membuat dan memperagakan lintasan, materi yang diberikan
adalah unsur tari yaitu unsur ruang dengan memberikan materi lintasan yang
menerapkan langkah kaki dari hasil stimulus melihat vidoe lebah. Metode
pembelajaran yang digunakan adalah ceramah dan coxtectual teaching learning
(CTL). Langkah-langkah pembelajarannya dibagi menjadi tiga tahapan yaitu:
tahap awal, tahap inti, dan tahap penutup.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses
pembelajaran yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi,
deskripsi dan empati. Selama proses pembelajaran di dalam kelas yang terjadi
pada siswa dilihat dan dicacat secara teliti.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kedua
Rencana pelaksanaan pembelajaran yang kedua tujuan pembelajaran
adalah siswa mampu membuat dan memperagakan lintasan dengan langkah kaki
dan ditambah dengan gerak kepala. Materi yang diberikan adalah lintasan dengan
langkah kaki dan gerak kepala, siswa menggerakkan kepala dari hasil stimulus
melihat video lebah. Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah, CTL
yaitu: tahap awal, tahap inti dan tahap penutup. Sistem evaluasi yang digunakan
adalah pengamatan yang melihat interaksi sosial, kemampuan gerak, analogi,
deskripsi dan empati.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses
pembelajaran yang melihat interaksi sosial peserta didik, kemempuan gerak,
analogi, deskripsi dan empati. Selama proses pembelajaran di dalam kelas yang
terjadi pada siswa dilihat dan dicacat secara teliti.
c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Ketiga
Rencana pelaksanaan pembelajaran yang ketiga tujuan pembelajaran siswa
mampu membuat dan memperagakan unsur flowing dalam unsur tenaga. Materi
yang diberikan adalah flowing berupa gerak tangan dari stimulus melihat video
lebah. Metode pembelajaran yang digunakan metode kreatif, metode ceramah,
metode CTL dan metode kooperatif. Langkah-langkah pembelajaran terdiri dari
tiga tahap yaitu: tahap awal, tahap inti dan tahap penutup.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan interaksi sosial,
kemampuan gerak, kooperatif, deskripsi, analogi, empati dan kreasi menyusun
gerak.
2. Tahap 2: Perlakuan/ Acting.
a. Renacana Pelaksanaan Pembelajaran Pertama
Pada tahap perlakuan adalah melaksanakan perencaan yang telah disusun.
Pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang pertama diberikan dalam waktu 40
menit. Pelaksanaan dilakukan di dalam kelas. Pada tahap awal peneliti membuka
tari sudah diberikan di dalam kelas dan apakah siswa pernah belajar tari diluar
pembelajaran di dalam kelas. Siswa I menjawab belum pernah belajar tari di
dalam kelas tetapi siswa mengatakan bisa menari. Siswa II menjawab belajar tari
belajar tari. Siswa III hanya diam dan menunduk. Peneliti kemudian
mengkondisikan kelas dengan cara melakukan pemanasan dengan melakukan
gerak secara bersama-sama. Selanjutnya peneliti bertanya kepada siswa tentang
binatang yang kehidupannya berkelompok pada tahap ini guru menggunakan
metode ceramah dan CTL. Guru menjelaskan pembelajaran yang akan dilakukan
pada pertemuan pertama pada tahap ini guru menggunakan metode ceramah.
Tahap inti peneliti menjelaskan pembelajaran yang akan dilakukan secara
bersama-sama yaitu pembelajaran yang menggunakan media pembelajaran video
binatang lebah yang kemudian siswa diminta untuk beranalogi dengan
menggunakan hasil melihat video lebah. Setelah melihat video lebah siswa
diminta untuk mengungkapkan bagaimana arah binatang lebah terbang. Siswa
diminta untuk beranalogi menjadi binatang lebah kemudian siswa diberikan waktu
untuk bereksplorasi membuat gerak langkah kaki membuat lintasan dari arah
binatang lebah yang ada dalam video lebah yang telah disaksikan. Siswa
bereksplorasi membuat lintasan dengan langkah kaki, siswa melakukan eksplorasi
secara individu dan kemudian diminta untuk melakukan secara bersama-sama.
Tahap penutup siswa diminta untuk berlatih gerak dari hasil eksplorasi
yang telah dilakukan. Siswa setelah berlatih peneliti meminta kepada siswa untuk
menjelaskan lintasan yang telah dibuat oleh siswa secara lisan. Siswa mencoba
menjelaskan siswa diminta untuk memperlihatkan lintasan yang telah dibuat
secara bersama-sama.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses
pembelajaran yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi,
deskripsi dan empati. Selama proses pembelajaran di dalam kelas yang terjadi
pada siswa dilihat dan dicacat secara teliti.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kedua
Rencana pelaksanaan pembelajaran yang kedua dilaksnakan selama 40
menit pelaksanaan dilakukan di dalam kelas. Pada tahap awal peneliti membuka
pembelajaran dengan salam, kemudian peneliti mengajak siswa untuk melakukan
pemanasan yaitu dengan melakukan gerak secara bersama-sama. Setelah
melakukan pemanasan siswa diminta untuk mengulang kembali gerak hasil
eksplorasi pada pertemuan pertama. Siswa melakukan gerak yang telah dilakukan
pada tahap eksplorasi pada petemuan pertama.
Tahap inti siswa diminta untuk beranalogi menjadi binatang lebah dari
hasil menyaksikan video lebah yang telah diputar pada pertemuan pertama. Siswa
diminta untuk beranalogi personal menjadi binatang lebah. Siswa melakukan
analogi. Setelah beranalogi siswa diminta untuk bereksplorasi membuat gerak
kepala dari hasil beranalogi menjadi binatang lebah. Siswa diberi kesempatan
untuk bereksplorasi membuat gerak kepala dari hasil beranalogi. Setelah
beresplorasi siswa diminta untuk memperlihatkan hasil eksplorasi membuat gerak.
siswa memperlihatkan hasil eksplorasi gerak kepala yang telah dibuat oleh siswa.
menggabungkan hasil eksplorasi yang dilakukan pada tahap kedua. Tahap ini
dinamakan kreasi yaitu menyusun hasil gerak pada pertemuan pertama dan
perteuan kedua. Siswa diberi kesempatan untuk melakukan kreasi dengan
bimbingan peneliti. Tahap kreasi dilakukan secara bersama-sama atau kelompok
kecil.
Tahap penutup siswa diminta untuk berlatih hasil kreasi yang dibuat oleh
siswa dengan bimbingan peneliti. Siswa berlatih secara bersama-sama dengan
bimbingan peneliti. Selanjutnya peneliti memberikan suatu penjelasan tentang
unsur-unsur tari yang telah dipelajari pada proses pembelajaran.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses
pembelajaran yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi,
deskripsi dan empati. Selama proses pembelajaran di dalam kelas yang terjadi
pada siswa dilihat dan dicatat secara teliti.
c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Ketiga
Rencana pelaksanaan pembelajaran ketiga dilakuakan selama 40 menit
dilakukan di dalam kelas. Tahap awal peneliti membuka pembelajaran dengan
salam, kemudian melakukan pemanasan secara bersama-sama. Siswa diminta
untuk mengulang gerak yang telah dibuat oleh siswa pada pertemuan kedua.
Peneliti menjelaskan pembelajaran yang akan dilakukan pada proses pembelajaran
yang akan dilakukan secara bersama-sama.
Tahap inti siswa diminta untuk beranalogi langsung, analogi langsung
yang dilakukan oleh siswa adalah membandingkan bintang lebah dengan binatang
hasil analogi yang dilakukan oleh siswa. Siswa melakukan eksplorasi membuat
gerak terbang dengan mengepakkan kedua tangan. Siswa setelah bereksplorasi
dengan membuat gerak terbang siswa diminta untuk berkreasi yaitu
menggabungkan gerak pada pertemuan pertama, kedua dan pertemuan ketiga.
Proses kreasi dibimbing oleh peneliti. Siswa diberi kesempatan untuk melakukan
proses kreasi secara individu dan bersama-sama dengan bantuan peneliti.
Tahap penutup, pada tahap penutup siswa diberi kesempatan untuk
melakukan latihan gerak hasil kreasi yang dibuat oleh siswa. Siswa
mempresentasikan hasil kreasi walaupun presentasi masih harus dengan
bimbingan oleh peneliti.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan interaksi sosial,
kemampuan gerak, kooperatif, deskripsi, analogi, empati dan kreasi menyusun
gerak.
3. Tahap 3: Pengamatan,
Tahap pengamatan, pelaksanaan pengamatan oleh guru kelas. Pada saat
pengamatan pengamat mencacat apa yang sedang terjadi. Pengamatan dalam
penelitian ini dilakukan oleh pengamat yaitu guru kelas, serta menggunakan
bantuan rekaman video dan foto yang berfungsi untuk melihat kembali proses
pembelajaran dan hal-hal yang tercacat oleh pengamat. Pengamatan dilakukan
secara pengamatan siswa secara individu dan pengamatan siswa secara kelompok.
Dalam melakukan pengamatan pengamat memcacat hal-hal yang terjadi dalam
proses pembelajaran dalam lembar observasi. Hal-hal yang diamati dalam proses
a. Tatapan mata saat berbicara dengan teman dan peneliti
Pada saat berbicara siswa I sudah menunjukkan adanya tatapan mata
dengan lawan bicara. Siswa II belum menunjukkan tatapan mata pada saat
berbicara dengan teman atau dengan peneliti. Siswa II ketika diajak bicara
menjawab namun kadang masih asyik dengan benda yang sedang dimainkan.
Tetapi pada saat proses pembelajaran dengan melakukan pendekatan ketika diajak
berbicara siswa II mulai mau menatap mata dan tidak lagi asyik bermain dengan
benda yang sedang dipegang. Siswa III ketika bicara masih menunduk dan
mengikuti apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya, akan tetapi apabila
diingatkan siswa III mau mengangkat kepala dan mencoba untuk mengangkat
kepala pada saat berbicara.
b. Interaksi dengan teman saat pembelajaran berlangsung
Pada saat pembelajaran di dalam kelas siswa bersama dengan teman
menyaksikan video lebah yang diputar. Pada saat melakukan pemanasan siswa
melakukan pemanasan secara bersama-sama antara siswa dan peneliti. Siswa I
kadang mengingatkan teman dengan cara menyuruh teman untuk melakukan
eksplorasi yang diintruksikan oleh peneliti. Siswa II dan siswa III ketika
diingatkan oleh siswa I mereka melakukan eksplorasi yang diintruksikan oleh
peneliti. Siswa melakukan eksplorasi secara bersama-sama.
c. Interaksi siswa dengan peneliti pada saat pembelajaran berlangsung
Ketika siswa diminta oleh siswa melakukan intruksi yang diberikan oleh
peneliti siswa melakukan intruksi yang diberikan. Siswa kadang bertanya kepada
melakukan penolakan ketika peneliti mencoba mendekati siswa untuk
membimbing pada saat proses pembelajaran. Siswa I ketika berbicara dengan
peneliti dengan manatap mata, siswa II pada saat berbicara atau ketika ditanya dan
menjawab pertanyaan belum mau menatap mata peneliti, siswa III ketika diajak
bicara atau ditanya ketika menjawab masih menunduh dan kadang menirukan
perkataan peneliti tetapi apabila diingatkan siswa III mau mengangkat kepala dan
mencoba menatap mata peneliti.
d. Koordinasi gerak antara bagian-bagian tubuh kepala, tangan, dan kaki
Pada saat melakukan pemanasan bersama, siswa I mampu menggerakkan
kepala, tangan, dan kaki ketika ketiganya digerakkan secara bersama siswa I
mampu melakukannya. Siswa II mampu menggerakkan kepala, tangan, dan kaki.
Pada saat ketiganya digerakkan secara bersama siswa II mengalami kesulitan
dalam hal keseimbangan badan namun ketika proses pembelajaran dengan latihan
dan bimbingan siswa mulai mampu belajar keseimbangan dari gerak koordinasi
ketiga bagian tubuh. Siswa III mamapu melakukan gerak kepala, tangan, dan kaki,
dalam melakukan gerak siswa III harus dalam bimbingan peneliti secara
berlahan-lahan. Pada saat ketiga digerakkan secara bersama siswa III mengalami kesulitan
dalam hal koordinasi tubuh.
e. Stimulus yang digunakan.
Pada proses pembelajrn stimulus yang digunakan dengan menggunakan
video yang menanyangkan tentang lebah. Penggunaan stimulus tersebut bertujuan
untuk memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan analogi dan
f. Analogi yang dilakukan oleh siswa
Siswa melakukan analogi secara personal dan analogi langsung yang
dilakukan pada saat proses pembelajaran di dalam kelas. Analogi yang dilakukan
untuk membantu siswa untuk melakukan eksplorasi mencari gerak yaitu gerak
kaki, kepala dan tangan. Siswa I mampu melakukan analogi pesersonal dan
analogi langsung. Siswa II mampu melakukan analogi dengan bimbingan dan
arahan dari peneliti. Siswa III dalam malakukan analogi harus dibimbing dan
dibantu oleh peneliti.
g. Deskripsi yang dikemukan oleh siswa
Siswa I mengungkapkan deskripsi tentang binatang yang kehidupannya
berkelompok adalah burung. Siswa I mengungkapan lebah binatang yang
berkelompok dan kadang ada dirumah, lebah binatang yang bisa terbang dan
menghasilkan madu. Siswa II dibantu dengan peneliti mencoba mengungkapkan
binatang yang hidupnya berkelompok burung. Lebah adalah binatang yang bisa
terbang dan kelompok. Siswa III mengalami kesulitan pada saat mendeskripsikan
tentang binatang yang kehidupannya berkelompok dan tentang lebah, namun
ketika peneliti membing dan mengarahkan secara berlahan-lahan siswa mulai
mengungkapkan binatang yang berkelompok adalah burung dan lebah binatang
yang terbang.
h. Kreasi atau menyusunan gerak yang dilakukan oleh siswa
Siswa menyusun gerak dari hasil eksplorasi yang dilakukan secara
kaki, dan gerak tangan. Dalam menyusun gerak siswa bersama dengan
teman-teman dan dengan bimbingan peneliti.
4. Tahap 4: Refleksi,
Tahap refleksi yaitu kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang
sudah terjadi. Pada tahap refleksi ini peneliti mendiskusikan apa yang sudat terjadi
dalam proses pembelajaran dengan pengamat. Diskusi dilakukan setelah proses
pembelajaran selesai proses refleksi dilakukan di dalam kelas. Pengamat
memberikan masukan kepada peneliti. Pengamat memberikan masukan pada
peneliti untuk melakukan pendekatan kepada siswa secara individu pada saat
pembelajaran berlangsung. Pendekatan individu yaitu mendekati siswa yang
mengalami kesulitan pada saat proses pembelajaran di dalam kelas. Pada saat
pembelajaran siklus pertama selesai guru kelas berdasarkan hasil diskusi dan
pengamatan guru kelas selama proses pembelajaran. Pengamat memberikan
masukan yaitu menggunakan media boneka atau media gambar bercerita. Pada
dasarnya siswa menyukai suatu bentuk yang nyata yaitu boneka dan suatu gambar
sehingga dalam beranalogi siswa akan lebih mudah dan pada saat
mendeskripsikan siswa akan lebih terbantu.
Siklus yang diberikan dalam proses pembelajaran tari yang menggunakan
Gambar 1. 2 Mekanisme Kerja Penelitian Tindakan/ Action Research
Siklus Kedua (Arikunto, 2010)
b. Siklus Kedua
1. Tahap I Perencanaan / Planning
Pada tahap perencanaan peneliti membuat sebuah rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang di dalamnya terdapat tujuan pembelajaran, materi yang
diberikan, metode pembelajaran yang digunakan dan tahap-tahap pelaksanaan
pembelajaran serta sistem evaluasi yang digunakan, penjabaran yang lebih jelas
dipaparkan pada bab IV. Siswa autis yang ada di dalam kelas memiliki tingkat
autis yang berbeda dan memiliki karakter yang berbeda antara siswa yang satu
dengan siswa yang lain. Siklus kedua rencana pelaksanaan pembelajaran yang
dibuat masih umum untuk semua siswa autis yang ada di dalam kelas tersebut.
satu rencana pelaksaan pembelajaran 40 menit. pelaksanaan pembelajaran
dilakukan di dalam kelas.
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertama
Rencana pelaksanaan pembelajaran yang pertama tujuan pembelajarannya
adalah siswa mampu membuat dan memperagakan lintasan, materi yang diberikan
adalah unsur tari yaitu unsur ruang dengan memberikan materi lintasan yang
menerapkan langkah kaki dari hasil dengan menggunakan media boneka. Dengan
menggunakan boneka siswa diminta untuk beranalogi personal dan analogi
langsung. Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah coxtectual
teaching learning (CTL) dan metode kreatif. Langkah-langkah pembelajarannya
dibagi menjadi tiga tahapan yaitu: tahap awal, tahap inti, dan tahap penutup.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses pembelajaran
yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi, deskripsi dan
empati.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kedua
Rencana pelaksanaan pembelajarn yang kedua tujuan pembelajarannya
adalah siswa mampu membuat dan memperagakan unsur tenaga yaitu flowing
yang menerapakan gerak kepala dan gerak tangan menggunakan media gambar
bercerita tentang binatang lebah. Setelah dieksplorasi siswa berkreasi untuk
dipresentasikan. Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah,
contextual teaching learming (CTL). Metode cooperative learning dan metode
pembelajaran yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi,
deskripsi dan empati.
2. Tahap II Perlakuan /Acting
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertama
Pada tahap perlakuan adalah melaksanakan perencaan yang telah disusun.
Pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang pertama diberikan dalam waktu 40
menit. Pelaksanaan dilakukan di dalam kelas. Pada tahap awal peneliti membuka
pembelajaran dengan salam, kemudian melakukan pemanasan dengan melakukan
gerak secara bersama-sama dengan peserta didik. Setelah melakukan pemanasan
peneliti menjelaskan kepada siswa pembelajaran yang akan dilakukan secara
bersama-sama.
Tahap inti, peneliti meinta kepada siswa untuk melakukan analogi
langsung yaitu mejadi boneka yang berukuran besar dan boneka yang berukuran
kecil. Peneliti meminta kepada siswa bagaimana ketika menjadi boneka yang
besar dan bagaimana ketika menjadi boneka yang berukuran lebih kecil. Peneliti
bertanya kepada siswa bagaimana kalo menjadi boneka kecil, siswa menjawab
akalo boneka kecil geraknya kecil-kecil tapi cepat. Sedangkan apabila boneka
besar geraknya lebar dan lambat. Setelah siswa melakukan analogi langsung,
peneliti meminta kepada siswa untuk melakukan eksplorasi, melalui analogi yang
telah dilakukan oleh siswa. Peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk
melakukan eksplorasi. Siswa melakukan eksplorasi gerak kaki yaitu dengan jalan
kaki ditempat. siswa melakukan langkah kaki berdua dengan siswa yang lain
mencoba menunjukkan gerak kepada peneliti, kaki ditempat yang diikuti dengan
gerak tangan yang melambai dengan memegang boneka.
Tahap penutup, pada tahap penutup siswa melakukan latihan gerak
bersama dengan teman di dalam kelas. Siswa melakukan gerak di depan peneliti.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses pembelajaran
yang melihat interaksi sosial sosial, kemempuan gerak, analogi, deskripsi dan
empati.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kedua
Renacan pelaksaan pembelajaran yang kedua dilakukan selama 40 menit
di dalam kelas. Tahap awal, peneliti membuka pembelajaran dengan salam. Siswa
meminta kepada peneliti untuk menggambar binatang lebah, sambil menggambar
peneliti bertanya kepada siswa tentang binatang yang kehidupannya berkelompok.
Siswa menjawab binatang yang hidupnya berkelompok adalah burung, dan ular.
Tahap inti, peneliti membagikan buku yang bergambarkan binatang lebah,
setelah siswa melihat gambar lebah peneliti membacakan cerita tentang binatang
lebah. Siswa mendengarkan cerita yang sedang dibicarakan oleh peneliti, siswa
mendengarkan sambil duduk ditempat duduk masing-masing. Setelah
mendengarkan cerita siswa diminta untuk beranalogi personal. Siswa diminta
untuk beranalogi menjadi binatang lebah yang dilihat di dalam gambar dan dari
cerita yang disampaikan oleh peneliti. Siswa menunjukkan gerak yang dibuat oleh
siswa dari hasil melihat gambar dan mendengarkan cerita. Siswa I mengajak
teman-temannya untuk melakukan gerak, siswa II dan siswa III melakukan gerak
ditempat tetapi dilakukan dengan siswa jonggkok dan melopat-lompat. Gerakan
tersebut dilakukan secara bersma-sama.
Tahap penutup siswa melakukan presentasi di dalam kelas secara
bersama-sama. Siswa melakukan gerak langkah kaki, gerak kepala dan gerak tangan.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses pembelajaran
yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi, deskripsi dan
empati.
3. Tahap 3: Pengamatan,
Tahap pengamatan, pelaksanaan pengamatan oleh pengamat. Pada saat
pengamatan pengamat mencacat apa yang sedang terjadi. Pengamatan dalam
penelitian ini dilakukan oleh pengamat yaitu guru kelas, serta menggunakan
bantuan rekaman video dan foto yang berfungsi untuk melihat kembali proses
pembelajaran dan hal-hal yang tercacat oleh pengamat. Pengamatan dilakukan
secara pengamatan siswa secara individu dan pengamatan siswa secara kelompok.
Dalam melakukan pengamatan pengamat memcacat hal-hal yang terjadi dalam
proses pembelajaran dalam lembar observasi. Hal-hal yang diamati dalam proses
pembelajaran adalah
a. Tatapan mata saat berbicara dengan teman dan guru
Siswa I ketika berbicara sudah menunjukkan tatapan mata dengan lawan
bicaranya. Siswa II sudah mulai menunjukkan tatapan mata pada saat berbicara
walaupun hanya dalam waktu yang sebentar. Siswa III ketika diingatkan sudah
mulai mau mengangkat kepala dan mulai mau melihat mata lawan bicara
b. Interaksi dengan teman saat pembelajaran berlangsung
Siswa pada saat proses eksplorasi dilakukan bersama dengan
teman-temannya. Siswa I sudah mau mengajak teman untuk melakukan gerak bersama
dengan teman, cara menganjaknya yaitu dengan kata-kata dan menyentuh
temannya untuk mengajak melakukan gerak bersama. Siswa I dan siswa II
melakukan gerak bersama secara berhadapan. Siswa II ketika diajak oleh siswa I
untuk melakukan gerak bersama siswa II mau, yaitu siswa II dan siswa I
melakukan gerak bersama dengan arah berhadapan. Siswa III ketika diminta untuk
melakukan gerak bersama siswa mau melakukan bersama walaupun masih sering
dengan kepala menunduk.
c. Interaksi siswa dengan peneliti pada saat pembelajaran berlangsung
Siswa ketika dalam proses pembelajaran sudah mulai mau bertanya
kepada peneliti. Siswa I selalu bertanya apabila ada hal-hal yang baru yang
dibawa oleh peneliti, siswa mau melakukan tatapan mata pada saat berbicara dan
mau menjawab apabila diberi pertanyaan. Siswa II sudah mau apabila diminta
untuk melakukan gerak dengan teman, ketika ditanya siswa mencoba untuk
menjawab walaupun masih dalam bimbingan peneliti dan sudah mulai mau
menatap mata peneliti walaupun hanya sebentar, dan kebiasaan mengamuk
tiba-tiba sudah tidak dilakukan lagi oleh peserta didik. Siswa III untuk mengangkat
kepala dan manatap mata pada saat berbicara masih harus diingatkan, tetapi siswa
III sudah mau menjawab apabila ditanya dan kadang siswa III mulai bertanya
d. Koordinasi gerak antara bagian-bagian tubuh kepala, tangan, dan kaki
Siswa I mampu melakukan gerak kepala, tangan dan kaki dan mampu
melakukan gerak tersebut secara bersamaam atau secara koordinasi gerak siswa I
mampu melakukannya. Siswa II mampu melakukan gerak kepala, tangan dan
kaki. Siswa II sudah mulai mampu melakukan ketiga gerak tersebut secara
bersamaan, walaupun dalam melakukan gerak masih dalam bimbingan peneliti.
Siswa III sudah mampu melakukan gerak kepala, tangan, dan kaki, siswa
walaupun masih dalam bimbingan peneliti sudah mulai mampu melakukan gerak
tersebut secara bersamaan.
e. Stimulus yang digunakan.
Stimulus yang digunakan adalah dengan menggunakan boneka yang
berukuran besar dan berukuran kecil dan menggunakan gambar yang bercerita
tentang binatang lebah.
f. Analogi yang dilakukan oleh siswa
Analogi yang digunakan adalah analogi langsung dan analogi personal.
Analogi langsung yaitu menggunakan boneka yang berukuran bersar dan
berukuran kecil. Analogi personal menggunakan gambar yang bercerita.
g. Deskripsi yang dikemukan oleh peserta didik
Siswa I mendeskripkan gerak apabila boneka yang digunakan boneka kecil
gerak tangannya kecil dan apabila boneka yang digunakan besar geraknya lebar.
Pada saat menggunakan gambar bercerita siswa mengungkapkan lebah yang
sedang membuat madu. Siswa II ketika diminta untuk mendeskripsikan siswa II
II belajar untuk mengungkapakan, dan dari gambar bercerita siswa II dengan
bantuan peneliti siswa II belajar untuk mendeskripsikan. Siswa III dalam
mengungkapkan pendapat harus selalu dibimbing oleh peneliti, tetapi siswa III
mencoba untuk mengungkapakan pendapatnya.
h. Kreasi atau menyusunan gerak yang dilakukan oleh siswa
Siswa dalam menyusun gerak secara bersama-sama dan dalam bimbingan
peneliti. Siswa membuat gerak jalan kaki ditempat dan mengepakkan kedua
tangan. Siswa I menyususn gerak jalan ditemapat dan mengepakkan kedua tangan.
Siswa II menyusun gerak bersama dengan siswa I yaitu berjalan ditemapat dan
mengepakkan tangan. Siswa III dalam menyusun gerak mengikuti siswa I dan
siswa II.
4. Tahap 4: Refleksi,
Tahap refleksi yaitu kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang
sudah terjadi. Pada tahap refleksi ini peneliti mendiskusikan apa yang sudat terjadi
dalam proses pembelajaran dengan pengamat. Pengamat memberikan masukan
pada peneiti setelah proses pembelajaran sudah selesai pengamat memberikan
masukan untuk melakukan proses pembelajaran yang menggunakan model
sinektik tidak hanya untuk kepentingan penelitian akan tetapi model pembelajaran
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Bab V ini merupakan kesimpulan dari peningkatan kemampuan gerak dan
interaksi sosial bagi peserta didik autis melalui pembelajaran tari berbasis model
sinektik. Bab ini akan menguraikan jawaban dari ketiga pertanyaan penelitian
yang diajukan.
1. Implementasi pembelajaran tari berbasis model sinektik untuk peserta didik
autis tingkat Sekolah Dasar (SD) yang termasuk dalam kategori peserta didik
dengan tingkat keautisan ringan dan tingkat keautisan sedang. Implementasi
pembelajaran diterapkan dalam dua siklus. Pada siklus pertama rencana
pelaksanaan pembelajaran diterapkan dalam tiga kali rencana pembelajaran.
Siklus kedua rencana pelaksanaan pembelajaran diterapkan dalam dua kali
rencana pelaksaan pembelajaran. Metode pembelajaran kreatif, contextual
teaching and learning, dan kooperatif learning. Materi pembelajaran yang
diberikan adalah salah satu unsur yang ada di dalam unsur-unsur pembelajaran
tari yaitu unsur tenaga dan unsur ruang. Evaluasi yang digunakan dalam
pembelajaran adalah evaluasi yang dilihat selama proses pembelajaran yaitu
dengan menggunakan lembar observer atau lembar pengamatan. Pada siklus
pertama stimulus yang digunakan menggunakan video binatang lebah. Pada
siklus pertama, pertemuan pertama peserta didik melakukan analogi personal
yaitu peserta didik menirukan arah terbang binatang lebah dengan
analogi personal yaitu peserta didik menirukan gerak kepala lebah dengan
menggunakan gerak kepala peserta didik. Pertemuan ketiga peserta didik
menggunakan analogi langsung yaitu peserta didik membandingkan gerak
terbang lebah dan gerak terbang burung dengan menggunakan gerak kedua
tangan peserta didik. Siklus kedua, pertemuan pertama stimulus yang
digunakan boneka dan pertemuan kedua stimulus yang digunakan cerita
bergambar tentang binatang lebah. Pertemuan pertama peserta didik
melakukan nalogi langsung menggunakan boneka yang berukuran besar dan
berukuran kecil, peserta didik membuat gerak kaki, kepala, dan tangan.
Pertemuan kedua peserta didik melakukan analogi personal menjadi binatang
lebah dari stimulus buku cerita bergambar.
1
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. (2010). Pokoknya Action Research. Bandung: PT Kiblat
Buku Utama.
Annisa, Prasasti S. Rd. (2010). Pembelajaran Piano Bagi Siswa Tunanetra Dengan Kecenderungan Sindrom Asperger dan ADHD Usia 9-13
Tahun Oleh Guru Tunanetra. Tesis untuk meraih derajat S-2 Program
Studi Pendidikan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Ariswati, Ida. (2010). Pembelajaran Seni Tari Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Studi Kasus di SLB B Budi Nurani Kota Suka Bumi. Tesis untuk meraih
derajat S-2 Program Studi Pendidikan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.
Delphie, Bandi. (2009). Pendidikan Anak Autis. Sleman: KTSP.
Giyartini, Rosarina. (2008). “Tari Kreatif: Konsep Pembelajarannya di Sekolah
Dasar (Dari Anak, Oleh Anak, dan Untuk Anak)”, dalam Pendidikan
Seni dan Perubahan Sosial Budaya. Bandung: Prodi Seni Sekolah
Pascasarjana UPI.
Haerani Reni (2012) Aplikasi Model Sinektik Dalam Pembelajaran Tari Untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Dan Kreativitas Siswa Di SD Inklusif.
Tesis untuk meraih derajat S-2 Program Studi