PERANAN SUPENI DALAM BIDANG POLITIK TAHUN 1945-1970
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Jurusan Pendidikan Sejarah
Oleh :
KHUSNA
0807003
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PERANAN SUPENI DALAM BIDANG
POLITIK TAHUN 1945-1970
Oleh
KHUSNA
Sebuah Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Khusna 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………. i
KATA PENGANTAR ………. ii
UCAPAN TERIMA KASIH ……….. iii
DAFTAR ISI ……… iv
DAFTAR GAMBAR……….………... vi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ………...….……...…1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ..……….. 6
1.3 Tujuan Penelitian…..……… 7
1.4 Manfaat Penelitian.……… 7
1.5 Metode dan Teknik Penelitian………...……… 8
1.5.1 Metode Penelitian………...………... 8
1.5.2 Teknik Penelitian……….…..………. 10 1.6 Sistematika Penulisan ………. 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peran Wanita dalam Panggung Sejarah Indonesia ………..… 15
2.2 Pergerakan Perempuan Pada Masa Revolusi Kemerdekaan ……... 21
2.3 Historiografi Tentang Wanita di Indonesia……….. 26
BAB III METODOLOGI DAN TEKNIK PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian……..………...………... 31
3.2 Teknik Penelitian………..………..…………. 33
3.3 Persiapan Penelitian ……… 35
3.3.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian……… 35
3.3.2 Penyusunan Rancangan Penelitian………. 36
3.3.3 Mengurus Perizinan ………... 37
3.3.4 Menyiapkan Perlengkapan Penelitian ……… 37
3.4 Pelaksanaan Penelitian………..………... 38
3.4.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik)………... 38
3.4.2 Kritik Sumber……….…..40
3.4.3 Interpretasi (Penafsiran Sumber ………. 43
3.4.4 Historiografi ...………...………. 44
BAB IV SUPENI DALAM PERJALANAN SEJARAH NASIONAL TAHUN 1945-1970 4.1 Latar Belakang Keterlibatan Supeni dalam Organisasi Politik di Indonesia ………. 47
4.2 Keterlibatan Supeni dalam Organisasi Politik …………... 51
4.2.1 Peran Supeni dalam Organisasi Perempuan ... 51
4.2.2 Peran Supeni dalam Partai Politik ... 59
4.2.3 Peran Supeni dalam Politik Luar Negeri ... 66
4.3 Dampak Keterlibatan Supeni dalam Politik Terhadap Perkembangan Politik di Indonesia ………... 77
4.3.1 Perkembangan Politik Tahun 1945-1965 ... 77
4.3.2 Perkembangan Politik Tahun 1966-1970 ... 82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………..………….. 87
DAFTAR PUSTAKA ……….. 90
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Supeni dan Perwari dalam Sebuah Demontrasi Menentang UU No. 19 Tentang Pensiun Untuk Para Janda ……… 55 Gambar 4.2 Supeni Berkampanye Bersama PNI Untuk Pemilu Tahun 1955... 63 Gambar 4.3 Supeni dalam Sidang Majelis Umum PBB di New York Perihal
Irian Barat ………. 70
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH PENELITIAN
Sejarah panjang Indonesia tentunya tidak dapat dipisahkan dari keberadaan
perempuan dan laki-laki, mereka bersama-sama berjuang untuk membangun
Indonesia menuju titik kemajuan. Namun, ketika peran kaum perempuan
dituliskan dalam sejarah hal itu ternyata berbeda, baik dari segi kuantitas maupun
perhatian sejarawan untuk membahas mengenai sejarah perempuan. Hal inilah
yang membuat penulisan sejarah perempuan di Indonesia masih tertinggal dari
ilmu-ilmu sosial – terutama kajian tentang women studies (Kuntowijoyo, 2003:
113). Perbedaan tersebut bisa jadi dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik itu dari
sejarawan maupun paradigma yang berkembang mengenai perempuan dan
laki-laki.
Lebih jauh Siti Fatimah mengungkapkan beberapa alasan mengapa
penulisan sejarah perempuan di Indonesia tergolong lambat apabila dibandingkan
dengan ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi. Pertama, adanya paradigma yang
keliru tentang sejarah perempuan, banyak pendapat yang menganggap masalah
perempuan itu ranah domestik. Sementara urusan keilmuan merupakan ranah
publik yang identik dengan dunia pria. Kedua, dari segi metodologi yaitu adanya
perspektif yang keliru tentang dunia perempuan berpengaruh kepada faktor
lainnya yakni persoalan metodologi dan sumber. Oleh karena urusan perempuan
dianggap prifat, sedangkan sebagian besar dokumen berurusan dengan ranah
publik, maka tidak tertutup kemungkinan, perempuan luput dan terabaikan dari
catatan sejarah (Fatimah, 2008: 385-386).
Posisi sejarah yang mengkaji perempuan khususnya di Indonesia, belum
mendapatkan keberimbangan secara kuantitas maupun kualitas dibandingkan
dengan penulisan sejarah Indonesia yang lebih fokus kepada laki-laki. Minimnya
perhatian untuk memunculkan peran tokoh perempuan dalam sejarah Indonesia
bukan karena keterbatasan, kemampuan atau perhatian, tetapi karena memang ada
404). Hal tersebut terlihat dari masih minimnya tulisan sejarah yang mengangkat
tokoh-tokoh perempuan serta masih sedikitnya tulisan yang menggambarkan
peran politik dari seorang tokoh perempuan.
Selain adanya upaya-upaya untuk mengesampingkan kaum perempuan,
perlu diperhatikan juga dari berbagai judul karangan, judul seminar dan makalah,
ketika membahas mengenai perempuan selalu memakai kata “peranan” sebagai
tema pokoknya, seakan-akan perempuan hanya penyumbang terhadap jalannya
sektor-sektor sosial dan ekonomi (Kuntowijoyo, 2003: 114). Padahal, tidak hanya
dalam urusan dapur (domestik) saja perempuan mempunyai peran, perempuan
pun mengambil bagian untuk berperang dan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia serta mengisi ruang-ruang publik yang didominasi laki-laki. Keadaan
tersebut dapat terjadi karena dari masing-masing individu perempuan maupun
laki-laki.
Problematika perempuan untuk dihadirkan dalam tulisan sejarah tidak
sepenuhnya luput dari perhatian para sejarawan. Karena sebenarnya sudah banyak
tulisan sejarah dari perempuan yang dihadirkan, seperti tulisan tentang tokoh Ken
Dedes, Tribhuwanatunggadewi, Sultanah Seri Ratu Alam Safiatun, R.A. Kartini,
Dewi Sartika, Maria Walanda, Cut Nyak Din, Cut Mutia, Matha Christina
Tiahahu, S.K. Trimurti, B.M. Diah, dan tokoh perempuan lainnya (Kuntowijoyo,
2003: 121; Winarti, 2007: 257). Walaupun begitu, terkadang masyarakat masih
terpaku pada tokoh-tokoh yang sering diperbincangkan, diluar itu kita mengalami
kesulitan untuk mengakses sumber-sumbernya.
Apa yang dialami kaum perempuan dalam tulisan sejarah di Indonesia
ternyata sulit untuk dihindari dan harus disikapi secara kritis dengan analisis yang
tajam, meskipun terkadang perempuan ditampilkan dalam sejarah namun tidak
lebih sebagai “pelengkap” yang “dikonstruksikan” dalam budaya patriakhis yang
selalu memihak laki-laki dan untuk kepentingan laki-laki. Kalau kita telaah
perjalanan perempuan ketika Indonesia mengalami perang kemerdekaan,
menempatkan sosok perempuan terlibat perannya hanya di dalam dapur umum
saja (Fatimah, 2008: 384). Rupanya diskusi antara laki-laki dan perempuan, baik
sebelumnya, seperti yang diungkapkan Ir. Sukarno dalam buku “Di Bawah
Bendera Revolusi” bahwa :
“Kaum perempuan tidak tjukup dengan mengedjar dan mendapat persamaan hak dengan laki-laki sahadja. Kaum laki-laki boleh djadi pegawai paberik, berpolitik, mendjadi advocaat, mendjadi guru, mendjadi anggauta parlemen, kenapa kaum perempuan tidak” (1965: 246).
Keadaan yang dialami kaum perempuan dalam literatur sejarah rupanya
juga terjadi dalam sosok Supeni. Hal ini terlihat dari masih sedikitnya tulisan
sejarah untuk menampilkan peran Supeni dalam bidang politik, sedikitnya tulisan
yang mengangkat peran Supeni dalam bidang politik bukan tanpa dasar dan
alasan. “Sejak tahun 1997, lebih dari 1.700 buku sejarah Indonesia diterbitkan,
dari sekian banyak itu hanya 2 persen saja yang membahas dan menyinggung masalah perempuan” (Fatimah, 2008: 387). Itu artinya, hanya sekitar 34 judul buku sejarah yang secara spesifik membahas perempuan, dan tidak lebih dari lima
judul buku yang mengulas peran-peran Supeni, itupun dengan kadar pembahasan
yang bervariasi.
Perhatian untuk menuliskan peranan Supeni rupanya tidaklah mudah,
karena masih timbul perdebatan mengenai siapa yang berhak menuliskan sejarah
perempuan. Akan tetapi, siapapun orangnya mempunyai hak untuk menulis
sejarah perempuan dengan menitikberatkan akan keberadaan perempuan yang
selanjutnya ditempatkan pada porsi yang wajar dalam perjalanan umat manusia
(Winarti, 2007: 258). Maka dari itu, untuk mencapai keberimbangan dalam
penulisan sejarah serta memunculkan peran-peran Supeni, dibutuhkan perhatian
khusus baik oleh sejarawan laki-laki maupun sejarawan perempuan itu sendiri
serta diperlukan upaya nyata untuk memunculkan kembali tokoh perempuan baik
dari kalangan elite maupun dari kalangan biasa.
Sebagai catatan ketika Indonesia memasuki periode awal kemerdekaan
tahun 1945, sosok Supeni berperan aktif disetiap perjalanan pergerakan organisasi
perempuan Indonesia, dimana beliau menjadi Ketua Kongres Wanita Indonesia
ke-IV yang diselenggarakan di Solo dari 26-28 Agustus 1948. Hasil dari kongres
perkawinan, mengatasi masalah yang berhubungan dengan permintaan atas
perempuan pekerja, dan penelitian tentang kesehatan masyarakat. Selain itu,
peserta kongres menyetujui dasar aktivitas organisasi mereka pada lima prinsip
dasar Pancasila (Stuers, 2008: 177-178).
Perjuangan dan peran Supeni tidak berhenti sampai disitu, beliau
kemudian menyelenggarakan kongres berikutnya pada 26 Agustus sampai 2
September 1949 di Yogyakarta, padahal beberapa bulan sebelumnya Yogyakarta
mendapat serangan dari pasukan Belanda. Namun, Supeni dan organisasi
perempuan yang menaunginya mampu melewati masa sulit, berlangsungnya
konferensi tersebut terbilang sukses dengan dihadiri oleh berbagai delegasi
organisasi perempuan dari dua wilayah yang bebas atau wilayah yang masih
diduduki Belanda. Walaupun Supeni memberikan peran yang cukup besar dalam
organisasi Kowani, namun ada hal yang menjadi pertanyaan besar dimana
namanya tidak tercantum pada halaman “sejarah singkat” (brief history) dalam
situs web milik Kowani (www.kowani.or.id), situs web tersebut pun tidak merinci
kehidupan pergerakan kaum perempuan pada periode 1946-1950 (Tn. [online],
2004).
Selain perannya dalam Kowani, Supeni juga aktif dalam partai politik serta
terlibat dalam persiapan untuk menyelenggarakan pemilihan umum pertama
kalinya pada tanggal 29-30 September 1955. Supeni bersama Partai Nasional
Indonesia aktif menyusun Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum dan
setelah undang-undang disahkan, Supeni ditunjuk menjadi ketua Panitia
Pemilihan Daerah Jakarta Raya dan sebagai ketua Badan Pekerja Panitia Aksi
Pemilihan Umum PNI (Tista, 1989: 53). Pemilu pertama kali ini dianggap sebagai
pemilihan umum yang paling jujur dan adil dalam sejarah pemilihan umum di
Indonesia. Setelah pemilihan umum untuk DPR, disusul memilih anggota-anggota
konstituante, dalam pemilihan ini Supeni terpilih sebagai anggota DPR dan
Konstituante dari PNI (Richmanto [online], 2011). Tugas dari konstituante ialah
menyusun konstitusi untuk Negara Republik Indonesia, UUD 1945 dan UUD
Gani, Ki Mangunsarkoro, Subagio Reksodipuro dan Lukman Hakim (Tista, 1989:
55).
Antara tahun 1949 sampai tahun 1966, karir dan peran Supeni dalam
bidang politik mengalami masa puncaknya. Sebagai catatan tahun 1960 Supeni
diangkat menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia
untuk Pemerintahan Amerika Serikat walaupun pada akhirnya jabatan tersebut
dibatalkan. Selanjutnya di tahun 1961, Supeni menjadi Duta Besar Keliling
Republik Indonesia sekaligus Pembantu Menteri Luar Negeri Urusan PBB dan
organisasi-organisasi internasional, Supeni ditugaskan Presiden Sukarno untuk
menemui pimpinan negara-negara Non Blok guna mensukseskan jalannya
Konferensi Tingkat Tinggi Non Blok di Beograd (Museum KAA [Brosur], 2011).
Supeni juga memperjuangkan kembalinya Irian Barat ke pangkuan Indonesia
melalui Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 dan Sidang Umum DK PBB, berkat
kegigihannya ia dijuluki “The Irian Lady” (Tn. [online], 2004; Tista, 1989: 138).
Memasuki tahun 1962, Presiden Sukarno menugaskan Menteri Luar
Negeri Subandrio untuk mempersiapkan Konferensi Asia-Afrika yang ke II.
Subandrio menyarankan Supeni yang mempersiapkannya karena pada saat itu
Supeni berposisi sebagai Pembantu Menteri Luar Negeri urusan PBB dan
organisasi-organisasi internasional. Akan tetapi, kenyataan lain harus ia terima,
Subandrio mengatakan bahwa untuk mempersiapkan konferensi tersebut bukan
tugas Supeni, melainkan wewenang Pembantu Menteri Luar Negeri urusan
politik, Suwito Kusumo Widagdo (Tista, 1989: 213). Dan karena ada sesuatu hal
pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika ke-II yang sedianya dilaksanakan tahun 1965
di Aljazair mengalami penundaan.
Pada masa pemerintahan Presiden Sukarno pula banyak bermunculan
organisasi perempuan dengan corak gerakannya yang masih khas. Akan tetapi,
ketika memasuki penghujung pemerintahan Orde Lama, gerakan perempuan
mengalami penghancuran secara ideologi dan politiknya sejak pecahnya Peristiwa
30 September 1965 melalui propaganda militer terhadap Gerwani yang dituduh
Dalam hal ini Supeni juga mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan
melalui berbagai teror, karena beliau dianggap terlibat dalam peristiwa tersebut.
Memasuki masa transisi dari pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru,
gerakan perempuan mengalami titik lemah, begitu juga dengan Supeni. Perannya
dalam politik dalam negeri mulai terpinggirkan ketika penghabisan pemerintahan
Presiden Sukarno dan ketika memasuki awal tahun 1970, ditandai dengan konflik
yang terjadi dalam tubuh partai serta karena Supeni dianggap sebagai orang yang
dekat dengan pemerintahan sebelumnya. Walaupun begitu, karir politik Supeni
sebenarnya belumlah selesai, namun memang semenjak berkuasanya Orde Baru
dan perpecahan yang terjadi dalam tubuh Partai Nasional Indonesia membuatnya
tidak lagi diperhitungkan dalam percaturan politik Indonesia. Supeni dipinggirkan
oleh kekuatan mainstream PNI yang pro Orde Baru karena dianggap dekat dengan
PNI Ali-Surahman yang Sukarnois dan kiri (Darmayana [online], 28 Februari
2012). Dinamika perjuangan dan peran Supeni dalam sejarah Indonesia,
mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Peranan Supeni
Dalam Bidang Politik Tahun 1945-1970”.
1.2 RUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang disampaikan di atas,
peneliti melihat ternyata masih sedikit tulisan sejarah yang menampilkan peran
Supeni dalam organisasi politik di dalam perjalanan sejarah nasional pada kurun
waktu tahun 1945-1970. Pembahasan dibagi ke dalam tiga rumusan pertanyaan
penelitian yang saling berkaitan, penyusunan pertanyaan penelitian dimaksudkan
untuk mengarahkan pembahasan dan proses penelitian yang dilakukan. Ketiga
pertanyaan penelitian tersebut ialah:
1. Apakah yang Melatarbelakangi Supeni Terlibat dalam Kegiatan Politik Di
Indonesia?
2. Bagaimana Keterlibatan Supeni dalam Kegiatan Organisasi Politik?
3. Bagaimana Dampak Keterlibatan Supeni dalam Politik Terhadap
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian merupakan gambaran hasil yang ingin dicapai peneliti
setelah semua proses penelitian dilakukan, rumusan tujuan penelitian didasarkan
atas pokok pikiran rumusan masalah yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan
penelitian, semua itu digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian yang sudah dirumuskan merupakan tujuan utama yang hendak dicapai
oleh peneliti. Selain itu, ada beberapa tujuan umum dari penelitian yang telah
peneliti tetapkan, yaitu :
1. Menganalisis perjalanan hidup dan awal keterlibatan Supeni dalam
organisasi yang berbasis politik, baik itu organisasi perempuan maupun
partai politik di Indonesia.
2. Menggambarkan peran-peran Supeni dalam organisasi perempuan baik
Kowani maupun Perwari, digambarkan juga dinamika kehidupan
organisasi perempuan yang terjadi pada saat itu.
3. Mendeskripsikan peran Supeni dalam tubuh partai politik, terutama pada
Partai Nasional Indonesia serta peran lainnya seperti dalam politik
internasional.
4. Mendeskripsikan dampak atau pengaruh politik bagi Indonesia yang
terjadi akibat keterlibatan Supeni dalam bidang politik, terutama pada
kurun waktu 1945-1965 dan tahun 1966-1970.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian mengenai tulisan sejarah yang mengangkat peran-peran Supeni
dalam organisasi perempuan maupun partai politik yang tidak dapat dipisahkan
dari perjalanan sejarah nasional terutama dalam kurun tahun 1945-1970,
diharapkan bermanfaat dan dapat dikembangkan, antara lain:
1. Bagi peneliti, dapat menghasilkan karya ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan sebagai bentuk aplikasi pengalaman dan teori
yang telah didapatkan selama mengikuti proses pendidikan di Jurusan
2. Memberikan edukasi kepada masyarakat baik yang peduli dengan sejarah
maupun masyarakat yang berminat pada ilmu dan peristiwa sejarah, bahwa
masih banyak tokoh perempuan yang perlu digali dan dikembangkan
kembali sehingga memiliki posisi yang sama dalam penulisan sejarah di
Indonesia.
3. Menanamkan nilai-nilai sejarah kepada peserta didik dalam konteks
membangun kesadaran sejarah yaitu dengan memunculkan kembali
tokoh-tokoh perempuan di Indonesia yang masih atau belum diungkapkan secara
utuh.
4. Memperluas kajian mengenai tokoh perempuan dalam sejarah di
Indonesia, sehingga diharapkan diskusi mengenai perempuan di Indonesia
semakin beragam.
5. Sebagai bahan pengembangan materi dan diskusi khususnya mengenai
sejarah perempuan di Indonesia pada lingkungan Jurusan Pendidikan
Sejarah FPIPS UPI.
1.5 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 1.5.1 Metode Penelitian
Untuk menuju penelitian dan penulisan yang dapat
dipertanggungjawabkan diperlukan suatu metode penelitian yang telah disepakati
dan disesuaikan dengan jalur yang dipilih oleh peneliti, dalam hal ini metode
penelitian yang digunakan peneliti ialah metode sejarah melalui pendekatan
interdisipliner, hal ini dilakukan agar permasalahan terlihat secara menyeluruh
dan utuh. Menurut Edson (Supardan, 2007: 306) metode historis ialah metode
penelitian yang digunakan untuk “…menggambarkan permasalahan atau
pertanyaan untuk diselidiki; mencari sumber tentang fakta historis; meringkas
dan mengevaluasi sumber-sumber historis; dan menyajikan fakta-fakta yang bersangkutan dalam kerangka interpretatif”.
Lebih jauh Louis Gottschalk (1969: 32) mengungkapkan bahwa metode
peninggalan masa lampau dan menuliskan hasilnya berdasarkan fakta yang telah
diperoleh yang terdapat dalam historiografi.
Di sisi lain pendekatan interdisipliner merupakan pendekatan yang
menggunakan disiplin ilmu sosial secara berimbang, tanpa ada yang dominan.
Oleh karena itu, penelitian ini memerlukan alat bantu atau auxiliary sciences atau
sister disciplines (Sjamsuddin, 2007: 240), yaitu sosiologi dan ilmu politik.
Peranan ilmu bantu dalam penelitian ini, yaitu :
a. Sosiologi, konsep sosiologi digunakan untuk menjelaskan mengenai
dinamika sosial. Penelitian ini menyoroti bagaimana pandangan kelompok
gender terhadap kondisi Supeni yang teraleniasikan dalam penulisan
sejarah di Indonesia dan organisasi perempuan yang dipimpinnya
menghadapi masa perang kemerdekaan.
b. Politik, bahasan utama penelitian ini adalah mengenai perjuangan Supeni
dalam kehidupan politik di Indonesia. Maka pendekatan politik harus
digunakan untuk melihat kedudukan Supeni dalam politik di Indonesia,
bagaimana peran Supeni terhadap perubahan politik Indonesia. Selain itu,
partisipasi wanita dalam bidang politik merupakan konsep yang harus
dianalisis sebagai pengembangan melihat kehidupan Supeni dalam bidang
politik.
Sejarawan Kuntowijoyo (2005: 90) memperjelas mengenai penelitian
sejarah yang mempunyai lima tahap, yaitu: pemilihan topik, pengumpulan
sumber, verifikasi (kritik sejarah dan keabsahan sumber), interpretasi: analisis dan
sintesis, dan yang terakhir ialah historiografi. Adapun langkah-langkah penelitian
ini mengacu pada proses metodologi penelitian sejarah, yang mengandung empat
langkah penting.
a. Heuristik, merupakan sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk
mendapatkan data-data, atau mencari materi sejarah atau evidensi sejarah
(Sjamsuddin, 2007: 86). Dalam proses mencari sumber-sumber ini,
peneliti mengunjungi beberapa perpustakaan, seperti Perpustakaan
Universitas Pendidikan Indonesia Jln. Dr. Setiabudhi No. 229,
Bandung-Sumedang Km. 21. Selain itu, peneliti juga mencari di toko buku,
browsing internet serta berusaha mencari tulisan-tulisan yang sejaman
dalam surat kabar dan berkaitan dengan inti bahasan penelitian.
b. Kritik, sumber-sumber sejarah yang ditemukan diteliti lebih lanjut baik itu
konten tulisan maupun bentuknya yaitu dilakukannya kritik internal dan
eksternal. Kritik internal dilakukan peneliti untuk melihat kelayakan
konten dari sumber-sumber yang telah didapatkan untuk selanjutnya
dijadikan bahan untuk penelitian dan penulisan skripsi.
c. Interpretasi, peneliti memberikan penafsiran terhadap sumber-sumber
yang telah dikumpulkan selama penelitian berlangsung. Dalam tahap ini,
peneliti membuat deskripsi, analisis kritis serta pemilihan fakta-fakta.
Kegiatan penafsiran dilakukan dengan jalan menafsirkan fakta dan data
dengan konsep dan teori yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Peneliti juga memberikan makna terhadap fakta dan data kemudian
disusun, ditafsirkan dan dikorelasikan satu dengan lainnya.
Fakta dan data yang telah diseleksi dan ditafsirkan menjadi ide pokok
sebagai kerangka dasar penelitian, dalam kegiatan ini peneliti memberikan
penekanan penafsiran terhadap fakta dan data yang diperoleh dari
sumber-sumber primer dan sekunder yang berkaitan dengan penulisan sejarah
wanita tentang tokoh Supeni setelah kemerdekaan hingga pada awal Orde
Baru.
d. Historiografi, merupakan langkah terakhir dalam penelitian. Dalam
kegiatan ini peneliti menyajikan hasil temuan pada tahapan heuristik,
kritik, dan interpretasi yang dilakukan sebelumnya dengan cara
menyusunnya menjadi sebuah tulisan yang jelas dalam bahasa yang mudah
dimengerti dan menggunakan kaidah-kaidah ilmiah serta kaidah penulisan
yang baik dan benar dalam bentuk skripsi.
1.5.2 Teknik Penelitian
Teknik penelitian yang digunakan penulis selama proses penelitian yaitu
dalam upaya mengumpulkan informasi berkaitan dengan masalah penelitian yang
dikaji, teknik tersebut ialah :
a. Studi literatur, teknik ini dilakukan dengan mengumpulkan
sumber-sumber berupa buku yang relevan dengan permasalahan. Berkaitan dengan
ini penulis melakukan kunjungan pada berbagai perpustakaan. Termasuk
mengumpulkan buku-buku sosiologi dan politik berkaitan dengan tema
yang dikaji.
b. Studi dokumentasi, teknik ini dilakukan dengan mengumpulkan artikel
dan arsip-arsip. Peneliti berkunjung pula pada instansi-instansi pemerintah
yang memiliki arsip dengan masalah penelitian yang dikaji, seperti Arsip
Nasional, Sekretariat PNI Marhaenisme, dan Sekretariat KOWANI.
c. Wawancara, penggunaan wawancara dilakukan untuk mengumpulkan
berbagai informasi perihal perjalanan kehidupan seorang Supeni dan
peranannya dalam dunia politik di Indonesia, sedikitnya tulisan sejarah
tentang peranan Supeni serta informasi mengenai kehidupan organisasi
wanita yang dipimpin oleh Supeni.
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan merupakan sebuah gambaran secara menyeluruh
mengenai penelitian yang dilakukan dari tahap awal sampai pada proses
penulisannya. Data atau hasil yang didapatkan melalui proses observasi, telaah
pustaka, studi dokumentasi, dan wawancara selanjutnya dikumpulkan kemudian
diolah menjadi sebuah laporan dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bagian awal penulisan mengenai Supeni, didalamnya diuraikan
latar belakang masalah penelitian yang diangkat oleh peneliti dilihat dari
kesenjangan yang nampak dari sebuah realita yang ada dengan kondisi yang ideal
dari masalah tersebut sehingga dengan begitu terlihat alasan mengapa persoalan
penting untuk diangkat. Selain dari latar belakang masalah penelitian, pada bagian
ini juga terdapat rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian yang
dengan dilakukannya penelitian ini, metode penelitian dan teknik pengumpulan
data serta sistematika dari penulisan juga dimuat pada bab pendahuluan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Kajian Pustaka berisi mengenai penggunaan konsep atau teori serta
referensi yang digunakan peneliti untuk menjelaskan berbagai permasalahan yang
diangkat. Pertama mengenai peran-peran wanita dalam panggung sejarah
Indonesia sebagai gambaran bahwa wanita sejak dahulu sudah ikut berperan aktif
dalam berbagai bidang. Kedua mengenai pergerakan perempuan pada masa
revolusi kemerdekaan Indonesia, pembahasan ini sebagai gambaran kegiatan
perempuan pada masa-masa sulit pasca kemerdekaan terutama kurun waktu
1945-1950. Ketiga berisi kajian wanita dalam historiografi Indonesia, kajian ini melihat
bagaimana posisi wanita dalam literatur sejarah yang diterbitkan serta bagaimana
perempuan ditampilkan dalam sejarah.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dipaparkan metode penelitian yang digunakan peneliti dalam
menelusuri berbagai data, mengumpulkan data atau heuristik yang kemudian
verifikasi dimana dilakukan sebuah kritik baik kritik internal maupun kritik
eksternal sesuai dengan kebutuhan dan disesuaikan dengan berbagai
pertimbangan. Selanjutnya dilakukan sebuah analisis kritik atau diinterpretasikan
yang kemudian diolah menjadi sebuah laporan penelitian atau penulisan sejarah
yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah
yang berlaku.
BAB IV SUPENI DALAM PERJALANAN SEJARAH NASIONAL TAHUN 1945-1970
Diuraikan mengenai hasil temuan peneliti tentang permasalahan yang
diangkat, data-data yang ditemukan tersebut harus melewati proses berpikir yang
cermat dengan dilakukannya proses kritik internal, kemudian temuan tersebut
dianalisis oleh peneliti. Penjelasan yang disampaikan pada bab ini merupakan
BAB V KESIMPULAN
Bab terakhir ini berisikan intisari pemikiran yang diberikan peneliti
terhadap keseluruhan deskripsi isi tulisan, saran-saran peneliti yang ditemukan
selama proses penelitian maupun proses historiografi. Memuat juga saran dan
rekomendasi dari peneliti kepada berbagai pihak yang terkait dan memiliki
BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
3.1 METODE PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan mengenai metode serta teknik penelitian yang
digunakan peneliti untuk mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan
skripsi berjudul Peranan Supeni Dalam Bidang Politik Tahun 1945-1970. Metode
yang digunakan untuk mengkaji penelitian yaitu dengan menggunakan metode
historis dibantu dengan studi dokumentasi, studi literatur dan wawancara sebagai
teknik penelitiannya. Metode sejarah digunakan untuk menguji dan menganalisis
secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Gottschlak, 1986: 32).
Pendapat lainnya mengenai metode sejarah ialah dari Sjamsuddin (1996: 63)
bahwa metode sejarah ialah proses pengkajian, penjelasan, penganalisaan secara
kritis terhadap rekaman serta peninggalan masa lampau.
Lebih lanjut mengenai penggunaan metode historis dalam suatu penelitian
dikemukakan oleh Edson (Supardan, 2007: 306), bahwa :
“Metode historis menggambarkan permasalahan atau pertanyaan untuk diselidiki; mencari sumber tentang fakta historis; meringkas dan mengevaluasi sumber-sumber historis; dan menyajikan fakta-fakta yang bersangkutan dalam suatu kerangka interpretatif”.
Metode historis merupakan cara untuk mengkaji suatu peristiwa, tokoh
atau permasalahan yang dianggap layak dan penting yang terjadi pada masa
lampau secara deskriptif, kritis dan analitis. Penulisan sejarah tidak hanya
mengungkapkan peristiwa secara kronologis, lebih dari itu perlu adanya kajian
dan analisis tajam yang didukung dengan teori yang relevan. Menurut
Kuntowijoyo (2005: 90) penelitian sejarah mempunyai lima tahap, yaitu:
pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sejarah dan keabsahan
sumber), interpretasi: analisis dan sintesis, dan yang terakhir ialah historiografi.
Adapun langkah-langkah penelitian ini mengacu pada proses metodologi
a. Heuristik, merupakan sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk
mendapatkan data-data, atau mencari materi sejarah atau evidensi sejarah
(Sjamsuddin, 2007: 86). Tentunya sumber sejarah yang relevan dengan
permasalahan penelitian, dimana nantinya sumber yang ditemukan dapat
menceritakan kepada kita baik secara langsung maupun tidak langsung
terkait aktivitas manusia pada periode yang telah lalu. Dalam proses
mencari sumber-sumber ini, peneliti mengunjungi berbagai perpustakaan,
berbagai toko buku, browsing internet serta berusaha mencari
tulisan-tulisan yang sejaman dalam surat kabar dan berkaitan dengan inti bahasan
penelitian.
b. Kritik, sumber-sumber sejarah yang ditemukan diteliti lebih lanjut baik itu
konten tulisan maupun bentuknya yaitu dilakukannya kritik internal dan
eksternal. Kritik internal dilakukan peneliti untuk melihat kelayakan
konten dari sumber-sumber yang telah didapatkan untuk selanjutnya
dijadikan bahan untuk penelitian dan penulisan skripsi. Sedangkan kritik
eksternal digunakan untuk melihat sumber-sumber yang ditemukan bukan
dari kontennya. Akan tetapi, apakah sumber tersebut merupakan sumber
yang sejaman atau sumber primer, dilihat dari tahun pembuatannya.
c. Interpretasi, peneliti memberikan penafsiran terhadap sumber-sumber
yang telah dikumpulkan selama penelitian berlangsung. Dalam tahap ini,
peneliti membuat deskripsi, analisis kritis serta pemilihan fakta-fakta.
Kegiatan penafsiran dilakukan dengan jalan menafsirkan fakta dan data
dengan konsep dan teori yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Peneliti juga memberikan makna terhadap fakta dan data kemudian
disusun, ditafsirkan, dan dikorelasikan satu dengan lainnya.
Fakta dan data yang telah diseleksi dan ditafsirkan menjadi ide pokok
sebagai kerangka dasar penelitian, dalam kegiatan ini peneliti memberikan
penekanan penafsiran terhadap fakta dan data yang diperoleh dari
sumber-sumber primer dan sekunder yang berkaitan dengan penulisan sejarah
d. Historiografi, merupakan langkah terakhir dalam penelitian. Dalam
kegiatan ini peneliti menyajikan hasil temuan pada tahapan heuristik,
kritik, dan interpretasi yang dilakukan sebelumnya dengan cara
menyusunnya menjadi sebuah tulisan yang jelas dalam bahasa yang mudah
dimengerti dan menggunakan kaidah-kaidah ilmiah serta kaidah penulisan
yang baik dan benar.
Penggunaan metode historis dalam penelitian didukung juga dengan
penggunaan pendekatan interdisipliner, hal ini sebagai alat bantu dalam
menganalisis suatu permasalahan. Pendekatan interdisipliner adalah pendekatan
yang menggunakan disiplin ilmu sosial secara berimbang, tanpa ada yang
dominan. Oleh karena itu, penelitian ini memerlukan alat bantu atau auxiliary
sciences atau sister disciplines (Sjamsuddin, 2007: 240), yaitu sosiologi dan ilmu
politik. Peranan ilmu bantu dalam penelitian ini, yaitu :
a. Sosiologi, konsep sosiologi digunakan untuk menjelaskan mengenai
dinamika sosial. Penelitian ini menyoroti bagaimana pandangan gender
terhadap kondisi Supeni yang teraleniasikan dalam penulisan sejarah di
Indonesia dan organisasi perempuan yang dipimpinnya menghadapi masa
perang kemerdekaan.
b. Politik, bahasan utama penelitian ini adalah mengenai perjuangan Supeni
dalam kehidupan politik di Indonesia. Maka kacamata politik harus
digunakan untuk melihat kedudukan Supeni dalam politik di Indonesia,
bagaimana peran Supeni terhadap perubahan politik Indonesia. Selain itu,
partisipasi wanita dalam bidang politik merupakan konsep yang harus
dianalisis sebagai pengembangan melihat kehidupan Supeni dalam bidang
politik.
3.2 TEKNIK PENELITIAN
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia definisi teknik penelitian yaitu
“cara untuk melakukan suatu pemeriksaan yang teliti, penyelidikan, kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data yang dilakukan secara
untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum” (Kamisa, 1997: 532 dan 536).
Sedangkan teknik penelitian yang digunakan peneliti selama proses penelitian
yaitu studi literatur, studi dokumentasi dan wawancara. Teknik tersebut digunakan
dalam upaya mengumpulkan informasi berkaitan dengan masalah penelitian yang
dikaji, teknik tersebut ialah :
a. Studi literatur, teknik ini dilakukan dengan mengumpulkan
sumber-sumber berupa buku yang relevan dengan permasalahan. Berkaitan dengan
ini penulis melakukan kunjungan pada berbagai perpustakaan. Termasuk
mengumpulkan buku-buku sejarah (sejarah wanita, historiografi, tokoh
Supeni), sosiologi (gender), politik (partisipasi wanita dalam bidang
politik), jurnal serta berbagai artikel baik pada media cetak maupun online.
Semuanya itu harus berkaitan dengan tema yang dikaji.
b. Studi dokumentasi, teknik ini dilakukan dengan mengumpulkan artikel
dan arsip-arsip. Peneliti berkunjung pula pada instansi-instansi pemerintah
yang memiliki arsip dengan masalah penelitian yang dikaji, seperti
Sekretariat Partai Nasional Indonesia-Supeni, Sekretariat Kowani, dan
Arsip Nasional.
c. Wawancara, penggunaan wawancara dilakukan untuk mengumpulkan
berbagai informasi perihal perjalanan kehidupan seorang Supeni dan
peranannya dalam bidang politik di Indonesia, penulisan sejarah
perempuan yang masih tertinggal seperti yang dialami Supeni serta
informasi mengenai kehidupan organisasi wanita yang dipimpin oleh
Supeni.
Untuk melakukan sebuah proses penelitian yang nantinya dapat
dipertanggungjawabkan, peneliti menggunakan beberapa langkah penting yang
harus ditempuh dalam penelitian sejarah, yaitu :
a. Memilih sebuah topik yang sesuai;
b. Mengusut semua evidensi yang relevan dengan topik penelitian yang
diangkat;
c. Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan
d. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan dalam
hal ini dilakukan sebuah kritik terhadap sumber;
e. Menyusun hasil-hasil penelitian menjadi sebuah pola yang benar sejalan
dengan sistematika yang berlaku dan telah dipersiapkan sebelumnya;
f. Menyajikan hasil penelitian menjadi sebuah gambaran yang dapat menarik
dan mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat
dimengerti sejelas mungkin (Sjamsuddin, 1996: 69).
Dalam penelitian skripsi ini, peneliti berusaha menjabarkan
langkah-langkah penelitian dengan menggunakan metode historis tersebut menjadi tiga
bagian, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan penulisan laporan
penelitian.
3.3 PERSIAPAN PENELITIAN
Pada tahap ini ada beberapa hal yang dilakukan dalam penyusunan
penulisan penelitian. Pertama ialah setelah peneliti membaca berbagai literatur,
peneliti memilih dan menentukan topik penelitian yang akan dikaji. Peneliti
mencari berbagai sumber tertulis yang relevan dan mempunyai korelasi dengan
permasalahan yang dikaji, baik dari buku, artikel, makalah, jurnal dan hasil karya
ilmiah lainnya. Selanjutnya topik tersebut diajukan kepada Tim Pertimbangan
Penulisan Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah (TPPS). Adapun berbagai persiapan
penelitian terdiri dari beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan, yaitu :
3.3.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian
Tahap pertama yang dilakukan peneliti dalam menentukan dan memilih
tema penelitian yaitu dengan membaca beberapa buku yang terdapat pada
perpustakaan serta brosur tentang ulang tahun Museum Konperensi Asia Afrika
yang didalamnya sedikit memuat catatan mengenai Duta Besar Keliling Supeni,
lalu disusunlah menjadi sebuah judul penelitian yaitu Supeni Dari Pemerintahan
Sukarno hingga Era Pemerintahan Soeharto Tahun 1945-1970. Selanjutnya pada
bulan Juni 2012 topik penelitian yang telah dipilih kemudian diajukan kepada Tim
Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI
suatu rancangan penelitian berupa proposal skripsi untuk selanjutnya di
seminarkan.
3.3.2 Penyusunan Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian merupakan kerangka dasar yang dijadikan acuan
dalam penyusunan laporan penelitian, terlebih dahulu peneliti membaca beberapa
buku yang berkaitan dengan permasalahan yang hendak dikaji. Setelah sumber
buku telah diperoleh untuk selanjutnya digunakan dalam membuat rancangan
penelitian berupa proposal skripsi, proposal skripsi yang disusun mengikuti
kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh bagian akademik Jurusan Pendidikan
Sejarah maupun Universitas Pendidikan Indonesia, terdiri dari :
a. Judul penelitian,
b. Latar belakang masalah penelitian (kesenjangan antara idealita dan realita
dalam bentuk deskriptif),
c. Rumusan masalah penelitian serta batasan masalah,
d. Tujuan penelitian,
e. Manfaat penelitian,
f. Kajian pustaka, merupakan penggunaan teori serta kajian terhadap buku
yang digunakan dalam penelitian,
g. Metode dan teknik penelitian,
h. Sistematika penulisan,
i. Daftar pustaka.
Proposal penelitian yang telah disusun kemudian diajukan kepada Tim
Pertimbangan Penulisan Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah. Setelah
dikonsultasikan dan ada beberapa perbaikan baik judul maupun isinya, judul awal
yang diajukan ialah Supeni dari Pemerintahan Sukarno hingga Era Pemerintahan
Soeharto Tahun 1945-1970. Selanjutnya judul tersebut diseminarkan pada tanggal
22 Juni 2012 yang dihadiri oleh TPPS dan calon pembimbing skripsi untuk
didiskusikan apakah rancangan tersebut dapat dilanjutkan atau tidak dan apakah
calon pembimbing yang diajukan bersedia atau tidak untuk menjadi pembimbing.
Ketika judul tersebut diseminarkan, peneliti mendapatkan banyak masukan
yaitu dalam judul, latar belakang masalah, serta rumusan masalah harus dikaji
ulang dan harus dilakukan revisi proposal. Setelah judul proposal penelitian
disetujui, pada tanggal 29 Juni 2012 dikeluarkanlah Surat Keputusan untuk judul
Supeni: Dari Awal Kemerdekaan Hingga Awal Orde Baru dengan nomor
032/TPPS/JPS/PEM/2012 yang diketahui oleh Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah
FPIPS Bandung yang sekaligus menunjuk Dosen Pembimbing I dan Dosen
Pembimbing II.
3.3.3 Mengurus Perizinan
Untuk kelancaran penelitian seperti pencarian sumber-sumber sejarah yang
relevan dengan topik penelitian, peneliti membutuhkan kelengkapan administrasi
berupa surat pengantar keterangan penelitian. Surat tersebut ditujukan kepada
pihak-pihak yang bersangkutan dengan penelitian, surat keterangan tersebut
ditandatangani oleh Pembantu Dekan I FPIPS UPI.
3.3.4 Menyiapkan Perlengkapan Penelitian
Perlengkapan penelitian merupakan salah satu aspek yang penting untuk
kelancaran proses penelitian. Agar mendapatkan hasil penelitian yang diharapkan,
perlengkapan penelitian ini harus dipersiapkan dengan baik. Adapun perlengkapan
yang dibutuhkan selama penelitian, diantaranya :
1. Surat perijinan,
2. Instrumen wawancara,
3. Alat perekam,
4. dan kamera,
3.3.5 Proses Bimbingan
Dalam penelitian skripsi memuat berbagai aturan, salah satunya yaitu
mengatur mengenai langkah-langkah ketika melakukan proses penelitian. Adapun
terkait teknik dan waktu bimbingan antara peneliti dengan Dosen Pembimbing I
Drs. Andi Suwirta, M.Hum. dan Dosen Pembimbing II Farida Sarimaya,
S.Pd.,M.Si. diatur berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak yaitu antara
peneliti dan dosen pembimbing.
Untuk proses bimbingan dalam penelitian ini dimulai pada awal bulan Juli
latar belakang, rumusan masalah serta bagian lainnya. Sedangkan dengan
pembimbing II merupakan revisi dari proposal penelitian yang telah diseminarkan
sebelumnya. Setiap hasil penelitian dan penulisan diajukan kepada dosen
pembimbing untuk diberikan masukan terkait hasil temuan-temuan dalam
penelitian, dalam setiap bimbingan semuanya tercatat dalam lembar frekuensi
bimbingan skripsi. Fungsi lain dari adanya bimbingan ialah untuk memberikan
pengarahan dalam proses penyusunan skripsi, saran dan kritik kepada peneliti.
Seperti pada tanggal 1 Oktober 2012 terjadi sedikit perubahan judul menjadi
Supeni Dari Awal Kemerdekaan Hingga Awal Orde Baru Tahun 1945-1970.
Proses bimbingan dilakukan secara bertahap, berkelanjutan serta sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan, pada setiap pertemuan bimbingan membahas
satu atau dua bab yang diajukan. Bimbingan dilakukan berkelanjutan mulai dari
BAB I, BAB II, BAB, III, BAB IV dan BAB V, dengan demikian akan terlihat
kesinambungan dalam penulisan skripsi yang baik berdasarkan komunikasi dan
diskusi antara peneliti dengan dosen pembimbing berkaitan dengan penelitian
serta penulisan skripsi, tentunya setelah dilakukan berbagai perbaikan setelah
diadakannya bimbingan.
3.4 PELAKSANAAN PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian merupakan salah satu tahapan penting dari sebuah
proses penelitian. Dalam tahapan ini, terdapat serangkaian langkah-langkah yang
harus dilakukan berdasarkan metode historis, yaitu heuristik, kritik (internal dan
eksternal) dan interpretasi. Adapun uraian dari ketiga tahap tersebut ialah sebagai
berikut :
3.4.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik)
Pengumpulan sumber atau heuristik merupakan langkah awal yang
dilakukan peneliti, dalam upaya mencari, menemukan dan mengumpulkan
bahan-bahan dari berbagai sumber informasi yang diperlukan dari sumber-sumber
sejarah. Kegiatan peneliti untuk mencari, menemukan, dan mengumpulkan
sumber-sumber sejarah dalam penelitian ini dengan menggunakan literatur
tertulis berupa surat kabar, majalah, artikel, makalah, jurnal, dokumen serta
buku-buku yang berkaitan dengan penelitian skripsi yang berjudul Supeni: Dari Awal
Kemerdekaan Hingga Awal Orde Baru Tahun 1945-1970.
Peneliti menggunakan teknik studi kepustakaan, studi dokumentasi dan
wawancara. Studi kepustakaan merupakan kegiatan untuk meneliti dan
mempelajari buku-buku serta berbagai tulisan penelitian yang berhubungan dan
relevan dengan permasalahan penelitian. Studi dokumentasi merupakan kegiatan
untuk mempelajari dokumen-dokumen atau sumber tertulis lainnya yang
berhubungan dengan topik yang dikaji. Sedangkan, wawancara merupakan sebuah
kegiatan penelitian untuk mencari informasi dari berbagai tokoh yang terkait
dengan topik melalui instrumen wawancara yang sudah dipersiapkan.
Dalam teknik studi kepustakaan peneliti menggunakan buku-buku yang
berhubungan dan relevan dengan permasalahan penelitian, seperti Mansour Fakih
(1996), Sarah Gamble (2010), Sri S. Sasongko (2009), Esplen dan Jolly (2006),
George Ritzer dan Douglas J. Goodman (2010), Dadang Supardan (2007), Helius
Sjamsuddin (1996; 2007), Kuntowijoyo (2005), Djoko Marihandono (2008), Paul
Tista (1989), Tineke Hellwig (2007), Henk S. Nordholt, Bambang Purwanto dan
Ratna Saptari (2008), A.K. Pringgodigdo (1960), Anthony Reid (2011), Cora
Vreede-De Stuers (2008), Maria Ulfa Subadio dan T.O. Ihromi (1983), Agus
Mulyana dan Restu Gunawan (2007).
Proses pencarian sumber-sumber tersebut dilakukan dengan cara
mengunjungi beberapa perpustakaan yang terdapat di Bandung dan Jakarta,
seperti Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia Jln. Dr. Setiabudhi No.
229 sejak bulan Juni 2012, Perpustakaan Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI,
Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Padjajaran Jln. Raya
Bandung-Sumedang Km. 21 pada bulan Juli 2012, Perpustakaan Batu Api di Bandung-Sumedang
pada bulan Juli dan Desember 2012, Perpustakaan Museum Konperensi
Asia-Afrika pada bulan Juli-Agustus 2012, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Jln. Salemba Raya No. 28 A, Arsip Nasional, Sekretariat KOWANI dan
Sekretariat DPP PNI Marhaenisme. Peneliti juga mencari dan membeli beberapa
buku Toga Mas, toko buku Gramedia, toko buku Palasari. Selain dari pencarian
buku, peneliti juga berusaha untuk mencari dan mempelajari surat kabar yang
sejaman dengan inti permasalahan penelitian, artikel yang terdapat dalam berbagai
situs internet serta berbagai terbitan jurnal.
Teknik wawancara merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menggali
berbagai informasi yang lengkap, akurat dan adil. Wawancara adalah kegiatan
tanya jawab dengan seseorang untuk mendapatkan keterangan atau pendapatnya
tentang suatu masalah. Adapun langkah-langkah dalam melakukan kegiatan
wawancara, diantaranya ialah :
a. Menentukan narasumber atau tokoh yang hendak diwawancara,
b. Mempersiapkan daftar pertanyaan yang hendak ditanyakan kepada
narasumber,
c. Memperhitungkan aksesbilitas atau kemudahan untuk dapat
mewawancara orang,
d. Orang yang hendak diwawancara harus benar-benar mengetahui
permasalahan yang sedang dikaji,
e. Mengatur waktu dan tempat wawancara,
f. Pelaksanaan wawancara.
3.4.2 Kritik Sumber
Setelah berbagai sumber berhasil dikumpulkan, peneliti tidak langsung
menerima dengan begitu mudahnya apa yang tercantum dan tertulis pada
sumber-sumber tersebut. Tahapan ini lebih dikenal sebagai proses kritik sumber-sumber, yang
merupakan proses analisis terhadap sumber-sumber yang telah diperoleh apakah
relevan dengan masalah, baik sumber tulisan maupun lisan. Tujuan dilakukannya
kritik sumber lebih kepada upaya memilah sumber-sumber yang diperoleh
sehingga didapatkan evidensi yang sesuai dengan masalah. Proses kegiatan kritik
sumber yang dilakukan penelitik sesuai dalam proses penelitian sejarah yaitu
kritik internal dan kritik eksternal, yaitu :
Kritik internal merupakan kegiatan untuk meneliti aspek konten dengan
mengadakan evaluasi terhadap kesaksian atau isi tulisan dan membuat keputusan
sumber literatur, yaitu penulis membaca isi sumber kemudian membandingkan
dengan sumber lain yang mempunyai tema sama, dari kegiatan ini peneliti
menemukan fakta terkait minimnya tulisan sejarah perempuan di Indonesia,
sedikitnya kuantitas tulisan yang mengangkat peran politik Supeni dan pandangan
kelompok gender terhadap penulisan sejarah perempuan.
1. Kritik terhadap sumber literatur
Maka dari keseluruhan sumber yang dipakai dilihat dari ruang
lingkup dan pokok bahasan, oleh karenanya peneliti membedakannya
dalam empat bagian, yaitu :
a. Tulisan yang membahas mengenai teori gender seperti buku yang
ditulis oleh Sue Thornham (2010), Esplen dan Jolly (2006), Mansour
Fakih (1996), Sarah Gamble (2010), Sri S. Sasongko (2009), George
Ritzer dan Douglas J. Goodman (2010).
b. Tulisan yang mengkaji peran perempuan dalam panggung sejarah
Indonesia seperti buku karya Tineke Hellwig (2007), A.K.
Pringgodigdo (1960), Anthony Reid (2011), Cora Vreede-De Stuers
(2008), Maria Ulfa Subadio dan T.O. Ihromi (1983).
c. Tulisan yang membahas historiografi tentang wanita di Indonesia, oleh
Djoko Marihandono (2008), Kuntowijoyo (2005), Siti Fatimah (2008),
Susanto Zuhdi (2008), Henk S. Nordholt, Bambang Purwanto dan
Ratna Saptari (2008).
d. Tulisan lainnya yang relevan dengan permasalahan penelitian seperti
buku yang ditulis oleh Dadang Supardan (2007), Asvi Warman Adam
(2010), Helius Sjamsuddin (1996; 2007).
Sedangkan kalau ditinjau dari pihak yang menerbitkan dan
asal-usul penulis, maka peneliti membagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Penulis yang berasal dari kalangan sejarawan ataupun ahli politik,
antara lain A.K. Pringgodigdo, Asvi Warman Adam, Kuntowijoyo,
Helius Sjamsuddin, Anthony Reid, Siti Fatimah, Henk S. Nordholt,
Bambang Purwanto, Ratna Saptari, Cora Vreede-De Stuers, Susanto
b. Penulis yang berasal dari kalangan sosiolog Sue Thornham, E. Esplen,
S. Jolly, Fakih Mansour, Sarah Gamble, George Ritzer, Douglas J.
Goodman,
c. Para penulis umum seperti Sri S. Sasongko, Maria Ulfa Subadio, T.O.
Ihromi serta Dadang Supardan.
Pengklasifikasian tersebut dilakukan agar diperoleh sumber-sumber
literatur yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Dengan demikian,
sumber yang diperoleh akan memiliki tingkat kredibilitas yang tinggi untuk
digunakan dalam penelitian.
2. Kritik terhadap sumber lisan (oral history)
Kritik internal terhadap sumber lisan, peneliti lakukan kegiatan
komparasi antara hasil wawancara narasumber pertama, narasumber
kedua, dan narasumber ketiga. Tindakan ini bertujuan untuk memperoleh
kesamaan atau kecocokan dari fakta yang ada untuk meminimalisir
subjektivitas dari orang yang dijadikan narasumber, dilakukan juga proses
perbandingan antara sumber lisan dengan sumber literatur guna memilah
data dan fakta yang berasal dari sumber sekunder.
Menurut Lucey (Sjamsuddin, 2007: 133) sebelum sumber-sumber
sejarah dari proses wawancara dapat digunakan dengan aman, paling tidak
ada lima bentuk pertanyaan dasar yang harus dijawab secara memuaskan,
yaitu :
a. Siapa yang mengatakan itu?
b. Apakah dengan satu atau cara lain kesaksian itu telah diubah?
c. Apa sebenarnya yang dimaksud oleh orang itu dengan kesaksiannya
itu?
d. Apakah yang memberikan kesaksiannya itu seorang saksi mata
(witness) yang kompeten, apakah ia mengetahui fakta itu?
e. Apakah saksi itu mengatakan yang sebenarnya (truth) dan memberikan
kepada kita fakta-fakta yang diketahui itu?
Berbeda dengan penggunaan kritik internal, untuk kritik eksternal peneliti
penerbitan sumber tertulis, bentuk fisik sumber tertulis, usia narasumber, latar dan
belakang narasumber. Dalam melakukan kritik eksternal terhadap sumber tertulis,
peneliti tidak melakukan kritik secara ketat dengan pertimbangan banyak sumber
tertulis merupakan sumber sekunder, dan hanya melihat dari aspek nama penulis,
tahun penerbitan, dimana sumber tersebut diterbitkan, dan siapa penerbitnya.
Dengan criteria tersebut dapat dianggap sebagai salah satu bentuk
pertanggungjawaban atas penggunaan sumber tertulis.
3.4.3 Interpretasi (Penafsiran Sumber)
Setelah dilakukannya kegiatan kritik terhadap sumber yang dikumpulkan,
peneliti menempuh langkah selanjutnya yaitu interpretasi atau penafsiran sumber.
Tahap ini merupakan tahap pemberian makna terhadap data-data yang telah
melalui tahap kritik menjadi fakta-fakta, yang diperoleh dalam penelitian. Upaya
penyusunan fakta-fakta disesuaikan dengan pokok permasalahan yang dibahas
dalam penelitian. Setelah fakta-fakta tersebut dirumuskan dan disimpulkan
berdasarkan data yang berhasil diperoleh, maka kemudian fakta tersebut
kemudian disusun dan ditafsirkan. Suatu fakta dihubungkan dengan fakta lainnya,
sehingga menjadi sebuah rekonstruksi yang memuat penjelasan dari berbagai
pokok-pokok permasalahan.
Menurut Helius Sjamsuddin ada dua macam penafsiran yang berkaitan
dengan faktor-faktor pendorong sejarah. Pertama, determinisme (determinisme
rasial, penafsiran geografis, interpretasi ekonomi, penafsiran orang besar,
penafsiran spiritual atau idealistik, penafsiran ilmu dan teknologi, penafsiran
sosiologis, dan penafsiran sintesis). Kedua, kemauan bebas manusia serta
kebebasan manusia mengambil keputusan (Sjamsuddin, 2007: 164-171).
Untuk mengkaji dan memahami berbagai peristiwa yang terjadi di masa
lampau, penggunaan pendekatan merupakan suatu hal yang penting dalam
kegiatan penelitian. Pendekatan yang digunakan peneliti dalam penelitian ini ialah
menggunakan pendekatan interdisipliner, yaitu : dengan menggunakan disiplin
ilmu-ilmu sosial sebagai alat analisisnya. Hal ini bertujuan agar dapat
mengungkap peristiwa atau tokoh sejarah secara utuh dan menyeluruh, dengan
permasalahan akan dilihat dari berbagai sudut pandang tentang permasalahan
tersebut baik keluasan maupun kedalamannya akan terlihat.
3.4.4 Historiografi
Tahapan penulisan dan interpretasi sejarah merupakan dua kegiatan yang
tidak terpisah melainkan bersamaan. Pada bagian ini peneliti menyajikan hasil
temuan dari berbagai sumber yang telah dikumpulkan, diseleksi, dianalisis serta
melalui proses imajinasi berdasarkan fakta-fakta yang telah ditemukan. Hasil
rekonstruksi tersebut peneliti tuangkan menjadi sebuah penulisan sejarah atau
historiografi. Historiografi merupakan puncak dalam prosedur penelitian sejarah
dan merupakan bagian terakhir dari metode sejarah.
Kegiatan terakhir dalam penelitian skripsi ialah melaporkan seluruh hasil
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam tahap ini seluruh kemampuan
peneliti dikerahkan, bukan hanya kemampuan teknis penggunaan kutipan-kutipan
dan catatan-catatan, tetapi yang terutama ialah penggunaan pikiran-pikiran kritis
dan analisis sehingga menghasilkan sintesis dari seluruh hasil penelitian atau
dalam suatu penemuan utuh yang disebut historiografi.
Sistematika penulisan dibagi ke dalam lima bagian yang memuat
pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, pembahasan, dan terakhir
adalah kesimpulan. Adapun sistematika penulisan skripsi sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bagian awal penulisan mengenai Supeni, didalamnya diuraikan
latar belakang masalah penelitian yang diangkat oleh peneliti dilihat dari
kesenjangan yang nampak dari sebuah realita yang ada dengan suatu kondisi yang
ideal dari permasalahan tersebut sehingga dengan begitu terlihat alasan mengapa
persoalan penting untuk diangkat. Selain dari latar belakang masalah penelitian,
pada bagian ini juga terdapat rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan
penelitian yang hendak dicapai oleh peneliti, manfaat penelitian yang diharapkan
oleh peneliti dengan dilakukannya penelitian ini, metode penelitian dan teknik
pengumpulan data serta sistematika dari penulisan juga dimuat pada bab
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Merupakan hasil tinjauan kepustakaan serta telaah dari berbagai sumber
literatur yang berhubungan dengan teori gender, peran perempuan dalam
panggung sejarah dan historiografi perempuan di Indonesia pada periode yang
telah ditentukan. Tinjauan pustaka dilakukan dengan cara mengkaji dan
menganalisis sumber-sumber yang relevan dengan tema yang dibahas. Pada bab
ini juga peneliti melakukan kritik terhadap sumber tersebut.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dipaparkan metode penelitian yang digunakan peneliti dalam
menelusuri setiap data yang berkaitan dengan tokoh Supeni, pengumpulan data
yang kemudian verifikasi sesuai dengan kebutuhan dan disesuaikan dengan
berbagai pertimbangan, selanjutnya data-data yang telah dikumpulkan dan
diverifikasi setelah diberikan kritik untuk selanjutnya diolah sehingga terlihat alur
penelitian sejarah yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
BAB IV SUPENI DALAM PERJALANAN SEJARAH NASIONAL TAHUN 1945-1970
Diuraikan mengenai hasil temuan peneliti tentang permasalahan yang
diangkat, data-data yang ditemukan tersebut harus melewati proses berpikir yang
cermat, dan diberikan kritik (internal dan eksternal) kemudian temuan tersebut
dianalisis oleh peneliti. Penjelasan yang disampaikan pada bab ini merupakan
jawaban dari permasalahan penelitian yang diangkat. Dalam bab ini terdiri dari
tiga sub bab yang dipaparkan dan dianalisis serta melalui proses sintesa mengenai
aspek-aspek yang berkaitan dengan masalah penelitian berdasarkan
sumber-sumber yang ditemukan.
Sub bab pertama mengenai latar belakang kehidupan seperti pendidikan
hingga awal keterlibatannya dalam aktivitas politik di Indonesia, sub bab kedua
tentang keterlibatan Supeni dalam organisasi politik, didalamnya juga mengangkat
mengenai peran Supeni dalam organisasi perempuan, peran dalam partai politik
serta perannya ketika menjabat sebagai duta besar keliling, sub bab ketiga
membahas mengenai dampak dari keterlibatan Supeni dalam bidang politik
1945-1965 dan tahun 1966-1970, yang menggambarkan dinamika kehidupan
politik yang terjadi dan berimbas kepada karir politik Supeni.
BAB V KESIMPULAN
Dalam bab terakhir ini berisikan intisari pemikiran yang diberikan peneliti
terhadap keseluruhan deskripsi isi tulisan, saran-saran yang diberikan peneliti
yang ditemukan selama proses penelitian maupun proses historiografi bagi pihak
yang terkait dengan tulisan ini dan mempunyai kepentingan. Bab inipun memuat
rekomendasi dari peneliti kepada berbagai pihak yang terkait dan memiliki
kepentingan terhadap hasil penelitian ini
DAFTAR PUSTAKA
Merupakan kegiatan yang mencantumkan semua sumber yang digunakan
selama melakukan kegiatan penelitian, baik sumber buku, jurnal, artikel, surat
kabar, arsip dan sumber yang wawancara. Cara penulisan daftar pustaka
disesuaikan dengan aturan yang berlaku di universitas tempat peneliti menjalani
kegiatan akademik serta sesuai dengan kaidah ilmiah yang berlaku. Disusun
secara alfabetis tanpa nomor urut, sumber tertulis atau tercetak yang lebih dari
satu baris ditulis dengan jarak antar antar baris satu spasi, sedangkan jarak antara
sumber-sumber tertulis yang saling berurutan adalah satu setengah spasi.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Berisi semua dokumen yang digunakan dalam penelitian dan penulisan,
hasil-hasilnya menjadi satu karya tulis ilmiah untuk memudahkan pembaca.
Setiap lampiran diberi nomor urut sesuai dengan urutan penggunaannya, dan
diberi judul. Riwayat hidup memuat informasi nama lengkap, tempat dan tanggal
lahir, jalur pendidikan yang ditempuh, serta berbagai prestasi yang pernah dicapai
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Sejarah panjang Indonesia diwarnai dengan berbagai catatan peristiwa
penting yang dibuat oleh perempuan maupun laki-laki. Mereka bersama-sama
berjuang baik untuk kalangannya sendiri maupun untuk negara. Perjuangan yang
dilakukan kaum perempuan meliputi berbagai bidang dan semua itu bermuara
pada sebuah proses emansipasi. Dilihat dari sudut pandang historiografi
perempuan di Indonesia, Supeni merupakan salah satu tokoh yang sedikit sekali
mendapatkan perhatian untuk dihadirkan dalam berbagai literatur sejarah.
Keadaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor :
Pertama, kuatnya dominasi laki-laki, sehingga perempuan mengalami
“peminggiran” dalam berbagai tulisan sejarah, terlihat dari banyaknya tulisan sejarah yang mengangkat perjalanan dan peran tokoh laki-laki. Sedangkan secara
kuantitas dan kualitas tulisan sejarah perempuan masih tertinggal. Hal ini terlihat
dari sedikitnya tulisan sejarah yang mengangkat peran politik Supeni dalam
perjalanan sejarah nasional.
Kedua, terbatasnya sumber yang berkaitan dengan Supeni maupun tokoh
perempuan lainnya, terjadi karena paradigma yang berkembang dalam masyarakat
dan menempatkan kaum perempuan dalam wilayah prifat, sedangkan kaum
laki-laki ditempatkan dalam ranah publik, sehingga sedikit sekali catatan mengenai
kaum wanita. Sumber-sumber yang berkaitan langsung dengan Supeni pun
terbilang sangatlah sedikit, entah karena paradigma yang ada atau memang masih
sedikit orang yang berminat mengulas peran dan kehidupan politik Supeni.
Ketiga, terjadi perebutan hegemoni kekuasaan, kaum perempuan dianggap
individu lemah dan masuk dalam ruang sebagai makhluk yang harus dilindungi,
sedangkan kaum laki-laki digambarkan sebagai pribadi yang mempunyai banyak
power. Hadirnya Supeni sebagai tokoh yang mengalami “pengaleniasian” dalam historiografi perempuan di Indonesia bukanlah sebagai serangan bagi dominasi
tulisan sejarah kaum laki-laki. Akan tetapi, kajian mengenai Supeni mengingatkan
perempuan dan laki-laki. Untuk itu dibutuhkan tulisan sejarah androgynous – tulisan yang tidak memihak kepada dominasi maskulin dan tidak juga condong ke
feminim. Sebuah tulisan sejarah yang dapat mengakomodir ruang dari kedua
makhluk tersebut, sehingga tidak muncul anggapan adanya kelompok yang
diabaikan dalam tulisan sejarah di Indonesia. Penggunaan pendekatan gender juga
dimungkinkan untuk mengungkap secara nyata siapa melakukan apa, kapan,
untuk berapa lama baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan negara.
Keempat, minimnya minat baik sejarawan akademik maupun non
akademik untuk menuliskan tokoh seperti Supeni maupun tokoh perempuan
lainnya. Dimana terdapat juga perdebatan antara kaum perempuan dan laki-laki
mengenai siapa yang pantas menulis sejarah perempuan. Walaupun pada
hakikatnya siapapun orangnya berhak untuk menuliskan sejarah perempuan,
asalkan dengan dengan sudut pandang yang sewajarnya.
Kelima, minimnya minat dari perempuan itu sendiri untuk mengungkap
sejarah kaumnya. Terlihat dari berbagai tulisan sejarah perempuan yang ada lebih
banyak ditulis oleh kaum laki-laki dan dengan sudut pandang kaum laki-laki,
sedangkan kaum perempuan sendiri belum menunjukkan progres yang signifikan.
Apa yang terjadi dengan Supeni memberikan gambaran yang sudah
seharusnya didapatkan oleh kaum perempuan untuk memiliki derajat yang sama
baik dalam bidang politik, sosial dan ekonomi. Kaum perempuan sudah tidak lagi
harus merasa menjadi second sex yang harus mundur ketika terjadi proses
pemilihan, hak mereka kini sama seperti hak yang diperoleh kaum laki-laki.
Kesemuanya merupakan upaya kaum perempuan dalam proses emansipasi, dan
untuk menghilangkan pandangan negatif bahwa perempuan hanya kelas sosial
setelah kaum laki-laki, lebih dari itu perempuan mempunyai hak yang sama
seperti laki-laki dalam tulisan sejarah di Indonesia.
Kajian Supeni dalam historiografi perempuan di Indonesia semoga dapat
bermanfaat bagi pengembangan materi di Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas
Pendidikan Indonesia, dan sebagai masukan bagi sejarawan akademik, non
akademik maupun orang-orang yang hendak menulis sejarah Indonesia sudah
perempuan dan laki-laki. Selain itu, diharapkan tulisan ini menjadi masukan bagi
para pendidik sejarah di tingkat sekolah khususnya, untuk terus mengembangkan
materi pembelajaran sejarah di sekolah. Materi mengenai tokoh-tokoh perempuan
dapat digali lebih dalam dan mengangkat tokoh-tokoh lain diluar tokoh-tokoh
perempuan yang sudah sering disampaikan.
Bagi mahasiswa di Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan
Indonesia, yang hendak melakukan penelitian tentang sejarah perempuan
sebaiknya memperhatikan betul sudut pandang yang digunakan, sehingga
diharapkan dapat meminimalisir mengungkap sudut pandang perempuan melalui