DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah ... 1
2. Rumusan Masalah ... 6
3. Tujuan Penelitian ... 7
4. Manfaat Penelitian ... 7
5. Definisi Operasional ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematik ... 10
2. Model Reciprocal Teaching ... 11
3. Teori Belajar yang Mendukung Model Reciprocal teaching ... 15
5. Hipotesis ... 16
BAB III METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 18
2. Populasi dan Sampel ... 19
3. Variabel Penelitian ... 19
4. Instrumen Penelitian ... 19
5. Bahan Ajar ... 28
6. Prosuder Penelitian ... 29
7. Analisis Data ... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 36
2. Pembahasan ... 56
BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan ... 60
2. Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 62
LAMPIRAN ... 64
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Kriteria Validitas Instrumen ... 22
Tabel 3.2 Hasil Validitas Tiap Butir Soal... 23
Tabel 3.3 Kriteria Reabilitas ... 24
Tabel 3.4 Kriteria Daya Pembeda ... 25
Tabel 3.5 Hasil Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 25
Tabel 3.6 Kriteria Indeks Kesukaran ... 26
Tabel 3.7 Hasil Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 27
Tabel 3.8 Data Hasil Uji Instrumen ... 27
Tabel 3.9 Kriteria Tingkat Gain ... 33
Tabel 3.10 Kategori Jawaban Angket ... 34
Tabel 3.11 Interpretasi Persentase Angket ... 35
Tabel 4.1 Statistik Deksriptif Skor Pretes ... 37
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Data Pretes ... 38
Tabel 4.3 Hasil Uji Mann-Whitney U Data Pretes ... 40
Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Skor Postes ... 41
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Data Postes ... 42
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman LAMPIRAN A
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 65
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 92
3. Lembar Kerja Siswa ... 110
LAMPIRAN B 1. Kisi-Kisi Soal Pretes ... 124
2. Kisi-Kisi Soal Postes ... 127
3. Soal Pretes ... 133
4. Soal Postes ... 134
5. Format Kisi-Kisi Angket Sikap Siswa ... 135
6. Format Angket Sikap Siswa ... 136
7. Format Lembar Observasi ... 137
LAMPIRAN C 1. Hasil Pengolahan Data Uji Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematik SMP Negeri 9 Bandung ... 140
LAMPIRAN D
1. Daftar Nilai dan Indeks Gain Kelas Reciprocal ... 144
2. Daftar Nilai dan Indeks Gain Kelas Konvensional ... 145
3. Data Hasil Angket Siswa ... 146
4. Skor Angket Siswa dan Kategori ... 147
LAMPIRAN E 1. Beberapa Hasil Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 149
2. Beberapa Hasil Jawaban Pretes Kelas Eksperimen ... 172
3. Beberapa Hasil Jawaban Pretes Kelas Kontrol ... 181
4. Beberapa Hasil Jawaban Postes Kelas Eksperimen ... 190
5. Beberapa Hasil Jawaban Postes Kelas Kontrol ... 199
6. Beberapa Hasil Angket Siswa ... 211
7. Beberapa Hasil Lembar Observasi ... 216
LAMPIRAN F 1. Surat Izin Uji Instrumen ... 225
2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Uji Instrumen ... 226
3. Surat Izin Penelitian ... 227
4. Surat Keterangan Telah Melaksankan Penelitian ... 228
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang berperan penting dalam pembangunan suatu bangsa. Terbukti bahwa hampir di setiap negara, pendidikan menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional. Persoalan kualitas pendidikan hingga saat ini masih menjadi masalah bagi negara kita. Untuk itu pemerintah mengupayakan berbagai cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya tersebut melingkupi berbagai komponen di bidang pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.
Dalam kurikulum, banyak sekali mata pelajaran yang harus dipelajari siswa di sekolah, salah satunya adalah matematika. Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang diajarkan di semua jenjang pendidikan formal, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga menengah. Matematika termasuk ke dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dinilai sangat memegang peranan penting karena matematika dapat meningkatkan pengetahuan siswa dalam berpikir secara logis, rasional, kritis, cermat, efektif, dan efisien (Kemdiknas, 2006).
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah,
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika,
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh,
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa salah satu tujuan siswa mempelajari matematika adalah untuk menggunakan penalaran mereka dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumarmo (1987) menyatakan bahwa pada dasarnya setiap penyelesaian soal matematika memerlukan kemampuan penalaran dan pemahaman matematik. Dengan demikian kemampuan penalaran matematik harus dimiliki oleh setiap siswa.
di dalamnya pengetahuan bagaimana menjustifikasi kesimpulan (Mulyana, 2008: 28). Sedangkan Suherman (2008: 2) berpendapat bahwa dalam penalaran ada unsur kompleksitas, yaitu proses lebih cermat, berbagai aspek ditinjau, serta dampak diperkirakan. Jadi, penalaran adalah suatu proses berpikir secara logis dalam menarik sebuah kesimpulan yang benar atau sah (valid).
Secara umum penalaran terbagi menjadi dua, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Permana dan Sumarmo (2007: 16-17) menjelaskan persamaan dan perbedaan dari kedua penalaran tersebut. Menurut mereka, persamaan penalaran induktif dan deduktif adalah keduanya merupakan argumen yang mempunyai struktur, terdiri dari beberapa premis dan satu kesimpulan. Sedangkan perbedaannya terdapat pada dasar penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan yang berdasarkan sejumlah kasus atau contoh terbatas disebut induksi, sementara penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati dinamakan deduksi.
Meskipun kemampuan penalaran induktif matematik penting untuk dimiliki setiap siswa, ternyata faktanya kemampuan penalaran induktif matematik siswa SMP masih rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Priatna (2003: 115) yang menyatakan kemampuan penalaran dan pemahaman siswa SMP di kota Bandung masih tergolong rendah, masing-masing hanya sekitar 42% dan 50% dari skor ideal. Fakta lain yang menunjukkan bahwa kemampuan penalaran (baik deduktif maupun induktif) siswa dalam belajar matematika masih rendah. Sumarmo (1987) mengemukakan bahwa baik secara keseluruhan maupun kelompok, menurut tahapan kognitif siswa, skor siswa SMP dalam penalaran masih rendah.
Ada beberapa hal yang menyebabkan rendahnya kemampuan penalaran induktif matematik yang dimiliki oleh siswa. Salah satu penyebabnya adalah model pembelajaran yang digunakan tidak menunjang untuk meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematik siswa. Siswa belajar secara individual sehingga mereka tidak bisa bereksplorasi dan mengemukakan argumen dan kesimpulan yang ia peroleh.
untuk berani berargumen dan mengemukakan kesimpulan yang ia peroleh, sehingga guru dapat menilai sudah sejauh mana kemampuan penalaran induktif matematik yang dimiliki oleh masing-masing siswa.
Guru harus menyiapkan bahan ajar dan memberikan pemecahan masalah semudah dan semenarik mungkin agar siswa memahami masalah yang diberikan dan mampu menemukan pemecahan yang terbaik dari setiap soal serta mampu membuat kesimpulan dengan mudah. Pemilihan dan pelaksanaan model pembelajaran yang tepat akan membantu guru dalam menyampaikan pelajaran matematika. Pemilihan model pembelajaran dilakukan oleh guru dengan cermat agar sesuai dengan materi yang akan disampaikan, sehingga siswa dapat memahami dengan jelas setiap materi yang disampaikan dan akhirnya akan mampu membuat proses belajar mengajar lebih optimal dan mencapai keberhasilan dalam pendidikan.
Gambaran umum di atas dapat diawali dengan menerapkan model reciprocal teaching sebagai alternatif model pembelajaran dalam upaya
meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematik siswa.
memprediksi. Dengan belajar bersama kelompoknya siswa dapat bertukar pendapat, ide, dan gagasan dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematik siswa.
Adapun model Reciprocal Teaching ini sudah pernah digunakan dalam beberapa penelitian. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Dirgantoro ( 2010: 82) yang menyatakan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan model Reciprocal Teaching lebih baik daripada siswa yang memperoleh
pembelajaran secara konvensional. Rusmayanti (2010: 71) juga melakukan penelitian menggunakan model Reciprocal Teaching yang hasilnya adalah peningkatan kemampuan penalaran logis siswa yang pembelajarannya menggunakan model Reciprocal Teaching lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.
Uraian di atas melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian
dengan judul “ Penerapan Model Reciprocal Teaching untuk Meningkatkan
Kemampuan Penalaran Induktif Matematik Siswa SMP”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional?
2. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran metematika dengan menggunakan model Reciprocal Teaching?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran induktif matematik siswa yang mendapat pembelajaran dengan model Reciprocal Teaching lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran dengan
model pembelajaran konvensional.
2. Untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model Reciprocal Teaching.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagi siswa
Pembelajaran matematika dengan menggunakan model Reciprocal Teaching diharapkan dapat memberikan pengaruh yang lebih baik
2. Bagi guru
Pembelajaran matematika dengan menggunakan model Reciprocal Teaching dapat dijadikan sebagai alternatif dalam pembelajaran untuk
memperbaiki kemampuan penalaran induktif matematik siswa. 3. Bagi peneliti dan pembaca
Dapat memberikan pengetahuan dan gambaran yang lebih jelas tentang model Reciprocal Teaching dalam pembelajaran matematika agar dapat meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis siswa.
E. DEFINISI OPERASIONAL
Istilah-istilah yang perlu didefinisikan agar tidak menimbulkan perbedaan persepsi dalam pemahaman variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Model Reciprocal Teaching adalah salah satu model pembelajaran yang memiliki kegiatan belajar mandiri dengan tujuan agar siswa lebih memahami konsep karena siswa menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari. Pada model ini terdapat empat strategi utama yaitu merangkum, menyusun pertanyaan, menjelaskan kembali dan memprediksi.
menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi serta menyusun konjektur.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yang menguji model Reciprocal Teaching dalam pembelajaran matematika. Pada penelitian kuasi eksperimen ini siswa tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan siswa seadanya. Hal ini disebabkan pengelompokkan baru di lapangan sering tidak memungkinkan. Desain dalam penelitian ini adalah desain kelompok kontrol non-ekivalen. Menurut Ruseffendi (2005:52) pada desain kelompok kontrol non-ekivalen terdapat pretes dan postes. Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen diberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan model Reciprocal Teaching, sedangkan pada kelompok kontrol diberikan perlakuan berupa pembelajaran matematika dengan model pembelajaran konvensional. Dari kedua kelompok tersebut akan dibandingkan kemampuan penalaran induktif matematik yang dicapai siswa. Dengan demikian skema desain penelitian ini (Ruseffendi, 2005: 53) adalah sebagai berikut:
O X O O O Keterangan :
X : Pembelajaran dengan menggunakan model Reciprocal Teaching.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung tahun ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 12 kelas. Dari populasi tersebut diambil dua kelas yaitu kelas VIII 2 dan VIII 3. Salah satu dari kelas tersebut dijadikan sebagai kelas eksperimen yang akan diberikan pembelajaran matematika dengan model Reciprocal Teaching yaitu kelas VIII 2, sedangkan satu kelas lainnya dijadikan sebagai kelas kontrol yang diberikan pembelajaran secara konvensional yaitu kelas VIII 3.
C. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua buah variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model Reciprocal Teaching, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan penalaran
induktif matematik siswa.
D. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Data Kuantitatif
a. Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematik
Tes yang digunakan diharapkan dapat mengukur kemampuan penalaran induktif matematik siswa. Tes yang digunakan adalah tes tertulis berbentuk uraian (subjektif) yang terbagi ke dalam dua macam tes, yaitu pretes dan postes. Pretes yaitu tes yang dilakukan sebelum perlakuan diberikan sedangkan postes yaitu tes yang diberikan setelah perlakuan diberikan.
Melalui tes uraian, proses atau langkah-langkah penyelesaian yang dilakukan dan ketelitian siswa dalam menjawab dapat teramati, seperti yang diungkapkan oleh Suherman (1990: 95) bahwa penyajian soal tipe subjektif dalam bentuk uraian mempunyai beberapa kelebihan di antaranya, yaitu (1) hasil evaluasi lebih dapat mencerminkan kemampuan siswa sebenarnya, (2) proses pengerjaan tes akan menimbulkan kreativitas dan aktivitas positif siswa, karena tes tersebut menuntut siswa agar berpikir secara sistematik, menyampaikan pendapat dan argumentasi, mengaitkan fakta-fakta yang relevan.
Instrumen dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dosen pembimbing dan dengan guru matematika yang bersangkutan di sekolah tempat penelitian.
Setelah mengalami perbaikan, instrumen diujicobakan terhadap kelas IX yang telah mempelajari materi Fungsi.
Setelah diujicobakan, kemudian instrument diukur validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran dari instrumen tersebut. Berikut ini adalah hasil uji coba instrumen tersebut:
(i) Uji Validitas
Suherman (2003 : 102) menyatakan bahwa suatu alat evaluasi disebut valid apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Oleh karena itu keabsahannya tergantung pada sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam melaksanakan fungsinya. Dengan demikian suatu alat evaluasi disebut valid jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasi itu. Untuk menghitung kevaliditasan empirik suatu soal, dihitung dengan koefisien validitas ( ) dengan mengunakan rumus (Suherman, 2003:121) :
=
�� − � (� )(� 2− 2) � 2− 2
Keterangan:
= Koefisien korelasi antara nilai yang diperoleh dengan nilai total.
x = Nilai yang diperoleh.
y = Nilai total.
Koefisien validitas ( ) diinterpretasikan dengan kategori (Suherman, 2003:113) seperti tercantum dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Kategori Validitas Instrumen Koefisien Validitas (� ) Kriteria
0,90 ≤ < 1,00 Validitas sangat tinggi (sangat baik) 0,70 ≤ < 0,90 Validitas tinggi (baik)
0,40 ≤ < 0,70 Validitas sedang (cukup) 0,20 ≤ < 0,40 Validitas rendah (kurang) 0,00 ≤ ≤0,20 Validitas sangat rendah (kurang) ≤ 0,00 Tidak valid
Untuk menghitung validitas butir soal, penulis menggunakan bantuan program Microsoft Excel. Adapun hipotesis dalam pengujiannya dirumuskan sebagia berikut:
H0: Instrumen merupakan alat ukur tes yang valid.
H1: Instrumen merupakan alat ukur tes yang tidak valid.
Jika rhitung > rtabel dengan derajat kebabasan dk = n – 2 dan taraf
signifikansi α = 0,05, maka H0 diterima.
Tabel 3.2
Hasil Validitas Tiap Butir Soal
No.
Suherman (2003 : 131) menyatakan bahwa suatu alat evaluasi (tes dan nontes) disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap yang digunakan pada subjek yang sama. Relatif tetap di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi mengalami perubahan yang tidak berarti (tidak signifikan) dan bisa diabaikan. Bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe subjektif atau uraian, karena itu untuk mencari koefisien reliabilitas ( 11) digunakan
rumus Alpha yang dirumuskan (Suherman, 2003:154) sebagai berikut:
11
=
�−�11
−
� �2
2
Keterangan:
r11 = Koefisien reliabilitas instrumen.
n = Banyaknya butir soal.
Menurut Guilford (Suherman, 2003 : 139) koefisien reliabilitas diinterpretasikan seperti yang terlihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas
Koefisien Relibilitas (���) Kriteria
11 ≤ 0,20 Reliabilitas sangat rendah 0,20 ≤ 11 < 0,40 Relibilitas rendah 0,40 ≤ 11 < 0,70 Relibilitas sedang 0,70 ≤ 11 < 0,90 Reliabilitas tinggi 0,90 ≤ 11 ≤1,00 Reliabilitas sangat tinggi
Penulis juga menggunakan program Microsoft Excel untuk menghitung reliabilitas. Berdasarkan hasil uji coba diperoleh nilai koefisin reliabilitas sebesar 0,64, nilai ini menunjukkan bahwa reliabilitas instrumen yang digunakan tergolong ke dalam kategori sedang.
(iii) Uji Daya Pembeda
bodoh. Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus (Suherman, 2003:160)sebagai berikut:
��
=
� −����
Keterangan:
DP = Daya pembeda.
� = Rata-rata skor siswa kelompok atas.
� = Rata-rata skor siswa kelompok bawah. SMI = Skor maksimal ideal.
Kriteria yang digunakan untuk daya pembeda (Suherman, 2003:161) dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4
Kriteria Daya Pembeda
Dalam pengujian daya pembeda, penulis juga menggunakan bantuan program Microsoft Excel. Berdasarkan hasil uji coba diperoleh hasil seperti yang terdapat pada tabel 3.5.
Tabel 3.5
Hasil Daya Pembeda Tiap Butir Soal No. Daya Pembeda Interpretasi
1 0,59 Baik 2 0,25 Cukup 3 0,27 Cukup 4 0,45 Baik Daya Pembeda (DP) Kriteria
DP ≤ 0,00 Sangat jelek 0,00 <DP ≤0,20 Jelek
(iv) Uji Indeks Kesukaran
Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut indeks kesukaran (Suherman, 2003 : 169). Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval (kontinum) 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti butir soal tersebut terlalu sukar, sebaliknya soal dengan indeks kesukaran mendekati 1,00 berarti soal tersebut terlalu mudah. Untuk mencari indeks kesukaran (IK) digunakan rumus (Suherman, 2003:170) sebagai berikut:
��
=
����
Keterangan:
IK = Indeks kesukaran.
� = Rata-rata skor tiap soal. SMI = Skor maksimal ideal.
Untuk menginterpretasikan indeks kesukaran, banyak digunakan kriteria (Suherman, 2003:170) seperti yang terlihat pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6
Kriteria Indeks Kesukaran Indeks Kesukaran (IK) Kriteria Soal
IK = 0,00 Soal terlalu sukar 0,00 <IK ≤0,30 Soal sukar
0,30 < IK≤ 0,70 Soal sedang 0,70 <IK < 1,00 Soal mudah
Dalam pengujian indeks kesukaran, penulis juga menggunakan bantuan program Microsoft Excel. Berdasarkan hasil uji coba diperoleh hasil yang tercantum pada tabel 3.7.
Tabel 3.7
Hasil Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal No. Indeks Kesukaran Interpretasi
1 0,59 Sedang
2 0,93 Mudah
3 0,35 Sedang
4 0,47 Sedang
5 0,50 Sedang
Dengan melihat validitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran dari setiap butir soal yang diujicobakan maka soal yang digunakan sebagai instrumen tes disajikan dalam tabel 3.8.
Tabel 3.8
karena itu digunakan instrumen angket. Instrumen angket yang digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran, bahan ajar, dan guru yang mengajar. Skala yang digunakan dalam angket adalah skala Likert. Ada dua jenis pernyataan dalam skala Likert yaitu pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable). Setiap pernyataan memiliki empat alternatif pilihan, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
b. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas yang dilakukan guru dan siswa selama proses pembelajaran dengan model Reciprocal Teaching berlangsung. Lembar observasi yang digunakan terdiri dari dua macam lembar observasi, yaitu lembar observasi guru dan lembar observasi siswa. Lembar observasi ini diisi oleh observer yang terdiri dari guru mata pelajaran matematika atau rekan mahasiswa.
E. Bahan Ajar
Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP untuk kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional.
2. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Kerja Siswa (LKS) ini memuat kegiatan dan masalah-masalah yang harus diselesaikan oleh siswa. LKS diberikan pada kelas eksperimen yang menggunakan model Reciprocal Teaching.
F. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan kegiatan sebagai berikut. 1. Tahap Persiapan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini, yaitu sebagai berikut.
a. Identifikasi permasalahan mengenai bahan ajar, merencanakan pembelajaran, serta alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Melakukan perizinan tempat untuk penelitian. c. Menyusun instrumen penelitian.
d. Melakukan proses pembimbingan.
e. Melakukan uji coba instrumen yang akan digunakan untuk mengetahui kualitasnya. Uji coba instrumen ini diberikan terhadap subyek lain di luar subyek penelitian, tetapi mempunyai kemampuan yang setara dengan subyek dalam penelitian yang akan dilakukan.
f. Analisis kualitas/kriteria instrumen
h. Menghubungi kembali pihak sekolah untuk mengkonsultasikan waktu dan teknis pelaksanaan penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini, sebagai berikut: a. Memberikan pretes pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.
b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran di kedua kelas tersebut. Pembelajaran yang dilakukan di kelas kontrol menggunakan pembelajaran secara konvensional, sedangkan pembelajaran di kelas eksperimen menggunakan pembelajaran Reciprocal Teaching.
c. Melakukan observasi kelas pada setiap pembelajaran, baik terhadap guru, maupun siswa.
d. Memberikan angket skala sikap pada pertemuan terakhir kepada siswa untuk mengetahui kesan dan sikap siswa di kelas eksperimen terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.
e. Memberikan postes pada kedua kelas tersebut. 3. Tahap Refleksi dan Evaluasi
G. Analisis Data
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara yakni dengan memberikan ujian (pretes dan postes), pengisian angket, jurnal harian, dan observasi. Data yang diperoleh kemudian dikategorikan ke dalam jenis data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil ujian siswa (pretes dan postes). Sementara itu data kualitatif meliputi data hasil pengisian angket dan lembar observasi.
1. Analisis Data Kuantitatif
Langkah – langkah dalam melakukan analisis data kuantitatif adalah sebagai berikut.
a. Analisis data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol
Pengolahan data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelas, apakah kedua kelas itu mempunyai kemampuan yang setara atau tidak. Untuk mengetahui kemampuan penalaran induktif matematik awal kedua kelompok tersebut menggunakan bantuan software SPPS (Statistical Product and Service Solution) dengan menggunakan langkah – langkah sebagai berikut:
(i) Uji Normalitas
normal atau tidak. Jika kedua kelompok berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan dengan menguji homogenitas. Sedangkan jika tidak berdistribusi normal, maka pengujian dilakukan dengan pengujian non-parametrik.
(ii) Uji Homogenitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji bahwa setiap kelompok yang akan dibandingkan memiliki variansi yang sama. (iii) Uji Kesamaan Dua Rata-rata
Uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata skor pretes kedua kelas sama. Untuk data yang memenuhi asumsi normalitas dan homogenitas, maka menggunakan uji t yaitu Independent Sample T-Test dengan asumsi kedua varians homogen sedangkan untuk data yang asumsi normalitas tetapi tidak homogen, maka pengujiannya menggunakan pengujian t’ yaitu
Independent Sample T-Test dengan asumsi kedua varians tidak
homogen. Untuk data yang tidak memenuhi asumsi normalitas dan homogenitas maka pengujiannya menggunakan uji non-parametrik. b. Analisis data peningkatan kemampuan penalaran induktif matematik siswa
mengetahui peningkatan kemampuan penalaran induktif matematik siswa adalah data indeks gain. Peningkatan kemampuan penalaran induktif matematik siswa diperoleh dengan menggunakan rumus (N-Gain) menurut Meltzer & Hake (Sriwiani, 2005 : 47) sebagai berikut.
pre
Adapun kriteria tingkat gain menurut Hake (Sriwiani, 2005:64) seperti yang terlihat pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9
a. Angket
Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan data untuk menjawab permasalahan penelitian. Data disajikan dalam bentuk tabel dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi setiap alternatif jawaban serta untuk mempermudah dalam membaca data. Data yang diperoleh, kemudian dipersentasekan sebelum dilakukan penafsiran berdasarkan kriteria Hendro (dalam Rahmawati, 2002 : 18) dengan menggunakan rumus:
n : banyaknya responden (banyaknya siswa yang diteliti).
Tabel 3.10
Tabel 3.11
Interpretasi Persentase Angket
Besar Persentase Tafsiran
0% Tidak ada
0% < � ≤25% Sebagian kecil
25% <� < 50% Hampir setengahnya
�= 50% Setengahnya
50% <� ≤75% Sebagian besar
75% <�< 100% Pada umumnya
�= 100% Seluruhnya
b. Lembar Observasi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan penalaran induktif matematik siswa yang mendapat pembelajaran dengan model Reciprocal Teaching lebih tinggi daripada siswa yang mendapat model pembelajaran konvensional.
2. Sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model Reciprocal Teaching pada umumnya positif.
B. Saran
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas, maka perlu dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan studi pendahuluan sebelum melakukan penelitian untuk mengetahui kemampuan penalaran induktif matematik yang dimiliki oleh siswa.
3. Saat membentuk kelompok hendaknya dibuat heterogen berdasarkan kemampuan masing-masing siswa agar diskusi kelompok berjalan kondusif.
4. Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai apakah model Reciprocal Teaching dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan matematik
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Baharuddin. dan Wahyuni, E. N. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Dirgantoro, K. P. S. (2010). Pembelajaran Matematika melalui Pendekatan Reciprocal Teaching untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Kemandirian Belajar Siswa. Skripsi pada FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.
Faishol, A. (2010). Resiprocal Teaching. [Online]. Tersedia: http://faiztmatematika.blogspot.com/2010/01/resiprocal-teaching.html. [04 November 2010]
Marleviandra. (2010). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika melalui Model Pembelajaran Berbalik (Reciprocal Teaching). [Online]. Tersedia: http://techonly13.wordpress.com. [24 November 2010] Mulyana, E. (2008). Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley
terhadap Peningkatan Pemahaman dan Disposisi Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas Program Ilmu Pengetahuan Alam. Disertasi pada PPS Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan.
Permana, Yanto. dan Sumarmo, Utari. (2007). Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematika Siswa SMA melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal pada Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan.
Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Penahaman Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi pada SPS Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan. Pribadi, Benny A. (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian
Rakyat.
Rahmawati, N. (2002). Upaya Meningkatkan Minat dan Sikap Posotif siswa SLTP Kelas 1 terhadap Matematika melalui Pendekatan Pembelajaran
Matematika Realistik (RME). Laporan Penelitian. Bandung: UPI
Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Sriwiani, Y. (2005). Penerapan Model Pembelajaran Interaktif dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama (Penelitian terhadap siswa kelas 2E-F SMPN 1 Batarujeg-Majalengka). Skripsi. pada FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.
Suherman, E, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Suherman, E, dkk. (2003). Individual Textbook Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA UPI.
Suherman, E. (2008). Hands-out Perkuliahan Belajar dan Pembelajaran Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar-Mengajar. Disertasi pada SPS Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (2010). Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. [Online]. Tersedia:
http://www.pdf-finder.com/BERFIKIR-MATEMATIK-TINGKAT-TINGGI:.html. [10 November 2010].
Supartini. (2005). Upaya Peningkatan Hasil Belajar melalui Implementasi Model Pembelajaran Berbalik (Reciprocal Teaching) Pokok Bahasan Luas dan Keliling pada Siswa Kelas V SD Pogalan III Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Tahun Pelajaran 2004/2005. Skripsi pada FPMIPA Universitas Negeri Semarang: Tidak diterbitkan.
Tobing, G. S. L. (2011). Peningkatan Kemampuan Penalaran Induktif Matematik Siswa yang Memperoleh Pembelajaran Contextual Teaching and Learning. Skripsi pada FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan. Yulianti, N. (2010). Pengaruh Penerapan Pendekatan Problem Centered