BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambar an Umum
Brand Gizi berdiri sejak tahun 1972 dan tetap mempertahankan
pengolahan kosmetik dengan penggunaan bahan baku alami, karena brand ini
merupakan perusahaan kosmetik tradisional pertama di Indonesia. Dalam
pembuatannya menggunakan resep tradisional dari bahan herbal berkhasiat
yang diwariskan secara turun-temurun, yang mana kini telah disempurnakan
dengan teknologi modern yaitu nano technology.
Pada tahun 2013, Gizi mulai bekerja sama dengan LIPI (Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia) untuk menerapkan Nano Technology tersebut.
Karena Gizi sendiri menggunakan bahan-bahan herbal dan dengan adanya
Nano Technology hasilnya menjadi Nano-Herbal.Gunanya Nano Technology
sendiri adalah untuk memperkecil ukuran partikel bahan herbal Gizi Super
Cream sehingga menjadi lebih mudah meresap dan menutrisi kulit tanpa
merusak kandungan bahan herbal yang ada.
Gizi Super Cream juga mengandung 7 bahan alami Indonesia, yaitu
rumput laut, beras bligo, kedelai, lidah buaya, jeruk nipis dan pepaya.
Packagingnya juga diubah sehingga terlihat jauh lebih menarik. Kalau dulu
hanya tersedia dalam bentuk jar, sekarang juga tersedia dalam bentuk tube.
Selain itu pemasarannya mengikuti gaya hidup masyarakat urban yakni
melalui online.Gizi Super Cream mempunyai 3 produk yakni Gizi Super
Cream Daily Nutrition Cream, Gizi Super Cream Daily Nutrition Cream With
SPF 18 dan Gizi Super Cream Daily Natural Lightening Foam yang mana
tekstur krimnya hampir sama berwarna putih dengan aroma mirip bunga atau
tumbuhan. Wanginya lembut tidak menyengat di hidung. Yang sesuai dengan
moto Gizi 4h, yakni :
1. Herbal : terbuat dari bahan herbal alami.
2. Hitech : dibuat dengan teknologi canggih, yakni nano yang
memudahkan produk untuk menyerap dikulit.
3. Heritage : sudah ada sejak lebih dari 40 tahun lalu.
4. Halal.
4.2 Repr esentasi Kecantikan Wanita
Iklan yang menggunakan objek tanda wanita dinilai cenderung
mengandung bias gender. Dalam kaitan ini, persoalan gender harus dilihat
pada dua ranah, yakni proses presentasi dan representasi. Proses presentasi
terjadi dalam praksis kehidupan sehari-hari, sedangkan representasi tampak
dari apa yang disajikan dan dicitrakan lewat media massa dengan semua
produk turunannya, salah satunya adalah iklan. Representasi wanita dalam
iklan secara keseluruhan berindikasi pada kecenderungan menjual
tubuh.Kecantikan, keindahan dan nilai sensualitas yang terdapat pada tubuh
dan dijadikan alat sebagai daya tarik bagi calon konsumen, hal ini merupakan
bentuk eksploitasi tubuh wanita dalam dunia periklanan.
Peran wanita sungguh besar bahkan terdapat diskursus bahwa wanita
dapat menjadi faktor utama penarik pandang dalam iklan. Disini jelas bahwa
ikon wanita yang digunakan dalam setiap eksekusi iklan khususnya pada
produk Gizi Super Cream dalam majalah kecantikan hanya sebagai daya tarik
calon konsumen dalam kata lain bahwa ikon wanita tersebut adalah salah satu
strategi dari komunikasi pemasaran.
Representasi wanita dalam iklan jelas sebagai strategi market. Ketika
pengiklan menawarkan produk, sesungguhnya ia seperti menebarkan sebuah
jaring. Ibarat ikan, khalayak diraih dengan berbagai cara. Kesadaran akan
eksistensi produk dijalin dengan stimuli berupa pencitraan-pencitraan yang
direkayasa yang menimbulkan pikatan secara seksual.
Kehadiran wanita dalam dunia periklanan kerap kali dijadikan sebagai
objek daya tarik semata, wanita memang masih dan tetap digunakan sebagai
model iklan.Wanita masih menjadi pilihan utama karena baik wanita maupun
laki-laki pada dasarnya menyukai wanita yang cantik, anggun dan
santun.Sedangkan laki-laki menyukai wanita yang tampil seksi.
Penggunaan ikon wanita dalam iklan Gizi Super Cream pada majalah
Kecantikan menjadikan daya tarik tersendiri bagi khalayak yang membaca
majalah tersebut.Penggunaan ikon wanita dengan memamerkan tubuh sesuai
tersebut karena mereka memasarkan produk (yang sebenarnya asing bagi
dirinya) demi mendapatkan bayaran semata.Wanita dalam posisi sebagai alat
yang dimanfaatkan dalam mobilisasi politik kepentingan kaum borjuasi.
Seperti halnya dengan media yang lain, majalah kecantikan
menempatkan Iklan sebagai komoditas produsen yang telah berusaha kuat
untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Dengan kondisi masyarakat
yang sudah terintegrasi sebagai masyarakat tontonan, maka tidaklah susah
bagi setiap produsen untuk memanfaatkan peluang ini. Hal ini sekaligus
menasbihkan peran penting wanita dalam media utamanya dalam hal
mendatangkan sumber sumber ekonomi dalam iklan.Sampai saat ini, wanita
masih menjadi “makhluk” seksi untuk dibicarakan. Namun ada satu hal yang
masih sama adalah ketika mereka menjadi “objek” empuk dari
terpaan-terpaan kekuasaan.
Representasi wanita di majalah kecantikan tidak terlepas dari konteks
masyarakatnya, dalam hal ini masyarakat Indonesia yang memiliki budaya
patriarkat. Majalah menjadi salah satu faktor pelanggeng ketidaksetaraan
gender di masyarakat karena pencitraan yang dibentuknya.
Keberadaan wanita pada iklan Gizi Super Cream dalam majalah
kecantikan dipercaya mampu menguatkan pesan iklan.Wanita merupakan
elemen agar iklan mempunyai unsur menjual sehingga penggunaan wanita di
dalam iklan mendatangkan banyak keuntungan.Bagi laki-laki, kehadiran
bila target marketnya wanita, kehadiran wanita merupakan wajah aktualisasi
yang mewakili jati diri eksistensinya.
Hasil penelitian mengkaji sebuah iklan Gizi Super Cream dalam
Majalah Kecantikan. Ditemukan adanya jenis tanda-tanda yang mencakupi
tanda signifier (penanda) signified (petanda), denotasi dan konotasi.
a. Signifier (Penanda)
Yang menjadi penanda (signifier) dalam iklan ini adalah semua bentuk
pesan non verbal atau gambar dalam iklan Gizi Super Cream dalam Majalah
Kecantikan edisi Februari-Maret 2016. Seperti gambar dua model yang
memakai kebaya modern yang mana salah satunya memakai hijab serta sepatu
putih, latar atau background yang di setting dengan memakai keindahan alam.
b. Signified (Petanda)
Sedangkan yang menjadi petanda (signified) dalam iklan ini adalah
semua bentuk pesan verbal atau isi pesan yang disampaikan dalam iklan Gizi
Super Cream dalam majalah Kecantikan edisi Februari-Maret 2016. Seperti
tulisan “Solusi Cantik Wanita Modern”, “Kreasi Kecantikan Alami” dan
“Gizi”.
c. Makna Denotasi
Secara denotasi, ikon wanita pada iklan Gizi Super Cream dalam
majalah kecantikan edisi Februari-Maret 2016 ini menampilkan sosok wanita
cantik, berkulit putih, berambut panjang, menggunakan menggunakan kebaya
hijabnya, menggunakan sepatu putih, dengan ekspresi wajah serius sambil
menghadap kamera. Berfose di sisi tengah dengan bersingkuran satu sama
lain. Dengan salah satu model melirik kearah kanan dan salah satu model
melirik kearah kiri.
d. Makna Konotasi
Secara konotatif, gambar tersebut memperlihatkan suasana yang serius
dan suasana penuhdengan keceriaan dan kealamian alam Indonesia yang
diwakili dengan pemilihan warna biru yang melambangkan ketinggian,
kedalaman dan kecerahan walaupun terdapat warna putih diantara warna biru
tersebut.Warna putih dalam iklan kecantikan ini merupakan gambaran
kedamaian dan kebesihan. Menurut peneliti makna konotasisecara
keseluruhan dalam iklan Gizi Super Cream adalah keindahan alamiah yang
terpancar dari alam Indonesia.
Selain makna yang telah dijelaskan di atas, dalam tampilan iklan Gizi
Super Cream ini, menggunakan model wanita sebagai objek utama yang
bertujuan untuk menunjukkan sisi feminism dari model iklan itu sendiri. Hal
tersebut didukung pula dengan pemilihan baju walaupun tanpa aksesoris yang
nampak digunakan model juga merujuk wanita pada konsep feminism dan
konsep tentang wanita ideal.
Pemilihan warna latar belakang dalam iklan tersebut yang dominan
memakai warna cerah dengan dominasi warna biru yang mempunyai makna
simbol warna putih pada teks “GIZI” dan “Kreasi Kecantikan Alami”
mengandung makna positif mengambarkan sesuatu yang bersih dan suci,
mudah terkesan sedangkan kombinasi warna biru makna pesan nonverbal
berupa ungkapan rasa menyejukkan, kestabilan dan kegembiraan bagi
pemakainya.
Secara konotatif seluruh tanda-tanda yang terdapat pada iklan Gizi
Super Cream memiliki korelasi antara satu dengan lainnya mulai dari ikon
perempuan dengan ekspresi kebahagiaan, penggunaan seluruh warna dalam
iklan selain agar tampak lebih menarik perhatian juga menggambarkan
tentang keunggulan atau kelebihan produk Gizi Super Cream yang sedang
diiklankan tersebut.
Seluruh tanda-tanda yang terdapat dalam iklan Gizi Super Cream di
Majalah Kecantikan edisi Februari-Maret 2016 ini, memiliki makna yang
tersembunyi dan secara tidak langsung saling berhubungan antara tanda-tanda
dalam iklan Gizi Super Cream ini. Pesan teks dalam iklan ini tentu
dimaksudkan untuk memperjelas apa yang ingin disampaikan oleh pengiklan
yaitu produsen dan juga untuk “mencuri” perhatian dari target yang dituju
yang dalam hal ini tentunya calon pelanggan. Hal ini dapat dilihat pada teks
iklan Gizi Super Cream : “Solusi Cantik Wanita Modern”
Dengan demikian, tanda-tanda yang terdapat pada iklan Gizi Super
Cream ini berupa tanda verbal dan non verbal, dan keduanya jika dilihat
mulai dari pemilihan warna dalam seluruh komponen iklan, ekspresi wanita
yang diperagakan sampai dengan teks tulisan pada iklan Gizi Super Cream
dalam majalah Kecantikan edisi Februari-Maret 2016 ini, keterkaitan tersebut
antara lain yaitu menggambarkan secara keseluruhan tentang isi pesan yang
ingin disampaikan oleh pengiklan yakni berupa keunggulan Gizi Super Cream
tersebut.
Ikon wanita dalam iklan ini merupakan penanda yang memberikan
makna yang berbeda-beda bagi setiap orang yang melihat dan membaca iklan
Gizi Super Cream tersebut.Ikon wanita dalam iklan Gizi Super Cream ini
merupakan strategi yang dilakukan oleh para pengiklan dalam memasarkan
produknya.
Oleh karenanya, pesan teks dalam iklan Gizi Super Cream tersebut
memperjelas informasi tentang keunggulan Gizi Super Cream, selanjutnya
penanda “ikon wanita” akan memberikan daya tarik untuk setiap orang yang
dijadikan sebagai sasaran yaitu calon pelanggan, hal ini diperjelas dengan teks
pesan dalam iklan “KREASI KECANTIKAN ALAMI”.
e. Mitos
Setelah analisis denotasi dan konotasi dilakukan, pemaknaan pada
ikon wanita pada iklan Gizi Super Cream dalam majalah kecantikan,
dilanjutkan dengan menganalisis mitos yang muncul. Mitos dirumuskan
sebagai cara berpikir dari suatu kebudayaan tentang sesuatu, cara
Pembaca mitos menghayati mitos sebagai hal yang pernah
diwacanakan, tetapi ada dalam bayangan saja.Pemilihan bentuk mitos tidak
ada hubungannya berdasarkan kebenaran, tetapi hubungannya hanya
berdasarkan penggunaan sehingga masyarakat menggunakan mitos
berdasarkan kebutuhan.Pada saat mitos telah disampaikan kepada masyarakat
maka pada saat itu juga mitos telah menjadi konsumsi masyarakat.
Mitos bukanlah pembicaraan atau wicara yang sembarangan, bahasa
membutuhkan kondisi-kondisi khusus untuk menjadi mitos.Tetapi yang harus
ditetapkan secara tegas pada awalnya adalah bahwa mitos merupakan suatu
sistem komunikasi, bahwa mitos adalah suatu pesan.Hal ini memungkinkan
kita untuk memahami bahwa mitos tidak mungkin merupakan “suatu objek,
konsep atau gagasan; mitos merupakan mode pertanda, suatu
bentuk.Kemudian kita mesti menerapkan kepada bentuk-bentuk itu
batas-batas historis, kondisi-kondisi penggunaan, dan memperkenalkan kembali
masyarakat kedalamnya”. Dengan kata lain mitos dapat berubah menurut
kurun waktu yang berbeda, mitos tercipta dari persepsi manusia yang disetujui
secara konvensional.
Secara keseluruhan, kode-kode yang ditampilkan dari model iklan
dalam hal ini yaitu ikon wanita pada iklan Gizi Super Cream dalam majalah
kecantikan ini mempunyai tubuh yang proporsional, berwajah cantik, berkulit
putih dan berambut panjang, selain itu memakian kebaya yang lengkap
sosial yaitu wanita ideal adalah wanita yang memiliki wajah cantik dan tubuh
yang langsing dan proporsional serta memiliki rambut yang panjang dan indah
serta memakai hijab modern barulah bisa dikatakan sebagai wanita sempurna
dan ideal.
Dalam mitos ini semakin berkembang dan diperkuat dengan
ditampilkannya model pada seluruh iklan, seakan model adalah contoh wanita
yang ideal dan patut dicontoh.Banyak wanita yang ingin tampil sempurna
seperti yang ada didalam iklan, sehingga banyak wanita yang terpengaruh
begitu saja olehnya.Banyak wanita yang mendambakan rambut yang panjang
dan indah.Banyak juga wanita yang mendambakan tubuh proposional agar
selalu cocok dengan pakaian yang sedang mereka pakai.Penampilan seperti
itulah yang membuat mereka terlihat percaya diri, terkesan fashionable,
modern dan tidak ketinggalan zaman.Melalui mitos yang dibangun dalam
iklan Gizi Super Cream dalam majalah Kecantikan, wanita perlu
berpenampilan menarik, berwajah cantik dan membeli produk Gizi Super
Cream tersebut agar terlihat semakin cantik.
Kecenderungan para pengiklan menempatkan para kaum wanita
sebagai alat untuk mempromosikan produknya, hal ini memperteguhkan
mitos-mitos paling kuat yaitu pentingnya daya tarik fisik, sehingga wanita
harus senantiasa menjaga penampilan untuk tetap cantik, menarik dan selalu
konsumen tentang konsep wanita cantik dan ideal adalah wanita seperti pada
iklan tersebut.
Mitos wanita dalam iklan Gizi Super Cream dalam majalah kecantikan
ini merepresentasikan konsep keindahan alami, wanita dalam budaya Timur
yang lebih mengarah ke budaya Jawa dipersepsikan sebagai sosok terindah
ciptaan Tuhan, dan bagi laki-laki yang memiliki pasangan hidup seorang
wanita cantik akan menjadi suatu kebanggaan dalam kehidupan sosialnya.
Wajah yang cantik jika dipadu dengan bentuk tubuh yang
proporsional, akan dikatakan sebagai seorang wanita dengan fisik sempurna.
Di zaman sekarang, tampaknya wanita lebih banyak memperhatikan
penampilan luarnya saja.Sementara masalah inner beauty malah
dikesampingkan.Saat ini memiliki wajah cantik dan bertubuh langsing
bukanlah hal yang privat lagi, melainkan keinginan wanita untuk
mendapatkan pengakuan sosial yang telah di konstruk oleh
masyarakat.Bentuk fisik wanita yang menarik merupakan salah satu
kebanggaan dalam bermasyarakat dan berkeluarga.
Dalam pandangan masyarakat Jawa, wanita wajib merawat tubuh dan
penampilan fisiknya secara keseluruhan agar tetap menarik di hadapan
pasangan maupun orang lain. Usaha-usaha perbaikan dan perawatan diri yang
dilakukan oleh wanita tidak hanya demi keindahan fisik itu sendiri melainkan
agar tampil cantik dan menarik. Hal ini terjadi karena adanya internalisasi
yang berpenampilan lebih baik juga mulai merasakan hal yang lebih baik
mengenai dirinya sendiri.
Penampilan yang disertai dengan perilaku merupakan bentuk kontrol
sosial yang mempengaruhi bagaimana wanita melihat dirinya dan bagaimana
wanita dilihat oleh orang lain. Seperti yang dilihat dalam iklan Gizi Super
Cream di majalah Kecantikan, yaitu wanita yang berusaha untuk
menunjukkan penampilan dan prilakunya yang baik dengan tujuan untuk
menghindari hal-hal yang dinilai negatif dari orang lain, sehingga mitos-mitos
yang muncul pada iklan Gizi Super Cream dalam majalah Kecantikan bukan
hanya tentang konsep kecantikan akan tetapi juga tentang konsep perilaku dan
sikap yang baik melalui berbagai ekspresi yang dilakoni wanita-wanita pada
iklan Gizi Super Cream tersebut.
Konsep perilaku dan sikap yang diperankan oleh wanita dalam iklan
Gizi Super Cream di majalah Kecantikan ini juga merupakan ideologi atau
mitos tentang sosok wanita ideal adalah wanita yang memiliki perilaku dan
sikap yang baik.Dalam budaya timur Jawa, sikap dan perilaku yang baik dari
diri seorang wanita merupakan idaman setiap laki-laki dan kebanggaan dalam
lingkungan sosialnya.
Pemaknaan ideologis dalam konsep ikon wanita dalam iklan Gizi
Super Cream, dapat dipahami melalui sistem bahasa dalam struktur
sosial.Tidak dapat dielakkan bahwa dalam budaya timur keberadaan wanita
kecantikan, keindahan dan seksualitas. Model iklan Gizi Super Cram dalam
majalah Kecantikan terlihat sangat cantik dengan make up yang memberikan
kesan alami. Tindakan tersenyum manis ke kamera menunjukkan bahwa ia
adalah sosok wanita yang ramah, dan menyenangkan. Penggunaan kebaya
modern menunjukkan bahwa wanita cantik tidak harus dengan pakaian yang
seksi atau mengumbar tubuhnya.
Iklan Gizi Super Cream dalam majalah kecantikan ini tidak terlepas
dari budaya suatu masyarakat Jawa, iklan akan tetap merepresentasikan
budaya masyarakat dimana iklan tersebut merebak. Keberadaan wanita dalam
iklan Gizi Super Cream di majalah kecantikan ini berusaha membangun suatu
ideologi dengan menampilkan manipulasi tubuh wanita yang menjadi sebuah
tanda atau makna tertentu dari simbol-simbol tertentu yang mungkin secara
stereotif melekat pada wanita tersebut, seperti kecantikan, keindahan,
seksualitas bahkan mungkin masih banyak lagi.
Melalui aspek-aspek itulah muncul sebuah pemahaman tentang konsep
wanita ideal menurut pandangan masyarakat Jawa yaitu wanita yang memiliki
tubuh langsing (Pawakane langsing), Alise nanggal sepisan, Drijine mucuk
eri, Lambene nggula satemlik, Idepe Tumenga ing tawang, Irunge Ngudhup
Melathi, Untune miji timun, WangeNyangkal putung,RambuteNgembang
bakung, PipineNduren sajuring,Mripate liyep lindri, PakulitaneNgulit
Athi-athineNgudhup turi dan lain-lain,yang selanjutnya dijadikan sebuah
paradigma dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Mitos yang dimaknai dalam iklan Gizi Super Cream di majalah
Kecantikan adalah bahwa penanda, petanda dan tanda yang terdapat dalam
iklan tersebut merepresentasikan gambaran sosok wanita yang ideal dan gaya
hidup dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan nilai yang berkembang
dalam masyarakat.
Sesuai dengan kerangka mitologi barthes, bahwa cerita apapun yang
mendominasi wacana dalam masyarakat disebut sebagai mitos. Oleh karena
itu, semua kriteria dari konsep perempuan ideal dan gaya hidup masyarakat
modern tersebut merupakan nilai-nilai dominan di tengah masyarakat timur,
dan memunculkan standar baru tentang konsep kecantikan, keindahan,
seksualitas dan gaya hidup mewah masa kini yaitu wanita dan gaya hidup
seperti yang ditonjolkan pada iklan Gizi Super Cream dalam majalah
kecantikan, dan konsep tersebut merupakan keyakinan yang mendominasi
wacana dalam masyarakat, sehingga seluruhnya merupakan mitos dalam iklan
Gizi Super Cream dalam majalah Kecantikan yaitu Mitos Kecantikan.
a. Mitos Kecantikan
Majalah Kecantikan melalui model yang ditampilkan dalam iklan Gizi
Super Cream melakukan pembongkaran terhadap mitos cantik yang selama ini
berbadan langsing, berambut hitam panjang, berkulit putih, bermata sipit,
serta berhidung mancung, selain itu memakai hijab.
Melalui iklan Gizi Super Cream, majalah Kecantikan
merepresentasikan sosok wanita cantik adalah wanita yang seperti
digambarkan oleh majalah tersebut.Wanita yang ditampilkan melalui iklan
Gizi Super Cream ini membentuk kepercayaan dalam masyarakat, tentang
kecantikan wanita, sehingga melahirkan mitos kecantikan baru bahwa
kecantikan seorang wanita bersifat kultural dan geografis yang tentunya
berbeda antarnegara atau antarbudaya.Wanita yang berasal dari kultur Barat,
kultur Asia Timur yang terkenal dengan wajah oriental, atau kultur asli
Indonesia masing-masing memiliki konsep cantik tersendiri yang tidak dapat
disamakan. Hal tersebut terlihat dari kecantikan wanita yang menjadi model
iklannya.Semua memiliki karakter cantik tersendiri.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Repr esentasi Kecantikan Wanita Dalam Iklan
Membicarakan representasi kecantikan wanita dalam iklan berarti
membicarakan pula bagaimana media membentuk makna terhadap konsep
wanita melalui pencitraan dan sejumlah elemen representasi
lainnya.Pencitraan yang dilakukan media terhadap suatu hal merupakan
pencitraan yang telah diseleksi sebelumnya melalui pengaruh sejumlah
Perbincangan tentang wanita akan senantiasa menarik, apalagi jika
dihubungkan dengan media massa yang setiap hari kita nikmati, baik itu
media cetak maupun elektronik. Bahkan terkadang seperti ada yang kurang
jika sebuah tayangan televisi tidak ditampilkan sosok wanita dengan segala
daya tariknya.Namun sesungguhnya, selama bertahun-tahun peran wanita di
media digambarkan hanya sebagai seorang obyek seks atau memiliki peran
dalam hal domestik saja.
Citra sebagai elemen representasi yang diproduksi dan didistribusikan
oleh sebuah media merupakan penekanan makna tentang konsep suatu hal
yang telah dimediasi oleh media terlebih dahulu. Informasi menjadi sarana
media untuk merepresentasikan kepada khalayak mengenai apa dan
bagaimana ikon wanita dalam iklan sesuai dengan ideologi yang
dikedepankan media bersangkutan. Informasi bisa berbentuk teks gambar atau
teks tulis sebagai bentuk elemennya.Citra terbentuk berdasarkan informasi
yang kita terima. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi dan
bagi khalayak informasi itu dapat membentuk, mempertahankan, atau
meredefiniskan citra (Rakhmat, 2007: 224).
Kecantikan dijadikan sebagai simbol bagi seorang wanita karena
kecantikan merupakan impian bagi setiap wanita.Wanita cantik, berkulit putih
lembut, berperawakan tinggi semampai, berambut hitam panjang tergerai
dengan penampilan seksi menawan dan tatapan mata tajam menantang
iklan Gizi Super Cream dalam majalah kecantikan.Wanita sudah menjadi
komoditas yang agaknya tidak tergantikan.Kehadirannya dalam iklan sangat
diperlukan. Eksploitasi pesona wanita bukan menjadi sesuatu yang tabu lagi,
tetapi justru menjadi bahan pencitraan diri wanita.
Keberadaan wanita di dalam media massa (media cetak) masih
digambarkan secara deskriminatif dan represif. Hal ini di tunjukkan dengan
peran yang dijalankan wanita secara sosial lebih banyak digambarkan sebagai
istri, ibu, pemelihara rumah tangga, pengasuh, kekasih atau sebagai objek
seksual kaum laki-laki.Sangat sedikit kaum wanita di gambarkan sebagai
pelaku ekonomi.Seperti yang kita ketahui bahwa wanita hanya dapat menjual
keindahan tubuhnya bukan karena kemampuannya atau potensi yang dimiliki
oleh wanita seutuhnya.Sedangkan penggambaran laki-laki lebih maskulin
yaitu kuat, mandiri, agresif, dan rasional.
Pencitraan wanita yang serba berlebihan dan keberadaannya dalam
iklan bukanlah serta merta menandai pergeseran dari dunia private ke dunia
publik, dan terjadi pula pergeseran citra tentang wanita dari keterkungkungan
ke arah kebebasan.Hal ini justru sebagai “penegasan”wanita diposisikan
sebagai objek.
Dalam kehidupan sehari-hari, wanita banyak digunakan dalam iklan.
Hal tersebut didasari oleh dua faktor, yaitu : pertama, bahwa wanita adalah
diciptakan bagi wanita.Kedua, adalah bahwa wanita luas dipercaya mampu
menguatkan pesan iklan.
Gambar-gambar iklan memang sengaja dibuat sangat memikat dan
menarik untuk mudah dicerna dan diingat. Bila gambar-gambar semacam ini
bertubi-tubi diterima oleh masyarakat, maka konsep gender menurut versi
iklan akan tertancap di bawah sadar di dalam masyarakat. Bahkan, bila konsep
ini sampai pada anak-anak, maka anak kecil pun sudah akan memiliki konsep
tentang perbedaan gender pria dan wanita menurut versi iklan.
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, terdapat berbagai macam
iklan, yang secara sadar atau tidak, langsung maupun tidak langsung, sengaja
atau tidak sengaja, melakukan atau menunjukkan diskriminasi
gender.Keterlibatan wanita dalam iklan merupakan fenomena yang cukup
rumit, sebab keduanya saling berkait dan hal tersebut banyak menimbulkan
perasaan risau di benak masyarakat yang secara langsung atau tidak langsung
mengetahui efek atau dampak yang dapat ditimbulkan oleh fenomena
tersebut, karena secara perlahan-lahan, masyarakat mulai belajar tentang
media. Masyarakat masuk pada budaya media massa(mass mediated culture),
dimana salah satu media yang sangat populer dalam penyebarkan dan
melestarikan ideologi gender adalah benda ajaib yang disebut sebagai televisi
(Budiman, 1999:12-13).
Ketidakadilan terhadap wanita dapat disebabkan oleh pandangan
dua sehingga secara tidak langsung memberikan dampak negatif terhadap
kaum wanita.Pandangan tersebut dapat berasal dari budaya patriarki, yaitu
budaya yang menyatakan bahwa kaum laki-laki dapat mengontrol kaum
wanita.
Keberadaan wanita seperti dalam iklan tampaknya ditentukan oleh
serangkaian hubungan yang rumit. Tubuh yang merupakan bagian yang paling
private dari seorang wanita telah menjadi milik publik yang tampak dari cara
tubuh wanita ditampilkan. Iklan yang menonjolkan bentuk, penampilan, dan
keindahan tubuh ditayangkan ke rumah-rumah dan ke berbagai tempat publik
di mana proses belajar berlangsung, pada saat terjadi pergeseran dari dunia
private ke publik terjadi pula pergeseran citra tentang wanita, namun yang
menarik adalah proses ini tidak menyebabkan terbentuknya potret wanita yang
baru, tetapi lebih merupakan “penegasan kembali” potret lama di mana wanita
merupakan objek seks.
Wanita secara fisik sangat menawan, terutama bagi kaum
laki-laki.Namun, pesona wanita seakan memiliki dua sisi mata uang, di satu sisi
sangat menarik untuk dilihat dan menarik perhatian, tetapi di sisi lain, pesona
mereka seakan disalahgunakan untuk memuaskan kepentingan salah satu
pihak.Sudah bukan rahasia lagi jika dalam masyarakat wanita memiliki
berbagai stereotip yang sangat melekat, di antaranya ruang gerak wanita
Tampilnya wanita dalam iklan, merupakan elemen yang sangat
menjual.Bagi produk pria, kehadiran wanita merupakan salah satu syarat
penting bagi kemapanannya. Sementara bila target pasarnya wanita, kehadiran
wanita merupakan wajah aktualisasi yang mewakili jati dirinya. Pendeknya,
tampilnya sosok wanita memang dibutuhkan untuk memperkuat daya jual dari
sebuah produk.Bukan saja dalam menyampaikan sebuah pesan tetapi juga
kesan terhadap produk tersebut.
Pada dasarnya, gambaran wanita dalam iklan cenderung
mencerminkan nilai-nilai yang berakar dari apa yang disebut oleh kaum
feminis sebagai konsep perbedaan gender antara laki-laki dan wanita karena
di dalamnya terkandung suatu gagasan yang cenderung memarjinalkan,
mensubordinasikan, dan mendiskriminasikan hak dan peran kaum wanita
dengan pandangan yang bersifat stereotipe. Hal ini bersumber pada
pandangan gender yang keliru sehingga merugikan dan menimbulkan
ketidakadilan.
Iklan ternyata tidak sekadar menjual barang, ia adalah unsur penting
dalam budaya karena ia merefleksikan dan berusaha mengubah gaya hidup
kita, dan iklan juga berarti, seksualitas keindahan, kemudaan, kemodernan,
kebahagiaan, kesuksesan, status dan kemewahan. iklan terlalu
menyerdahanakan hidup, sehingga kita tidak melihat faktor-faktor lain yang
bisa membuat hidup kita bahagia, faktor-faktor yang tidak memungkinkan
bahagiaan yang justru disebabkan oleh pembelian produk itu. Seks, seperti
juga tema-tema sensitif lainnya, selalu mengundang perhatian.
Posisi wanita dalam iklan memang menarik untuk dijadikan bahan
diskusi.Alasan pertama dikarenakan secara garis besar, wanita adalah sebagai
obyek dari iklan.Kedua, setiap angle yang ditampilkan dalam iklan selalu
menampilkan tubuh wanita.Ketiga, wanita menjadi konsumen yang massif
bagi produk iklan. Dan yang keempat, bahwasanya format kecantikan wanita
selalu dipengaruhi oleh iklan, seperti rambut lurus dan panjang, kulit putih,
tubuh langsing, dll dimana format kecantikan itu dapat dikatakan sebagai
suatu format yang menampilkan kesadaran semu yang tidak sesuai dengan
keadaan sebagian besar wanita di masyarakat dan natinya setelah
menyaksikan tayangan iklan, wanita-wanita itu akan memaksakan dirinya
agar dapat tampil sesuai dengan wanita yang ada di iklan.
Fungsi tubuh wanita saat ini telah bergeser dari fungsi
organis/biologis/reproduktif ke arah fungsi ekonomi politik, khususnya
“tanda”.Seperti misalnya, secara organis dan biologis fungsi payudara adalah
untuk menyusui bayi sedangkan saat ini fungsi payudara lebih ditonjolkan
sebagai penambah daya tarik wanita di setiap penampilan.Tubuh menjadi
bagian dari semiotika komoditi kapitalisme yang diperjualbelikan tanda,
makna dan hasratnya.Tubuh wanita dimuati dengan “modal
simbolik”daripada sekedar modal biologis. Erotisasi tubuh wanita di dalam
“penanda”(signifier) dengan berbagai posisi dan pose dengan berbagai asumsi
“makna. Tubuh wanita yang “ditelanjangi” melalui ribuan variabel, sikap,
gaya, penampilan (appearance) dan kepribadian mengkonstruksi dan
menaturalisasikan tubuhnya secara sosial dan kultural sebagai “obyek fetish”
yaitu obyek yang “dipuja” (sekaligus dilecehkan) karena dianggap
mempunyai kekuatan “pesona”(rangsangan, hasrat, citra) tertentu.
Berdasarkan hal-hal tersebut, keberadaan wanita dalam iklan banyak
mempengaruhi daya tarik dari iklan, yang akan mempengaruhi hati dan
pikiran bahkan gaya hidup khalayak atas perhatiannya terhadap iklan. Seperti
halnya iklan Gizi Super Cream dalam majalah kecantikan yang banyak
menggunakan ikon wanita sebagai model di dalam eksekusi iklan-iklannya.
Dalam iklan Gizi Super Cream peneliti melihat bahwa kecantikan
wanita dalam iklan tersebut lebih merujuk kepada kecantikan wanita Jawa
yang mana seperti digambarkan yaitu wanita yang memiliki tubuh langsing
(Pawakane langsing), Alise nanggal sepisan, Drijine mucuk eri, Lambene
nggula satemlik, Idepe Tumenga ing tawang, Irunge Ngudhup Melathi,
Untune miji timun, WangeNyangkal putung,RambuteNgembang bakung,
PipineNduren sajuring,Mripate liyep lindri, PakulitaneNgulit langsep,
LengeneNggandhewa pinenthang,LembehaneMblarak sempal,
Athi-athineNgudhup turi, yang selanjutnya dijadikan sebuah paradigma dalam
4.3.2 Makna Ikon Wanita Dalam Iklan
Representasi dari tanda iklan Gizi Super Cream dalam majalah
kecantikan telah menempatkan bahasa tubuh wanita (penanda) yaitu sebagai
daya tarik suatu produk.Bahasa tubuh wanita yang ditampilkan dalam media
iklan dibuat menarik, menggoda dan seksi (petanda). Representasi yang
dibentuk pada iklan gizi Super Cream dalam majalah kecantikan telah
membentuk citra diri seorang wanita, gaya hidup, dan kepuasan dengan
menjanjikan berbagai hal.
Penggunaan wanita sebagai model iklan selalu dikaitkan dengan
keindahan dan sensualitas yang dimiliki oleh model tersebut. Banyak iklan di
media yang memperlihatkan bagian-bagian tubuh yang indah, hal ini
menyebabkan bahwa pandangan masyarakat mengenai wanita cantik adalah
wanita yang memiliki tubuh yang indah, kulit yang putih, langsing, dan tinggi
meskipun pada akhirnya masyarakat sendirilah yang harus
menginterpretasikan makna dari simbol-simbol tersebut. Produk yang
diiklankan dapat didramatisirkan dan dibuat lebih menggairahkan atau kurang
lazim dari biasanya sehingga masyarakat dengan mudah dapat mengingatnya.
Iklan memang mempunyai ragam dimensi, mulai dimensi estestis,
yang ada kalanya diambil dari makna simbolis maupun citra-citra tertentu
dalam struktur sosial masyarakat, secara konotatif tak jarang mempunyai
fenomena kode sosial yang mencerminkan bias-bias ideology gender. Hal ini
(signifiant) akan juga sekaligus berfungsi sebagai kesatuan petanda (signifier).
Bahkan tak jarang pula kesatuan petanda tersebut dibentuk untuk
memaknakan citra yang mengadopsi simbol-simbol, stereotip, serta nilai-nilai
budaya (hegemoni kultural) yang terdapat dalam masyarakat.
Dalam konteks semiotika Roland Barthes, iklan Gizi Super Cream
dalam majalah kecantikan yang menggunakan wanita sebagai model memiliki
makna denotatif dan konotatif atau “penanda” dan “petanda”. Makna denotasi
dapat dilihat pada analisis di atas yaitu makna langsung yang nampak secara
indra tentang seluruh gambaran iklan Gizi Super Cream dalam majalah
Kecantikan, mulai dari penampilan sampai dengan ekspresi perempuan
tersebut.
Selanjutnya, makna yang dapat dilihat pada seluruh iklan Gizi Super
Cream dalam majalah kecantikan ini adalah makna konotatif. Makna konotatif
ikon wanita pada iklan Gizi Super Cream di majalah kecantikan ini adalah
dari aspek kecantikan dan sensualitasnya, seluruh bahasa tubuh, ekspresi yang
dilakukan sampai dengan pemilihan warna memiliki keterkaitan dengan
eksistensi gizi Super Cream dan pesan teks iklan yang disampaikan.
Pada dasarnya, wanita selalu diidentikkan dengan keindahan.Pesona
keindahan seorang wanita ini dapat menarik perhatian semua jenis kelamin,
baik itu laki-laki maupun wanita.Oleh karena itu, pengiklan menjadikan
yang dibuatnya.Wanita dalam sebuah iklan pada dasarnya adalah sebuah
pancingan untuk khalayak agar tertarik pada iklan yang ditawarkan.
Iklan Gizi Super Cream dalam majalah kecantikan, secara tidak
langsung melakukan konstruksi atas citra wanita dan mengukuhkan citra itu
terutama dalam hubungannya dengan budaya patriarkhi.Iklan Gizi Super
Cream dalam majalah kecantikan, telah membuat wanita ditampilkan menjadi
simbol-simbol untuk menciptakan citra tertentu.
Tubuh wanita yang digunakan dalam tampilan iklan Gizi Super Cream
di majalah kecantikan akan terbentuk ke dalam pikiran pembaca, dan
menimbulkan berbagai macam persepsi dan makna kepada masing-masing
pembaca majalah tersebut. Jika tubuh wanita telah membentuk sebuah makna
bagi pembaca, maka selanjutnya hal ini akan menjadikannya sebagai gejala
munculnya sebuah budaya baru dan pada akhirnya akan menjadi suatu
kebudayaan. Sehingga ketika ada tampilan baru dari iklan mobil dengan
menampilkan sosok wanita seksi di dalamnya maka secara spontan akan
langsung membentuk pemahaman tentang makna yang disamnpaikan oleh
iklan tersebut. (Hoed: 2014: 166).
Pemaknaan terhadap ikon wanita pada iklan Gizi Super Cream dalam
majalah Kecantikan merupakan nilai yang melekat dan dikonstruksi secara
sosial maupun kultural. Keberadaan wanita dalam iklan ini merupakan
membantu khalayak dalam mengidentifikasi produk yang diinginkan dan
dibutuhkan.
Eksistensi wanita dalam iklan Gizi Super Cream di majalah kecantikan
merupakan simbol non verbal dan memiliki makna secara tekstual dan budaya
tekstual.Makna secara tekstual keberadaan wanita dalam iklan tersebut dengan
segala ekspresinya secara keseluruhan saling berkaitan dengan pesan yang
ingin disampaikan oleh iklan tersebut melalui teks iklannya.Selanjutnya
makna budaya tekstual ikon wanita dalam iklan tersebut terjadi karena adanya
hubungan sosial atau hubungan interpersonal.
Pada dasarnya, ikon wanita pada iklan Gizi Super Cream dalam
majalah kecantikan memiliki komodifikasi tubuh wanita sebagai petanda
dalam iklan tersebut yang memiliki makna-makna secara individu, sosial
maupun kultural yang memang produknya ada kaitannya dengan dimensi
kebutuhan sesuai dengan apa yang telah diperagakan oleh wanita melalui
tampilan iklan dalam majalah kecantikan ini, dan komodifikasi tubuh wanita
sebagai petanda dalam iklan Gizi Super Cream di majalah kecantikan yang
memiliki banyak makna dan penafsiran bagi pembacanya dan tidak ada
hubungannya sama sekali dengan dimensi “ketubuhan” wanita itu sendiri.
Ikon wanita merupakan tanda-tanda yang diproduksi majalah
kecantikan dalam iklan-iklannya merupakan realitas sosial yang memberikan
dampak kepada sasaran pembacanya, semua itu adalah tatanan simbolik yang
oleh rangkaian tanda dan peran. Tatanan simbolik mengatur masyarakat
melalui pengaturan terhadap individu dan internalisasi peran gender dan kelas.
Masyarakat akan mereproduksi dirinya dalam bentuk yang cukup konstan dan
tunduk kepada aturan linguistik yang terkandung pada ketidaksadarannya.
Dalam ilustrasi media massa, iklan Gizi Super Cream dalam majalah
Kecantikan secara khusus.
Konstruksi sosial yang dihasilkan melalui ikon wanita pada iklan Gizi
Super Cream dalam majalah kecantikan kemudian merupakan stimulus
lingkungan yang dapat dilihat, didengar dan dialami oleh khalayak.Hal ini
kemudian di interpretasikan dan dipersepsi oleh mereka sesuai dengan
pengalaman mereka sendiri.kemudian diinternalisasikan sehingga
menghasilkan respon-respon dalam meghayati citra tubuh serta pengaruhnya
terhadap relasi sosial.
Bagaimanapun dan seperti apapun makna yang terkonstruksi oleh
tubuh wanita pada iklan Gizi Super Cream dalam majalah kecantikan, jika
melihat pesan yang ditampilkan dan disampaikan melalui sosok seorang
wanita yang tereksploitasi melalui gambar nonverbal yang ditampilkan pada
iklan ini, wanita dalam iklan ini sebagai obyek yang digambarkan terlalu
memperlihatkan bagian tubuhnya dengan sedemikian rupa yang melalui pose
bentuk tubuhnya.
Dari seluruh penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
kecantikan adalah citra pigura.Citra pigura itu sendiri adalah wanita sebagai
makhluk yang cantik dan harus selalu menjaga kecantikannya.Dalam iklan
Gizi Super Cream pada majalah kecantikan ini, sangat terlihat citra
piguranya.Karena, model yang ditampilkan sangat mencerminkan pancaran
kecantikan pada wanita dengan memiliki tubuh yang langsing dan
proporsional, rambut yang panjang, kulit yang cerah dan wajah yang
cantik.citra pigura yang ditampilkan pada iklan Gizi Super Cream di majalah
kecantikan ini membuat wanita ingin menjadi seperti model, sehingga mereka
akan selalu berusaha mengikuti seluruh aspek dari sosok model tersebut.
4.3.3 Mitos Kecantikan Wanita J awa Dalam Majalah Kecantikan
Mitos dimaknai sebagai suatu operasi ideologi yang berkembang
dalam masyarakat yang sudah terjadi secara turun temurun.Mitos memiliki
pola tiga dimensi, yaitu penanda petanda dan tanda.Dalam iklan Gizi Super
Cream di majalah Kecantikan terkuak mitos dari representasi kecantikan
wanita.
Merujuk pada hasil analisis dan pembahasan mitos yang berkembang
dan diyakini dalam kebudayaan di Indonesia tentang representasi kecantikan
wanita, terdapat poin-poin yang diyakini sebagai garis besar dari representasi
keacntikan wanita tersebut. Antara lain wanita diyakini lebih terlihat indah
dalam berpenampilan dengan rambut panjang tergerai dan memakai hijab.
Banyak dari wanita Indonesia yang masih mempertahankan warna rambut
kecantikan.Selain itu, membentuk rambut dengan bentuk sedikit
bergelombang biasa dilakukan wanita dalam menghadapi acara-acara
tertentu.Tidak semua wanita menata rambutnya dengan bentuk bergelombang
setiap hari, karena untuk membuat tatanan rambut seperti itu dibutuhkan
waktu dan kesabaran yang lebih.
Balutan busana yang diyakini merepresentasi penampilan wanita
adalah busana-busana yang memiliki warna cerah. Model busana berupa
kebaya modernakan lebih menonjolkan sisi feminim dari wanita, karena pria
tidak lazim menggunakan busana tersebut.
Mitos atau yang disebut juga dengan ideologi adalah bentuk kesadaran
palsu yang mengkontrol perilaku sosial berkembang dari makna
konotasi.Mitos kecantikan dari representasi kecantikan wanita pada iklan Gizi
Super Cream dalam majalah kecantikan baik oleh fotografi, maupun tipografi
telah memapankan ideologi kecantikan dan tubuh ideal dalam masyarakat
secara arbitrer atau “seenaknya”. Menciptakan dikotomi seperti: gemuk
langsing atau kurus lawan langsing; tubuh proporsional dan tidak; kulit putih
lawan kulit gelap; rambut lurus lawan rambut ikal atau keriting dan
sebagainya dalam rangka pikir yang baik, buruk atau oposisi biner yang
berpasang-pasangan.
Perspektif kritis media berupaya mempertautkan hubungan antara
media massa dan keberadaan struktur sosial. Ragam analisis kritis umumnya
pembongkaran terhadap isi media atau ”teks”. Untuk dapat membongkar
sebuah makna ideologis dari praktik pertandaan, diperlukan prinsip-prinsip
intratektualitas dan intertekstualitas. Dimulai dengan analisis bersifat teknis
(kode-kode verbal dan nonverbal dalam iklan), kajian semiotika senantiasa
menghubungkan isi teks dengan ”teks” lain berupa isi media lain dan bahkan
fenomena sosiokultural masyarakat yang lebih luas.
Salah satu kultivasi ideologi dalam produksi iklan di media khususnya
majalah, berlangsung melalui representasi mitos. Dalam tayangan iklan, akan
terlihat bahwa tanda linguistik, visual dan jenis tanda lain tidaklah
sesederhana mendenotasikan sesuatu hal, tetapi juga menciptakan tingkat
konotasi yang dilampirkan pada tanda. Makna yang dihasilkan oleh penanda
konotasi seringkali menghadirkan mitos.Mitos bekerja menaturalisasikan
segala sesuatu yang ada dalam kehidupan manusia, sehingga imaji yang
muncul terasa biasa saja dan tidak mengandung persoalan. Pada tingkat ini,
mitos sesungguhnya mulai meninggalkan jejak ideologis, karena belum tentu
”sesuatu” yang tampil alamiah lantas bisa diterima begitu saja tanpa perlu
dipertanyakan kembali derajat kebenarannya.
Sebuah konsep kecantikan dan tubuh yang ideal bagi wanita telah
berkuasa dan meminggirkan wacana lainnya, yakni keragaman wanita baik
dari bentuk tubuh, kulit yang bergradasi dari gelap ke terang, mulus atau
kering, bentuk rambut yang tak selalu lurus dan sebagainya. Ideologi
yang dikatakan oleh Michel Foucault, ciri utama wacana ialah kemampuannya
untuk melestarikan hubungan-hubungan kekuasaan dalam masyarakat. Maka
dalam masyarakat terdapat wacana dominan yang berusaha memapankan
kuasanya atas wacana yang marjinal.Wacana dominan menjadi pesan yang
mudah diterima namun bersifat membatasi dan meminggirkan wacana yang
lain (Eriyanto, 2008:63).
Mitos kecantikan ditampilkan melalui berbagai media khususnya
dalam majalah Kecantikan konsep tentang kecantikan disuguhkan kepada
masyarakat menyebabkan kaum wanita menetapkan kualitas dirinya
berdasarkan keindahan fisik yang ditampilkan di media massa tersebut.
Akhirnya wanita terbiasa bercermin pada media massa dan membandingkan
dirinya dengan artis-artis cantik di majalah atau televisi.
Mitos kecantikan berkaitan dengan tipe wanita narsis yang dijelaskan
Beauviour dalam feminisme eksistensialis.Seorang narsis terobsesi untuk
menyempurnakan wajah, tubuh dan pakaiannya.Kualitas diri narsisme
ditentukan oleh penilaian fisiknya oleh masyarakat.Ia menganggap dirinya
berharga jika dianggap cantik oleh masarakat. Seorang narsisme seolah tidak
mempunyai rasa percaya diri untuk menentukan definisi kecantikan bagi
dirinya sendiri. Akibatnya, ia hanya menghabiskan waktunya untuk berdandan
dan melupakan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk meningkatkan
Dalam budaya kita selama ini, wanita bertubuh ideal adalah mereka
yang bertubuh langsing dimana akan mendapatkan respek daripada wanita
bertubuh gemuk. Wanita dengan tubuh gemuk akan tersingkir dan itu akan
menyebabkan wanita merasa harus tetap berusaha langsing. Kecantikan inilah
yang akhirnya menjadi sangat penting bagi beberapa orang, dimana
kecantikan yang dimaksud hanya sebatas kecantikan fisik.Pandangan
masyarakat mengenai wanita cantik (dengan badan langsing atau sintal, dan
berkulit mulus) yang sekarang berkembang sebenarnya merupakan mitos atau
keyakinan yang beredar luas menyangkut suatu hal yang belum tentu
kebenarannya.Keyakinan mengenai wujud wanita cantik sebenarnya lebih
merupakan hasil konstruksi sosial yang diciptakan oleh masyarakat sendiri.
Penekanan masyarakat pada penampilan fisik wanita sebagai salah
satu sumber utama kualitas diri sebetulnya didasari oleh control pada wanita
yang terletak pada kemampuan memenuhi tuntutan mitos kecantikan. Jika
mereka tidak memenuhi tuntutan tubuh ideal, dan jika mereka tidak berusaha
untuk menjadikan dirinya cantik dan langsing, mereka tetap akan dipandang
kurang postif karena dianggap “gagal” menyesuaikan peran atau telah
menentang peran yang telah ditetapkan bagi mereka. Maka kegemukan dapat
berakibat pada konsekuensi negative, seperi penolakan sosial dan selfesteem
yang rendah. (Melliana, 2006 : 78).
Anggapan sosial yang positif yang selalu dihubungkan dengan
massa dengan memperkuat bukti bahwa tipe bentuk tubuh langsing sangat
mendominasi. Sesungguhnya, media massa merupakan salah satu faktor yang
menyebarluaskan dampak dari pemikiran mengenai fitur keindahan tubuh
dengan gencar. Begitu gencarnya provokasi sehingga para remaja dan
perempuan dewasa bahkan ibu-ibu tengah baya akhirnya mengukur dirinya
dengan bentuk ideal seorang wanita adalah perempuan yang diciptakan oleh
majalah, dan iklan-iklan lainnya.Akibatnya para perempuan yang merasakan
kesenjangan antara gambaran image tubuh ideal dengan gambaran tubuh
secara nyata cenderung mengalami emosi negatif.
Banyak anggapan budaya di masyarakat yang menempatkan wanita
dalam posisi subordinat dan marginal.Majalah sebagai media cetak, turut
mencitrakan wanita sebagaimana yang digambarkan dalam masyarakat
melalui iklan berbagai produk.Seringkali, iklan di media juga menambahi
stereotype dan pelabelan negatif terhadap wanita. Hal itu berdampak pada
pencitraan terhadap wanita di masyarakat, karena apa yang digambarkan oleh
media akan berkaitan dan berpengaruh terhadap nilai-nilai yang berkembang
dan diyakini oleh masyarakat.
Iklan sendiri bukan hanya mempengaruhi masyarakat manusia yang
mendapat dampaknya tapi juga merefleksikan aspek-aspek tertentu dari
nilai-nilai dalam masyarakat tersebut dan struktur masyarakat itu sendiri.Dalam hal
ini, patriarki yang menjadi ideologi dominan dalam masyarakat juga terus
Seiring dengan adanya mitos kecantikan, keindahan dan sekssualitas
yang menghinggapi dan membelenggu kaum wanita tersebut, akhirnya
banyak sekali konsepsi yang dibangun secacra sosial berkaitan dengan makna
cantik, indah dan seksi yang kecenderungan definisinya adalah banyak
berangkat dari analisis secara fisik semata. Tubuh wanita yang cantik selain
dikarenakan oleh kecantikan wajahnya, juga adalah identik dengan kulit yang
putih mulus serta kencang, bentuk tubuh yang lekukannya menunjukkan
kemontokan organ-organ tertentu (terutama dada dan pinggul) yang
sempurna, bibir yang sensual, serta deskripsi lainnya, yang secara prinsip
terkait dengan semua organ tubuh wanita, mulai dari ujung rambut sampai
ujung kaki.
Setiap orang menilai kecantikan dengan caranya masing-masing.
Namun definisi kecantikan bagi laki-laki umumnya sama, yaitu wanita
bertubuh langsing, berambut panjang dan berkulit putih. Sebagian wanita
tidak percaya diri untuk tampil di muka umum apabila belum sempat merias
diri.Mahalnya biaya yang harus mereka keluarkan tidak menyurutkan
keinginan untuk tampil cantik dan menarik.
Wanita dilihat sebagai sosok yang indah dan keindahan wanita dilihat
dari fisik yang menarik dimata laki-laki. Mitos keindahan wanita dalam iklan
Gizi Super Cream di majalah kecantikan terlihat melalui rambut, bentuk tubuh
diperagakan oleh wanita dalam iklan Gizi Super Cream dalam majalah
Kecantikan tersebut.
Keindahan yang dimiliki wanita dalam kesehariannya membentuk
stereotype dan membawa mereka ke sifat-sifat disekitar keindahan itu. Disisi
lain, wanita harus tampil menawan, pandai mengurus rumah tangga,
memasak, tampil prima untuk menyenangkan suami dan menjadi sumber
pengetahuan dan moral keluarga, “penjaga nilai halus dan adiluhung” di
rumah, penyambung keturunan, lemah lembut, anggun, pandai memasak,
lebih emosional, fisik kurang kuat, lincah, keibuan, manja, tidak bernalar,
bergantung, pasif lemah, penakut, digambarkan dalam objek seksual,
menekankan figur pada pakaian cantik. Apakah kita harus membenarkan
semua konstruksi yang telah diberikan system patriaki dan kapitalis.
Wanita merupakan korban dan sebagai kelompok yang dibisukan oleh
budaya patriaki seperti dalam Muted group theory. Cara pikir dan percakapan
wanita dan laki-laki berada dalam dua pihak yang berbeda, antara yang
menindas dan yang tertindas. Dan wanita memiliki cara yang berbeda dalam
mempersepsikan dunia. Patriaki menghalangi cara ekspresi wanita dalam
memahami dunia, Untuk diterima dalam budaya patriaki maka wanita harus
berpikir sesuai dengan pola pikir laki-laki. Wanita terjebak dalam dunia yang
diciptakan laki-laki, hidup dengan bahasa laki-laki dan kehilangan
Dalam realitas sosial sehari-hari masalah tentang ketidakadilan yang
dialami oleh wanita selalu menarik untuk dibicarakan, karena hal ini menjadi
fenomena di dalam kehidupan masyarakat maupun dalam bentuk pemberitaan
dan tampilan iklan di media. Seringkali posisi wanita di media massa
ditempatkan sebagai pelengkap dunia laki-laki dan keindahan wanita
dijadikan sebagai objek seksual di media massa.
Sistem nilai, norma, stereotipe, serta ideologi gender telah lama dilihat
sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi posisi serta hubungan wanita
dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungannya dalam konstruksi sosial
masyarakat. Nilai atau norma tentang wanita dalam masyarakat tumbuh dari
konsensus di dalam masyarakat itu sendiri yang dibawa secara turun temurun,
meskipun seiring dengan perkembangan jaman tata nilai tersebut akan terus
berkembang dengan mengalami dekonstruksi, redefinisi, maupun rekonstruksi
dalam proses sosialnya. Kendatipun demikian, cara pandang tentang wanita
ataupun ideologi gender tidak dapat dilepaskan dengan nilai budaya yang
melingkupi hubungan sosial masyarakatnya.
Persoalan akan bertambah apabila pemahaman mengenai realitas yang
dibentuk oleh iklan menjadi dasar pada eksploitasi tubuh wanita. Seolah-olah
seorang wanita harus menjaga bentuk tubuh dan kecantikannya agar tetap
sedap dipandang oleh kaum pria.Apabila ada wanita yang mengalami
perceraian itu adalah wanita yang tidak memahami bagaimana menjaga
tidak dipertanyakan lagi, inilah mitos yang turun menurun terbentuk oleh
iklan.
Tentang keadaan tersebut, tak jarang dalam jangka panjang kemudian
berubah menjadi sebuah mitos.Mitos adalah bagaimana sebuah kebudayaan
menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang sebuah realitas.Mitos
merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi.
Mitos-mitos masa kini adalah suatu realitas yang menyinggung feminitas,
maskulinitas, ilmu pengetahuan, dan kesuksesan (Fiske 2007 : 88)
Tampilnya wanita sebagai obyek dalam iklan dan media massa
merupakan akibat dari posisi wanita yang dianggap rendah dalam sistem yang
dianut masyarakat. Budaya kita menganut sistem patriarki.Artinya, wanita
ditempatkan dalam dunia yang sifatnya pribadi, yang dengan sendirinya
dikecualikan dari dunia pria yang sifatnya terbuka.
Wanita menjadi terbuka (publik) bila seksualitasnya dimanfaatkan atau
dieksploitasi.Secara jelas juga dinyatakan bahwa seks bukan lagi sesuatu yang
bersifat rahasia atau pribadi karena telah dijadikan komoditas dan secara
terbuka tersedia ditatanan kapitalis.Iklan dianggap sebagai pengukuhan
keinginan dan mimpi masyarakat karena dalam memajukan kapitalisme,
obyek tidak hanya memiliki nilai guna, tetapi juga nilai tukar.Semua ditakar
dari penampilannya, bukan oleh kegunaannya. Penampilannya sama dengan
ilusi estetik yang kemudian memanfaatkan ilusi tersebut guna merangsang
dalam etalase budaya, sesungguhnya telah terjadi penjungkirbalikkan dimensi
mistikal dan feminisme.Melalui trik-trik iklan yang memang dirancang untuk
memancing imajinasi.
Selain itu, pemaknaan yang terdapat dalam mitos kecantikan,
keindahan dan seksualitas adalah sebuah konsepsi tentang “gairah kemudaan”
dan “gaya hidup”, dimana dalam konsepsi ini wanita yang memiliki tubuh
cantik adalah wanita yang memiliki tubuh selalu dalam kondisi muda dan
segar khususnya pada bagian wajah.
Bila dikaitkan dengan paham feminisme eksistensialis, wanita dalam
foto-foto tersebut melakukan jenis kegiatan “Ada dalam
Dirinya”.Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan bukan atas pilihan dan keputusan wanita untuk
melaksanakannya.Tetapi, karena kebiasaan yang dibebankan secara turun
temurun kepadanya.Berbeda dengan kegiatan “Ada untuk Dirinya”, biasanya
merupakaan kegiatan yang memiliki tujuan, kesenangan dan kepuasan dalam
melaksanakannya.Kegiatan ini dilakukan berdasarkan pilihan dan
pertimbangan untuk mencapai tujuan tertentu.
Oleh sebab itu, mitos tidak berarti menjadi penanda yang sama sekali
netral, melainkan menjadi penanda untuk memainkan pesan-pesan tertentu
yang boleh jadi berbeda sama sekali dengan makna asalnya. Meskipun, tidak
bisa dikatakan juga bahwa kandungan makna mitologis tidaklah dinilai
sebagai sesuatu yang salah sehingga “mitos”lantas diperlawankan dengan
menggambarkan situasi sosial budaya, mungkin juga politik yang ada
disekelilingnya. Melalui mitos, sistem makna menjadi masuk akal dan
diterima apa adanya pada suatu masa, dan mungkin tidak untuk masa yang
lain. Maka kebenaran mitos menjadi sangat relatif, belum tentu sebuah mitos
yang beredar sekarang ini dapat diterima pada saat yang lain maupun di