i
MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH
AKIBAT BERKURANGNYA JUMLAH SISWA
Studi Kasus pada SMA Swasta Kabupaten Sleman
Daerah Istimewa Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Oleh:
Bruno Guimek Sagalak
NIM : 011324004
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
D alam segala perkara hidup
Perkara kecil adalah awal dari perkara besar yang berujung kepada
tanggungg jawab besar
Tidak ada pekerjaan apa pun yang sia-sia
Tidak ada usaha apa pun yang berujung kepada penyesalan
Sebab itu kulakukan semua dengan-M u Tuhan
Kepersembahkam U ntuk:
Tuhan Yesus Kristus,
Alamamaterku Sanata D harma,
U kkui samba I na ka Pata,
Sakembuku samba sabagiku ka laggai,
Tobou M entawai
D an
vi
POLA-POLA PENYESUAIAN MANAJEMEN
KEUANGAN SEKOLAH AKIBAT BERKURANGNYA
JUMLAH SISWA
Studi Kasus Pada SMA Swasta Kabupaten Sleman
Daerah Istimewa Yogyakarta
Bruno Guimek Sagalak
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2007
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pola-pola Penyesuaian Manajemen
Keuangan yang dilakukan Sekolah Akibat Berkurangnya Jumlah Siswa, (2) Pengaruh
Pola-pola Penyesuaian Manajemen Keuangan Sekolah, dan (3) Efektivitas Pola-pola
Penyesuaian Manajemen Keuangan yang telah dilakukan Sekolah. Penelitian ini
dilakukan di SMA-SMA Swasta Kabupaten Sleman Yogyakarta pada tahun ajaran
2006/2007. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif.
Populasi penelitian ini mencakup semua SMA Swasta yang ada di Kabupateten
Sleman Yogyakarta yang berjumlah 33 SMA. Sampel dalam penelitian ini adalah 20
SMA dan teknik
sampling
yang digunakan adalah
Purposive Sampling
, dengan kriteria:
(1) merupakan SMA Swasta yang ada di Kabupaten Sleman, (2) mengalami penurunan
jumlah siswa pada tahun ajaran 2006/2007, dan (3) melakukan pola-pola penyesuaian
manajemen keuangan sekolah. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan cara mengidentifikasi dan menganalisis bentuk pola-pola penyesuaian
manajemen keuangan yang telah dilakukan sekolah beserta pengaruh dan efektivitas dari
penggunaan pola-pola tersebut.
vii
ADJUSTMENT PATTERNS OF SCHOOL FINANCE MANAGEMENT AS AN
EFFECT OF DECREASING OF STUDENTS
A Case Study in Private Senior High Schools in Sleman Regency
Yogyakarta Special Territory
Bruno Guimek Sagalak
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2007
The purposes of this research are to know: (1) the adjustment pattern of school
finance management as an effect of the decreasing of students, (2) the effect of the
adjustment patterns of school finance management, (3) the effectiveness of the
adjustment patterns of finance management done by the schools. This research done in
Private Senior High Schools in Sleman Regency, in Yogyakarta Special Territory in
2006-2007 Academic year. This research belongs to descriptive research.
This research population covers 33 Senior High Schools in Sleman Regency,
Yogyakarta. Samples of this research are 20 Private Senior High Schools in Sleman
Regency, Yogyakarta, taken by applying purposive sampling technique which follows the
following criteria:
1.
Representing Private Senior High Schools in Sleman Regency
2.
Experiencing degradation amount of student in 2006/2007
3.
Conducting adjustment patterns of school finance management
This technique of analyzing data is by identifying and analyzing from the
adjustment patterns of finance management which have been done by schools and what
the effect and effectiveness from the patterns used.
viii
Puji dan syukur saya persembahkan Kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat,
karunia dan kasih-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi sala satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pendidikan. Judul skripsi ini adalah POLA-POLA PENYESUAIAN
MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH AKIBAT BERKURANGNYA JUMLAH
SISWA. Dengan semua suka, duka, dan kendala, skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan.
Oleh karena itu pada kesempatan ini, sudah layak dan sepantasnya saya
menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Drs. T. Sarkim, M.Ed.,Ph.D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2.
Drs. J. Adisusilo J.R., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
3.
Y. Harsoyo, S.Pd.,M.Si., selaku Kaprodi dan dosen pembimbing akademik
Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tuhan
memberkati.
4.
Dra. C. Wigati Retno Astuti, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah dengan
sabar membimbing dan memberikan masukan yang sangat membantu saya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
ix
Harsoyo, Pak Rubiyanto, Pak Teguh, Pak Indra, Pak Mudayen, Ibu Catur, Ibu
Wigati, dll. Terimakasih atas semua yang telah diberikan, Tuhan memberkati.
7.
Terimaksih buat Mbak Titin dan Sekretariat PE atas segala informasi dan
bantuannya. Tuhan memberkati.
8.
Teman-teman PE/PEK angkatan 2001, terimakasih atas bantuan dan
dorongannya. Ayo semangat dan terus berjuang.
9.
Teman-teman lampar 18 dan PAL ( Willi Putih, Willi Black, Titus Dion, Ronald
Deosdado, Narita, Morin, Uli, Riska dan pacarku Dita).
10.
Keluargaku tersayang yang sudah mendoakan dan memberiku semangat untuk
terus berjuang.
11.
P. Pio Framarin. SX, yang telah banyak dan bersedia membantu baik dari segi
financial, doa dan dorongan. Tuhan memberkati.
12.
Semua pihak yang telah membantu dan mendoakan saya selama ini, sampai
skripsi ini selesai.
x
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...v
ABSTRAK ...vi
ABSTRACT...vii
KATAPENGANTAR...viii
DAFTAR ISI ...ix
DAFTAR TABEL ...xii
BAB I PENDAHULUAN ...1
A.
Latar Belakang ...1
B.
Batasan Masalah ...8
C.
Rumusan Masalah...8
D.
Tujuan Penelitian ...9
E.
Manfaat Penelitian ...9
F.
Sistematika Penulisan ...10
BAB II LANDASAN TEORI ...12
A.
Pengertian Organisasi ...12
xi
D.
Prinsip-prinsip Organisasi Sekolah...16
E.
Fungsi Administrasi Dalam Organisasi Sekolah ...17
F.
Pengertian Dasar Manajemen ...18
G.
Unsur-unsur Dasar Manajemen ...19
H.
Pola Umum Manajemen...20
I.
Manajemen Sekolah...21
J.
Manajemen Keuangan...22
K.
Administrasi Keuangan Sekolah...24
L.
Keuangan Sekolah...31
M.
Kerangka Berpikir...34
BAB III METODE PENELITIAN ...37
A.
Jenis dan Sifat Penelitian ...37
B.
Lokasi Penelitian...37
C.
Subjek dan Objek Penelitian...38
D.
Populasi dan Sampel Penelitian...38
E.
Data yang Dicari ...39
F.
Teknik Pengumpulan Data...39
G.
Variabel Penelitian...40
H.
Teknik Analisis Data...41
BAB IV GAMBARAN UMUM...43
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ...47
xii
BAB VI PENUTUP ...60
A.
Kesimpulan ...60
B.
Saran...63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN 1: Pedoman Wawancara
LAMPIRAN 2: Pengeluran Belanja Administrasi Umum Sekolah
LAMPIRAN 3: Data Mentah Penelitian
xiii
Tabel
Halaman
IV.1
Perkembangan Jumlah Sekolah SD, SMP, SMA, dan SMK
Negeri dan Swasta Tahun 1999/200-2004/2005 ...42
IV.2
Perkembangan Jumlah Kelas SD, SMP, SMA, dan SMK
Negeri dan Swasta Tahun 1999/200-2004/2005 ...42
IV.3
Perkembangan Jumlah Siswa SD, SMP, SMA, dan SMK
Negeri dan Swasta Tahun 1999/200-2004/2005 ...43
IV.4
Kondisi Sarana dan Prasarana Sekolah di Kabupaten
Sleman Tahun 2005 ...44
V.1
Frekuensi dan Persentasi Pola-pola Penyesuian
Manajemen Keuangan yang Dilakukan Oleh Sekolah ...46
V.2
Pengeluaran Belanja Administrasi Umum
SMA Swasta Sleman Tahun Anggaran 2006...48
V.3
Distribusi pola-pola penyesuaian manajemen keuangan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan berperan penting dalam usaha
mencerdaskan suatu bangsa. Dengan menempuh pendidikan di sekolah orang
mengharapkan supaya bakat dan kemampuan yang dimiliki bisa dikembangkan
secara maksimal, sampai kepada kemandirian dalam proses pengembangan
pribadinya. Oleh karena itu, pendidikan yang diperoleh melalui sekolah (formal)
dapat dijadikan sebagai alat untuk mengukur kemajuan dan derajat kemakmuran
suatu negara dan mengukur besarnya peranan setiap warga negara dalam kegiatan
pembangunan. Oleh karena itu yang menjadi aktor utama dalam mewujudkan
cita-cita di atas adalah lembaga-lembaga pendidikan, dan dalam hal ini salah satunya
adalah sekolah.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan atau organisasi adalah wadah
kerjasama sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan (Nawawi, 1986: 25).
Dengan kata lain, sekolah adalah salah satu bentuk ikatan kerjasama sekelompok
orang yang bermaksud mencapai suatu tujuan yang telah disepakati bersama.
Oleh karena itu, perlu dipahami bagaimana peranan sekolah sebagai lembaga
pendidikan. Sebuah lembaga pendidikan seperti sekolah tidak boleh diartikan
sekedar sebuah gedung saja, tempat anak-anak berkumpul dan mempelajari
sejumlah materi pengetahuan. Sekolah adalah sebagai institusi, peranannya jauh
pendidikan adalah mengembangkan potensi manusia yang dimiliki anak-anak agar
mampu menjalankan tugas-tugas sebagai manusia, baik sebagai individu maupun
sebagai anggota masyarakat (Nawawi, 1986: 27).
Sekolah sebagai lembaga pendidikan atau organisasi memerlukan
manajemen yang baik dan dalam hal ini kepala sekolah berperan sebagai manajer.
Manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral dan tidak dapat
dipisahkan dari proses pendidikan di sekolah secara keseluruhan. Alasannya tanpa
manajemen yang baik tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara
optimal, efektif dan efisien. Konsep ini berlaku di sekolah yang memerlukan
manajemen yang efektif dan efisien. Untuk itu, kepala sekolah perlu memahami
fungsi-fungsi pokok manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan
dan pembinaan.
Seperti layaknya sebuah organisasi, sekolah secara garis besar memiliki
dua aspek manajemen, yaitu manajemen administrasi dan manajemen operatif.
Dalam pembahasan ini manajemen operatif akan lebih banyak disinggung, karena
dalam manajemen operatif terdapat manajemen keuangan yang merupakan topik
utama dari pembahasan ini. Dengan memahami manajemen keuangan akan
diketahui bagaimana kegiatan pengelolaan dana di sekolah. Pengelolaan dana
memerlukan adanya kegiatan perencanaan, pengorganisasian, bimbingan dan
pengarahan, kontrol, komunikasi, dan bahkan ketatausahaan.
Sehubungan dengan masalah manjajemen sekolah, dan fungsi kepala
sekolah sebagai pelaku manjerial secara spesifik manajemen keuangan,
guna bagi pelaksanaan kegiatan yang terarah pada pencapaian tujuan sekolah.
Oleh karena itu setiap rupiah dari dana atau uang yang dimiliki harus dikelola
secara bertanggungjawab, dari manapun sumbernya.
Dalam proses pengelolaan keuangan sekolah terdapat suatu aspek yang
penting yakni pertanggungjawaban. Disamping unsur kepribadian perlu adanya
kesadaran yang tinggi bahwa setiap penyalahgunaan keuangan akan merugikan
organisasi atau sekolah kerena kegiatan akan terhambat, untuk itu Kepala Sekolah
dituntut untuk memiliki kebakatan dan keahlian khususnya pengelolaan dalam
bidang administrasi keuangan, sifat cermat, teliti, hati-hati dan jujur.
Sebelum lebih jauh mengetengahkan tentang pengelolaan keuangan
sekolah, bagi kepala sekolah perlu mengetahui sumber-sumbernya yang dapat
dibedakan sebagai berikut: pertama, dana dari pemerintah; kedua, dana dari siswa
atau orang tua siswa; ketiga, dana dari masyrakat (Soetopo, 1982: 222).
Selanjutnya setelah mengetahui sumber-sumber keuangan sekolah untuk
pembiayaan, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan oleh Kepala Sekolah
adalah sebagai berikut: pertama, menyangkut perencanaan dan kebijaksanaan
penggunaan, serta perencanaan keuangan oleh Kepala Sekolah; kedua,
menyangkut masalah Tata Usaha Keuangan berupa proses penerimaan,
penyimpanan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban keuangan.
Persoalan yang dihadapi sekolah tidak hanya melulu masalah kerumitan
pengelolaan, namun masalah lain yang sering dialami sekolah, yakni keterbatasan
dana dan sumber dana bagi sekolah. Hal ini diperkuat dengan adanya fenomena
Indonesia pada masa krisis moneter saat ini. Hal ini berpengaruh kepada keuangan
sekolah, sumber keuangan sekolah menjadi berkurang karena siswa merupakan
sumber dana bagi sekolah melalui SPP yang wajib dibayar oleh siswa/orangtua
siswa. Dengan berkurangnya jumlah siswa yang masuk dari tahun ke tahun
otomatis jumlah dana yang masuk ke kas sekolah juga berkurang. Hal ini menjadi
masalah bagi sekolah karena akan menghambat terselenggaranya tujuan
administrasi dengan manajemennya yaitu memenuhi misi yang diemban oleh
administrator yaitu menyelesaikan tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Ada beberapa alasan yang dapat dijadikan sebagai jawaban atas adanya
fenomena penurunan jumlah siswa yang masuk ke Sekolah Menengah Atas atau
ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas yang ada di seluruh wilayah Indonesia
beberapa tahun terakhir ini.
Seperti yang terjadi di Ambon, lulusan SLTP lebih memilih masuk dan
melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan dari pada Sekolah
Menengah Atas. Alasannya adalah dengan melanjutkan pendidikan di Sekolah
Menengah Kejuruan, siswa memperoleh ketrampilan yang dapat digunakan
sebagai modal kerja dan peluang apabila melanjut ke Perguruan Tinggi pun ada,
sedangkan apabila memilih melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas
berarti harus kuliah, padahal ada begitu banyak lulusan Perguruan Tinggi di
seluruh wilayah Indonesia yang menganggur dan sulit untuk mendapatkan
Alasan lain yang dapat dikemukakan adalah sekolah pinggiran kota kurang
diminati oleh siswa, calon siswa lebih memilih sekolah yang ada di dalam kota,
hal ini dikarenakan adanya anggapan masyarakat dan calaon siswa bahwa mutu
Sekolah Menengah Atas yang ada di dalam kota lebih baik dari pada Sekolah
Menengah Atas yang letaknya di pinggiran kota. Seperti yang dialami Sekolah
Menengah Atas Muhammadiyah Wates, sampai pada hari terakhir penerimaan
siswa baru (PSB) jumlah pendaftar masih tergolong sedikit. Formulir yang keluar
sebanyak 20 dan yang masuk baru mencapai 10. Padahal daya tampung sekolah
tersebut sebanyak 4 kelas atau 144 anak (Kedaulatan Rakyat, Jumat,14 Juli 2006).
Berbeda dengan dua fenomena yang telah di uraikan di atas, alasan lain
yang dapat dikemukakan adalah adanya penggolongan sekolah yakni sekolah
favorit dan sekolah yang tidak favorit. Dalam hal ini yang termasuk sekolah
favorit adalah Sekolah Menengah Atas Negeri menjadi pilihan utama bagi calon
siswa, selanjutnya Sekolah Menengah Atas swasta favorit yang sudah dikenal luas
oleh masyarakat menjadi pilihan berikutnya apabila gagal tersaring di Sekolah
Menengah Atas Negeri. Hal ini menjadi masalah besar bagi sekolah yang tidak
masuk golongan favorit, karena akan mengalami kesulitan dalam mendapatkan
calon siswa (Kedaulatan Rakyat, Jumat, 14 Juli 2006).
Ada fenomena lain yang sangat memperihatinkan dari penurunan jumlah
siswa yang melanjutkan pendidikan ke semua tingkat pendidikan kususnya
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas adalah karena faktor ekonomi dan kemiskinan.
Tingginya biaya pendidikan semakin tidak terjangkau oleh masyarakat golongan
Jember Jawa Timur, uang pendaftaran berkisar Rp. 586.500 - Rp. 6004.500 dan
masyarakat disitu merasa sangat mahal (Jawa Pos, Minggu, 16 Juli 2006).
Dari beberapa fenomena yang telah diuraikan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa masyarakat sangat membutuhkan pendidikan yang berkualitas
yang dapat menjamin masa depannya, akan tetapi pada kenyataannya pendidikan
di Indonesia belum bias diandalkan sebagai jaminan akan masa depan. Kualitas
pendidikan tidak merata dan rendah. Pendidikan belum bisa dinikmati dan
diperoleh oleh semua kalangan masyarakat, hal ini diperkuat adanya masyarakat
yang tidak bisa memperoleh pendidikan dengan alasan mahalnya biaya
pendidikan.
Berdasarkan masalah di atas, pihak sekolah dipaksa untuk mencari jalan
alternatif atau kebijakan yang dianggap menguntungkan bagi sekolah terutama
dalam usaha mengatasi keterbatasan dana yang tersedia bagi sekolah untuk
kebutuhan operasional dan pengadaan fasilitas pendidikan yang menunjang
tercapainya tujuan pendidikan yaitu pendidikan yang berkualitas. Pihak sekolah
dan manajemennya mau tidak mau harus mencari sumber dana dan pola-pola
penyesuaian manajemen keuangan sekolah sehubungan dengan defisit anggaran
yang dihadapi oleh sekolah.
Berdasarkan analisis yang telah diuraikan di atas maka penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian tentang POLA-POLA PENYESUAIAN
MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH AKIBAT BERKURANGNYA
B. Batasan Masalah
Pada pembahasan ini telah ditentukan batasan-batasan permasalahan,
dengan tujuan agar penelitian lebih terarah. Pada penelitian ini akan mengungkap
pola-pola penyesuaian dalam bidang manajemen keuangan sekolah yang
dilakukan oleh pihak sekolah dalam usaha penyesuaian manajemen keuangan
sebagai akibat berkurangnya jumlah siswa dan pengaruh pola-pola penyesuaian
manajemen keuangan sekolah terhadap keuangan sekolah.
C. Rumusan Masalah
1. Apa saja pola-pola penyesuaian manajemen keuangan yang dilakukan sekolah
akibat berkurangnya jumlah siswa?
2. Bagaimana pola-pola penyesuaian manajemen keuangan sekolah yang
dilakukan berpengaruh terhadap keuangan sekolah?
3. Pola-pola penyesuaian manajemen keuangan mana yang lebih efektif
terhadap keuangan sekolah?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pola-pola apa saja yang dilakukan oleh sekolah dalam
rangka penyesuaian manajemen keuangan akibat penurunan jumlah siswa.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pola-pola penyesuaian manajemen
keuangan yang dilakukan sekolah terhadap keuangan sekolah.
3. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas pola-pola penyesuaian manajemen
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Penulis dapat mempraktekkan konsep dan teori-teori yang diperoleh selama
di bangku kuliah, seperti sekolah sebagai organisasi, manajemen sekolah
secara kusus manjemen keuangan sekolah dan pengelolaannya, serta peranan
Kepala Sekolah sebagai manjer sekolah dengan tujuan untuk menambah ilmu
pengetahuan dan pengalaman di bidang penelitian.
2. Bagi sekolah
Pihak sekolah dapat mengetahui pola-pola apa saja yang berpengaruh dan
efektif yang perlu dilakukan dalam penyesuaian manajemen keuangan
sekolah akibat penurunan jumlah siswa.
3. Bagi pembaca
Pembaca dapat mengetahui betapa pentingnya dana atau keuangan dalam
kegiatan operasional sekolah dan pembaca sebagai partner sekolah
mengetahui secara jelas pola-pola penyesuaian manajemen keuangan apa saja
yang dilakukan oleh pihak sekolah.
4. Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan di Universitas
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Organisasi
Untuk memahami pengertian organisasi dalam sub ini akan dikemukakan
definisi organisasi, organisasi sebagai sistem, sub sistem organisasi, dan
dimensi-dimensi organisasi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi memberikan batasan
organisasi sebagai berikut:
“Organisasi adalah sistem kerja sama antara dua orang atau lebih yang secara sadar dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Ada pun cirri-ciri sistem kerja sama itu meliputi: komunikasi antara orang yang bekerja sama itu, individu dalam organisasi tersebut mempunyai kemampuan untuk bekerja sama; kerja sama itu ditujukan untuk mencapai tujuan” (Supandi, 1985: 3).
Menurut definisi dan batasan di atas ada tiga hal yang patut dicatat sebagai
unsur organisasi, yaitu: orang yang tergabung, pola-pola kegiatan yang diatur, dan
ditujukan untuk mencapai tujuan bersama yang disepakati. Dengan demikian
banyak sekali satuan sosial yang dapat disebut organisasi.
Definisi lain dikemukakan oleh Bedeian dalam Supandi (1985: 4) yang
menerangkan secara jelas arti organisasi sebagai berikut:
“Organisasi adalah kesatuan sosial yang mempunyai tujuan untuk dicapai, secara sengaja membentuk struktur system kegiatan dengan suatu batas yang mudah dikenal.
Definisi ini mengandung empat unsur, yaitu: kesatuan sosial, tujuan yang
akan dicapai, struktur sistem kegiatan, dan batas yang mudah dikenal.
a.Kesatuan Sosial (social entities) Organisasi adalah gabungan orang-orang dan
b.Terarah Pada Pencapaian Tujuan (goal directed) Organisasi itu ada karena
ingin mencapai suatu tujuan (a purpose).
c.Struktur Sistem Kegiatan (deliberately structured activity systems) Organisasi
dalam melakukan kegiatan-kegiatannya menggunakan pengetahuan yang
mengatur saling hubungan antara kegiatan yang satu dengan yang lain.
d.Batas yang Mudah dikenal (identifiable boundary) Ketentuan ini menerangkan
batas-batas mana yang unsur-unsur di dalam organisasi dan mana unsur-unsur
di luar organisasi.
Schein dalam Wijono (1972: 41) mengemukakan empat gagasan penting
yang menjadi pertanda organisasi, yaitu:
a.Organisasi adalah koordinasi dalam usaha dan upaya secara umum, koordinasi
mengandung pengertian penyesuaian dan pengaturan yang baik dan serasi.
b.Pencapaian tujuan atau cita-cita bersama melalui koordinasi kegiatan
c.Ada pembagian kerja menjamin dan menciptakan organisasi.
d.Adanya tata urutan yang bertingkat atau hirarkis kewenangan anggota
organisasi.
Sedangkan (Nawawi, 1984: 27) menerangkan bahwa definisi organisasi
adalah sebagai berikut:
“Organisasi adalah sistem kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama.
Dengan mengetahui unsur-unsur pokok organisasi seperti yang
dikemukakan di atas dapatlah orang merumuskan definisi organisasi. Pada
berdasarkan pola dan asas tertentu demi tercapainya tujuan yang ditetapkan
bersama.
B. Organisasi Sebagai Sistem
Dari definisi organisasi yang telah dijelaskan di atas jelaslah bahwa
organisasi itu adalah merupakan sitem kegiatan dari sekelompok orang yang
melakukan usaha bersama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama
dalam suatu kesatuan sosial. Dalam perkembangan studi tentang organisasi, orang
membedakan antara sistem tertutup (closed system) dan Sistem terbuka (open
system).
Sebelum menjelaskan kedua sistem tersebut, baiklah kita ketahui dahulu
yang dimaksud dengan “sistem” disini.
“A System is a set of Interelated elements that Equires Inputs from the Environment” Daft dalam Nawawi (1986: 10).
Diterangkan oleh Richard L. Daft, bahwa suatu sistem adalah suatu rangkaian
unsur-unsur yang berkaitan satu sama lain, yang memperoleh masukan demi
lingkungan, mengubah bentuknya dan kemudian menghasilkan keluasan
kelingkungan luar.
Dalam suatu organisasi sistem tertutup, organisasi tidak tergantung pada
lingkungan; organisasi itu berdiri sendiri, tertutup dan membatasi diri dari dunia
luar.
Sedangkan organisasi sistem terbuka harus mengadakan interaksi dengan
hidup, baik sebagai konsumen maupun sebagai exporter sumber-sumber kepada
lingkungan.
C. Sekolah sebagai organisasi
Kalau memperhatikan kembali pada pengertian organisasi, bahwa
organisasi mempunyai empat unsur, yaitu kesatuan sosial, tujuan yang ingin
dicapai, sistem kegiatan dan adanya batasan organisasi maka sekarang
persoalannya adalah apakah suatu sekolah itu dapat disebut suatu organisasi. Jika
di analisa, sekolah mempunyai unsur-unsur organisasi seperti yang disebutkan di
atas. Sekolah adalah kesatuan sosial yang merupakan salah satu unit kerja dari
organisasi pendidikan makro. Akan tetapi kalau hanya memperhatikan secara
sempit mengenai organisasi sekolah saja, maka hanya memeperhatikan organisasi
pendidikan mikro. Pembagian kerja di sekolah diadakan untuk mendapatkan
efisiensi dalam proses kerja, dimana orang mendirikan sekolah mesti ada tujuan
yang akan dicapai. Sedangkan di dalam melakukan kegiatan dalam rangka
mencapai tujuan yang telah digariskan, sekolah membentuk struktur organisasi
yang mengatur sistem kerja sama di antara bagian-bagian dan orang-orang yang
ada di dalam organisasi sekolah. Ciri organisasi berikutnya adalah adanya batas
organisasi yang membedakan antara mana yang termasuk di dalam organisasi dan
mana yang tidak termasuk unsur organisasi.
Dalam penelaahan tersebut, jelas bahwa suatu sekolah merupakan suatu
organisasi. Terlepas dari pembicaraan bahwa organisasi sekolah merupakan
organisasi yang aktivitasnya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dimana
sekolah berada.
Ditinjau dari teori organisasi, organisasi dibedakan menjadi tiga jenis
yaitu:
1.Organisasi formal, adalah organisasi yang tujuannya dinyatakan dengan lebih
formal secara tertulis berdasarkan peraturan atau hukum yang berlaku,
menetapkan pola kegiatan dengan menekankan pada koordinasi dan hierarki
kewenangan, termasuk jenis inilah sekolah.
2.Organisasi sosial adalah organisasi yang dibentuk berdasarkan tujuan yang
tidak dinyatakan secara formal atau tertulis, tetapi secara implisit dengan pola
kerja yang longgar dan bahkan tidak ada struktur kewenangan secara hierarkis.
Yang termasuk jenis ini adalah perkumpulan alumni sekolah.
3.Organisasi Informal, adalah organisasi yang terbentuknya dalam bentuk formal,
tetapi tidak termasuk ke dalam struktur organisasi seperti yang digariskan
dalam organisasi formal.
Jadi, jelaslah bahwa sekolah merupakan jenis organisasi formal, karena
tujuan, peraturan, struktur dan pola kegiatannya ditentukan secara formal.
D. Prinsip-Prinsip Organisasi Sekolah
Supaya organisasi itu baik perlu adanya syarat, yaitu sehat, dalam arti
tiap-tiap satuan yang ada dapat menjalankan perannya dengan tertib, dan efisien dalam
perbandingannya yang terbaik antara usaha dan hasilnya. Berikut ini akan
dikemukakan beberapa pikiran yang menyangkut masalah prinsip-prinsip tersebut.
1.Pikiran klasik
Pikiran klasik ini bersumber dari Robbins (1978) namun masih relevan dengan
keadaan sekarang baik sebagai objek kajian maupun sebagai bentuk upaya.
Prinsip-prinsip klasik tersebut terdiri dari: pembagian kerja, rentangan
administrasi, departemenisasi, dan otoritas atau wewenang.
2.Pikiran yang muncul (emerging ideas).
Pikiran lama dalam menghadapi permasalahan organisasi, yaitu masalah
bagaimana supaya kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan dapat lancar,
sejalan dengan pola manajemen Likert “ Sistem 1”. Baik buruknya organisasi
dan tercapai tidaknya tujuan organisasi dipandang dari pihak pimpinan.
E. Fungsi Administrasi Dalam OrganisasiSekolah
Pada fungsi administrasi dalam organisasi sekolah menetapkan lima fungsi
pokok yaitu perencanaan, pengorganisasian, pimpinan, pemberian stimulus, dan
pengawasan. Kipling dalam Soetopo (1982: 258).
1.Perencanaan (planning).
Pada dasarnaya perencanaan adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan: apa
yang harus dikerjakan, mengapa hal tersebut dilakukan, kapan itu dilakukan,
dimana dilakukan, bagaimana hal itu dilakukan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut
2.Pengorganisasian (organizing).
Pengorganisasian adalah fungsi administrasi, sedangkan administrasi adalah
unsur organisasi yang berfungsi menjadikan organisasi lebih efektif dan efisien.
3.Pimpinan (directing, leading, commanding).
Fungsi pimpinan merupakan fungsi untuk menggerakkan seluruh potensi yang
ada demi tercapainya tujuan organisasi.
4.Pemberian Stimulus (stimulating).
Pemberian penghargaan, kepercayaan, penghormatan, diajak berperan serta,
dijamin kesejahteraanya dan hal lain yang menimbulkan semangat kerja itulah
yang disebut pemberian stimulus (stimulating).
5.Pengawasan (controlling).
Pengawasan bertujuan untuk mendukung kelancaran dan ketepatan
pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan.
F. Pengertian Dasar Manajemen
Manajemen sebagai suatu proses khas yang menggerakkan organisasi
adalah sangat penting karena tanpa manajemen yang efektif tidak akan ada usaha
yang akan berhasil cukup lama. Dari uraian di atas jelas bahwa istilah manajemen
itu berhubungan dengan usaha mencapai tujuan tertentu dengan jalan
menggunakan sumber-sumber yang tersedia dalam organisasi dengan cara yang
sebaik mungkin. Untuk memperjelas arti manajemen di bawah ini dikutip
beberapa pendapat sarjana/ahli di bidang manajemen:
sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”. Stoner dalam Handoko, (1984: 8).
Dari definisi di atas terlihat bahwa Stoner menggunakan kata proses
karena semua manajer, tanpa mempedulikan kecakapan atau ketrampilan khusus
mereka, harus melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu yang saling berkaitan
untuk mencapai tujuan-tujuan yang mereka inginkan. Proses tersebut terdiri dari
kegiatan-kegiatan manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengawasan.
Definisi lain dikemukakan oleh Winardi, (1981: 55) yang menerangkan
arti manajemen sebagai berikut:
“Manajemen adalah perencanaan serta integrasi upaya, pemanfaatan sumber-sumber daya secara tepat, motivasi manusia dan pelaksanaan kepemimpinan guna membina sebuah organisasi ke arah tujuan dan sasarannya dengan cara yang efisien”.
Sedangkan menurut Follet dalam Handoko (1984: 8) menerangkan arti
manajemen sebagai berikut:
“Manajemen adalah sebuah seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain, yang berarti para manajer mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang lain untuk melaksanakan berbagai tugas yang mungkin diperlukan, atau tidak melakukan tugas-tugas itu sendiri”.
G. Unsur-Unsur Dasar Manajemen
Auren Turis dalam Winardi (1981: 57) mengetengahkan 3 kategori
kemahiran yang harus dimiliki oleh setiap manajer yaitu:
1.Kemahiran yang bertalian dengan hubungan kerja kemanusiaan.
(human relations skill), seperti bekerja bersama bawahan, mempunyai
hubungan baik dengan atasan, mampu kerja sama dan koordinasi dengan
2.Prosedural dan administratife (procedural and administrative skills) seperti
mengendalikan pekerjaan-pekerjaan tata usaha dan mempergunakan waktu
dengan efektif.
3.Pribadi (personal skills), seperti pengaturan daya ingatan, pemusatan pikiran
dan lain-lain.
Rex F. Harlow dalam Winardi (!981: 58) mengemukakan 3 kemahiran
dasar yang diperlukan bagi seorang manajer yaitu:
1.Kemahiran teknik yang cukup untuk melakukan upaya dari pada tugas
kususnya yang menjadi tanggungjawabnya (technical skill);
2.Kemahiran yang bercorak kemanusiaan yang cukup dalam bekerja dengan
sesamanya guna menciptakan keserasian kelompok yang efektif dan yang
mampu menumbuhkan kerja sama diantara anggota-anggota bawahan yang ia
pimpin (human skill);
3.Kemahiran menyelami keadaan yang cukup untuk menemukan antar hubungan
dari pelbagai faktor yang tersangkut dalam suasana itu, yang bisa memberikan
petunjuk-petunjuk kepadanya dalam mengambil langkah-langkah yang
dimaksud, sehingga mencapai hasil yang maksimal bagi organisasinya secara
keseluruhan (conceptual skill).
H. Pola Umum Manajemen
Dari uraian singkat di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai
1.Manajemen pada dasarnya adalah alat atau sarana dari administrasi
(administration),
2.Sebagai alat administrasi fungsi manajemen adalah menggerakkan unsur statis
dari administrasi yaitu organisasi,
3.Dalam fungsinya menggerakkan organisasi manajemen merupakan suatu proses
yang dinamis yang meliputi fungsi-fungsi planning, organizing, actuating,
controlling dan lain-lain.
4.Proses manajemen selalu diarahkan untuk pencapaian sesuatu tujuan tertentu.
5.Dalam pencapaian tujuan tersebut manajer sebagai pelaksana manajemen
menggunakan pelbagai unsure yang tersedia dalam organisasi yaitu: men,
materials, machines, money, methods, dan lain-lain.
6.Penggunaan unsur-unsur manajemen tersebut selalu dilaksanakan degan
seefisien mungkin berdasarkan prinsip-prinsip manajemen.
I. Manajemen Sekolah
Istilah manajemen memiliki banyak arti, bergantung pada orang yang
mengartikannya. Istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan
administrasi sekolah (Mulyana, 2003: 19). Berkaitan dengan itu terdapat tiga
pandangan berbeda:
1.Mengartikan administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen
merupakan inti dari administrasi),
2.Melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi,
Dalam tulisan ini kata manaejmen diartikan sama dengan
administrasi/pengelolaan, meskipun kedua istilah tersebut sering diartikan
berbeda. Dalam berbagai kepentingan, pemakaian kedua istilah tersebut sering
digunakan secara bergantian, demikian halnya dalam berbagai literatur, acapkali
dipertukarkan.
Gaffar dalam Mulyasa (1989: 19) mengemukakan bahwa manajemen
pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik,
sistemik dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Untuk itu, perlu dipahami fungsi-fungsi pokok manajemen yaitu:
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pembinaan. Dalam prakteknya
keempat fungsi tersebut merupakan suatu proses yang berkesinambungan.
J. Manajemen Keuangan
Penyelenggaraan kegiatan di lingkungan suatu organisasi kerja, baik yang
bersifat manajemen administratif maupun manajemen operatif sebagian
diantaranya sangat memerlukan penyediaan sejumlah dana. Kegiatan pengelolaan
dana memerlukan pula kegiatan perencanaan, pengorganisasian, bimbingan dan
pengarahan, kontrol, komunikasi, dan bahkan juga ketatausahaan. Sehubungan
dengan itu administrasi keuangan dapat dilihat dari dua aspek sebagai berikut:
1.Administrasi keuangan dalam arti sempit, yang mengandung pengertian segala
pencatatan masuk dan keluarnya keuangan dalam membiayai kegiatan
2.Administrasi keuangan dalam arti luas, yang mengandung pengertian penentuan
kebijaksanaan dalam pengadaan dan penggunaan keuangan untuk mewujudkan
kegiatan organisasi kerja berupa kegiatan perencanaan, pengaturan,
pertanggungan jawab dan pengawasan keuangan.
Keuangan merupakan masalah yang sangat penting bagi terselenggaranya
kegiatan di sekolah. Di dalam pengertian umum keuangan yang erat hubungannya
dengan pembiayaan kegiatannya meliputi tiga hal, yaitu: penyusunan anggaran
(budgeting), pembukuan (accounting), dan pemeriksaan (auditing). (Wijono,
1989: 159).
1.Penyusunan anggaran
Di sekolah harus ada kegiatan penyusunan anggaran yang hasilnya menjadi
suatu Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). RAPBS
ini harus dibuat untuk ditetapkan dalam suatu periode tertentu. Umumnya satu
tahun ajaran mempunyai satu RAPBS.
2.Pembukuan
Pengurusan pembukuan meliputi dua hal, yaitu pertama pengurusan yang
menyangkut kewenangan menentukan kebijakan menerima dan mengeluarkan
uang. Pengurusan kedua, menyangkut urusan tindak lanjut dari urusan pertama,
yaitu menerima, menyimpan dan mengeluarkan uang
3.Pemeriksaan
Pemeriksaan (auditing) adalah semua kegiatan yang menyangkut
pertanggungjawaban penerimaan, penyimpanan dan pembayaran atau
K. Administrasi Keuangan Sekolah
Sekolah merupakan organisasi kerja, yang memikul sejumlah volume dan
beban kerja sesuai dengan jenis dan tingkatan masing-masing. Untuk mewujudkan
beban kerja itu diperlukan sejumlah dana atau uang, baik itu untuk beban kerja
yang memerlukan alat maupun tidak. Dengan kata lain sekolah memerlukan
sejumlah dana agar dapat mewujudkan kegiatan-kegiatan yang memungkinkannya
mencapai tujuan sebagai organisasi kerja (Nawawi, 1986: 96).
Kegiatan pengelolaan keuangan yang dimiliki sekolah, baik yang
dilakukan oleh Kepala Sekolah atau dengan bantuan petugas yang lain yang
disebut Administrasi Keuangan Sekolah. Kegiatan administrasi keuangan sekolah
dapat dibedakan dalam dua bentuk sebagai berikut:
1. Administrasi keuangan dalam arti luas, yang mengandung pengertian
penentuan kebijaksanaan keuangan dalam pengadaan dan penggunaannya agar
terwujud kegiatan yang tepat bagi pencapaian tujuan sekolah. Aspek-aspeknya
terutama menyangkut perencanaan pengadaan dan penggunaan uang termasuk
di dalamnya kontrol terhadap ketepatan penggunaan dan administrasi
pembukuannya.
2. Administrasi keuangan dalam arti sempit, yang mengandung pengertian
proses pencatatan penerimaan dan pengeluaran uang dalam membiayai
kegiatan dan peralatan yang dipelukan.
a. Perencanaan Keuangan Sekolah
Perencanaan keuangan sekolah yang disusun secara baik akan
mempermudah melaksanakan kegiatan pengawasannya. Perencanaan yang
baik harus dimulai dengan menginventarisasikan lebih dahulu
kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan, lengkap dengan prasarana dan sarananya
seandainya belum tersedia. Kemudian dari daftar inventarisasi itu
dipisah-pisah antara kegiatan yang diprioritaskan dalam kelompok
kegiatan/peralatan yang sangat penting, penting dan kurang penting.
Kegiatan/peralatan yang rutin pelaksanaan atau pengadaannya harus
dimasukan dalam kelompok yang sangat penting disamping kemungkinan
terdapat juga dari yang sifatnya tidak rutin pelaksanaan atau
pengadaannya.
Berdasarkan pengelompokan kegiatan dan peralatan tersebut di
atas selanjutnya Kepala Sekolah perlu mempelajari kemungkinan dana
yang dapat disediakan. Perkiraan jumlah dana yang dapat diadakan itu
harus dari ketiga sumber keuangan yaitu: dana dari pemerintah, dana dari
siswa/orang tua siswa dan dana dari masyarakat. Apabila semua
kegiatan/peralatan yang termasuk prioritas sangat penting telah tertampung
dalam perencanaan dan dari perkiraan dana yang dapat diadakan masih
terdapat kelebihan, maka dapat dimasukan kegiatan/peralatan yang dalam
prioritas termasuk kelompok penting dan demikian selanjutnya untuk
kelompok yang kurang penting. Perencanaan keuangan sebagai
kebijaksanaan yang akan dilaksanakan pada tahun atau beberapa tahun
berikutnya sebaiknya dibuat secara menyeluruh dan sebagai suatu
Perencanaan keuangan yang sumbernya akan diperoleh melalui
SPP atau Dana Pembinaan Pendidikan (DPP) penggunaannya dilakukan
menurut mata anggaran yang diperkenankan sesuai dengan ketentuan
berdasarkan keputusan bersama antara Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan Menteri Keuangan. Oleh karena itu dalam
perencanaan keuangan dari sumber ini, Kepala Sekolah harus berpegang
sepenuhnya pada mata anggaran yang telah diatur dalam keputusan
bersama tersebut. Oleh karena itu dalam perencanaan pun Kepala Sekolah
harus berpegang teguh pada jenis mata anggaran dan tidak dapat membuat
sendiri di luar yang telah ditetapkan. Perencanaan yang menyeluruh harus
dijadikan pedoman kebijaksanaan dalam penggunaan keuangan sehari-hari
di sekolah. Oleh karena itulah dalam administrasi keuangan diperlukan
pengawasan yang ketat, cermat dan terarah.
b. Tata Usaha Keuangan Sekolah
Kegiatan pertama dalam tata usaha keuangan adalah pengangkatan
atau penunjukan bendaharawan, baik melalui proses usul kepada pihak
atasan yang berwenang maupun oleh Kepala Sekolah sendiri.
Bendaharawan adalah seseorang yang karena Negara dipercayakan untuk
menerima, menyimpan dan mengeluarkan uang dan surat-surat berharga
yang dapat dinilai dengan uang sebagai milik Negara. Di lingkungan
sekolah swasta uang dan surat-surat berharga yang dapat dinilai dengan
1) Penerimaan
Setiap uang yang diterima untuk kepentingan sekolah harus
dibukukan oleh bendaharawan dalam Buku Kas Umum untuk setiap
jenis penerimaan. Dengan demikian berarti Buku Kas umum harus
dipisahkan antara uang dari sumber pemerintah, Dana Pembinaan
Pendidikan dan sumbangan orang tua/masyarakat. Disamping itu jika
sekolah dipercayakan mengelolah dana pembangunan (proyek) dan
dana rutin dari sumber pemerintah, maka perlu dibuat dua Buku Kas
Umum yang terpisah.
2) Penyimpanan dan Penggunaan Keuangan
Kepala Sekolah dan bendaharawan sebagai penerima keuangan
di sekolah harus menyimpan uang dan atau surat-surat berharga yang
diterimanya sebelum dikeluarkan. Untuk itu uang dan surat-surat
berharga yang dipercayakan kepadanya harus disimpan pada tempat
yang sama. Dalam penyimpanan ini hendaknya dihindari juga
mencampurkan uang pribadi dengan uang milik sekolah.
Penggunaan dalam bentuk pengeluaran uang milik sekolah
harus dilakukan secara sah, efektif dan efisien. Pengeluaran secara sah
berarti setiap pengeluaran harus dibuat tanda buktinya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku berupa kuitansi. Pengeluran secara benar
maksudnya setiap pengeluaran uang sekolah harus benar-benar untuk
membayar atau memenuhi tagihan yang tepat. Ketepatan itu di satu
dengan jenis besarnya tagihan. Dengan demikian seorang Kepala
Sekolah dalam mempergunakan keuangan, hendaklah memperhatikan
jenis kegiatan atau pengadaan barang apa yang disediakan dananya dan
berupa besarnya dana tersebut di dalam suatu mata anggaran.
Dalam hubungan ini tampak semakin pentingnya perencanaan
yang menyeluruh, lengkap dan teliti, agar tidak satu pun kegiatan atau
pengadaan barang yang termasuk prioritas sangat penting tidak dapat
dilaksanakan pada waktunya. Penggunaaan keuangan secara efisien
dimaksudkan agar setiap Kepala Sekolah sebagai penentu
kebijaksanaan harus berusaha agar uang yang dikeluarkan benar-benar
bermanfaat dan tidak merupakan pemborosan. Setiap dana yang
dikeluarkan harus diusahakan memberikan hasil yang
sebesar-besarnya. Untuk itu mutu kegiatan/pengadaan barang itu tidak kurang
dari yang seharusnya dan bahkan jika mungkin lebih baik, disamping
memenuhi target jumlah dana dan waktunya.
3) Pengawasan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Pengawasan keuangan dimaksudkan untuk membantu para
bendaharawan agar dalam menerima, menyimpan dan mempergunakan
dilakukan secara sah benar dan efisien. Pengawasan tidak boleh
sekedar dilakukan untuk mencari-cari kesalahan bendaharawan atau
Kepala Sekolah, akan tetapi harus dititik beratkan pada proses
Dengan demikian pengawasan keuangan harus dilakukan secara
preventif dan kuratif.
Pengawasan dapat dilakukan melalui peryanggungjawaban
yang disampaikan secara tertulis mengenai penerimaan dan
pengeluaran uang oleh bendaharawan. Pengawasan dapat juga
dilakukan secara langsung dengan melakukan pemeriksaan terhadap
pembukuan dan penyimpanan serta penggunaan uang oleh
bendaharawan. Pengawasan seperti itu disebut pengawasan dari dekat
atau pengawasan langsung. Untuk itu disamping pembukuan, akan
diperiksa juga bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran keuangan.
Bukti-bukti tersebut diperlukan dalam melengkapi surat-surat
pertanggungjawaban.
Pengawasan seperti tersebut di atas tidak saja dilakukan oleh
aparat pengawasan keuangan Negara seperti KPAN, BPK, Inspektoral
Jendral, Inspektoral Daerah, tetapi sebaiknya dilakukan juga oleh
Kepala Sekolah terhadap semua bendaharawan di sekolah yang
dipimpinnya. Pengawasan yang dilakukan oleh Kepala Sekolah
sebagai atasan langsung atau sebagai penanggungjawab terhadap
seluruh kegiatan sekolah disebut pengawasan intern. Sedangkan
pengawasan dari luar sekolah oleh petugas-petugas yang berwenang
seperti telah diuraikan sebelumnya, disebut pengawasan ekstern.
Pengawasan intern sangat penting dilakukan dengan tujuan untuk
tetapi juga sedini mungkin dapat dicegah penyalah gunaan keuangan
sekolah agar berdaya dan berhasil guna secara maksimal.
Akhirnya dalam pengawasan terhadap tanggungjawab
pengelolaan keuangan, setiap kali dilakukan pengawasan oleh pihak
yang berwenang atau oleh Kepala Sekolah, perlu dibuat Berita Acara
menyangkut proses dan hasi-hasil yang ditemukan. Berita acara itu
harus ditandatangani oleh bendaharawan dan Kepala Sekolah serta
semua petugas pemeriksa. Dengan demikian pemeriksaan berikutnya
akan lebih mudah dan bendaharawan mengetahui langkah-langkah
perbaikan yang harus dilakukannya bersama Kepala Sekolah.
c. Analisis Biaya-Keuntungan (cost-benefit).
Secara singkat bahasan mengenai analisis biaya-keuntungan adalah
pertimbangan dan evaluasi semua biaya dan keuntungan yang relevan pada
kurun waktu tertentu. Tujuan analisis biaya adalah hasil yang ideal dari
suatu kegiatan harus melebihi biaya yang dikeluarkan. Meskipun analisis
biaya-keuntungan sepenuhnya bersifat angka, dan analisis sistem dapat
berisi variable-variabel kuantitatif maupun kualitatif (Sudjana, 1989: 193).
Lebih lanjut proses dasar analisis biaya-keuntungan memberikan
kecanggihan kepada prosedur-prosedur ini dalam arti bahwa dalam
menangani suatu masalah, semua unsur kuantitatif maupun kualitatif
diperhitungkan, dikaitkan dan dinilai. Karena para administrator
pendidikan biasanya dihadapkan kepada sumber daya yang terbatas,
kemungkinan pemecahan masalah adalah yang paling relevan, terutama
karena masalah-masalah tidak timbul sendiri-sendiri. Melalui analisis
biaya-keuntungan, seorang administrator dapat menilai satu persatu atau
secara kelompok biaya-biaya keuntungan dan konsekuensi dari semua
alternative pada suatu waktu tertentu. Ketika gambaran penuh biaya dan
perolehan-perolehan ditampilkan, maka pertanyaan-pertanyaan mengenai
prioritas dan efek positif yang terbesar dapat dijawab secara objektif.
Empat langkah utama dalam analisis biaya-keuntungan adalah
(Sudjana, 1989: 195):
a.Mengajukan pertanyaan (pertanyaan-pertanyaan) yang tepat (menurut
tugasnya).
b.Memproyeksikan cara-cara alternatif untuk mencapai tujuan.
c.Mendokumentasikan secara tertulis semua data masalah, asumsi dan
pertimbangan.
d.Menganalisis biaya-biaya dan perolehan-perolehan dari masing-masing
alternatif.
L. Keuangan Sekolah
1.Pembuatan Anggaran Belanja
Administrasi sekolah yang baik meminta anggaran belanja yang
direncanakan dengan teliti dan penggunaannya yang efektif. Pada dasarnya
anggaran belanja adalah suatu pernyataan sumber-sumber keuangan yang
periode satu tahun fiskal. Proses pembuatan anggran pendidikan merupakan
penentuan pengeluaran maupun pendapatan yang bertalian dengan keseluruhan
operasi sekolah (Sutisna, 1985: 126).
2.Pengeluaran
Penentuan pengeluaran biaya pendidikan melibatkan pertimbangan
tentang tiap kategori anggaran belanja sebagai berikut (Sutisna, 1985: 127):
a.Pengawasan Umum
Dalam kategori ini termasuk sumber-sumber keuangan yang ditetapkan bagi
pelaksanaan tugas-tugas administratif dan manajerial. Gaji para
administrator, para pembantu administrasi, serta biaya perlengkapan kantor
dan perbekalan, semuanya tercakup dalam kategori pengawasan umum.
b.Pengajaran
Kategori ini meliputi gaji guru dan pengeluaran bagi buku-buku pelajaran,
alat-alat, dan perlengkapan yang diperlukan dalam pengajaran. Biasanya
kategori ini merupakan 70-75 persen dari keseluruhan anggaran belanja.
c.Pelayanan Bantuan
Pengeluaran yang bertalian dengan pelayanan-pelayanan kesehatan,
bimbingan dan perpustakaan termasuk dalam kategori ini.
d.Pemeliharaan Gedung
Penggantian dan perbaikan perlengkapan, pemeliharaan gedung dan halaman
e.Operasi
Biaya telepon, air, listrik, sewa gedung dan tanah, dan gaji personil
pemeliharaan gedung termasuk dalam kategori ini.
f. Pengeluaran tetap, pengeluaran modal, jasa hutang dan perkiraan pendapatan.
3.Pendapatan
Sumber-sumber pendapatan sekolah harus dipertimbangkan dalam
proses pembuatan anggaran belanja. Pendapatan sekolah pemerintah diperoleh
dari sumber-sumber keuangan pemerintah sendiri, apakah dari pemerintah
pusat, pemerintah daerah atau dari keduanya dan dari orang tua murid (SPP dan
sumbangan-sumbangan lain). Pendapatan sekolah-sekolah swasta diperoleh dari
sumber-sumber sendiri, dari orang tua murid dan bisa pula dari pemerintah
dalam bentuk bantuan kepada sekolah-sekolah swasta. Sedangkan manajemen
keuangan yang efektif di sekolah menuntut pengetahuan tentang
sumber-sumber pendapatan yang tersedia bagi sekolah dan tentang metode-metode
penggunaan dana bagi keuntungan yang sebesar-besarnya (Sutisna, 1985: 127).
4.Keterlibatan Kepala Sekolah dalam Persiapan Anggaran Belanja.
Ada kecenderungan di wilayah-wilayah sekolah kearah keterlibatan
Kepala Sekolah yang lebih besar dalam penyusunan anggaran belanja sekolah.
Partisipasi yang efektif dalam penyusunan anggaran belanja sekolah menuntut
Anggaran belanja hendaknya dilihat sebgai sala satu instrumen sekolah untuk
mencapai tujuan-tujuannya (Sutisna, 1985: 128).
Jadi efektifitas dalam pembuatan anggaran belanja menuntut
pengembangan kemampuan administratif mengenai sejumlah dimensi
administratif:
a.Penetapan tujuan dalam hubungan dengan maksud-maksud pendidikan
disekolah-sekolah. Perumusan tujuan adalah suatu keharusan bagi persiapan
anggaran belanja yang efektif.
b.Terjemahan tujuan ke dalam program pendidikan. Konseptualisasi dan
formulasi program-program yang ditujukan kepada implementasi
tujuan-tujuan institusional merupakan dimensi yang berarti dari perbuatan
administrative dan membawa implikasi penting bagi kebutuhan akan
anggaran belanja.
c.Penentuan sumber daya manusia dan materiil yang perlu bagi implementasi
program-program pendidikan yang diinginkan. Termasuk di dalamnya adalah
berupa konsep-konsep yang jelas tentang kebutuhan mengenai: (a) jumlah
staf dan kemampuan-kemampuan; (b) gedung dan fasilitas fisik lain; (c)
perlengkapan dan perbekalan; (d) pelayanan bantuan, operasi dan
pemeliharaan dan (e) pelayanan administratif.
5.Analisis Harga
Analisis harga (cost analysis) dan penelitian terhadap berbagai aspek
putusan yang baik dalam perkara-perkara anggaran belanja. Perbandingan
harga-harga dengan sekolah-sekolah yang serupa di daerah lain juga bisa
berguna sejauh perbandingan ini tidak dipakai semata-mata sebagai alat untuk
melindungi keadaan yang ada (Sutisna,1985: 129)
M.Kerangka Berpikir
Berdasarkan pada pemahaman berbagai teori di atas, keuangan merupakan
faktor terpenting dalam sebuah sekolah. Layaknya sebagai sebuah organisasi,
sekolah merupakan suatu bentuk kerja sama yang memerlukan sejumlah dana
untuk membiayai kegiatan-kegiatan, pengadaan sarana dan prasarana yang
berhubungan dengan kepentingan sekolah dalam mencapai tujuan yang telah
ditentukan bersama. Untuk itu keuangan sekolah harus dikelolah dengan baik agar
berdaya guna bagi pencapaian tujuan sekolah.
Dalam sebuah sekolah permasalahan keuangan diatur dan disusun di
dalam administrasi keuangan sekolah atau manajemen keuangan sekolah. Kepala
Sekolah yang berfungsi sebagai manajer di sekolah bertanggungjawab
sepenuhnya terhadap kelangsungan berbagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh sekolah dan kepentingan-kepentingan sekolah. Kepala Sekolah
bertanggungjawab terhadap keuangan sekolah yang meliputi: pengadaan,
penggunaan, pengelolaan, dan control. Oleh karena itu Kepala Sekolah dituntut
memiliki pengetahuan tentang manajemen keuangan sekolah.
Kepala Sekolah sebagai manajer harus mengetahui sumber-sumber
anggaran belanja sekolah. Dengan mengetahui sumber-sumber dana, Kepala
Sekolah bisa mengkalkulasikan berapa jumlah dana yang masuk, sehingga
anggaran yang dibuat sesuai dengan jumlah dana yang akan masuk dari
masing-masing sumber keuangan sekolah.
Sala satu sumber keuangan sekolah adalah dana dari siswa/orang tua siswa
melalui SPP yang wajib dibayar oleh siswa/orang tua siswa. Untuk sekolah swasta
sumber dana dari siswa/orang tua siswa merupakan sumber dana utama. Sekolah
swasta adalah milik yayasan atau beberapa orang yang tergabung dalam suatu
kesamaan tujuan. Dalam hal pembiayaan dan sumber keuangan sepenuhnya
dikendalikan oleh pemilik sekolah/yayasan.
Akan tetapi persoalan sekolah tidak hanya bagaimana mengelolah
keuangan dan proses manajemennya, akan tetapi juga bagaimana sekolah
mengantisipasi situasi atau keadaan yang muncul yang berhubungan dengan
keuangan sekolah yang tidak menguntungkan. Misalnya penurunan jumlah siswa
yang masuk dalam setiap penerimaan siswa baru tiap tahun ajaran baru. Bagi
sekolah swasta hal ini merupakan persoalan serius, karena dengan berkurangnya
jumlah siswa yang masuk, berarti jumlah dana yang masuk ke kas sekolah juga
berkurang. Fenomena ini akan berpengaruh terhadap keuangan sekolah.
Oleh karena itu Kepala Sekolah sebagai manajer perlu melakukan tindakan
berupa keputusan, kebijaksanaan untuk mengantisipasi berkurangnya dana yang
masuk ke kas sekolah, sebagai akibat dari berkurangnya jumlah siswa yang
masuk. Untuk kelangsungan proses kegiatan sekolah dan aktifitasnya dalam
meneliti bagaimana Kepala Sekolah membuat kebijaksanaan dan keputusan
berupa penentuan” Pola-pola Penyesuaian Manajemen Keuangan Sekolah Akibat
Berkurangnya Jumlah Siswa”. Penentuan pola-pola manajemen penyesuaian
keuangan sekolah sebagai langkah penting bagi kelangsungan hidup sebuah
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan keseluruhan dari prosedur dan alat yang
digunakan dalam penelitian. Penentuan metode penelitian menjadi sangat penting
karena digunakan untuk menetukan jawaban dalam permasalahan yang diteliti.
A. Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang mendeskripsikan atau
memberi gambaran tentang objek yang diteliti melalui data sample atau populasi
sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang
berlaku untuk umum (Sugiyono, 2005: 21). Sedangkan sifat dari penelitian ini
adalah ex post facto, yaitu data dikumpulkan setelah semua kegiatan yang
dipersoalkan berlangsung.
B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian ini adalah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penulis mengambil lokasi tersebut dengan alasan: Kabupaten Sleman
merupakan pusat aktivitas pendidikan yang ada di DIY, yang sudah dikenal
oleh masyarakat luas dan di Sleman banyak terdapat SMA khususnya yang
dikelola swasta, manajemen dan sumber keuangannya dikendalikan dan
dikelola sendiri.
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah orang-orang yang tersangkut dengan objek yang akan
diteliti atau mereka yang dapat memberikan informasi tentang objek
penelitian. Adapun subjek penelitian ini adalah Kepala Sekolah SMA Swasta
yang ada di Kabupaten Sleman.
2. Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah pola-pola
penyesuaian manajemen keuangan sekolah dan data mengenai jumlah siswa
yang masuk pada tahun ajaran 2006/2007 dan jumlah siswa yang masuk pada
tahun ajaran sebelumnya.
D. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003: 55). Populasi
dalam penelitian ini adalah SMA Swasta yang ada di Kabupaten Sleman dan
pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive
sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan
menetapkan terlebih dahulu kriteria yang harus dimiliki oleh sampel. Dalam
penelitian ini kriteria yang harus dimiliki oleh SMA Swasta yang menjadi sampel
adalah (1) merupakan SMA Swasta yang ada di Kabupaten Sleman, (2)
E. Data yang Dicari
1. Data Primer
Data primer adalah data yang langsung dapat diperoleh dari sumber data oleh
peneliti untuk tujuan penelitian. Data primer yang diperlukan dalam penelitian
ini adalah pola-pola penyesuaian manajemen keuangan sekolah.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah lebih dulu dikumpulkan dan dilaporkan
oleh orang lain di luar peneliti sendiri. Dalam penelitian ini yang termasuk
data sekunder adalah sebagai berikut:
a) Jumlah siswa yang masuk pada tahun ajaran 2006/2007 dan pada tahun
ajaran sebelumnya.
b) Keuangan sekolah pada tahun ajaran 2006/2007 dan pada tahun ajaran
sebelumnya.
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini
digunakan beberapa teknik sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan tanya jawab secara
langsung kepada Kepala Sekolah sebagai responden untuk memperoleh data
2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan
atau dokumen yang telah ada di sekolah.
G. Variabel Penelitian
Variabel adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan obyek penelitian.
Adapun variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pola-pola penyesuaian manajemen keuangan sekolah.
Dalam penelitian ini pola-pola penyesuaian manajemen keuangan sekolah
diartikan sebagai bentuk-bentuk dari penyesuaian manajemen keuangan yang
dilakukan oleh sekolah. Sedangkan pola-pola penyesuaian manajemen
keuangan sekolah diukur dengan jumlah pola-pola penyesuaian manajemen
keuangan yang telah dilakukan oleh sekolah.
2. Keuangan sekolah.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan keuangan sekolah adalah
sejumlah dana yang dimiliki oleh sekolah yang diperoleh dari berbagai sumber
dana sekolah dan digunakan untuk membiayai kegiatan operasional dan
administratif sekolah. Sedangkan keuangan sekolah diukur melalui
kemampuannya dalam menutupi biaya operasional setelah menggunakan
pola-pola penyesuaian manajemen keuangan sekolah.
3. Jumlah siswa.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan jumlah siswa adalah jumlah siswa
manajmen keuangan dalam suatu tahun ajaran tertentu. Sedangkan jumlah
siswa diukur dari jumlah siswa yang masuk pada suatu tahun ajaran tertentu.
H. Teknik Analisis Data
1. Untuk menjawab masalah pertama, tentang pola-pola penyesuaian manajemen
keuangan yang dilakukan sekolah akibat berkurangnya jumlah siswa pada
tahun ajaran 2006/2007 adalah mengidentifikasi pola-pola penyesuaian
manajemen keuangan yang sudah dilakukan sekolah pada tahun ajaran
2006/2007.
2. Untuk menjawab rumusan masalah kedua, tentang pengaruh pola-pola
penyesuaian manajemen keuangan yang telah dilakukan sekolah terhadap
keuangan sekolah, dianalisis dengan cara melihat pengaruh pola-pola
penyesuaian manajemen keuangan yang telah dilakukan sekolah. Pola-pola
penyesuaian manajemen keuangan yang dilakukan sekolah dikatakan
berpengaruh terhadap keuangan sekolah apabila:
a. Keuangan sekolah mengalami perubahan ke arah positif, yang berarti bisa
menutupi biaya operasional Sekolah
b. Keuangan sekolah mengalami perubahan ke arah negatif, yang berarti
tidak bisa menutupi biaya operasional dan harus mencari jalan alternatif
lain untuk mengatasi defisit anggaran yang dialami sekolah.
3. Untuk menjawab rumusan masalah yang ketiga, tentang efektivitas pola-pola
penyesuaian manajemen keuangan yang telah dilakukan sekolah, dianalisis
yang telah dilakukan sekolah dan tercapai tidaknya tujuan penetapan pola-pola
BAB IV
GAMBARAN UMUM
A. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SLEMAN
Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia
bagaimanapun selalu bersentuhan dengan kebutuhan siswa atau mahasiswa
sebagai manusia maupun sebagai peserta didik. Pada pertumbuhan ekonomi
daerah lebih tampak pada munculnya berbagai jenis usaha penunjang pendidikan.
Begitu pula dengan Kabupaten Sleman, sebagai salah satu wilayah di Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dengan julukan sebagai kota pendidikan, juga
sedang giat-giatnya membangun bidang pendidikan. Perkembangan pendidikan di
Kabupaten Sleman dapat dilihat dari jumlah sekolah, siswa, kelas, dan jumlah
guru yang ada serta berbagai jenis usaha penunjang pendidikan.
Diketahui bahwa kemajuan suatu bangsa banyak ditentukan oleh
kualitas pendidikan penduduknya. Beberapa faktor utama yang mendukung
penyelenggaraan pendidikan adalah ketersediaan sekolah dengan prasarananya,
pengajar dan keterlibatan anak-anak Di Kabupaten Sleman, perkembangan
pendidikan terlihat dari semakin meningkatnya sekolah-sekolah baik SD, SMP,
SMA, maupun SMK. Peningkatan jumlah sekolah tersebut dapat dilihat pada tabel
Tabel IV.1
Perkembangan jumlah sekolah SD, SMP, SMA, dan SMK Negeri dan Swasta di Kabupaten Sleman Tahun
1999/2000-2004/2005
NO TAHUN SD SMP SLTA SMK
1 1999/2000 147 101 32 144
2 2000/2001 147 203 32 145
3 2001/2002 146 203 32 149
4 2002/2003 147 203 32 147
5 2003/2004 145 206 34 147
Sumber: Dinas Pendidikan Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2005.
Perkembangan sekolah di Kabupaten Sleman ternyata tidak terlalu
signifikan, namun hal yang mencolok adalah perkembangan jumlah kelas dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel IV.2
Perkembangan Jumlah Kelas Untuk SD, SMP, SMA, dan SMK Negeri dan Swasta di Kabupaten Sleman
Tahun 1999/2000-2004/2005
NO Tahun SD SMP SMA SMK
1 1999/2000 807 2458 191 1659
2 2000/2001 852 2503 297 1924
3 2001/2002 874 2574 293 1783
4 2002/2003 874 2540 297 1834
5 2003/2004 875 2523 302 1834
Adanya peningkatan jumlah sekolah dan kelas yang dibangun di
Kabupaten Sleman disesuaikan dengan semakin meningkatnya jumlah anak
sekolah. Dari tahun ketahun jumlah siswa atau peserta didik di Kabupaten Sleman
meningkat dengan tajam. Perkembangan peserta didik di Kabupaten Sleman dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel IV.3
Perkembangan Jumlah Siswa SD, SMP, SMA, dan SMK Negeri dan Swasta di Kabupaten Sleman Tahun
1999/2000-2004/2005
NO Tahun SD SMP SMA SMK
1 1999/2000 9.415 125.884 9.323 59.598
2 2000/2001 10.844 125.111 10.307 60.667
3 2001/2002 11.562 126.656 9.917 60.490
4 2002/2003 11.566 131.757 10.314 62.185
5 2003/2004 11.589 138.458 10.089 62345
Sumber: Dinas Pendidikan Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2005
Faktor pendukung penyelenggaraan pendidikan, terkait dengan
ketersediaan sarana dan prasarana. Untuk menunjang keberhasilan pendidikan,
pemerintah Kabupaten Sleman berusaha memenuhi sarana tersebut: Di bawah ini
Tabel IV.4
Kondisi Sarana Dan Parasarana Sekolah Di Kabupaten Sleman Tahun 2005
NO Indikator Sarana dan Prasarana Prosentase
1. Ruang kelas dengan kondisi baik 44,90%
2. Sekolah yang memiliki perpustakaan 53,01%
3. Sekolah yang memiliki lapangan olah raga 60,115%
4. Sekolah yang memiliki unit kesehatan
sekolah (UKS)
84,47%
BAB V
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Data
Penelitian ini termasuk dalam deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan pola-pola penyesuaian manajemen keuangan sekolah akibat
berkurangnya jumlah siswa bagi SMA Swasta di Kabupaten Sleman, Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk mengetahui gambaran tentang pola-pola
penyesuaian manajemen keuangan yang dilakukan sekolah tersebut, ditanyakan
beberapa item-item yang berhubungan dengan bentuk pola-pola penyesuaian
manjemen keuangan sekolah yaitu, pola-pola penyesuaian manajemen keuangan
sekolah, pengaruh pola-pola penyesuaian manajemen keuangan sekolah dan
efektivitas pola-pola penyesuaian manajemen keuangan yang dilakukan oleh
sekolah.
Untuk mempermudah menggambarkan pola-pola penyesuaian manajemn
keuangan yang dilakukan sekolah, maka data yang diperoleh dimasukkan dalam
tabulasi data. Adapun tabulasi data dikelompokkan ke dalam tiga kelompok
pertanyaan sebagai berikut:
1. Pola-pola Penyesuaian Manajemen Keuangan yang Dilakukan Sekolah
Pola-pola penyesuaian manjemen keuangan yang dilakukan sekolah
akibat berkurangnya jumlah siswa, dilihat dari bentuk pola-pola penyesuaian
manajemen keuangan yang dilakukan sekolah, dengan jumlah responden 20
ini adalah hasil perolehan data mengenai bentuk pola-pola penyesuaian
manjemen keuangan yang dilakukan sekolah yang diperoleh dari Kepala
Sekolah sebagai responden.
Tabel V.1
Frekuensi dan Persentasi Pola-pola Penyesuian Manajemen
Keuangan yang Dilakukan Oleh Sekolah
NO Pola-pola Penyesuaian
manajemen Keuangan Frekuensi Persentase (%)
1 Penghematan Listrik dan air 7 35 %
2 Penghematan Listrik dan air,
Penghematan anggaran
6 30 %
3 Penghematan Listrik dan air,
Guru yang Diperbantukan
(DPK)
4 20 %
4 Penghematan Listrik dan air,
Penghematan anggaran, Guru
yang Diperbantukan (DPK)
1 5 %
5 Penghematan Listrik dan air,
Penghematan anggaran,
Menaikkan Uang SPP Siswa
2 10 %
Dari tabel frekuensi dan persentase di atas, dapat diketahui bahwa dari
20 sekolah, sebanyak 7 sekolah atau (35%) melakukan pola pola penyesuaian
manajemen keuangan dengan melakukan penghematan terhadap listrik dan
air; 6 sekolah atau (30%) melakukan pola penyesuaian manajemen keuangan
dengan melakukan penghematan terhadap listrik dan air serta penghematan
anggaran; 4 sekolah atau (20%) melakukan pola-pola penyesuaian manajemen
keuangan dengan melakukan penghematan terhadap listrik dan air serta guru
yang diperbantukan (DPK) oleh pemerintah; 1