HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TERHADAP ANJING PELIHARAAN DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PEMILIKNYA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh: Anastasia Yuniarty
NIM : 049114069
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh: Anastasia Yuniarty
NIM : 049114069
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2008
SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TERHADAP ANJING PELIHARAAN DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PEMILIKNYA
Oleh: Anastasia Yuniarty
NIM : 049114069
Telah disetujui oleh:
Pembimbing Tanggal ...
Dra. Lusia Pratidarmanastiti, MS.
Dipersiapkan dan ditulis oleh Anastasia Yuniarty
NIM : 049114069
Telah dipertahankan didepan Panitia Penguji Pada tanggal ... Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : Dra. Lusia Pratidarmanastiti, MS. ... Penguji I : A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si. ... Penguji II : Kristina Dewayani, S.Psi., M.Si. ...
Yogyakarta, ... Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Dekan,
iii
Karya sederhana ini kupersembahkan kepada mereka yang selalu percaya
dan tidak pernah menyerah sedetik pun terhadapku, yaitu:
Jesus Christ
Bapa dan Mama
Papie (†) dan Mamie
Cece Lanny dan Koko Alex
Serta sahabat-sahabatku
Semoga kepercayaan itu selalu ada dan aku bisa terus menjaganya
Keberhasilan bukan berarti final
Kegagalan bukan berarti fatal
Hanya kerendahan hatilah yang menentukan segalanya
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, ...
vi
Penulis
penelitian ini adalah 51 orang berusia minimal 17 tahun dan maksimal 50 tahun, dan telah memiliki anjing minimal 1 tahun. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan dua skala dengan tipe Likert, yaitu skala kelekatan terhadap anjing peliharaan yang disusun berdasarkan kriteria kelekatan terhadap anjing peliharaan yang dinyatakan Kurdek (2008) dan skala kompetensi interpersonal yang disusun berdasarkan aspek-aspek kompetensi interpersonal menurut Buhrmester (1988).
Reliabilitas kedua skala diuji menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach, dengan koefisien reliabilitas untuk skala kelekatan terhadap anjing peliharaan sebesar 0,906 dan untuk skala kompetensi interpersonal sebesar 0,915. Data penelitian dianalisis menggunakan teknik korelasi Pearson-Product Moment. Hasil analisis menunjukkan bahwa kedua variabel terdistribusi secara normal (p>0,05) dan memiliki hubungan yang linear (p<0,05).
Koefisien korelasi antar variabel (rxy) didapat sebesar 0,529 pada taraf
signifikasi p<0,05 menunjukkan adanya hubungan yang positif antara variabel kelekatan terhadap anjing peliharaan dan variabel kompetensi interpersonal. Kata kunci: kelekatan terhadap anjing peliharaan, kompetensi interpersonal.
ABSTRACT
This study was aimed to found the correlation between the attachment of a pet dog and the owner’s interpersonal competence. The subject of the study was 51 individuals aged at least 17 years up to 50 years old and has owned a dog for a period of at least a year. This study was using two Likert type scales as the instrument, which were attached to a pet dog scale that was arranged based on Kurdek’s attachment to pet dog criteria (2008) and interpersonal competences scale that was arranged based on interpersonal competences aspects by Buhrmester (1988).
Both scales’ reliability were tested using the Alpha Cronbach reliability coefficient, the reliability coefficient for attachment to a pet dog scale was 0,906 and for interpersonal competence scale was 0,915. Data was analyzed using Pearson-Product Moment correlation technique. The analysis of the result showed that both variables were normally distributed (p > 0,05) and had a linear relation (p < 0,05).
The inter-variables correlation coefficient (rxy) result was 0,529 with
significant level p<0,05 showed a positive relation between the attachment to a pet dog variable and interpersonal competence variable.
Key words: attachment to pet dog, interpersonal competence.
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Anastasia Yuniarty
NIM : 049114069
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“Hubungan Antara Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan Dengan Kompetensi Interpersonal Pemiliknya”
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media cetak lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian penyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 13 November 2008 Yang menyatakan,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus Yang Maha Kasih, karena atas kehendakNya sajalah semua terjadi dan hanya dengan rahmatNya sajalah skripsi dengan judul “Hubungan Antara Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan Dan Kompetensi Interpersonal Pemiliknya” ini dapat penulis selesaikan. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi, Program Studi Psikologi.
Selama pengerjaan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dan dukungan dari banyak pihak, oleh karena itu ijinkanlah penulis pada saat ini mengucapkan terima kasih kepada:
1. Jesus Christ, Tuhan-ku, Tete Manis-ku, Penyelamat-ku, Sumber segala sumber hidupku.
2. P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi.
3. Dra. Lusia Pratidarmanastiti, MS., selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih atas bimbingan, bantuan dan dukungan, sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.
4. A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si., selaku Dosen Penguji I. Terima kasih atas ilmu, bimbingan, saran dan senyum yang selalu ibu berikan untuk saya. 5. Kristina Dewayani, S.Psi., M.Si., selaku Dosen Penguji II. Terima kasih atas
ilmu, bimbingan, pengalaman berharga yang telah ibu berikan kepada saya. 6. Mba’ Etta, selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih atas
perhatian, bantuan, masukkan dari awal kuliah hingga sekarang.
9. Mr. Lawrence A. Kurdek, Professor at Department of Psychology, Wright State University, Dayton, USA; the U.S National Library of Medicine (NLM); and Michelle Cobey, the Resource Support for Delta Society. Thank you for your helps (free journals, e-mail addresses, websites, etc).
10. Pak Siswo, selaku ketua Jogja Dog Show 2008. Terima kasih atas ijin dan bantuannya selama peneliti mengambil data. Serta semua responden yang telah memberikan waktu dan bantuannya sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.
11. Bapa Petrus Sarsito Sia dan Mama Margareth Hanny Liliana Lie. Terima kasih telah melahirkan, membesarkan, mendidik, mencintai dan memenuhi semua kebutuhan Ny. Terima kasih atas doa dan dukungan yang selalu ada untuk Ny. Semoga karya sederhana ini bisa membuat Bapa dan Mama bangga.
12. Papie Johannes Samuel Dimalouw (†) dan Mamie Shearry Dimalouw. Ny tahu, walau Papie sudah di surga, tapi Papie pasti tetap bangga sama Ny. 13. Ce Lanny, trims sudah jadi cece yang selalu sayang dan memanjakan ade. 14. Alexander Sarsito Sia, my dearest brother. Thanks for every single thing.
Eventhough we’re separated by countries for years, you still the one who really understand me.
15. Teman, Sahabat, Saudara-saudariku tersayang, Woel, Pikha, Cik Yen, Betty, Adip, Yoyo’ dan Wawan. Terima kasih buat kasih sayang, doa, bantuan, kritik, saran, air mata, dan tawa yang aku dapatkan bersama kalian. Maap aku sering banget nyusahin kalian. Thank you for being my angels.
16. Mbeng.... Makasih udah mau kujadikan ojek, tempat “sampah”, tempat reparasi, lahan jajahan dll. Makasih juga buat perhatian dan dukungannya. You’ve been such a wonderful brother and friend to me.
17. Metta, Erol, Agnes, Mas Dian “Brotie”, Mita-cilik dan Sronggot, yang udah banyak banget mbantu aku dalam belajar dan berkembang menuju yang lebih baik. Makasih banyak buat semuanya ya, teman.
18. Teman-teman kost 99999, especially Iin, Ciko, Vivi, Welly n Dewi. Kalian membuat hari-hariku di kost terasa lebih menyenangkan.
19. Semua pihak, teman, kenalan yang telah banyak membantu namun tidak dapat aku sebutkan satu per satu. Yes, it’s you.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan masukkan yang membangun baik bagi penelitian ini maupun bagi penulis pribadi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, November 2008
Penulis
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR SKEMA ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II LANDASAN TEORI ... 7
A. Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan ... 7
1. Pengertian Umum Kelekatan ... 7
2. Pengertian Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan ... 8
3. Kriteria Penilaian Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan... 10
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelekatan Pada Anjing Peliharaan ... 12
B. Kompetensi Interpersonal ... 14
1. Pengertian Kompetensi Interpersonal ... 14
2. Aspek-aspek Kompetensi Interpersonal ... 14
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Interpersonal ... 18
C. Kompetensi Interpersonal Pemilik Dilihat Dari Kelekatannya Terhadap Anjing Peliharaan ... 20
D. Hipotesis ... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27
A. Jenis Penelitian ... 27
B. Variabel Penelitian ... 27
C. Definisi Operasional ... 27
1. Kompetensi Interpersonal ... 27
2. Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan ... 29
D. Subjek Penelitian ... 30
E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 31
1. Skala Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan ... 30
2. Seleksi Item ... 34
3. Reliabilitas ... 36
G. Analisis Data ... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38
A. Pelaksanaan Penelitian ... 38
B. Hasil penelitian ... 39
1. Deskripsi Subjek ... 39
2. Uji Normalitas ... 39
3. Uji Linearitas ... 39
4. Deskripsi Data ... 40
5. One Sample t-Test ... 41
6. Uji Hipotesis ... 41
C. Pembahasan ... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
A. Kesimpulan ... 45
B. Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
LAMPIRAN ... 50
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Indikator perilaku kompetensi interpersonal ... 28
Tabel 2. Indikator perilaku kelekatan terhadap anjing peliharaan ... 30
Tabel 3. Blue print skala kelekatan terhadap anjing peliharaan ... 32
Tabel 4. Distribusi item skala kelekatan terhadap anjing peliharaan ... 32
Tabel 5. Blue print skala kompetensi interpersonal ... 33
Tabel 6. Distribusi item skala kompetensi interpersonal ... 33
Tabel 7. Koefisien reliabilitas SKTAP dan SKI ... 36
Tabel 8. Deskripsi subjek ... 39
Tabel 9. Nilai mean dan standart deviasi ... 41
kompetensi interpersonal ... 26
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala kelekatan terhadap anjing peliharaan dan skala
kompetensi interpersonal ... 50 Lampiran 2. Skoring skala kelekatan terhadap anjing peliharaan sebelum
seleksi ... 55 Lampiran 3. Skoring skala kompetensi interpersonal sebelum seleksi ... 57 Lampiran 4. Skoring skala kelekatan terhadap anjing peliharaan sesudah
seleksi ... 59 Lampiran 5. Skoring skala kompetensi interpersonal sesudah seleksi ... 61 Lampiran 6. Alpha Cronbach skala kelekatan terhadap anjing peliharaan
sebelum seleksi ... 63 Lampiran 7. Alpha Cronbach skala kompetensi interpersonal sebelum
seleksi ... 64 Lampiran 8. Alpha Cronbach skala kelekatan terhadap anjing peliharaan
setelah seleksi ... 65 Lampiran 9. Alpha Cronbach skala kompetensi interpersonal sesudah
seleksi ... 66 Lampiran 10. Reliabilitas skala kelekatan terhadap anjing peliharaan ... 67 Lampiran 11. Reliabilitas skala kompetensi interpersonal ... 67 Lampiran 12. Uji normalitas skala kelekatan terhadap anjing peliharaan ... 67 Lampiran 13. Uji normalitas skala kompetensi interpersonal ... 68 Lampiran 14. Uji linearitas ... 68
Lampiran 17. Uji korelasi Pearson Product Moment ... 69 Lampiran 18. Deskriptif statistik ... 69 Lampiran 19. Surat Ijin Penelitian ... 70
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini informasi tentang hewan peliharaan dan berbagai
kebutuhannya mudah ditemukan di berbagai media cetak maupun elektronik
di Indonesia. Hal ini seperti menjadi bukti tak langsung bahwa hewan
peliharaan bukan merupakan hal yang asing lagi. Hewan peliharaan menjadi
suatu bagian dari kehidupan manusia.
Hewan telah menjadi sahabat manusia sejak beribu-ribu tahun yang
lalu. Manusia menggunakan hewan untuk mempermudah dan membantunya
menjalankan aktifitas sehari-hari. Mulai dari hewan yang bertubuh kecil
seperti burung, hingga hewan yang bertubuh besar seperti gajah.
Dari antara banyak hewan peliharaan, anjing merupakan salah satu
binatang peliharaan favorit manusia. Anjing menjadi teman bermain, penjaga
rumah, teman yang selalu menemani manusia dan lain sebagainya. Oleh
karena itu, tidaklah salah jika anjing dijuluki sebagai sahabat manusia yang
paling setia.
Sejarah hubungan yang terjalin antara manusia dan anjing sudah
berlangsung lebih dari 14.000 tahun (Coren, 1994). Selama itu pula anjing
peliharaan merasuk ke dalam setiap aspek kebudayaan manusia dan memiliki
beragam tugas layaknya manusia itu sendiri, mulai dari berburu hingga
mengasuh bayi pemiliknya (J. Topal, 1997).
Manusia menjadi begitu dekat dengan anjing. Penelitian yang
dilakukan oleh Pet Food Institute pada tahun 2002 mencatat bahwa sekitar 80% responden, melihat dan memperlakukan anjing peliharaan mereka seperti
layaknya manusia. Para pemilik anjing peliharaan tersebut rela mengeluarkan
uang yang banyak bukan hanya untuk membeli makanan yang berkualitas bagi
peliharaannya, namun juga baju, asuransi kesehatan, pemakaman yang layak
bahkan pesta perkawinan yang meriah. Hal ini menjadikan kehilangan dan
kematian anjing peliharaan dapat menjadi sebuah life-changing event bagi pemiliknya (Clements et al., 2003). Life-changing event merupakan peristiwa yang dialami individu dalam hidupnya, yang dapat menyebabkan perubahan
pada individu tersebut baik secara fisik maupun mental. Perubahan secara fisik
dapat dicontohkan dengan bekas luka atau cacat tubuh akibat suatu peristiwa,
sedangkan perubahan secara mental dapat dicontohkan dengan depresi.
Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa hubungan yang
terbentuk antara manusia dan anjing peliharaan memberi dampak yang cukup
besar pada kesehatan fisik maupun mental pemiliknya (Jaroleman, 1998;
Kellehear, 1997; Quackenbush, 1985; Stallones, 1994; Stephens & Hill,
1993). Hal serupa juga diungkapkan oleh Headley B (Westgarth et al., 2007)
bahwa hewan peliharaan, terutama anjing, selain menawarkan persahabatan
juga dapat memberikan keuntungan dalam hal kesehatan fisik maupun
3
Para pemilik anjing cenderung memiliki kondisi fisik yang lebih fit
dan lebih sehat, sebagai efek dari olah raga bersama anjing mereka setiap hari.
Anjing memiliki energi yang lebih besar dibanding manusia. Energi yang
tidak tersalurkan dengan baik akan menumpuk dan membuat anjing stres, sakit
atau tiba-tiba mengamuk dan menyerang tanpa sebab. Oleh karena itu, anjing
memerlukan aktivitas di luar rumah untuk menyalurkan energi tersebut.
Aktivitas yang dilakukan bisa berupa jogging atau bermain lempar tangkap, yang secara tidak langsung membuat pemiliknya juga ikut melakukan aktivitas
yang sama. Pernyataan serupa diungkapkan Westgarth (2007), yaitu bahwa
orang yang memiliki anjing lebih jarang menemui dokter dan lebih mampu
bertahan setelah mengalami serangan jantung, jika dibandingkan dengan
mereka yang tidak memiliki anjing.
Secara psikologis, memiliki anjing menurunkan tingkat kecemasan
dan stress pemiliknya dengan memberikan hubungan yang nyaman, fokus
perhatian yang menenangkan serta perasaan aman bagi pemiliknya
(Friedmann, 1988). Beberapa negara terkemuka, seperti Inggris dan Amerika,
menggunakan anjing sebagai alat terapi untuk membantu orang yang kesulitan
berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya (Friedmann, 1988). Sebagai
makhluk social, manusia membutuhkan orang lain. Kebutuhan fisik (sandang,
pangan, papan), kebutuhan sosial (pergaulan, pengakuan, sekolah, pekerjaan)
dan kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan
religiusitas, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Banyak orang
mereka berada dalam masa opname, hukuman atau saat-saat dimana mereka
terpaksa harus meninggalkan rumah serta anjing peliharaannya. Pada saat-saat
seperti inilah anjing menjadi sarana bagi pemiliknya untuk berinteraksi dengan
orang lain.
Keberhasilan manusia dalam menjalin hubungan dengan manusia
lain ditentukan oleh suatu kompetensi interpersonal. Kompetensi interpersonal
menurut Chickering dan Reisser (1993) merupakan sebuah kumpulan yang
kompleks dari berbagai sub-kemampuan. Kompetensi interpersonal mencakup
kemampuan berkomunikasi, kepemimpinan, dan bekerja efektif dengan orang
lain.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Katcher (1997),
kelekatan terhadap hewan peliharaan berhubungan dengan tingkat disosiasi
yang tinggi. Para pemilik mungkin menjadi lekat terhadap hewan
peliharaannya sebagai pengganti dari kelekatan terhadap manusia. Penelitian
Stallones (Brown dan Kathcer, 1997) menunjukkan beberapa bukti bahwa
orang dengan tingkat kelekatan terhadap hewan peliharaan yang tinggi
memiliki relasi sosial yang lebih rendah dan umumnya memiliki pengalaman
hidup yang kurang menyenangkan, sebagai dampak dari masalah pada
kelekatan awal atau masalah kepercayaan terhadap sesama manusia. Akan
tetapi, penelitian Brown dan Katcher (1997) juga menemukan fakta bahwa
orang yang memiliki kelekatan terhadap hewan peliharaan cenderung
memiliki hubungan yang baik dengan sesama pemilik hewan peliharaan
5
hewan peliharaan, yang kemudian berkembang menjadi bermacam-macam
hal, seperti informasi tentang lowongan pekerjaan hingga hal-hal lainnya.
Memiliki anjing peliharaan dapat memunculkan suatu konteks
percakapan baru yang nyaman dalam interaksi antar manusia. Anjing memiliki
peranan yang penting dalam menarik perhatian orang lain dan menjadi
stimulus suatu percakapan (Hart dalam Kale, 1992). Agar individu dapat
membangun relasi yang lebih efektif dan saling menguntungkan dibutuhkan
kompetensi interpersonal.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti terdorong untuk
mengetahui hubungan antara kelekatan terhadap anjing peliharaan dengan
kompetensi interpersonal pemiliknya.
B. Rumusan Masalah
“ Apakah ada hubungan antara kelekatan terhadap anjing peliharaan dengan
kompetensi interpersonal pemiliknya? ”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kelekatan
terhadap anjing peliharaan dan kompetensi interpersonal pemiliknya.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan
kompetensi interpersonal, serta Psikologi Perkembangan dalam
memahami masalah kelekatan terhadap hewan peliharaan, terutama anjing.
2. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan pemahaman
mendalam mengenai kelekatan antara pemilik terhadap anjing
peliharaannya, serta pengaruh kelekatan tersebut terhadap kompetensi
interpersonal pemiliknya. Sehingga para pemilik anjing peliharaan dapat
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan 1. Pengertian Umum Kelekatan
Kelekatan adalah ikatan afeksi yang terjadi antara individu
dengan figur lekatnya. Ikatan yang terjadi mengikat mereka dalam jarak
dan waktu yang lama (Bowlby, 1980).
Kelekatan yang terjadi antar individu dapat dilihat dari perilaku
menangis dan mencari, ketika individu terpisah dari figur lekatnya. Figur
lekat disini dilihat sebagai individu yang menyediakan perlindungan,
perhatian dan dukungan (Bowlby dalam Fraley, 2004).
Terdapat empat ciri kelekatan yang dikemukakan oleh Ainsworth
(Kurdek, 2008), yaitu: a.) secure base, mengindikasikan bahwa figur lekat dipandang sebagai sumber kenyamanan andal yang dapat mengurangi atau
menyembuhkan luka yang diakibatkan dunia luar; b.) safe haven, mengindikasikan bahwa figur lekat dicari sebagai penolong, asuransi atau
keselamatan dalam keadaan susah; c.) proximity maintenance, mengindikasikan bahwa berdekatan atau mengetahui bahwa figur lekat
dapat dengan mudah ditemui merupakan sesuatu yang menggembirakan;
d.) separation distress, mengindikasikan bahwa berada jauh dari figur lekat menimbulkan efek negatif, seperti perasaan rindu atau kehilangan.
Kelekatan yang terjadi pada manusia dewasa terbentuk dari
kelekatan yang diterima dan dikembangkannya sewaktu kecil (Bowlby,
1980). Hubungan kelekatan pada masa dewasa dan masa kanak-kanak
memiliki unsur yang sama, seperti, mencari kedekatan fisik, keamanan
dasar, dan kegelisahan ketika berpisah (Weiss, 1982, 1991).
2. Pengertian Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan
Sable (Sugita, 2005) mengatakan bahwa anjing peliharaan dapat
memenuhi kebutuhan manusia akan kelekatan, kesempatan untuk
berkembang, intergrasi sosial, dan kebutuhan emosional lainnya. Anjing
sebagai hewan peliharaan tidak hanya berperan sebagai pengganti figur
lekat bagi manusia, tetapi anjing telah menjadi figur lekat itu sendiri. Hal
ini terbukti dari perilaku cemas, sedih, dan berkabung ketika pemilik
berpisah atau kehilangan anjing peliharaannya.
Perilaku lekat yang ditunjukkan oleh anjing peliharaan sama
seperti perilaku lekat yang ditunjukkan oleh bayi manusia. Perilaku
tersebut menyebabkan manusia menjadi lekat pada anjing peliharaan dan
menganggapnya sebagai anak. Perasaan lekat manusia terhadap anjing
meningkat dengan ketidaksediaan perasaan lekat terhadap manusia lainnya
(Voith dalam Sugita, 2005). Penelitian yang dilakukan Albert dan Bulcroft
(1988), Beck dan Katcher (1996), dan Cain (1983) menunjukkan hasil
yang serupa yaitu bahwa manusia menghargai peliharaan mereka sebagai
9
untuk memahami hubungannya dengan hewan peliharaan. Untuk dapat
berinteraksi dengan hewan, manusia meminjam perangkat psikologis yang
digunakan dalam berinteraksi dengan sesama manusia (Collis dan
McNicholas dalam Sugita, 2005).
Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa pasangan
yang menikah namun tidak memiliki anak (Albert dan Bulcroft, 1988) dan
pasangan gay atau lesbian cenderung memiliki kelekatan yang kuat
terhadap anjing peliharaan. Ketidakberadaan anak dalam keluarga
membuat mereka memperlakukan dan membesarkan anjing peliharaan
sebagai anak (Beck dan Katcher, 1996; Cain, 1983). Hal serupa ditemukan
dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Sugita pada tahun 2005
terhadap sekitar 2.000 responden di Jepang. Penelitian ini menemukan hal
baru yang menarik dari kepemilikan anjing peliharaan, yaitu kelekatan
tidak hanya terjadi pada pasangan yang menikah tetapi tidak memiliki
anak namun, terjadi pula pada lajang, terutama wanita, dan orang tua,
terutama ibu, yang anaknya sudah dewasa dan tinggal jauh dari rumah,
serta keluarga dengan anggota yang sedikit. Menurut Smith (dalam Sugita,
2005), mereka yang menikah namun tidak memiliki anak, pasangan gay
atau lesbian, dan lajang lebih mudah dan lebih sering berinteraksi dengan
anjing peliharaan. Interaksi yang terjalin pun lebih kompleks jika
dibandingkan dengan pasangan yang memiliki anak.
Anjing peliharaan tidak selalu dilihat sebagai anak. Hal ini
2005). Survey yang dilakukan oleh Cabinet Office pada tahun 2003 menunjukkan bahwa dimata para lajang, anjing peliharaan dilihat sebagai
objek untuk diperhatikan layaknya seorang anak kecil atau adik. Menurut
mereka, memiliki dan membesarkan anjing dirumah merupakan hal yang
menyenangkan.
Katcher dkk (1983) dalam penelitiannya menyatakan ada tujuh
fungsi umum memiliki anjing peliharaan yaitu persahabatan, sesuatu untuk
diperhatikan, sesuatu untuk disentuh atau dimanja, sesuatu untuk membuat
seseorang tetap sibuk, pusat perhatian, olah raga dan keselamatan. Anjing
peliharaan juga memiliki peran penting dalam memaksimalkan
perkembangan anak (Katcher, 1981), kesehatan para lansia (Brodie, 1981),
dan dapat juga digunakan untuk keperluan terapi (Hart dalam Kurdek,
2008).
3. Kriteria Penilaian Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan
Kurdek (2008) menyatakan bahwa ada empat kriteria untuk
melihat adanya kelekatan pemilik terhadap anjing peliharaannya.
a. Kontak Fisik (physical contact).
Individu yang terikat harus memiliki hubungan fisik yang
intim seperti saling menatap, pelukan, ciuman dan kontak fisik. Dalam
hubungan anjing dan pemilik, hal ini ditunjukkan pemilik dengan
11
permainan face to face, mencium, dan tidur dengan anjing mereka (Prato-Previde, Fallani, Valsecchi & Smith dalam Kurdek, 2008).
b. Kriteria Pilihan (selection criteria).
Pemilihan figur lekat yang familiar, mau mendengar dan
memiliki kompetensi dalam mengurangi stress. Dalam penelitiannya
pada tahun 1997, Archer (Kurdek, 2008) menyatakan bahwa para
pemilik melaporkan bahwa berinteraksi dengan anjing berbeda dengan
interaksi sesama manusia atau manusia dengan hewan lainnya. Hal ini
disebabkan karena anjing memberikan respon yang tinggi,
menyediakan afeksi tidak bersyarat dan mengurangi stress karena
kesepian dan masalah keamanan.
c. Reaksi ketika berpisah dan kehilangan (reaction to separation and loss).
Individu yang saling lekat harus menyadari bahwa berpisah
dari satu sama lain sangat membingungkan. Archer, Winchester dan
Carmack dalam penelitiannya menyatakan bahwa para pemilik
bereaksi negatif seperti, protes, putus asa dan mengurung diri, ketika
anjing mereka mati (Kurdek, 2008).
d. Efek terhadap kesehatan fisik dan psikologis (physical and psychological health effects).
Individu yang saling lekat harus mendapatkan keuntungan
secara kesehatan dari ikatan yang terjalin. Pemilik anjing harus
dari efek penenangan psikologis yang dimiliki anjing, serta kesehatan
fisik yang relatif tinggi dari kesungguhan dalam pemeliharaan anjing.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelekatan Pada Anjing Peliharaan
Katz (2004) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat
menguatkan hubungan pemilik dan anjing peliharaannya dalam konteks
membangun kelekatan.
a. Menghabiskan waktu yang berkualitas bersama
Menghabiskan waktu yang berkualitas bersama disini berarti
melakukan aktivitas bersama rutin setiap hari dan menjadi partisipan
aktif dalah hidup masing-masing, baik pemilik maupun anjing
peliharaannya.
b. Keluar dan menemukan pengalaman hidup baru bersama.
Mengajak anjing peliharaan untuk beraktifitas bersama diluar
rumah dapat menjadi proses belajar dan memberikan pengalaman baru
bagi pemilik maupun anjing peliharaannya.
c. Meningkatkan dan mempertahankan tingkat respon yang mutual.
Sama seperti hubungan lainnya, kelekatan antara anjing dan
13
d. Menumbuhkan cara berkomunikasi yang dimengerti kedua belah
pihak.
Komunikasi merupakan hal terpenting dalam menjalin
hubungan yang lekat antara anjing peliharaan dan pemiliknya. Melalui
komunikasi, anjing peliharaan maupun pemilik dapat menjadi lebih
nyaman karena merasa dimengerti dan didengarkan kebutuhannya.
Bahasa tubuh, intonasi suara atau perubahan suara, sentuhan dan
mengendus, merupakan beberapa cara utama seekor anjing
berkomunikasi dengan pemiliknya maupun dengan sesamanya.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, penulis
menyimpulkan bahwa kelekatan terhadap anjing peliharaan adalah ikatan
yang terjalin antara pemilik dan anjing peliharaannya dalam rentang waktu
yang cukup lama, yang meliputi adanya kontak fisik rutin, perasaan
nyaman dan saling memahami, perasaan kehilangan atau rindu ketika
berpisah, dan adanya peningkatan kesehatan baik secara fisik maupun
psikologis. Kelekatan terhadap anjing peliharaan ini dipengaruhi oleh
kualitas waktu yang dihabiskan oleh pemilik dengan anjing peliharaannya,
pengalaman hidup baru yang dilakukan bersama, tingkat respon mutual
yang diterima kedua belah pihak dan komunikasi antar pemilik dan anjing
B. Kompetensi Interpersonal
1. Pengertian Kompetensi Interpersonal
Kompetensi interpersonal adalah kemampuan untuk membangun
interaksi interpersonal yang efektif (Buhrmester et al., 1988). Seseorang
yang memiliki kompetensi interpersonal berarti mampu menciptakan
interaksi secara efektif sehingga berjalan selaras dengan tujuan yang
dikehendaki, ini berarti kesesuaian antara interaksi dan konteksnya
(Spitzberg dalam Gouran, 1994). Hal senada juga diungkapkan oleh
Reardon (Gouran, 1994), yaitu bahwa individu yang kompeten secara
interpersonal mampu mencapai tujuan-tujuan yang diinginkannya dalam
sebuah relasi dan berperilaku secara tepat dalam menghadapi situasi
tersebut.
2. Aspek-aspek Kompetensi Interpersonal
Buhrmester et al. (1988) mengatakan bahwa kompetensi
interpersonal meliputi lima aspek utama.
a. Kemampuan berinisiatif.
Inisiatif adalah usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi
dan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan sosial yang
lebih besar. Inisiatif merupakan usaha pencarian pengalaman baru
yang lebih banyak dan luas tentang dunia luar dan tentang dirinya
sendiri dengan tujuan untuk mencocokan sesuatu atau informasi yang
15
bentuk perilaku yang mencerminkan kemampuan berinisiatif menurut
Buhrmester et al. (1988): 1.) meminta atau mengusulkan untuk
melakukan aktivitas bersama pada kenalan baru; 2.) menawarkan
sesuatu yang terlihat menarik dan atraktif pada kenalan baru; 3.)
melanjutkan percakapan dengan kenalan baru; 4.) menjadi individu
yang menarik dan menyenangkan ketika berkenalan dengan orang lain;
5.) mengenalkan diri pada seseorang yang ingin dikenal.
b. Kemampuan membuka diri (self disclosure).
Kemampuan membuka diri adalah suatu proses yang
dilakukan seseorang hingga dirinya dikenal oleh orang lain (Kartono
dan Gulo, 1987). Kemampuan membuka diri sangat berguna agar
perkenalan yang sudah berlangsung dapat berkembang ke hubungan
yang lebih pribadi dan mendalam. Ketika membuka diri, seseorang
mengungkapkan reaksi atau tanggapan terhadap situasi yang sedang
dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang berguna
untuk memahami tanggapan masa kini (Johnson dalam Supratiknya,
2000). Calhoun dan Acoccella (1990) mengatakan bahwa membuka
diri akan membuat hubungan menjadi lebih intim, meningkatkan
kepercayaan orang lain dan rasa kekeluargaan. Contoh perilaku yang
menunjukkan adanya keterbukaan diri menurut Buhrmester et al.
(1988), antara lain: 1.) mengatakan pada sahabat bahwa kita
menghargai dan menyayanginya; 2.) mengungkapkan pada sahabat
kesempatan pada kenalan baru untuk lebih mengenal kita; 4.)
mengetahui cara mengembangkan percakapan dengan kenalan baru
untuk lebih mengenal masing-masing pihak.
c. Kemampuan untuk bersikap asertif.
Asertifitas adalah kemampuan dan kesediaan individu untuk
mengungkapkan perasaan-perasaan secara jelas dan dapat
mempertahankan hak-haknya dengan tegas (Perleman dan Cozby
dalam Nashori, 2000). Menurut Calhoun dan Acocella (1990),
kemampuan bersikap asertif adalah kemampuan untuk meminta orang
lain untuk melakukan sesuatu yang diinginkan atau menolak untuk
melakukan hal yang tidak diinginkan. Menurut Buhrmester et al.
(1988) asertifitas tampak dalam perilaku-perilaku sebagai berikut: 1.)
mengatakan pada teman bahwa kita tidak berkenan dengan cara dia
memperlakukan kita; 2.) mengatakan “tidak” ketika teman menyuruh
melakukan sesuatu yang tidak ingin kita lakukan; 3.) menolak
permintaan untuk melakukan sesuatu hal yang tidak pantas atau tidak
masuk akal; 4.) menegur sahabat yang tidak menepati janji.
d. Kemampuan memberikan dukungan emosional.
Kemampuan memberi dukungan emosional sangat berguna
untuk mengoptimalkan komunikasi interpersonal antardua pribadi.
Dukungan emosional mencakup kemampuan untuk menenangkan dan
memberi rasa nyaman kepada orang lain ketika orang tersebut dalam
17
Buhrmester et al., 1988). Perilaku yang menunjukkan dukungan
emosional adalah (Buhrmester et al., 1988): 1.) mendengarkan dengan
sabar sahabat yang menceritakan masalahnya; 2.) membantu mengatasi
masalah yang dihadapi teman dekat berkaitan dengan keluarga atau
teman lain; 3.) mengatakan atau melakukan sesuatu untuk memberi
dukungan emosional pada saat sahabat kita mengalami kekecewaan;
4.) menunjukkan sikap yang penuh empati.
e. Kemampuan dalam mengatasi konflik.
Konflik merupakan situasi yang ditandai oleh adanya
tindakan salah satu pihak yang menghalangi, menghambat dan
mengganggu tindakan pihak lain (Johnson dalam Supratiknya, 2000).
Baron dan Byrne (Nashori, 2000) mengatakan bahwa ada empat
kemungkinan yang dapat terjadi dalam situasi konflik, yaitu
memutuskan untuk mengakhiri hubungan, mengharapkan keadaan
membaik dengan sendirinya, menunggu masalah lebih memburuk dan
berusaha menyelesaikan permasalahan. Menurut Buhrmester et al.
(1988), perilaku yang menunjukkan adanya kemampuan dalam
mengatasi konflik adalah sebagai berikut: 1.) pada saat mempunyai
masalah dengan sahabat, kita benar-benar mendengarkan keluhannya
dan tidak berusaha menebak apa yang ada dalam pikirannya; 2.)
mampu memandang permasalahan dari sudut pandang teman dan
memahami pandangan-pandangannya; 3.) tidak mengulang ucapan
bahwa sahabat anda memiliki pandangan sendiri terhadap suatu
kejadian meskipun anda tidak setuju dengan cara pandang itu.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Interpersonal
a. Interaksi dengan orang tua
Hetherington dan Parke (Nashori, 2000) mengemukakan
bahwa kontak pertama yang dilakukan anak dengan dunia luar adalah
dengan orang tuannya. Kontak yang terjalin antara orang tua dan anak
akan sangat mempengaruhi kompetensi interpersonal anak, yang akan
menjadi landasan baginya untuk berinteraksi dengan lingkungan
sosialnya.
b. Interaksi dengan sebaya
Individu yang memiliki kesempatan untuk dapat berinteraksi
dengan teman sebayanya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk
lebih meningkatkan perkembangan sosial, perkembangan emosi dan
lebih mudah membina hubungan interpersonal (Kramer dan Gottman
dalam Nashori, 2000).
c. Partisipasi sosial
Menurut Hurlock (1996), kompetensi sosial termasuk
kompetensi interpersonal dipengaruhi oleh pertisipasi sosial dari
individu. Individu yang memiliki partisipasi sosial yang tinggi,
19
d. Jenis kelamin
Hasil penelitian yang dilakukan Buhrmester et al. (1988)
menemukan bahwa pria lebih berkompeten dalam menujukkan aspek
inisiatif dan asertivitas, sedangkan wanita memiliki perilaku yang lebih
ekspresif dalam membuka diri dan memberikan dukungan emosional.
Kemampuan yang sama antara pria dan wanita terlihat dalam aspek
pengatasan konflik. Akan tetapi, secara umum, tidak ada perbedaan
kompetensi interpersonal antara pria dan wanita (Nashori, 2003).
e. Kematangan beragama dan konsep diri
Penelitian yang dilakukan oleh Nashori dan Sugiyanto (2000)
terhadap mahasiswa perguruan tinggi di Yogyakarta menunjukkan
bahwa ada hubungan antara kematangan beragama dan konsep diri
dengan kompetensi interpersonal. Individu yang memiliki kompetensi
interpersonal yang tinggi juga memiliki kematangan beragama dan
konsep diri yang tinggi.
Berdasarkan penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa
kompetensi interpersonal adalah kemampuan individu untuk melakukan
interaksi yang memiliki tujuan, efektif dan harmonis, sehingga individu
dapat diterima secara sosial oleh sesamanya. Kemampuan ini ditunjukkan
dengan kemampuan individu untuk berisiatif membina hubungan
interpersonal, kemampuan membuka diri, kemampuan bersikap asertif,
mengatasi konflik-konflik dalam hubungan interpersonal. Kompetensi
interpersonal di pengaruhi oleh interaksi dengan orang tua, interaksi
dengan sebaya, partisipasi sosial serta kematangan beragama dan konsep
diri.
C. Kompetensi Interpersonal Pemilik Dilihat Dari Kelekatannya Terhadap Anjing Peliharaan
Seorang pemilik dikatakan lekat terhadap anjing peliharaannya jika
terjadi kontak fisik rutin antara anjing dan pemilik, ada kriteria pilihan yang
dilakukan pemilik, terjadi reaksi fisik dan emosional ketika pemilik berpisah
atau kehilangan anjingnya, serta terjadi efek positif terhadap kesehatan fisik
dan psikologis pemilik (Kurdek, 2008). Kelekatan sendiri memiliki makna
ikatan afeksi yang terjadi antara individu dengan figur dekatnya dalam jarak
dan waktu yang lama (Bowlby, 1980). Dalam hal ini, figur lekat tersebut
adalah anjing peliharaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelekatan
terhadap anjing peliharaan adalah ikatan yang terjalin antara pemilik dan
anjing peliharaannya dalam rentang waktu yang cukup lama, yang meliputi
adanya kontak fisik rutin, perasaan nyaman dan saling memahami, perasaan
kehilangan atau rindu ketika berpisah, dan adanya peningkatan kesehatan baik
secara fisik maupun psikologis.
Kelekatan antara manusia dan anjing peliharaan merupakan hal yang
umum terjadi, terutama pada lajang (Sugita, 2005), pasangan gay atau lesbian
21
serta orang tua yang anaknya tidak tinggal bersamanya (Sugita, 2005). Para
pemilik tersebut cenderung melihat anjing peliharaan sebagai anak (Beck dan
Katcher, 1996; Cain, 1983), sahabat, adik, atau mungkin hanya sebagai hal
yang menyenangkan untuk dimiliki (Sugita, 2005). Mereka tidak akan
segan-segan mengeluarkan uang untuk memenuhi kebutuhan anjing peliharaannya,
yang harganya bahkan lebih mahal dari pada kebutuhan pemiliknya sendiri
(Pet Food Institute, 2002). Hal ini menjadikan para pemilik tersebut sangat syok hingga dapat mengalami depresi ketika anjing peliharaannya tersebut
hilang atau mati (Clements et al., 2003). Akan tetapi, jika dibandingkan,
antara banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk merawat dan memelihara
anjing dengan keuntungan yang didapat, pemilik anjing peliharaan ternyata
mendapatkan lebih banyak keuntungan dari kelekatannya terhadap anjing
peliharaan, baik secara fisik maupun psikologis, yang mungkin tidak dapat
dibeli dengan uang (Jaroleman, 1998; Kellehear, 1997; Quackenbush, 1985;
Stallones, 1994; Stephens & Hill, 1993; Headley B dalam Westgarth et al.,
2007; Westgarth, 2007; dan Friedmann, 1988).
Secara fisik, manusia mendapatkan kesehatan lewat olah raga rutin
secara tidak langsung dengan mengajak anjingnya jalan-jalan atau
beraktivitas. Aktivitas tersebut sebetulnya bertujuan untuk menyalurkan energi
anjing yang lebih besar dari energi manusia, sehingga energi tersebut tidak
menumpuk dan menyebabkan anjing stress. Namun, untuk melakukan
aktivitas itu pemilik harus mendampingi dan membantu anjingnya, sehingga
aktivitas bersama, pemilik cenderung akan bertemu dengan orang lain, dan
anjing peliharaannya dapat menjadi salah satu bahan pembuka interaksi atau
percakapan (Hart dalam Kale, 1992).
Secara psikologis, anjing peliharaan memberikan rasa aman dan
tenang kepada pemiliknya, karena mengetahui bahwa anjingnya akan setia
menemani (Friedmann, 1988). Individu yang memiliki perasaan aman dan
tenang dengan adanya perasaan lekat terhadap anjing peliharaan menjadikan
orang tersebut lebih terbuka, ramah dan tidak mudah merasa terancam
(Friedmann, 1988). Hal serupa juga dinyatakan oleh Shaver dan Mikulincer
(dalam Kurdek, 2008) dalam penelitiannya yaitu, bahwa individu yang
mengalami pikiran yang tidak aman dalam konteks kelekatan, umumnya
memiliki tingkat kesukaran yang lebih tinggi dalam mengatasi perubahan
hidup dan perubahan relasi interpersonal jika dibandingkan dengan mereka
yang memiliki perasaan lekat.
Keberadaan anjing yang selalu berada dekat dengan pemiliknya
menjadi sumber afeksi yang tidak bersyarat dan teman hidup yang setia,
sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan dan stress pemilik karena
merasa kesepian (Kurdek, 2008). Anderson (2005) juga menyatakan bahwa
anjing peliharaan dapat meningkatkan penghargaan diri dan mengurangi
depresi.
Penghargaan diri merupakan dasar dari kompetensi interpersonal
(www.BudBilanich.com). Penghargaan diri adalah langkah pertama dalam
23
dengan pikiran dan cara yang positif. Jika seseorang memahami dan
menghargai dirinya sendiri, maka ia akan menghargai orang lain dengan lebih
baik. Mereka yang menghargai diri sendiri memahami persamaan dan
menghargai perbedaan dirinya dengan orang lain, dan ini mereka gunakan
sebagai dasar untuk membangun relasi dengan orang lain. Mereka juga dengan
mudah memutuskan seberapa jauh mereka harus membuka diri dalam
berbagai hubungan interpersonal, serta seberapa besar dukungan emosional
yang harus mereka berikan kepada orang lain. Orang dengan penghargaan diri
tinggi menggunakan pengetahuan mereka akan diri sendiri untuk menentukan
kapan dan bagaimana mereka menunjukkan kekurangnyamanan mereka atas
perilaku seseorang, dan bagaimana mereka akan menangani dan
menyelesaikan masalah interpersonal (www.BudBilanich.com).
Jika keuntungan-keuntungan diatas dikumpulkan, maka akan
ditemukan bahwa pemilik yang memiliki kelekatan terhadap anjing
peliharannnya akan memiliki kesehatan fisik yang baik, penghargaan diri yang
tinggi, perasaan aman, tingkat kecemasan dan stress rendah serta
berkurangnya depresi. Pemilik dengan hal-hal tersebut cenderung memiliki
sikap yang terbuka, ramah dan tidak mudah merasa terancam (Friedmann,
1988). Mereka juga mampu menghargai diri sendiri dan orang lain,
memahami perasaan orang lain (www.BudBilanich.com), serta mampu
mengatasi masalah interpersonal dan mampu bertahan terhadap perubahan
dalam hidup dan relasi interpersonalnya (Shaver dan Mikulincer dalam
Dari sikap seseorang dapat terlihat kompetensi interpersonal yang
dimiliki orang tersebut. Pemilik dengan sikap ramah menunjukkan adanya
kecenderungan kemauan untuk mengenal orang asing, dengan menyapa atau
tersenyum. Sikap terbuka dan tidak mudah merasa terancam menjadikan
pemilik lebih mampu membuka diri terhadap orang lain. Perasaan tidak
mudah terancam juga menjadikan pemilik tidak ragu untuk menunjukkan
perasaannya dan penghargaan terhadap dirinya sendiri, yang menujukkan
bahwa pemilik memiliki kemampuan asertifitas. Kemampuan memberikan
dukungan emosional pemilik nampak dari sikap menghargai dan pemahaman
terhadap perasaan orang lain. Kemampuan pemilik untuk mengatasi
perubahan hidup serta relasi interpersonalnya menunjukkan bahwa pemilik
memiliki kemampuan untuk menyelesaikan konflik.
Seseorang dikatakan memiliki kompetensi interpersonal yang baik
jika memenuhi lima aspek, yaitu kemampuan berinisiatif, kemampuan
membuka diri, kemampuan bersikap asertif, kemampuan memberikan
dukungan emosional dan kemampuan menyelesaikan masalah. Dengan
kompetensi interpersonal yang baik, hubungan interpersonal yang terbangun
juga lebih efektif. Pengetahuan dan kompetensi interpersonal yang baik akan
mendukung kompetensi interpersonal menjadi semakin tinggi dan membuat
interaksi interpersonal menjadi lebih efektif (De Vito, 1996).
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa pemilik anjing peliharaan
25
yang baik. Sikap-sikap tersebut merupakan hasil dari interaksi dan kelekatan
pemilik terhadap anjing peliharannya.
D. Hipotesis
“Ada hubungan positif yang signifikan antara kelekatan terhadap anjing
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional.
Penelitian korelasional bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana variasi pada
satu variabel berkaitan dengan variasi pada variabel lain berdasarkan koefisien
korelasi.
B. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah :
1. variabel tergantung = kompetensi interpersonal
2. variabel bebas = kelekatan terhadap anjing peliharaan.
C. Definisi Operasional
1. Kompetensi interpersonal
Kompetensi interpersonal merupakan kemampuan individu untuk
melakukan interaksi yang memiliki tujuan, efektif dan harmonis, sehingga
individu dapat diterima secara sosial oleh sesamanya. Kemampuan ini
ditunjukkan dengan kemampuan individu untuk berisiatif membina
hubungan interpersonal, kemampuan membuka diri, kemampuan bersikap
asertif, kemampuan untuk memberikan dukungan emosional dan
kemampuan mengatasi konflik-konflik dalam hubungan interpersonal.
Tabel 1.
Indikator perilaku kompetensi interpersonal
No. Aspek Kompetensi
Interpersonal Indikator Perilaku
1. Kemampuan berinisiatif
• Meminta atau mengusulkan untuk melakukan aktivitas bersama pada kenalan baru
• Menawarkan sesuatu yang terlihat menarik dan atraktif pada kenalan baru
• Melanjutkan percakapan dengan kenalan baru
• Menjadi individu yang menarik dan menyenangkan ketika berkenalan dengan orang lain
• Mengenalkan diri pada seseorang yang ingin dikenal.
2. Kemampuan membuka diri
• Mengatakan pada sahabat bahwa kita menghargai dan menyayanginya
• Mengungkapkan pada sahabat hal-hal yang mencemaskan dan menakutkan kita
• Memberi kesempatan pada kenalan baru intuk lebih mengenal kita
• Mengatakan pada teman bahwa kita tidak berkenan dengan cara dia memperlakukan kita
• Mengatakan “tidak” ketika teman menyuruh melakukan sesuatu yang tidak ingin kita lakukan
• Menolak permintaan untuk melakukan sesuatu hal yang tidak pantas atau tidak masuk akal
• Menegur sahabat yang tidak menepati janji.
4. Kemampuan memberikan dukungan emosional
• Mendengarkan dengan sabar sahabat yang menceritakan masalahnya
• Membantu mengatasi masalah yang dihadapi teman dekat berkaitan dengan keluarga atau teman lain
29
sesuatu untuk memberi dukungan emosional pada saat sahabat kita mengalami kekecewaan
• Dapat menunjukkan sikap yang penuh empati.
5. Kemampuan mengatasi konflik
• Pada saat mempunyai masalah dengan sahabat, kita benar-benar
• Tidak mengulang ucapan atau perbuatan yang dapat memperparah konflik
• Dapat menerima bahwa sahabat anda memiliki pandangan sendiri terhadap suatu kejadian meskipun anda tidak setuju dengan cara pandang itu.
1. Kelekatan terhadap anjing peliharaan
Kelekatan terhadap anjing peliharaan adalah ikatan yang terjalin
antara pemilik dan anjing peliharaannya dalam rentang waktu yang cukup
lama, yang meliputi adanya kontak fisik rutin, perasaan nyaman dan saling
memahami, perasaan kehilangan atau rindu ketika berpisah, dan adanya
Tabel 2.
Indikator perilaku kelekatan terhadap anjing peliharaan
No. Kriteria Kelekatan
• Memangku atau menggendong
• Terlibat dalam permainan face to face
• Mencium
• Tidur bersama
2 Kriteria Pilihan • Merasa anjing berbeda dengan hewan peliharaan lainnya
3 Reaksi Ketika Berpisah dan Kehilangan
• Protes (menyalahkan diri sendiri atau orang lain atas kehilangan, penyakit
• Merasa lebih sehat secara fisik
• Merasa tidak sendirian
D. Subjek Penelitian
Teknik pengambilan sampel yang digunakan merupakan sampel
bertujuan (purposive sampling). Dalam purposive sampling pemilihan
sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang
dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2004).
Subjek penelitian ini adalah 59 orang berusia minimal 17 tahun dan
maksimal 50 tahun, dan telah memiliki anjing minimal 1 tahun. Dari 59 subjek
ditemukan 5 subjek yang berusia dibawah 17 tahun, dan 3 subjek yang
memiliki anjing kurang dari 1 tahun. Sehingga total subjek yang memenuhi
31
E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data untuk kelekatan terhadap anjing
peliharaan menggunakan skala yang disusun berdasarkan kriteria yang
dinyatakan Kurdek (2008) dapat melihat adanya kelekatan pemilik terhadap
anjing peliharaannya. Kompetensi interpersonal diukur dengan menggunakan
Skala Kompetensi Interpersonal. Skala ini disusun berdasarkan aspek-aspek
utama kompetensi interpersonal menurut Buhrmester et al. (1988).
Kedua skala menggunakan skala tipe Likert, dengan jawaban : SS, S,
TS dan STS. Peneliti melakukannya untuk mengurangi central tendency
effects, yaitu kecenderungan pada subjek untuk memberikan penilaian pada pusat gejala atau netral. Orang cenderung mengambil pilihan tengah yang
netral karena pada umumnya orang kurang senang pada hal-hal yang ekstrim
(Hadi, 2004).
1. Skala Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan (SKTAP)
Skala Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan (SKTAP) terdiri
atas 40 item yang pembagian pertanyaannya seimbang di setiap kriteria.
Penyebaran item favorabel dan unfavorabel pun seimbang. Berikut
Tabel 3.
Blue print skala kelekatan terhadap anjing peliharaan
Jenis item
Distribusi item skala kelekatan terhadap anjing peliharaan
No item
Ket: ( ) item yang gugur dalam seleksi item
2. Skala Kompetensi Interpersonal (SKI)
Skala Kompetensi Interpersonal (SKI) terdiri atas 50 item yang
dibagi dengan seimbang pada setiap aspeknya. Penyebaran item favorabel
33
1 Kemampuan berinisiatif 43, (55), 61, 73, 87
Ket: ( ) item yang gugur dalam seleksi item
Skoring untuk setiap pernyataan favorabel pada kedua skala adalah:
SS = 4, S = 3, TS = 2 dan STS = 1. Untuk skoring pernyataan unfavorabel
didapat dengan menjumlahkan seluruh skor item, baik favorabel maupun
unfavorabel.
F. Pertanggungjawaban Mutu
1. Validitas
Validitas berarti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat
ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Jenis validitas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah validitas isi.
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian
terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement.
Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas isi adalah sejauh mana
item-item tes mewakili komponen-komponen dalam dalam keseluruhan
kawasan isi obyek yang hendak diukur dan sejauh mana item-item
mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur (Azwar, 2005). Dalam
penelitian ini yang bertindak sebagai professional judgement adalah dosen
pembimbing.
2. Seleksi item
Seleksi item dilakukan dengan tujuan melihat kemampuan item
untuk membedakan antara item yang memiliki skor tinggi dengan skor
rendah. Seleksi item dilakukan berdasarkan daya diskriminasinya, yaitu
35
individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur
(Azwar, 2006).
Pengujian daya diskriminasi item dilakukan dengan
mengkorelasikan antara skor item dengan skor item total akan
menghasilkan koefisien korelasi item total (rix) atau indeks daya beda item
(indeks diskriminasi item). Penelitian ini menggunakan nilai r sebesar 0,25
dan taraf signifikasi 0,05. Hal ini dilakukan untuk memperoleh jumlah
item yang mencukupi. Sehingga semua item yang mencapai koefisien
korelasi ≥0,25 pada taraf signifikasi 0,05 dianggap memenuhi syarat untuk
digunakan sebagai item. Pengujian ini menggunakan program SPSS 15.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa, pada SKTAP dari 40 item
terdapat 8 item yang berada dibawah batas 0,25 sehingga dinyatakan
gugur, yaitu: item 1, 11, 24, 25, 28, 29, 31 dan 32. Sedangkan pada SKI
dari 50 item terdapat 16 item gugur, yaitu: item 41, 52, 53, 54, 55, 56, 62,
64, 65, 66, 70, 71, 85, 88, 89 dan 90. Total item yang gugur pada kedua
skala adalah 24 item.
Berdasarkan hasil seleksi item, pada SKTAP terdapat 32 item
lolos yang terdiri dari 19 item favorabel dan 13 item unfavorabel. Pada
SKI terdapat 34 item lolos, terdiri dari 21 item favorabel dan 13 item
3. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang
mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki
reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel. Ide pokok
yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2001).
Reliabilitas tes ini diukur dengan pendekatan konsistensi internal.
Pendekatan ini menggunakan satu bentuk tes yang dikenakan hanya sekali
saja pada sekelompok subjek (single trial administration). Penghitungan
koefisien reliabilitas dilakukan dengan menggunakan tehnik Alpha
Cronbach, karena penghitungan menggunakan tehnik ini memungkinkan timbulnya reliabilitas yang sebenarnya lebih tinggi dari pada koefisien
yang didapatkan (Azwar, 2001).
Tabel 7.
Koefisien reliabilitas SKTAP dan SKI
Skala Koefisien Alpha
Cronbach N
SKTAP 0,906 32
SKI 0,915 34
Reliabilitas dianggap memuaskan bila koefisiennya mencapai
minimal rxx’ = 0,900 (Azwar, 2006). Menurut hasil penghitungan,
reliabilitas masing-masing skala berada diatas 0,900 sehingga dapat
dikatakan bahwa kedua skala dianggap memiliki reliabilitas yang
37
G. Analisis Data
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara kelekatan terhadap anjing peliharaan dengan kompetensi interpersonal
pemiliknya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis yang digunakan adalah
A. Pelaksanaan Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu
mengajukan permohonan surat keterangan penelitian kepada Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma. Dengan membawa surat keterangan
penelitian yang telah ditandatanggani oleh Dekan Fakultas bernomor
570/D/KP/Psi/USD/VI/2008 peneliti kemudian meminta ijin kepada Bapak
Siswo, selaku ketua panitia Jogja Dog Show 2008, agar diperbolehkan mengambil data pada saat acara berlangsung.
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 28 Juni 2008 di Jogja Expo Center (JEC). Peneliti berhasil menyebar sebanyak 85 skala dan kembali sebanyak 68 skala. Dari 68 skala yang dikembalikan, terdapat 17 skala yang
menurut peneliti tidak layak digunakan. 5 skala dinyatakan gugur karena
subjek yang mengisinya berusia dibawah 17 tahun, 3 skala mencantumkan
memiliki anjing kurang dari setahun dan 9 skala lainnya tidak terisi
sepenuhnya serta memiliki lebih dari 1 jawaban. Sehingga total skala yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 51 skala.
39
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui kepastian sebaran
data yang diperoleh. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan
uji one sampel Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai signifikasi (p) > 0.05
(α=5%), maka data dinyatakan berada dalam distribusi normal. Begitu
pula jika nilai p < 0,05 maka data dinyatakan tidak terdistribusi secara
normal.
Hasil uji normalitas menunjukkan besarnya p skala kelekatan
terhadap anjing peliharaan adalah 0,578 dan besarnya p skala kompetensi
interpersonal adalah 0,248. Keduanya lebih besar dari 0,05 sehingga dapat
dikatakan kedua skala tersebut termasuk dalam distribusi normal.
3. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk melihat apakah hubungan
variabel kelekatan terhadap anjing peliharaan dan variabel kompetensi
interpersonal berada pada satu garis yang linear. Uji linearitas ini
dilakukan dengan menghitung nilai F untuk menentukan nilai p. Jika
p<0,05, maka garis regresi data dinyatakan linear. Sebaliknya, jika nilai
p>0,05, maka garis regresi dinyatakan tidak linear.
Dari hasil uji linearitas nilai F didapat sebesar 19,062 dengan
p= 0,000 ( p<0,05 ). Sehingga dapat dikatakan bahwa antara variabel
kelekatan terhadap anjing peliharaan dan kompetensi interpersonal
memiliki hubungan yang linear.
4. Deskripsi Data
Data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan data try
out yang telah diseleksi (try out terpakai). Hal ini peneliti lakukan melihat sulitnya mencari subjek dalam jumlah besar dengan waktu yang terbatas.
Langkah pertama adalah menentukan mean teoritis (µ) dan
standart deviasi (σ) masing-masing skala dengan terlebih dahulu
menghitung rentang minimum-maksimum. Skor terendah dalam skala
adalah 1 dan skor tertinggi adalah 4. Pada skala kelekatan terhadap anjing
peliharaan (SKTAP) rentang minimum-maksimum adalah 32 (1x32)
hingga 128 (4x32). Sedangkan pada skala kompetensi interpersonal (SKI)
rentang minimum-maksimum adalah 34 (1x34) sampai dengan 136
(4x34). Dari hasil rentang minimum-maksimum tersebut dan hasil
penghitungan statistik didapat nilai mean teoritis, mean empiris dan
41
standart deviasi masing-masing skala seperti yang tertera pada tabel
berikut.
Tabel 9.
Nilai mean dan standart deviasi
Teoritis Empiris
Jenis
skala Min Max Mean SD Min Max Mean SD
SKTAP 32 128 80 16 76 126 103,18 12,049
SKI 34 136 85 17 67 136 102,14 13,084
5. One-Sample t-Test
One-Sample t-Test digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata suatu sampel dengan suatu nilai hipotesis (Trihendradi, 2007). Jika
p<α maka dinyatakan signifikan, jika p>α maka dinyatakan tidak
signifikan. Dari hasil penghitungan diketahui bahwa p skala kelekatan
terhadap anjing peliharaan = 0,000 dan p skala kompetensi interpersonal =
0,000. Hal ini menunjukkan bahwa p kedua skala lebih kecil dari α=0,05
(p<0,05), sehingga dinyatakan perbedaan mean teoritis dan mean empiris
kedua sample signifikan. Artinya, rata-rata subjek penelitian ini memiliki
kelekatan terhadap anjing peliharaan dan kompetensi interpersonal tinggi
yang signifikan.
6. Uji Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini berbunyi “ada hubungan positif
yang signifikan antara kelekatan terhadap anjing peliharaan dan
kompetensi interpersonal pemiliknya”. Untuk uji hipotesis ini digunakan
uji korelasional Pearson Product Moment dengan menggunakan program
SPSS 15.
Dari hasil penghitungan didapatkan nilai r = 0,529 dengan
p=0,000. Disini terlihat bahwa p < 0,05 (0,000 < 0,05). Dengan demikian,
hipotesis penelitian ini diterima. Hal ini berarti, berdasarkan data empirik
sebagai hasil pengujian di lapangan, terbukti bahwa ada hubungan positif
yang signifikan antara kelekatan terhadap anjing peliharaan dengan
kompetensi interpersonal pemiliknya.
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan adanya hubungan yang
positif antara kelekatan terhadap anjing peliharaan dan kompetensi
interpersonal pemiliknya, dengan koefisien korelasi sebesar 0,529 pada taraf
signifikasi p < 0,05. Hal ini berarti bahwa jika kelekatan terhadap anjing
peliharaan tinggi, akan tinggi pula kompetensi interpersonal pemiliknya.
Sebaliknya jika kelekatan terhadap anjing peliharaan rendah, maka
kompetensi interpersonal pemiliknya akan rendah pula.
Menurut Kurdek (2008) kelekatan terhadap anjing peliharaan
merupakan suatu proses interpersonal yang sangat dinamis. Kelekatan
terhadap anjing peliharaan membuka jalan bagi pemiliknya untuk berinteraksi
dengan orang lain. Kelekatan terhadap anjing peliharaan mampu
meningkatkan penghargaan diri pemiliknya. Dengan menghargai diri sendiri,
individu akan menghargai orang lain. Jika individu sudah mampu menghargai
43
diri sendiri dan orang lain, dapat dipastikan kompetensi interpersonalnya pun
meningkat (www.BudBilanich.com).
Dari hasil penelitian, terlihat bahwa nilai mean empiris subjek pada
kedua skala lebih tinggi dari mean teoritis (µempiris > µteoritis). Kelekatan
terhadap anjing peliharaan memiliki µempiris = 103,18> µteoritis = 80 dan untuk
kompetensi interpersonal µempiris = 102,14 > µteoritis = 85. Uji one sample t-test
terhadap kedua skala menunjukkan nilai signifikasi p=0,000 < 0,05 yang
berarti perbedaan mean signifikan. Ini berarti subjek memiliki rata-rata
kelekatan terhadap anjing peliharaan dan kompetensi interpersonal yang
signifikan tinggi.
Kelekatan merupakan ikatan yang terjadi dalam jarak dan waktu
yang lama (Bowlby, 1980). Data penelitian menyatakan bahwa sebagian besar
subjek penelitian ini telah memiliki anjing lebih dari 5 tahun. Hal ini
menyebabkan kelekatan subjek terhadap anjing peliharaan semakin tinggi.
Hurlock (1996) menyatakan bahwa kompetensi interpersonal
dipengaruhi oleh partisipasi sosial. Semakin tinggi partisipasi sosial seseorang,
semakin baik pula kompetensi interpersonalnya. Dari wawancara singkat yang
dilakukan saat pengambilan data, kebanyakan subjek sudah sering mengikuti
berbagai acara yang melibatkan dirinya dan anjing peliharaan, baik dalam
lingkup formal (Dog Show, Dog Run dan Dog Day) ataupun non-formal (lari
pagi bersama teman yang juga memiliki anjing). Selain itu, sebagian besar
subjek merupakan mahasiswa yang masih aktif bersosialisasi di kampus,
sehingga partisipasi sosialnya pun tinggi.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kelekatan
terhadap anjing peliharaan memberikan pengaruh terhadap kompetensi
interpersonal yang dimiliki pemiliknya. Dengan memiliki kelekatan yang
tinggi terhadap anjing peliharaan, pemilik merasa lebih aman, nyaman dan
tenang baik secara fisik maupun psikologis, untuk berinteraksi dengan orang
lain. Hal ini dikarenakan dengan mengetahui bahwa anjingnya akan selalu
setia menemani dan memberikan afeksi tanpa syarat, pemilik akan mempunyai
rasa aman yang lebih tinggi, sehingga dapat dengan lebih mudah membuka
diri kepada orang lain, tanpa takut merasa terancam, cemas akan ditinggalkan
dan sendirian. Dengan membuka diri, pemilik dapat masuk dalam lingkup
partisipasi sosial yang lebih luas. Melalui partisipasi sosial yang lebih luas,
kompetensi interpersonal pun semakin meningkat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Ada hubungan positif yang signifikan antara kelekatan terhadap
anjing peliharaan dan kompetensi interpersonal pemiliknya, dengan nilai
rxy= 0,529 dan p=0,000.
B. Saran
1. Bagi para pemilik anjing peliharaan
Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan agar para pemilik
mampu menumbuhkan dan memelihara kelekatan terhadap anjing
peliharaannya, karena kelekatan terhadap anjing peliharaan dapat
membantu meningkatkan kompetensi interpersonalnya.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Melihat tingginya kelekatan pemilik terhadap anjing peliharaan
dalam penelitian ini, disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kelekatan terhadap anjing
peliharaan dengan aspek kehidupan manusia lainnya. Selain itu, dalam
penelitian ini, peneliti tidak mengontrol faktor-faktor yang mungkin
mempengaruhi kelekatan terhadap anjing peliharaan maupun kompetensi
interpersonal. Oleh karena itu peneliti juga menyarankan kepada peneliti
selanjutnya untuk melakukan pengontrolan terhadap faktor-faktor tersebut.