• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TERHADAP ANJING PELIHARAAN DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PEMILIKNYA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TERHADAP ANJING PELIHARAAN DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PEMILIKNYA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TERHADAP ANJING PELIHARAAN DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PEMILIKNYA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh: Anastasia Yuniarty

NIM : 049114069

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh: Anastasia Yuniarty

NIM : 049114069

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008

(3)

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TERHADAP ANJING PELIHARAAN DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PEMILIKNYA

Oleh: Anastasia Yuniarty

NIM : 049114069

Telah disetujui oleh:

Pembimbing Tanggal ...

Dra. Lusia Pratidarmanastiti, MS.

(4)

Dipersiapkan dan ditulis oleh Anastasia Yuniarty

NIM : 049114069

Telah dipertahankan didepan Panitia Penguji Pada tanggal ... Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dra. Lusia Pratidarmanastiti, MS. ... Penguji I : A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si. ... Penguji II : Kristina Dewayani, S.Psi., M.Si. ...

Yogyakarta, ... Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Dekan,

iii

(5)

Karya sederhana ini kupersembahkan kepada mereka yang selalu percaya

dan tidak pernah menyerah sedetik pun terhadapku, yaitu:

Jesus Christ

Bapa dan Mama

Papie (†) dan Mamie

Cece Lanny dan Koko Alex

Serta sahabat-sahabatku

Semoga kepercayaan itu selalu ada dan aku bisa terus menjaganya

(6)

Keberhasilan bukan berarti final

Kegagalan bukan berarti fatal

Hanya kerendahan hatilah yang menentukan segalanya

(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, ...

vi

Penulis

(8)

penelitian ini adalah 51 orang berusia minimal 17 tahun dan maksimal 50 tahun, dan telah memiliki anjing minimal 1 tahun. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan dua skala dengan tipe Likert, yaitu skala kelekatan terhadap anjing peliharaan yang disusun berdasarkan kriteria kelekatan terhadap anjing peliharaan yang dinyatakan Kurdek (2008) dan skala kompetensi interpersonal yang disusun berdasarkan aspek-aspek kompetensi interpersonal menurut Buhrmester (1988).

Reliabilitas kedua skala diuji menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach, dengan koefisien reliabilitas untuk skala kelekatan terhadap anjing peliharaan sebesar 0,906 dan untuk skala kompetensi interpersonal sebesar 0,915. Data penelitian dianalisis menggunakan teknik korelasi Pearson-Product Moment. Hasil analisis menunjukkan bahwa kedua variabel terdistribusi secara normal (p>0,05) dan memiliki hubungan yang linear (p<0,05).

Koefisien korelasi antar variabel (rxy) didapat sebesar 0,529 pada taraf

signifikasi p<0,05 menunjukkan adanya hubungan yang positif antara variabel kelekatan terhadap anjing peliharaan dan variabel kompetensi interpersonal. Kata kunci: kelekatan terhadap anjing peliharaan, kompetensi interpersonal.

(9)

ABSTRACT

This study was aimed to found the correlation between the attachment of a pet dog and the owner’s interpersonal competence. The subject of the study was 51 individuals aged at least 17 years up to 50 years old and has owned a dog for a period of at least a year. This study was using two Likert type scales as the instrument, which were attached to a pet dog scale that was arranged based on Kurdek’s attachment to pet dog criteria (2008) and interpersonal competences scale that was arranged based on interpersonal competences aspects by Buhrmester (1988).

Both scales’ reliability were tested using the Alpha Cronbach reliability coefficient, the reliability coefficient for attachment to a pet dog scale was 0,906 and for interpersonal competence scale was 0,915. Data was analyzed using Pearson-Product Moment correlation technique. The analysis of the result showed that both variables were normally distributed (p > 0,05) and had a linear relation (p < 0,05).

The inter-variables correlation coefficient (rxy) result was 0,529 with

significant level p<0,05 showed a positive relation between the attachment to a pet dog variable and interpersonal competence variable.

Key words: attachment to pet dog, interpersonal competence.

(10)

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Anastasia Yuniarty

NIM : 049114069

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“Hubungan Antara Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan Dengan Kompetensi Interpersonal Pemiliknya”

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media cetak lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian penyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 13 November 2008 Yang menyatakan,

(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus Yang Maha Kasih, karena atas kehendakNya sajalah semua terjadi dan hanya dengan rahmatNya sajalah skripsi dengan judul “Hubungan Antara Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan Dan Kompetensi Interpersonal Pemiliknya” ini dapat penulis selesaikan. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi, Program Studi Psikologi.

Selama pengerjaan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dan dukungan dari banyak pihak, oleh karena itu ijinkanlah penulis pada saat ini mengucapkan terima kasih kepada:

1. Jesus Christ, Tuhan-ku, Tete Manis-ku, Penyelamat-ku, Sumber segala sumber hidupku.

2. P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi.

3. Dra. Lusia Pratidarmanastiti, MS., selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih atas bimbingan, bantuan dan dukungan, sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.

4. A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si., selaku Dosen Penguji I. Terima kasih atas ilmu, bimbingan, saran dan senyum yang selalu ibu berikan untuk saya. 5. Kristina Dewayani, S.Psi., M.Si., selaku Dosen Penguji II. Terima kasih atas

ilmu, bimbingan, pengalaman berharga yang telah ibu berikan kepada saya. 6. Mba’ Etta, selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih atas

perhatian, bantuan, masukkan dari awal kuliah hingga sekarang.

(12)

9. Mr. Lawrence A. Kurdek, Professor at Department of Psychology, Wright State University, Dayton, USA; the U.S National Library of Medicine (NLM); and Michelle Cobey, the Resource Support for Delta Society. Thank you for your helps (free journals, e-mail addresses, websites, etc).

10. Pak Siswo, selaku ketua Jogja Dog Show 2008. Terima kasih atas ijin dan bantuannya selama peneliti mengambil data. Serta semua responden yang telah memberikan waktu dan bantuannya sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.

11. Bapa Petrus Sarsito Sia dan Mama Margareth Hanny Liliana Lie. Terima kasih telah melahirkan, membesarkan, mendidik, mencintai dan memenuhi semua kebutuhan Ny. Terima kasih atas doa dan dukungan yang selalu ada untuk Ny. Semoga karya sederhana ini bisa membuat Bapa dan Mama bangga.

12. Papie Johannes Samuel Dimalouw (†) dan Mamie Shearry Dimalouw. Ny tahu, walau Papie sudah di surga, tapi Papie pasti tetap bangga sama Ny. 13. Ce Lanny, trims sudah jadi cece yang selalu sayang dan memanjakan ade. 14. Alexander Sarsito Sia, my dearest brother. Thanks for every single thing.

Eventhough we’re separated by countries for years, you still the one who really understand me.

(13)

15. Teman, Sahabat, Saudara-saudariku tersayang, Woel, Pikha, Cik Yen, Betty, Adip, Yoyo’ dan Wawan. Terima kasih buat kasih sayang, doa, bantuan, kritik, saran, air mata, dan tawa yang aku dapatkan bersama kalian. Maap aku sering banget nyusahin kalian. Thank you for being my angels.

16. Mbeng.... Makasih udah mau kujadikan ojek, tempat “sampah”, tempat reparasi, lahan jajahan dll. Makasih juga buat perhatian dan dukungannya. You’ve been such a wonderful brother and friend to me.

17. Metta, Erol, Agnes, Mas Dian “Brotie”, Mita-cilik dan Sronggot, yang udah banyak banget mbantu aku dalam belajar dan berkembang menuju yang lebih baik. Makasih banyak buat semuanya ya, teman.

18. Teman-teman kost 99999, especially Iin, Ciko, Vivi, Welly n Dewi. Kalian membuat hari-hariku di kost terasa lebih menyenangkan.

19. Semua pihak, teman, kenalan yang telah banyak membantu namun tidak dapat aku sebutkan satu per satu. Yes, it’s you.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan masukkan yang membangun baik bagi penelitian ini maupun bagi penulis pribadi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, November 2008

Penulis

(14)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR SKEMA ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan ... 7

(15)

1. Pengertian Umum Kelekatan ... 7

2. Pengertian Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan ... 8

3. Kriteria Penilaian Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan... 10

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelekatan Pada Anjing Peliharaan ... 12

B. Kompetensi Interpersonal ... 14

1. Pengertian Kompetensi Interpersonal ... 14

2. Aspek-aspek Kompetensi Interpersonal ... 14

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Interpersonal ... 18

C. Kompetensi Interpersonal Pemilik Dilihat Dari Kelekatannya Terhadap Anjing Peliharaan ... 20

D. Hipotesis ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27

A. Jenis Penelitian ... 27

B. Variabel Penelitian ... 27

C. Definisi Operasional ... 27

1. Kompetensi Interpersonal ... 27

2. Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan ... 29

D. Subjek Penelitian ... 30

E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 31

1. Skala Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan ... 30

(16)

2. Seleksi Item ... 34

3. Reliabilitas ... 36

G. Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Pelaksanaan Penelitian ... 38

B. Hasil penelitian ... 39

1. Deskripsi Subjek ... 39

2. Uji Normalitas ... 39

3. Uji Linearitas ... 39

4. Deskripsi Data ... 40

5. One Sample t-Test ... 41

6. Uji Hipotesis ... 41

C. Pembahasan ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

A. Kesimpulan ... 45

B. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

LAMPIRAN ... 50

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indikator perilaku kompetensi interpersonal ... 28

Tabel 2. Indikator perilaku kelekatan terhadap anjing peliharaan ... 30

Tabel 3. Blue print skala kelekatan terhadap anjing peliharaan ... 32

Tabel 4. Distribusi item skala kelekatan terhadap anjing peliharaan ... 32

Tabel 5. Blue print skala kompetensi interpersonal ... 33

Tabel 6. Distribusi item skala kompetensi interpersonal ... 33

Tabel 7. Koefisien reliabilitas SKTAP dan SKI ... 36

Tabel 8. Deskripsi subjek ... 39

Tabel 9. Nilai mean dan standart deviasi ... 41

(18)

kompetensi interpersonal ... 26

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala kelekatan terhadap anjing peliharaan dan skala

kompetensi interpersonal ... 50 Lampiran 2. Skoring skala kelekatan terhadap anjing peliharaan sebelum

seleksi ... 55 Lampiran 3. Skoring skala kompetensi interpersonal sebelum seleksi ... 57 Lampiran 4. Skoring skala kelekatan terhadap anjing peliharaan sesudah

seleksi ... 59 Lampiran 5. Skoring skala kompetensi interpersonal sesudah seleksi ... 61 Lampiran 6. Alpha Cronbach skala kelekatan terhadap anjing peliharaan

sebelum seleksi ... 63 Lampiran 7. Alpha Cronbach skala kompetensi interpersonal sebelum

seleksi ... 64 Lampiran 8. Alpha Cronbach skala kelekatan terhadap anjing peliharaan

setelah seleksi ... 65 Lampiran 9. Alpha Cronbach skala kompetensi interpersonal sesudah

seleksi ... 66 Lampiran 10. Reliabilitas skala kelekatan terhadap anjing peliharaan ... 67 Lampiran 11. Reliabilitas skala kompetensi interpersonal ... 67 Lampiran 12. Uji normalitas skala kelekatan terhadap anjing peliharaan ... 67 Lampiran 13. Uji normalitas skala kompetensi interpersonal ... 68 Lampiran 14. Uji linearitas ... 68

(20)

Lampiran 17. Uji korelasi Pearson Product Moment ... 69 Lampiran 18. Deskriptif statistik ... 69 Lampiran 19. Surat Ijin Penelitian ... 70

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini informasi tentang hewan peliharaan dan berbagai

kebutuhannya mudah ditemukan di berbagai media cetak maupun elektronik

di Indonesia. Hal ini seperti menjadi bukti tak langsung bahwa hewan

peliharaan bukan merupakan hal yang asing lagi. Hewan peliharaan menjadi

suatu bagian dari kehidupan manusia.

Hewan telah menjadi sahabat manusia sejak beribu-ribu tahun yang

lalu. Manusia menggunakan hewan untuk mempermudah dan membantunya

menjalankan aktifitas sehari-hari. Mulai dari hewan yang bertubuh kecil

seperti burung, hingga hewan yang bertubuh besar seperti gajah.

Dari antara banyak hewan peliharaan, anjing merupakan salah satu

binatang peliharaan favorit manusia. Anjing menjadi teman bermain, penjaga

rumah, teman yang selalu menemani manusia dan lain sebagainya. Oleh

karena itu, tidaklah salah jika anjing dijuluki sebagai sahabat manusia yang

paling setia.

Sejarah hubungan yang terjalin antara manusia dan anjing sudah

berlangsung lebih dari 14.000 tahun (Coren, 1994). Selama itu pula anjing

peliharaan merasuk ke dalam setiap aspek kebudayaan manusia dan memiliki

beragam tugas layaknya manusia itu sendiri, mulai dari berburu hingga

mengasuh bayi pemiliknya (J. Topal, 1997).

(22)

Manusia menjadi begitu dekat dengan anjing. Penelitian yang

dilakukan oleh Pet Food Institute pada tahun 2002 mencatat bahwa sekitar 80% responden, melihat dan memperlakukan anjing peliharaan mereka seperti

layaknya manusia. Para pemilik anjing peliharaan tersebut rela mengeluarkan

uang yang banyak bukan hanya untuk membeli makanan yang berkualitas bagi

peliharaannya, namun juga baju, asuransi kesehatan, pemakaman yang layak

bahkan pesta perkawinan yang meriah. Hal ini menjadikan kehilangan dan

kematian anjing peliharaan dapat menjadi sebuah life-changing event bagi pemiliknya (Clements et al., 2003). Life-changing event merupakan peristiwa yang dialami individu dalam hidupnya, yang dapat menyebabkan perubahan

pada individu tersebut baik secara fisik maupun mental. Perubahan secara fisik

dapat dicontohkan dengan bekas luka atau cacat tubuh akibat suatu peristiwa,

sedangkan perubahan secara mental dapat dicontohkan dengan depresi.

Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa hubungan yang

terbentuk antara manusia dan anjing peliharaan memberi dampak yang cukup

besar pada kesehatan fisik maupun mental pemiliknya (Jaroleman, 1998;

Kellehear, 1997; Quackenbush, 1985; Stallones, 1994; Stephens & Hill,

1993). Hal serupa juga diungkapkan oleh Headley B (Westgarth et al., 2007)

bahwa hewan peliharaan, terutama anjing, selain menawarkan persahabatan

juga dapat memberikan keuntungan dalam hal kesehatan fisik maupun

(23)

3

Para pemilik anjing cenderung memiliki kondisi fisik yang lebih fit

dan lebih sehat, sebagai efek dari olah raga bersama anjing mereka setiap hari.

Anjing memiliki energi yang lebih besar dibanding manusia. Energi yang

tidak tersalurkan dengan baik akan menumpuk dan membuat anjing stres, sakit

atau tiba-tiba mengamuk dan menyerang tanpa sebab. Oleh karena itu, anjing

memerlukan aktivitas di luar rumah untuk menyalurkan energi tersebut.

Aktivitas yang dilakukan bisa berupa jogging atau bermain lempar tangkap, yang secara tidak langsung membuat pemiliknya juga ikut melakukan aktivitas

yang sama. Pernyataan serupa diungkapkan Westgarth (2007), yaitu bahwa

orang yang memiliki anjing lebih jarang menemui dokter dan lebih mampu

bertahan setelah mengalami serangan jantung, jika dibandingkan dengan

mereka yang tidak memiliki anjing.

Secara psikologis, memiliki anjing menurunkan tingkat kecemasan

dan stress pemiliknya dengan memberikan hubungan yang nyaman, fokus

perhatian yang menenangkan serta perasaan aman bagi pemiliknya

(Friedmann, 1988). Beberapa negara terkemuka, seperti Inggris dan Amerika,

menggunakan anjing sebagai alat terapi untuk membantu orang yang kesulitan

berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya (Friedmann, 1988). Sebagai

makhluk social, manusia membutuhkan orang lain. Kebutuhan fisik (sandang,

pangan, papan), kebutuhan sosial (pergaulan, pengakuan, sekolah, pekerjaan)

dan kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan

religiusitas, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Banyak orang

(24)

mereka berada dalam masa opname, hukuman atau saat-saat dimana mereka

terpaksa harus meninggalkan rumah serta anjing peliharaannya. Pada saat-saat

seperti inilah anjing menjadi sarana bagi pemiliknya untuk berinteraksi dengan

orang lain.

Keberhasilan manusia dalam menjalin hubungan dengan manusia

lain ditentukan oleh suatu kompetensi interpersonal. Kompetensi interpersonal

menurut Chickering dan Reisser (1993) merupakan sebuah kumpulan yang

kompleks dari berbagai sub-kemampuan. Kompetensi interpersonal mencakup

kemampuan berkomunikasi, kepemimpinan, dan bekerja efektif dengan orang

lain.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Katcher (1997),

kelekatan terhadap hewan peliharaan berhubungan dengan tingkat disosiasi

yang tinggi. Para pemilik mungkin menjadi lekat terhadap hewan

peliharaannya sebagai pengganti dari kelekatan terhadap manusia. Penelitian

Stallones (Brown dan Kathcer, 1997) menunjukkan beberapa bukti bahwa

orang dengan tingkat kelekatan terhadap hewan peliharaan yang tinggi

memiliki relasi sosial yang lebih rendah dan umumnya memiliki pengalaman

hidup yang kurang menyenangkan, sebagai dampak dari masalah pada

kelekatan awal atau masalah kepercayaan terhadap sesama manusia. Akan

tetapi, penelitian Brown dan Katcher (1997) juga menemukan fakta bahwa

orang yang memiliki kelekatan terhadap hewan peliharaan cenderung

memiliki hubungan yang baik dengan sesama pemilik hewan peliharaan

(25)

5

hewan peliharaan, yang kemudian berkembang menjadi bermacam-macam

hal, seperti informasi tentang lowongan pekerjaan hingga hal-hal lainnya.

Memiliki anjing peliharaan dapat memunculkan suatu konteks

percakapan baru yang nyaman dalam interaksi antar manusia. Anjing memiliki

peranan yang penting dalam menarik perhatian orang lain dan menjadi

stimulus suatu percakapan (Hart dalam Kale, 1992). Agar individu dapat

membangun relasi yang lebih efektif dan saling menguntungkan dibutuhkan

kompetensi interpersonal.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti terdorong untuk

mengetahui hubungan antara kelekatan terhadap anjing peliharaan dengan

kompetensi interpersonal pemiliknya.

B. Rumusan Masalah

“ Apakah ada hubungan antara kelekatan terhadap anjing peliharaan dengan

kompetensi interpersonal pemiliknya? ”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kelekatan

terhadap anjing peliharaan dan kompetensi interpersonal pemiliknya.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan

(26)

kompetensi interpersonal, serta Psikologi Perkembangan dalam

memahami masalah kelekatan terhadap hewan peliharaan, terutama anjing.

2. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan pemahaman

mendalam mengenai kelekatan antara pemilik terhadap anjing

peliharaannya, serta pengaruh kelekatan tersebut terhadap kompetensi

interpersonal pemiliknya. Sehingga para pemilik anjing peliharaan dapat

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan 1. Pengertian Umum Kelekatan

Kelekatan adalah ikatan afeksi yang terjadi antara individu

dengan figur lekatnya. Ikatan yang terjadi mengikat mereka dalam jarak

dan waktu yang lama (Bowlby, 1980).

Kelekatan yang terjadi antar individu dapat dilihat dari perilaku

menangis dan mencari, ketika individu terpisah dari figur lekatnya. Figur

lekat disini dilihat sebagai individu yang menyediakan perlindungan,

perhatian dan dukungan (Bowlby dalam Fraley, 2004).

Terdapat empat ciri kelekatan yang dikemukakan oleh Ainsworth

(Kurdek, 2008), yaitu: a.) secure base, mengindikasikan bahwa figur lekat dipandang sebagai sumber kenyamanan andal yang dapat mengurangi atau

menyembuhkan luka yang diakibatkan dunia luar; b.) safe haven, mengindikasikan bahwa figur lekat dicari sebagai penolong, asuransi atau

keselamatan dalam keadaan susah; c.) proximity maintenance, mengindikasikan bahwa berdekatan atau mengetahui bahwa figur lekat

dapat dengan mudah ditemui merupakan sesuatu yang menggembirakan;

d.) separation distress, mengindikasikan bahwa berada jauh dari figur lekat menimbulkan efek negatif, seperti perasaan rindu atau kehilangan.

(28)

Kelekatan yang terjadi pada manusia dewasa terbentuk dari

kelekatan yang diterima dan dikembangkannya sewaktu kecil (Bowlby,

1980). Hubungan kelekatan pada masa dewasa dan masa kanak-kanak

memiliki unsur yang sama, seperti, mencari kedekatan fisik, keamanan

dasar, dan kegelisahan ketika berpisah (Weiss, 1982, 1991).

2. Pengertian Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan

Sable (Sugita, 2005) mengatakan bahwa anjing peliharaan dapat

memenuhi kebutuhan manusia akan kelekatan, kesempatan untuk

berkembang, intergrasi sosial, dan kebutuhan emosional lainnya. Anjing

sebagai hewan peliharaan tidak hanya berperan sebagai pengganti figur

lekat bagi manusia, tetapi anjing telah menjadi figur lekat itu sendiri. Hal

ini terbukti dari perilaku cemas, sedih, dan berkabung ketika pemilik

berpisah atau kehilangan anjing peliharaannya.

Perilaku lekat yang ditunjukkan oleh anjing peliharaan sama

seperti perilaku lekat yang ditunjukkan oleh bayi manusia. Perilaku

tersebut menyebabkan manusia menjadi lekat pada anjing peliharaan dan

menganggapnya sebagai anak. Perasaan lekat manusia terhadap anjing

meningkat dengan ketidaksediaan perasaan lekat terhadap manusia lainnya

(Voith dalam Sugita, 2005). Penelitian yang dilakukan Albert dan Bulcroft

(1988), Beck dan Katcher (1996), dan Cain (1983) menunjukkan hasil

yang serupa yaitu bahwa manusia menghargai peliharaan mereka sebagai

(29)

9

untuk memahami hubungannya dengan hewan peliharaan. Untuk dapat

berinteraksi dengan hewan, manusia meminjam perangkat psikologis yang

digunakan dalam berinteraksi dengan sesama manusia (Collis dan

McNicholas dalam Sugita, 2005).

Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa pasangan

yang menikah namun tidak memiliki anak (Albert dan Bulcroft, 1988) dan

pasangan gay atau lesbian cenderung memiliki kelekatan yang kuat

terhadap anjing peliharaan. Ketidakberadaan anak dalam keluarga

membuat mereka memperlakukan dan membesarkan anjing peliharaan

sebagai anak (Beck dan Katcher, 1996; Cain, 1983). Hal serupa ditemukan

dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Sugita pada tahun 2005

terhadap sekitar 2.000 responden di Jepang. Penelitian ini menemukan hal

baru yang menarik dari kepemilikan anjing peliharaan, yaitu kelekatan

tidak hanya terjadi pada pasangan yang menikah tetapi tidak memiliki

anak namun, terjadi pula pada lajang, terutama wanita, dan orang tua,

terutama ibu, yang anaknya sudah dewasa dan tinggal jauh dari rumah,

serta keluarga dengan anggota yang sedikit. Menurut Smith (dalam Sugita,

2005), mereka yang menikah namun tidak memiliki anak, pasangan gay

atau lesbian, dan lajang lebih mudah dan lebih sering berinteraksi dengan

anjing peliharaan. Interaksi yang terjalin pun lebih kompleks jika

dibandingkan dengan pasangan yang memiliki anak.

Anjing peliharaan tidak selalu dilihat sebagai anak. Hal ini

(30)

2005). Survey yang dilakukan oleh Cabinet Office pada tahun 2003 menunjukkan bahwa dimata para lajang, anjing peliharaan dilihat sebagai

objek untuk diperhatikan layaknya seorang anak kecil atau adik. Menurut

mereka, memiliki dan membesarkan anjing dirumah merupakan hal yang

menyenangkan.

Katcher dkk (1983) dalam penelitiannya menyatakan ada tujuh

fungsi umum memiliki anjing peliharaan yaitu persahabatan, sesuatu untuk

diperhatikan, sesuatu untuk disentuh atau dimanja, sesuatu untuk membuat

seseorang tetap sibuk, pusat perhatian, olah raga dan keselamatan. Anjing

peliharaan juga memiliki peran penting dalam memaksimalkan

perkembangan anak (Katcher, 1981), kesehatan para lansia (Brodie, 1981),

dan dapat juga digunakan untuk keperluan terapi (Hart dalam Kurdek,

2008).

3. Kriteria Penilaian Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan

Kurdek (2008) menyatakan bahwa ada empat kriteria untuk

melihat adanya kelekatan pemilik terhadap anjing peliharaannya.

a. Kontak Fisik (physical contact).

Individu yang terikat harus memiliki hubungan fisik yang

intim seperti saling menatap, pelukan, ciuman dan kontak fisik. Dalam

hubungan anjing dan pemilik, hal ini ditunjukkan pemilik dengan

(31)

11

permainan face to face, mencium, dan tidur dengan anjing mereka (Prato-Previde, Fallani, Valsecchi & Smith dalam Kurdek, 2008).

b. Kriteria Pilihan (selection criteria).

Pemilihan figur lekat yang familiar, mau mendengar dan

memiliki kompetensi dalam mengurangi stress. Dalam penelitiannya

pada tahun 1997, Archer (Kurdek, 2008) menyatakan bahwa para

pemilik melaporkan bahwa berinteraksi dengan anjing berbeda dengan

interaksi sesama manusia atau manusia dengan hewan lainnya. Hal ini

disebabkan karena anjing memberikan respon yang tinggi,

menyediakan afeksi tidak bersyarat dan mengurangi stress karena

kesepian dan masalah keamanan.

c. Reaksi ketika berpisah dan kehilangan (reaction to separation and loss).

Individu yang saling lekat harus menyadari bahwa berpisah

dari satu sama lain sangat membingungkan. Archer, Winchester dan

Carmack dalam penelitiannya menyatakan bahwa para pemilik

bereaksi negatif seperti, protes, putus asa dan mengurung diri, ketika

anjing mereka mati (Kurdek, 2008).

d. Efek terhadap kesehatan fisik dan psikologis (physical and psychological health effects).

Individu yang saling lekat harus mendapatkan keuntungan

secara kesehatan dari ikatan yang terjalin. Pemilik anjing harus

(32)

dari efek penenangan psikologis yang dimiliki anjing, serta kesehatan

fisik yang relatif tinggi dari kesungguhan dalam pemeliharaan anjing.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelekatan Pada Anjing Peliharaan

Katz (2004) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat

menguatkan hubungan pemilik dan anjing peliharaannya dalam konteks

membangun kelekatan.

a. Menghabiskan waktu yang berkualitas bersama

Menghabiskan waktu yang berkualitas bersama disini berarti

melakukan aktivitas bersama rutin setiap hari dan menjadi partisipan

aktif dalah hidup masing-masing, baik pemilik maupun anjing

peliharaannya.

b. Keluar dan menemukan pengalaman hidup baru bersama.

Mengajak anjing peliharaan untuk beraktifitas bersama diluar

rumah dapat menjadi proses belajar dan memberikan pengalaman baru

bagi pemilik maupun anjing peliharaannya.

c. Meningkatkan dan mempertahankan tingkat respon yang mutual.

Sama seperti hubungan lainnya, kelekatan antara anjing dan

(33)

13

d. Menumbuhkan cara berkomunikasi yang dimengerti kedua belah

pihak.

Komunikasi merupakan hal terpenting dalam menjalin

hubungan yang lekat antara anjing peliharaan dan pemiliknya. Melalui

komunikasi, anjing peliharaan maupun pemilik dapat menjadi lebih

nyaman karena merasa dimengerti dan didengarkan kebutuhannya.

Bahasa tubuh, intonasi suara atau perubahan suara, sentuhan dan

mengendus, merupakan beberapa cara utama seekor anjing

berkomunikasi dengan pemiliknya maupun dengan sesamanya.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, penulis

menyimpulkan bahwa kelekatan terhadap anjing peliharaan adalah ikatan

yang terjalin antara pemilik dan anjing peliharaannya dalam rentang waktu

yang cukup lama, yang meliputi adanya kontak fisik rutin, perasaan

nyaman dan saling memahami, perasaan kehilangan atau rindu ketika

berpisah, dan adanya peningkatan kesehatan baik secara fisik maupun

psikologis. Kelekatan terhadap anjing peliharaan ini dipengaruhi oleh

kualitas waktu yang dihabiskan oleh pemilik dengan anjing peliharaannya,

pengalaman hidup baru yang dilakukan bersama, tingkat respon mutual

yang diterima kedua belah pihak dan komunikasi antar pemilik dan anjing

(34)

B. Kompetensi Interpersonal

1. Pengertian Kompetensi Interpersonal

Kompetensi interpersonal adalah kemampuan untuk membangun

interaksi interpersonal yang efektif (Buhrmester et al., 1988). Seseorang

yang memiliki kompetensi interpersonal berarti mampu menciptakan

interaksi secara efektif sehingga berjalan selaras dengan tujuan yang

dikehendaki, ini berarti kesesuaian antara interaksi dan konteksnya

(Spitzberg dalam Gouran, 1994). Hal senada juga diungkapkan oleh

Reardon (Gouran, 1994), yaitu bahwa individu yang kompeten secara

interpersonal mampu mencapai tujuan-tujuan yang diinginkannya dalam

sebuah relasi dan berperilaku secara tepat dalam menghadapi situasi

tersebut.

2. Aspek-aspek Kompetensi Interpersonal

Buhrmester et al. (1988) mengatakan bahwa kompetensi

interpersonal meliputi lima aspek utama.

a. Kemampuan berinisiatif.

Inisiatif adalah usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi

dan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan sosial yang

lebih besar. Inisiatif merupakan usaha pencarian pengalaman baru

yang lebih banyak dan luas tentang dunia luar dan tentang dirinya

sendiri dengan tujuan untuk mencocokan sesuatu atau informasi yang

(35)

15

bentuk perilaku yang mencerminkan kemampuan berinisiatif menurut

Buhrmester et al. (1988): 1.) meminta atau mengusulkan untuk

melakukan aktivitas bersama pada kenalan baru; 2.) menawarkan

sesuatu yang terlihat menarik dan atraktif pada kenalan baru; 3.)

melanjutkan percakapan dengan kenalan baru; 4.) menjadi individu

yang menarik dan menyenangkan ketika berkenalan dengan orang lain;

5.) mengenalkan diri pada seseorang yang ingin dikenal.

b. Kemampuan membuka diri (self disclosure).

Kemampuan membuka diri adalah suatu proses yang

dilakukan seseorang hingga dirinya dikenal oleh orang lain (Kartono

dan Gulo, 1987). Kemampuan membuka diri sangat berguna agar

perkenalan yang sudah berlangsung dapat berkembang ke hubungan

yang lebih pribadi dan mendalam. Ketika membuka diri, seseorang

mengungkapkan reaksi atau tanggapan terhadap situasi yang sedang

dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang berguna

untuk memahami tanggapan masa kini (Johnson dalam Supratiknya,

2000). Calhoun dan Acoccella (1990) mengatakan bahwa membuka

diri akan membuat hubungan menjadi lebih intim, meningkatkan

kepercayaan orang lain dan rasa kekeluargaan. Contoh perilaku yang

menunjukkan adanya keterbukaan diri menurut Buhrmester et al.

(1988), antara lain: 1.) mengatakan pada sahabat bahwa kita

menghargai dan menyayanginya; 2.) mengungkapkan pada sahabat

(36)

kesempatan pada kenalan baru untuk lebih mengenal kita; 4.)

mengetahui cara mengembangkan percakapan dengan kenalan baru

untuk lebih mengenal masing-masing pihak.

c. Kemampuan untuk bersikap asertif.

Asertifitas adalah kemampuan dan kesediaan individu untuk

mengungkapkan perasaan-perasaan secara jelas dan dapat

mempertahankan hak-haknya dengan tegas (Perleman dan Cozby

dalam Nashori, 2000). Menurut Calhoun dan Acocella (1990),

kemampuan bersikap asertif adalah kemampuan untuk meminta orang

lain untuk melakukan sesuatu yang diinginkan atau menolak untuk

melakukan hal yang tidak diinginkan. Menurut Buhrmester et al.

(1988) asertifitas tampak dalam perilaku-perilaku sebagai berikut: 1.)

mengatakan pada teman bahwa kita tidak berkenan dengan cara dia

memperlakukan kita; 2.) mengatakan “tidak” ketika teman menyuruh

melakukan sesuatu yang tidak ingin kita lakukan; 3.) menolak

permintaan untuk melakukan sesuatu hal yang tidak pantas atau tidak

masuk akal; 4.) menegur sahabat yang tidak menepati janji.

d. Kemampuan memberikan dukungan emosional.

Kemampuan memberi dukungan emosional sangat berguna

untuk mengoptimalkan komunikasi interpersonal antardua pribadi.

Dukungan emosional mencakup kemampuan untuk menenangkan dan

memberi rasa nyaman kepada orang lain ketika orang tersebut dalam

(37)

17

Buhrmester et al., 1988). Perilaku yang menunjukkan dukungan

emosional adalah (Buhrmester et al., 1988): 1.) mendengarkan dengan

sabar sahabat yang menceritakan masalahnya; 2.) membantu mengatasi

masalah yang dihadapi teman dekat berkaitan dengan keluarga atau

teman lain; 3.) mengatakan atau melakukan sesuatu untuk memberi

dukungan emosional pada saat sahabat kita mengalami kekecewaan;

4.) menunjukkan sikap yang penuh empati.

e. Kemampuan dalam mengatasi konflik.

Konflik merupakan situasi yang ditandai oleh adanya

tindakan salah satu pihak yang menghalangi, menghambat dan

mengganggu tindakan pihak lain (Johnson dalam Supratiknya, 2000).

Baron dan Byrne (Nashori, 2000) mengatakan bahwa ada empat

kemungkinan yang dapat terjadi dalam situasi konflik, yaitu

memutuskan untuk mengakhiri hubungan, mengharapkan keadaan

membaik dengan sendirinya, menunggu masalah lebih memburuk dan

berusaha menyelesaikan permasalahan. Menurut Buhrmester et al.

(1988), perilaku yang menunjukkan adanya kemampuan dalam

mengatasi konflik adalah sebagai berikut: 1.) pada saat mempunyai

masalah dengan sahabat, kita benar-benar mendengarkan keluhannya

dan tidak berusaha menebak apa yang ada dalam pikirannya; 2.)

mampu memandang permasalahan dari sudut pandang teman dan

memahami pandangan-pandangannya; 3.) tidak mengulang ucapan

(38)

bahwa sahabat anda memiliki pandangan sendiri terhadap suatu

kejadian meskipun anda tidak setuju dengan cara pandang itu.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Interpersonal

a. Interaksi dengan orang tua

Hetherington dan Parke (Nashori, 2000) mengemukakan

bahwa kontak pertama yang dilakukan anak dengan dunia luar adalah

dengan orang tuannya. Kontak yang terjalin antara orang tua dan anak

akan sangat mempengaruhi kompetensi interpersonal anak, yang akan

menjadi landasan baginya untuk berinteraksi dengan lingkungan

sosialnya.

b. Interaksi dengan sebaya

Individu yang memiliki kesempatan untuk dapat berinteraksi

dengan teman sebayanya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk

lebih meningkatkan perkembangan sosial, perkembangan emosi dan

lebih mudah membina hubungan interpersonal (Kramer dan Gottman

dalam Nashori, 2000).

c. Partisipasi sosial

Menurut Hurlock (1996), kompetensi sosial termasuk

kompetensi interpersonal dipengaruhi oleh pertisipasi sosial dari

individu. Individu yang memiliki partisipasi sosial yang tinggi,

(39)

19

d. Jenis kelamin

Hasil penelitian yang dilakukan Buhrmester et al. (1988)

menemukan bahwa pria lebih berkompeten dalam menujukkan aspek

inisiatif dan asertivitas, sedangkan wanita memiliki perilaku yang lebih

ekspresif dalam membuka diri dan memberikan dukungan emosional.

Kemampuan yang sama antara pria dan wanita terlihat dalam aspek

pengatasan konflik. Akan tetapi, secara umum, tidak ada perbedaan

kompetensi interpersonal antara pria dan wanita (Nashori, 2003).

e. Kematangan beragama dan konsep diri

Penelitian yang dilakukan oleh Nashori dan Sugiyanto (2000)

terhadap mahasiswa perguruan tinggi di Yogyakarta menunjukkan

bahwa ada hubungan antara kematangan beragama dan konsep diri

dengan kompetensi interpersonal. Individu yang memiliki kompetensi

interpersonal yang tinggi juga memiliki kematangan beragama dan

konsep diri yang tinggi.

Berdasarkan penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa

kompetensi interpersonal adalah kemampuan individu untuk melakukan

interaksi yang memiliki tujuan, efektif dan harmonis, sehingga individu

dapat diterima secara sosial oleh sesamanya. Kemampuan ini ditunjukkan

dengan kemampuan individu untuk berisiatif membina hubungan

interpersonal, kemampuan membuka diri, kemampuan bersikap asertif,

(40)

mengatasi konflik-konflik dalam hubungan interpersonal. Kompetensi

interpersonal di pengaruhi oleh interaksi dengan orang tua, interaksi

dengan sebaya, partisipasi sosial serta kematangan beragama dan konsep

diri.

C. Kompetensi Interpersonal Pemilik Dilihat Dari Kelekatannya Terhadap Anjing Peliharaan

Seorang pemilik dikatakan lekat terhadap anjing peliharaannya jika

terjadi kontak fisik rutin antara anjing dan pemilik, ada kriteria pilihan yang

dilakukan pemilik, terjadi reaksi fisik dan emosional ketika pemilik berpisah

atau kehilangan anjingnya, serta terjadi efek positif terhadap kesehatan fisik

dan psikologis pemilik (Kurdek, 2008). Kelekatan sendiri memiliki makna

ikatan afeksi yang terjadi antara individu dengan figur dekatnya dalam jarak

dan waktu yang lama (Bowlby, 1980). Dalam hal ini, figur lekat tersebut

adalah anjing peliharaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelekatan

terhadap anjing peliharaan adalah ikatan yang terjalin antara pemilik dan

anjing peliharaannya dalam rentang waktu yang cukup lama, yang meliputi

adanya kontak fisik rutin, perasaan nyaman dan saling memahami, perasaan

kehilangan atau rindu ketika berpisah, dan adanya peningkatan kesehatan baik

secara fisik maupun psikologis.

Kelekatan antara manusia dan anjing peliharaan merupakan hal yang

umum terjadi, terutama pada lajang (Sugita, 2005), pasangan gay atau lesbian

(41)

21

serta orang tua yang anaknya tidak tinggal bersamanya (Sugita, 2005). Para

pemilik tersebut cenderung melihat anjing peliharaan sebagai anak (Beck dan

Katcher, 1996; Cain, 1983), sahabat, adik, atau mungkin hanya sebagai hal

yang menyenangkan untuk dimiliki (Sugita, 2005). Mereka tidak akan

segan-segan mengeluarkan uang untuk memenuhi kebutuhan anjing peliharaannya,

yang harganya bahkan lebih mahal dari pada kebutuhan pemiliknya sendiri

(Pet Food Institute, 2002). Hal ini menjadikan para pemilik tersebut sangat syok hingga dapat mengalami depresi ketika anjing peliharaannya tersebut

hilang atau mati (Clements et al., 2003). Akan tetapi, jika dibandingkan,

antara banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk merawat dan memelihara

anjing dengan keuntungan yang didapat, pemilik anjing peliharaan ternyata

mendapatkan lebih banyak keuntungan dari kelekatannya terhadap anjing

peliharaan, baik secara fisik maupun psikologis, yang mungkin tidak dapat

dibeli dengan uang (Jaroleman, 1998; Kellehear, 1997; Quackenbush, 1985;

Stallones, 1994; Stephens & Hill, 1993; Headley B dalam Westgarth et al.,

2007; Westgarth, 2007; dan Friedmann, 1988).

Secara fisik, manusia mendapatkan kesehatan lewat olah raga rutin

secara tidak langsung dengan mengajak anjingnya jalan-jalan atau

beraktivitas. Aktivitas tersebut sebetulnya bertujuan untuk menyalurkan energi

anjing yang lebih besar dari energi manusia, sehingga energi tersebut tidak

menumpuk dan menyebabkan anjing stress. Namun, untuk melakukan

aktivitas itu pemilik harus mendampingi dan membantu anjingnya, sehingga

(42)

aktivitas bersama, pemilik cenderung akan bertemu dengan orang lain, dan

anjing peliharaannya dapat menjadi salah satu bahan pembuka interaksi atau

percakapan (Hart dalam Kale, 1992).

Secara psikologis, anjing peliharaan memberikan rasa aman dan

tenang kepada pemiliknya, karena mengetahui bahwa anjingnya akan setia

menemani (Friedmann, 1988). Individu yang memiliki perasaan aman dan

tenang dengan adanya perasaan lekat terhadap anjing peliharaan menjadikan

orang tersebut lebih terbuka, ramah dan tidak mudah merasa terancam

(Friedmann, 1988). Hal serupa juga dinyatakan oleh Shaver dan Mikulincer

(dalam Kurdek, 2008) dalam penelitiannya yaitu, bahwa individu yang

mengalami pikiran yang tidak aman dalam konteks kelekatan, umumnya

memiliki tingkat kesukaran yang lebih tinggi dalam mengatasi perubahan

hidup dan perubahan relasi interpersonal jika dibandingkan dengan mereka

yang memiliki perasaan lekat.

Keberadaan anjing yang selalu berada dekat dengan pemiliknya

menjadi sumber afeksi yang tidak bersyarat dan teman hidup yang setia,

sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan dan stress pemilik karena

merasa kesepian (Kurdek, 2008). Anderson (2005) juga menyatakan bahwa

anjing peliharaan dapat meningkatkan penghargaan diri dan mengurangi

depresi.

Penghargaan diri merupakan dasar dari kompetensi interpersonal

(www.BudBilanich.com). Penghargaan diri adalah langkah pertama dalam

(43)

23

dengan pikiran dan cara yang positif. Jika seseorang memahami dan

menghargai dirinya sendiri, maka ia akan menghargai orang lain dengan lebih

baik. Mereka yang menghargai diri sendiri memahami persamaan dan

menghargai perbedaan dirinya dengan orang lain, dan ini mereka gunakan

sebagai dasar untuk membangun relasi dengan orang lain. Mereka juga dengan

mudah memutuskan seberapa jauh mereka harus membuka diri dalam

berbagai hubungan interpersonal, serta seberapa besar dukungan emosional

yang harus mereka berikan kepada orang lain. Orang dengan penghargaan diri

tinggi menggunakan pengetahuan mereka akan diri sendiri untuk menentukan

kapan dan bagaimana mereka menunjukkan kekurangnyamanan mereka atas

perilaku seseorang, dan bagaimana mereka akan menangani dan

menyelesaikan masalah interpersonal (www.BudBilanich.com).

Jika keuntungan-keuntungan diatas dikumpulkan, maka akan

ditemukan bahwa pemilik yang memiliki kelekatan terhadap anjing

peliharannnya akan memiliki kesehatan fisik yang baik, penghargaan diri yang

tinggi, perasaan aman, tingkat kecemasan dan stress rendah serta

berkurangnya depresi. Pemilik dengan hal-hal tersebut cenderung memiliki

sikap yang terbuka, ramah dan tidak mudah merasa terancam (Friedmann,

1988). Mereka juga mampu menghargai diri sendiri dan orang lain,

memahami perasaan orang lain (www.BudBilanich.com), serta mampu

mengatasi masalah interpersonal dan mampu bertahan terhadap perubahan

dalam hidup dan relasi interpersonalnya (Shaver dan Mikulincer dalam

(44)

Dari sikap seseorang dapat terlihat kompetensi interpersonal yang

dimiliki orang tersebut. Pemilik dengan sikap ramah menunjukkan adanya

kecenderungan kemauan untuk mengenal orang asing, dengan menyapa atau

tersenyum. Sikap terbuka dan tidak mudah merasa terancam menjadikan

pemilik lebih mampu membuka diri terhadap orang lain. Perasaan tidak

mudah terancam juga menjadikan pemilik tidak ragu untuk menunjukkan

perasaannya dan penghargaan terhadap dirinya sendiri, yang menujukkan

bahwa pemilik memiliki kemampuan asertifitas. Kemampuan memberikan

dukungan emosional pemilik nampak dari sikap menghargai dan pemahaman

terhadap perasaan orang lain. Kemampuan pemilik untuk mengatasi

perubahan hidup serta relasi interpersonalnya menunjukkan bahwa pemilik

memiliki kemampuan untuk menyelesaikan konflik.

Seseorang dikatakan memiliki kompetensi interpersonal yang baik

jika memenuhi lima aspek, yaitu kemampuan berinisiatif, kemampuan

membuka diri, kemampuan bersikap asertif, kemampuan memberikan

dukungan emosional dan kemampuan menyelesaikan masalah. Dengan

kompetensi interpersonal yang baik, hubungan interpersonal yang terbangun

juga lebih efektif. Pengetahuan dan kompetensi interpersonal yang baik akan

mendukung kompetensi interpersonal menjadi semakin tinggi dan membuat

interaksi interpersonal menjadi lebih efektif (De Vito, 1996).

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa pemilik anjing peliharaan

(45)

25

yang baik. Sikap-sikap tersebut merupakan hasil dari interaksi dan kelekatan

pemilik terhadap anjing peliharannya.

D. Hipotesis

“Ada hubungan positif yang signifikan antara kelekatan terhadap anjing

(46)
(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional.

Penelitian korelasional bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana variasi pada

satu variabel berkaitan dengan variasi pada variabel lain berdasarkan koefisien

korelasi.

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah :

1. variabel tergantung = kompetensi interpersonal

2. variabel bebas = kelekatan terhadap anjing peliharaan.

C. Definisi Operasional

1. Kompetensi interpersonal

Kompetensi interpersonal merupakan kemampuan individu untuk

melakukan interaksi yang memiliki tujuan, efektif dan harmonis, sehingga

individu dapat diterima secara sosial oleh sesamanya. Kemampuan ini

ditunjukkan dengan kemampuan individu untuk berisiatif membina

hubungan interpersonal, kemampuan membuka diri, kemampuan bersikap

asertif, kemampuan untuk memberikan dukungan emosional dan

kemampuan mengatasi konflik-konflik dalam hubungan interpersonal.

(48)

Tabel 1.

Indikator perilaku kompetensi interpersonal

No. Aspek Kompetensi

Interpersonal Indikator Perilaku

1. Kemampuan berinisiatif

• Meminta atau mengusulkan untuk melakukan aktivitas bersama pada kenalan baru

• Menawarkan sesuatu yang terlihat menarik dan atraktif pada kenalan baru

• Melanjutkan percakapan dengan kenalan baru

• Menjadi individu yang menarik dan menyenangkan ketika berkenalan dengan orang lain

• Mengenalkan diri pada seseorang yang ingin dikenal.

2. Kemampuan membuka diri

• Mengatakan pada sahabat bahwa kita menghargai dan menyayanginya

• Mengungkapkan pada sahabat hal-hal yang mencemaskan dan menakutkan kita

• Memberi kesempatan pada kenalan baru intuk lebih mengenal kita

• Mengatakan pada teman bahwa kita tidak berkenan dengan cara dia memperlakukan kita

• Mengatakan “tidak” ketika teman menyuruh melakukan sesuatu yang tidak ingin kita lakukan

• Menolak permintaan untuk melakukan sesuatu hal yang tidak pantas atau tidak masuk akal

• Menegur sahabat yang tidak menepati janji.

4. Kemampuan memberikan dukungan emosional

• Mendengarkan dengan sabar sahabat yang menceritakan masalahnya

• Membantu mengatasi masalah yang dihadapi teman dekat berkaitan dengan keluarga atau teman lain

(49)

29

sesuatu untuk memberi dukungan emosional pada saat sahabat kita mengalami kekecewaan

• Dapat menunjukkan sikap yang penuh empati.

5. Kemampuan mengatasi konflik

• Pada saat mempunyai masalah dengan sahabat, kita benar-benar

• Tidak mengulang ucapan atau perbuatan yang dapat memperparah konflik

• Dapat menerima bahwa sahabat anda memiliki pandangan sendiri terhadap suatu kejadian meskipun anda tidak setuju dengan cara pandang itu.

1. Kelekatan terhadap anjing peliharaan

Kelekatan terhadap anjing peliharaan adalah ikatan yang terjalin

antara pemilik dan anjing peliharaannya dalam rentang waktu yang cukup

lama, yang meliputi adanya kontak fisik rutin, perasaan nyaman dan saling

memahami, perasaan kehilangan atau rindu ketika berpisah, dan adanya

(50)

Tabel 2.

Indikator perilaku kelekatan terhadap anjing peliharaan

No. Kriteria Kelekatan

• Memangku atau menggendong

• Terlibat dalam permainan face to face

• Mencium

• Tidur bersama

2 Kriteria Pilihan • Merasa anjing berbeda dengan hewan peliharaan lainnya

3 Reaksi Ketika Berpisah dan Kehilangan

• Protes (menyalahkan diri sendiri atau orang lain atas kehilangan, penyakit

• Merasa lebih sehat secara fisik

• Merasa tidak sendirian

D. Subjek Penelitian

Teknik pengambilan sampel yang digunakan merupakan sampel

bertujuan (purposive sampling). Dalam purposive sampling pemilihan

sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang

dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat

populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2004).

Subjek penelitian ini adalah 59 orang berusia minimal 17 tahun dan

maksimal 50 tahun, dan telah memiliki anjing minimal 1 tahun. Dari 59 subjek

ditemukan 5 subjek yang berusia dibawah 17 tahun, dan 3 subjek yang

memiliki anjing kurang dari 1 tahun. Sehingga total subjek yang memenuhi

(51)

31

E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data untuk kelekatan terhadap anjing

peliharaan menggunakan skala yang disusun berdasarkan kriteria yang

dinyatakan Kurdek (2008) dapat melihat adanya kelekatan pemilik terhadap

anjing peliharaannya. Kompetensi interpersonal diukur dengan menggunakan

Skala Kompetensi Interpersonal. Skala ini disusun berdasarkan aspek-aspek

utama kompetensi interpersonal menurut Buhrmester et al. (1988).

Kedua skala menggunakan skala tipe Likert, dengan jawaban : SS, S,

TS dan STS. Peneliti melakukannya untuk mengurangi central tendency

effects, yaitu kecenderungan pada subjek untuk memberikan penilaian pada pusat gejala atau netral. Orang cenderung mengambil pilihan tengah yang

netral karena pada umumnya orang kurang senang pada hal-hal yang ekstrim

(Hadi, 2004).

1. Skala Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan (SKTAP)

Skala Kelekatan Terhadap Anjing Peliharaan (SKTAP) terdiri

atas 40 item yang pembagian pertanyaannya seimbang di setiap kriteria.

Penyebaran item favorabel dan unfavorabel pun seimbang. Berikut

(52)

Tabel 3.

Blue print skala kelekatan terhadap anjing peliharaan

Jenis item

Distribusi item skala kelekatan terhadap anjing peliharaan

No item

Ket: ( ) item yang gugur dalam seleksi item

2. Skala Kompetensi Interpersonal (SKI)

Skala Kompetensi Interpersonal (SKI) terdiri atas 50 item yang

dibagi dengan seimbang pada setiap aspeknya. Penyebaran item favorabel

(53)

33

1 Kemampuan berinisiatif 43, (55), 61, 73, 87

Ket: ( ) item yang gugur dalam seleksi item

Skoring untuk setiap pernyataan favorabel pada kedua skala adalah:

SS = 4, S = 3, TS = 2 dan STS = 1. Untuk skoring pernyataan unfavorabel

(54)

didapat dengan menjumlahkan seluruh skor item, baik favorabel maupun

unfavorabel.

F. Pertanggungjawaban Mutu

1. Validitas

Validitas berarti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat

ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Jenis validitas yang digunakan

dalam penelitian ini adalah validitas isi.

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian

terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement.

Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas isi adalah sejauh mana

item-item tes mewakili komponen-komponen dalam dalam keseluruhan

kawasan isi obyek yang hendak diukur dan sejauh mana item-item

mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur (Azwar, 2005). Dalam

penelitian ini yang bertindak sebagai professional judgement adalah dosen

pembimbing.

2. Seleksi item

Seleksi item dilakukan dengan tujuan melihat kemampuan item

untuk membedakan antara item yang memiliki skor tinggi dengan skor

rendah. Seleksi item dilakukan berdasarkan daya diskriminasinya, yaitu

(55)

35

individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur

(Azwar, 2006).

Pengujian daya diskriminasi item dilakukan dengan

mengkorelasikan antara skor item dengan skor item total akan

menghasilkan koefisien korelasi item total (rix) atau indeks daya beda item

(indeks diskriminasi item). Penelitian ini menggunakan nilai r sebesar 0,25

dan taraf signifikasi 0,05. Hal ini dilakukan untuk memperoleh jumlah

item yang mencukupi. Sehingga semua item yang mencapai koefisien

korelasi ≥0,25 pada taraf signifikasi 0,05 dianggap memenuhi syarat untuk

digunakan sebagai item. Pengujian ini menggunakan program SPSS 15.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa, pada SKTAP dari 40 item

terdapat 8 item yang berada dibawah batas 0,25 sehingga dinyatakan

gugur, yaitu: item 1, 11, 24, 25, 28, 29, 31 dan 32. Sedangkan pada SKI

dari 50 item terdapat 16 item gugur, yaitu: item 41, 52, 53, 54, 55, 56, 62,

64, 65, 66, 70, 71, 85, 88, 89 dan 90. Total item yang gugur pada kedua

skala adalah 24 item.

Berdasarkan hasil seleksi item, pada SKTAP terdapat 32 item

lolos yang terdiri dari 19 item favorabel dan 13 item unfavorabel. Pada

SKI terdapat 34 item lolos, terdiri dari 21 item favorabel dan 13 item

(56)

3. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang

mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki

reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel. Ide pokok

yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu

pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2001).

Reliabilitas tes ini diukur dengan pendekatan konsistensi internal.

Pendekatan ini menggunakan satu bentuk tes yang dikenakan hanya sekali

saja pada sekelompok subjek (single trial administration). Penghitungan

koefisien reliabilitas dilakukan dengan menggunakan tehnik Alpha

Cronbach, karena penghitungan menggunakan tehnik ini memungkinkan timbulnya reliabilitas yang sebenarnya lebih tinggi dari pada koefisien

yang didapatkan (Azwar, 2001).

Tabel 7.

Koefisien reliabilitas SKTAP dan SKI

Skala Koefisien Alpha

Cronbach N

SKTAP 0,906 32

SKI 0,915 34

Reliabilitas dianggap memuaskan bila koefisiennya mencapai

minimal rxx’ = 0,900 (Azwar, 2006). Menurut hasil penghitungan,

reliabilitas masing-masing skala berada diatas 0,900 sehingga dapat

dikatakan bahwa kedua skala dianggap memiliki reliabilitas yang

(57)

37

G. Analisis Data

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

antara kelekatan terhadap anjing peliharaan dengan kompetensi interpersonal

pemiliknya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis yang digunakan adalah

(58)

A. Pelaksanaan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu

mengajukan permohonan surat keterangan penelitian kepada Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma. Dengan membawa surat keterangan

penelitian yang telah ditandatanggani oleh Dekan Fakultas bernomor

570/D/KP/Psi/USD/VI/2008 peneliti kemudian meminta ijin kepada Bapak

Siswo, selaku ketua panitia Jogja Dog Show 2008, agar diperbolehkan mengambil data pada saat acara berlangsung.

Pengambilan data dilakukan pada tanggal 28 Juni 2008 di Jogja Expo Center (JEC). Peneliti berhasil menyebar sebanyak 85 skala dan kembali sebanyak 68 skala. Dari 68 skala yang dikembalikan, terdapat 17 skala yang

menurut peneliti tidak layak digunakan. 5 skala dinyatakan gugur karena

subjek yang mengisinya berusia dibawah 17 tahun, 3 skala mencantumkan

memiliki anjing kurang dari setahun dan 9 skala lainnya tidak terisi

sepenuhnya serta memiliki lebih dari 1 jawaban. Sehingga total skala yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 51 skala.

(59)

39

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui kepastian sebaran

data yang diperoleh. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan

uji one sampel Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai signifikasi (p) > 0.05

(α=5%), maka data dinyatakan berada dalam distribusi normal. Begitu

pula jika nilai p < 0,05 maka data dinyatakan tidak terdistribusi secara

normal.

Hasil uji normalitas menunjukkan besarnya p skala kelekatan

terhadap anjing peliharaan adalah 0,578 dan besarnya p skala kompetensi

interpersonal adalah 0,248. Keduanya lebih besar dari 0,05 sehingga dapat

dikatakan kedua skala tersebut termasuk dalam distribusi normal.

3. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk melihat apakah hubungan

variabel kelekatan terhadap anjing peliharaan dan variabel kompetensi

(60)

interpersonal berada pada satu garis yang linear. Uji linearitas ini

dilakukan dengan menghitung nilai F untuk menentukan nilai p. Jika

p<0,05, maka garis regresi data dinyatakan linear. Sebaliknya, jika nilai

p>0,05, maka garis regresi dinyatakan tidak linear.

Dari hasil uji linearitas nilai F didapat sebesar 19,062 dengan

p= 0,000 ( p<0,05 ). Sehingga dapat dikatakan bahwa antara variabel

kelekatan terhadap anjing peliharaan dan kompetensi interpersonal

memiliki hubungan yang linear.

4. Deskripsi Data

Data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan data try

out yang telah diseleksi (try out terpakai). Hal ini peneliti lakukan melihat sulitnya mencari subjek dalam jumlah besar dengan waktu yang terbatas.

Langkah pertama adalah menentukan mean teoritis (µ) dan

standart deviasi (σ) masing-masing skala dengan terlebih dahulu

menghitung rentang minimum-maksimum. Skor terendah dalam skala

adalah 1 dan skor tertinggi adalah 4. Pada skala kelekatan terhadap anjing

peliharaan (SKTAP) rentang minimum-maksimum adalah 32 (1x32)

hingga 128 (4x32). Sedangkan pada skala kompetensi interpersonal (SKI)

rentang minimum-maksimum adalah 34 (1x34) sampai dengan 136

(4x34). Dari hasil rentang minimum-maksimum tersebut dan hasil

penghitungan statistik didapat nilai mean teoritis, mean empiris dan

(61)

41

standart deviasi masing-masing skala seperti yang tertera pada tabel

berikut.

Tabel 9.

Nilai mean dan standart deviasi

Teoritis Empiris

Jenis

skala Min Max Mean SD Min Max Mean SD

SKTAP 32 128 80 16 76 126 103,18 12,049

SKI 34 136 85 17 67 136 102,14 13,084

5. One-Sample t-Test

One-Sample t-Test digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata suatu sampel dengan suatu nilai hipotesis (Trihendradi, 2007). Jika

p<α maka dinyatakan signifikan, jika p>α maka dinyatakan tidak

signifikan. Dari hasil penghitungan diketahui bahwa p skala kelekatan

terhadap anjing peliharaan = 0,000 dan p skala kompetensi interpersonal =

0,000. Hal ini menunjukkan bahwa p kedua skala lebih kecil dari α=0,05

(p<0,05), sehingga dinyatakan perbedaan mean teoritis dan mean empiris

kedua sample signifikan. Artinya, rata-rata subjek penelitian ini memiliki

kelekatan terhadap anjing peliharaan dan kompetensi interpersonal tinggi

yang signifikan.

6. Uji Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini berbunyi “ada hubungan positif

yang signifikan antara kelekatan terhadap anjing peliharaan dan

kompetensi interpersonal pemiliknya”. Untuk uji hipotesis ini digunakan

(62)

uji korelasional Pearson Product Moment dengan menggunakan program

SPSS 15.

Dari hasil penghitungan didapatkan nilai r = 0,529 dengan

p=0,000. Disini terlihat bahwa p < 0,05 (0,000 < 0,05). Dengan demikian,

hipotesis penelitian ini diterima. Hal ini berarti, berdasarkan data empirik

sebagai hasil pengujian di lapangan, terbukti bahwa ada hubungan positif

yang signifikan antara kelekatan terhadap anjing peliharaan dengan

kompetensi interpersonal pemiliknya.

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan adanya hubungan yang

positif antara kelekatan terhadap anjing peliharaan dan kompetensi

interpersonal pemiliknya, dengan koefisien korelasi sebesar 0,529 pada taraf

signifikasi p < 0,05. Hal ini berarti bahwa jika kelekatan terhadap anjing

peliharaan tinggi, akan tinggi pula kompetensi interpersonal pemiliknya.

Sebaliknya jika kelekatan terhadap anjing peliharaan rendah, maka

kompetensi interpersonal pemiliknya akan rendah pula.

Menurut Kurdek (2008) kelekatan terhadap anjing peliharaan

merupakan suatu proses interpersonal yang sangat dinamis. Kelekatan

terhadap anjing peliharaan membuka jalan bagi pemiliknya untuk berinteraksi

dengan orang lain. Kelekatan terhadap anjing peliharaan mampu

meningkatkan penghargaan diri pemiliknya. Dengan menghargai diri sendiri,

individu akan menghargai orang lain. Jika individu sudah mampu menghargai

(63)

43

diri sendiri dan orang lain, dapat dipastikan kompetensi interpersonalnya pun

meningkat (www.BudBilanich.com).

Dari hasil penelitian, terlihat bahwa nilai mean empiris subjek pada

kedua skala lebih tinggi dari mean teoritis (µempiris > µteoritis). Kelekatan

terhadap anjing peliharaan memiliki µempiris = 103,18> µteoritis = 80 dan untuk

kompetensi interpersonal µempiris = 102,14 > µteoritis = 85. Uji one sample t-test

terhadap kedua skala menunjukkan nilai signifikasi p=0,000 < 0,05 yang

berarti perbedaan mean signifikan. Ini berarti subjek memiliki rata-rata

kelekatan terhadap anjing peliharaan dan kompetensi interpersonal yang

signifikan tinggi.

Kelekatan merupakan ikatan yang terjadi dalam jarak dan waktu

yang lama (Bowlby, 1980). Data penelitian menyatakan bahwa sebagian besar

subjek penelitian ini telah memiliki anjing lebih dari 5 tahun. Hal ini

menyebabkan kelekatan subjek terhadap anjing peliharaan semakin tinggi.

Hurlock (1996) menyatakan bahwa kompetensi interpersonal

dipengaruhi oleh partisipasi sosial. Semakin tinggi partisipasi sosial seseorang,

semakin baik pula kompetensi interpersonalnya. Dari wawancara singkat yang

dilakukan saat pengambilan data, kebanyakan subjek sudah sering mengikuti

berbagai acara yang melibatkan dirinya dan anjing peliharaan, baik dalam

lingkup formal (Dog Show, Dog Run dan Dog Day) ataupun non-formal (lari

pagi bersama teman yang juga memiliki anjing). Selain itu, sebagian besar

subjek merupakan mahasiswa yang masih aktif bersosialisasi di kampus,

sehingga partisipasi sosialnya pun tinggi.

(64)

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kelekatan

terhadap anjing peliharaan memberikan pengaruh terhadap kompetensi

interpersonal yang dimiliki pemiliknya. Dengan memiliki kelekatan yang

tinggi terhadap anjing peliharaan, pemilik merasa lebih aman, nyaman dan

tenang baik secara fisik maupun psikologis, untuk berinteraksi dengan orang

lain. Hal ini dikarenakan dengan mengetahui bahwa anjingnya akan selalu

setia menemani dan memberikan afeksi tanpa syarat, pemilik akan mempunyai

rasa aman yang lebih tinggi, sehingga dapat dengan lebih mudah membuka

diri kepada orang lain, tanpa takut merasa terancam, cemas akan ditinggalkan

dan sendirian. Dengan membuka diri, pemilik dapat masuk dalam lingkup

partisipasi sosial yang lebih luas. Melalui partisipasi sosial yang lebih luas,

kompetensi interpersonal pun semakin meningkat.

(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Ada hubungan positif yang signifikan antara kelekatan terhadap

anjing peliharaan dan kompetensi interpersonal pemiliknya, dengan nilai

rxy= 0,529 dan p=0,000.

B. Saran

1. Bagi para pemilik anjing peliharaan

Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan agar para pemilik

mampu menumbuhkan dan memelihara kelekatan terhadap anjing

peliharaannya, karena kelekatan terhadap anjing peliharaan dapat

membantu meningkatkan kompetensi interpersonalnya.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Melihat tingginya kelekatan pemilik terhadap anjing peliharaan

dalam penelitian ini, disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kelekatan terhadap anjing

peliharaan dengan aspek kehidupan manusia lainnya. Selain itu, dalam

penelitian ini, peneliti tidak mengontrol faktor-faktor yang mungkin

mempengaruhi kelekatan terhadap anjing peliharaan maupun kompetensi

interpersonal. Oleh karena itu peneliti juga menyarankan kepada peneliti

selanjutnya untuk melakukan pengontrolan terhadap faktor-faktor tersebut.

Gambar

Tabel 1. Indikator perilaku kompetensi interpersonal
Tabel 2.  Indikator perilaku kelekatan terhadap anjing peliharaan
Tabel 4.  Distribusi item skala kelekatan terhadap anjing peliharaan
Tabel 5. Blue print skala kompetensi interpersonal
+3

Referensi

Dokumen terkait

Direksi memuji reformasi penentu atas subsidi energi di tahun 2015, termasuk rencana untuk subsidi listrik sebagai sasaran subsidi yang lebih baik, dan penggunaan ruang fiskal

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

3.Kualitas barang lebih baik  Tidak boleh ada tambahan biaya , pembeli berhak menerima maupun menolak... Waktu penyerahan barang pada saat jatuh tempo .. pembeli harus menerimanya

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah