• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGOLAHAN TEPUNG UBI KAYU TERMODIFIKASI (MODIFIED CASSAVA FLOUR) BERDASARKAN VARIASI JENIS MIKROORGANISME DAN LAMA FERMENTASI - repo unpas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGOLAHAN TEPUNG UBI KAYU TERMODIFIKASI (MODIFIED CASSAVA FLOUR) BERDASARKAN VARIASI JENIS MIKROORGANISME DAN LAMA FERMENTASI - repo unpas"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGOLAHAN TEPUNG UBI KAYU TERMODIFIKASI (MODIFIED CASSAVA

FLOUR) BERDASARKAN VARIASI JENIS MIKROORGANISME DAN LAMA

FERMENTASI

Tantan Widiantara*), Asep Dedi Sutrisno*), Juliardi**)

Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknik – Universitas Pasundan

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi mikroorganisme and lama fermentasi terhadap kualitas tepung ubikayu yang dapat meningkatkan nilai ekonomis dari tepung ubikayu tersebut sebagai bahan pengganti tepung lainnya. Penelitian dilakukan dengan dua faktor, yaitu tipe mikroorganisme (Aspergillus Oryzae, Rhizopus Oligosporus, Inokulum Tempe, Trichoderma Reesei) dan durasi fermentasi (24 jam, 48 jam, 72 jam). Parameter yang diukur adalah warna, rasa sebagai uji sensorik, kadar air, kadar serat, kadar tepung, dan kadar dekstrin, sebagai parameter kimia, serta respon fisik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antar spesies mikroorganisme dan durasi fermentasi mempengaruhi secara signifikan terhadap warna, kadar tepung, namun tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap kadar kelembaban dan kadar serat. Pemrosesan terbaik dalam penelitian ini adalah dengan penggunaan mikroorganisme jenis inokulum tempe dan durasi fermentasi selama 48 jam. Pemrosesan tersebut menghasilkan kadar air sebesar 6.075%, 1.75% kadar serat, kadar tepungt 55.822%, 12.898% kadar dekstrin, and derajat putih sebesar 83.2.

Kata kunci : tepung ubi kayu, mikroorganisme fermentasi, lama fermentasi

I. PENDAHULUAN1

Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, dan Waktu dan Tempat Penelitian.

1.1. Latar BelakangMasalah

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, salah satunya adalah umbi-umbian. Dimana umbi-umbian tersebut

1*) tantan_widiantara@yahoo.com **) alumni Prodi Teknologi Pangan UNPAS

memerlukan pengolahan lebih lanjut agar dapat dimanfaatkan secara optimal.

Umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia dengan produksi umbi-umbian cukup tinggi. Begitu pula dengan penambahan penduduk, kebutuhan umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus meningkat. Umbi-umbian yang dapat diolah salah satunya adalah ubikayu.

(2)

kayu merupakan bahan pangan masa depan yang berdaya guna, bahan baku sebagai industri dan pakan ternak.

Ubi kayu yang berumur 6 bulan kadar airnya masih sangat tinggi sehingga zat tepungnya hanya sedikit. Dari 100 gram ubikayu dapat dihasilkan sekitar 400 gram tepung ubikayu. Penyimpanan tepung ubikayu dapat dilakukan dengan disimpan di kantung plastik dan tetap dibiarkan dalam keadaan terbuka. Sesekali tepung ubikayu dapat dijemur kembali untuk memperpanjang umur simpan tepung ubikayu (Fatmawati, [1]).

Pengolahan ubikayu merupakan kegiatan sangat penting dalam rangka meningkatkan nilai tambah. Dengan mengolah ubikayu menjadi berbagai produk makanan dan produk antara untuk bahan baku industri baik industri skala menengah dan besar ataupun industri skala kecil, dapat tercipta diversifiksi produk olahan yang disukai masyarakat dan dapat meningkatkan produksi (Hafsah, [2]).

Pengolahan yang umum dilakukan sebagai upaya memanfaatkan ubikayu adalah dengan mengolahnya menjadi gapleh, tepung tapioka, tape, gula cair atau juga dapat dibuat menjadi berbagai macam produk lainnya.

Dalam skala industri kecil ubikayu umumnya diolah menjadi kerupuk/keripik ubikayu yang disahakan rumah tangga. Sedangkan dalam skala menengah dan besar, pengolahan ubikayu menjadi berbagai hasil olahan seperti

tepung tapioka telah di dukung oleh berdirinya pabrik-pabrik pengolahan yang tersebar hampir seluruh tanah air.

Tepung merupakan salah satu produk hasil pengolahan dengan mengunakan proses pengeringan sebelum atau sesudah bahan tersebut dihancurkan. Proses pembuatan tepung pada umumnya bertujuan untuk mengatasi berbagai jenis kerusakan yang sering terjadi sewaktu bahan tersebut masih dalam keadaan segar. Selain itu bahan pangan yang berbentuk tepung lebih efisien dan efektif dalam hal pengemasan dan pengangkutan karena volume bahannya menjadi lebih kecil dan dapat memperpanjang umur simpannya (Winarno, 1992).

Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus tergantung pemakaiannya. Biasanya digunakan untuk keperluan penelitian, rumah tangga, dan bahan baku industri. Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari ubikayu, maizena dari jagung atau hewani misalnya tepung tulang dan tepung ikan (Anonim, 2010).

Macam-macam tepung yang terdapat di pasaran diantaranya adalah tepung terigu, tepung roti, tepung beras, tepung ketan, tepung tapioca, tepung sagu, tepung mezeina.

(3)

terlebih dahulu menjadi bentuk yang lebih awet, salah satunya dengan cara membuat tepung ubikayu. Ubikayu yang digunakan harus baik dan sudah tua, sehingga tepung yang dihasilkan baik.

Adanya tepung ubikayu ini diharapkan dapat meningkatkan daya guna dari ubikayu dan menambah penganekaragaman produk, serta mampu berkembang menjadi industri kecil pedesaan, industri menengah dan industri besar.

Menurut Marzempi dkk (1993) dalam [2] bahwa tepung ubikayu dapat digunakan sebagai bahan pensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan makanan terutama roti, kue, dan mie dengan formulasi 10-15% (tepung ubikayu).

Pengolahan tepung ubikayu bisa menggunakan mikroorganisme.dengan dilakukan fermentasi. Mikroorganisme adalah sumber yang potensial sebagai bahan baku untuk produksi enzim. Hal ini disebabkan (1) ekonomis, karena dapat dihasilkan dalam waktu yang cukup pendek dan media yang cukup murah; (2) kondisi reaksi seperti pH dan temperatur, mudah diatur dibandingkan dengan tumbuhan dan hewan; dan (3) peningkatan produksi enzim dapat dikondisikan dengan cara penambahan bahan tertentu. Salah satu mikroorganisme yang digunakan adalah jamur Aspergillus oryzae, jamur Rhizopus oligosporus, dan ragi tempe serta Trichoderma reesei.

Faktor jenis jamur, mengunakan jamur A. oryzae, jamur R. oligosporus, dan Inokulum tempe. Jamur yang digunakan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembuatan tepung ubikayu, karena dapat membantu proses pengeluaran protein, lemak, dan karbohidrat yang terkandung dalam ubikayu (Shich et.al. [3]).

Mikroba yang mampu mendegradasi selulosa antara lain Trichoderma reesei yang dapat tumbuh dan menghasilkan enzim selulase (Schafner dan Toledo, 1991) dalam Sofyan [4]. Enzim selulose merupakan enzim yang terdiri dari beberapa komponen seperti ß-glukosidase dan ß-glukonase. ß-glukosidase merupakan afinitas yang tinggi terhadap substrat dengan berat molekul rendah. Enzim ß-glukosidase dapat menghidrolisis selubiosa dan oligosakarida menjadi glukosa.

(4)

Selama proses fermentasi tempe kedelai berlangsung, kacang kedelai mengalami perubahan fisik maupun kimia. Kacang kedelai menjadi lebih lunak sehingga lebih mudah di cerna, bau langu hilang.

Menurut Halimah, [5], bahwa penggunaan jamur Aspergillus oryzae dengan lama fermentasi selama 0-1 bulan pada proses pembuatan kecap lebih baik dibandingkan dengan lama fermentasi 2-4 bulan. Dimana hal ini disebabkan, bahwa pada waktu fermentasi 0-1 bulan zat-zat yang trkandung dalam kacang kedelai mengalami peningkatan dibandingkan dengan lama waktu fermentasi 2-4 bulan.

Warna putih yang muncul pada tepung ubi kayu adalah efek dari terkikisnya seluruh protein yang terdapat pada lapisan aleuron sehingga warna menjadi netral dan lapisan endosperm yang sebagian besar adalah zat tepung yang akan memberikan efek warna putih yang kuat. Ini disebabkan karena bertambahnya daya serap air granula pati akibat terkikisnya protein. Sehingga bahan pemucat yang muncul dalam air dapat masuk bersamaan dan terperangkap dalam granula pati, permukaan beras menjadi licin (gloss) disebabkan lapisan hull yang terdiri dari selulosa dioksidasi oleh klorin yang bertindak sebagai oksidator kuat dan mengikis lapisan hull secara keseluruhan hingga beras menjadi licin.

Sulfit pada bahan pangan olahan akan meningkatkan umur simpan. Dapat mencegah

reaksi browning baik enzimatis maupun nonenzimatis, dan dapat mempertahankan warna. Selain untuk mencegah reaksi pencoklatan, proses perendaman dalam natrium bisulfit (NaHSO3) dapat juga mencegah

pertumbuhan ragi atau bakteri yang dapat merusak bahan (Hartoyo, [6]).

Dengan adanya perendaman dengan natrium metabisulfit, maka proses pencoklatan atau browning yang terjadi karena adanya aktivitas enzim oksidase seperti polifenolase, folinase, dan katekin, akibat adanya perlakuan mekanis, dan akibat pemanasan dapat dicegah (Winarno, [7]).

Penggunaan senyawa sulfit dalam bahan pangan untuk memperlambat reaksi pencoklatan. Sulfit dalam bahan pangan juga akan mempertahankan warna, tekstur, serta mencegah kerusakan oleh mikroba atau aktivitas insekta dan mempertahankan stabilitas mutu selama penyimpanan produk kering (Bean, Mc., dkk., [8]).

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(5)

2. Bagaimana pengaruh lama fermentasi terhadap karakteristik tepung ubi kayu termodifikasi.

3. Bagaimana pengaruh interaksi variasi jenis mikroorganisme dan lama fermentasi terhadap karakteristik tepung ubi kayu termodifikasi.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah Mengetahui dan mempelajari pengaruh variasi jenis mikroorganisme dan lama fermentasi pada pembuatan tepung ubikayu termodifikasi.

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari dan menghasilkan tepung ubikayu yang diolah berdasarkan pengaruh variasi jenis mikroorganisme dan lama fermentasi.

II. METODOLOGI

Penelitian dilakukan dalam 2 tahap meliputi : penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

2.1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk membuat starter biakan kering mikroorganisme A. Oryzae , R. Oligosporus , Inokulum tempe, dan Trichoderma reesei untuk memudahkan dalam penelitian utama.

2.2. Penelitian Utama

Penelitian utama merupakan lanjutan dari penelitian pendahuluan meliputi : (1) Rancangan Perlakuan, (2) Rancangan Percobaan, (3) Rancangan Analisis, dan (4) Rancangan Respon.

Rancangan Perlakuan

Rancangan perlakuan terdiri dari 2 faktor, dimana faktor pertama adalah jenis mikroorganisme terdiri dari 4 taraf, yaitu A. Oryzae (a1), R. Oligosporus (a2), inokulum

tempe (a3), dan Trichoderma reesei (a4) serta

faktor yang kedua adalah lama fermentasi (t) yang terdiri dari 3 taraf, yaitu 24 jam (t1), 48 jam

(t2), dan 72 jam (t3).

Rancangan Percobaan

Model rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Kelompok dengan pola faktorial 4 x 3 dalam 2 kali pengulangan. Masing-masing faktor terdiri dari 4 taraf dan 3 taraf sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan maka untuk seluruh percobaan diperoleh 24 satuan kombinasi percobaan. Model percobaan yanbg akan dilakukan adalah ( Gasperz, [9]) :

Y

ijk

=

μ

+

A

i

+

B

j

+(

AB

)

ij

+

ijk

Keterangan :

I = 1,2,3, 4 (banyaknya variasi jenis mikroorganisme, yaitu a1, a2, a3, dan a4)

J = 1,2,3 (banyaknya variasi lama fermentasi, yaitu b1, b2, dan b3)

K = banyak ulangan atau replikasi

Y

ijk

=

¿

Nilai respon pada pengamatan ke-K dari perlakuan jenis mikroorganisme ke-a dan perlakuan lama fermentasi ke-b
(6)

Ai = Pengaruh perlakuan variasi jenis mikroorganisme (A) pada taraf ke - i

Bi = Pengaruh perlakuan lama fermentasi (B) pada taraf ke - j

(

AB

)

ij = Pengaruh interaksi antara taraf ke-i faktor jenis mikroorganisme (A) dan taraf ke-j faktor lama fermentasi (B)

ijk

=

pengaru h galat percobaandari perlakuan ke

i pada kelompok ke

j

K

k

=

Pengaru h kelompok ulangan ke

K

Model rancangan percobaan pola faktorial 4 x 3 dengan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 2 kali ulangan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Model Rancangan Percobaan Pola Faktorial 4 x 3 dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 kali ulangan

Jenis (A) Lama (B)hari Ulangan1 2

A. Oryzae (a1)

b

1

(

24

)

b

2

(

48

)

b

3

(

72

)

b

3

a

1

b

1

a

1

b

2

a

1

b

3

a

1

b

1

a

1

b

2

a

1

b

3

R. Oligosporus (a2)

b

1

(

24

)

b

2

(

48

)

b

3

(

72

)

b

3

a

2

b

1

a

2

b

2

a

2

b

3

a

2

b

1

a

2

b

2

a

2

b

3

Inokulum tempe (a3)

b

1

(

24

)

b

2

(

48

)

b

3

(

72

)

b

3

a

3

b

1

a

3

b

2

a

3

b

3

a

3

b

1

a

3

b

2

a

3

b

3

T. reesei (a4)

b

1

(

24

)

b

2

(

48

)

a4b1

a4b2

a4b3

a4b1

a4b2

a4b3

b

3

(

72

)

b

3

Rancangan Analisis

Berdasarkan rancangan percobaan dapat dibuat analisis Variansi (ANAVA) untuk mendapatkan kesimpulan mengenai pengaruh perlakuan. Taraf nyata yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah 5 %.

Berdasarkan perhitungan ANAVA, dapat ditentukan daerah penolakan hipotesis yaitu :

1.

H

o ditolak, jika F hitung > F tabel, yang berarti terdapat pengaruh dari perlakuan fermentasi variasi jenis mikroorganisme dan lama fermentasi, serta interaksi antara variasi jenis mikroorganisme dan lama fermentasi terhadap karakteristik tepung ubi kayu termodifikasi, sehingga untuk mengetahui sejauh mana dari masing-masing perlakuan dilakukan uji lanjut Duncan.

2.

H

o diterima, jika F hitung ≤ F tabel, yang

berarti tidak terdapat pengaruh dari perlakuan fermentasi variasi jenis mikroorganisme (A) dan lama fermentasi (B), serta interaksi antara variasi jenis mikroorganisme dan lama fermentasi (AB) terhadap tepung ubi kayu termodifikasi [9].

(7)

masing-masing perlakuan (F hitung > F tabel) dengan mengunakan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%, untuk mengetahui perlakuan yang memiliki perbedaan mencolok [9].

Rancangan Respon

Rancangan respon dilakuan pada penelitian ini meliputi uji kimia, analisis fisika, dan analisis organoleptik.

Respon Kimia

Analisis kimia dilakukan meliputi analisis kadar air dengan metode gravimetri, kadar serat dengan metode gravimetric, kadar pati dengan metode luft schorls, dan kadar dekstrin dengan metode luft schorls.

Respon Fisika

Analisis fisika yang dilakukan dengan penentuan derajat putih menggunakan Ket Whitness Meter.

Uji Organoleptik

Uji organoleptik dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau penerimaan panelis terhadap produk tepung ubi kayu termodifiaksi. Uji organoleptik dilakukan terhadap warna dan aroma dengan menggunakan skala hedonik. Kriteria penelitian ditentukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis terhadap sampel yang disajikan terhadap 15 orang panelis.

Kriteria yang digunakan panelis dalam melakukan penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Penelitian Panelis dalam Uji Organoleptik

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Tidak Disukai Tidak Disukai Agak Tidak Disukai

Biasa Agak Disukai

Disukai Sangat disukai

1 2 3 4 5 6 7

2.3. Deskripsi Percobaan

Diagram alir proses pembuatan tepung ubi kayu dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

(8)

Diagram Alir Penelitian Pendahuluan Pembuatan Starter Biakan Kering

Gambar 2

Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Kayu Termodifikasi

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk pembuatan empat starter biakan kering dari biakan murni (Aspergillus Oryzae, Rhizopus Oligosporus, Inokulum Tempe, dan Trichoderma reesei) dengan media ubikayu varietas mentega secara aseptis. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam menentukan banyaknya starter yang digunakan dalam penelitian utama dengan digunakan biakan yang berbentuk

kering. Untuk melihat hasil biakan kering dapat dilihat dari Tabel 3.

Tabel 3

Biakan Kering Jenis Mikroorganisme

Biakan Kering Ciri Miselium Aspergillus Oryzae Kapas Kehitaman

Rhizopus

Oligosporus Kapas Putih Inokulum tempe Kapas Putih

Trichoderma

reesei Kapas kuningKemerahan

3.2 Penelitian Utama

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada jenis mikroorganisme terjadi penurunan warna yang signifikan pada jenis mikroorganisme Aspergillus Oryzae (a1), Rhizopus Oligosporus

(a2), dan Inokulum Tempe (a3) terhadap jenis mikroorganisme Trichoderma reesei (a4).

Terjadi penurunan warna pada jenis mikroorganisme Trichoderma reesei dipengaruhi oleh sifat Trichoderma reesei yaitu menghidrolisis selulosa menjadi menjadi glukosa.

Sedangkan pada jenis mikroorganisme Aspergillus Oryzae (a1), Rhizopus Oligosporus

(a2), dan Inokulum Tempe (a3) tidak terjadi perubahan warna disebabkan ketiga jenis mikroorganisme sama-sama menghasilkan enzim amilase.

(9)

(b2), dan lama fermentasi 72 jam (b3) terhadap

warna tepung ubi kayu termodifikasi.

Jenis mikroorganisme yang sama dengan lama fermentasi yang beda (Horizontal), pada jenis mikroorganisme A.Oryzae (a1) dan Inokulum

Tempe (a3) tidak terjadi perubahan pada b1 (24

jam), b2 (48 Jam), dan b3 (72 jam) terhadap

warna tepung ubikayu. Pada jenis mikroorganisme R. Oligosporus (a2) terjadi

penurunan warna yang tidak signifikan pada b1

(24 jam), b2 (48 Jam), dan b3 (72 jam) terhadap

warna tepung ubikayu. Sedangkan jenis mikroorganisme Trichoderma reesei (a4) terjadi

penurunan warna yang signifikan pada b1 (24

jam) terhadap b2 (48 Jam) dan b3 (72 jam) pada

warna tepung ubikayu.

Aroma tepung ubi kayu termodifikasi pada perlakuan a3b3 (Inokulum Tempe ; 72 jam)

merupakan tepung ubi kayu termodifikasi dengan nilai rata-rata aroma tertinggi yaitu 2,285, sedangkan perlakuan a4b3 (Trichoderma

reesei ; 72 jam) merupakan tepung ubi kayu termodifikasi dengan nilai rata-rata aroma terendah yaitu 2,125. Dengan demikian perlakuan a3b3 (Inokulum Tempe ; 72 jam)

merupakan aroma tepung ubi kayu termodifikasi yang paling disukai panelis.

Kadar air tepung ubi kayu termodifikasi pada perlakuan a3b2 (Inokulum Tempe ; 48 jam)

merupakan tepung ubi kayu termodifikasi dengan nilai rata-rata kadar air terendah yaitu 6,075, sedangkan perlakuan a3b3 (Inokulum

Tempe ; 72 jam) merupakan tepung ubi kayu termodifikasi dengan nilai rata-rata kadar air tertinggi yaitu 8,245. Dengan demikian perlakuan a3b2 (Inokulum Tempe ; 48 jam)

merupakan kadar air tepung ubi kayu termodifikasiyang terbaik.

Kadar serat tepung ubi kayu termodifikasi pada perlakuan a1b3 (Aspergillus Oryzae ; 72 jam) dan

perlakuan a2b3 (Rhizopus Oligosporus ; 72 jam)

merupakan tepung ubi kayu termodifikasi dengan nilai rata-rata serat tertinggi yaitu 2,50, sedangkan perlakuan a3b1 (Inokulum Tempe ;

24 jam), perlakuan a4b1 (Trichoderna reesei ; 24

jam), dan perlakuan a4b2 (Trichoderna reesei ;

48 jam) merupakan tepung ubi kayu termodifikasi dengan nilai rata-rata serat terendah yaitu 1,50. Dengan demikian perlakuan a1b3 (Aspergillus Oryzae ; 72 jam) dan

perlakuan a2b3 (Rhizopus Oligosporus ; 72 jam)

merupakan kadar serat tepung ubi kayu termodifikasi yang terbaik dengan nilai rata-rata serat tertinggi yaitu 2,50.

Mikroorganisme mengakibatkan penurunan kadar pati yang signifikan pada jenis mikroorganisme Aspergillus Oryzae (a1),

terhadap Rhizopus Oligosporus (a2) dan Inokulum Tempe (a3) tetapi terjadi kenaikan kadar pati signifikan terhadap jenis mikroorganisme Trichoderma reesei (a4).

(10)

terbuat dari ubikayu yang mengandung pati dari jamur Aspergillus Oryzae dan Rhizopus Oligosporus.

Lama fermentasi mengakibatkan penurunan kadar pati yang signifikan pada lama fermentasi 24 jam (b1), lama fermentasi 48 jam (b2) dan

lama fermentasi 72 jam (b3) terhadap kadar pati

tepung ubi kayu termodifikasi. Hal ini dipengaruhi masih berlangsungnya proses metabolisme terutama respirasi (pernafasan) dan transpirasi (kehilangan air).

Pada jenis mikroorganisme yang sama dengan lama fermentasi yang berbeda (horizontal), pada jenis mikroorganisme Aspergillus Oryzae (a1) terjadi penurunan yang signifikan pada lama

fermentasi 24 jam (b1) terhadap lama fermentasi

48 jam (b2) dan lama fermentasi 72 jam (b3),

pada jenis mikroorganisme Rhizopus Oligosporus (a2) terjadi penurunan yang

signifikan pada lama fermentasi 24 jam (b1)

terhadap lama fermentasi 48 jam (b2), tetapi

tidak terjadi perubahan pada lama fermentasi 48 jam (b2) terhadap lama fermentasi 72 jam

(b3), sedangkan jenis mikroorganisme Inokulum

Tempe (a3) dan Trichoderma reesei (a4) tidak

terjadi perubahan yang signifikan pada lama fermentasi (b1, b2, b3) terhadap kadar pati

tepung ubikayu termodifikasi.

Jenis mikroorganisme yang mengakibatkan kenaikan kadar dekstrin signifikan adalah jenis mikroorganisme Aspergillus Oryzae (a1),

Rhizopus Oligosporus (a2) dan Inokulum Tempe

(a3) namun terjadi penurunan kadar dekstrin terhadap jenis mikroorganisme Trichoderma reesei (a4). Sedangkan lama fermentasi yang

signifikan terhadap kenaikan kadar dekstrin terjadi pada lama fermentasi b1 (24 Jam)

terhadap lama fermentasi b2 (48 jam) dan b3 (72

jam) pada kadar dekstrin tepung ubi kayu termodifikasi.

Jenis mikroorganisme terjadi penurunan derajat putih yang signifikan pada jenis mikroorganisme Aspergillus Oryzae (a1),

terhadap jenis Rhizopus Oligosporus (a2) dan terjadi kenaikan derajat putih pada Inokulum Tempe (a3) namun terjadi penurunan derajat putih terhadap jenis mikroorganisme Trichoderma reesei (a4).

Lama fermentasi terjadi penurunan derajat putih yang signifikan pada lama fermentasi b1 (24

Jam) terhadap lama fermentasi b2 (48 jam) dan

b3 (72 jam) pada derajat putih tepung ubi kayu

termodifikasi.

Pada jenis mikroorganisme yang sama dengan lama fermentasi yang berbeda (horizontal), pada jenis mikroorganisme Aspergillus Oryzae (a1), Rhizopus Oligosporus (a2), dan

Trichoderma reesei (a4) terjadi penurunan yang

signifikan pada lama fermentasi 24 jam (b1),

lama fermentasi 48 jam (b2), dan lama

fermentasi 72 jam (b3) terhadap derajat putih

tepung ubikyu termodifikasi, sedangkan Inokulum Tempe (a3) terjadi peningkatan yang

(11)

terhadap lama fermentasi 48 jam (b2) namun

terjadi penurunan signifikan pada fermentasi 48 jam (b2) terhadap lama fermentasi 72 jam (b3)

pada derajat putih tepung ubikayu termodifikasi.

3.3 Sampel Terpilih

Hasil terpilih pada penelitian utama dilihat dari setiap tabel parameter respon organoleptik, kimia, dan fisika. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sampel terbaik adalah a3b2 yaitu sampel dengan

mengunakan jenis mikroorganisme Inokulum Tempe serta lama fermentasi 48 jam. Kesimpulan didapat berdasarkan perolehan nilai tertinggi terhadap derajat putih.

Gambar 3

Tepung ubikayu

Pada pengujian organoleptik, rata-rata 4,55 menyukai sampel a3b2 dalam hal warna dan

aroma. Pada respon kimia, sampel a3b2

mempunyai kadar air yaitu 6,075%, kadar serat yaitu 1,75%, kadar pati yaitu 55,822%, dan kadar dekstrin yaitu 12,898%. Pada respon fisika, sampel a3b2 mempunyai derajat putih

yang merupakan acuan utama dalam pemilihan sampel terbaik yaitu 83,2.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil biakan kering pada penelitian pendahuluan, pertumbuhan biakan ditandai tumbuhnya miseliumnya tumbuh dengan baik sekali dengan kapas kehitaman pada Aspergillus Oryzae, kapas putih pada Rhizopus Oligosporus dan Inokulum Tempe serta kapas merah kekuningan pada Trichoderma reesei dalam waktu 24 jam.

2. Jenis Mikroorganisme berpengaruh nyata terhadap warna, kadar pati, kadar dekstrin, dan derajat putih tepung ubi kayu termodifikasi, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap aroma, kadar air, dan kadar serat tepung ubi kayu termodifikasi.

(12)

kadar air, dan kadar serat tepung ubi kayu termodifikasi.

4. Interaksi antara jenis mikroorganisme dan lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap warna, kadar pati, dan derajat putih tepung ubi kayu termodifikasi tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap aroma, kadar air, kadar serat, dan kadar dekstrin tepung ubi kayu termodifikasi.

Perlakuan terpilih dari penelitian utama adalah perlakuan a3b2 (jenis mikroorganisme inokulum

tempe dan lama fermentasi 48 jam) dengan kadar air 6,075%, kadar serat 1,75%, kadar pati 55,822%, kadar dekstrin 12,898%, dan derajat putih 83,2.

V. DAFTAR RUJUKAN

[1] Fatmawati, D. 2007, Pengaruh Perbandingan Ubi Kayu (Manihot Esculenta) dengan fillet ikan lele dumbo (clarias gariepinus) dan jenis bahan pengisisi terhadap karakteristik nugget ubi kayu. UNPAS. . Bandung.

[2] Hafsah, M. J, 2003, Bisnis Ubikayu Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

[3] Shich, Y.s.,LR. Beuchart.,R.E Warthington dan R.D., Philips, (1982), Physical and Chemical Changes in Fermented Peanut and Soybean Pastes Containing Kojis Propared Using Aspergillus oryzae and Rhizopus Oligosporus, J Ford Sci., 47 : 523-529

[4] Sofyan, M. I, 2003, Kinetika Fermentasi Selulosa Murni Oleh Trichoderma reesei QM 9414 Menjadi Glukosa dan Penerapan Kinetika Fermentasi Pada Jerami Padi Bebas Lignin. Disertasi, UNPAD, Bandung. [5] Halimah, 1996, Mempelajari Pengaruh

Lama Proses Moromi Terhadap Pembentukan Prekursor and Flavor Kecap Manis, Program Pascasarjana, Intsitut Pertanian Bogor, Bogor.

[6] Hartoyo. 2004. Olahan dari Ubi Jalar. Penerbit Agrisara, Surabaya.

[7] Winarno F. G, 1995, Enzim Pangan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

[8] Bean, Mc., J.I. Pitt, and A.A. Jhonson. 1965. Retention of Absorber Sulfur Dioxide In Fruit Tissue Duiring, Food Tech.

Gambar

Tabel 2. Kriteria Penelitian Panelis dalam UjiOrganoleptik
Tabel 3Biakan Kering Jenis Mikroorganisme

Referensi

Dokumen terkait

Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) Surakarta dilaksanakan dengan beberapa tahap, yaitu : Penerimaan permintaan kredit limit dan atau perubahan serta dokumen

Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan yaitu (1) sampel yang digunakan menjadi 46 dari 105 perusahaan yang seharusnya bisa dianalisis, hal ini diakibatkan karena

Hasil penelitian menunjukan bahwa prosedur penilaian kinerja karyawan pertama dimulai dengan mengidentifikasi tujuan penilaian, ke dua menetapkan kriteria penilaian

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Gangguan pertumbuhan pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan bukan hanya disebabkan oleh kekurangan air untuk bahan fotosintesis, namun dengan adanya cekaman

Jumlah keuntungan (laba) yang diperoleh secara teratur serta kecenderungan atau trend keuntungan yang meningkat.. merupakan suatu faktor yang sangat penting yang perlu

Semen Tonasa itu sangat baik dan memadai, namun lain halnya dengan daerah-daerah yang agak jauh dari kawasan pabrik itu masih lumayan buruk dan tidak sama

3 Menurut saya iklan Pocari Sweat dalam bentuk/format yang mendidik dapat menyampaikan pesan yang mudah terekam dan mudah diingat, sehingga menarik bagi saya. Isi