TINJAUAAN ETIKA B
(Studi K
JURUSAN INSTITUT
BISNIS ISL PERABOT Kasus di UD
ARI R NIM
P
Dr. H. Mo NIP. 196
N MUAMA T AGAMA I
LAM TERH T RUMAH T D. Gerabah
SKRIPSI
Oleh:
RACHMAW M 21021400
embimbing:
oh. Munir, L 6807051999
ALAH FAKU ISLAM NE
2018
HADAP PRA TANGGA
Mulyo Pon
WATI 07
:
Lc, M.Ag. 031001
ULTAS SYA EGERI PON
AKTIK JUA
orogo)
ARI’AH NOROGO
ABSTRAK
Rachmawati, Ari. NIM: 210214007, 2018. “Tinjauan Etika Bisnis Islam Terhadap Praktik Jual Beli Perabot Rumah Tangga di UD. Gerabah Mulyo Ponorogo”, Skripsi, Fakultas Syari’ah, Jurusan Muamalah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo, Pembimbing Dr. H. Moh. Munir, Lc, M.Ag.
Kata kunci: Etika Bisnis Islam, Jual Beli, Perabot Rumah Tangga
Dalam jual beli terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli tersebut dapat dikatakan sah oleh shara’. Salah satu syarat sah jual beli yaitu barang yang diperjual belikan diketahui jenis dan kualitasnya, tidak mengandung unsur tipuan maupun paksaan. Namun demikian, dalam praktiknya syarat dan rukun jual beli tersebut terkadang tidak terpenuhi. Seperti dalam pelaksanaan jual beli perabot rumah tangga yang terjadi di UD. Gerabah Mulyo Ponorogo yaitu pihak penjual memanipulasi dagangannya dengan mencampurkan perabot rumah tangga kualitas bagus dengan perabot rumah tangga kualitas rendah (sudah terpakai sebelumnya) serta terdapat perbedaan harga mengenai kualitas perabot rumah tangga antara pedagang eceran dengan pedagang grosir.
Dalam penelitian ini terdapat dua fokus pembahasan yaitu: 1) Bagaimana tinjauan etika bisnis Islam terhadap objek jual beli perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo? 2) Bagaimana tinjauan etika bisnis Islam terhadap penetapan harga dalam jual beli perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo?.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan (Field Research), dengan menggunakan pendekatan kualitatif, suatu pendekatan penelitian yang menghasilkan data-data deskripsi yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku yang dapat diamati. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisa induktif, yaitu suatu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat khusus kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Islam memiliki pedoman dalam mengarahkan umatnya untuk melaksanakan amalan. Pedoman tersebut adalah al-Qur’an dan Sunnah
Nabi. Sebagai sumber ajaran Islam, setidaknya dapat menawarkan
nilai-nilai dasar atau prinsip-prinsip umum yang penerapannya dalam bisnis
disesuaikan dengan perkembangan zaman dan mempertimbangkan
dimensi ruang dan waktu. Islam seringkali dijadikan sebagai model tatanan
kehidupan. Hal ini tentunya dapat dipakai untuk pengembangan lebih
lanjut atas suatu tatanan kehidupan tersebut, termasuk tatanan kehidupan
berbisnis. Setiap manusia memiliki kebebasan untuk melakukan kegiatan
mua>malah dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam
memiliki pedoman dalam mengarahkan umatnya untuk melaksanakan
semua tingkah laku baik hubungan dengan Allah maupun dengan sesama
manusia.1 Kemudian untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya
manusia akan memerlukan harta. Karenanya, manusia akan selalu
berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah satunya melalui bekerja,
sedangkan salah satu dari ragam bekerja adalah berbisnis.2
Salah satu bentuk bisnis dalam Islam adalah perdagangan (jual
beli), jual beli merupakan suatu perjanjian tukar menukar benda atau
1
Muhammad dan Alimin, Etika &Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam (Yogyakarta: BPEE Yogyakarta, 2005), 43.
2
barang yang mempunyai nilai, secara suka rela diantara kedua belah pihak,
yang satu menyerahkan benda dan pihak lain menerima sesuai dengan
perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan oleh shara’ dan
disepakati.3 Allah mensyariatkan mekanisme perdagangan untuk meraih
berbagai kemaslahatan. Agar tidak melakukan jalan yang salah dalam
meraih apa yang dibutuhkan, maka harus ada sistem yang memungkinkan
setiap individu memperoleh apa yang dibutuhkan dengan jalan yang benar.
Karena itulah muncul perdagangan (jual beli) dan munculah aturan jual
beli dalam Islam. Allah melapangkan bumi dan seisinya dengan berbagai
fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mencari rezeki,
antara lain dalam firman Allah swt. Surat al-Mulk ayat 15:
u
θ
è
δ
“
Ï
%
©
!
$
#
Ÿ
≅
y
è
y
_
ã
Ν
ä
3
s
9
u
Ú
ö
‘
F
{
$
#
Z
ωθ
ä
9
s
Œ
(
#
θ
à
±
ø
Β
$
$
s
ù
’
Î
û
$
p
κ
È
:
Ï
.
$
u
Ζ
t
Β
(
#
θ
è
=
ä
.
u
ρ
⎯
Ï
Β
⎯
Ï
μ
Ï
%
ø
—
Íh
‘
(
Ï
μ
ø
‹
s
9
Î
)
u
ρ
â
‘
θ
à
±
–
Ψ9
$
#
∩⊇∈∪
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”4
Selanjutnya, firman-Nya dalam surat al-A’raf ayat 10:
ô
‰
s
)
s
9
u
ρ
ö
Ν
à
6≈
¨
Ζ
©
3
t
Β
’
Î
û
Ç
Ú
ö
‘
F
{
$
#
$
u
Ζ
ù
=
y
è
y
_
u
ρ
ö
Ν
ä
3
s
9
$
p
κ
Ï
ù
|
·
Í
Š≈
y
è
t
Β
3
W
ξ‹
Î
=
s
%
$
¨
Β
t
βρ
ã
ä
3
ô
±
s
?
∩⊇⊃∪
“Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur”.5
3
Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 69. 4
Al-Qur’an, 67:15; 5
Di samping anjuran untuk mencari rezeki, Islam sangat
menekankan atau mewajibkan aspek kehalalan, baik dari segi perolehan
maupun pendayagunaan (pengolahannya dan pembelanjaan).
Dari penjelasan di atas, bisnis Islam dapat diartikan sebagai
serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya (yang tidak
dibatasi), namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan
hartanya (ada aturan halal dan haram). Dalam arti pelaksanaan bisnis harus
tetap berpegang pada ketentuan shari’ a (aturan-aturan dalam al-Qur’an
dan al-ha<dith). Dengan kata lain, shari’ a merupakan nilai utama yang
menjadi paling strategis bagi kegiatan ekonomi (bisnis).6 Oleh karena itu,
dalam Islam diatur adanya etika bisnis Islam dalam jual beli
(perdagangan).
Menurut Musthaq Ahmad, etika Islam dalam jual beli diterapkan
dengan mengacu pada tiga kerangka pokok, yakni kebebasan berekonomi,
keadilan dan perilaku yang diperintahkan dan dipuji. Etika bisnis dalam
kaitan dengan prilaku penjualan dan pembelian dituntun oleh Islam
berlaku jujur, ama>nah dan fatho>nah dan tidak ada sedikitpun salah satu
pihak yang dirugikan.7
Berdasarkan sifat-sifat tersebut, para pelaku usaha atau pihak
perusahaan dituntut bersikap tidak kontradiksi secara disengaja antara
ucapan dan perbuatan dalam bisnisnya. Mereka dituntut tepat janji, tepat
6
Veithzal Rivai, dkk, Islamic Business And Economic Ethnics; Mengacu pada Al-Qur’an dan Mengikuti Jeja Rasulullah SAW dalam Bisnis, Keuangan, dan Ekonomi (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), 13.
7
waktu, mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak ditutup-tutupi), selalu
memperbaiki kualitas barang atau jasa secara berkesinambungan serta
tidak boleh menipu dan berbohong.8
Pelaksanaan etika bisnis di masyarakat sangat didambakan oleh
semua orang. Namun banyak pula orang yang tidak ingin melaksanakan
etika ini secara murni. Masih berusaha melanggar perjanjian, manipulasi
dalam segala tindakan. Banyak yang kurang memahami etika bisnis, atau
mungkin saja paham, tapi memang tidak ingin melaksanakan. Hal itu
adalah suatu kenyataan yang masyarakat hadapi, yakni perilaku
menyimpang dari ajaran agama, dan merosotnya etika dalam berbisnis.9
Dengan banyaknya kasus, untuk mengejar keuntungan ternyata
kepercayaan konsumen ini banyak disalahgunakan oleh para pelaku usaha.
Salah satu realita pelaksanaan jual beli seperti yang dipraktikkan oleh
pengusaha perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo, masih
memerlukan telaah. Jual beli perabot rumah tangga yang pedagang jual,
setiap harinya ramai didatangi pembeli. Barang dagangan yang
diperjualbelikan di UD. Gerabah Mulyo ini merupakan barang pasokan
langsung dari pabrik. Terdapat hal yang menarik, Bapak Harjo selaku
pemilik UD. Gerabah Mulyo menggunakan barang dagangannya ketika
beliau mengadakan resepsi pernikahan ataupun hajatan-hajatan besar
lainnya. Agar penjualannya laku, mendapatkan keuntungan tidak ada
8
Veithzal Rivai, Andi Buchari, Islamic Economics Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi Solusi (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), 237.
9
kerugian yang dialami cukup besar. Penjual mensiasati dengan mencuci
barang-barang yang telah digunakan, kemudian menjual kembali dengan
harga yang sama seperti harga barang yang masih baru.
Dalam etika bisnis apabila seorang pembeli menemukan adanya
cacat yang terdapat pada objek jual beli, maka ia mempunyai hak untuk
mendapatkan ganti rugi. Ganti rugi ini timbul dikarenakan kerugian yang
dialami konsumen sebagai akibat dari produk yang cacat tersebut, atau
bisa dikarenakan kesalahan yang dilakukan adalah mencampurkan barang
yang baru dengan barang lama (sudah terpakai sebelumnya).
Menyembunyikan cacat barang juga merupakan cara yang tercela dalam
Islam, pembeli harus diberitahu kondisi sesungguhnya dari barang yang
akan dibelinya.10
Walaupun padadasarnya pedagang bebas menentukan harga jual
yang ia miliki, akan tetapi pada saat yang sama ia tidak dibenarkan
melanggar dua prinsip niaga yaitu asas suka sama suka dan tidak
merugikan orang lain. Karenanya, para Ulama Fikih menegaskan bahwa
para pedagang dilarang menempuh cara-cara yang tidak terpuji dalam
meraup keuntungan. Karena tidak sewenang-wenang pedagang dalam
menentuka presentase keuntungan sering kali bertabrakan dengan kedua
prinsip di atas. Terlebih bila pedagang menggunakan trik-trik yang tidak
terpuji yaitu berupa: monopoli, penipuan, pemalsuan barang dan riba.11
10
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 9. 11
Jika cara-cara yang tidak dibenarkan shara’ ini yang ditempuh,
maka keuntungan yang diperolehnya terhukum haram, karena semua
keuntungan yang diperoleh dengan melakukan cara-cara yang dilarang
shara’ itu tidak baik bagi pelakunya dan tidak halal dalam kondisi apa pun.
Sudah barang tentu, seorang muslim tidak rela mendapatkan keuntungan
dunia tetapi rugi di akhirat.12
Di dalam jual beli pembeli tidak bisa dipisahkan dengan yang
namanya akad, terkait dengan akad yang dilakukan penjual dan pembeli
bahwasannya pembeli tidak mengetahui ciri barang yang baru atau sudah
terpakai, karena hampir tidak ada perbedaan yang mencolok dari dua
kriteria barang tersebut. Sedangkan penjual tidak mengatakan mengenai
kondisi barang dagangannya kepada pembeli.
Untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian dalam sebuah
skripsi dengan judul Tinjauan Etika Bisnis Islam Terhadap Praktik Jual Beli Perabot Rumah Tangga (Studi Kasus di UD. Gerabah Mulyo Ponorogo)
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang masalah yang telah dijabarkan di atas,
maka dapat disebutkan beberapa masalah yang dapat dibahas oleh Penulis,
diantaranya:
1. Bagaimana tinjauan etika bisnis Islam terhadap objek jual beli perabot
rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo?
12
2. Bagaimana tinjauan etika bisnis Islam terhadap penetapan harga dalam
jual beli perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mendeskripsikan tinjauan etika bisnis Islam terhadap objek jual
beli perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo.
2. Untuk mendeskripsikan tinjauan tika bisnis Islam terhadap penetapan
harga dalam jual beli perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara Teoritis: Penelitian ini berguna untuk menambah
pengembangan bagi khazanah ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang etika bisnis Islam.
2. Manfaat secara Praktis: a. Bagi Pedagang
Sebagai upaya untuk memberikan saran dan masukan kepada
pedagang mengenai praktik jual beli yang sesuai dengan etika
bisnis Islam.
b. Bagi Pembeli
Sebagai upaya untuk memberikan informasi agar lebih teliti dan
c. Bagi Peneliti
Penelitian ini bisa dijadikan sumber referensi dalam penelitian
selanjutnya dan memberikan peluang bagi peneliti berikutnya
untuk menggali informasi lebih lanjut.
E. Telaah Pustaka
Dalam penelitian ini penulis telah mengkaji beberapa skripsi
terdahulu yang ada kaitannya dengan masalah yang akan penulis teliti
antara lain adalah:
Skripsi dari Uswatun Hasanah 2017 dengan judul ”Tinjauan Etika
Bisnis Islam terhadap Jual Beli Bekatul di Patran Sonobekel Tanjunganom
Nganjuk”. Kesimpulan, dalam proses produksi bekatul tidak sesuai dengan
prinsip dasar etika bisnis Islam, karena telah melanggar prinsip kesatuan,
keseimbangan, kehendak bebas, tanggung jawab dan kebenaran, sebab
pedagang mencampur bekatul dengan sekam giling. Selain itu pada
produksi bekatul juga melanggar etika bisnis Islam dalam proses produksi
yakni larangan produk yang mengarah pada kedzaliman. Kemudian pada
proses produksi bekatul juga melanggar larangan dalam jual beli, yaitu
larangan tadli>s atau penipuan. Mengenai proses distribusi (penjualan)
bekatul telah melanggar prinsip etika bisnis Islam, melanggar etika bisnis
Islam pada proses penjualan dan melanggar etika bisnis Islam dalam jual
beli yakni proses penjualan yang dilakukan pedagang dengan pembeli dari
warga Patran dan sekitarnya, karena pembeli tidak mengetahui bahwa
proses jual beli pedagang dengan pembeli dari pemilik toko pakan ternak
tidak melanggar prinsip dasar etika bisnis Islam, etika bisnis Islam dalam
distribusi maupun etika bisnis Islam dalam jual beli, karena pembeli telah
mengetahui bahwa bekatul kualitas biasa adalah bekatul berbahan dasar
campuran. Mengenai proses distribusi (penjualan) bekatul telah melanggar
prinsip etika bisnis Islam.13
Skripsi dari Miswanto dengan judul ”Tinjauan Etika Bisnis Islam
Terhadap Jual Beli Jahe di Pasar Ngrayun Kecamatan Ngrayun Kabupaten
Ponorogo”. Kesimpulannya (1). Pencampuran kualitas jahe oleh penjual di
pasar Ngrayun Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo bertentangan
dengan etika bisnis Islam karena mengandung unsur gharar yaitu
terkadang akan merugikan penjual dan atau pembeli (tengkulak) karena
mengenai banyaknya campuran kualitas jahe yang tidak dapat diukur atau
dipastikan beratnya. Dan hal ini meskipun sudah menjadi kebiasaan (Urf)
tetapi tidak boleh karena jelas bertentangan dengan Nash dan ada pihak
yang dirugikan. (2). Pemotongan berat timbangan oleh pembeli
(tengkulak) bertentangan dengan etika bisnis Islam karena dalam
melakukan pemotongan berat timbangan dilakukan secara sepihak. Dan
alasan pembeli (tengkulak) melakukan pemotongan berat timbangan
adalah berat karung (sak) dan tanah yang menempel tidak ada 5% dari
berat jahe. Padahal minimal pedagang (tengkulak) melakukan pemotongan
itu minimal 5% dari berat jahe. Dan beberapa pedagang yang menimbang
13
jahe yang tidak sesuai dengan berat aslinya, hal ini jelas termasuk
memakan harta orang lain secara bathil atau haram.14
Meskipun penelitian di atas terkait etika bisnis Islam dalam jual
beli, tetapi dalam penelitian ini menggunakan objek yang berbeda, secara
khusus penelitian ini akan fokus terhadap jual beli perabot rumah tangga
di UD. Gerabah Mulyo ditinjau dari perspektif etika bisnis Islam.
F. Metode penelitian 1. Jenis Penelitian
Dalam menyusun skripsi ini, penyusun menggunakan jenis
penelitian lapangan (Field Research) yaitu suatu penelitian yang
dilakukan dalam kancah kehidupan sebenarnya.15 Yang berarti bahwa
datanya diambil atau didapat dari lapangan atau masyarakat.16
2. Jenis Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif yaitu penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka
untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan
perilaku individu atau sekelompok orang.17
3. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti berfungsi sebagai observer. Peneliti
melakukan observasi langsung ke lapangan tempat dilaksanakanya
14
Miswanto, Tinjauan Etika Bisnis Islam Terhadap Jual Beli Jahe di Pasar Ngrayun Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo, Skripsi (STAIN Ponorogo, 2015).
15
Aji Damanuri, Metodologi Penelitian Muamalah (Ponorogo: STAIN Po Press, 2010),6. 16
Jusuf Soewadji, Pengantar Metodologi Penelitian (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012), 21.
17
penelitian, yaitu di UD. Gerabah Mulyo. Selain itu peneliti juga
melakukan wawancara langsung kepada pemilik toko, karyawan, dan
pembeli yang berfungsi sebagai informan yang dapat memberikan
penjelasan dan data yang akurat terkait transaksi jual beli prabot
rumah tangga.
4. Lokasi Peneliti
Penelitian ini dilakukan di UD. Gerabah Mulyo Desa Japan,
Kecamatan Babadan, Kabupaten Ponorogo. Peneliti tertarik
melakukan penelitian ditempat tersebut karena terdapat masalah
terkait objek dan penetapan harga dalam jual beli prabot rumah tangga
di UD. Gerabah Mulyo.
5. Data dan Sumber Data
a. Data
Untuk mempermudah penelitian ini, penulis berupaya
menggali data dari lapangan yang berkaitan dengan jual beli prabot
rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo, diantaranya:
1) Data tentang objek jual beli perabot rumah tangga di UD.
Gerabah Mulyo.
2) Data tentang penetapan harga dalam jual beli perabot rumah
tangga di UD. Gerabah Mulyo.
b. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berupa sumber data
yang akan diperoleh dengan cara mengunjungi langsung UD.
Gerabah Mulyo untuk melakukan observasi, wawancara dengan
pihak terkait untuk mendapatkan data dan informasi yang terkait
dengan tujuan penelitian. Pihak yang terkait meliputi penjual,
karyawan dan pembeli prabot rumah tangga.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi:
a. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan salah satu metode dalam
pengumpulan data dengan jalan mengajukan pertanyaan secara
langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada responden,
dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam dengan alat
perekam.18 Wawancara dilakukan langsung kepada penjual,
karyawan, dan pembeli untuk memperoleh informasi mengenai
objek dan penetapan harga jual beli perabot rumah tangga antara
penjual dan pembeli di UD. Gerabah Mulyo.
b. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta
pencatatan secara sistematis.19 Observasi ini dilakukan dengan cara
18
Irawan Soeharto, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), 67-68.
19
pengamatan secara langsung terkait objek dan penetapan harga
dalam jual beli perabot rumah tangga antara penjual dan pembelidi
UD. Gerabah Mulyo, serta meneliti secara teliti dan kemudian
mencatatnya secara sistematis.
7. Teknik pengolahan data
Teknik pengolahan data yang digunakan Penulis dalam penelitian
ini meliputi:
a. Editing yaitu, memeriksa kembali semua data-data yang diperoleh
terutama dari segi kelengkapan, keterbacaan, kejelasan makna,
keselarasan antara satu dengan yang lain, relevansi dan
keseragaman satuan atau kelompok kata.20
b. Organizing yaitu, menyusun dan mensistematiskan data-data yang
diperoleh ke dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan
sebelumnya, kerangka tersebut dibuat berdasar dan relevan dengan
sistematika pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan masalah.21
c. Penemuan hasil data yaitu, melakukan analisa berkelanjutan
terhadap hasil pengorganisasian data yang dilakukan menggunakan
kaidah-kaidah atas teori-teori dan dalil-dalil serta hukum-hukum
tertentu sehingga diperoleh suatu kesimpulan.22
8. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi,
20
Aji, Metodologi Penelitian, 153. 21
Ibid. 22
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan
ke dalam unit-unit, melakukan sintesa menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan yang mana akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri
maupun orang lain.23
Setelah data terkumpul maka pemnelitian ini adalah analisis
kualitatif, dengan mengumpulkan data langsung. Teknik analisis data
yang digunakan adalah induktif, yaitu berangkat dari fakta-fakta khusus
kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Yaitu data-data
lapangan yang berasal dari penjual maupun pembeli dalam jual beli
perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo, selanjutnya dianalisis
menggunakan etika bisnis Islam.
9. Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dengan
cara:
a. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan akan memungkinkan
peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan.24
Dengan perpanjangan pengamatan ini, peneliti mengecek
kembali apakah data-data terkait objek, penetapan harga, dan
etika bisnis Islam dalam jual beli sudah benar atau belum. Jika
data-data yang diperoleh selama ini ternyata tidak benar, maka
23
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D (Bandung: CV. Alfabeta, 2016), 244.
24
peneliti melakukan pengamatan lagi yang lebih luas dan
mendalam sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya.
a. Ketekunan Pengamatan
Teknik ketekunan pengamatan ini digunakan peneliti agar
data yang diperoleh dapat benar-benar akurat. Untuk
meningkatkan ketekunan pengamatan peneliti akan membaca
berbagai referensi baik buku maupun hasil penelitian atau
dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan jual beli.25
Dengan meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat
melakukan pengecekan kembali apakah data-data terkait objek,
penetapan harga dan etika bisnis Islam sudah benar atau
belum. Dengan demikian, peneliti dapat memberikan deskripsi
data yang akurat dan sistematis terhadap permasalahan yang
diamati.
b. Triangulasi
Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari
berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.26
Pada penelitian ini peneliti melakukan pengecekan keabsahan
data yang terkait dengan objek, penetapan harga dan etika
bisnis Islam sudah benar atau belum dengan cara
membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
dengan memanfaatkan berbagai sumber data informasi sebagai
25
Ibid., 272. 26
bahan pertimbangan. Dalam hal ini peneliti membandingkan
data hasil observasi dengan data hasil wawancara, dan juga
membandingkan hasil wawancara dengan wawancara lainnya
yang kemudian diakhiri dengan menarik kesimpulan sebagai
hasil temuan lapangan.
G. Sistematika Pembahasan
Dalam rangka supaya pembahasan skripsi ini dapat tersusun secara
sistematis sehingga penjabaran yang ada dapat dipahami dengan baik,
maka penyusun membagi pembahasan menjadi lima bab, dan
masing-masing bab terbagi ke dalam beberapa sub bab.
BAB I : Pendahuluan
Bab ini merupakan pola dasar dari penyusunan
pembahasan skripsi yang terdiri dari latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan
sistematika pembahasan.
BAB II : Etika Bisnis Islam
Dalam bab ini berfungsi untuk mengetengahkan kerangka
acuan teori yang digunakan sebagai landasan melakukan
penelitian, membahas mengenai pengertian etika bisnis
Islam, dasar hukum, prinsip-prinsip etika bisnis Islam dan
BAB III : Praktik Jual Beli Prabot Rumah Tangga Di UD. Gerabah Mulyo
Bab ini akan membahas profil dari UD. Gerabah Mulyo
yang di dalamnya terdapat gambaran umum lokasi
penelitian, sejarah dan latar belakang berdirinya UD.
Gerabah Mulyo, objek jual beli perabot rumah tangga dan
penetapan harga dalam jual beli perabot rumah tangga di
UD. Gerabah Mulyo.
BAB IV: Analisis Etika Bisnis Islam Terhadap Objek Dan Penetapan Harga Dalam Jual Beli Prabot Rumah Tangga Di UD. Gerabah Mulyo
Bab ini adalah pokok dari laporan yang memaparkan
tentang, analisa etika bisnis Islam terhadap objek jual beli
perabot rumah tangga , analisis etika bisnis Islam terhadap
penetapan harga dalam jual beli perabot rumah tangga di
UD. Gerabah Mulyo.
BAB V : Penutup
Bab ini merupakan akhir dari penulisan laporan penelitian
yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang
BAB II ETIKA BISNIS ISLAM
A. Etika Bisnis Islam 1. Pengertian Etika
Etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya
(ta etha) berarti ‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’. Dalam pengertian ini
etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri
seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat.
Dengan demikian etika berkaitan dengan dengan nilai-nilai, tata cara
hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang
dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu
generasi ke generasi yang lain.27
Menurut Issa Rafiq Beekun, etika dapat didefinisikan sebagai
seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik dari yang
buruk. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normative karena ia
berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan
oleh seorang individu.28
Menurut kamus, istilah etika memiliki beragam makna. Salah satu
maknanya adalah “prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan
kelompok”. Makna kedua bahwasannya etika adalah “kajian
moralitas”, meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak
sama persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan, baik
27
Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya (Yogyakarta: Kanisius, 1998), 14.
28
aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri, sedangkan
moralitas merupakan subjek. Etika merupakan ilmu yang mendalami
standar moral perorangan dan standar moral masyarakat.
Dalam Islam, istilah yang paling dekat berhubungan dengan istilah
etika dalam al-Qur’an adalah khuluq. Al-Qur’an juga menggunakan
sejumlah istilah lain untuk menggambarkan konsep tentang kebaikan:
khai>r (kebaikan), birr (kebenaran), qist (persamaan), ‘adl (kesetaraan
dan keadilan), haqq (kebenaran dan kebaikan), ma’ruf (mengetahui
dan menyetujui) dan taqwa> (ketakwaan).29
2. Pengertian Bisnis
Dalam kamus Bahasa Indonesia, bisnis diartikan sebagai usaha
dagang, usaha komersil di dunia perdagangan, dan bidang usaha.
Skinner mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa,atau
uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat.30
Bisnis adalah sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatan
nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau
pengolahan barang (produksi). Menurut Straub dan Attner dalam buku
Muhammad dan Alimin yang berjudul Etika dan Perlindungan
Konsumen dalam Ekonomi Islam bisnis adalah suatu organisasi yang
menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang dan jasa yang
diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit.
29
Rivai, Islamic Business, 3. 30
Sedangkan menurut Yusanto dan Wijayakusuma mendefinisikan
lebih khusus tentang bisnis Islami adalah serangkaian aktivitas bisnis
dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan
hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara
memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan
haram.31
Menurut arti dasarnya, bisnis memiliki makna sebagai “the buying
and selling of good and service”. Bisnis berlangsung karena adanya
kebergantungan antar individu, adanya peluang internasional, usaha
untuk mempertahankan dan meningkatkan standar hidup, dan lain
sebagainya.32 Hakikatnya bisnis adalah usaha untuk memenuhi
manusia, organisasi ataupun masyarakat luas. Manusia bisnis
(Businessman) akan selalu melihat adanya kebutuhan masyarakat dan
kemudian mencoba untuk melayani secara baik sehingga masyarakat
menjadi puas dan senang karenanya.33
3. Pengertian Islam
Islam adalah agama yang berdasarkan pada ketundukan terhadap
aturan Allah. Islam merupakan agama penghambaan kepada Allah,
yang mencipta, mengatur, memelihara alam semesta. Islam juga berarti
agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui rasul-rasul-Nya,
31
Muhammad, Alimin, Etika, 56. 32
Ika Yunia Fauzia, Etika Bisnis dalam Islam (Jakarta: Kencana, 2013), 3. 33
yang berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan
Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta34
Islam adalah cara hidup yang imbang dan koheren, dirancang
untuk kebahagiaan (falah}) manusia dengan cara menciptakan keharmonisan antara kebutuhan moral dan material manusia dan
aktualisasi keadilan sosio-ekonomi serta persaudaraan dalam
masyarakat manusia. Ajaran Islam akan selalu mengantarkan umat dan
pemeluknya dapat mencapai kemuliaan di dunia maupun di akhirat.
Hal ini berarti bahwa ajaran Islam selalu dapat menyesuaikan diri
dengan perkembangan yang tengah terjadi. Oleh karena itu,
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dewasa ini, menurut
para ulama Islam untuk melakukan upaya rekonstruksi terhadap
khasanah pengetahuan Islam secara inovatif. Termasuk yang cukup
urgen adalah untuk secara terus menerus melakukan jihad di bidang
fiqh (keuangan) secara benar dan dapat dipertanggungjawabkan.35
4. Pengertian Etika Bisnis Islam
Bisnis yang sehat adalah bisnis yang berlandaskan etika. Oleh
karena itu, pelaku bisnis muslim hendaknya memiliki kerangka etika
bisnis yang kuat, sehingga dapat mengantarkan aktivitas bisnis yang
nyaman dan berkah. Di sisi lain, bisnis Islam harus memiliki nilai
34
Srijanti, Purwanto, Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam Modern (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), 3.
35
ibadah, menjadi rah}matan lil ‘a>lami>n untuk mendapatkan ridho
Allah.36
Hadirnya etika bisnis mempunyai peran penting dalam mengubah
anggapan dan pemahaman tentang “kesadaran sistem bisnis amoral”
yang telah melekat dalam kesadaran masyarakat. Dengan kondisi
seperti ini, maka diharapkan bisnis tidak lagi dipandang sebagai
aktivitas amoral yang mengabaikan nilai-nilai etika. Di sinilah etika
bisnis mempunyai posisi strategis untuk memberikan cakrawala dan
wawasan bagi perubahan-perubahan mendasar dalam kegiatan bisnis.37
Berbisnis merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan dalam ajaran
Islam. Dalam situasi dunia bisnis membutuhkan etika, Islam sebagai
sumber nilai dan etika Islam merupakan sumber nilai dan etika dalam
segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk wacana
bisnis. Islam memiliki wawasan yang komperhensif tentang etika bisnis
mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan,
faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi
kekayaan, masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis,
sampai kepada etika sosio ekonomik menyangkut hak milik dan
hubungan sosial.38
Penggabungan etika dan bisnis dapat berarti memaksakan
norma-norma agama bagi dunia bisnis, memasang kode etik profesi bisnis,
36
Muhammad, Etika Bisnis Islami, 14. 37
Lukman Fauroni, Etika Bisnis dalam Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), 1.
38
merevisi sistem dan hukum ekonomi, meningkatkan keterampilan
memenuhi tuntutan-tuntutan etika pihak-pihak luar untuk mencari
aman, dan sebagainya. Bisnis yang beretika adalah bisnis yang
memiliki komitmen ketulusan dalam menjaga kontrak sosial yang
sudah berjalan. Dan kontrak sosial tersebut merupakan janji yang
harus ditepati.39
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa etika
adalah suatu hal yang dilakukan secara benar dan baik, tidak
melakukan suatu keburukan, melakukan hak kewajiban sesuai dengan
moral dan melakukan segala sesuatu dengan penuh tanggung jawab.
Sedangkan dalam Islam, etika adalah akhlak seorang muslim dalam
melakukan semua kegiatan termasuk dalam melakukan semua
kegiatan termasuk dalam bidang bisnis. Oleh karena itu, jika ingin
selamat dunia dan akhirat, kita harus memakai etika dalam
keseluruhan aktivitas bisnis kita. Etika merupakan studi standar moral
yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar yang benar dan
didukung oleh penalaran yang baik.40
B. Dasar Hukum Etika Bisnis Islam a. Firman Allah SWT
1) Surat al-Baqa>rah} ayat 42:
Ÿ
ω
u
ρ
(
#
θ
Ý
¡
Î
6
ù
=
s
?
Y
y
s
ø
9
$
#
È
≅
Ï
Ü
≈
t
7
ø
9
$
$
Î
/
(
#
θ
ã
Κ
ç
G
õ
3
s
?
u
ρ
¨
,
y
s
ø
9
$
#
ö
Ν
ç
F
Ρ
r
&
u
ρ
t
βθ
ç
Η
s
>
÷
è
s
?
∩⊆⊄∪
39
Veithzal Rivai, Andi Buchari, Islamic Economics, 234. 40
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.”41
2) Surat al-Nisa>’ ayat 29:
$
y
γ
•
ƒ
r
'
¯
≈
t
ƒ
š
⎥⎪
Ï
%
©
!
$
#
(
#
θ
ã
Ψ
t
Β
#
u
™
Ÿ
ω
(
#
þ
θ
è
=
à
2
ù
'
s
?
Ν
ä
3
s
9≡
u
θ
ø
Β
r
&
Μ
à
6
o
Ψ
÷
t
/
È
≅
Ï
Ü
≈
t
6
ø
9
$
$
Î
/
H
ω
Î
)
β
r
&
š
χθ
ä
3
s
?
¸
ο
t
≈
p
g
Ï
B
⎯
t
ã
<
Ú#
t
s
?
ö
Ν
ä
3Ζ
Ïi
Β
4
Ÿ
ω
u
ρ
(
#
þ
θ
è
=
ç
F
ø
)
s
?
ö
Ν
ä
3
|
¡
à
Ρ
r
&
4
¨
β
Î
)
©
!
$
#
t
β
%
x
.
ö
Ν
ä
3
Î
/
$
V
ϑŠ
Ï
m
u
‘
∩⊄®∪
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”42
3) Surat Ash}-Sh}aff ayat 10:
$
p
κ
š
‰
r
'
¯
≈
t
ƒ
t
⎦⎪
Ï
%
©
!
$
#
(
#
θ
ã
Ζ
t
Β
#
u
™
ö
≅
y
δ
ö
/
ä
3
—
9
ß
Š
r
&
4
’
n
?
t
ã
;
ο
t
≈
p
g
Ï
B
/
ä
3Š
É
f
Ζ
è
?
ô
⎯
Ïi
Β
A
>#
x
‹
t
ã
8
Λ⎧
Ï
9
r
&
∩⊇⊃∪
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih.”43
b. Ha<dith
1) Ha<dith tentang larangan menipu
ٍرﺎﱠﻤَﻋ
ُﻦْﺑ
ُمﺎَﺸِﻫ
َﺎﻨَﺛﱠﺪَﺣ
.
ِءَﻼَﻌْﻟا
ِﻦَﻋ
ُنﺎَﻴْﻔُﺳ
َﺎﻨَﺛﱠﺪَﺣ
ْﻦَﻋ
،ِﻦَْﲪﱠﺮﻟا
ِﺪْﺒَﻋ
ِﻦْﺑ
َأ
ﻦَﻋ
،ِﻪْﻴِﺑ
َأ
ْـﻳَﺮُﻫ
ِﰉ
َةَﺮ
:
ِﷲا
ُلﻮُﺳَر
ﱠﺮَﻣ
َلﺎَﻗ
َﻌَﻃ
ُﻊْﻴِﺒَﻳ
ٍﻞُﺟَﺮَـﺑ
ﺎ
ًﺎﻣ
.
َﻓ
َﺄ
َﻞَﺧْد
ِﻪْﻴِﻓ
ُﻩَﺪَﻳ
.
َﻓ
ِﺈ
َﻣ
َﻮُﻫ
اَذ
ٌشْﻮُﺸْﻐ
.
ِﷲا
ُلﻮُﺳَر
َلﺎَﻘَـﻓ
ﱠﺶَﻏ
ْﻦَﻣ
ﺎﱠﻨِﻣ
َﺲْﻴَﻟ
.
Artinya: Mewartakan kepada kami Hisyam bin “Ammar, mewartakan kepada kami Sufyan dari Al-Ala bin
41
al-Qur’an, 2: 42. 42
Ibid., 4: 29. 43
Abdurrahman dari ayahnya, dari Abu Hurairah, Dia berkata: Rasulullah saw lewat pada seseorang yang menjual makanan lalu beliau memasukkan tangannya ke dalam makanan tersebut. Ternyata makanan tersebut telah dicampur maka Rasulullah saw pun bersabda: Bukan dari golongan kami orang yang menipu. (H.R Ibnu Majah)44
2) Ha<dith Anjuran Jujur
ﱠﺪَﺣ
ٌدﺎﱠﻨَﻫ
ﺎَﻨَـﺛ
:
َا
ْﻦَﻋ
،َنﺎَﻴْﻔُﺳ
ْﻦَﻋ
ُﺔَﺼْﻴِﺒَﻗ
ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ
ِﰊ
ْﻦَﻋ
،ِﻦَﺴَْﳊا
ِﻦَﻋ
،َةَﺰَْﲪ
َا
ﱢِﱯﱠﻨﻟا
ِﻦَﻋ
،ٍﺪْﻴِﻌَﺳ
ِﰊ
َلﺎَﻗ
َﻢﱠﻠَﺳَو
ِﻪْﻴَﻠَﻋ
ُﷲا
ﻰﱠﻠَﺻ
:
ُْﲔِﻣَﻷْا
ُقْوُﺪﱠﺼﻟا
ُﺮ ِﺟﺎﱠﺘﻟا
،
ﻘِﻳﱢﺪﱢﺼﻟاَو
َْﲔﱢـﻴِﺒﱠﻨﻟا
َﻊَﻣ
َﲔ
ِءاَﺪَﻬﱡﺸﻟاَو
.
Artinya: Hanad menceritakan kepada kami, Qubaisah
menceritakan kepada kami dari Sufyan dari Abu Hamzah dari Al-Hasan dari Abi Said dari Nabi SAW bersabda: pedagang yang jujur dan dapat dipercaya ia beserta para nabi: orang yang jujur dan orang-orang yang mati sahid.(H.R at-Tirmidzi)45
C. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis
Etika merupakan ilmu yang membicarakan masalah baik dan buruknya
perilaku manusia dalam kehidupan bersama.46 Adapun prinsip-prinsip
etika bisnis secara umum ialah:
a. Prinsip otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang
apa yang dianggap baik untuk dilakukan.
44
Abi Abdullah Muhammad bin Yazid bin Abdullah bin Ma>jah Al Quzwaini, Sunan Ibnu
Ma>jah, Vol. II (Baerut Libanon: Da>r Fikr, 1994), 12. 45
Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at-Tirmidzi>, Sunan at-Tirmidzi> , Vol. III (Baerut Libanon: Da>r Fikr, 1994), 5.
46
b. Prinsip kejujuran
Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara
jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil jika
tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan
syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam
penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang
sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu
perusahaa.
c. Prinsip keadilan
Keadilan merupakan inti dari ajaran islam, keadilan tersebut tidak
hanya untuk umat islam tetapi untuk semua manusia.47 Serta
menuntut agar setiap orang diperkirakan secara sama sesuai dengan
aturan yang adil serta dapat dipertanggungjawabkan.48
d. Prinsip tidak berbuat jahat dan prinsip berbuat baik
Perwujudan prinsip ini mengambil dua bentuk. Pertama, prinsip
baik menurut agar orang secara aktif dan maksimal berbuat hal
yang baik kepada orang lain. Kedua, dalam wujudnya yang minim
pasif, sikap ini menuntut agar tidak berbuat jahat kepada orang
lain.49
47
Dede Nurohman, Memahami, 64. 48
Muhammad, Etika Bisnis Islami, 19. 49
e. Prinsip hormat kepada diri sendiri.50
Prinsip ini dirumuskan secara khusus untuk menunjukkan bahwa
semua manusia mempunyai kewajiban moral yang sama bobotnya
untuk menghargai diri sendiri.
Prinsip-prinsip dalam ilmu ekonomi Islam yang diterapkan dalam
bisnis Islam adalah:
1. Tauhi>d (Unity/kesatuan)
Alam semesta termasuk manusia, adalah milik Allah yang
memiliki kemahakuasaan (kedaulatan) sempurna atas
makhluk-makhluk-Nya. Konsep tauhid berarti Allah sebagai Tuhan Yang Maha
Esa menetapkan batas-batas tertentu atau perilaku manusia sebagai
khalifah, untuk memberikan manfaat pada individu tanpa
mengorbankan hak-hak individu lainnya.51
Tauhi>d mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan
Allah selaku Tuhan semesta alam. Dalam kandungannya meyakini
bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini bersumber dan berakhir
kepada-Nya. Dialah pemilik mutlak dan absolut atas semua yang
diciptakannya. Oleh sebab itu segala aktivitas khususnya dalam
muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti aturan-aturan yang
ada jangan sampai menyalahi batasan-batasan yang telah diberikan.52
50
Johannes Ibrahim, Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Perspektif Manusia Modern (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), 35.
51
Faisal Badroen, Etika Bisnis Islam Dalam Islam (Jakarta: Kencana, 2006), 89. 52
2. Keseimbangan atau kesejajaran (al-‘adl wa al-ih}sa>n)
Berkaitan dengan konsep kesatuan, dua konsep Islam al-‘adl dan
al-Ih}sa>n menunjukkan suatu keadaan keseimbangan atau kesejajaran
sosial.
Sebagai cita-cita sosial, prinsip keseimbangan atau kesejajaran
menyediakan penjabaran yang komplit seluruh kebajikan dasar
institusi sosial, hukum, politik dan ekonomi. Pada dataran ekonomi,
prinsip tersebut menentukan konfigurasi aktivitas-aktivitas distribusi,
konsumsi serta produksi yang terbaik, dengan pemahaman yang jelas
bahwa kebutuhan seluruh anggota masyarakat yang kurang beruntung
dalam masyarakat Islam didahulukan atas sumber daya riil
masyarakat.53
Kebutuhan akan sikap keseimbangan atau keadilan ini ditekankan
oleh Allah dengan menyebut umat Islam sebagai ummatan wasat}an,
yakni umat yang memiliki kebersamaan, kedinamisan dalam bergerak,
arah dan tujuannya serta memiliki aturan-aturan kolektif yang
berfungsi sebagai penengah atau pembenar. Dengan demikian
keseimbangan, kebersamaan, kemoderatan merupakan prinsip etis
mendasar yang harus diterapkan dalam aktivitas maupun entitas bisnis.
Prinsip keseimbangan atau kesejajaran terdapat dalam firman Allah
SWT dalam surat al-Ma>idah ayat: 8 yakni:
53
$
p
κ
š
‰
r
'
¯
≈
t
ƒ
š
⎥⎪
Ï
%
©
!
$
#
(
#
θ
ã
Ψ
t
Β
#
u
™
(
#
θ
ç
Ρθ
ä
.
š
⎥⎫
Ï
Β≡
§
θ
s
%
¬
!
u
™
!
#
y
‰
p
κ
à
−
Å
Ý
ó
¡
É
)
ø
9
$
$
Î
/
(
Ÿ
ω
u
ρ
ö
Ν
à
6
¨
Ζ
t
Β
Ì
ô
f
t
ƒ
ã
β
$
t
↔
o
Ψ
x
©
B
Θ
ö
θ
s
%
#
’
n
?
t
ã
ω
r
&
(
#
θ
ä
9
Ï
‰
÷
è
s
?
4
(
#
θ
ä
9
Ï
‰
ô
ã
$
#
u
θ
è
δ
Ü
>
t
ø
%
r
&
3
“
u
θ
ø
)
−
G
=
Ï
9
(
(
#
θ
à
)
¨
?
$
#
u
ρ
©
!
$
#
4
χ
Î
)
©
!
$
#
7
Î
6
y
z
$
y
ϑ
Î
/
š
χθ
è
=
y
ϑ
÷
è
s
?
∩∇∪
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”54
3. Kehendak bebas (ikhtiya>r)
Dalam perdagangan Islam manusia terlahir memiliki kehendak
bebas yakni, dengan potensi mentukan pilihan diantara pilihan-pilihan
yang beragam. Karena kebebasan manusia tidak dibatasi dan bersifat
voluntaris, maka ia memiliki kebebasan untuk mengambil pilihan yang
salah. Dan untuk kebaikan manusia sendiri pilihan yang benar.55
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis
Islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif.
Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan
bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja
dengan segala potensi yang dimilikinya.56 Manusia yang baik dalam
perspektif ekonomi Islam adalah yang menggunakan kebebasannya
dalam kerangka tauhid dan keseimbangan. Dari sini lahir tanggung
54
al-Qur’an, 5:8. 55
Syed Nawab Haider Naqvi, Menggagas, 42. 56
jawab manusia sebagai individu dan masyarakat. Lahir pula kesadaran
sosial (social awareness), yang mengantarkannya mengulurkan
bantuan kepada sesama manusia.57
Prinsip kebebasan ini pun mengalir dalam ekonomi Islam. Prinsip
transaksi ekonomi yang menyatakan asas hukum ekonomi adalah
halal, seolah mempersilahkan para pelakunya melaksanakan kegiatan
ekonomi sesuai yang diinginkan, menumpahkan kreativitas, modifikasi
dan ekspansi seluas dan sebesar-besarnya, bahkan transaksi bisnis
dapat dilakukan dengan siapa pun secara lintas agama.58 4. Tanggung jawab
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan
oleh manusia karena menuntut adanya pertanggungjawaban dan
akuntabilitas untuk memenuhi tuntutan keadilan dan kesatuan, manusia
perlu mempertanggungjawabkan tindakannya. Secara logis prinsip ini
berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan
mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan
bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.59
Nabi Muhammad SAW mewariskan pula pilar tanggung jawab
dalam kerangka etika bisnisnya. Kebebasan harus diimbangi dengan
pertanggungjawaban manusia. Setelah menentukan daya pilih antara
57
Muhammad, Aspek, 83-84. 58
Mohammad Hidayat, An Introduction to The Sharia Economic Pengantar Ekonomi Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim, 2010), 60.
59
yang baik dan buruk manusia harus menjalani konsekuensi logisnya.
Allah SWT berfirman:
‘
≅
ä
.
¤
§
ø
t
Ρ
$
y
ϑ
Î
/
ô
M
t
6
|
¡
x
.
î
π
o
Ψ‹
Ï
δ
u
‘
∩⊂∇∪
Artinya: Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.(QS.Al-Muddatstir:38)60
Islam menaruh penekanan yang besar pada konsep tanggung
jawab, tetapi ini bukan berarti kurang memperhatikan kebebasan
individu. Justru Islam berusaha menetapkan keseimbangan yang tepat
di atas keduanya. Manusia memiliki tanggung jawab terhadap Tuhan,
dirinya sendiri, dan orang lain. Dengan demikian, dalam menunaikan
tanggung jawabnya, orang harus berhati-hati dalam melaksanakannya
secara moderat dan dengan keputusan yang baik. Dia harus mematuhi
norma-norma masyarakat tentang perilaku yang baik dan harus
menghormati hak-hak individu lain dalam melaksanakan tanggung
jawab sosialnya sendiri.61
5. Kebenaran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran
lawan kata dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan
dan kejujuran. Dalam bisnis kebenaran dimaksudkan sebagai niat,
sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses
mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam
proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip
60
Al-Qur’an, 74:38. 61
kebenaran ini maka etika bisnis Islami sangat menjaga dan berlaku
preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak
yang melakukan transaksi, kerja sama atau perjanjian dalam bisnis.62
Dari sikap kebenaran, kebajikan (kesukarelaan) dan kejujuran
demikian maka suatu bisnis secara otomatis akan melahirkan
persaudaraan. Persaudaraan, kemitraan antara pihak yang
berkepentingan dalam bisnis yang saling menguntungkan, tanpa
adanya kerugian dan penyesalan sedikitpun. Bukan melahirkan situasi
dan kondisi permusuhan dan perselisihan yang diwarnai dengan
kecurangan. Dengan demikian kebenaran, kebajikan, dan kejujuran
dalam semua proses bisnis akan dilakukan pula secara transparan dan
tidak ada rekayasa.63 Seperti halnya yang diteladankan oleh Nabi
Muhammad SAW yang juga merupakan pelaku bisnis yang sukses.
Dengan menjalankan bisnisnya, Nabi tidak pernah sekalipun
melakukan kebohongan, penipuan atau menyembunyikan kecacatan
barang. Sebaliknya Nabi mengharuskan agar bisnis dilakukan dengan
kebenaran dan kejujuran.
D. Etika Bisnis Islam Dalam Jual Beli
Jual beli merupakan salah satu kegiatan manusia yang menyebabkan
terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli dalam mendapatkan harta
untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Islam mewajibkan setiap muslim,
khususnya yang memiliki tanggungan untuk “bekerja”. Bekerja merupakan
62
Abdul Aziz, Etika, 47. 63
salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta
kekayaan. Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah
SWT melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat
dimanfaatkan manusia untuk mencari rizki. Di samping anjuran mencari
rizki Islam sangat menekankan (mewajibkan) aspek kehalalannya, baik
dari sisi perolehan maupun pendayagunaan (pengelolaaan dan
pembelanjaan).
Selain itu bekerja oleh al-Qur’an dikaitkan dengan iman. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara iman dan kegiatan bagaikan
hubungan antara akar tumbuhan dan buahnya, bahkan ditegaskan
al-Qur’an amalan-amalan yang tidak disertai iman tidak akan berarti di
sisi-Nya. Karena itu al-Qur’an memerintahkan:
$
p
κ
š
‰
r
'
¯
≈
t
ƒ
t
⎦⎪
Ï
%
©
!
$
#
(
#
þ
θ
ã
Ζ
t
Β
#
u
™
#
s
Œ
Î
)
š
”
Ï
Š
θ
ç
Ρ
Í
ο
4
θ
n
=
¢
Á
=
Ï
9
⎯
Ï
Β
Ï
Θ
ö
θ
t
ƒ
Ï
π
y
è
ß
ϑ
à
f
ø
9
$
#
(
#
ö
θ
y
è
ó
™
$
$
s
ù
4
’
n
<
Î
)
Ì
ø
.
Ï
Œ
«
!
$
#
(
#
ρ
â
‘
s
Œ
u
ρ
y
ì
ø
‹
t
7
ø
9
$
#
4
ö
Ν
ä
3
Ï
9≡
s
Œ
×
ö
y
z
ö
Ν
ä
3
©
9
β
Î
)
ó
Ο
ç
G
Ψ
ä
.
t
βθ
ß
ϑ
n
=
÷
è
s
?
∩®∪
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”64
Ayat ini memberikan pengertian agar berbisnis (mencari kelebihan
karunia Allah) dilakukan setelah melakukan shalat dan dalam pengertian
tidak mengesampingkan dan tujuan keuntungan yang hakiki yaitu
keuntungan yang dijanjikan Allah. Oleh karena itu, walaupun mendorong
melakukan kerja keras termasuk dalam bisnis, al-Qur’an menggaris
64
bawahi bahwa dorongan yang seharusnya lebih besar bagi dorongan bisnis
adalah memperoleh apa yang berada di sisi Allah. Atas dasar hal ini maka,
pandangan orang yang bekerja dan berbisnis harus melampaui masa kini,
dan masa depan yang jauh. Dengan demikian visi masa depan dalam
berbisnis merupakan etika pertama dan utama yang digariskan al-Qur’an,
sehingga pelaku-pelakunya tidak sekedar mengejar keuntungan sementara
yang akan segera habis tetapi selalu berorientasi masa depan.65
Menurut Yusuf Qardhawi dalam buku Mardani yang berjudul Hukum
Bisnis Syariah, Islam mempunyai etika dalam berdagang (berbisnis), yaitu:
1. Menegakkan larangan memperdagangkan barang-barang yang
diharamkan.
2. Bersikap benar, amanah, jujur.
3. Menegakkan keadilan dan mengharamkan bunga.
4. Menerapkan kasih sayang dan mengharamkan monopoli.
5. Menegakkan toleransi dan persaudaraan.
6. Berpegang pada prinsip bahwa perdagangan adalah bekal menuju
akhirat.66
Adapun bentuk perdagangan yang dilakukan seseorang selama tidak
lepas dari kendali nilai-nilai tersebut dibenarkan dalam Islam. Demikian
pula Islam mendukung perdagangan yang membawa manfaat apapun
untuk kesejahteraan manusia dengan tetap mendasarkan diri pada sejumlah
prinsip tertentu. Dalam Islam prinsip-prinsip utama dikemukakan Abdul
65
Muhammad dan Alimin, Etika, 47. 66
Mannan, selain kejujuran dan kepercayaan serta ketulusan juga diperlukan
prinsip lain seperti:
1) Tidak melakukan Sumpah Palsu
Sumpah palsu biasanya dilakukan pedagang dewasa ini dengan motif
dan tujuan untuk meyakinkan pihak lain (konsumen) bahwa barang dan
jasa yang diperdagangkannya tidak mengandung cacat meskipun dalam
kenyataannya tidak demikian. Cara meyakinkan calon pembeli
(konsumen) dengan cara yang demikian merefleksikan prinsip dan nilai
ketidakjujuran dan sikap acuh seseorang terhadap pentingnya nilai-nilai
moral dan spiritual dalam transaksi perdagangan.
Hukum Islam memandang cara yang demikian (sumpah palsu) sebagai
cara dan mekanisme bisnis dan perdagangan yang tercela.67
2) Takaran yang baik dan benar
Prinsip ini mendapat sorotan tajam dalam Islam sejak ribuan tahun yang
lalu, bahkan secara eksplisit ditegaskan gambaran tentang kondisi dan
keadaan yang dialami oleh pedagang yang curang (tidak melakukan
takaran yang baik dan benar).
Landasan perdagangan yang mengedepankan nilai kejujuran dengan
cara memenuhi takaran dengan baik dan sempurna sesungguhnya
menunjukkan bahwa Islam menetapkan dan menempatkan pelaku
dagang (manusia) alam kerangka yang terhormat.68
67
Muhammad, Aspek Hukum dalam Muamalat (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), 105 68
3) I’tikad yang baik
Selain dua prinsip tersebut, prinsip lain yang tak kalah penting yang
harus dikedepankan dalam dunia bisnis dan perdagangan menurut Islam
adalah i’tikad yang baik.69 I’tikad baik dalam bisnis merupakan hakekat
dari bisnis itu sendiri. I’tikad baik akan menimbulkan hubungan baik
dalam usaha. Oleh karenanya Islam menganjurkan jika melakukan
transaksi sebaiknya dinyatakan secara tertulis dengan menguraikan
syarat-syaratnya.70 Menurut MA. Mannan hubungan buruk yang timbul
dalam dunia bisnis dan perdagangan modern disebabkan karena tidak
adanya i’tikad baik yang timbul dari dua belah pihak.71
4) Larangan Tadli>s (penipuan)
Tadli>s (penipuan) dalam bermua>malah adalah menyampaikan sesuatu
dalam transaksi bisnis dengan informasi bisnis yang diberikan tidak
sesuai dengan fakta yang ada. Penipuan sangat dibenci Islam, karena
hanya akan merugikan orang lain, dan sesungguhnya juga merugikan
diri sendiri. Seorang penjual mengatakan kepada pembeli bahwa barang
dagangannya berkualitas sangat baik, tetapi ia menyembunyikan
kecacatan yang ada dalam barang tersebut dengan maksud agar
transaksi dapat berjalan lancar. Setelah terjadi transaksi, barang sudah
pindah ke tangan pembeli, ternyata ada cacat dalam barang tersebut.
69
Ibid., 107. 70
Neni Sri Imaniyati, Hukum Ekonomi, 169-170. 71
Berbisnis yang mengandung penipuan adalah titik awal kehancuran
bisnis.72
5) Larangan Terhadap Rekayasa Harga
Rasulullah SAW menyatakan bahwa harga di pasar itu ditentukan oleh
Allah SWT. Ini berarti bahwa harga di pasar tidak boleh diintervensi
oleh siapapun. Faktor pematokan harga termasuk membahayakan umat
dalam segala keadaan baik dalam kondisi perang, maupun damai. Harga
itu ditentukan berdasarkan mekanisme pasar yang alamiah, hal ini dapat
dilakukan ketika pasar dalam keadaan normal, tetapi apabila tidak
dalam keadaan sehat yakni terjadi kez}a>liman seperti adanya kasus
penimbunan, riba, dan penipuan maka pemerintah hendaknya dapat
bertindak untuk menentukan harga pada tingkat yang adil sehingga
tidak ada pihak yang dirugikan. 73
6) Larangan Terhadap Praktik Riba
Rasulullah mengajarkan agar para pedagang senantiasa bersikap adil,
baik, kerja sama, ama>nah, tawakkal, qana>’ah, sabar dan tabah.
Sebaliknya beliau juga menasihati agar pedagang meninggalkan sifat
kotor perdagangan yang hanya memberikan keuntungan sesaat, tetapi
merugikan diri sendiri duniawi dan ukhrawi.74 Akibatnya akan
berdampak pada pedagang itu sendiri, pedagang kehilangan sifat adil
72
Veithzal Rivai dan Antoni Nizar Usman, Islamic Economics, 227. 73
Taqiyuddin An-Nabhani, Membangun, 167. 74
dan jujur, sehingga menuntut kemungkinan pedagang akan kehilangan
pelanggan terkait apa yang diperbuat selama berdagang.
Riba dilarang disebabkan oleh pengambilan tambahan dalam transaksi
jual beli ataupun pinjaman-pinjaman yang berlangsung secara z}a>lim
dan bertentangan dengan prinsip mua>malah secara Islami. Riba secara
harfiyah berarti peningkatan atau penambahan, meskipun demikian
tidak setiap penambahan adalah dosa.
7) Larangan Terhadap Penimbunan (ih}tika>r)
Islam mengajak kepada para pemilik harta untuk mengembangkan harta
mereka dan menginvestasikannya, sebaliknya melarang mereka untuk
membekukan dan tidak memfungsikannya. Penimbunan secara mutlak
dilarang, dan hukumnya haram.
Penimbunan adalah orang yang mengumpulkan barang-barang dengan
menunggu waktu naiknya harga barang-barang tersebut, sehingga bisa
menjualnya dengan harga yang tinggi, hingga warga setempat sulit
untuk menjangkaunya.75
Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang, dan agama
Islam disebarluaskan terutama melalui para pedagang muslim. Dalam
al-Qur’an terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan, tetapi
tidak dilarang mencari kekayaan dengan cara yang halal.
Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat
strategis di tengah kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan.
75
Kunci etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu
sebabnya misi diutusnya Rasulullah SAW ke dunia adalah untuk
memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak.
Seorang pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang teguh
etika dan moral bisnis Islam yang mencakup h}usn al- khuluq. Pada derajat
ini Allah SWT akan melapangkan hatinya, dan akan membukakan pintu
rezeki, dimana pintu rezeki akan terbuka dengan akhlak mulia tersebut,
akhlak yang baik adalah moral dasar yang akan melahirkan praktis bisnis
yang etis dan moralis.76
E. Penetapan Harga
Harga adalah pemasangan nilai tertentu untuk barang yang akan
dijual dengan wajar, penjual tidak z}a>lim dan tidak menjerumuskan
pembeli untuk menentukan harga sekaligus melindungi hak keduanya.77
Islam menghargai hak penjual dan pembeli untuk menentukan harga
sekaligus melindungi hak keduanya. Pihak penjual berhak untuk
menentukan harga barang dengan sewajarnya dan pihak pembeli pun
boleh menawar harga yang ditawarkan oleh penjual.78
Allah SWT memberikan hak tiap orang untuk membeli dengan
harga yang disenangi. Dalam kitab Sunan Ibnu Majah juz 2 terdapat hadi>th
yang berbunyi:
ْﺪُﳋا
ٍﺪْﻴِﻌَﺳ
ﺎَﺑَأ
ﱠيِر
ُﻘَـﻳ
ﻮ
ُل
:
ِﻪﱠﻠﻟا
ُلﻮُﺳَر
َلﺎَﻗ
:
َﱠﳕِإ
ﺎ
ٍضاَﺮَـﺗ
ْﻦَﻋ
ُﻊْﻴَـﺒْﻟا
.
76
Faisal Badroen, Etika, 89. 77
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah (12), terj. Kamaluddin A. Marzuki (Bandung: Al Ma’arif, 1987), 96.
78
Dari Abu Sa’i>d al- Khudri berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya jual beli itu (sah karena) suka sama suka”.79
Namun, ketika negara mematok harga untuk umum, maka Allah
telah mengharamkannya membuat patokan harga barang tertentu yang
dipergunakan untuk menekan rakyat agar melakukan transaksi jual beli
sesuai dengan harga patokan tersebut. Oleh karena itu pematokan harga
dilarang.80 Haramnya pematokan tersebut bersifat umum untuk semua
barang. Tanpa dibedakan antara barang makanan pokok, dengan bukan
makanan pokok.81 Dalam mencari harta benda setiap manusia wajib
melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangan-Nya,
memberikan hak kepada yang berhak.82
Agar terciptanya ekonomi yang seimbang, maka pedagang harus
memperhatikan adanya harga mahal dan murah itu dikarenakan adanya
faktor atau sebab tertentu, bukan sewena-wena ditetapkan penjual barang
tersebut. Sebagai contoh harga cabai mahal karena pertanian sedang
dilanda banjir, sehingga banyak cabai yang tidak layak panen.
Transaksi ekonomi pasar bekerja berdasarkan mekanisme harga,
agar transaksi memberi keadilan bagi seluruh pelakunya, maka harga juga
harus mencerminkan keadilan. Dalam pandangan Islam transaksi harus
dilakukan dengan suka rela dan memberi keuntungan proposional bagi
79
Abi Abdullah Muhammad, Sunan Ibnu Ma>jah, 376. 80
Taqiyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam (Surabaya: Risalah Gusti, 2009), 212.
81
Ibid., 213. 82
para pelakunya.83 Dalam menghargai hak penjual dan pembeli untuk
menentukan harga sekaligus melindungi hak keduanya terdapat suatu
ha>dith yang menyatakan bahwa:
ُﻦﺑ
ُﺪﱠﻤ ُﳏ
ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ
ٍرﺎﱠﺸَﺑ
َلﺎَﻗ
،
:
ٌجﺎّﺠَﺣ
ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ
ٍلﺎَﻬْـﻨِﻣ
ُﻦْﺑ
َلﺎَﻗ
،
:
ُﻦﺑ
ُدﺎّﲪ
ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ
َـﻗ
ْﻦَﻋ
،َﺔَﻤَﻠَﺳ
َﺘ
َدﺎ
َو
ﺪﻴ ُﲪَو
؛َة
َﺛﺎ
ِﺑ
ﺖ
ٌﺪْﻴَُﲪ
َو
ِﺲﻧَأ
ْﻦَﻋ
،
،
َـﻓ
ُﻟﺎَﻘ
ﻮ
:
ْﻌﱢﺴﻟا
ﻼَﻏ
َﻋ
ُﺮ
َﻠ
ﻰ
ْﻬَﻋ
ِﻪﱠﻠﻟا
ِلﻮُﺳَر
ِﺪ
،
ﻮُﻠَﻘَـﻓ