• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan daya antioksidan sari sawi caisim (Brassica rapa subsp.parachinensis) dengan sari sawi pakcoy (Brassica rapa subsp.chinensis) secara in vitro menggunakan metode DPPH - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perbandingan daya antioksidan sari sawi caisim (Brassica rapa subsp.parachinensis) dengan sari sawi pakcoy (Brassica rapa subsp.chinensis) secara in vitro menggunakan metode DPPH - USD Repository"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Ni Nyoman Manik Uliani NIM : 068114091

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

PERBANDINGAN DAYA ANTIOKSIDAN SARI SAWI CAISIM (Brassica rapa subsp.parachinensis) DENGAN SARI SAWI PAKCOY (Brassica rapa subsp.chinensis) SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN METODE DPPH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Ni Nyoman Manik Uliani NIM : 068114091

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

$

%

& # #

#

'

(

)

#

# * ' ' + % ' +

* %*

' '

,

- *

' '

' *)))

#

#

#

# !

#

# !

#

# #

!

#

))))))

! # # #(# # # !

## !

$ . $ #

!

(

#

# #

#

# !

(6)
(7)

vii

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Perbandingan Daya Antioksidan Sari Sawi Caisim (Brassica rapa subsp.parachinensis) dengan Sari Sawi Pakcoy (Brassica rapa subsp.chinensis) Secara In Vitro Menggunakan Metode DPPH” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama perkuliahan, penelitian, dan penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak berupa bimbingan, nasehat, dorongan, pengarahan, kritik, saran, dan sarana. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Yohanes Dwiatmaka, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu dan tenaga untuk mengarahkan dan memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini.

2. Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu dan tenaga untuk mengarahkan dan memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini.

3. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan sarannya untuk skripsi ini.

(8)

viii

5. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt., Dr. Pudjono, SU., Apt, Jeffry Julianus, M.Si., atas waktu dan diskusinya kepada penulis untuk penyelesaian skripsi ini. 6. Bapak, Ibu, bli odik, bli ade, ketut adikku, dan Mbok Erna, untuk kasih

sayang dan perhatiannya.

7. Gesi, teman seperjuanganku, terimakasih untuk kebersamaan yang penuh suka dan duka.

8. Para laboran yang telah banyak membantu dalam menjalankan penelitian. 9. Sahabat-sahabatku di Bali: Ana, Intan, Ami, Indah, Ika, Diara, anak-anak

Tribal, buat semangat dan doa yang diberikan selama ini di tengah kesibukan masing-masing.

10.Teman-teman di kelas FKK: Vero, Mei, Ana, Reni, Chibi, Pok Atik, Valida, Ayu, Ari, dan semua yang tidak bisa disebutkan satu-satu, untuk pengalaman tak terlupakan, disaat sibuk membuat tugas dan laporan maupun disaat menyenangkan yang penuh canda.

11.Saudara-saudara KKNku, Endy, Riri, Wulan, Theo, Keke, Yuni, Kaka, Acid, terima kasih untuk waktu sejenak yang amat berarti.

12.Saudara-saudara perantauan di kost Putri Puri Sekar Negari, yang masih ada maupun yang sudah melanjutkan hidup masing-masing, serta Bapak dan Ibu kost, untuk banyak pelajaran hidup yang berharga.

13.Nyame KMHD, terima kasih untuk rasa kekeluargaannya di negeri rantau. 14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

(9)

ix perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 2009

(10)
(11)

xi

radikal bebas yang dikenal dengan istilah antioksidan. Berbagai antioksidan telah terdapat secara alamiah di alam terutama dalam sayuran dan buah-buahan. Sawi merupakan salah satu jenis sayuran yang sering dijumpai di masyarakat dan secara umum mengandung vitamin C, E, dan beta karoten yang diketahui merupakan antioksidan.

Terdapat berbagai “varietas” sawi antara lain sawi caisim (Brassica rapa subsp.parachinensis) dan sawi pakcoy (Brassica rapa subsp.chinensis). Perbedaan “varietas” dapat memungkinkan adanya perbedaan daya antioksidan yang dimiliki. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan daya antioksidan antara sari sawi caisim dan sari sawi pakcoy secara in vitro dengan menggunakan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl). Penetapan aktivitas antioksidan dilakukan dengan mengukur penurunan serapan DPPH karena pemberian berbagai konsentrasi sari sawi caisim dan sari sawi pakcoy. Efektivitas penangkapan radikal bebas sebesar 50 % (IC50) ditentukan dengan menggunakan persamaan regresi linier antara konsentrasi sari sawi (x) dengan % inhibisi (y).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sari sawi caisim memiliki aktivitas antioksidan lebih besar yang ditunjukkan oleh nilai IC50 sebesar 5,226 mg/ml sedangkan sari sawi pakcoy memiliki IC50 sebesar 8,148 mg/ml. Melalui uji statistik diketahui nilai IC50 keduanya berbeda bermakna.

(12)

xii ABSTRACT

Free radical is an atom or molecule which has unpaired electron that potentially destroy the important cells in the body. A compound which can prevent the negative effect of free radical called antioxidant is needed. Many kinds of antioxidant are available in the nature such as in vegetables and fruits. Mustard is one kind of vegetables which is often see and generally contains vitamin C, E, and beta carothene which known has potentially compound as antioxidant.

There are many kinds of mustard for example caisim (Brassica rapa subsp.parachinensis) and pakcoy (Brassica rapa subsp.chinensis). The difference of variety may cause different capacity of the antioxidant. This research is aimed to compare the antioxidant capacity of caisim essence and pakcoy essence in vitro using DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) method. The determination of antioxidant activity through measuring DPPH absorption by giving various concentrations of caisim essence and pakcoy essence. The free radical suizure activity parameter from antioxidant compound which are used IC50. The 50% (IC50) free radical seizure effectivitier is determined using liner regression equality between caisim essence concentration (x) with % inhibisi (y).

The results showed that caisim has more antioxidant activity shown by the IC50 value of 5,226 mg/ml while pakcoy has IC50 of 8,148 mg/ml. Through statistical tests it is known that the IC50 between them is different and significant.

(13)

xiii

HALAMAN JUDUL………..……..………... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….…………...iii

HALAMAN PENGESAHAN……….………...…..iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……….………….……...v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS…………...………...vi

KATA PENGANTAR...vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...x

INTISARI...xi

ABSTRACT ...xii

DAFTAR ISI...xiii

DAFTAR GAMBAR...xiv

DAFTAR TABEL...xv

DAFTAR LAMPIRAN………..…xvi

BAB I. PENGANTAR...1

A. Latar Belakang...1

B. Perumusan Masalah...5

C. Keaslian Penelitian...5

(14)

xiv

1. Manfaat teoritis...6

2. Manfaat praktis...6

E. Tujuan Penelitian...6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA...7

A. Uraian sawi caisim dan sawi pakcoy ...7

1. Morfologi...7

2. Ekologi dan penyebaran...8

3. Kandungan kimia dan pemanfaatan sawi ...8

B. Radikal Bebas……….10

1. Pengertian...10

2. Pembentukan radikal bebas………..………...…10

3. Metode untuk mendeteksi………..………...…..12

C. Antioksidan……….…………...……13

1. Pengertian dan fungsi antioksidan………..……..13

2. Mekanisme………..……..14

D. Metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) ….….…………..……...15

E. Spektrofotometri Visibel...16

F. Landasan Teori………...20

G. Hipotesis………...21

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...22

A. Jenis Rancangan Penelitian...22

(15)

xv

2. Alat...24

E. Tata Cara Penelitian...24

1. Pengambilan sampel………...24

2. Penyiapan bahan uji………... 24

i. Pembersihan dan Sortasi Basah ………...24

ii. Persiapan uji penangkapan radikal DPPH.... ...24

3. Pengujian dengan metode DPPH………..25

i. Penentuan operating time……….…....………25

ii. Penentuan panjang gelombang maksimum ...26

iii. Pembuatan larutan kontrol…..………..………..26

iv. Uji penangkapan radikal bebas sawi caisim dan sawi pakcoy………...26

F. Analisis Data...27

BAB IV. PEMBAHASAN...28

A.Hasil Pengumpulan Bahan………..28

B.Hasil Pembuatan Sari Sawi Caisim dan Sawi Pakcoy...29

C.Optimasi Metode DPPH………...………….………..32

1. Penentuan Operating Time………...33

(16)

xvi

D.Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH…….……36

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...44

A. Kesimpulan...44

B. Saran...44

DAFTAR PUSTAKA...45

LAMPIRAN...50

(17)

xvii

Gambar 1. Sawi pakcoy (a) dan sawi caisim (b)...8 Gambar 2. Produksi radikal bebas pada reaksi reduksi oksigen menjadi air...10 Gambar 3. Mekanisme enzim menetralkan pembentukan atau efek radikal bebas

selama proses metabolisme normal dalam tubuh...14 Gambar 4. Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida...15 Gambar 5. Instrumen spektrofotometer...19 Gambar 6. Pengendapan senyawa penyusun dinding sel

(selulosa, protein, dan pektin)……….……….…..32 Gambar 7. Spektra Operating Time...34 Gambar 8. Spektra panjang gelombang maksimum DPPH pada tiga konsentrasi

berbeda………...36 Gambar 9. Donasi proton dari antioksidan ke radikal DPPH ………..…..39 Gambar 10. Penurunan intensitas warna DPPH pada pemberian berbagai

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi sawi caisim dan sawi pakcoy...3

Tabel 2. Komposisi sawi caisim dan sawi pakcoy...9

Tabel 3. Kekuatan antioksidan dengan metode DPPH……...………...……….…..16

Tabel 4. Volume sari caisim dan sawi pakcoy...31

Tabel 5. Data penurunan absorbansi DPPH pada penambahan berbagai konsentrasi sari caisim……….……….37

Tabel 5. Data penurunan absorbansi DPPH pada penambahan berbagai konsentrasi sari pakcoy………..…..……..38

(19)

xix

Lampiran 2. Foto Juice Extractor...51

Lampiran 3. Data Penimbangan Bahan...52

Lampiran 4. Data Perolehan Sari Sawi ...54

Lampiran 5. Data Perhitungan Konsentrasi DPPH dan Sari Sampel...55

Lampiran 6. Perhitungan Konsentrasi DPPH Pada Penetapan Operating Time (OT) dan Panjang Gelombang Maksimum...57

Lampiran 7. Scanning Operating Time (OT)...58

Lampiran 8. Scanning Sari Sawi Pada Panjang Gelombang 400-600 nm...60

Lampiran 9. Scanning Metanol Pada Panjang Gelombang 400-600 nm...62

Lampran 10. Uji Penangkapan Radikal Bebas...63

(20)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Pada saat ini dengan adanya kemajuan teknologi di segala bidang dan

berubahnya pola hidup masyarakat terutama pola makan dan kebiasaan buruk seperti

merokok menyebabkan tubuh semakin rentan terserang penyakit yang berhubungan

dengan radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai

elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya (Husaeni, 1991; Langseth,

1995; Vaya dan Aviram, 2001; Bagchi dan Puri, 1998). Secara kimia, radikal bebas

yang tidak berpasangan ini cenderung dapat bereaksi dan menyerang molekul stabil

yang terdekat dan mengambil elektron. Zat yang terambil elektronnya juga akan

menjadi radikal bebas sehingga akan memulai suatu reaksi berantai yang akhirnya

menimbulkan senyawa tidak normal (Wijaya, 1996; Percival, 1998; dan Winarsi,

2007).

Menurut Wijaya (1996) dan Padayatty, dkk. (2003), radikal bebas dapat

menimbulkan perubahan kimiawi dan merusak berbagai komponen sel hidup seperti

protein, lipid, dan nukleotida. Kerusakan sel-sel tersebut dapat menumpuk selama

bertahun-tahun sehingga timbul penyakit-penyakit yang disebabkan karena

ketidakmampuan sel untuk tetap hidup dan berfungsi normal. Beberapa radikal

(21)

radikal superoksida (O2•-), radikal nitrit oksida (NO•), dan radikal lemak peroksil

(LOO•) (Langseth, 1995; Vaya dan Aviram, 2001). Radikal hidroksil merupakan jenis

yang paling reaktif diantara berbagai jenis radikal bebas tersebut (Suyatna, 1989;

Gitawati, 1995; Halliwell dan Gutteridge, 1999).

Untuk mencegah efek negatif radikal bebas terhadap tubuh diperlukan

senyawa yang disebut antioksidan. Antioksidan memiliki kemampuan memberikan

elektron, mengikat dan mengakhiri reaksi berantai radikal bebas (Rohdiana, 2001;

Vaya dan Aviram, 2001; Meronda, 2008). Secara alami, tubuh mampu menghasilkan

antioksidan namun ada batasannya, tidak semua radikal bebas mampu untuk

dinetralisasi. Jika jumlah radikal bebas melebihi kapasitas kemampuan netralisasi

antioksidan maka terjadilah kerusakan atau disebut dengan stres oksidatif (Trilaksani,

2003). Antioksidan eksternal diperlukan untuk membantu kerja antioksidan internal

yang dihasilkan dalam tubuh. Berbagai antioksidan eksternal telah terdapat secara

alamiah di alam terutama dalam sayur-sayuran dan buah buahan (Booth, Cao,

Sadowski, dan Prior, 1998; Percival, 1998; Yee, Ikram, Jalil, dan Ismail, 2007).

Percival (1998), Tuminah (1999), dan Koswara (2004) menyampaikan bahwa

masyarakat yang mengkonsumsi banyak sayur dan buah ternyata lebih sehat dengan

risiko yang rendah terkena penyakit degeneratif termasuk kanker.

Sawi merupakan salah satu jenis sayuran yang digemari di Indonesia.

Konsumennya mulai dari golongan masyarakat kelas bawah hingga atas. Di Indonesia

sendiri banyak jenis masakan yang menggunakan sayur sawi, baik sebagai bahan

(22)

3

Menurut Dwiari (2008) dan Ide (2006), di dalam sawi terdapat vitamin E, vitamin C

dan beta karoten yang diketahui berperan sebagai antioksidan. Dapat disimpulkan

bahwa selain nikmat dikonsumsi sawi juga memiliki efek yang baik bagi kesehatan.

Sawi caisim atau sawi bakso merupakan “varietas” sawi yang paling banyak

dijual di pasaran (Margiyanto, 2008). Sawi pakcoy juga merupakan salah satu

”varietas” sawi yang akhir-akhir ini mulai dibudidayakan di Indonesia. Baik sawi

caisim maupun sawi pakcoy memiliki rasa yang tidak jauh berbeda (Haryanto,

Suhartini, dan Rahayu, 2006), namun karena adanya perbedaan “varietas”

memungkinkan besar komposisi zatnya juga berbeda sehingga berpengaruh pada

khasiat yang dimiliki. Seperti yang disampaikan Jegtvig (2004), terdapat perbedaan

besar komposisi zat yang terkandung pada sawi caisim dan sawi pakcoy (Tabel 1).

Tabel I. Komposisi sawi caisim dan sawi pakcoy

Komposisi (mg)

(23)

Berdasarkan perbedaan besarnya komposisi zat tersebut maka memungkinan

daya antioksidan yang dimiliki oleh sawi caisim dan sawi pakcoy juga berbeda. Oleh

karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui perbandingan daya antioksidannya.

Diharapkan nantinya masyarakat dapat mengetahui ada atau tidaknya perbedaan

antioksidan antara sawi caisim dan sawi pakcoy sehingga dapat dijadikan

pertimbangan pemilihan dalam mengkonsumsi. Penelitian ini difokuskan hanya untuk

menguji daya antioksidan masing-masing sari sawi caisim dan sawi pakcoy, tidak

dilakukan uji kualitatif maupun pemisahan senyawa tunggal yang bertanggung jawab

sebagai antioksidan.

Metode yang digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan sari sawi

caisim dan sari sawi pakcoy ini adalah metode DPPH (

2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl). Dipilih metode ini karena akurat dalam mengukur aktivitas

antioksidan pada buah dan ekstrak sayur (Antolovich cit Kwok, 2003) dan relatif

sederhana (Hanani, 2005). Prinsip metode ini didasarkan pada kemampuan suatu antioksidan untuk mengurangi intensitas warna ungu radikal DPPH. Dalam metode

DPPH, penangkapan radikal DPPH oleh suatu senyawa antioksidan diikuti dengan

penurunan absorbansi yang terjadi pada panjang gelombang 515 nm sebagai akibat

direduksinya radikal tersebut oleh antioksidan (Pokorny, Yanishlieva, Gordon, 2001).

Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan IC50 ( Inhibitor Concentration 50 ) yaitu

(24)

5

B. Perumusan Masalah

1. Apakah sari sawi caisim dan sawi pakcoy memiliki aktivitas sebagai

antioksidan yang terukur dengan metode DPPH?

2. Bagaimanakah perbandingan daya antioksidan sari sawi caisim dengan

sari sawi pakcoy menggunakan metode DPPH yang dinyatakan sebagai

IC50(Inhibitor Concentration 50)?

C. Keaslian Karya

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang potensi antioksidan sawi telah

dilakukan, diantaranya:

a. Effects of Nitrogen and Sulfur on Total Phenolics and Antioxidant Activity in Two

Genotypes of Leaf Mustard oleh Li, Zhu, dan Gerendas (2008).

b. In Vitro and In Vivo Antioxidant Effects of Mustard leaf (Brassica juncea) oleh

Kim, Yokozawa, Cho, Cheigh, Choi, dan Chung (2003).

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah bahwa pada penelitian ini akan

dilakukan uji daya antioksidan pada “varietas” sawi yang berbeda yaitu Sawi Caisim

(Brassica rapa sups. parachinensis) dan Sawi Pakcoy (Brassica rapa

(25)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Mengetahui perbandingan daya antioksidan sari sawi caisim dan

sari sawi pakcoy dengan metode DPPH yang dinyatakan dengan IC50

(Inhibitor Concentration 50).

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang daya

antioksidan sawi caisim dan sawi pakcoy sehingga nantinya dapat

dijadikan pertimbangan pemilihan dalam mengkonsumsi oleh masyarakat.

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui adanya aktivitas antioksidan pada sari sawi caisim dan sari

sawi pakcoy dengan menggunakan metode DPPH.

2. Mengetahui perbandingan daya antioksidan sari sawi caisim dengan sari

sawi pakcoy menggunakan metode DPPH yang dinyatakan sebagai IC50

(26)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Sawi Caisim dan Sawi Pakcoy

1. Morfologi

Secara umum sawi memiliki daun yang lonjong, halus, dan tidak berbulu (Ide,

2006), sedangkan sistem perakarannya yaitu memiliki akar tunggang dan

cabang-cabang akar yang bentuknya bulat panjang serta silindris menyebar ke semua arah

(Rukmana, 1994). Sawi caisim (Brassica rapa subsp.parachinensis) dan sawi pakcoy

(Brassica rapa subsp.chinensis) merupakan salah satu subspesies sawi. Keduanya

termasuk familia Brassicaceae (suku sawi-sawian). Secara morfologi sawi caisim dan

sawi pakcoy bisa dibedakan dengan jelas (Gambar 1). Sawi pakcoy mempunyai daun

tangkai yang lebar, kokoh, dan tanamannya lebih pendek daripada sawi caisim

(Haryanto, dkk., 2006), sedangkan sawi caisim memiliki tangkai daun

memanjang tipis dan lansing (Ide, 2006).

Ditambahkan Yamaguchi dan Rubatzky (1997), sawi pakcoy umumnya

memiliki tinggi maksimum hanya 15-30 cm sedangkan sawi caisim dapat

mencapai tinggi 20-60 cm setelah berumur 5-6 minggu. Walaupun secara morfologi

keduanya berbeda, dari segi rasa baik sawi pakcoy maupun sawi caisim memiliki rasa

(27)

(a) (b)

Gambar 1. Sawi pakcoy (a) dan sawi caisim (b)

2. Ekologi dan penyebaran

Pada mulanya sawi diduga berasal dari Cina dan Asia timur lalu menyebar ke belahan dunia lain termasuk ke Indonesia (Rukmana, 1994). Indonesia mempunyai kecocokan terhadap iklim, cuaca, dan tanahnya sehingga sawi dapat dikembangkan hingga sekarang. Sawi dapat ditanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah, namun umumnya diusahakan di dataran rendah yaitu di pekarangan, di ladang, atau di sawah. Sawi merupakan tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan sehingga dapat ditanam sepanjang tahun, namun pada saat musim kemarau perlu disediakan air yang cukup untuk penyiraman (Margiyanto, 2008). Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pengairannya baik.

3. Kandungan kimia dan pemanfaatan sawi

(28)

9

Tabel II. Komposisi zat sawi caisim dan sawi pakcoy

Komposisi zat (mg)

Sawi caisim Sawi pakcoy

Kalsium 72,5 74,0

(29)

B. Radikal Bebas 1. Pengertian

Menurut Gitawati (1995), Tilarso (2003), dan Hadi (2009), radikal bebas

adalah atom atau molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan sehingga

menjadi komponen yang tidak stabil dan sangat reaktif. Karena sifat reaktifnya ini

radikal bebas berpotensi merusak dinding sel yang terdiri dari lemak dan juga

merusak protein sel dan DNA (Suyatna, 1989; Harnita, 2002). Beberapa jenis

radikal bebas yang terdapat pada makhluk hidup antara lain radikal hidroksil

(OH), radikal superoksid (O2•-), radikal nitrit oksida (NO•), dan radikal lemak

peroksil (LOO•) ( Langseth, 1995; Bagchi dan Puri, 1998). Diantara jenis radikal

bebas, radikal hidroksil merupakan jenis yang paling reaktif dan bereaksi sangat

cepat dengan hampir semua tipe molekul dalam sel hidup (Halliwell dan

Gutteridge, 1999).

2. Pembentukan radikal bebas

Radikal bebas dapat dihasilkan dari metabolisme normal tubuh. Salah

satunya adalah menjadi produk antara pada proses reduksi oksigen menjadi air

(Gambar 2).

(30)

11

Dalam proses reduksi oksigen menjadi air akan terbentuk radikal bebas

sebagai produk antara atau intermedier namun kemungkinannya hanya 5 % dari

keseluruhan proses. Jika menerima 1 elektron pertama akan terbentuk O2

•-(superoksida). Setelah menerima elektron kedua akan terbentuk H2O2. Hidrogen

peroksida (H2O2) juga dapat terbentuk bila terdapat ion-ion logam (seperti Fe2+)

melalui reaksi Fenton. Selanjutnya apabila menerima 1 elektron lagi maka akan

terbentuk radikal hidroksil (OH•) (Suyatna, 1989; Lautan, 1997).

Adanya radikal bebas yang bersifat reaktif dan dapat menyerang molekul

stabil terdekatnya ini dapat menyebabkan kerusakan berbagai komponen sel hidup

antara lain:

a) Asam lemak, terutama asam lemak tidak jenuh jamak atau PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) yang merupakan komponen penting fosfolipid

penyusun membran sel.

b) DNA, terkait dengan genetik.

c) Protein, yang memegang peranan penting sebagai enzim, reseptor, dan

antibodi (Wijaya, 1996).

Keberadaan radikal bebas dalam tubuh tidak selalu berbahaya. Sel darah

putih mengeluarkan radikal bebas untuk menghancurkan dan melawan mikroba

patogen dan merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh terhadap serangan

penyakit (Bagchi dan Puri, 1998). Komponen yang berperan di dalamnya adalah

NADPH oksidase dan sitokrom tipe b. Adanya pengaruh oksidase dan sitokrom

tersebut menyebabkan terbentuknya superoksida (O2•-) akibat direduksinya

(31)

atau ke dalam fagolisosom dan bersama-sama dengan protein dan beberapa derivat

oksigen lain akan berperan sebagai bakterisida (Lautan, 1997).

3.Metode untuk mendeteksi

Untuk mendeteksi radikal bebas terdapat beberapa metode yang bisa digunakan,

antara lain:

a) Pengujian dengan cara mengukur penangkapan radikal sintetik seperti

DPPH dalam pelarut organik polar (metanol atau etanol) pada suhu kamar.

Penangkapan radikal DPPH oleh suatu senyawa diikuti dengan penurunan

absorbansi pada 515 nm.

b) Pengujian aktivitas antioksidan dengan sistem linoleat-tiosianat. Asam

linoleat merupakan asam lemak tidak jenuh dengan 2 buah ikatan rangkap yang

mudah mengalami oksidasi membentuk radikal peroksida. Senyawa antioksidan

akan berperan dalam mengkelat logam fero dan menangkap radikal peroksida.

c) Pengujian dengan asam tiobarbiturat atau TBA (Thio Barbituric Acid).

Pengujian ini berdasarkan adanya pembentukan radikal hidroksil yang

dihasilkan oleh pereaksi fenton, kemudian radikal ini akan mengoksidasi

deoksiribosa menjadi malonaldehid (MDA). MDA akan bereaksi dengan TBA

membentuk kromogen yang berwarna merah muda yang dapat diukur

aborbansinya dengan panjang gelombang 532 nm (Pokorny, dkk., 2001).

Ditambahkan Halliwell dan Gutteridge (1999) selain metode diatas terdapat juga

metode triptofan dan metode dimetilsulfoksida (DMSO). Triptofan akan bereaksi

(32)

13

dimetilsulfoksida (DMSO) radikal hidroksil bereaksi dengan dimetilsulfoksida

dimana produk perubahannya antara lain menghasilkan gas metan yang dapat

dideteksi dengan Gas Liquid Chromatograph.

B. Antioksidan 1. Pengertian dan jenis antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang memiliki kemampuan dalam memberikan

elektron, mengikat dan mengakhiri reaksi berantai radikal bebas (Rohdiana, 2001;

Vaya dan Aviram, 2001; Meronda, 2008). Secara garis besar menurut sumbernya,

antioksidan dapat dibedakan menjadi antioksidan internal dan antioksidan eksternal.

a. Antioksidan internal

Antioksidan internal yaitu antioksidan yang diproduksi oleh tubuh sendiri,

disebut pula sebagai antioksidan primer (Hadi, 2009). Sejumlah enzim dalam tubuh

dapat menetralkan radikal bebas antara lain, SOD (superoxide dismutase), katalase,

dan glutation peroksidase (Gambar 3). Enzim SOD berfungsi mempercepat reaksi

perubahan superoksida menjadi H2O2 yang kurang toksik sehingga tidak bereaksi

untuk menimbulkan efek atau radikal yang lebih reaktif. Enzim katalase yang

terdapat dalam peroksisom dan sitosol berfungsi menetralkan H2O2 menjadi O2 dan

H2O. Enzim lain yang berfungsi sama seperti katalase adalah glutation peroksidase

(33)

Katalase

Peroksidase

e- e-+ 2H+ e-+ H+ e-+ H+

Superoksida dismutase (SOD)

Gambar 3. Mekanisme enzim menetralkan pembentukan atau efek radikal bebas selama proses metabolisme normal dalam tubuh (Gitawati, 1995).

b) Antioksidan eksternal

Antioksidan eksternal disebut juga antioksidan enzimatis atau antioksidan

sekunder. Antioksidan eksternal tidak dihasilkan oleh tubuh tetapi berasal dari

makanan (Winarsi, 2007). Peningkatan jumlah radikal bebas yang terbentuk

menyebabkan sistem pertahanan tubuh yang ada tidak memadai lagi sehingga

tubuh memerlukan tambahan antioksidan dari luar yang dapat melindungi tubuh

dari serangan radikal bebas. Dengan adanya senyawa antioksidan tersebut maka

proses oksidasi yang berlebihan dapat dihambat (Halliwell dan Gutteridge 1999).

Contoh antioksidan eksternal yaitu beta karoten, vitamin C, vitamin E, selenium,

dan flavonoid (Prakash, Suri, Upadhyay, dan Singh, 2007).

2. Mekanisme

Antioksidan mampu menghambat reaksi oksidasi melalui mekanisme

penangkapan radikal dengan cara menyumbangkan atau melengkapi elektron yang

tidak berpasangan pada radikal bebas sehingga menghambat terjadinya reaksi

berantai dari pembentukan radikal bebas. Penambahan antioksidan (AH) primer

(34)

15

dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi

autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi

oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi. Radikal-radikal antioksidan (A•)

yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil (Gordon, 1990).

Inisiasi : R• + AH ---RH + A•

Radikal lipida

Propagasi : ROO• + AH --- ROOH + A•

Gambar 4. Reaksi Penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Gordon 1990)

C. Metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl)

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering

digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan beberapa senyawa (Orhan,

Ergun, Yesilada, Tsuchiya, Takaishi, dan Kawazoe, 2007) . Metode DPPH dapat

digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan dari senyawa dalam bentuk aslinya

ataupun dalam campuran (Vaya dan Aviram, 2001). Pengukuran aktivitas

antioksidan pada metode ini didasarkan pada kemampuan suatu antioksidan untuk

mengurangi intensitas warna ungu radikal DPPH. Interaksi antioksidan dengan

DPPH adalah dengan adanya donasi elektron atau atom hidrogen pada DPPH akan

menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada radikal

bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua

menjadi kuning terang ( Molyneux, 2004). Absorbansi sampel diukur pada

(35)

menggunakan spektrofotometer visibel. Metode DPPH merupakan salah satu

metode yang akurat untuk mengukur aktivitas antioksidan pada buah dan ekstrak

sayur (AntolovichcitKwok, 2003).

Data absorbansi yang diperoleh pada pengukuran menggunakan

spektrofotometer visibel dibuat persamaan regresi linear yang menyatakan

hubungan antara konsentrasi bahan uji (x) dengan % inhibisi (y) dari suatu seri replikasi pengukuran. NilaiIC50yaitu konsentrasi bahan uji yang diperlukan untuk

menangkap 50% radikal DPPH dapat ditentukan menggunakan persamaan regresi

linear tersebut. Semakin kecil nilai IC50, semakin tinggi daya antioksidan suatu

senyawa, demikian sebaliknya. Menurut Ariyanto cit Nusarini (2007), tingkat kekuatan antioksidan senyawa uji menggunakan metode DPPH dapat digolongkan

menurut nilaiIC50(Tabel 3) sebagai berikut :

Tabel III. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH Intensitas NilaiIC50

Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berhubungan dengan

pengukuran absorbansi atau transmitansi yang dapat digunakan untuk analisis

kualitatif dan kuantitatif suatu bahan kimia (Khopkar, 1990). Pada analisis

(36)

17

dihasilkan dalam pelarut tertentu (Martono, 2007). Penggunaan untuk analisis

kuantitatif berkaitan dengan jumlah radiasi elektromagnetik yang diserap dengan

jumlah molekul penyerap, seperti yang terlihat pada Hukum Lambert-Beer

dibawah ini.

Io = intensitas radiasi yang datang It = intensitas radiasi yang

diteruskan

A = absorbansi molar b = tebal kuvet c = konsentrasi analit

(Mulja dan Suharman, 1995)

Spektrofotometri yang menggunakan radiasi dengan panjang gelombang

380 nm sampai 780 nm disebut spektrofotometri cahaya tampak (Anonim, 1995).

Menurut Fessenden dan Fessenden (1994), panjang gelombang cahaya tampak

bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul yang memerlukan energi

lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang.

Senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah tampak mempunyai elektron yang

lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada gelombang UV

yang lebih pendek.

Bila suatu molekul senyawa organik menyerap sinar tampak maka didalam

molekul tersebut terjadi perpindahan atau transisi elektron dari berbagai jenis

tingkat energi orbital dari molekul tersebut. Transisi yang mungkin terjadi pada

(37)

a. Transisi σ → σ*

Transisi jenis ini terjadi pada orbital ikatan sigma. Energi yang

dibutuhkan untuk transisi ini sangat besar.

b. Transisi n→ σ*

Jenis transisi ini terjadi pada orbital bukan ikatan (n). Energi

yang diperlukan untuk transisi ini lebih kecil dibandingkan dengan transisi σ → σ*

sehingga sinar yang diserap memiliki panjang

gelombang lebih besar dari 200 nm.

c. Transisi n→ π* dan π → π*

Jenis transisi ini memiliki absorbansi pada 200-700 nm

sehingga panjang gelombang ini secara teknis dapat diaplikasikan pada

spektrofotometer (Sastrohamidjojo, 1991).

Sebagai pelarut spektrofotometri dapat digunakan semua cairan yang dapat

melarutkan senyawa yang akan diuji serta yang tidak atau hanya sedikit

menunjukkan absorpsi sendiri. Pelarut yang biasanya digunakan adalah air,

metanol, asetonitril, sikloheksan, dan heksana (Roth, 1994). Suatu medium

tampak berwarna oleh pengamat karena adanya pengaruh cahaya yang diserap dan

dipantulkan. Cahaya yang berisi seluruh spektrum sebagian akan diserap oleh

medium tersebut namun ada juga yang dipantulkan atau diteruskan. Cahaya yang

diteruskan inilah yang tampak berwarna bagi pengamat (Sastrohamidjojo, 1991).

Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi yang diserap oleh suatu molekul. Suatu spektrofotometer terdiri dari beberapa komponen penting penyusunnya, yaitu:

(38)

19

Sumber spektrum yang biasa digunakan adalah sumber spektrum tampak yang kontinyu, yaitu lampu tungsten.

2. Monokromator

Monokromator digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis (Mulja dan Suharman, 1995).

3. Tempat sampel 4. Detektor

Detektor adalah suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding dengan cara merubah energi cahaya menjadi isyarat listrik. Isyarat listrik ini dapat dibaca dengan bantuanamplifier(Day dan Underwood , 1966).

(39)

E. Landasan Teori

Berkembangnya penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas menyebabkan

semakin diperlukannya tambahan antioksidan dari luar. Sawi merupakan jenis

sayuran yang mengandung vitamin E, vitamin C, dan beta karoten yang merupakan

antioksidan alami sehingga berpotensi untuk mencegah efek buruk yang ditimbulkan

oleh radikal bebas. Sawi caisim dan sawi pakcoy merupakan salah satu “varietas”

sawi yang dijual di pasaran. Adanya perbedaan ”varietas” memungkinkan kandungan

zatnya juga berbeda sehingga berpengaruh pada besarnya khasiat yang dimiliki.

Jegtvig (2004) menyampaikan terdapat perbedaan besarnya komposisi zat sebagai

antioksidan alami yang terdapat pada 70 g sawi caisim dan sawi pakcoy yaitu vitamin

E, dan beta karoten. Pada sawi caisim terkandung sebesar 0,001 mg vitamin E dan

4,41 mg beta karoten, sedangkan pada sawi pakcoy terdapat 0,06 vitamin E dan 1,88

mg beta karoten.

Berdasarkan perbedaan besarnya komposisi zat tersebut, maka dilakukan

penelitian untuk mengetahui perbandingan daya antioksidan sawi caisim dan sawi

pakcoy. Diharapkan nantinya masyarakat dapat mengetahui ada atau tidaknya

perbedaan antioksidan antara sawi caisim dan sawi pakcoy sehingga dapat dijadikan

pertimbangan pemilihan dalam mengkonsumsi. Penelitian ini difokuskan hanya untuk

menguji daya antioksidan masing-masing sari sawi caisim dan sawi pakcoy, tidak

dilakukan uji kualitatif maupun pemisahan senyawa tunggal yang bertanggung jawab

(40)

21

Daya antioksidan sawi caisim dan sawi pakcoy dapat diukur dengan metode

DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl). Metode ini akurat dalam mengukur aktivitas

antioksidan pada buah dan ekstrak sayur (Antolovich cit Kwok, 2003) dan relatif

sederhana (Hanani, 2005). Prinsip metode ini didasarkan pada kemampuan suatu

antioksidan untuk mengurangi intensitas warna ungu radikal DPPH pada panjang

gelombang 515 nm. Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan IC50yaitu konsentrasi

bahan uji yang diperlukan untuk menangkap 50% radikal DPPH. Semakin kecil nilai

IC50 maka daya antioksidan yang dimiliki semakin besar, demikian sebaliknya

(Rohman dan Riyanto, 2005).

F. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori diatas dapat dihipotesiskan bahwa antara sawi

pakcoy dan sawi caisim yang berbeda ‘varietas” memiliki aktivitas antioksidan yang

juga berbeda diukur dengan menggunakan metode DPPH yang dinyatakan dengan

(41)

22

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak pola searah.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi sari sawi caisim dan sari sawi pakcoy.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung adalah %inhibisi yaitu persen yang menyatakan kemampuan suatu senyawa dalam menangkap radikal bebas.

3. Variabel pengacau

Variabel pengacau pada penelitian ini ada dua jenis, yaitu :

a. Variabel pengacau terkendali, termasuk di dalamnya adalah umur sawi, bahan kimia, alat, dan waktu inkubasi yang digunakan dalam penelitian.

(42)

23

C. Definisi Operasional

1. Sari sawi caisim dan sawi pakcoy, diperoleh dengan menghancurkan daun

yang masih segar menggunakan juice extractor kemudian disaring

menggunakan penyaring vakum.

2. % inhibisi adalah persen yang menyatakan kemampuan suatu senyawa

dalam menangkap radikal bebas.

% inhibisi =

3. IC50, yaitu konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk menangkap

50 % radikal bebas DPPH.

4. Larutan kontrol merupakan larutan yang terdiri dari 3,8 ml DPPH dan 0,2

ml metanol.

5. Larutan sampel merupakan larutan kontrol yang telah ditambah sari sawi

caisim maupun sari sawi pakcoy.

D. Bahan- bahan Penelitian

Bahan uji berupa sawi caisim dan sawi pakcoy, diperoleh dari petani sawi di

Perkebunan Tani Organik Merapi (TOM); 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH),

(43)

E. Alat- alat Penelitian

Spektrofotometer UV-Vis Perkin Elmer Lambda 20; timbangan SBC 22

(Scaltec) dan precision balance model GB-3002 (Mettler Toledo); mikropipet 50

µl-200 µl , 200-1000 µl (Socorex); tabung reaksi (Pyrex-Germany); flakon bertutup,

juice extractor; penyaring vakum, kipas angin, hair dryer, kertas aluminium foil, kain

tetron, dan alat-alat gelas yang lazim.

F. Tata Cara Penelitian

1. Pengambilan sampel

Sampel dibeli langsung dari petani sawi di Perkebunan Tani Organik Merapi

(TOM), Kaliurang, Yogyakarta. Pengambilan sawi caisim dan sawi pakcoy dilakukan

pada sore hari, di bulan Oktober. Dipilih yang berwarna hijau, masih segar, dan

masing-masing berumur sama yaitu 25 hari.

2. Penyiapan Bahan Uji

i. Pembersihan dan Sortasi Basah

Sawi caisim dan sawi pakcoy yang akan diteliti harus bebas dari

debu, kotoran, atau tanah. Oleh karena itu sawi caisim dan sawi pakcoy

dicuci dengan aquadest secara berulang-ulang kemudian ditiriskan.

Aquadest yang digunakan adalah aquadest yang dialirkan atau dituang.

ii. Persiapan uji penangkapan radikal DPPH

(44)

25

Sebanyak masing-masing 50 g sawi caisim dan sawi pakcoy

dihancurkan dengan juice extractor. Sari yang didapat kemudian

disaring menggunakan penyaring vakum dengan dilapisi kain

tetron. Dilakukan pengenceran sari dengan mengambil sebanyak

0,5 ml sari dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml kemudian

ditambahkan metanol hingga tanda. Dilakukan replikasi sebanyak

5x untuk masing-masing sampel yang dimulai dari tahap

penimbangan.

2. Pembuatan sari uji sawi caisim dan sawi pakcoy

Sari yang telah diencerkan digojog selama 30 detik dan

didiamkan 15 menit hingga terbentuk endapan dengan sempurna.

Dipipet cairan metanolik (bagian atas) sebanyak 100 µL, 300 µL,

500 µL, 700 µL, dan 900 µL dan ditambahkan lagi dengan metanol

hingga volume akhir 1,0 ml.

3. Pembuatan Larutan DPPH

Larutan DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) ditimbang

sebanyak 5,600 mg DPPH dan dilarutkan dengan metanol di dalam

labu ukur sampai 250,0 ml. Didapat larutan DPPH dengan

konsentrasi 56,70 µM.

3. Pengujian dengan Metode DPPH

(45)

Dipipet sebanyak 0,95 ml larutan DPPH dan ditambah metanol

hingga volume akhir 4,0 ml. Larutan dikocok selama 30 detik dan

dibiarkan selama 30 menit di tempat gelap (Soebagio, Rusdiana, dan

Risnawati, 2007) . Serapan kemudian diukur dengan spektrofotometer UV

- Vis pada panjang gelombang 515 nm selama 60 menit. Dilakukan juga

penentuan operating time sampel caisim dan sampel pakcoy dengan

memipet sebanyak 0,95 ml larutan DPPH dan 900 µL sari uji caisim dan

pakcoy lalu ditambah metanol hingga volume akhir 4,0 ml.

ii) Penentuan panjang gelombang maksimum

Dipipet sebanyak 0,95 ; 1,9 ; dan 3,8 ml larutan DPPH dan

ditambah metanol hingga volume akhir 4,0 ml. Larutan dikocok selama

30 detik kemudian dibiarkan selama 30 menit ditempat gelap. Serapan

larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang

400 - 600 nm.

iv) Pembuatan larutan kontrol

Dipipet sebanyak 0,2 ml metanol dan dimasukan ke dalam vial.

Ditambahkan 3,8 ml larutan DPPH 57,62 µM dan dikocok selama 30

detik. Setelah itu larutan dibiarkan selama 30 menit ditempat gelap,

serapan diukur dengan spektrofotometer UV - Vis pada panjang

gelombang 515 nm.

(46)

27

Masing-masing seri konsentrasi sari uji sawi diambil sebanyak 0,2

ml dan ditambah dengan 3,8 ml larutan DPPH 57,62 µM. Campuran

dikocok selama 30 detik dan dibiarkan selama 30 menit ditempat gelap,

serapan diukur dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang

515 nm.

G. Analisis Data

Data yang diperoleh adalah absorbansi senyawa larutan DPPH yang berwarna

ungu dalam pelarut metanol. Besarnya aktivitas antioksidan dihitung dengan

menggunakan rumus :

Data absorbansi senyawa uji dan senyawa kontrol digunakan untuk

menghitung IC50, yaitu konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk

menghambat 50 % radikal bebas DPPH dengan menggunakan persamaan garis

regresi linier antara masing-masing konsentrasi sari sawi caisim atau sari sawi pakcoy

(sumbu x) dengan % inhibisi (sumbu y).

(47)

Selanjutnya dilakukan uji statistika menggunakan uji T tidak berpasangan untuk

menentukan signifikansi perbedaan nilai IC50 sawi caisim dan sawi pakcoy yang

(48)

28 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengumpulan Bahan

Sawi caisim dan sawi pakcoy yang digunakan pada penelitian ini diperoleh

di perkebunan Tani Organik Merapi (TOM), Kaliurang, Yogyakarta. Sawi dipilih

yang masih segar dan diambil pada sore hari karena diperkirakan fotosintesis

sudah berlangsung sempurna. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Albert

(2007) apabila fotosintesis sudah berlangsung sempurna maka diharapkan tersedia

energi yang optimal untuk menghasilkan metabolit, baik yang berguna untuk

tumbuhan sendiri ataupun dimanfaatkan oleh makhluk hidup lain.

Menurut Yamaguchi dan Rubatzky (2007) dan Syarifuddin (2008), faktor

lingkungan termasuk di dalamnya kondisi tanah, iklim, dan umur dapat

mempengaruhi kandungan zat pada tumbuhan. Berdasarkan hal tersebut maka

variabel pengacau tersebut harus dikendalikan untuk meminimalkan kesalahan

dalam analisis. Selain diperoleh di tempat penanaman yang sama, sawi caisim dan

sawi pakcoy yang diteliti juga memiliki umur dan cara penanaman yang sama.

Pada saat pengambilan sampel, umur sawi caisim dan sawi pakcoy adalah 25 hari.

Cara penanaman yang digunakan di tempat pengambilan sawi adalah secara

organik dengan kondisi tanah yang berpasir.

Identitas tanaman yang diteliti harus jelas untuk menghindari kesalahan

dalam analisis. Pada penelitian ini dapat dipastikan bahwa sampel yang digunakan

(49)

”varietas” sawi. Kebenaran identitas tanaman yaitu sawi caisim dan sawi pakcoy

diketahui dari ciri fisik, keterangan dari petani, dan kemasan bibit yang digunakan

(Lampiran 1).

B. Hasil Pembuatan Sari Sawi Caisim dan Sari Sawi Pakcoy

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah sari daun segar sawi

caisim dan sawi pakcoy. Penelitian ini tidak menggunakan simplisia kering karena

zat yang berpotensi sebagai antioksidan dikhawatirkan dapat terdegradasi selama

proses pengeringan. Baik simplisia segar maupun yang sudah dikeringkan apabila

disimpan terlalu lama kemungkinan zat yang terkandung di dalamnya akan hilang

atau rusak. Hal ini akan berakibat pada khasiat yang dimiliki. Lina (2008)

menyampaikan bahwa terjadi penurunan aktivitas antioksidan alga coklat

(Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh) akibat teroksidasinya folifenol florotanin selama masa penyimpanan. Berdasarkan hal tersebut maka

sawi yang digunakan pada penelitian ini adalah sawi segar dan baru dipetik. Ini

dilakukan untuk mencegah kemungkinan rusaknya zat yang berperan sebagai

antioksidan selama masa penyimpanan sehingga didapatkan daya antioksidan

sawi caisim dan sawi pakcoy yang optimal.

Tanaman sawi caisim dan pakcoy disortasi, dicuci hingga bersih

menggunakan aquadest yang dituang lalu dikeringkan dengan kipas angin hingga

air bekas cucian benar-benar hilang. Adanya air bekas cucian dapat

mempengaruhi jumlah sari yang didapat. Selanjutnya bagian yang digunakan dari

(50)

30

merupakan bagian yang umum dikonsumsi masyarakat. Daun sawi caisim dan

sawi pakcoy ditimbang seberat 50 g dan dilakukan replikasi sebanyak 5x.

Menurut Anonim (1986), proses pembebasan sari pada simplisia segar

dapat berjalan jika tidak ada dinding sel yang menghalangi, maka sawi yang sudah

ditimbang kemudian dibuat jus untuk memperoleh sarinya. Alat yang bisa

digunakan untuk membuat sari adalah juice extractor (Lampiran 2). Juice extractor mampu menghancurkan dinding sel pada simplisia segar dan

menghasilkan sari asli tanpa ampas sehingga tepat digunakan untuk memperoleh

keseluruhan sari yang terkandung didalam suatu bahan. Dalam pembebasan sari

sawi caisim dan sawi pakcoy ini tidak ditambahkan pelarut apapun karena

diharapkan yang didapat adalah murni sari caisim dan sawi pakcoy. Juice extractor yang digunakan dipastikan kering sebelum digunakan kembali. Pada

penelitian ini digunakanhair dryeruntuk mempercepat pengeringannya.

Sari yang diperoleh disaring menggunakan kain tetron untuk

menghilangkan serat atau ampas yang kemungkinan terbawa pada sari. Kain

tetron dipilih karena jenis kain ini hanya sedikit menyerap sari sawi pada saat

penyaringan sehingga volume sari yang didapat berkurang secara tidak signifikan

dan untuk mempercepat penyaringannya digunakan penyaring vakum. Terdapat

perbedaan perolehan sari pada sawi caisim dan sawi pakcoy (Tabel 4). Sari

diperoleh lebih banyak pada sawi casim daripada sawi pakcoy. Hal ini disebabkan

pada sawi pakcoy komponen dinding sel seperti pektin dan selulosa berkontribusi

(51)

Tabel IV. Volume sari caisim dan sawi pakcoy

17,3 15,7 18,6 14,3 15,9

Sawi Pakcoy (ml)

12,5 14,7 15,5 13,0 13,9

Sari yang didapat ini diasumsikan merupakan berat sawi sewaktu

penimbangan yaitu 50 g. Perhitungan ini berguna untuk menentukan konsentrasi

sari yang digunakan pada tahap selanjutnya. Pada penelitian ini sari awal atau sari

induk diencerkan terlebih dahulu agar sewaktu direaksikan dengan DPPH

memiliki absorbansi 0,2 - 0,8. Pengenceran dilakukan dengan memasukkan 0,5 ml

sari sawi pakcoy atau sari sawi caisim ke dalam labu ukur 10,0 ml kemudian

ditambahkan metanol hingga tanda. Sari yang sudah diencerkan ini selanjutnya

digunakan sebagai sari uji.

Pada saat penambahan metanol terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas berupa

cairan dan lapisan bawah yang berupa endapan. Bagian yang selanjutnya

digunakan pada penelitian ini adalah pada bagian atas (Gambar 6). Menurut

Pratama (2009), bagian yang mengendap kemungkinan adalah selulosa, protein,

dan pektin yang merupakan senyawa penyusun dinding sel tumbuhan. Tanpa

penambahan metanol sekalipun senyawa tersebut tetap akan mengendap namun

secara perlahan. Dapat dikatakan bahwa metanol dalam penelitian ini selain

digunakan sebagai pelarut untuk mengencerkan sari juga berperan dalam

mempercepat pengendapan selulosa, protein, pektin, dan komponen dinding sel

(52)

32

jernih. Keruhnya sari yang diukur dapat mengganggu absorbansi menggunakan

spektrofotometer visibel.

Gambar 6. Pengendapan senyawa penyusun dinding sel (selulosa, protein, dan pektin)

C. Optimasi Metode DDPH

DPPH adalah suatu radikal sintetik yang larut dalam pelarut organik polar

seperti metanol atau etanol pada suhu kamar. Pada metode ini absorbansi yang

diukur adalah absorbansi larutan DPPH sisa yang tidak bereaksi dengan senyawa

antioksidan, yaitu pada panjang gelombang 515 nm (Andayani, Lisawati, dan

Maimunah, 2003; Hanani, Mun’im, dan Sekarini, 2005; Rohman dan Riyanto,

2005). Berdasarkan hal tersebut maka sebelumnya dilakukan orientasi terlebih

dahulu untuk mengetahui serapan atau absorbansi sari caisim dan sari pakcoy

pada panjang gelombang 515 nm. Adanya serapan sari sawi caisim dan sari sawi

pakcoy pada panjang gelombang tersebut dapat menyebabkan serapan yang

terukur tidak hanya DPPH tetapi juga sampel sehingga pengukuran menjadi tidak

(53)

Hasil orientasi yang dilakukan menunjukkan hasil bahwa pada panjang

gelombang 515 nm tidak terdapat serapan sari sawi caisim dan sari sawi pakcoy

(Lampiran 8). Pengukuran adanya serapan pada panjang gelombang 515 nm juga

dilakukan pada metanol yang dalam penelitian ini digunakan sebagai pelarut

(Lampiran 9). Sebelum dilakukan penentuan daya antioksidan sari sawi caisim

dan sari sawi pakcoy dengan metode DPPH dilakukan optimasi metode DPPH

terlebih dahulu untuk menentukan operating time (OT) dan panjang gelombang

maksimum yang akan digunakan dalam penelitian ini.

1. Penentuanoperating time(OT)

Pada metode DPPH, operating time didapatkan saat bahan uji sudah mereduksi radikal DPPH dengan sempurna sehingga didapat nilai absorbansi yang

stabil. Pengukuran pada operating time diharapkan memiliki tingkat

reprodusibilitas yang tinggi sehingga dapat meminimalkan kesalahan dalam setiap

pengukuran serapan. Dalam penelitian ini pengukuranoperating time tidak hanya

dilakukan pada larutan DPPH, melainkan juga larutan sampel sari sawi pakcoy

dan larutan sampel sari sawi caisim. Pengukuran operating time dilakukan pada

panjang gelombang 515 nm (Pokorny, dkk., 2001; Huang, dkk., 2005) selama 60

menit.

Melalui penelitian ini diketahui ternyata larutan DPPH menghasilkan

operating time setelah menit ke 5 dihitung dari waktu inkubasi selama 30 menit (Lampiran 7). Rentang waktu ini lebih singkat dibandingkan pada larutan sampel

sari pakcoy dan sari caisim. Larutan sampel sari caisim menghasilkan operating

(54)

34

membutuhkan waktu diatas 8 menit untuk bereaksi sempurna dengan DPPH

(Gambar 7).Operating time yang digunakan pada pengukuran selanjutnya adalah

yang menunjukkan rentang waktu terlama yaitu diatas 8 menit yang dihitung

setelah inkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Jika yang digunakan hanya

operating time larutan DPPH maka dikhawatirkan pada saat ditambahkan sari caisim maupun sari pakcoy, dalam selang waktu tersebut reaksi yang terjadi

belum sempurna. Ketidaksempurnaan reaksi yang terjadi dapat mempengaruhi

absorbansi pada saat pengukuran. Dari hasil penelitian diketahui bahwa larutan

DPPH tanpa sampel, larutan sampel sari pakcoy dan larutan sampel sari caisim

masih stabil hingga menit ke 60.

(55)

2. Penentuan panjang gelombang maksimum (λ maks)

Tujuan dari penentuan panjang gelombang maksimum adalah untuk

mencari panjang gelombang saat kompleks yang terbentuk dapat memberikan

serapan yang optimum. Panjang gelombang maksimum memiliki kepekaan yang

juga maksimum karena perubahan serapan untuk setiap konsentrasi paling besar.

Hal ini penting diperhatikan dalam analisis menggunakan spektrofotometri

visibel.

Pada penelitian ini ditentukan panjang gelombang maksimum yang akan

digunakan. Hal ini dilakukan karena kondisi percobaan dan alat yang digunakan

tidak selalu sama sehingga panjang gelombang maksimum yang dihasilkan pada

setiap penelitian kemungkinan berbeda. Dilakukan penentuan panjang gelombang

maksimum pada berbagai konsentrasi dan dipilih yang mendekati panjang

gelombang maksimum teoritis. Menurut Pokorny, dkk. (2001), panjang gelombang maksimum DPPH adalah 515 nm.

Scanning panjang gelombang dilakukan pada rentang panjang gelombang 400-600 nm. Rentang ini dipilih karena DPPH yang berwana ungu berada pada

rentang panjang gelombang 500-560 nm (Day dan Underwood, 1966).

Konsentrasi DPPH yang digunakan pada penelitian ini adalah 54,739 µM; 27,370

µM; dan 13,685 µM. Dari ketiga seri larutan DPPH tersebut diperoleh panjang

(56)

36

Gambar 8. Spektra panjang gelombang maksimumDPPHpada tiga konsentrasi (A = 54,739 µM ; B = 27,370 µM; C = 13,685 µM

D. Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Pada metode DPPH, aktivitas antioksidan penangkap radikal dapat

diketahui dengan cara menghitung rasio penurunan absorbansi radikal DPPH

dibandingkan dengan absorbansi kontrol yang tidak diberi senyawa uji yang

diduga mempunyai aktivitas antioksidan (Molyneux, 2004). Pengukuran aktivitas

antioksidan sari sawi caisim dan sari sawi pakcoy pada penelitian ini dilakukan

pada berbagai konsentrasi. Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh konsentrasi

sampel terhadap daya antioksidan yang dimiliki. Semakin banyak sari caisim dan

pakcoy yang ditambahkan maka semakin banyak proton yang didonasikan ke A

B

(57)

radikal DPPH sehingga terjadi penurunan absorbansi DPPH pada panjang

gelombang 515,2 nm.

(58)

38

Tabel 4. Data penurunan absorbansi DPPH pada penambahan berbagai konsentrasi sari pakcoy.

% Inhibisi Persamaan Regresi

(59)

Terlihat pada tabel 3 dan 4 bahwa larutan kontrol memiliki absorbansi

yang lebih tinggi dibandingkan larutan sampel. Hal ini disebabkan karena pada

larutan kontrol tidak terdapat senyawa yang berperan sebagai antioksidan. Sawi

caisim maupun sawi pakcoy keduanya mempunyai aktivitas antioksidan yang

dapat dilihat dari terjadinya penurunan absorbansi DPPH. Pada larutan sampel,

DPPH ditangkap oleh antioksidan yang terdapat pada sampel sebagai pendonor

hidrogen sehingga terbentuk DPPH-H tereduksi (Gambar 9).

O2N

N-N(C6H5)2

NO2

NO2

+ AH

O2N

N-N(C6H5)2

NO2

NO2 H

+ A

diphenylpicrylhydrazyl (radikal bebas) diphenylpicrylhydrazine (non radikal)

Gambar 9. Donasi proton dari antioksidan ke radikal DPPH (Molyneux, 2004).

Semakin banyak hidrogen yang didonorkan maka intensitas warna ungu

(60)

40

Gambar 10. Penurunan intensitas warna larutan DPPH pada pemberian berbagai konsentrasi sampel (sari sawi)

Salah satu parameter hasil dari metode DPPH adalah IC50 yaitu konsentrasi

antioksidan yang diperlukan untuk menangkap 50% radikal DPPH. Nilai IC50

diperoleh dari regresi linier antara konsentrasi sari caisim dan sari sawi pakcoy

(sumbu x) vs % inhibisi (sumbu y) (Lampiran 10). Nilai IC50 digunakan untuk

membandingkan besarnya daya antioksidan satu sampel dengan sampel lain.

Semakin kecil nilai IC50 menandakan semakin sedikit konsentrasi yang

dibutuhkan untuk menangkap 50 % radikal bebas yang berarti daya antioksidan

yang dimiliki juga semakin besar. Besarnya nilai IC50 dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan regresi antara konsentrasi dengan nilai % inhibisi.

Untuk mengetahui hubungan linieritas antara konsentrasi sampel dengan

daya antioksidan yang dinyatakan dengan % inhibisi dapat dilihat dari nilai

koefisien korelasi (r) masing-masing replikasi yang mendekati satu (Tabel 3 dan

4). Dipilih satu replikasi yang memiliki linieritas yang paling baik (Purwantoko,

2006). Pada penelitian ini dipilih replikasi pertama dengan nilai r yaitu 0,9938

untuk sari sawi caisim dan 0,9944 untuk sari sawi pakcoy.

(61)

Hubungan Konsentrasi Sampel vs % Inhibisi

Gambar 11. Hubungan konsentrasi sampel vs % inhibisi

Dari grafik diatas terlihat bahwa terdapat hubungan linier antara konsentrasi

sari sawi caisim atau sari sawi pakcoy yang ditambah DPPH pada panjang gelombang

515,2 nm. Semakin besar konsentrasi sari caisim dan pakcoy yang ditambahkan

maka semakin besar % inhibisi yang dimiliki. Berdasarkan persamaan regresi linier

antara masing-masing konsentrasi sari sawi caisim dan sari sawi pakcoy (sumbu

x) dengan aktivitas % inhibisi dapat diketahui nilai IC50 (Tabel 7).

Tabel 7. Nilai IC50Sawi caisim dan sawi pakcoy pada 5 replikasi

(62)

42

Diketahui bahwa sari sawi caisim memiliki IC50 rata-rata sebesar 5,226

mg/ml sedangkan sari sawi pakcoy sebesar 8,148 mg/ml. Semakin kecil nilai IC50

maka sampel uji memiliki nilai keefektivan sebagai antioksidan lebih baik. Untuk

mengetahui secara pasti perbedaan niai IC50 digunakan Uji T tidak berpasangan.

Digunakan uji ini karena data (IC50) berasal dari sampel yang berbeda (Lampiran

11). Syarat suatu data dapat diuji dengan Uji T adalah bahwa data harus

terdistribusi normal. Digunakan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel pada

penelitian ini adalah 50 sampel. Hasil perhitungan menunjukkan nilai p sebesar

0,362 untuk sari sawi caisim dan 0,126 untuk sari sawi pakcoy. Dapat

disimpulkan nilai IC50 sawi caisim dan sawi pakcoy mengikuti distribusi normal

karena nilai p lebih besar dari 0,05 (taraf kepercayaan 95%).

Selanjutnya dapat dilakukan analisis untuk melihat signifikansi nilai IC50

antara sari sawi caisim dan sari sawi pakcoy menggunakan uji T tidak

berpasangan. Hasil pengujian menggunakan uji T tidak berpasangan memperoleh

nilai signifikansi 0,000 antara IC50 sawi caisim dan sawi pakcoy. Bila

dibandingkan dengan signifikansi yang dipilih ( = 0,05) maka H0 ditolak karena

0,000 < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai IC50 daya

antioksidan yang signifikan atau bermakna antara sawi caisim dan sawi pakcoy.

Melihat nilai IC50 sawi caisim sebesar 5,226 mg/ml sedangkan sawi

pakcoy sebesar 8,148 mg/ml dapat dikatakan keduanya memiliki aktivitas

antioksidan yang lemah karena mempunyai IC50 >150 µg/ml (Ariyanto cit

Nusarini 2007). Hal tersebut juga bisa dilihat dengan membandingkan dengan

(63)

dikonsumsi oleh masyarakat dalam berbagai produk, memiliki IC50sebesar 12,53

µg/ ml (Ainy, 2008), namun demikian konsumsi sawi bukan semata-mata untuk

memperoleh aktivitas antioksidannya sehingga pernyataan nilai daya antioksidan

ini bukan satu-satunya alasan pemilihan untuk konsumsi sawi. Dilihat dari

proporsi kandungan zat pada sawi caisim dan sawi pakcoy kemungkinan yang

memiliki peranan paling besar pada aktivitas antioksidannya adalah vitamin E dan

(64)

44 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa sari sawi caisim dan sari sawi pakcoy mempunyai aktifitas sebagai penangkap radikal DPPH atau sebagai antioksidan. 2. Sari sawi caisim (IC50= 5,226 mg/ml) memiliki daya antioksidan yang lebih besar

daripada sari sawi pakcoy (IC50= 8,148 mg/ml).

B. Saran

(65)

DAFTAR PUSTAKA

Ainy, N.F., 2008, Uji Aktivitas Antioksidan Brokoli, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Albert, 2007, (Lycopersicon esculentum Mill.), http://koranplus.com/forum/show, diakses tanggal 10 November 2009.

Andayani, R., Lisawati, Y., dan Maimunah, 2003, Penentuan Aktivitas Antioksidan, Kadar Fenolat Total dan Likopen Pada Buah Tomat (Solanum Lycopersium L.), Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol.13 (1), 1-11

Anonim, 1986,Sediaan Galenik 1, 8-28, Depkes RI, Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi 4, 1061, Depatemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Bagchi, K., dan Puri, S., 1998, Free Radicals and Antioxidants in Health and Disease,Eastern Mediterranean Health Journal, Vol. 4 (2), 350-360.

Booth, S.L., Cao, G., Sadowski, J.A, dan Prior, R.L., 1998, Increases in human plasma antioxidant capacity following consumption of controlled diets high in fruits and vegetables,Am. J. Clin Nutr.,Vol. 68 (1), 1081-1087.

Day, R.A., dan Underwood, A.L., 1966, Analisis Kimia Kuantitatif, edisi kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Darmawan, A., Sundowo, A., Fajriah, S., dan Artanti N., 2006, Uji Aktivitas Antioksidan Dan Toksisitas Ekstrak Metanol Beberapa Jenis Benalu, Jurnal Kimia Indonesia, Vol. 1 (1), 1-4.

Dwiari, S.,R., 2008, Teknologi Pangan Untuk Sekolah Menengah Kejuruan Kelompok Teknologi Industri, 12, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S., 1994, Kimia Organik Jilid II, diterjemahkan

oleh Pudjaatmaka, A.H., Edisi ketiga, 436-444, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gitawati, R., 1995, Radikal Bebas, Sifat dan Peran Dalam Menimbulkan Kerusakan dan Kematian Sel,Cermin Dunia Kedokteran, No.102, 336.

Gordon, M.H., 1990, The Mechanism of Antioxidants Action in Vitro, Di dalam: Hudson, J,F., editor. Food Antioxidants, Elsivier Applied Science, London.

Hadi, S., 2009, Antioksidan Menangkal Radikal Bebas, sadhonohadi.com/ content&do_pdf=1&id=170, diakses tanggal 1 April 2009.

(66)

46

Halliwell, B. dan Gutteridge, J.M.C., 1999, Free Radicals in Biology and Medicine, third edition, 368-369, Oxford University Press, New York.

Hanani, E., Mun’im, R., Sekarini, 2005, Identifikasi Senyawa Antioksidan Dalam Spons Callyspongia SP Dari Kepulauan Seribu, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. 2 (3), 127-133.

Harnita, A., Uji Penangkapan Radikal Hidroksil Oleh Air dari Sari Teh Hitam dan Vitamin C Secara In Vitro Dengan Metode DPPH ( 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl), Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Haryanto, E., Suhartini, T., Rahayu, E., 2006, Sawi dan Selada, 12-15, PT.Niaga Swadaya, Jakarta.

Huang, D., Ou, B., Prior, R. L., 2005, The Chemistry Behind Antioxidant Capacity Assays,Journal of Agricultural and Food Chemistry, No.53, 1841-1856.

Husaini, 1991, Gizi, Proses Penuaan dan Umur Panjang,Cermin Dunia Kedokteran, No.73, 25.

Ide, P., 2006,Diet Cabbage Soup, 107-110, Elex Media Computindo, Jakarta. Irwan, A.W., Wahyudin, A., dan Farida, 2005, Pengaruh dosis kascing dan

bioaktivator terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Sawi (Brassica junceaL.) yang dibudidayakan secara organik,Jurnal Kultivasi,Vol. 4 (2), 136-140

Jegtvig, S., 2004, Bok Choy, Nutrition Guide, Health's Disease and Condition About.com, diakses tanggal 2 April 2009.

Khopkar, S.M., 1990, Basic Concepts of Analitycal Chemistry, diterjemahkan oleh Saptohardjo, A., 85-86, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Kim, H.Y, Yokozawa. T, Cho, E.J., Cheigh, H.S., Choi, J.S., dan Chung, H.Y., 2003, In vitro and in vivo antioxidant effects of mustard leaf (Brassica juncea), Phytother Res., Vol. 17 (5), 465-71.

Koswara, S., 2004, Konsumsi Lemak Yang Ideal Bagi Kesehatan, Ebookpangan.com, diakses tanggal 8 Juni 2009.

(67)

Langseth, L., 1995, Antioxidants, and Disease Prevention, I.L.S.I. Europe Concise Monograph Serie, International Life Sciences Institute.

Lautan, J., 1997, Radikal Bebas Pada Eritrosit dan Leukosit, Cermin Dunia Kedokteran, No. 116, 50.

Li, J., Zhu, Z., and Gerendas, J., 2008, Effects of Nitrogen and Sulfur on Total Phenolics and Antioxidant Activity in Two Genotypes of Leaf Mustard, Journal of Plant Nutrition, No. 31, 1642 – 1655.

Lina, 2008, Uji Aktivitas Penangkapan Radikal Hidroksil Oleh Fraksi Etil Asetat Ekstrak Metanolik Alga Coklat (Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh) Dengan Metode Deoksiribosa, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.

Mateljan, G., 2009, Flowering Cabbage / Choy Sum / Yu Choy 1000 Fresh Seeds Vegetable,http://cgi.ebay.com.my/Flower-Cabbage-Choy-Sum-Yu-Choi

1000SdsVegetable_W0QQitemZ400033278934QQcmdZViewItemQQptZLH, diakses tanggal 2 April 2009.

Margiyanto, E., 2008, Budidaya Tanaman Sawi, http://zuldesains.wordpress.com, diakses tanggal 1 April 2009.

Martono, S., 2007, Pelatihan Instrumentasi Dalam Rangka Hibah A3, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Meronda, R.G., 2008, Bahan Tambahan Makanan Antioksidan dan Sekuesteran, Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, Makasar.

Molyneux, P., 2004, The use of the stable free radical diphenylpicryl-hydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity, J. Sci. Technol., Vol. 26 (2), 211-219.

Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Intrumental, 26-32, Airlangga University Press, Surabaya.

Nusarini, R., 2007, Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Etil Asetat Ekstrak Metanolik Herba Ketul (Bidens pilosaL. ), Skripsi,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Orhan, D.D., Ergun, F., Yesilada, E., Tsuchiya, K., Takaishi, Y., dan Kawazoe, K.,

Gambar

Tabel I. Komposisi sawi caisim dan sawi pakcoy
Gambar 1. Sawi pakcoy (a) dan sawi caisim (b)
Tabel II. Komposisi zat sawi caisim dan sawi pakcoy
Gambar 2. Produksi radikal bebas pada reaksi reduksi oksigen menjadi air(Suyatna, 1989)
+7

Referensi

Dokumen terkait

selektif Buat distribusi intensif Buat lebih banyak distribusi intensif Selektif lepas toko yang tidak mengun- tungkan Promosi penjualan Gunakan banyak promosi penjualan

Jual beli juga dilakukan atas dasar suka sama suka dan tidak merugikan salah satu pihak oleh karena itu si penjual dan si pembeli harus paham atau mengetahui terlebih

Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara

Wacana liberalisme politik misalnya, mengemuka dalam aneka tindakan propaganda yang menyertainya (bahkan ada yang sukses menjelma dalam Undang-Undang Tembakau

Koefisien determinasi sebesar 29,1% mempunyai makna bahwa ketiga variabel independen yaitu literasi ekonomi, kelompok teman sebaya, dan kontrol diri memberikan

H0 diterima (tidak signifikan). Uji t digunakan untuk membuat keputusan apakah hipotesis terbukti atau tidak, dimana tingkat signifikan yang digunakan yaitu 5%. Pada tabel

Hasil dari respon di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi listrik dinamis di kelas XI SMK

Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dale Fadness dan Bryan Muray (2007) dan sesuai dengan pernyataan dari Bryan (2001) bahwa attitude