Hubungan Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial dengan Kinerja
Karyawan Ditinjau dari Gaya Kepemimpinan Situasional
Studi Kasus: Perusahaan Batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-CirebonSkripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Budiman Susanto
NIM: 051334090
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Hubungan Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial dengan Kinerja
Karyawan Ditinjau dari Gaya Kepemimpinan Situasional
Studi Kasus: Perusahaan Batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-CirebonSkripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Budiman Susanto
NIM: 051334090
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk:
1. Papaku Kimteng dan Mamaku Suhemi yang senantiasa memberikan kasih sayang,
doa, dan nasehat sehingga aku bisa menjadi orang yang berguna.
2. Romo Markus Santoso yang telah senantiasa memberikan kasih sayang, doa, dan
nasehat sehingga aku bisa menjadi pribadi yang dewasa dalam berfikir.
3. Kakakku Untung Susanto dan Adikku Tri Suharyo Susanto yang telah membuatku
berjuang untuk segera menyelesaikan kuliah.
4. Nonikku Frisca Rosecialine yang memberikan semangat hingga aku lulus
MOTTO
Keberhasilan harus mendahului nasib baik. Tidak ada orang yang bisa disebut bernasib baik,
jika dia tidak lebih dulu berhasil. Untuk berhasil, dia harus melalui proses membangun nasib
baik, yaitu:
1. Berniat untuk membaikkan kehidupan.
2. Bersungguh-sungguh bekerja.
3. Mensyukuri hasil kerja.
4. Memperluas kemanfaatan bagi sesama.
5. Memelihara kerendahan hati.
Dan itu adalah cara membuktikan iman.
Teguh-PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 10 Juni 2011
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Budiman Susanto
Nomor Mahasiswa : 051334090
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “Hubungan Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial dengan Kinerja Karyawan Ditinjau dari Gaya Kepemimpinan Situasional”. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 10 Juni 2011
Yang menyatakan
ABSTRAK
HUBUNGAN KEPUASAN KERJA FISIK DAN SOSIAL DENGAN KINERJA KARYAWAN
DITINJAU DARI GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL
Studi Kasus: Perusahaan Batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon
Budiman Susanto Universitas Sanata Dharma
2011
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional; (2) hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.
Penelitian ini merupakan studi kasus pada seluruh karyawan yang berjumlah 30 orang di perusahaan Batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dan dokumentasi. Teknik analisis yang digunakan adalah model persamaan regresi yang dikembangkan Chow.
ABSTRACT
THE CORRELATION BETWEEN PHYSICAL AND SOCIAL WORKING SATISFACTION AND WORKING ACHIEVEMENT OF EMPLOYEES
PERCEIVED FROM THE LEADERSHIP STYLE
A Case study: Batik Katura Home Industry , Jl. Buyut Trusmi No.5 Plered-Cirebon
Budiman Susanto Sanata Dharma University
2011
The research attempts to discover: (1) the correlation between physical working and working achievement of the employees perceived from the situational leadership style; (2) the correlation of social working satisfaction and the job achievement of the employees perceived from the situational leadership style.
This research is a case study based on the 30 samples of the entire number of employees at batik Katura home industry, Jl. Buyut Trusmi Plered-Cirebon. The techniques of data collection were questionnaire and documentation. The technique of analysis was regression equivalent model by Chow.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Bapa di Surga dan Putra Tunggal-Nya Yesus
Kristus atas Kasih-Nya yang besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Hubungan Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial dengan Kinerja
Karyawan Ditinjau dari Gaya Kepemimpinan Situasional”.
Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan skripsi ini
tidaklah mungkin terlaksana dengan baik tanpa bantuan, kerjasama, dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;
2. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;
3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; sekaligus
selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam
memberikan bimbingan, memberikan kritik, dan saran untuk kesempurnaan
skripsi ini;
4. Bapak Agustinus Heri Nugroho, S.Pd., M.Pd. selaku dosen penguji yang telah
banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, memberikan
5. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku dosen penguji
yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan,
memberikan kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini;
6. Ibu Cornelio Purwantini, S.Pd., M.SA. selaku dosen pembimbing seminar
penelitian dan proposal skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dalam
memberikan bimbingan, memberikan kritik, dan saran untuk kesempurnaan
skripsi ini;
7. Staf pengajar Progrma Studi Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan
tambahan pengetahuan dalam proses perkuliahan;
8. Tenaga administrasi Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah
membantu kelancaran proses belajar selama ini;
9. Bapak Katura. AR selaku pimpinan Perusahaan Batik Katura, Jl. Buyut
Trusmi No. 5, Plered-Cirebon yang telah memberikan ijin kepada penulis
untuk melakukan penelitian;
10. Papa Kimteng dan Mama Suhemi yang selalu memberikan kasih sayang, doa,
dan nasehat dalam menyelesaikan perkuliahan;
11. Romo Markus Santoso yang telah senantiasa memberikan kasih sayang, doa,
dan nasehat dalam menyelesaikan perkuliahan;
12. Kakakku Untung Susanto dan Adikku Tri Suharyo Susanto yang
memotivasiku untuk segera menyelesaikan kuliah;
13. Nonikku Frisca Rosecialine yang memberikan cinta, kasih sayang, semangat,
14. Febran, sugiyanto, Asih, Katarina, dan Tia, terimakasih untuk kebersamaan
dan rasa kekeluargaan selama ini serta bantuan selama penyusunan skripsi;
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dan mendukung penulis selama penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua
pihak yang berkepentingan.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja ... 8
a. Pengertian Kepuasan Kerja ... 8
b. Faktor-faktor Kepuasan Kerja ... 9
B. Kinerja Karyawan ... 10
a. Pengertian Kinerja Karyawan... 10
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan ... 11
C. Gaya Kepemimpinan Situasional ... 11
a. Pengertian Pemimpin ... 11
b. Pengertian Kepemimpinan ... 12
c. Pengertian Gaya Kepemimpinan... 13
D. Kerangka Berfikir ... 18
E. Model Penelitian ... 21
F. Hipotesis Penelitian ... 22
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 23
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23
C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 23
D. Populasi ... 24
a. Variabel Bebas (Independent Variable) ... 25
b. Variabel Terikat (Dependent Variable) ... 26
c. Variabel Moderator ... 28
F. Teknik Pengumpulan Data ... 29
G. Pengujian Instrumen Penelitian... 29
1. Pengujian Validitas ... 29
2. Pengujian Reliabilitas ... 32
H. Teknik Analisis Data ... 33
1. Statistik Deskriptif ... 33
2. Uji Prasyarat Analisis ... 33
a. Uji Normalitas ... 33
b. Uji Hipotesis ... 34
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat Batik Trusmi dan Sanggar Batik Katura ... 36
B. Filosofi Batik Secara Umum ... 38
C. Perbedaan antara Batik Tulis, Batik Cap, dan Batik Printing ... 40
D. Ciri Batik Cirebon dan Perbedaan dengan Daerah Lain ... 41
E. Motif Batik Cirebon ... 42
F. Alat dan Bahan yang Dibutuhkan untuk Membatik ... 43
G. Proses Pembuatan Batik ... 44
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ... 46
B. Analisis Data ... 49
1. Uji Normalitas ... 49
2. Uji Hipotesis ... 49
C. Pembahasan ... 51
BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 57
B. Keterbatasan Penelitian ... 57
C. Saran-saran ... 58
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Operasional Variabel Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial ... 26
Tabel 3.2 Skala Skor Pengukuran Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial ... 26
Tabel 3.3 Operasional Variabel Kinerja Karyawan ... 27
Tabel 3.4 Skala Skor Pengukuran Kinerja Karyawan ... 27
Tabel 3.5 Operasional Variabel Gaya Kepemimpinan Situasional ... 28
Tabel 3.6 Skala Skor Pengukuran Gaya Kepemimpinan Situasional ... 28
Tabel 3.7 Rangkuman Uji Validitas Kepuasan Kerja Fisik ... 30
Tabel 3.8 Rangkuman Uji Validitas Kepuasan Kerja Sosial ... 31
Tabel 3.9 Rangkuman Uji Validitas Kinerja Karyawan ... 31
Tabel 3.10 Rangkuman Uji Validitas Gaya Kepemimpinan Situasional ... 31
Tabel 3.11 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 33
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Kepuasan Kerja Fisik ... 46
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kepuasan Kerja Sosial ... 47
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Kinerja Karyawan ... 47
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Kuesioner Penelitian ... 63
Lampiran II Data Induk Penelitian ... 71
Lampiran III Uji Validitas dan Reabilitas ... 76
Lampiran IV Data Mentah Uji Normalitas dan Uji Hipotesis ... 90
Lampiran V Uji Normalitas dan Uji Hipotesis ... 92
Lampiran VI Daftar Distribusi Frekuensi ... 97
Lampiran VII Interpretasi Terhadap Variabel Penelitian... 104
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam menjalankan bidang usaha, setiap perusahaan baik perusahaan
yang bergerak dalam sektor jasa maupun industri pasti memiliki tujuan yang
harus dicapai dan memberikan arah serta menyatukan unsur-unsur yang
terdapat dalam perusahaan agar mampu bertahan. Untuk mencapai
tujuan-tujuan dibutuhkan serangkaian tindakan yang dikenal sebagai proses
manajemen, yang terdiri dari tindakan-tindakan: perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian melalui pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber daya alam. Sumber daya manusia
memegang peranan penting dalam suatu perusahaan, karena sumber daya
manusia berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan perusahaan
dimana manusia menjadi perencana, pelaksana, serta penentu terwujudnya
tujuan perusahaan.
Tindakan-tindakan manajemen tersebut satu sama lain saling berkaitan
dan merupakan tugas setiap pemimpin untuk mengatur sumber daya yang ada
di dalamnya untuk melaksanakan berbagai pekerjaan dalam rangka
pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu tugas pemimpin dalam mengelola
sumber daya manusia adalah seorang pemimpin harus menyadari bahwa
karena sumber daya manusialah yang banyak mempengaruhi kinerja
perusahaan.
Kepemimpinan memiliki peranan penting pada peningkatan kinerja
karyawan. Tanpa kepemimpinan, hubungan antara tujuan perseorangan atau
individu dengan tujuan perusahaan mungkin tidak akan tercapai. Kondisi
tersebut dapat menimbulkan situasi dimana individu bekerja untuk mencapai
tujuan pribadinya, sementara perusahaan menjadi tidak efektif dan efisien
dalam pencapaian yang sudah direncanakan sebelumnya. Kepemimpinan
yang baik tidak terlepas dari visi dan misi perusahaan yang ingin dicapai,
menciptakan kepuasan kerja karyawan, serta menciptakan sistem manajemen
kinerja yang efektif. Menurut Joseph Tiffin (dalam As’ad, 2000:104),
kepuasan kerja sebagai sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi kerja,
kerjasama di antara pimpinan dan sesama karyawan. Kepuasan kerja dapat
diketahui dari sikap karyawan yang tercermin dari tindakannya dalam
melakukan pekerjaannya dengan semangat, disiplin, dan mau bekerjasama
serta memiliki loyalitas yang tinggi terhadap pekerjaannya. Ada banyak
indikator yang mempengaruhi variabel kepuasan kerja. Tiap indikator
mempunyai peranannya masing-masing dalam mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan, indikator tersebut yaitu: 1) kepuasan finansial, 2) kepuasan fisik,
3) kepuasan sosial, dan 4) kepuasan psikologi.
Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1999:2). Suatu perusahaan
akan meningkat kinerjanya bila adanya kerjasama dan hubungan yang baik
antara pimpinan dan karyawannya. Karena dengan meningkatkan kinerja
karyawan secara otomatis akan meningkatkan kinerja perusahaan. Secara
umum, individu yang menunjukkan hasil kerja yang bagus dapat dikatakan
sebagai individu yang memiliki kinerja yang tinggi atau baik. Begitu juga
sebaliknya, individu yang menunjukkan hasil kerja yang buruk dapat
dikatakan bahwa individu tersebut memiliki kinerja yang rendah atau buruk.
Baik dan buruknya suatu kinerja karyawan dapat dipengaruhi beberapa
faktor, salah satunya faktor kepuasan kerja. Jika karyawan tidak betah untuk
bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi, karena mereka tidak
mendapatkan kepuasan kerja yang cukup maka kinerja karyawan akan
menurun. Namun sebaliknya, apabila karyawan betah dan loyal untuk bekerja
dalam suatu perusahaan atau organisasi, karena mereka mendapatkan
kepuasan kerja maka kinerja karyawan akan meningkat sehingga tujuan
perusahaan dapat tercapai.
Kepemimpinan sangat diperlukan bila suatu perusahaan ingin sukses.
Seorang pemimpin harus dapat memberikan perhatian yang tepat salah
satunya kepuasan kerja karyawan, untuk tujuan meningkatkan kinerja
karyawan terhadap seluruh aktivitas perusahaan melalui pendekatan yang
baik dalam pelaksanaan pekerjaan dan hubungan. Dalam upaya pencapaian
bawahannya sangat dibutuhkan. Ketepatan seorang pemimpin dalam
melaksanakan kepemimpinannya akan sangat berpengaruh terhadap
peningkatan motivasi para bawahannya, sehingga pelaksanaan pekerjaan
dapat dilakukan dengan baik. Namun jika kepemimpinan yang diterapkan
tidak tepat, justru tidak akan menimbulkan motivasi karyawan, sebaliknya
akan menurunkan motivasi karyawan itu sendiri yang dapat mengakibatkan
penurunan kinerja. Untuk itu dibutuhkan gaya kepemimpinan fleksibel yang
sesuai dengan situasi dan kondisi perusahaan dimana seorang pemimpin dapat
bekerjasama dan dapat menekan konflik yang akan terjadi dalam kelompok
kerja sehingga dapat tercapai visi dan misi perusahaan.
Gaya kepemimpinan adalah norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang
lain seperti yang ia lihat (Thoha, 1983:49). Sesuai dengan paradigma lama
gaya kepemimpinan diidentifikasikan menjadi dua kategori, yaitu: gaya
kepemimpinan otoriter dan gaya kepemimpinan demokratis. Gaya
kepemimpinan Blanchard menyatakan: dalam jangka waktu yang lama,
orang-orang percaya bahwa hanya ada dua jenis kepemimpinan, yaitu otoriter
dan demokratis. Masing-masing pendukung saling berteriak mengatakan
salah satunya pasti lebih baik. Manajer-manajer yang demokratis dikritik
terlalu lembut dan mudah, sedangkan mereka yang otoriter dianggap terlalu
keras dan dominan (Blanchard, 2007:103). Di antara beberapa jenis gaya
kepemimpinan, menurut peneliti terdapat satu gaya kepemimpinan yang
dikembangkan oleh Hersey dan Blancard karena pemimpin dengan gaya ini
akan selalu berusaha menyesuaikan dengan situasi dan kondisi organisasi,
serta bersifat fleksibel dalam menyesuaikan dengan kematangan bawahan dan
lingkungan kerja.
Blanchard (2007:104-105) mengatakan kepemimpinan situasional
didasarkan pada kepercayaan bahwa setiap orang dapat dan ingin berkembang
dan tidak ada gaya kepemimpinan terbaik yang bisa mendukung
perkembangan itu, sehingga anda harus menyesuaikan gaya kepemimpinan
terhadap keadaan yang sedang terjadi. Kepemimpinan dasar dalam model
kepemimpinan situasional, yaitu: 1) mengarahkan, 2) melatih, 3) mendukung,
4) menugaskan.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian, dengan judul “Hubungan Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial dengan
Kinerja Karyawan Ditinjau dari Gaya Kepemimpinan Situasional”. Dalam
penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah karyawan dari
perusahaan batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon. Alasan
peneliti mengangkat perusahaan batik sebagai tempat penelitian karena
perusahaan batik merupakan perusahaan manufaktur rumahan atau lebih
tepatnya perusahaan keluarga yang kecenderungan pemimpinnya
menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dengan pemimpin pada
generasi sebelumnya dengan tidak mempedulikan perubahan situasi dan
B. Batasan Masalah
Di dalam suatu perusahaan atau organisasi yang baik terdapat
pemimpin yang kuat di dalamnya, pemimpin yang terbaik adalah pemimpin
yang dapat menyesuaikan dan mengidentifikasi gaya kepemimpinannya untuk
bertindak dan menghasilkan suatu pola kerja yang efektif dan efisien
sehingga dapat mempengaruhi bawahannya untuk pencapaian tujuan
perusahaan yaitu peningkatan kinerja karyawan. Dalam penelitian ini peneliti
memfokuskan penelitiannya terhadap faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja, antara lain: faktor kepuasan fisik dan faktor kepuasan sosial.
C. Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang masalah di atas, maka atas dasar alasan
itulah kemudian dirumuskan pertanyaan permasalahannya sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan
ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.
2. Apakah ada hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan
ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis:
1. Hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya
2. Hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan ditinjau dari
gaya kepemimpinan situasional.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi
penulis maupun bagi perusahaan, antara lain:
1. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang
hubungan kepuasan kerja dan kinerja karyawan ditinjau dari gaya
kepemimpinan situasional.
2. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
manajemen sebagai bahan informasi dan tinjauan untuk dalam mengambil
kebijakan perusahaan.
3. Bagi Universitas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
menambah pengetahuan pembaca dan merupakan referensi yang dapat
membantu penelitian sejenis.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kepuasan Kerja
a. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan hal penting yang harus dimiliki
seseorang dalam bekerja. Kepuasan kerja memiliki sifat dinamis. Artinya,
bahwa rasa puas itu bukan keadaan yang tetap karena dapat dipengaruhi
dan dapat diubah oleh kekuatan-kekuatan, baik di dalam maupun di luar
lingkungan kerja. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang
berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya.
Kepuasan kerja dapat menurun secepat kepuasan kerja itu timbul sehingga
hal ini mengharuskan para pemimpin perusahaan untuk lebih
memperhatikannya.
Menurut Blum (dalam As’ad, 2000:102) kepuasan adalah suatu sikap
yang umum sebagai hasil dari berbagai sifat khusus individu terhadap
faktor kerja, karakteristik individu, dan hubungan sosial individu di luar
pekerjaan itu sendiri.
Menurut Hani Handoko (1994:143) kepuasan kerja dapat diartikan
sebagai suatu keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan
Sedangkan Tiffin (dalam As’ad, 2000:104) berpendapat bahwa
kepuasan kerja merupakan sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi
kerja, kerjasama diantara pimpinan dan sesama karyawan.
Sementara Robbert Hoppeck (dalam As’ad, 1978:62) memandang
bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja bahwa seberapa
jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya.
Dari pendapat beberapa ahli di atas, penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap positif yang
dimiliki seorang karyawan terhadap kondisi finansial, fisik, sosial, dan
psikologi serta situasi kerja.
b. Faktor-faktor Kepuasan Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Moh
As’ad (1987:117-118), adalah:
1) Kepuasan psikologis, yaitu faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan. Hal ini meliputi; minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan.
2) Kepuasan fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hal ini meliputi; jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan atau suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur.
3) Kepuasan finansial, yaitu terpenuhinya keinginan karyawan terhadap finansial yang diterimanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari sehingga kepuasan kerja bagi karyawan dapat terpenuhi. Hal ini meliputi; sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan serta promosi.
B. Kinerja Karyawan
a. Pengertian Kinerja Karyawan
Beberapa ahli mendefinisikan kinerja karyawan, di antaranya:
Mohamad Mahsun (2006:25), yaitu gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan/dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam
strategic planning suatu organisasi.
Prawirosentono (1999:2) mendefinisikan kinerja karyawan sebagai
hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam
suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara
ilegal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Sedangkan menurut Simamora (2004:339) mengatakan bahwa
kinerja mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk
sebuah pekerjaan karyawan. Kinerja merefleksikan seberapa baik
karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan.
Dari pendapat para ahli di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa
kinerja karyawan merupakan tingkat pencapaian seseorang atau kelompok
orang dalam melaksanakan kegiatan/program/kebijakan untuk
mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi sesuai wewenang dan
tanggungjawab yang telah diberikan kepada masing-masing individu atau
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Karyawan
Kinerja merupakan suatu kontruksi multidimensi yang mencakup
banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri atas
faktor instrinsik karyawan atau SDM dan ekstrinsik, yaitu kepemimpinan,
sistem, tim, dan situasional. Uraian rinci faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut (Tb. Sjafri M, 2007:155-156):
1) Faktor personal atau individual, meliputi unsur pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki tiap individu karyawan.
2) Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan team leader
dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan kerja pada karyawan.
3) Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim.
4) Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi.
5) Faktor kontekstual (situasional), meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.
C. Gaya Kepemimpinan Situasional a. Pengertian Pemimpin
Pemimpin adalah pengembala, dan setiap pengembala akan
ditanyakan tentang perilaku penggembalaannya. Ungkapan ini
membuktikan bahwa seorang pemimpin apapun wujudnya, di mana pun
letaknya akan selalu mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan
kepemimpinannya (Thoha, 2007:1). Menurut Thoha (2007:4)
mendefinisikan pemimpin sebagai seseorang yang mempunyai kekuasaan
b. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan kadangkala diartikan sebagai pelaksanaan otoritas
dan pembuatan keputusan. Ada juga yang mengartikan suatu inisiatif
untuk bertindak yang menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam
rangka mencari jalan pemecahan dari suatu persoalan bersama. Lebih jauh
lagi Terry (dalam Thoha, 2007:5) merumuskan bahwa kepemimpinan itu
adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan
mencapai tujuan organisasi.
Beberapa ahli mendefinisikan kepemimpinan (dalam Saydam,
2005:700), antara lain:
1) Robert Dubin menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah aktivitas pemegang kewenangan dan pengambil keputusan (Leadership is the exercises of authority and the making of decisions).
2) Siagian menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan inti dari manajemen, karena kepemimpinan adalah motor penggerak bagi sumber daya manusia dan sumber daya alam lainnya.
3) Stogdill menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam upaya perumusan dan pencapaian tujuan (Leadership is the process of influencing group activities toward goal setting and goal achievement).
Menurut pendapat Handoko (1984:294), kepemimpinan merupakan
kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi dan
mengarahkan orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.
Dari pendapat para ahli di atas dalam mengemukakan pengertian
kepemimpinan, maka dapat disimpulkan kepemimpinan adalah aktivitas
atau seni untuk mempengaruhi perilaku orang lain baik individu maupun
Teori-teori kepemimpinan yang dikembangkan dari beberapa hasil
penelitian menurut Evans dan Robert House (dalam Thoha, 2007:42) yang
dikenal dengan nama teori part goal. Secara pokok, teori part goal
berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap
motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya. Teori part goal, memasukkan empat tipe atau gaya utama kepemimpinan yang dijelaskan sebagai berikut:
1) Kepemimpinan direktif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan otokratis dari Lippitt dan White. Bawahan tahu dengan pasti apa yang diharapkan darinya dan pengarahan yang khusus diberikan oleh pemimpin. Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.
2) Kepemimpinan yang mendukung (Supportive leadership). Kepemimpinan model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap para bawahannya.
3) Kepemimpinan partisipatif. Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha meminta dan menggunakan saran-saran dari para bawahannya. namun pengambilan keputusan masih tetap berada padanya.
4) Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi. Gaya kepemimpinan ini menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahannya untuk berpartisipasi. Pemimpin juga memberikan keyakinan kepada mereka bahwa mereka mampu melaksanakan tugas pekerjaan mencapai tujuan secara baik.
c. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan
oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha menyelaraskan
persepsi di antara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan orang
yang perilakunya akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya
perilaku yang konsisten yang kita tunjukkan dan diketahui oleh pihak lain
ketika berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain.
Berikut beberapa gaya kepemimpinan yang di kembangkan oleh para
ahli, antara lain:
1) Gaya kepemimpinan kontinum (otokrasi dan demokrasi). Tannenbaum
dan Warren Schmidt (dalam Thoha, 2007:50), menggambarkan dua
bidang pengaruh yang ekstrem, yaitu:
a) Pertama, bidang pengaruh pimpinan. Pada bidang pertama pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya.
b) Kedua, bidang pengaruh kebebasan bawahan. Pada bidang kedua pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis dalam gaya kepemimpinannya.
2) Gaya kepemimpinan managerial grid. Dikembangkan oleh Robert Blake dan Jane Monton (dalam Thoha, 2007:53), menekankan
bagaimana manajer memikirkan produksi dan hubungan kerja dengan
karyawannya.
3) Gaya kepemimpinan tiga dimensi. Model gaya kepemimpinan yang
dibangun oleh Reddina adalah gaya kepemimpinan yang cocok dan
yang mempunyai pengaruh terhadap lingkungannya. Reddina membagi
dua gaya kepemimpinannya, yaitu (dalam Thoha, 2007:57-58):
a) Gaya yang efektif, antara lain:
(1) Eksekutif. Gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja (motivator yang baik). (2) Pencinta pengembangan (developer). Gaya ini memberikan
perhatian yang maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan.
(4) Birokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang minimum terhadap baik tugas maupun hubungan kerja.
b) Gaya yang tidak efektif, antara lain:
(1) Pencinta kompromi (compromiser). Gaya ini memberikan perhatian yang besar pada tugas dan hubungan kerja dalam suatu situasi yang menekankan pada kompromi.
(2) Missionary. Gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai.
(3) Otokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu yang tidak sesuai.
(4) Lari dari tugas (deserter). Gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada hubungan kerja.
4) Gaya empat sistem dari Likert. Menurut Likert (dalam Thoha,
2007:58-61), pemimpin dapat berhasil jika bergaya participative management. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika
berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi. Likert
merancang empat sistem kepemimpinan dalam manajemen, yaitu:
a) Exploitive-authoritative. Manajer dalam hal ini sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya, mengeksploitasi bawahan, dan bersikap paternalistik.
b) Benevolent authoritative. Pemimpin yang termasuk dalam sistem ini mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan ketakutan berikut hukuman-hukuman, memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat-pendapat, ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses keputusan.
c) Manajer konsultatif. Pemimpin dengan gaya ini mau melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan, dan juga berkehendak melakukan pertisipasi, serta menetapkan dua pola hubungan komunikasi yakni ke atas dan ke bawah.
5) Gaya Kepemimpinan Situasional. Kepemimpinan situasional adalah
suatu metode pelaksanaan kepemimpinan secara mikro, artinya
bagaimana seorang pemimpin harus menghadapi orang-orang yang
dipimpinnya sehari-hari. Di balik kepemimpinan situasional terdapat
suatu filosofi bahwa seorang pemimpin haruslah mengubah orang lain,
meneladani, serta “telaten” mengamati kemajuan dari orang yang dia
pimpin. Ia harus memiliki sensitivitas untuk membaca siapa yang ia
pimpin sehingga dapat menentukan gaya memimpin yang paling cocok
bagi mereka. Hal yang paling penting dari kepemimpinan tersebut, ialah
bagaimana sang pemimpin menolong agar orang yang ia pimpin
mengalami transformasi dan tidak berhenti pada satu tingkat
kedewasaan saja.
Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Thoha, 2007:63),
kepemimpinan situasional didasarkan pada hal-hal berikut ini:
a) Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan. b) Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan.
Gambar 2.1 Gaya Kepemimpinan Situasional
Ada empat jenis gaya kepemimpinan dasar di dalam model
Kepemimpinan Situasional (Blanchard, 2007:106-110):
a) Gaya kepemimpinan mengarahkan: Misalkan anda baru saja mempekerjakan seorang sales. Ada tiga hal yang menjadi tanggung jawab seorang sales, yaitu penjualan, administrasi, dan kontribusi tim. Karena sales tersebut sudah mempunyai pengalaman dalam hal administrasi dan kontribusi tim. Hasilnya, pelatihan pertamanya akan fokus kepada hal-hal yang berhubungan dengan masalah penjualan, karena ia memang tidak menguasai bidang penjualan, bagian di mana dia menjadi pemula antusias. Oleh karena itu dalam ruang lingkup kerjanya, mengarahkan adalah gaya kepemimpinan yang paling sesuai. Dengan kata lain pemimpin menyediakan arahan yang spesifik dan mengawasi hasil penjualannya, perencanaan, dan prioritas apa yang harus diselesaikan agar ia bisa sukses.
Anda ingin membangun rasa percaya dirinya, mengembalikan komitmennya, dan mendorongnya untuk menjadi lebih berinisiatif. c) Gaya kepemimpinan mendukung: Sales sudah mulai memahami proses
menjual dan melayani klien dengan baik tetapi ia ragu jika ia bisa benar-benar terjun sendiri. Di tahapan ini, ia adalah seorang pelaksana yang mampu tapi ragu-ragu di mana komitmen menjualnya berubah dari keyakinan, antusiasme menjadi perasaan tidak aman. Saat inilah gaya kepemimpinan mendukung dibutuhkan. Ia hanya membutuhkan sedikit arahan tetapi membutuhkan dukungan yang besar dari Anda untuk meningkatkan keyakinannya yang sedang melemah.
d) Gaya kepemimpinan menugaskan: Pada tahapan ini, ia sudah menguasai tugas-tugas dan keterampilan menjual, ia juga sudah berhadapan dengan klien-klien besar yang menantang dan menangani mereka dengan sukses. Di tahapan ini, ia adalah seorang pencapai mandiri dalam hal penjualan. Untuk orang yang sudah berada di level ini, menugaskan adalah gaya kepemimpinan yang terbaik. Yang harus Anda lakukan adalah mengakui hasil kerjanya yang mengagumkan dan menyediakan sumber-sumber daya yang ia butuhkan untuk melaksanakan tugasnya menjual.
Dengan demikian, kepemimpian situasional berfokus pada
kesesuaian atau efektivitas gaya kepemimpinan sejalan dengan tingkat
kematangan atau perkembangan yang relevan.
D. Kerangka Berpikir
1. Hubungan kepuasan kerja dari aspek fisik dengan kinerja karyawan yang diperkuat oleh gaya kepemimpinan situasional.
Pada umumnya dalam menjalankan bidang usaha, perusahaan
menginginkan peningkatan efektifitas dan efisiensi usahanya. Untuk
mempertinggi efektifitas dan efisiensi usahanya diperlukan peningkatan
kinerja yang baik. Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan
mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika
(Prawirosentono, 1999:2).
Kepuasan kerja menjadi faktor yang cukup penting dalam
menentukan kinerja, karena terbukti besar manfaatnya bagi kepentingan
individu maupun perusahaan. Bagi perusahaan, penelitian kepuasan kerja
dilakukan dalam rangka usaha untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Sedangkan kepuasan kerja mempunyai peranan yang sangat penting bagi
karyawan, karena karyawan merupakan salah satu kekuatan utama dari
perusahaan yang menginginkan terpenuhinya faktor-faktor kepuasan kerja.
Menurut Moh As’ad (1987:117-118) terdapat empat faktor kepuasan kerja,
salah satunya kepuasan fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan
kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hal ini
meliputi; jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat,
perlengkapan kerja, keadaan ruangan atau suhu, penerangan, pertukaran
udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur.
Tinggi/rendahnya hubungan kepuasan kerja dari aspek fisik dengan
kinerja karyawan diduga akan kuat jika pemimpin menggunakan
kepemimpinan dasar dalam model kepemimpinan situasional, yaitu: 1)
mengarahkan, 2) melatih, 3) mendukung, 4) menugaskan, dalam
menjalankan bidang usahanya. Diduga pemimpin yang menggunakan gaya
kepemimpinan situasional ini akan lebih meningkatkan kinerja karyawan
Berdasarkan uraian di atas, ada kemungkinan gaya kepemimpinan
situasional berpengaruh terhadap hubungan antara kepuasan kerja fisik
dengan kinerja karyawan.
2. Hubungan kepuasan kerja dari aspek sosial dengan kinerja karyawan yang diperkuat oleh gaya kepemimpinan situasional.
Kinerja karyawan adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan/dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (Mohamad Mahsun, 2006:25). Kinerja karyawan merupakan perwujudan hasil kerja karyawan, baik secara individu maupun
secara kelompok sesuai bidang pekerjaannya. Rendahnya suatu kinerja
diakibatkan gagalnya pelaksanaan suatu hasil pekerjaan, sebaliknya
tingginya suatu kinerja diakibatkan berhasilnya pelaksanaan suatu hasil
pekerjaan. Tinggi atau rendahnya suatu hasil pekerjaan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya yaitu faktor kepuasan kerja.
Kepuasan menjadi faktor yang cukup penting dalam menentukan
kinerja sebuah perusahaan. Karena terbukti besar manfaatnya bagi
kepentingan individu maupun perusahaan. Bagi perusahaan, penelitian
kepuasan kerja dilakukan dalam rangka usaha untuk meningkatkan kinerja
perusahaan. Sedangkan kepuasan kerja mempunyai peranan yang sangat
penting bagi karyawan, karena karyawan merupakan salah satu kekuatan
utama dari perusahaan yang menginginkan terpenuhinya faktor-faktor
faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama
karyawan, dengan atasannya maupun karyawan yang berbeda jenis
pekerjaannya. Hal ini meliputi; rekan kerja yang kompak, pemimpin yang
adil dan bijaksana, serta pengarahan dan perintah yang wajar
(Heidjrachman dan Suad Husnan, 1984:184).
Untuk mempertinggi hubungan kepuasan kerja dari aspek sosial
dengan kinerja karyawan diduga akan lebih kuat jika pemimpin
menggunakan kepemimpinan dasar dalam model kepemimpinan
situasional, yaitu: 1) mengarahkan, 2) melatih, 3) mendukung, 4)
menugaskan, dalam menjalankan bidang usahanya (Blanchard,
2007:106-110).
E. Model Penelitian
Keterangan:
Kepuasan kerja fisik. Kepuasan kerja sosial
: Gaya kepemimpinan situasional. Y : Kinerja karyawan.
Y
X3 X1
F. Hipotesis Penelitian
Ha1: Ada hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan ditinjau
dari gaya kepemimpinan situasional.
Ha2: Ada hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan ditinjau
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus, penelitian ini hanya
dilakukan pada obyek tertentu sehingga kesimpulan yang ditarik dari
penelitian ini hanya berlaku pada obyek tersebut. Menurut Arikunto
(2002:120) studi kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif,
terinci, dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, atau gejala
tertentu. Ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian kasus hanya meliputi
daerah atau subyek yang sangat sempit. Tetapi ditinjau dari sifat penelitian,
studi kasus lebih mendalam. Kesimpulan hasil penelitian hanya berlaku bagi
unit yang diteliti.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat dilakukan penelitian ini yaitu Perusahaan batik Katura, Jl. Buyut
Trusmi No. 5, Plered-Cirebon.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011.
C. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah pihak-pihak yang diharapkan memberikan
informasi sesuai kebutuhan. Dalam hal ini, subjek penelitiannya yaitu
seluruh karyawan dari perusahaan batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5,
Plered-Cirebon.
Adapun alasan mengambil subjek penelitian di atas, antara lain:
a. Perusahaan dipandang sebagai perusahaan kecil karena aktivitas
usahanya dilakukan tidak di lokasi yang berbeda dengan tempat tinggal
pemilik perusahaan.
b. Bentuk struktur organisasi perusahaannya tidak seluas perusahaan
manufaktur lainnya, yang terdiri dari: (1) pemilik, (2) direktur, (3)
kepala bagian/divisi, (4) karyawan. Melainkan pemilik langsung
berkomunikasi/berhubungan/bertanggungjawab terhadap karyawannya,
yang terdiri dari: (1) pemilik, (2) karyawan.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah sasaran penelitian yakni data atau informasi
apa yang akan dicari. Dalam hal ini, objek penelitiannya yaitu hubungan
kepuasan kerja fisik dan sosial dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya
kepemimpinan situasional.
D. Populasi
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2009:117). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan
perusahaan batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon yang
berjumlah 30 responden.
E. Operasionalisasi Variabel
a. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variabel kepuasan kerja.
Kepuasan kerja merupakan sikap karyawan dalam menyesuaikan diri
terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya di suatu perusahaan. Tiap
faktor mempunyai peranannya masing-masing dalam mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan yang terdiri dari: 1) faktor kepuasan fisik, yaitu
faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan
kondisi fisik karyawan. Hal ini meliputi; jenis pekerjaan, pengaturan
waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan atau suhu,
penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur
(As’ad, 1987:118). 2) faktor kepuasan sosial, yaitu faktor yang
berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan, dengan
atasannya maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. Hal ini
meliputi; rekan kerja yang kompak, pemimpin yang adil dan bijaksana,
serta pengarahan dan perintah yang wajar (Heidjrachman dan Suad
Tabel 3.1
Variabel penelitian
Dimensi Indikator No. item
pertanyaan
1. jenis pekerjaan 2. umur
3. pengaturan waktu
kerja dan istirahat 4. perlengkapan kerja
5. keadaan ruangan
atau suhu 6. penerangan 7. pertukaran udara 8. kondisi kesehatan
karyawan
1. rekan kerja yang kompak
2. pemimpin yang adil dan bijaksana
3. pengarahan dan
perintah yang wajar
10
11
13,14
12
Pengukuran variabel menggunakan Skala Likert. Skala Likert adalah skala yang disusun dalam bentuk suatu pernyataan yang menunjukkan alternatif
jawaban. Alternatif jawaban pada penelitian ini terdiri dari pernyataan
positif maupun pernyataan negatif.
Tabel 3.2
Skala Skor Pengukuran Kepuasan Kerja
Alternatif Jawaban Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral Setuju Sangat Setuju
Pernyataan Positif 1 2 3 4 5
Pernyataan Negatif 5 4 3 2 1
b. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah variabel kinerja karyawan.
orang dalam melaksanakan kegiatan/program/kebijakan untuk
mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi sesuai wewenang dan tanggung
jawab yang telah diberikan kepada masing-masing individu atau
kelompok. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, antara
lain: 1) pengetahuan, 2) kemampuan, 3) keterampilan, 4) kepercayaan diri,
5) motivasi, dan 6) komitmen yang dimiliki tiap individu karyawan.
Tabel 3.3
Variabel penelitian
Indikator No. item
pertanyaan 4. kepercayaan diri 5. motivasi
6. komitmen yang dimiliki tiap individu karyawan
Pengukuran variabel menggunakan skala likert dengan alternatif jawaban pada penelitian ini terdiri dari pernyataan positif maupun pernyataan
negatif.
Tabel 3.4
Skala Skor Pengukuran Kinerja Karyawan
Alternatif Jawaban Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral Setuju Sangat Setuju
Pernyataan Positif 1 2 3 4 5
c. Variabel Moderator
Variabel moderator dalam penelitian ini adalah variabel gaya
kepemimpinan situasional. Gaya kepemimpinan situasional merupakan
gaya kepemimpinan yang berfokus pada kesesuaian atau efektivitas gaya
kepemimpinannya sejalan dengan kematangan atau perkembangan yang
relevan. Kepemimpinan dasar dalam model kepemimpinan situasional,
yaitu: 1) mengarahkan, 2) melatih, 3) mendukung, 4) menugaskan.
Tabel 3.5
Variabel penelitian
Indikator No. item
pertanyaan
2. kepemimpinan melatih 3. kepemimpinan
Pengukuran variabel ini juga menggunakan skala likert dengan alternatif jawaban pada penelitian ini terdiri dari pernyataan positif maupun
pernyataan negatif.
Tabel 3.6
Skala Skor Pengukuran Gaya Kepemimpinan Situasional
Alternatif Jawaban Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral Setuju Sangat Setuju
Pernyataan Positif 1 2 3 4 5
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya (Prof. Dr. Sugiyono, 2007:199). Dalam
penelitian ini, kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai kepuasan kerja fisik dan sosial, kinerja karyawan, dan gaya
kepemimpinan.
2. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua atau lebih orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan
makna dalam suatu topik tertentu (Prof. Dr. Sugiyono, 2007:410). Teknik
ini digunakan untuk melengkapi data-data dalam penelitian.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
ini bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang (Prof. Dr. Sugiyono, 2007:422). Teknik ini digunakan untuk
melengkapi data kinerja karyawan.
G. Pengujian Instrumen Penelitian
1. Pengujian Validitas
Validitas dimaksudkan untuk menyatakan sejauh mana data yang
(Husein Umar, 2003:72). Pengujian validitas dilakukan dengan
mengkorelasikan hubungan antara skor jawaban masing-masing item
pertanyaan dengan menggunakan komputer program SPSS 17.0, pengujian
validitas dilakukan dengan menggunakan rumus teknik korelasi Product Moment (Husein Umar, 2003:78) yaitu sebagai berikut:
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
Y = skor total item X = skor item
N = jumlah responden
Berdasarkan hasil perhitungan, jika nilai koefisien rhitung lebih besar
daripada rtabel dengan taraf signifikansi 5%, maka butir soal tersebut dapat
dikatakan valid. Jika sebaliknya maka butir soal tersebut tidak valid.
Pelaksanaan uji coba instrument penelitian ini dilakukan pada
seluruh karyawan dari perusahaan batik Anofa, Jl. Buyut Trusmi No. 7,
Plered-Cirebon dengan jumlah responden 30 orang. Dari hasil uji coba
tersebut diketahui derajat kebebasan sebesar 28 (30-2), dengan harga kritik
product moment tabel (lampiran III:76) sebesar 0,239 dengan taraf signifikansi 5%. Adapun rangkuman hasil penelitian uji coba validitas
sebagai berikut:
Tabel 3.7
Rangkuman Uji Validitas Kepuasan Kerja Fisik No.
Item
rhitung rtabel Keterangan
1 0,330 0,239 Valid
3 0,543 0,239 Valid
Rangkuman Uji Validitas Kepuasan Kerja Sosial No
Item
rhitung rtabel Keterangan
1 0,642 0,239 Valid
Rangkuman Uji Validitas Kinerja Karyawan No
Item
rhitung rtabel Keterangan
1 0,254 0,239 Valid
Rangkuman Uji Validitas Gaya Kepemimpinan Situasional No
Item
rhitung rtabel Keterangan
1 0,751 0,239 Valid
2 0,604 0,239 Valid
3 0,721 0,239 Valid
4 0,781 0,239 Valid
5 0,554 0,239 Valid
7 0,632 0,239 Valid
8 0,277 0,239 Valid
9 0,553 0,239 Valid
2. Pengujian Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu
instrumen dapat dipercaya untuk dugunakan sebagai alat pengumpul data
karena instrumen tersebut sudah baik. Untuk menghitung reliabilitas
kuesioner dalam penelitian ini digunakan rumus Alpha Cronbach pada taraf signifikansi 5% (Suharsimi Arikunto, 1987:236) yaitu sebagai
berikut:
Keterangan:
= reliabilitas instrumen
= banyak butir pertanyaan atau banyaknya soal = jumlah varians butir
= varians total
Berdasarkan hasil perhitungan, jika koefisien alpha lebih besar dari
0,60, maka instrumen penelitian tersebut reliabel (Gozhali, 2006:42).
Sebaliknya jika koefisien alpha lebih kecil dari 0,60, maka instrumen
penelitian tersebut dinyatakan tidak reliabel.
Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus
Tabel 3.11
Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian Variabel Nilai r
hitung
Nilai r tabel
Status
Kepuasan kerja fisik 0,807 0,60 Andal
Kepuasan kerja sosial 0,786 0,60 Andal
Kinerja karyawan 0,853 0,60 Andal
Gaya kepemimpinan situasional 0,861 0,60 Andal
H. Teknik Analisis Data 1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Prof. Dr.
Sugiyono, 2009: 207). Untuk mendeskripsikan variabel kepuasan kerja,
kinerja karyawan dan gaya kepemimpinan situasional, maka dilakukan
perhitungan rata-rata (mean), median (skor yang membagi distribusi frekuensi menjadi dua sama besar), dan modus (skor yang mempunyai frekuensi terbanyak dalam sekumpulan distribusi skor).
2. Uji Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala yang
diteliti apakah data berdistribusi normal ataukah tidak. Pengujian
D – Max [Fo (X1) – Sn (X1)
Keterangan:
D : Deviasi maksimum
Fo (X1) : Fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang ditentukan
Sn (X1) : Fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang diobservasi
Jika nilai Fhitung > nilai Ftabel pada taraf signifikansi 5%, maka
distribusi data dikatakan normal. Sebaliknya, jika nilai Fhitung > nilai
Ftabel maka distribusi data dikatakan tidak normal.
b. Uji Hipotesis
1) Pengujian Hipotesis I
: Tidak ada hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja
karyawanditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.
: Ada hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan
ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.
2) Pengujian Hipotesis II
: Tidak ada hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja
karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.
: Ada hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan
ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.
Untuk menguji hipotesis pertama dan kedua digunakan regresi
Chow (Gujarati, 1978:271) sebagai berikut: Y = α0 + β1X1 + β2X2 + β3 (X1X2) + ui
Keterangan:
Y = kinerja karyawan α0 = intersep diferensial
X1 = variabel kepuasan kerja
X2 = variabel gaya kepemimpinan situasional
X1X2 = interksi variabel kepuasan kerja dan variabel gaya
Kepemimpinan situasional
ui = faktor kesalahan stokhastik (stochastic error term)
Berdasarkan hasil perhitungan, maka pengujian hipotesis model
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Singkat Batik Trusmi dan Sanggar Batik Katura
Batik mulai ada di trusmi sejak abad ke 14. Suatu daerah dimana saat
itu tumbuh banyak tumbuhan, kemudian para warga menebang tumbuhan
tersebut namun secara seketika kemudian tumbuhan itu tumbuh kembali.
Sehingga tanah tersebut dinamakan Desa Trusmi yang berasal dari kata terus
bersemi. Asal mulanya Sultan keraton menyuruh orang trusmi untuk
membuat batik seperti miliknya tanpa membawa contoh batik. Mereka hanya
di perbolehkan melihat motifnya saja. Saat jatuh tempo, orang trusmi itu
kemudian datang kembali dengan membawa batik yang telah mereka buat.
Ketika itu orang trusmi tersebut meminta batik yang asli kepada Sultan, yang
kemudian di bungkuslah kedua batik itu (batik yang asli dengan batik
buatannya/duplikat). Orang trusmi kemudian menyuruh Sultan untuk memilih
batik yang asli namun karena sangat mirip dengan yang asli sultan tidak dapat
membedakannya, batik duplikat tersebut tidak ada yang meleset sama sekali
dari batik aslinya. sehingga Sultan mengakui bahwa batik buatan orang trusmi
sangat apik, tanpa membawa contoh batik yang aslinya dapat membuat batik
yang sama persis.
Sanggar batik katura Terletak di daerah trusmi Kulon kecamatan Plered
Cirebon. Sanggar Batik Katura merupakan sebuah wadah untuk belajar
selesai. Sanggar batik ini terbentuk dari sebuah toko batik mungil dan tempat
orang-orang mencari informasi tentang batik khususnya batik Cirebon.
Sanggar Batik Katura terbentuk pada tahun 2007. Banyak yang mengunjungi
sanggar untuk dapat membuat selembar kain batik hasil tangan sendiri. Telah
banyak orang maupun instansi yang belajar membatik di Sanggar Batik
Katura, diantaranya SMP Al-Azhar Jakarta dengan 250 peserta, SMA 10
PGRI Jakarta, SMA 87 Jakarta, Mahasiswa UPI Bandung, serta
sekolah-sekolah lain di Jawa Barat. Selain dari sekolah-sekolah, ada juga para pengrajin batik
Yogyakarta dari Gunung Kidul yang mengadakan Study Banding dengan
Bapak Katura. Namun perhatian turis mancanegarapun tak kalah, misalnya
turis dari Perancis, Jepang, dan Brazil yang memiliki ambisi untuk belajar
membatik. Dalam sanggar, peserta membatik akan didampingi oleh Bapak
Katura beserta para asisten yang telah dibekali oleh Bapak Katura.
Pembelajaran membatik dimulai dari sedikit pengenalan mengenai batik,
kemudian Bapak Katura memberikan materi sambil peserta melakukan
praktek membatik.
Pemilik Sanggar Batik Katura yaitu Bapak Katura AR. Seorang pria
berusia 58 tahun yang sangat peduli dengan seni dan budaya, khususnya
batik. Beliau dilahirkan di Trusmi pada tanggal 15 Desember 1952. Beliau
anak ke 9 dari 10 bersaudara. Beliau anak dari Ranima dan Kasmin, beliau
dari keluarga pengrajin batik. Semasa kecil, beliau selalu membantu bapak
dan ibunya. Mulai dari usia 11 tahun sepulang sekolah beliau membantu
bagus. Bapak Katura adalah orang yang sangat peduli dengan batik, orang
yang baik, ramah, terampil, ulet, telaten, cerdas, penuh kesabaran, dan yang
penting memiliki selera humor. Beliau sosok pengajar yang baik dan tak
segan untuk membagi ilmu tentang batik. Beliau seorang yang mampu
berpikir kritis meskipun beliau tidak memiliki latar belakang pendidikan yang
tinggi. Di SDN 2 Trusmi Wetan beliau pertama kali bersekolah, kamudian
melanjutkan ke SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Trusmi.
Setelah itu beliau tidak melanjutkan ke tingkat selanjutnya karena keadaan
ekonomi, sehingga beliau mengisi harinya dengan membantu ibunya yaitu
membatik.
Hingga kini beliau masih melakukan kegiatan tersebut meskipun tidak
setiap hari. Dengan latar belakang pendidikan beliau yang tidak terlalu tinggi,
beliau selalu belajar dari sekelilingnya serta dengan keuletan dan berbekal
ilmu membatik dari bapak dan ibunya beliau mampu mendapat Haunoris
Causa dari A. University of Hawaii sebagai Master Of Art.
B. Filosofi Batik Secara Umum
Dalam proses pembuatannya, seni batik terutama batik tulis
melambangkan kesabaran pembuatnya. Setiap hiasan dibuat dengan teliti dan
melalui proses yang panjang. Kesempurnaan motif tersebut menyiratkan
ketenangan pembuatnya. Corak batik tertentu dipercaya memiliki kekuatan
gaib dan hanya boleh dikenakan oleh kalangan tertentu. Misalnya, motif
oleh penguasa dan ksatria. Batik jenis ini harus dibuat dengan ketenangan dan
kesabaran yang tinggi. Kesalahan dalam proses pembatikan dipercaya akan
menghilangkan kekuatan gaib batik tersebut.
Selain proses pembuatan batik yang sarat dengan makna filosofis, corak
batik merupakan simbol-simbol penuh makna yang memperlihatkan cara
berfikir masyarakat pembuatnya. Berikut ini adalah beberapa motif batik
beserta filosofinya.
1. Kawung: Motif ini berbentuk teratai yang sedang merekah. Motif
melambangkan kesucian dan umur panjang.
2. Parang: Motif berbentuk mata parang, melambangan kekuasaan dan
kekuatan. Hanya boleh dikenakan oleh penguasa dan ksatria.
3. Sawat: Motif berbentuk sayap, hanya dikenakan oleh raja dan putra raja.
Motif batik diciptakan tidak berdasarkan pertimbangan nilai estetis saja,
tetapi juga berdasarkan harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk
banyak simbol, misalnya sebagai berikut:
1. Ragam Hias Slobong, yaitu: Memiliki arti lancar dan longgar. Motif ini
digunakan untuk melayat dan bermakna harapan agar arwah orang yang
meninggal dunia dapat dengan lancar menghadap kepada Tuhan dan
diterima di sisi-Nya.
2. Ragam Hias Sida Mukti, yaitu: Berarti “jadi bahagia”. Motif ini dikenakan
oleh pengantin pria maupun wanita, dengan harapan keduanya akan
C. Perbedaan antara Batik Tulis, Batik Cap, dan Batik Printing
Batik Tulis, yaitu antara ornamen yang satu dengan ornamen lainnya
agak berbeda walaupun bentuknya sama. Bentuk isen-isen relatif rapat, rapih,
dan tidak kaku.
Batik Cap, yaitu antara ornamen yang satu dengan ornamen lainnya
pasti sama, namun bentuk isen-isen tidak rapi, agak renggang dan agak kaku.
Apabila isen-isen agak rapat maka akan terjadi mbeleber (goresan yang satu
dan yang lainnya menyatu, sehingga kelihatan kasar).
Batik Printing, yaitu ornamen bisa sama, bisa tidak, karena tergantung desain batik yang akan ditiru, karena batik printing biasanya meniru batik yang sudah ada, namun yang perlu diketahui tentang warna. Warna batik
printing kebanyakan tidak tembus karena proses pewarnaannya satu muka saja.
Perbedaan Proses Pembuatan Jenis Batik Berdasarkan Cara membuat
1. Batik tulis, semua proses dikerjakan secara manual, satu per satu, dengan
canting, lilin malam, kain, dan pewarna.
2. Batik cap, digunakan alat cap atau stempel yang telah terpola batik.
Stempel tersebut dicelupkan ke dalam lilin panas, kemudian ditekan atau
dicapkan pada kain. Proses ini memakan waktu yang lebih cepat dibanding
pada proses batik tulis, karena pada batik tulis pola tersebut harus dilukis
titik demi titik dengan canting, sedangkan pada batik cap dengan sekali
3. Batik printing atau sablon, pada proses batik ini, pola telah diprint di atas
alat sablon, sehingga pembatikan dan pewarnaan bias dilakukan secara
langsung. Jadi, proses batik dapat diselesaikan tanpa menggunakan lilin
malam serta canting. Dengan demikian, proses hanya akan dan tentu saja
memerlukan waktu yang lebih cepat disbanding pada proses batik tulis dan
batik cap.
D. Ciri batik Cirebon dan perbedaan dengan daerah lain
Untuk lebih mudah mengenal batik Cirebon ada ciri-ciri khusus, yaitu
ada garis tipis atau kecil yang dalam istilah batik Cirebon disebut Wit. Lebih
jelasnya yang disebut Wit adalah garis kontur atau tali air atau juga
lung-lungan dan sejenisnya, yang relatif kecil, tipis dan halus yang warnanya lebih
tua dari warna dasar kain. Istilah Wit ini hanya ditemukan pada batik
Tembokan (Cirebon), Popokan (Jawa), yang pada saat ini hanya dapat
dikerjakan oleh pengrajin batik Cirebon. Namun terlihat ada perbedaan
diantara kedua batik tersebut, perbedaan ini terlihat dari cara atau teknik
mambatik.
Perbedaan Teknik membatik tersebut adalah teknik bati Jawa, tukang
lengreng (tukang gambar) membuat garis Wit harus kembar sehingga tukang
tembok tidak perlu membuat Wit sendiri karena sudah dibatasi oleh garis
kembar tersebut. Teknik batik Cirebon, tukang lengreng tidak perlu membuat
garis (Wit) kembar, cukup satu goresan saja, selanjutnya tukang tembok
harus memiliki keahlian khusus agar batik yang dibuat sesuai dengan apa
yang diharapkan.
E. Motif batik Cirebon
Motif batik Cirebon pada dasarnya dapat digolongkan menjadi lima
jenis, yaitu: (1) jenis wadasan, (2) jenis geometris, (3) jenis pangkaan, (4)
jenis byur, (5) jenis semarangan:
1. Kelompok Jenis Wadasan, jenis ini ditandai dengan adanya beberapa
ornamen dan benda-benda yang bersumber dari Keraton Cirebon,
termasuk ornamen Wadasan itu sendiri. Kelompok jenis ini biasanya
disebut batik Keraton. Adapun nama-nama motif yang termasuk jenis
Kratonan, diantaranya: Singa Payung, Naga Saba, Taman Arum, Mega
Mendung, dll.
2. Jenis Geometris, jenis motif ini ditandai dengan proses pendisainannya
selalu menggunakan alat bantu penggaris. Sebelum dibatik, kain harus
diberi garis-garis terlebih dahulu. Yang termasuk ke dalam jenis ini adalah
Motif Tambal Sewu, Liris, Kawung, Lengko-lengko, dll.
3. Jenis Pangkaan (Buqet), batik dengan motif pangkaan yaitu menampilkan
pelukisan pohon atau rangkaian bunga-bungaan yang lengkap dengan
ujung pangkalnya dan sering sekali dilengkapi burung atau kupu-kupu.
Nama-nama motif ini diantaranya adalah Pring Sedapur, Kelapa Setundun,
4. Jenis Byur, motif ini ditandai dengan penuhnya ornamen bunga-bungaan
dan daun-daunan kecil yang mengelilingi ornamen pokok, sebagian contoh
motif ini adalah: Karang Jahe, Mawar Sepasang, Dara Tarung, Banyak
Angrum, dll.
5. Jenis Semarangan, motif ini menampilkan penataan secara ceplok-ceplok
dengan ornamen yang sama atau motif ulang yang ditata agak renggang.
Sebagian contoh motif ini adalah: motif Piring Selampad dan Kembang
Kantil.
F. Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membatik
1. Sehelai kain putih
Pada awal kemunculannya, kain yang digunakan sebagai bahan batik
adalah kain hasil tenunan sendiri. Kain putih import baru dikenal sekitar
abad ke-19. Sekarang ini anda dapat dengan mudah mendapatkan kain
putih dengan harga terjangkau. Jenis kain yang dapat digunakan pun
beraneka ragam, dari jenis kain mori sampai jenis sutera. Ukuran pun tidak
harus lebar, cukup dengan ukuran kecil.
2. Canting
Canting berfungsi semacam pena, yang diisi lilin malam cair sebagai
tintanya. Bentuk canting beraneka ragam, dari yang berujun satu hingga
beberapa ujung. Canting yang memiliki beberapa ujung berfungsi untuk
membuat titik dalam sekali sentuhan. Sedangkan canting yang berujung