• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial dengan Kinerja Karyawan Ditinjau dari Gaya Kepemimpinan Situasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial dengan Kinerja Karyawan Ditinjau dari Gaya Kepemimpinan Situasional"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial dengan Kinerja

Karyawan Ditinjau dari Gaya Kepemimpinan Situasional

Studi Kasus: Perusahaan Batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Budiman Susanto

NIM: 051334090

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

Hubungan Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial dengan Kinerja

Karyawan Ditinjau dari Gaya Kepemimpinan Situasional

Studi Kasus: Perusahaan Batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Budiman Susanto

NIM: 051334090

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk:

1. Papaku Kimteng dan Mamaku Suhemi yang senantiasa memberikan kasih sayang,

doa, dan nasehat sehingga aku bisa menjadi orang yang berguna.

2. Romo Markus Santoso yang telah senantiasa memberikan kasih sayang, doa, dan

nasehat sehingga aku bisa menjadi pribadi yang dewasa dalam berfikir.

3. Kakakku Untung Susanto dan Adikku Tri Suharyo Susanto yang telah membuatku

berjuang untuk segera menyelesaikan kuliah.

4. Nonikku Frisca Rosecialine yang memberikan semangat hingga aku lulus

(6)

MOTTO

Keberhasilan harus mendahului nasib baik. Tidak ada orang yang bisa disebut bernasib baik,

jika dia tidak lebih dulu berhasil. Untuk berhasil, dia harus melalui proses membangun nasib

baik, yaitu:

1. Berniat untuk membaikkan kehidupan.

2. Bersungguh-sungguh bekerja.

3. Mensyukuri hasil kerja.

4. Memperluas kemanfaatan bagi sesama.

5. Memelihara kerendahan hati.

Dan itu adalah cara membuktikan iman.

(7)

Teguh-PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 10 Juni 2011

(8)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Budiman Susanto

Nomor Mahasiswa : 051334090

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “Hubungan Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial dengan Kinerja Karyawan Ditinjau dari Gaya Kepemimpinan Situasional”. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan

dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media

lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 10 Juni 2011

Yang menyatakan

(9)

ABSTRAK

HUBUNGAN KEPUASAN KERJA FISIK DAN SOSIAL DENGAN KINERJA KARYAWAN

DITINJAU DARI GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

Studi Kasus: Perusahaan Batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon

Budiman Susanto Universitas Sanata Dharma

2011

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional; (2) hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

Penelitian ini merupakan studi kasus pada seluruh karyawan yang berjumlah 30 orang di perusahaan Batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dan dokumentasi. Teknik analisis yang digunakan adalah model persamaan regresi yang dikembangkan Chow.

(10)

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN PHYSICAL AND SOCIAL WORKING SATISFACTION AND WORKING ACHIEVEMENT OF EMPLOYEES

PERCEIVED FROM THE LEADERSHIP STYLE

A Case study: Batik Katura Home Industry , Jl. Buyut Trusmi No.5 Plered-Cirebon

Budiman Susanto Sanata Dharma University

2011

The research attempts to discover: (1) the correlation between physical working and working achievement of the employees perceived from the situational leadership style; (2) the correlation of social working satisfaction and the job achievement of the employees perceived from the situational leadership style.

This research is a case study based on the 30 samples of the entire number of employees at batik Katura home industry, Jl. Buyut Trusmi Plered-Cirebon. The techniques of data collection were questionnaire and documentation. The technique of analysis was regression equivalent model by Chow.

(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa di Surga dan Putra Tunggal-Nya Yesus

Kristus atas Kasih-Nya yang besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Hubungan Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial dengan Kinerja

Karyawan Ditinjau dari Gaya Kepemimpinan Situasional”.

Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan skripsi ini

tidaklah mungkin terlaksana dengan baik tanpa bantuan, kerjasama, dan dukungan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima

kasih kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

2. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; sekaligus

selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam

memberikan bimbingan, memberikan kritik, dan saran untuk kesempurnaan

skripsi ini;

4. Bapak Agustinus Heri Nugroho, S.Pd., M.Pd. selaku dosen penguji yang telah

banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, memberikan

(12)

5. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku dosen penguji

yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan,

memberikan kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini;

6. Ibu Cornelio Purwantini, S.Pd., M.SA. selaku dosen pembimbing seminar

penelitian dan proposal skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dalam

memberikan bimbingan, memberikan kritik, dan saran untuk kesempurnaan

skripsi ini;

7. Staf pengajar Progrma Studi Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan

tambahan pengetahuan dalam proses perkuliahan;

8. Tenaga administrasi Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah

membantu kelancaran proses belajar selama ini;

9. Bapak Katura. AR selaku pimpinan Perusahaan Batik Katura, Jl. Buyut

Trusmi No. 5, Plered-Cirebon yang telah memberikan ijin kepada penulis

untuk melakukan penelitian;

10. Papa Kimteng dan Mama Suhemi yang selalu memberikan kasih sayang, doa,

dan nasehat dalam menyelesaikan perkuliahan;

11. Romo Markus Santoso yang telah senantiasa memberikan kasih sayang, doa,

dan nasehat dalam menyelesaikan perkuliahan;

12. Kakakku Untung Susanto dan Adikku Tri Suharyo Susanto yang

memotivasiku untuk segera menyelesaikan kuliah;

13. Nonikku Frisca Rosecialine yang memberikan cinta, kasih sayang, semangat,

(13)

14. Febran, sugiyanto, Asih, Katarina, dan Tia, terimakasih untuk kebersamaan

dan rasa kekeluargaan selama ini serta bantuan selama penyusunan skripsi;

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dan mendukung penulis selama penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua

pihak yang berkepentingan.

Penulis

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

(15)

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja ... 8

a. Pengertian Kepuasan Kerja ... 8

b. Faktor-faktor Kepuasan Kerja ... 9

B. Kinerja Karyawan ... 10

a. Pengertian Kinerja Karyawan... 10

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan ... 11

C. Gaya Kepemimpinan Situasional ... 11

a. Pengertian Pemimpin ... 11

b. Pengertian Kepemimpinan ... 12

c. Pengertian Gaya Kepemimpinan... 13

D. Kerangka Berfikir ... 18

E. Model Penelitian ... 21

F. Hipotesis Penelitian ... 22

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 23

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 23

D. Populasi ... 24

(16)

a. Variabel Bebas (Independent Variable) ... 25

b. Variabel Terikat (Dependent Variable) ... 26

c. Variabel Moderator ... 28

F. Teknik Pengumpulan Data ... 29

G. Pengujian Instrumen Penelitian... 29

1. Pengujian Validitas ... 29

2. Pengujian Reliabilitas ... 32

H. Teknik Analisis Data ... 33

1. Statistik Deskriptif ... 33

2. Uji Prasyarat Analisis ... 33

a. Uji Normalitas ... 33

b. Uji Hipotesis ... 34

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat Batik Trusmi dan Sanggar Batik Katura ... 36

B. Filosofi Batik Secara Umum ... 38

C. Perbedaan antara Batik Tulis, Batik Cap, dan Batik Printing ... 40

D. Ciri Batik Cirebon dan Perbedaan dengan Daerah Lain ... 41

E. Motif Batik Cirebon ... 42

F. Alat dan Bahan yang Dibutuhkan untuk Membatik ... 43

G. Proses Pembuatan Batik ... 44

(17)

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ... 46

B. Analisis Data ... 49

1. Uji Normalitas ... 49

2. Uji Hipotesis ... 49

C. Pembahasan ... 51

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 57

B. Keterbatasan Penelitian ... 57

C. Saran-saran ... 58

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Operasional Variabel Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial ... 26

Tabel 3.2 Skala Skor Pengukuran Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial ... 26

Tabel 3.3 Operasional Variabel Kinerja Karyawan ... 27

Tabel 3.4 Skala Skor Pengukuran Kinerja Karyawan ... 27

Tabel 3.5 Operasional Variabel Gaya Kepemimpinan Situasional ... 28

Tabel 3.6 Skala Skor Pengukuran Gaya Kepemimpinan Situasional ... 28

Tabel 3.7 Rangkuman Uji Validitas Kepuasan Kerja Fisik ... 30

Tabel 3.8 Rangkuman Uji Validitas Kepuasan Kerja Sosial ... 31

Tabel 3.9 Rangkuman Uji Validitas Kinerja Karyawan ... 31

Tabel 3.10 Rangkuman Uji Validitas Gaya Kepemimpinan Situasional ... 31

Tabel 3.11 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 33

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Kepuasan Kerja Fisik ... 46

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kepuasan Kerja Sosial ... 47

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Kinerja Karyawan ... 47

(19)

DAFTAR GAMBAR

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner Penelitian ... 63

Lampiran II Data Induk Penelitian ... 71

Lampiran III Uji Validitas dan Reabilitas ... 76

Lampiran IV Data Mentah Uji Normalitas dan Uji Hipotesis ... 90

Lampiran V Uji Normalitas dan Uji Hipotesis ... 92

Lampiran VI Daftar Distribusi Frekuensi ... 97

Lampiran VII Interpretasi Terhadap Variabel Penelitian... 104

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam menjalankan bidang usaha, setiap perusahaan baik perusahaan

yang bergerak dalam sektor jasa maupun industri pasti memiliki tujuan yang

harus dicapai dan memberikan arah serta menyatukan unsur-unsur yang

terdapat dalam perusahaan agar mampu bertahan. Untuk mencapai

tujuan-tujuan dibutuhkan serangkaian tindakan yang dikenal sebagai proses

manajemen, yang terdiri dari tindakan-tindakan: perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian melalui pemanfaatan

sumber daya manusia dan sumber daya alam. Sumber daya manusia

memegang peranan penting dalam suatu perusahaan, karena sumber daya

manusia berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan perusahaan

dimana manusia menjadi perencana, pelaksana, serta penentu terwujudnya

tujuan perusahaan.

Tindakan-tindakan manajemen tersebut satu sama lain saling berkaitan

dan merupakan tugas setiap pemimpin untuk mengatur sumber daya yang ada

di dalamnya untuk melaksanakan berbagai pekerjaan dalam rangka

pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu tugas pemimpin dalam mengelola

sumber daya manusia adalah seorang pemimpin harus menyadari bahwa

(22)

karena sumber daya manusialah yang banyak mempengaruhi kinerja

perusahaan.

Kepemimpinan memiliki peranan penting pada peningkatan kinerja

karyawan. Tanpa kepemimpinan, hubungan antara tujuan perseorangan atau

individu dengan tujuan perusahaan mungkin tidak akan tercapai. Kondisi

tersebut dapat menimbulkan situasi dimana individu bekerja untuk mencapai

tujuan pribadinya, sementara perusahaan menjadi tidak efektif dan efisien

dalam pencapaian yang sudah direncanakan sebelumnya. Kepemimpinan

yang baik tidak terlepas dari visi dan misi perusahaan yang ingin dicapai,

menciptakan kepuasan kerja karyawan, serta menciptakan sistem manajemen

kinerja yang efektif. Menurut Joseph Tiffin (dalam As’ad, 2000:104),

kepuasan kerja sebagai sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi kerja,

kerjasama di antara pimpinan dan sesama karyawan. Kepuasan kerja dapat

diketahui dari sikap karyawan yang tercermin dari tindakannya dalam

melakukan pekerjaannya dengan semangat, disiplin, dan mau bekerjasama

serta memiliki loyalitas yang tinggi terhadap pekerjaannya. Ada banyak

indikator yang mempengaruhi variabel kepuasan kerja. Tiap indikator

mempunyai peranannya masing-masing dalam mempengaruhi kepuasan kerja

karyawan, indikator tersebut yaitu: 1) kepuasan finansial, 2) kepuasan fisik,

3) kepuasan sosial, dan 4) kepuasan psikologi.

Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau

sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan

(23)

organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai

dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1999:2). Suatu perusahaan

akan meningkat kinerjanya bila adanya kerjasama dan hubungan yang baik

antara pimpinan dan karyawannya. Karena dengan meningkatkan kinerja

karyawan secara otomatis akan meningkatkan kinerja perusahaan. Secara

umum, individu yang menunjukkan hasil kerja yang bagus dapat dikatakan

sebagai individu yang memiliki kinerja yang tinggi atau baik. Begitu juga

sebaliknya, individu yang menunjukkan hasil kerja yang buruk dapat

dikatakan bahwa individu tersebut memiliki kinerja yang rendah atau buruk.

Baik dan buruknya suatu kinerja karyawan dapat dipengaruhi beberapa

faktor, salah satunya faktor kepuasan kerja. Jika karyawan tidak betah untuk

bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi, karena mereka tidak

mendapatkan kepuasan kerja yang cukup maka kinerja karyawan akan

menurun. Namun sebaliknya, apabila karyawan betah dan loyal untuk bekerja

dalam suatu perusahaan atau organisasi, karena mereka mendapatkan

kepuasan kerja maka kinerja karyawan akan meningkat sehingga tujuan

perusahaan dapat tercapai.

Kepemimpinan sangat diperlukan bila suatu perusahaan ingin sukses.

Seorang pemimpin harus dapat memberikan perhatian yang tepat salah

satunya kepuasan kerja karyawan, untuk tujuan meningkatkan kinerja

karyawan terhadap seluruh aktivitas perusahaan melalui pendekatan yang

baik dalam pelaksanaan pekerjaan dan hubungan. Dalam upaya pencapaian

(24)

bawahannya sangat dibutuhkan. Ketepatan seorang pemimpin dalam

melaksanakan kepemimpinannya akan sangat berpengaruh terhadap

peningkatan motivasi para bawahannya, sehingga pelaksanaan pekerjaan

dapat dilakukan dengan baik. Namun jika kepemimpinan yang diterapkan

tidak tepat, justru tidak akan menimbulkan motivasi karyawan, sebaliknya

akan menurunkan motivasi karyawan itu sendiri yang dapat mengakibatkan

penurunan kinerja. Untuk itu dibutuhkan gaya kepemimpinan fleksibel yang

sesuai dengan situasi dan kondisi perusahaan dimana seorang pemimpin dapat

bekerjasama dan dapat menekan konflik yang akan terjadi dalam kelompok

kerja sehingga dapat tercapai visi dan misi perusahaan.

Gaya kepemimpinan adalah norma perilaku yang digunakan oleh

seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang

lain seperti yang ia lihat (Thoha, 1983:49). Sesuai dengan paradigma lama

gaya kepemimpinan diidentifikasikan menjadi dua kategori, yaitu: gaya

kepemimpinan otoriter dan gaya kepemimpinan demokratis. Gaya

kepemimpinan Blanchard menyatakan: dalam jangka waktu yang lama,

orang-orang percaya bahwa hanya ada dua jenis kepemimpinan, yaitu otoriter

dan demokratis. Masing-masing pendukung saling berteriak mengatakan

salah satunya pasti lebih baik. Manajer-manajer yang demokratis dikritik

terlalu lembut dan mudah, sedangkan mereka yang otoriter dianggap terlalu

keras dan dominan (Blanchard, 2007:103). Di antara beberapa jenis gaya

kepemimpinan, menurut peneliti terdapat satu gaya kepemimpinan yang

(25)

dikembangkan oleh Hersey dan Blancard karena pemimpin dengan gaya ini

akan selalu berusaha menyesuaikan dengan situasi dan kondisi organisasi,

serta bersifat fleksibel dalam menyesuaikan dengan kematangan bawahan dan

lingkungan kerja.

Blanchard (2007:104-105) mengatakan kepemimpinan situasional

didasarkan pada kepercayaan bahwa setiap orang dapat dan ingin berkembang

dan tidak ada gaya kepemimpinan terbaik yang bisa mendukung

perkembangan itu, sehingga anda harus menyesuaikan gaya kepemimpinan

terhadap keadaan yang sedang terjadi. Kepemimpinan dasar dalam model

kepemimpinan situasional, yaitu: 1) mengarahkan, 2) melatih, 3) mendukung,

4) menugaskan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian, dengan judul “Hubungan Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial dengan

Kinerja Karyawan Ditinjau dari Gaya Kepemimpinan Situasional”. Dalam

penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah karyawan dari

perusahaan batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon. Alasan

peneliti mengangkat perusahaan batik sebagai tempat penelitian karena

perusahaan batik merupakan perusahaan manufaktur rumahan atau lebih

tepatnya perusahaan keluarga yang kecenderungan pemimpinnya

menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dengan pemimpin pada

generasi sebelumnya dengan tidak mempedulikan perubahan situasi dan

(26)

B. Batasan Masalah

Di dalam suatu perusahaan atau organisasi yang baik terdapat

pemimpin yang kuat di dalamnya, pemimpin yang terbaik adalah pemimpin

yang dapat menyesuaikan dan mengidentifikasi gaya kepemimpinannya untuk

bertindak dan menghasilkan suatu pola kerja yang efektif dan efisien

sehingga dapat mempengaruhi bawahannya untuk pencapaian tujuan

perusahaan yaitu peningkatan kinerja karyawan. Dalam penelitian ini peneliti

memfokuskan penelitiannya terhadap faktor yang mempengaruhi kepuasan

kerja, antara lain: faktor kepuasan fisik dan faktor kepuasan sosial.

C. Rumusan Masalah

Dari penjelasan latar belakang masalah di atas, maka atas dasar alasan

itulah kemudian dirumuskan pertanyaan permasalahannya sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan

ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

2. Apakah ada hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan

ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis:

1. Hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya

(27)

2. Hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan ditinjau dari

gaya kepemimpinan situasional.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi

penulis maupun bagi perusahaan, antara lain:

1. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang

hubungan kepuasan kerja dan kinerja karyawan ditinjau dari gaya

kepemimpinan situasional.

2. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

manajemen sebagai bahan informasi dan tinjauan untuk dalam mengambil

kebijakan perusahaan.

3. Bagi Universitas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam

menambah pengetahuan pembaca dan merupakan referensi yang dapat

membantu penelitian sejenis.

(28)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kepuasan Kerja

a. Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan hal penting yang harus dimiliki

seseorang dalam bekerja. Kepuasan kerja memiliki sifat dinamis. Artinya,

bahwa rasa puas itu bukan keadaan yang tetap karena dapat dipengaruhi

dan dapat diubah oleh kekuatan-kekuatan, baik di dalam maupun di luar

lingkungan kerja. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang

berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya.

Kepuasan kerja dapat menurun secepat kepuasan kerja itu timbul sehingga

hal ini mengharuskan para pemimpin perusahaan untuk lebih

memperhatikannya.

Menurut Blum (dalam As’ad, 2000:102) kepuasan adalah suatu sikap

yang umum sebagai hasil dari berbagai sifat khusus individu terhadap

faktor kerja, karakteristik individu, dan hubungan sosial individu di luar

pekerjaan itu sendiri.

Menurut Hani Handoko (1994:143) kepuasan kerja dapat diartikan

sebagai suatu keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak

menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan

(29)

Sedangkan Tiffin (dalam As’ad, 2000:104) berpendapat bahwa

kepuasan kerja merupakan sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi

kerja, kerjasama diantara pimpinan dan sesama karyawan.

Sementara Robbert Hoppeck (dalam As’ad, 1978:62) memandang

bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja bahwa seberapa

jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, penulis dapat menarik

kesimpulan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap positif yang

dimiliki seorang karyawan terhadap kondisi finansial, fisik, sosial, dan

psikologi serta situasi kerja.

b. Faktor-faktor Kepuasan Kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Moh

As’ad (1987:117-118), adalah:

1) Kepuasan psikologis, yaitu faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan. Hal ini meliputi; minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan.

2) Kepuasan fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hal ini meliputi; jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan atau suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur.

3) Kepuasan finansial, yaitu terpenuhinya keinginan karyawan terhadap finansial yang diterimanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari sehingga kepuasan kerja bagi karyawan dapat terpenuhi. Hal ini meliputi; sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan serta promosi.

(30)

B. Kinerja Karyawan

a. Pengertian Kinerja Karyawan

Beberapa ahli mendefinisikan kinerja karyawan, di antaranya:

Mohamad Mahsun (2006:25), yaitu gambaran mengenai tingkat

pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan/dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam

strategic planning suatu organisasi.

Prawirosentono (1999:2) mendefinisikan kinerja karyawan sebagai

hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam

suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab

masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara

ilegal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Sedangkan menurut Simamora (2004:339) mengatakan bahwa

kinerja mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk

sebuah pekerjaan karyawan. Kinerja merefleksikan seberapa baik

karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan.

Dari pendapat para ahli di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa

kinerja karyawan merupakan tingkat pencapaian seseorang atau kelompok

orang dalam melaksanakan kegiatan/program/kebijakan untuk

mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi sesuai wewenang dan

tanggungjawab yang telah diberikan kepada masing-masing individu atau

(31)

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Karyawan

Kinerja merupakan suatu kontruksi multidimensi yang mencakup

banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri atas

faktor instrinsik karyawan atau SDM dan ekstrinsik, yaitu kepemimpinan,

sistem, tim, dan situasional. Uraian rinci faktor-faktor tersebut adalah

sebagai berikut (Tb. Sjafri M, 2007:155-156):

1) Faktor personal atau individual, meliputi unsur pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki tiap individu karyawan.

2) Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan team leader

dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan kerja pada karyawan.

3) Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim.

4) Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi.

5) Faktor kontekstual (situasional), meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

C. Gaya Kepemimpinan Situasional a. Pengertian Pemimpin

Pemimpin adalah pengembala, dan setiap pengembala akan

ditanyakan tentang perilaku penggembalaannya. Ungkapan ini

membuktikan bahwa seorang pemimpin apapun wujudnya, di mana pun

letaknya akan selalu mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan

kepemimpinannya (Thoha, 2007:1). Menurut Thoha (2007:4)

mendefinisikan pemimpin sebagai seseorang yang mempunyai kekuasaan

(32)

b. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan kadangkala diartikan sebagai pelaksanaan otoritas

dan pembuatan keputusan. Ada juga yang mengartikan suatu inisiatif

untuk bertindak yang menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam

rangka mencari jalan pemecahan dari suatu persoalan bersama. Lebih jauh

lagi Terry (dalam Thoha, 2007:5) merumuskan bahwa kepemimpinan itu

adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan

mencapai tujuan organisasi.

Beberapa ahli mendefinisikan kepemimpinan (dalam Saydam,

2005:700), antara lain:

1) Robert Dubin menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah aktivitas pemegang kewenangan dan pengambil keputusan (Leadership is the exercises of authority and the making of decisions).

2) Siagian menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan inti dari manajemen, karena kepemimpinan adalah motor penggerak bagi sumber daya manusia dan sumber daya alam lainnya.

3) Stogdill menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam upaya perumusan dan pencapaian tujuan (Leadership is the process of influencing group activities toward goal setting and goal achievement).

Menurut pendapat Handoko (1984:294), kepemimpinan merupakan

kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi dan

mengarahkan orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.

Dari pendapat para ahli di atas dalam mengemukakan pengertian

kepemimpinan, maka dapat disimpulkan kepemimpinan adalah aktivitas

atau seni untuk mempengaruhi perilaku orang lain baik individu maupun

(33)

Teori-teori kepemimpinan yang dikembangkan dari beberapa hasil

penelitian menurut Evans dan Robert House (dalam Thoha, 2007:42) yang

dikenal dengan nama teori part goal. Secara pokok, teori part goal

berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap

motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya. Teori part goal, memasukkan empat tipe atau gaya utama kepemimpinan yang dijelaskan sebagai berikut:

1) Kepemimpinan direktif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan otokratis dari Lippitt dan White. Bawahan tahu dengan pasti apa yang diharapkan darinya dan pengarahan yang khusus diberikan oleh pemimpin. Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.

2) Kepemimpinan yang mendukung (Supportive leadership). Kepemimpinan model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap para bawahannya.

3) Kepemimpinan partisipatif. Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha meminta dan menggunakan saran-saran dari para bawahannya. namun pengambilan keputusan masih tetap berada padanya.

4) Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi. Gaya kepemimpinan ini menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahannya untuk berpartisipasi. Pemimpin juga memberikan keyakinan kepada mereka bahwa mereka mampu melaksanakan tugas pekerjaan mencapai tujuan secara baik.

c. Pengertian Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan

oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku

orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha menyelaraskan

persepsi di antara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan orang

yang perilakunya akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya

(34)

perilaku yang konsisten yang kita tunjukkan dan diketahui oleh pihak lain

ketika berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain.

Berikut beberapa gaya kepemimpinan yang di kembangkan oleh para

ahli, antara lain:

1) Gaya kepemimpinan kontinum (otokrasi dan demokrasi). Tannenbaum

dan Warren Schmidt (dalam Thoha, 2007:50), menggambarkan dua

bidang pengaruh yang ekstrem, yaitu:

a) Pertama, bidang pengaruh pimpinan. Pada bidang pertama pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya.

b) Kedua, bidang pengaruh kebebasan bawahan. Pada bidang kedua pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis dalam gaya kepemimpinannya.

2) Gaya kepemimpinan managerial grid. Dikembangkan oleh Robert Blake dan Jane Monton (dalam Thoha, 2007:53), menekankan

bagaimana manajer memikirkan produksi dan hubungan kerja dengan

karyawannya.

3) Gaya kepemimpinan tiga dimensi. Model gaya kepemimpinan yang

dibangun oleh Reddina adalah gaya kepemimpinan yang cocok dan

yang mempunyai pengaruh terhadap lingkungannya. Reddina membagi

dua gaya kepemimpinannya, yaitu (dalam Thoha, 2007:57-58):

a) Gaya yang efektif, antara lain:

(1) Eksekutif. Gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja (motivator yang baik). (2) Pencinta pengembangan (developer). Gaya ini memberikan

perhatian yang maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan.

(35)

(4) Birokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang minimum terhadap baik tugas maupun hubungan kerja.

b) Gaya yang tidak efektif, antara lain:

(1) Pencinta kompromi (compromiser). Gaya ini memberikan perhatian yang besar pada tugas dan hubungan kerja dalam suatu situasi yang menekankan pada kompromi.

(2) Missionary. Gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai.

(3) Otokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu yang tidak sesuai.

(4) Lari dari tugas (deserter). Gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada hubungan kerja.

4) Gaya empat sistem dari Likert. Menurut Likert (dalam Thoha,

2007:58-61), pemimpin dapat berhasil jika bergaya participative management. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika

berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi. Likert

merancang empat sistem kepemimpinan dalam manajemen, yaitu:

a) Exploitive-authoritative. Manajer dalam hal ini sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya, mengeksploitasi bawahan, dan bersikap paternalistik.

b) Benevolent authoritative. Pemimpin yang termasuk dalam sistem ini mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan ketakutan berikut hukuman-hukuman, memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat-pendapat, ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses keputusan.

c) Manajer konsultatif. Pemimpin dengan gaya ini mau melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan, dan juga berkehendak melakukan pertisipasi, serta menetapkan dua pola hubungan komunikasi yakni ke atas dan ke bawah.

(36)

5) Gaya Kepemimpinan Situasional. Kepemimpinan situasional adalah

suatu metode pelaksanaan kepemimpinan secara mikro, artinya

bagaimana seorang pemimpin harus menghadapi orang-orang yang

dipimpinnya sehari-hari. Di balik kepemimpinan situasional terdapat

suatu filosofi bahwa seorang pemimpin haruslah mengubah orang lain,

meneladani, serta “telaten” mengamati kemajuan dari orang yang dia

pimpin. Ia harus memiliki sensitivitas untuk membaca siapa yang ia

pimpin sehingga dapat menentukan gaya memimpin yang paling cocok

bagi mereka. Hal yang paling penting dari kepemimpinan tersebut, ialah

bagaimana sang pemimpin menolong agar orang yang ia pimpin

mengalami transformasi dan tidak berhenti pada satu tingkat

kedewasaan saja.

Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Thoha, 2007:63),

kepemimpinan situasional didasarkan pada hal-hal berikut ini:

a) Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan. b) Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan.

(37)

Gambar 2.1 Gaya Kepemimpinan Situasional

Ada empat jenis gaya kepemimpinan dasar di dalam model

Kepemimpinan Situasional (Blanchard, 2007:106-110):

a) Gaya kepemimpinan mengarahkan: Misalkan anda baru saja mempekerjakan seorang sales. Ada tiga hal yang menjadi tanggung jawab seorang sales, yaitu penjualan, administrasi, dan kontribusi tim. Karena sales tersebut sudah mempunyai pengalaman dalam hal administrasi dan kontribusi tim. Hasilnya, pelatihan pertamanya akan fokus kepada hal-hal yang berhubungan dengan masalah penjualan, karena ia memang tidak menguasai bidang penjualan, bagian di mana dia menjadi pemula antusias. Oleh karena itu dalam ruang lingkup kerjanya, mengarahkan adalah gaya kepemimpinan yang paling sesuai. Dengan kata lain pemimpin menyediakan arahan yang spesifik dan mengawasi hasil penjualannya, perencanaan, dan prioritas apa yang harus diselesaikan agar ia bisa sukses.

(38)

Anda ingin membangun rasa percaya dirinya, mengembalikan komitmennya, dan mendorongnya untuk menjadi lebih berinisiatif. c) Gaya kepemimpinan mendukung: Sales sudah mulai memahami proses

menjual dan melayani klien dengan baik tetapi ia ragu jika ia bisa benar-benar terjun sendiri. Di tahapan ini, ia adalah seorang pelaksana yang mampu tapi ragu-ragu di mana komitmen menjualnya berubah dari keyakinan, antusiasme menjadi perasaan tidak aman. Saat inilah gaya kepemimpinan mendukung dibutuhkan. Ia hanya membutuhkan sedikit arahan tetapi membutuhkan dukungan yang besar dari Anda untuk meningkatkan keyakinannya yang sedang melemah.

d) Gaya kepemimpinan menugaskan: Pada tahapan ini, ia sudah menguasai tugas-tugas dan keterampilan menjual, ia juga sudah berhadapan dengan klien-klien besar yang menantang dan menangani mereka dengan sukses. Di tahapan ini, ia adalah seorang pencapai mandiri dalam hal penjualan. Untuk orang yang sudah berada di level ini, menugaskan adalah gaya kepemimpinan yang terbaik. Yang harus Anda lakukan adalah mengakui hasil kerjanya yang mengagumkan dan menyediakan sumber-sumber daya yang ia butuhkan untuk melaksanakan tugasnya menjual.

Dengan demikian, kepemimpian situasional berfokus pada

kesesuaian atau efektivitas gaya kepemimpinan sejalan dengan tingkat

kematangan atau perkembangan yang relevan.

D. Kerangka Berpikir

1. Hubungan kepuasan kerja dari aspek fisik dengan kinerja karyawan yang diperkuat oleh gaya kepemimpinan situasional.

Pada umumnya dalam menjalankan bidang usaha, perusahaan

menginginkan peningkatan efektifitas dan efisiensi usahanya. Untuk

mempertinggi efektifitas dan efisiensi usahanya diperlukan peningkatan

kinerja yang baik. Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh

seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan

(39)

mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak

melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika

(Prawirosentono, 1999:2).

Kepuasan kerja menjadi faktor yang cukup penting dalam

menentukan kinerja, karena terbukti besar manfaatnya bagi kepentingan

individu maupun perusahaan. Bagi perusahaan, penelitian kepuasan kerja

dilakukan dalam rangka usaha untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

Sedangkan kepuasan kerja mempunyai peranan yang sangat penting bagi

karyawan, karena karyawan merupakan salah satu kekuatan utama dari

perusahaan yang menginginkan terpenuhinya faktor-faktor kepuasan kerja.

Menurut Moh As’ad (1987:117-118) terdapat empat faktor kepuasan kerja,

salah satunya kepuasan fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan

kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hal ini

meliputi; jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat,

perlengkapan kerja, keadaan ruangan atau suhu, penerangan, pertukaran

udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur.

Tinggi/rendahnya hubungan kepuasan kerja dari aspek fisik dengan

kinerja karyawan diduga akan kuat jika pemimpin menggunakan

kepemimpinan dasar dalam model kepemimpinan situasional, yaitu: 1)

mengarahkan, 2) melatih, 3) mendukung, 4) menugaskan, dalam

menjalankan bidang usahanya. Diduga pemimpin yang menggunakan gaya

kepemimpinan situasional ini akan lebih meningkatkan kinerja karyawan

(40)

Berdasarkan uraian di atas, ada kemungkinan gaya kepemimpinan

situasional berpengaruh terhadap hubungan antara kepuasan kerja fisik

dengan kinerja karyawan.

2. Hubungan kepuasan kerja dari aspek sosial dengan kinerja karyawan yang diperkuat oleh gaya kepemimpinan situasional.

Kinerja karyawan adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian

pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan/dalam mewujudkan

sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (Mohamad Mahsun, 2006:25). Kinerja karyawan merupakan perwujudan hasil kerja karyawan, baik secara individu maupun

secara kelompok sesuai bidang pekerjaannya. Rendahnya suatu kinerja

diakibatkan gagalnya pelaksanaan suatu hasil pekerjaan, sebaliknya

tingginya suatu kinerja diakibatkan berhasilnya pelaksanaan suatu hasil

pekerjaan. Tinggi atau rendahnya suatu hasil pekerjaan dipengaruhi oleh

beberapa faktor, salah satunya yaitu faktor kepuasan kerja.

Kepuasan menjadi faktor yang cukup penting dalam menentukan

kinerja sebuah perusahaan. Karena terbukti besar manfaatnya bagi

kepentingan individu maupun perusahaan. Bagi perusahaan, penelitian

kepuasan kerja dilakukan dalam rangka usaha untuk meningkatkan kinerja

perusahaan. Sedangkan kepuasan kerja mempunyai peranan yang sangat

penting bagi karyawan, karena karyawan merupakan salah satu kekuatan

utama dari perusahaan yang menginginkan terpenuhinya faktor-faktor

(41)

faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama

karyawan, dengan atasannya maupun karyawan yang berbeda jenis

pekerjaannya. Hal ini meliputi; rekan kerja yang kompak, pemimpin yang

adil dan bijaksana, serta pengarahan dan perintah yang wajar

(Heidjrachman dan Suad Husnan, 1984:184).

Untuk mempertinggi hubungan kepuasan kerja dari aspek sosial

dengan kinerja karyawan diduga akan lebih kuat jika pemimpin

menggunakan kepemimpinan dasar dalam model kepemimpinan

situasional, yaitu: 1) mengarahkan, 2) melatih, 3) mendukung, 4)

menugaskan, dalam menjalankan bidang usahanya (Blanchard,

2007:106-110).

E. Model Penelitian

Keterangan:

Kepuasan kerja fisik. Kepuasan kerja sosial

: Gaya kepemimpinan situasional. Y : Kinerja karyawan.

Y

X3 X1

(42)

F. Hipotesis Penelitian

Ha1: Ada hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan ditinjau

dari gaya kepemimpinan situasional.

Ha2: Ada hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan ditinjau

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus, penelitian ini hanya

dilakukan pada obyek tertentu sehingga kesimpulan yang ditarik dari

penelitian ini hanya berlaku pada obyek tersebut. Menurut Arikunto

(2002:120) studi kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif,

terinci, dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, atau gejala

tertentu. Ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian kasus hanya meliputi

daerah atau subyek yang sangat sempit. Tetapi ditinjau dari sifat penelitian,

studi kasus lebih mendalam. Kesimpulan hasil penelitian hanya berlaku bagi

unit yang diteliti.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat dilakukan penelitian ini yaitu Perusahaan batik Katura, Jl. Buyut

Trusmi No. 5, Plered-Cirebon.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011.

C. Subjek dan Objek Penelitian

(44)

Subjek penelitian adalah pihak-pihak yang diharapkan memberikan

informasi sesuai kebutuhan. Dalam hal ini, subjek penelitiannya yaitu

seluruh karyawan dari perusahaan batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5,

Plered-Cirebon.

Adapun alasan mengambil subjek penelitian di atas, antara lain:

a. Perusahaan dipandang sebagai perusahaan kecil karena aktivitas

usahanya dilakukan tidak di lokasi yang berbeda dengan tempat tinggal

pemilik perusahaan.

b. Bentuk struktur organisasi perusahaannya tidak seluas perusahaan

manufaktur lainnya, yang terdiri dari: (1) pemilik, (2) direktur, (3)

kepala bagian/divisi, (4) karyawan. Melainkan pemilik langsung

berkomunikasi/berhubungan/bertanggungjawab terhadap karyawannya,

yang terdiri dari: (1) pemilik, (2) karyawan.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah sasaran penelitian yakni data atau informasi

apa yang akan dicari. Dalam hal ini, objek penelitiannya yaitu hubungan

kepuasan kerja fisik dan sosial dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya

kepemimpinan situasional.

D. Populasi

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek

(45)

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2009:117). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan

perusahaan batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon yang

berjumlah 30 responden.

E. Operasionalisasi Variabel

a. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variabel kepuasan kerja.

Kepuasan kerja merupakan sikap karyawan dalam menyesuaikan diri

terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya di suatu perusahaan. Tiap

faktor mempunyai peranannya masing-masing dalam mempengaruhi

kepuasan kerja karyawan yang terdiri dari: 1) faktor kepuasan fisik, yaitu

faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan

kondisi fisik karyawan. Hal ini meliputi; jenis pekerjaan, pengaturan

waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan atau suhu,

penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur

(As’ad, 1987:118). 2) faktor kepuasan sosial, yaitu faktor yang

berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan, dengan

atasannya maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. Hal ini

meliputi; rekan kerja yang kompak, pemimpin yang adil dan bijaksana,

serta pengarahan dan perintah yang wajar (Heidjrachman dan Suad

(46)

Tabel 3.1

Variabel penelitian

Dimensi Indikator No. item

pertanyaan

1. jenis pekerjaan 2. umur

3. pengaturan waktu

kerja dan istirahat 4. perlengkapan kerja

5. keadaan ruangan

atau suhu 6. penerangan 7. pertukaran udara 8. kondisi kesehatan

karyawan

1. rekan kerja yang kompak

2. pemimpin yang adil dan bijaksana

3. pengarahan dan

perintah yang wajar

10

11

13,14

12

Pengukuran variabel menggunakan Skala Likert. Skala Likert adalah skala yang disusun dalam bentuk suatu pernyataan yang menunjukkan alternatif

jawaban. Alternatif jawaban pada penelitian ini terdiri dari pernyataan

positif maupun pernyataan negatif.

Tabel 3.2

Skala Skor Pengukuran Kepuasan Kerja

Alternatif Jawaban Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju

Netral Setuju Sangat Setuju

Pernyataan Positif 1 2 3 4 5

Pernyataan Negatif 5 4 3 2 1

b. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah variabel kinerja karyawan.

(47)

orang dalam melaksanakan kegiatan/program/kebijakan untuk

mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi sesuai wewenang dan tanggung

jawab yang telah diberikan kepada masing-masing individu atau

kelompok. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, antara

lain: 1) pengetahuan, 2) kemampuan, 3) keterampilan, 4) kepercayaan diri,

5) motivasi, dan 6) komitmen yang dimiliki tiap individu karyawan.

Tabel 3.3

Variabel penelitian

Indikator No. item

pertanyaan 4. kepercayaan diri 5. motivasi

6. komitmen yang dimiliki tiap individu karyawan

Pengukuran variabel menggunakan skala likert dengan alternatif jawaban pada penelitian ini terdiri dari pernyataan positif maupun pernyataan

negatif.

Tabel 3.4

Skala Skor Pengukuran Kinerja Karyawan

Alternatif Jawaban Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju

Netral Setuju Sangat Setuju

Pernyataan Positif 1 2 3 4 5

(48)

c. Variabel Moderator

Variabel moderator dalam penelitian ini adalah variabel gaya

kepemimpinan situasional. Gaya kepemimpinan situasional merupakan

gaya kepemimpinan yang berfokus pada kesesuaian atau efektivitas gaya

kepemimpinannya sejalan dengan kematangan atau perkembangan yang

relevan. Kepemimpinan dasar dalam model kepemimpinan situasional,

yaitu: 1) mengarahkan, 2) melatih, 3) mendukung, 4) menugaskan.

Tabel 3.5

Variabel penelitian

Indikator No. item

pertanyaan

2. kepemimpinan melatih 3. kepemimpinan

Pengukuran variabel ini juga menggunakan skala likert dengan alternatif jawaban pada penelitian ini terdiri dari pernyataan positif maupun

pernyataan negatif.

Tabel 3.6

Skala Skor Pengukuran Gaya Kepemimpinan Situasional

Alternatif Jawaban Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju

Netral Setuju Sangat Setuju

Pernyataan Positif 1 2 3 4 5

(49)

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

responden untuk dijawabnya (Prof. Dr. Sugiyono, 2007:199). Dalam

penelitian ini, kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data

mengenai kepuasan kerja fisik dan sosial, kinerja karyawan, dan gaya

kepemimpinan.

2. Wawancara

Wawancara adalah pertemuan dua atau lebih orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan

makna dalam suatu topik tertentu (Prof. Dr. Sugiyono, 2007:410). Teknik

ini digunakan untuk melengkapi data-data dalam penelitian.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen

ini bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari

seseorang (Prof. Dr. Sugiyono, 2007:422). Teknik ini digunakan untuk

melengkapi data kinerja karyawan.

G. Pengujian Instrumen Penelitian

1. Pengujian Validitas

Validitas dimaksudkan untuk menyatakan sejauh mana data yang

(50)

(Husein Umar, 2003:72). Pengujian validitas dilakukan dengan

mengkorelasikan hubungan antara skor jawaban masing-masing item

pertanyaan dengan menggunakan komputer program SPSS 17.0, pengujian

validitas dilakukan dengan menggunakan rumus teknik korelasi Product Moment (Husein Umar, 2003:78) yaitu sebagai berikut:

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y

Y = skor total item X = skor item

N = jumlah responden

Berdasarkan hasil perhitungan, jika nilai koefisien rhitung lebih besar

daripada rtabel dengan taraf signifikansi 5%, maka butir soal tersebut dapat

dikatakan valid. Jika sebaliknya maka butir soal tersebut tidak valid.

Pelaksanaan uji coba instrument penelitian ini dilakukan pada

seluruh karyawan dari perusahaan batik Anofa, Jl. Buyut Trusmi No. 7,

Plered-Cirebon dengan jumlah responden 30 orang. Dari hasil uji coba

tersebut diketahui derajat kebebasan sebesar 28 (30-2), dengan harga kritik

product moment tabel (lampiran III:76) sebesar 0,239 dengan taraf signifikansi 5%. Adapun rangkuman hasil penelitian uji coba validitas

sebagai berikut:

Tabel 3.7

Rangkuman Uji Validitas Kepuasan Kerja Fisik No.

Item

rhitung rtabel Keterangan

1 0,330 0,239 Valid

(51)

3 0,543 0,239 Valid

Rangkuman Uji Validitas Kepuasan Kerja Sosial No

Item

rhitung rtabel Keterangan

1 0,642 0,239 Valid

Rangkuman Uji Validitas Kinerja Karyawan No

Item

rhitung rtabel Keterangan

1 0,254 0,239 Valid

Rangkuman Uji Validitas Gaya Kepemimpinan Situasional No

Item

rhitung rtabel Keterangan

1 0,751 0,239 Valid

2 0,604 0,239 Valid

3 0,721 0,239 Valid

4 0,781 0,239 Valid

5 0,554 0,239 Valid

(52)

7 0,632 0,239 Valid

8 0,277 0,239 Valid

9 0,553 0,239 Valid

2. Pengujian Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu

instrumen dapat dipercaya untuk dugunakan sebagai alat pengumpul data

karena instrumen tersebut sudah baik. Untuk menghitung reliabilitas

kuesioner dalam penelitian ini digunakan rumus Alpha Cronbach pada taraf signifikansi 5% (Suharsimi Arikunto, 1987:236) yaitu sebagai

berikut:

 

Keterangan:

= reliabilitas instrumen

= banyak butir pertanyaan atau banyaknya soal = jumlah varians butir

= varians total

Berdasarkan hasil perhitungan, jika koefisien alpha lebih besar dari

0,60, maka instrumen penelitian tersebut reliabel (Gozhali, 2006:42).

Sebaliknya jika koefisien alpha lebih kecil dari 0,60, maka instrumen

penelitian tersebut dinyatakan tidak reliabel.

Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus

(53)

Tabel 3.11

Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian Variabel Nilai r

hitung

Nilai r tabel

Status

Kepuasan kerja fisik 0,807 0,60 Andal

Kepuasan kerja sosial 0,786 0,60 Andal

Kinerja karyawan 0,853 0,60 Andal

Gaya kepemimpinan situasional 0,861 0,60 Andal

H. Teknik Analisis Data 1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk

menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data

yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat

kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Prof. Dr.

Sugiyono, 2009: 207). Untuk mendeskripsikan variabel kepuasan kerja,

kinerja karyawan dan gaya kepemimpinan situasional, maka dilakukan

perhitungan rata-rata (mean), median (skor yang membagi distribusi frekuensi menjadi dua sama besar), dan modus (skor yang mempunyai frekuensi terbanyak dalam sekumpulan distribusi skor).

2. Uji Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala yang

diteliti apakah data berdistribusi normal ataukah tidak. Pengujian

(54)

D – Max [Fo (X1) – Sn (X1)

Keterangan:

D : Deviasi maksimum

Fo (X1) : Fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang ditentukan

Sn (X1) : Fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang diobservasi

Jika nilai Fhitung > nilai Ftabel pada taraf signifikansi 5%, maka

distribusi data dikatakan normal. Sebaliknya, jika nilai Fhitung > nilai

Ftabel maka distribusi data dikatakan tidak normal.

b. Uji Hipotesis

1) Pengujian Hipotesis I

: Tidak ada hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja

karyawanditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

: Ada hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan

ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

2) Pengujian Hipotesis II

: Tidak ada hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja

karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

: Ada hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan

ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

Untuk menguji hipotesis pertama dan kedua digunakan regresi

Chow (Gujarati, 1978:271) sebagai berikut: Y = α0 + β1X1 + β2X2 + β3 (X1X2) + ui

Keterangan:

Y = kinerja karyawan α0 = intersep diferensial

(55)

X1 = variabel kepuasan kerja

X2 = variabel gaya kepemimpinan situasional

X1X2 = interksi variabel kepuasan kerja dan variabel gaya

Kepemimpinan situasional

ui = faktor kesalahan stokhastik (stochastic error term)

Berdasarkan hasil perhitungan, maka pengujian hipotesis model

(56)

BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Singkat Batik Trusmi dan Sanggar Batik Katura

Batik mulai ada di trusmi sejak abad ke 14. Suatu daerah dimana saat

itu tumbuh banyak tumbuhan, kemudian para warga menebang tumbuhan

tersebut namun secara seketika kemudian tumbuhan itu tumbuh kembali.

Sehingga tanah tersebut dinamakan Desa Trusmi yang berasal dari kata terus

bersemi. Asal mulanya Sultan keraton menyuruh orang trusmi untuk

membuat batik seperti miliknya tanpa membawa contoh batik. Mereka hanya

di perbolehkan melihat motifnya saja. Saat jatuh tempo, orang trusmi itu

kemudian datang kembali dengan membawa batik yang telah mereka buat.

Ketika itu orang trusmi tersebut meminta batik yang asli kepada Sultan, yang

kemudian di bungkuslah kedua batik itu (batik yang asli dengan batik

buatannya/duplikat). Orang trusmi kemudian menyuruh Sultan untuk memilih

batik yang asli namun karena sangat mirip dengan yang asli sultan tidak dapat

membedakannya, batik duplikat tersebut tidak ada yang meleset sama sekali

dari batik aslinya. sehingga Sultan mengakui bahwa batik buatan orang trusmi

sangat apik, tanpa membawa contoh batik yang aslinya dapat membuat batik

yang sama persis.

Sanggar batik katura Terletak di daerah trusmi Kulon kecamatan Plered

Cirebon. Sanggar Batik Katura merupakan sebuah wadah untuk belajar

(57)

selesai. Sanggar batik ini terbentuk dari sebuah toko batik mungil dan tempat

orang-orang mencari informasi tentang batik khususnya batik Cirebon.

Sanggar Batik Katura terbentuk pada tahun 2007. Banyak yang mengunjungi

sanggar untuk dapat membuat selembar kain batik hasil tangan sendiri. Telah

banyak orang maupun instansi yang belajar membatik di Sanggar Batik

Katura, diantaranya SMP Al-Azhar Jakarta dengan 250 peserta, SMA 10

PGRI Jakarta, SMA 87 Jakarta, Mahasiswa UPI Bandung, serta

sekolah-sekolah lain di Jawa Barat. Selain dari sekolah-sekolah, ada juga para pengrajin batik

Yogyakarta dari Gunung Kidul yang mengadakan Study Banding dengan

Bapak Katura. Namun perhatian turis mancanegarapun tak kalah, misalnya

turis dari Perancis, Jepang, dan Brazil yang memiliki ambisi untuk belajar

membatik. Dalam sanggar, peserta membatik akan didampingi oleh Bapak

Katura beserta para asisten yang telah dibekali oleh Bapak Katura.

Pembelajaran membatik dimulai dari sedikit pengenalan mengenai batik,

kemudian Bapak Katura memberikan materi sambil peserta melakukan

praktek membatik.

Pemilik Sanggar Batik Katura yaitu Bapak Katura AR. Seorang pria

berusia 58 tahun yang sangat peduli dengan seni dan budaya, khususnya

batik. Beliau dilahirkan di Trusmi pada tanggal 15 Desember 1952. Beliau

anak ke 9 dari 10 bersaudara. Beliau anak dari Ranima dan Kasmin, beliau

dari keluarga pengrajin batik. Semasa kecil, beliau selalu membantu bapak

dan ibunya. Mulai dari usia 11 tahun sepulang sekolah beliau membantu

(58)

bagus. Bapak Katura adalah orang yang sangat peduli dengan batik, orang

yang baik, ramah, terampil, ulet, telaten, cerdas, penuh kesabaran, dan yang

penting memiliki selera humor. Beliau sosok pengajar yang baik dan tak

segan untuk membagi ilmu tentang batik. Beliau seorang yang mampu

berpikir kritis meskipun beliau tidak memiliki latar belakang pendidikan yang

tinggi. Di SDN 2 Trusmi Wetan beliau pertama kali bersekolah, kamudian

melanjutkan ke SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Trusmi.

Setelah itu beliau tidak melanjutkan ke tingkat selanjutnya karena keadaan

ekonomi, sehingga beliau mengisi harinya dengan membantu ibunya yaitu

membatik.

Hingga kini beliau masih melakukan kegiatan tersebut meskipun tidak

setiap hari. Dengan latar belakang pendidikan beliau yang tidak terlalu tinggi,

beliau selalu belajar dari sekelilingnya serta dengan keuletan dan berbekal

ilmu membatik dari bapak dan ibunya beliau mampu mendapat Haunoris

Causa dari A. University of Hawaii sebagai Master Of Art.

B. Filosofi Batik Secara Umum

Dalam proses pembuatannya, seni batik terutama batik tulis

melambangkan kesabaran pembuatnya. Setiap hiasan dibuat dengan teliti dan

melalui proses yang panjang. Kesempurnaan motif tersebut menyiratkan

ketenangan pembuatnya. Corak batik tertentu dipercaya memiliki kekuatan

gaib dan hanya boleh dikenakan oleh kalangan tertentu. Misalnya, motif

(59)

oleh penguasa dan ksatria. Batik jenis ini harus dibuat dengan ketenangan dan

kesabaran yang tinggi. Kesalahan dalam proses pembatikan dipercaya akan

menghilangkan kekuatan gaib batik tersebut.

Selain proses pembuatan batik yang sarat dengan makna filosofis, corak

batik merupakan simbol-simbol penuh makna yang memperlihatkan cara

berfikir masyarakat pembuatnya. Berikut ini adalah beberapa motif batik

beserta filosofinya.

1. Kawung: Motif ini berbentuk teratai yang sedang merekah. Motif

melambangkan kesucian dan umur panjang.

2. Parang: Motif berbentuk mata parang, melambangan kekuasaan dan

kekuatan. Hanya boleh dikenakan oleh penguasa dan ksatria.

3. Sawat: Motif berbentuk sayap, hanya dikenakan oleh raja dan putra raja.

Motif batik diciptakan tidak berdasarkan pertimbangan nilai estetis saja,

tetapi juga berdasarkan harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk

banyak simbol, misalnya sebagai berikut:

1. Ragam Hias Slobong, yaitu: Memiliki arti lancar dan longgar. Motif ini

digunakan untuk melayat dan bermakna harapan agar arwah orang yang

meninggal dunia dapat dengan lancar menghadap kepada Tuhan dan

diterima di sisi-Nya.

2. Ragam Hias Sida Mukti, yaitu: Berarti “jadi bahagia”. Motif ini dikenakan

oleh pengantin pria maupun wanita, dengan harapan keduanya akan

(60)

C. Perbedaan antara Batik Tulis, Batik Cap, dan Batik Printing

Batik Tulis, yaitu antara ornamen yang satu dengan ornamen lainnya

agak berbeda walaupun bentuknya sama. Bentuk isen-isen relatif rapat, rapih,

dan tidak kaku.

Batik Cap, yaitu antara ornamen yang satu dengan ornamen lainnya

pasti sama, namun bentuk isen-isen tidak rapi, agak renggang dan agak kaku.

Apabila isen-isen agak rapat maka akan terjadi mbeleber (goresan yang satu

dan yang lainnya menyatu, sehingga kelihatan kasar).

Batik Printing, yaitu ornamen bisa sama, bisa tidak, karena tergantung desain batik yang akan ditiru, karena batik printing biasanya meniru batik yang sudah ada, namun yang perlu diketahui tentang warna. Warna batik

printing kebanyakan tidak tembus karena proses pewarnaannya satu muka saja.

Perbedaan Proses Pembuatan Jenis Batik Berdasarkan Cara membuat

1. Batik tulis, semua proses dikerjakan secara manual, satu per satu, dengan

canting, lilin malam, kain, dan pewarna.

2. Batik cap, digunakan alat cap atau stempel yang telah terpola batik.

Stempel tersebut dicelupkan ke dalam lilin panas, kemudian ditekan atau

dicapkan pada kain. Proses ini memakan waktu yang lebih cepat dibanding

pada proses batik tulis, karena pada batik tulis pola tersebut harus dilukis

titik demi titik dengan canting, sedangkan pada batik cap dengan sekali

(61)

3. Batik printing atau sablon, pada proses batik ini, pola telah diprint di atas

alat sablon, sehingga pembatikan dan pewarnaan bias dilakukan secara

langsung. Jadi, proses batik dapat diselesaikan tanpa menggunakan lilin

malam serta canting. Dengan demikian, proses hanya akan dan tentu saja

memerlukan waktu yang lebih cepat disbanding pada proses batik tulis dan

batik cap.

D. Ciri batik Cirebon dan perbedaan dengan daerah lain

Untuk lebih mudah mengenal batik Cirebon ada ciri-ciri khusus, yaitu

ada garis tipis atau kecil yang dalam istilah batik Cirebon disebut Wit. Lebih

jelasnya yang disebut Wit adalah garis kontur atau tali air atau juga

lung-lungan dan sejenisnya, yang relatif kecil, tipis dan halus yang warnanya lebih

tua dari warna dasar kain. Istilah Wit ini hanya ditemukan pada batik

Tembokan (Cirebon), Popokan (Jawa), yang pada saat ini hanya dapat

dikerjakan oleh pengrajin batik Cirebon. Namun terlihat ada perbedaan

diantara kedua batik tersebut, perbedaan ini terlihat dari cara atau teknik

mambatik.

Perbedaan Teknik membatik tersebut adalah teknik bati Jawa, tukang

lengreng (tukang gambar) membuat garis Wit harus kembar sehingga tukang

tembok tidak perlu membuat Wit sendiri karena sudah dibatasi oleh garis

kembar tersebut. Teknik batik Cirebon, tukang lengreng tidak perlu membuat

garis (Wit) kembar, cukup satu goresan saja, selanjutnya tukang tembok

(62)

harus memiliki keahlian khusus agar batik yang dibuat sesuai dengan apa

yang diharapkan.

E. Motif batik Cirebon

Motif batik Cirebon pada dasarnya dapat digolongkan menjadi lima

jenis, yaitu: (1) jenis wadasan, (2) jenis geometris, (3) jenis pangkaan, (4)

jenis byur, (5) jenis semarangan:

1. Kelompok Jenis Wadasan, jenis ini ditandai dengan adanya beberapa

ornamen dan benda-benda yang bersumber dari Keraton Cirebon,

termasuk ornamen Wadasan itu sendiri. Kelompok jenis ini biasanya

disebut batik Keraton. Adapun nama-nama motif yang termasuk jenis

Kratonan, diantaranya: Singa Payung, Naga Saba, Taman Arum, Mega

Mendung, dll.

2. Jenis Geometris, jenis motif ini ditandai dengan proses pendisainannya

selalu menggunakan alat bantu penggaris. Sebelum dibatik, kain harus

diberi garis-garis terlebih dahulu. Yang termasuk ke dalam jenis ini adalah

Motif Tambal Sewu, Liris, Kawung, Lengko-lengko, dll.

3. Jenis Pangkaan (Buqet), batik dengan motif pangkaan yaitu menampilkan

pelukisan pohon atau rangkaian bunga-bungaan yang lengkap dengan

ujung pangkalnya dan sering sekali dilengkapi burung atau kupu-kupu.

Nama-nama motif ini diantaranya adalah Pring Sedapur, Kelapa Setundun,

(63)

4. Jenis Byur, motif ini ditandai dengan penuhnya ornamen bunga-bungaan

dan daun-daunan kecil yang mengelilingi ornamen pokok, sebagian contoh

motif ini adalah: Karang Jahe, Mawar Sepasang, Dara Tarung, Banyak

Angrum, dll.

5. Jenis Semarangan, motif ini menampilkan penataan secara ceplok-ceplok

dengan ornamen yang sama atau motif ulang yang ditata agak renggang.

Sebagian contoh motif ini adalah: motif Piring Selampad dan Kembang

Kantil.

F. Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membatik

1. Sehelai kain putih

Pada awal kemunculannya, kain yang digunakan sebagai bahan batik

adalah kain hasil tenunan sendiri. Kain putih import baru dikenal sekitar

abad ke-19. Sekarang ini anda dapat dengan mudah mendapatkan kain

putih dengan harga terjangkau. Jenis kain yang dapat digunakan pun

beraneka ragam, dari jenis kain mori sampai jenis sutera. Ukuran pun tidak

harus lebar, cukup dengan ukuran kecil.

2. Canting

Canting berfungsi semacam pena, yang diisi lilin malam cair sebagai

tintanya. Bentuk canting beraneka ragam, dari yang berujun satu hingga

beberapa ujung. Canting yang memiliki beberapa ujung berfungsi untuk

membuat titik dalam sekali sentuhan. Sedangkan canting yang berujung

Gambar

Gambar 2.1 Gaya Kepemimpinan Situasional ..................................................
Gambar 2.1 Gaya Kepemimpinan Situasional
Variabel Tabel 3.1 Dimensi Indikator
Variabel Tabel 3.3 Indikator
+7

Referensi

Dokumen terkait

judul dan daftar tabel serta gambar yang lebih dari satu baris dan.

[r]

Proses kerja pada sistem ini terdiri dari 3 langkah kerja, yaitu silinder kerja ganda skuens/spesial yang melakukan penekanan dari bagian samping komponen dan silinder kerja ganda

Dalam pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan, jika harga jual perunit suatu pesanan khusus lebih besar dari pada biaya variabel perunit pesanan khusus,maka suatu

Pengelolaan & Pengadaan 9 Persentase jumlah SKPD yang menerapkan SPM % 100 9 Program Peningkatan Akuntabilitas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Bag. Kesra 10 Persentase

Pada penggunaan dataset Reuters metode yang diusulkan dengan menggunakan semantic word holonim mampu menghasilkan nilai overall f-measures yang lebih baik

Penelitian bertujuan untuk mengetahui sumber ekstrak dari buah pala (daging buah, fuli dan biji pala) yang berpengaruh terhadap daya hambat5. Staphylococcus aureus, selain itu

Hasil penelitian ini adalah pelaksanaan pengelolaan zakat fitrah di dusun Tukang untuk pemahaman terhadap pengelolaan zakat fitrah sebagian besar masih diberikan sendiri