• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. usahanya dan meningkatkan skala perusahaan, maka perusahaan perusahaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. usahanya dan meningkatkan skala perusahaan, maka perusahaan perusahaan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan dalam menghadapi dunia perekonomian dewasa ini mengalami tajamnya kompetisi dan luasnya skala persaingan yang didukung oleh kemajuan teknologi dan komunikasi. Perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya dan meningkatkan skala perusahaan, maka perusahaan–perusahaan membutuhkan dana besar untuk dapat menang dalam persaingan menurut Asih Yuli dan Syahyunan (2013:1). Dalam mengembangkan usahanya tersebut, perusahaan dapat melakukan ekspansi usaha yang bertujuan agar tetap bertahan dalam menghadapi persaingan bisnis yang tinggi, serta menjaga kelangsungan hidup perusahaannya (going concern).

Kegiatan ekspansi perlu dana yang cukup banyak untuk memperluas usahanya. Sumber dana dapat berasal dari internal dan eksternal perusahaan. Namun, dengan semakin luasnya skala bisnis perusahaan mengakibatkan sumber pembiayaan internal tidak mencukupi sehingga perusahaan dituntut untuk mencari sumber pembiayaan lain selain dari internal perusahaan yaitu dana dari eksternal perusahaan. Salah satu alternatif pendanaan dari luar perusahaan adalah dengan cara menjual saham perusahaan kepada public melalui pasar modal (Fanny Rastiti dan Daniel S, 2015:493).

(2)

2

Proses melakukan penawaran saham perdana di pasar modal disebut dengan go public. Perusahaan yang melakukan hal tersebut berubah dari perusahaan pribadi menjadi perusahaan go public. Kegiatan yang dilakukan dalam rangka penawaran umum saham perdana (Primary Market) disebut IPO (Initial Public Offering). Kemudian saham dapat diperjual belikan di bursa efek atau disebut pasar sekunder (Secondary Market) (Ari Sudrajat, 2015:2).

Di dalam kegiatan IPO terdapat masalah penentuan harga pasar perdana. Harga saham yang akan dijual perusahaan pada pasar perdana ditentukan oleh kesepakatan antara emiten (perusahaan penerbit) dengan underwriter (penjamin emisi), sedangkan harga saham yang dijual pada pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar, yaitu permintaan dan penawaran (Kristiantari, 2013:786). Di satu sisi perusahaan yang melakukan IPO ingin mendapatkan pemasukan dana yang semaksimal mungkin dan di satu sisi lain underwriter sebagai penjamin dalam pelaksanaan IPO tidak ingin menanggung kerugian yang besar akibat tidak terjualnya saham yang ditawarkan.

Harga saham yang diperdagangkan pada saat IPO cenderung seringkali mengalami perbedaan. Jika harga pada saat IPO lebih tinggi dibanding dengan harga penutupan hari pertama di pasar sekunder, maka hal tersebut akan mengalami overpricing. Sedangkan harga saham pada saat IPO lebih rendah dibanding dengan harga penutupan hari pertama di pasar sekunder, maka hal tersebut akan mengalami underpricing (Hasanah dan Dinnul Alfian Akbar, 2014:2). Kondisi underpricing merugikan untuk perusahaan yang melakukan go public, karena dana yang diperoleh

(3)

3

dari publik tidak maksimum. Sebaliknya jika terjadi overpricing, maka investor akan merugi, karena mereka tidak menerima initial return (return awal) menurut (Eka Retnowati, 2013:183).

Fenomena underpricing terjadi di berbagai pasar modal di seluruh dunia karena adanya asimetri informasi. Asimetri informasi bisa terjadi antara emiten dan penjamin emisi, maupun antar investor. Untuk mengurangi adanya asimetri informasi maka dilakukanlah penerbitan prospektus oleh perusahaan, yang berisi informasi dari perusahaan yang bersangkutan. Informasi yang tercantum dalam prospektus terdiri dari informasi yang sifatnya keuangan dan non keuangan. Informasi yang dimuat dalam prospektus akan membantu investor dalam membuat keputusan yang rasional mengenai resiko nilai saham sesungguhnya yang ditawarkan emiten (Kim, Krinsky dan Lee, 1993).

Rentang harga penawaran umum saham perdana alias initial public offering (IPO) PT Cikarang Listrindo berubah. Batas atas rentang harga IPO tersebut diturunkan. Sehingga, rentang harga IPO saat ini berada pada level Rp 1.430 per saham-Rp 1.565 per saham. Sebelumnya, rentang harga yang ditawarkan adalah Rp 1.430 per saham-Rp 1.970 per saham. Dengan perubahan batas atas ini, maka otomatis target perolehan dananya pun berubah. Dengan mengacu pada rentang tersebut, maka target perolehan dananya saat ini menjadi Rp 2,28 triliun- Rp 2,59 triliun. Bandingkan dengan target awal perolehan dana yang berkisar Rp 2,28 triliun- Rp 3,15 triliun. ( http://investasi.kontan.co.id/news/ipo-batas-atas-cikarang-listrindo-diturunkan)

(4)

4

Harga penawaran saham perdana PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (Bank Jatim) ditetapkan pada level terbawah yakni sebesar Rp 430 per saham. Alasannya karena investor menyatakan harga tersebut merupakan harga ideal. Selain itu, Bank Jatim menetapkan harga terendah karena kondisi pasar sedang turun. Kedepannya, Bank Jatim optimis harga sahamnya akan naik seiring dengan kinerjanya. Manager Corporate Communication & Media Relations Bahana Securities I Gde Suhendra menambahkan, harga Rp 430 per saham memang harga yang paling banyak diminati investor, terbukti, di harga tersebut terjadi kelebihan permintaan hingga 1,5 kali. ( http://investasi.kontan.co.id/news/alasan-harga-saham-ipo-bank-jatim-di-level-rendah)

Fenomena underpricing terjadi di pasar modal berbagai negara diantaranya Amerika Serikat, Inggris, Australia, Afrika Selatan, China, Malaysia dan Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) dan situs www.idx.co.id , fenomena underpricing yang terjadi di Indonesia, dapat diketahui dari 226 IPO dari tahun 1997 sampai dengan 2010, sebanyak 186 IPO atau sebesar 82,30% memberikan return awal (initial return) yang positif. Banyaknya fenomena underpricing yang terjadi menunjukkan bahwa harga saham pada saat penawaran perdana secara merata dapat dikatakan murah (Jogiyanto, 2007). Berikut merupakan beberepa ilustrasi fenomena underpricing yang terjadi di BEI tahun 2008-2015.

(5)

5

Tabel 1.1

Fenomena Underpricing di BEI Tahun 2008-2015

No Tanggal Nama Perusahaan IPO

Price

Closing Price

Initial Return 1 08/01/2008 Bank Ekonomi Raharja Tbk 1080 1320 22.22% 2 16/07/2008 Adaro Energy Tbk 1100 1730 57.27% 3 10/07/2009 Metropolitan Kentjana Tbk 2100 2750 30.95% 4 08/07/2010 Bank Pembangunan Daerah Jawa

Barat dan Banten 60 90 50.00%

5 30/11/2010 Midi Utama Indonesia Tbk 274 410 49.09% 6 11/04/2011 Sejahteraraya Anugerahjaya Tbk 120 200 66.67% 7 21/11/2011 Visa Media Asia Tbk 300 450 50.00% 8 09/01/2012 Minna Padi Investama Tbk 395 550 39.24% 9 10/04/2012 Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk 170 285 67.65% 10 05/06/2013 Apexindo Pratama Duta Tbk 1562 2325 48.85% 11 18/12/2013 Industri Jamu & Farmasi Sido Muncul

Tbk 580 700 20.69%

12 16/01/2014 Asuransi Kresna Mitra Tbk 270 405 50.00%

13 05/11/2014 Blue Bird Tbk 6500 7450 14.62%

14 04/05/2015 Mitra Energi Persada Tbk 395 590 49.37% 15 26/10/2015 Mitra Komunikasi Nusantara Tbk 200 340 70.00% Sumber: www.idx.co.id&www.e-bursa.com (diolah)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti terdahulu, underpricing terjadi karena beberapa hal yang mempengaruhinya, bisa dipengaruhi dari segi keuangan maupun non keuangan diantaranya yaitu Return on Asset, Price Earning Ratio, Debt to Equity Ratio, Current Ratio, dan ukuran perusahaan. Sedangkan faktor non keuangan adalah persentase penawaran saham, umur perusahaan, dan reputasi underwriter.

Faktor dari informasi keuangan yang mempengaruhi underpricing yaitu Return on Asset (ROA). ROA adalah rasio antara keuntungan bersih setelah pajak

(6)

6

terhadap jumlah asset secara keseluruhan, atau ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari aset perusahaan. ROA merupakan salah satu rasio profitabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan seberapa efektifnya perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan keuntungan/ laba bagi perusahaan.

Profitabilitas yang tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang lebih tinggi. Dengan profitabilitas yang tinggi akan menarik lebih banyak investor untuk melakukan investasi sehingga permintaan akan saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi ROA perusahaan akan semakin rendah tingkat underpricing karena investor akan menilai kinerja perusahaan lebih baik dan bersedia membeli saham perdananya dengan harga yang lebih tinggi. Profitabilitas tinggi dinyatakan dengan nilai ROA yang positif, sedangkan profitabilitas yang rendah dinyatakan dengan nilai ROA yang negatif (Yurena Prastica, 2012:101).

Penelitian yang dilakukan oleh (Imam Ghozali dan Irwansyah, 2002) yang menyatakan adanya hubungan negatif dan signifikan antara ROA dengan underpricing, sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Trisnawati, 1999) dalam (Tifani, 2011) yang menyatakan bahwa ROA tidak berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing.

Price earning ratio (PER) dipergunakan oleh berbagai pihak atau investor untuk membeli saham. Investor akan membeli suatu saham perusahaan dengan price earning ratio yang tinggi, karena price earning ratio yang tinggi menggambarkan laba bersih per saham yang cukup tinggi (Humaira Enika, 2013:6).

(7)

7

Secara teoritis PER merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menentukan apakan harga saham tersebut dinilai terlalu tinggi (overvalued) atau terlalu rendah (undervalued), sehingga para (calon) investor dapat menentukan kapan sebaiknya harga saham dibeli atau dijual. Dengan asumsi, semakin rendah PER berarti semakin murah harga saham yang bersangkutan atau semakin rendah underpricing. Penelitian yang dilakukan (Humaira Enika, 2013:16) menunjukkan bahwa price earning ratio tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap underpricing.

Ukuran perusahaan menunjukkan jumlah total aset yang dimiliki perusahaan. Semakin besar aset perusahaan akan mengindikasikan semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Semakin besar perusahaan, semakin dikenal masyarakat yang berarti semakin mudah untuk mendapatkan informasi mengenai perusahaan. Kemudahan mendapatkan informasi akan meningkatkan kepercayaan investor dan mengurangi faktor ketidakpastian yang berarti risiko underpricing lebih kecil. Penelitian yang dilakukan oleh (Daljono, 2008) dalam (Sri Retno Handayani, 2008) yang menyatakan bahwa Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing, sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Durukan, 2002) dalam (Sri Retno Handayani, 2008), yang menyatakan adanya hubungan negatif dan signifikan antara ukuran perusahaan dengan underpricing.

Presentase saham yang dipegang oleh pemilik saham menunjukan banyak sedikitnya pengungkapan informasi privat perusahaan. Informasi kepemilikan saham oleh pemilik akan digunakan oleh investor sebagai pertanda bahwa prospek

(8)

8

perusahaannya baik. Semakin besar tingkat kepemilikan yang ditahan akan memperkecil ketidakpastian. Penelitian yang dilakukan oleh (Trisnawati, 1999) dalam (Eka Retnowati, 2013:183) yang menyatakan bahwa Prosentase Penawaran Saham tidak berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing, sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Nasirwan, 2008) dalam (Eka Retnowati, 2013:184), yang menyatakan adanya hubungan negatif dan signifikan antara Prosentase penawaran saham dengan underpricing.

Underwriter yang memiliki reputasi tinggi biasanya memiliki informasi lebih mengenai pasar modal. Dalam IPO, underwriter bertanggung jawab terhadap terjualnya seluruh saham yang dikeluarkan oleh emiten. Ketika underwriter memiliki reputasi yang tinggi dan berpengalaman, maka yang diharapkan oleh emiten adalah memberikan pelayanan terbaik bagi para investor. Semakin banyaknya perusahaan go public yang memakai jasa penjaminan emisi dari suatu perusahaan underwriter yang dipilih menunjukan bahwa mereka puas akan jasa yang diberikan (Yurena Prastica, 2012:100). Hasil penelitian Rosyanti dan Arifin Sabeni (2002) mengemukakan bahwa reputasi underwriter mempengaruhi underpricing pada level signifikansi 5% dengan arah korelasi negatif. Menurut Chastina Yolana dan Dwi Martani (2005:547) mengemukakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel reputasi penjamin emisi dengan underpricing.

Penelitian tentang tingkat underpricing dan harga pasar saham dihubungkan dengan informasi pada prospektus merupakan hal yang menarik bagi peneliti keuangan untuk mengevaluasi secara empiris perilaku investor dalam pembuatan

(9)

9

keputusan investasi di pasar modal. Riset-riset sebelumnya mengenai pengaruh informasi keuangan dan non keuangan terhadap initial return atau underpricing telah banyak dilakukan baik di bursa saham luar negeri maupun di Indonesia. Meskipun studi tentang kinerja perusahaan yang melakukan IPO telah banyak dilakukan, namun penelitian di bidang ini masih merupakan masalah yang menarik untuk diteliti karena disamping temuannya tidak selalu konsisten, juga kebanyakan penelitian memfokuskan pada informasi non keuangan. Akhirnya hal tersebut mendorong peneliti untuk memutuskan meneliti tentang masalah tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang yang sudah dijelasakan peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul :

“PENGARUH RETURN ON ASSET, PRICE EARNING RATIO, UKURAN

PERUSAHAAN, PROSENTASE PENAWARAN SAHAM, DAN REPUTASI UNDERWRITER TERHADAP TINGKAT UNDERPRICING

(Studi Pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2015)”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan, beberapa faktor penyebab yang mengakibatkan tingkat underpricing disebabkan karena beberapa faktor keuangan maupun non keuangan pada perusahaan yang melakukan initial public offering (IPO). Maka dalam hal ini peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut :

(10)

10

1. Bagaimana pengaruh return on asset (ROA) terhadap tingkat underpricing 2. Bagaimana pengaruh price earning ratio (PER) terhadap tingkat underpricing 3. Bagaimana pengaruh ukuran perusahaan terhadap tingkat underpricing

4. Bagaimana pengaruh prosentase penawaran saham terhadap tingkat underpricing

5. Bagaimana pengaruh reputasi underwriter terhadap tingkat underpricing 6. Bagaimana pengaruh ROA, PER, ukuran perusahaan, prosentase penawaran

saham, dan reputasi underwriter secara simultan terhadap tingkat underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, maksud dan tujuan melakukan penelitian ini sebagai berikut :

1. Mengetahui pengaruh return on asset (ROA) terhadap tingkat underpricing. 2. Mengetahui pengaruh price earning ratio (PER) terhadap tingkat

underpricing.

3. Mengetahui pengaruh ukuran perusahaan terhadap tingkat underpricing. 4. Mengetahui pengaruh prosentase penawaran saham terhadap tingkat

underpricing.

(11)

11

6. Mengetahui pengaruh ROA, PER, ukuran perusahaan, prosentase penawaran saham, dan reputasi underwriter terhadap tingkat underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO secara simultan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Harapan peneliti adalah hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan, seperti:

1. Bagi Peneliti

Dapat memahami bagaimana pengaruh ROA, PER, ukuran perusahaan, prosentase penawaran saham, dan reputasi underwriter terhadap tingkat underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di BEI pada tahun 2008-2015. Sebagai prasyarat untuk menempuh ujian kelulusan sarjana Universitas Widyatama.

2. Bagi Emiten

Dapat berguna sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan saat menentukan harga saham yang optimal ketika melakukan IPO (Initial Public Offering) sehingga saham yang diterbitkan terjual dengan optimal .

3. Bagi Investor

Memberikan informasi faktor yang perlu pertimbangan dalam mengambil keputusan berinvestasi di pasar modal.

(12)

12

4. Bagi Kalangan Akademis

Diharapkan penelitian ini berguna bagi para peneliti selanjutnya sebagai tambahan pengetahuan baru terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap tingkat underpricing dan bahan sebagai referensi untuk melakukan penelitian yang sejenis.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO (Initial Public Offering) di Bursa Efek Indonesia selama periode 2008-2015 yang dilakukan di Perpustakaan Widyatama. Pengambilan sumber data diperoleh dari internet melalui situs www.e-bursa.com dan www.idx.co.id, dan dari beberapa jurnal nasional. Adapun waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli 2016 sampai dengan selesai.

Referensi

Dokumen terkait

datar Rambatan Simawang 101 1310314009 Nur izzah atirah binti hardinur Perempuan Kabupaten tanah Rambatan Simawang... Ivan pratama zebua Laki-laki Kabupaten padang 2

Sel-sel akar tumbuhan umumnya mengandung konsentrasi ion yang lebih tinggi daripada medium disekitarnya (Fitter dan Hay, 1991). Beraneka ragam unsur dapat ditemukan didalam

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian yang dilakukan adalah potensi Sumber Daya Manusia di Desa Daramista Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep dan

Target yang diharapkan dari kegiatan KKS Pengabdian ini adalah mahasiswa dapat membantu meningkatkan keterampilan istri nelayan di Desa Tihengo Kecamatan Ponelo

Tugas Prarancangan Pabrik Kimia merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan oleh setiap mahasiswa Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Dari hasil penelitian Desy Sefri Yensi, Amir Hasan dan Yuneita Anisma (2014) mengatakan bahwa sistem berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah, karena

Dalam metode tidak langsung, laba bersih atau rugi bersih disesuaikan dengan mengkoreksi dampak dari transaksi non-kas, penangguhan atau akrual dari penerimaan dan pembayaran kas

Subjek penelitian adalah mahasiswa perokok aktif yang pernah mengalami batuk karena penggunaan rokok di suatu univer- sitas swasta di Kota Surabaya, pernah mengalami gejala