• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ringkasan Putusan. Philipus P. Soekirno

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ringkasan Putusan. Philipus P. Soekirno"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Ringkasan Putusan

Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-VII/2009 tanggal 30 Desember 2009 atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, dengan hormat dilaporkan sebagai berikut :

1. Pemohon :

Philipus P. Soekirno 2. Materi pasal yang diuji:

Pasal 1 angka 3 berbunyi :

“Kawasan pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal bea dan Cukai”.

Pasal 6A berbunyi :

Ayat (1) “Orang yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean wajib melakukan registrasi ke Direktorat Jenderal bea dan Cukai untuk mendapat nomor identitas dalam rangka akses kepabeanan”.

Ayat (2) “Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) orang yang melakukan pemenuhan kewajiban pabean tertentu”.

Ayat (3) “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri”.

Pasal 64A berbunyi :

Ayat (1) “Barang yang berdasarkan bukti permulaaan diduga terkait dengan tindakan terorisme dan/atau kejahatan lintas Negara dapat dilakukan penindakan oleh pejabat bea dan cukai”. Ayat (2) “Ketentuan mengenai tata cara penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri”.

(2)

Ayat (1) “Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-Undang ini pejabat bea dan cukai dapat meminta bantuan Kepolisian republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, dan/atau instansi lainnya”.

Ayat (2) “Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, dan/atau instansi lainnya berkewajiban untuk memenuhinya”. Pasal 86 berbunyi :

Ayat (1) “Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan audit kepabeanan terhadap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47”.

Ayat (1a) “Dalam melaksanakan audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat bea dan cukai berwenang:

a. meminta laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan;

b. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari orang dan pihak lain yang terkait;

c. memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat untuk menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan surat-surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termsuk sarana/media penyimpan data elektronik, dan barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan; dan melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu terhadap tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan.

Ayat (2) “Orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat menjalankan kewenangan audit kepabeanan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah)”. Ayat (3) “Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri”.

(3)

Pasal 86A berbunyi :

“Apabila dalam pelaksanaan audit kepabeanan ditemukan adanya kekurangan pembayaran bea masuk yang disebabkan oleh kesalahan pemebritahuan jumlah dan/atau jenis barang, orang wajib membayar bea masuk yang kurang dibayar dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam pasal 82 ayat (5)”.

dianggap oleh Pemohon bertentangan dengan Pasal 17, Pasal 18 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 30 ayat (4) UUD 1945:

• Pasal 17 berbunyi :

“Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan”.

• Pasal 18 ayat (2) berbunyi :

“Pemerintahandaerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur danmengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.

• Pasal 28D ayat (1) berbunyi :

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.

• Pasal 30 ayat (2) berbunyi :

“Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung”.

• Pasal 30 ayat (4) berbunyi :

“Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”.

3. Amar putusan :

• Menyatakan permohonan para Pemohon dikabulkan;

• Menyatakan Pasal 14 ayat (1) sepanjang menyangkut frasa “yang berasal dari anggota DPR” dan frasa “yang terdiri atas 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPR dan 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPD”, serta Pasal 14 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik

(4)

Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

• Menyatakan Pasal 14 ayat (1) sepanjang menyangkut frasa “yang berasal dari anggota DPR” dan frasa “yang terdiri atas 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPR dan 2 (dua) orang wakil ketua dari anggota DPD”, serta Pasal 14 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

• Menyatakan kata, “ditetapkan” dalam Pasal 14 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043) harus dimaknai “dipilih”.

4. Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi antara lain:

a.Bahwa Pemohon memenuhi kualifikasi sebagai Pemohon, baik dalam kapasitas sebagai perorangan warga negara Indonesia (sebagai pribadi), sebagai kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama warga Negara Indonesia dalam kapasitas sebagai Ketua ASPEMBAYA, maupun dalam kapasitas sebagai Pemohon badan hukum (yakni sebagai Direktur PT. Agung Kimia Jaya Mandiri) sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK, meskipun Pemohon terkesan mencampuradukkan kapasitas kedudukannya tersebut;

b.Bahwa mengenai hak-hak konstitusional Pemohon yang

diberikan oleh UUD 1945, sesuai dengan penilaian Mahkamah sebagaimana telah dikemukakan pada Paragraf di atas, hanya Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 yang ada kaitannya dengan hak konstitusional seorang warga negara in casu

Pemohon, sedangkan Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 30 ayat (2) dan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 tidak ada kaitan dan relevansinya dengan hak-hak konstitusional. Oleh karena itu, yang akan dipertimbangkan sebagai hak-hak konstitusional Pemohon apakah dirugikan atau tidak oleh berlakunya pasal-pasal UU Kepabeanan yang dimohonkan pengujian hanyalah Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945;

c.Bahwa Mahkamah sependapat dengan Pemerintah dan DPR RI yang menyatakan dalil-dalil Pemohon tidak jelas atau kabur

(obscuur libel) dalam mengkonstruksikan adanya kerugian

hak-hak konstitusional Pemohon dalam korelasinya dengan pasal-pasal UU Kepabeanan yang dimohonkan pengujian;

d.Bahwa Mahkamah juga sependapat dengan Pemerintah dan DPR RI yang menilai persoalan yang dihadapi Pemohon

(5)

sejatinya bukanlah persoalan konstitusionalitas norma hukum atau norma Undang-Undang yang dimohonkan pengujian, melainkan merupakan masalah penerapan norma hukum, baik norma hukum yang terkandung dalam UU Kepabeanan maupun norma hukum terkait Putusan Pengadilan yang tidak dapat dieksekusi;

e.Bahwa dengan demikian, Pemohon tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK dan syarat kerugian hak konstitusional sebagaimana pendirian Mahkamah sejak Putusan Nomor 06/PUU-III/2005 tanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUUV/2007 tanggal 20 September 2007;

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa penelitian yang dilakukan, menunjukan bahwa problem psikososial, seperti yang telah dikemukakan oleh UNICEF bahwa anak moldova yang ditinggal migrasi

Artikel ini merupakan hasil riset yang dilakukan penulis pada salah satu yayasan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di kota Bandung. Berawal dari ramainya berbagai kegiatan field trip

Dari jawaban Responden masyarakat dan pegawai diatas dapat dikatakan bahwa pelayanan di kantor Camat Teluk Waru belum berjalan dengan baik sesuai dengan standar pelayanan yang telah

Bahwa terkait isu hukum kedua, selaku warga negara Indonesia para Pemohon selaku perorangan warga negara Indonesia yang dalam pemilihan umum legislatif tahun 2009 merupakan

Bahwa berdasarkan pendapat mahkamah dalam putusan aquo, juga menyebutkan “Persyaratan persetujuan tertulis dari Presiden bagi penyelidikan dan penyidikan kepala daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

Penelitian ini merupakan penelitian descriptive comparative dengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui perbedaan status gizi bayi yang diberi ASI eksklusif

“Mahasiswa sangat beruntung mendapatkan kesempatan ini karena mereka mendapatkan kesempatan untuk mengenal lebih dekat program amnesti pajak dan menjadi agen