• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Tinjauan Medis A. Pengertian - Ary Foraria Rela Utami BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Tinjauan Medis A. Pengertian - Ary Foraria Rela Utami BAB II"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Tinjauan Medis A. Pengertian

1. Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan/sebelum inpartu, pada pembukaan < 4 cm (fase laten) (Nugroho, 2010).

2. Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum inpartu (Saifuddin, 2002).

3. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu (Manuaba, 2009).

4. Ketuban Pecah Dini (KPD) atau spontaneous/early/premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multi para kurang dari 5 cm (2006).

B. Etiologi

(2)

mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah :

1. Infeksi

Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa

menyebabkan terjadinya KPD. Servik yang inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curettage). Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemeli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi. Kelainan letak misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.

2. Keadaan sosial ekonomi

Merupakan faktor lain yang dapat mengakibatkan terjadinya KPD, seperti faktor multi graviditas.

(3)

Beberapa faktor resiko dari KPD yaitu: a) Polihidramnion (cairan ketuban berlebih). b) Riwayat KPD sebelumnya.

c) Kelainan atau kerusakan selaput ketuban. d) Kehamilan kembar.

C. Patofisiologi

Menurut Sujiyatini dkk (2009), menjelaskan bahwa KPD biasanya terjadi karena berkurangnya kekuatan membran dan peningkatan tekanan intra uterin ataupun karena sebab keduanya. Kemungkinan tekanan intra uterin yang kuat adalah penyebab dari KPD dan selaput ketuban yang tidak kuat dikarenakan kurangnya jaringan ikat dan faskularisasi akan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. Hubungan serviks inkompeten dengan kejadian KPD adalah bahwa servik yang inkompeten adalah leher rahim yang tidak mempunyai kelenturan, sehingga tidak kuat menahan kehamilan.

(4)

uterus meregang berlebihan yang disebabkan oleh besarnya janin, dua plasenta dan jumlah air ketuban yang lebih banyak (Oxorn, 2003).

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda, tetapi pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungan dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim dan gerakan janin. KPD pada trimester terakhir terjadi karena perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. KPD pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. KPD prematur sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks dan

solusio plasenta (Wiknjosastro, 2008).

D. Tanda dan gejala

Sujiyatini dkk (2009), menjelaskan bahwa tanda yang terjadi pada KPD adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Menurut

(5)

halus lemak dan berbau amis.

E. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium

Dengan melakukan :

a) Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya cairan ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu. b) Tes pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan

dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan kristal cairan amnion dan gambaran daun pakis (Saifuddin, 2002).

2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan

ketuban dalam kavum uteri. Terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit pada kasus KPD. Sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion. Pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana (Sujiyatini dkk, 2009).

(6)

belum ada dan belum ada pengeluaran lendir darah. USG dilakukan jika umur kehamilan tidak dilakukan secara pasti, serta untuk mengetahui letak janin.

F. Komplikasi

Menurut Sujiyatini dkk (2009) dan Chrisdiono (2004) komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Resiko infeksi meningkat pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Kejadian prolaps atau keluarnya tali pusat dapat terjadi pada kasus KPD.

Resiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.

1. Infeksi intra uterin. 2. Tali pusat menumbung. 3. Prematuritas.

(7)

G. Penatalaksanaan medis

1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm ( > 37 minggu).

Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode laten. Makin muda umur kehamilan makin memanjang periode latennya. Hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan dan bila gagal dilakukan bedah sesar.

(8)

dengan sendirinya. Mempersingkat periode laten dapat dilakukan dengan memperpendek durasi KPD sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.

Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat).

2. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm ( < 37 minggu).

Kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaannya bersifat konservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis. Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tokolitik agent diberikan juga dengan tujuan untuk menunda proses persalinan.

(9)

melakukan pengelolaan konsevatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan.

Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat

menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, ruptur uteri dan emboli air ketuban.

Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedah sesar. Pengelolaan KPD yang cukup bulan pada tindakan bedah sesar dikerjakan bukan karena infeksi intra uterin saja tetapi sebaiknya ada indikasi obstetrik yang lain misalnya kelainan letak, gawat janin dan partus tak maju.

Selain komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif, ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabkan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Pengelolaan konservatif yaitu dengan menunggu penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intra uterin.

(10)

jam, pengawasan denyut jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya setiap 6 jam.

Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian Respiratory Down Syndrom (RDS). The National Institutes of Healt (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intraamnion. Terdiri atas

betametason 2 dosis masing-masing 12 mg IM tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.

(Sujiyatini dkk, 2009). 1. Konservatif

a) Rawat ibu di Rumah Sakit.

b) Jika ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi (Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kg BB IV setiap 24 jam).

c) Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu :

(1) Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin : Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali per hari selama 7 hari.

(11)

setiap 12 jam, atau Deksametason 6 mg IM dalam 4 dosis setiap 6 jam.

(3) Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu.

(4) Jika terdapat his dan lendir darah, kemungkinan terjadi persalinan preterm.

2. Aktif

a) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat juga diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.

b) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan diakhiri :

(1) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

(2) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam. (Saifuddin, 2002).

Tabel 2.1 Tabel Skor Bishop

TABEL SKOR BISHOP

(12)

Pembukaan 0 1-2 3-4 5-6

Pendataran 0-30% 40-50% 60-70% 80%

Station -3 -2 -1 +1 +2

Konsistensi Keras Sedang Lunak Amat lunak

Posisi os Posterior Tengah Anterior Anterior

CARA PEMAKAIAN :

Tambah satu angka untuk : Kurangi satu angka untuk : Pre eklampsia

Setiap normal partus

Post date Nullipara

Ketuban negatif/lama

Bila Skor Total : Kemungkinan :

Berhasil Gagal

0-4 50-60 % 40-50 %

5-9 90 % 10 %

10-13 100 % 0 %

Sumber : Chrisdiono (2003).

II. Tinjauan Asuhan Kebidanan

(13)

untuk mencegahnya, penyusunan rencana tindakan, pelaksanaan dan evaluasi. A. Pengkajian

Merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi dengan menggunakan metode wawancara dan pemeriksaan fisik.

1. Data Subjektif a) Identitas Pasien

Nama : Mengetahui nama pasien yang harus dituliskan dengan jelas agar tidak keliru dengan pasien lain,

mengingat banyak sekali nama yang sama (Latief, 2003).

Umur : Mengetahui usia reproduksi (20-35 tahun) yang sehat, karena pada usia lebih dari 35 tahun temasuk resiko tinggi dalam kehamilan, pesalinan dan nifas (Wiknjosastro, 2005). Agama : Mengetahui perilaku seseorang tentang

kesehatan dan penyakit yang berhubungan dengan agama, kebiasaan dan kepercayaan dapat menunjang namun tidak jarang dapat menghambat perilaku hidup sehat (Latief, 2003). Pendidikan : Mengetahui berapa jauh pengetahuan pasien

(14)

Pekerjaan : Berkaitan dengan kasus KPD atau ketuban pecah dini, maka pekerjaan perlu dikaji, apakah terlalu berat sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya KPD (Dony, 2010).

Alamat : Mengetahui lingkungan tempat tinggal pasien (Varney, 2007).

Identitas suami

Nama : Mengetahui nama suami harus dituliskan dengan jelas agar tidak keliru dengan orang lain,

mengingat banyak sekali nama yang sama (Latief, 2003).

Umur : Mengetahui usia reproduksi (20-35 tahun) suami (Wiknjosastro, 2005).

Agama : Mengetahui perilaku seseorang tentang kesehatan dan penyakit yang berhubungan dengan agama, kebiasaan dan kepercayaan dapat menunjang namun tidak jarang dapat menghambat perilaku hidup sehat (Latief, 2003).

(15)

(Saifuddin, 2002).

Pekerjaan : Mengetahui pendapatan suami (Latief, 2003). Alamat : Mengetahui lingkungan tempat tinggal pasien

(Varney, 2007). b) Keluhan utama

Ibu mangatakan adanya air yang mengalir dari Vagina yang tidak bisa dibendung lagi, keruh dan bercampur dengan lanugo (Rambut halus dari janin) dan mengandung fenik kaseossa (lemak pada kulit janin) (Dini kasdu, 2007).

Ketuban pecah tiba-tiba cairan tampak di introitus tidak ada his dalam 1 jam (Saifuddin, 2002).

c) Riwayat kesehatan

(1) Riwayat kesehatan dahulu :

Menanyakan pada ibu apakah ibu pernah mengalami kehamilan dengan polihidramnion (kelebihan cairan). Hal ini disebabkan karena bayi mengalami kesulitan atau gangguan dalam menelan, seperti sumbatan pada usu halus janin, kelainan genetik karena spina bifida atau meningo ensefalitis, diabetes mellitus yang diderita ibu, anemia dan tekanan darah tinggi atau pre eklampsia (Dini Kasdu, 2005).

(16)

Solusio plasenta terjadi perdarahan yang berlangsung terus menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan tidak mampu lebih berkontraksi untuk menghentikan perdarahan. Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina, atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban (Sujiyatini dkk, 2009).

(2) Riwayat kesehatan sekarang :

Ditanyakan untuk mengetahui apakah ibu pernah mengalami kehamilan dengan polihidramnion (kelebihan cairan). Hal ini disebabkan karena bayi mengalami kesulitan atau gangguan dalam menelan, seperti sumbatan pada usus halus janin,

kelainan genetik karena spina bifida atau meningo ensefalitis, diabetes mellitus yang diderita ibu, anemia dan tekanan darah tinggi atau pre eklampsia (Dini Kasdu, 2005).

(17)

di bawah selaput ketuban keluar dari vagina, atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban (Sujiyatini, 2009).

(3) Riwayat kesehatan keluarga :

Ditanyakan untuk mengetahui status kesehatan keluarga apakah ada yang mempunyai kelainan genetik karena spina bifida (kelainan tulang belakang) atau meningoensefalitis (gangguan selaput otak) yang dapat mengakibatkan kelebihan cairan atau polihidramnion (Dini kasdu, 2007).

d) Riwayat Obstetri (1) Riwayat Haid :

Riwayat haid perlu dikaji untuk mengetahui umur kehamilan, karena pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas (Sujiyatini dkk, 2009).

(2) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu :

(18)

Keluhan yang dialami pada trimester I, II dan III. Seperti hidramnion, kehamilan ganda, disproporsi cevalopelvic kehamilan letak lintang, serta sungsang (Manuaba, 2009). e) Pola kebutuhan sehari-hari

(1) Pola nutrisi

Menggambarkan tentang kebutuhan nutrisi ibu selama hamil, apakah sudah memenuhi kebutuhan tumbuh kembang janin dan pemeliharaan kesehatan ibu (Yulaikhah, 2009). (2) Pola eliminasi

(19)

(3) Pola aktivitas

Mengetahui apakah pekerjaan ibu sehari-hari terlalu berat, sehingga dapat mempengaruhi terjadinya KPD (Dony, 2010).

(4) Pola istirahat

Istirahat total dapat dilakukan untuk mencegah keluarmya air ketuban dalam jumlah yang banyak (Dini Kasdu, 2005).

(5) Pola personal hygiene

Mandi diperlukan untuk menjaga kebersihan atau hygiene terutama perawatan kulit, karena fungsi ekskresi dan keringat bertambah (Yulaikhah, 2009).

(6) Pola seksual

Hubungan seksual pada kehamilam tua berpengaruh terhadap terjadinya KPD karena pengaruh prostaglandin yang terdapat dalam sperma dapat menimbulkan kontraksi, tetapi bisa juga karena faktor trauma saat hubungan seksual (Oxorn, 2003).

Hubungan seksual dapat mengakibatkan trauma pada ibu karena biasanya disertai infeksi yang menyebabkan KPD (Nugroho, 2010).

(20)

proses persalinan (Saifuddin, 2001).

(2) Kultural

Pasien yang memiliki kebiasaan merokok dapat mengakibatkan terjadinya KPD (2006).

2. Data Objektif a) Keadaan umum

Dikaji untuk mengetahui keadaan umum ibu (Dony, 2010). b) Tingkat kesadaran

Untuk menilai status kesadaran ibu, ini dilakukan dengan menilai composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma, delirium. c) Tanda Vital

Terdapat tanda infeksi intra uterine suhu meningkat lebih dari 38 °C (Manuaba, 2009).

Jika selaput ketuban telah pecah beberapa jam sebelum persalinan atau jika terjadi peningkatan suhu ringan maka suhu diperiksa setiap jam (Williams, 2004).

d) Status present (1) Kepala

(21)
(22)

(2) Muka

Ekspresi wajah yang menunjukkan kecemasan (Dony, 2010).

(3) Mata

Keadaan konjungtiva dan skleranya ada kelainan atau tidak, untuk mengetahui konjungtivitis dan perubahan sklera yang dapat terjadi karena adanya ganggaun sistemik (Morton, 2003).

(4) Mulut

Pemeriksaan pada mulut dilakukan pada bibir apakah sianosis atau tidak, apakah ada lesi atau stomatitis, warna gusi, lidah dan pada gigi apakah terdapat caries (Morton, 2003). (5) Telinga

Simetris atau tidak, terdapat lesi dan serumen atau tidak (Morton, 2003).

(6) Hidung

Mengetahui apakah terdapat kotoran/lendir atau tidak (Farrer, 2001).

(7) Leher

Mengetahui kesimetrisan dan terdapat kartilago atau tidak (Farrer, 2001).

(8) Dada dan axilla

(23)

apakah ada kolostrum atau cairan yang keluar. Lakukan pemeriksaan

palpasi untuk mengetahui apakah ada masa dan pembesaran kelenjar limfe (Pusdiknakes, 2003).

(9) Abdomen

Mengetahui apakah ada bekas operasi SC, pembesaran uterus, apakah ada ketegangan perut karena kehamilan (Dony, 2010).

(10) Genetalia

Bau cairan ketuban yang khas (Saifuddin, 2002). (11) Ekstremitas

Pemeriksaan ekstremitas dilakukan untuk mengetahui apakah ada oedem pada jari tangan, kuku jari pucat atau tidak, memeriksa apakah ada varises, dan memeriksa reflek patella untuk mengetahui apakah terjadi gerakan hypo atau hyper pada kaki (Pusdiknakes, 2003).

e) Status Obstetrikus Inspeksi :

(1) Dada

(24)

(2) Abdomen

Melakukan palpasi dengan menilai presentasi, letak, posisi, penurunan kepala janin pada umur kehamilan lebih dari 36 minggu. Tinggi fundus uteri, taksiran berat janin dan auskultasi dapat diketahui keadaan janin melalui DJJ (Pusdiknakes, 2003).

(3) Genitalia

Keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu yang tampak di introitus (Saifuddin, 2002).

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas (Sujiyatini dkk, 2002).

(4) Pemeriksaan dalam

(25)

vagina.

Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam VT perlu

dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin (Sujiyatini dkk, 2002).

(5) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri, yaitu terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion. Pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana (Sujiyatini dkk, 2009).

(26)

Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.

Standar nomenklatur diagnosa kebidanan adalah a. Diakui dan telah disahkan oleh profesi

b. Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan c. Memiliki ciri khas kebidanan

d. Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kebidanan e. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan. Menurut Varney (1997) yang dikutip oleh Sujiyatini dkk (2009) menjelaskan bahwa diagnosa kebidanan dibuat berdasarkan analisa data yang telah dikumpulkan dan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh pasien.

NY…umur…tahun G..P..A.. hamil...minggu dengan ketuban pecah dini.

1) Data dasar

a) Data Subjektif

(27)

b) Data Objektif

(28)

2) Masalah : Menurut Supriyadi (2003) yang dikutip oleh Sujiyatini dkk (2009) menyebutkan bahwa masalah yang dialami ibu bersalin dengan KPD yaitu ibu merasa cemas karena kurang pengetahuan dan informasi tentang KPD.

C. Diagnosa potensial dan antisipasi

Menurut Sujiyatini dkk (2009) dan Chrisdiono (2004) diagnosa potensial yang akan terjadi yaitu :

1. Pada Ibu

a) Infeksi prenatal. b) Ruptur uteri. c) Infeksi nifas. 2. Pada Janin

a) IUFD (Intra Uteri Foetal Death).

b) Sindrom distress pernapasan pada bayi baru lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu.

c) Prematuritas. d) Infeksi intra uterin.

(29)

E. Perencanaan

Perencanaan yang dilakukan menurut Saifuddin (2002), yaitu : 1. Konservatif

a) Rawat ibu di Rumah Sakit.

b) Jika ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi (Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kg BB IV setiap 24 jam).

c) Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu :

(1) Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin : Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali per hari selama 7 hari.

(2) Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki

kematangan paru janin : Betametason 12 mg IM dalam 2 dosis setiap 12 jam, atau Deksametason 6 mg IM dalam 4 dosis setiap 6 jam.

d) Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu.

e) Jika terdapat his dan lendir darah, kemungkinan terjadi persalinan preterm.

2. Aktif

(30)

b) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan diakhiri :

(1) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

(2) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam. F. Pelaksanaan

Pelaksanaan yang dilakukan menurut Saifuddin (2002), yaitu : 1. Konservatif

a) Rawat ibu di Rumah Sakit.

b) Jika ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi (Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kg BB IV setiap 24 jam).

c) Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu :

(1) Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin : Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali per hari selama 7 hari.

(2) Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan paru janin : Betametason 12 mg IM dalam 2 dosis setiap 12 jam, atau Deksametason 6 mg IM dalam 4 dosis setiap 6 jam.

(31)

e) Jika terdapat his dan lendir darah, kemungkinan terjadi persalinan preterm.

2. Aktif

a) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat juga diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.

b) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan diakhiri :

(1) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

(2) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam. Protap penatalaksanaan KPD di RSUD Wonosobo baik pada umur kehamilan prematur maupun pada umur kehamilan aterm dapat dilakukan dengan memberikan antibiotik dan melakukan induksi persalinan.

G. Evaluasi

(32)

Data Perkembangan I Subyektif :

1. Ibu merasa ingin BAB dan tidak kuat ingin meneran.

2. Ibu mengatakan kenceng-kenceng semakin lama semakin kuat. Obyektif :

1. Tampak tekanan pada anus, vulva membuka, dan perineum menonjol. 2. Hasil pemeriksaan dalam : dilatasi servis 10 cm, effement 100 %,

penurunan kepala H III +. 3. Kontrasi uterus baik. 4. Periksaan DJJ (+). Assesment :

Ny.... G... P... A..., umur kehamilan (dalam minggu), keadaan janin dalam uterus, dalam persalinan kala II dengan KPD.

Perencanaan :

1. Menganjurkan ibu untuk didampingi keluarga selama persalinan dan kelahiran bayinya, dukungan dari suami, orang tua, dan kerabat sangat diperluan dalam menjalani proses persalinan dan membantu ibu mengatur posisi yang nyaman, membantu makan/minum (Depkes, 2007).

(33)

3. Menganjurkan ibu untuk makan dan minum, karena ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi selama proses persalinan dan dengan cukupnya asupan cairan dapat mencegah dehidrasi (Depkes, 2007).

4. Memberi ibu antibiotik dosis tinggi bila ada tanda-tanda infeksi (Saifuddin, 2002).

5. Induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat juga diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 6 kali (Saifuddin, 2002).

6. Cuci tangan (menggunakan sabun dan air mengalir) dan keringkan dengan kain yang kering (Depkes, 2007).

7. Pakai sarung tangan DTT atau steril untuk pemeriksaan dalam karena sarung tangan steril selalu digunakan selama melakukan pemeriksaan dalam, membantu bayi lahir, episiotomi, penjahitan laserasi dan asuhan segera bayi baru lahir untuk mencegah tejadinya infeksi (Depkes, 2007).

8. Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap (10 cm) (Depkes, 2007).

(34)

memberikan gaya grafitasi untuk membantu ibu melahirkan bayinya (Depkes, 2007).

10. Mengajari ibu cara mengejan yang benar, mengejan jika ada his dan istirahat jika tidak ada his, karena meneran secara berlebihan mmenyebabkan ibu sulit bernafas sehingga terjadi kelelahan dan meningkatkan risiko asfiksi pada bayi sebagai akibat turunnya pasokan oksigen melalui plasenta (Depkes, 2007).

11. Memantau DJJ setiap 5-10 menit atau setelah tidak ada his untuk memastikan janin mengalami bradikardi ( < 120x/menit) (Saifuddin, 2002).

12. Menolong kelahiran bayi (Saifuddin, 2002).

Evaluasi : bayi lahir jam, apgar score, jenis kelamin, menangis / tidak, gerak aktif / tidak

Data Perkembangan II Subyektif :

1. Ibu mengatakan lega bayinya sudah lahir. 2. Ibu mengatakan perunya merasa mules. Obyektif :

1. Bayi telah lahir, menangis / tidak, A / S, jenis kelamin. 2. TFU setinggi pusat, kontraksi baik.

(35)

pusat bertambah panjang dengan sendirinya, ada semburan darah mendadak.

Assesment :

Ny. ... P... A..., dalam persalinan kala III. Perencanaan :

1. Jepit gunting tali pusat sedini mungkin (Saifuddin, 2002).

2. Palpasi uterus untuk memastikan janin tunggal karena jika janin lebih dari satu oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang dapat menurunkan pasokan oksigen kepada bayi (Depkes, 2007).

3. Memberikan oksitosin karena untuk merangsang uterus berkontraksi dan mempercepat pelepasan plasenta (Saifudin, 2002).

4. Melakukan penegangan tali pusat terkendali dengan diikuti tekanan dorso kranial secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas simpisis pubis) (Depkes, 2007).

5. Melakukan masase uterus segera setelah plasenta lahir untuk menimbulkan kontraksi karena masase uterus dapat mengurangi pengeluaran darah dan mencegah perdarahan pasca persalnan (Saifuddin, 2002).

6. Periksa jalan lahir apakah terjadi robekan atau perbaikan episiotomi dan lakukan hetting (Saifudin, 2002).

(36)

tali pusat, laserasi jalan lahir / tidak, perdarahan.

Data Perkembangan III Subjektif :

Ibu mengatakan perutnya masih terasa mules. Obyektif :

1. Plasenta sudah lahir.

2. Evaluasi keadaan umum, tanda-tanda vital. 3. TFU 2 jari di bawah pusat.

4. Kotraksi uterus. 5. Jumlah perdarahan. Assesment :

Ny. ... P... A..., dalam persalinan kala IV. Perencanaan :

1. Periksa fundus uterus, tekanan darah, nadi, kandung kemih dan persarahan setiap 15 menit pertama dan dan setiap 30 menit jam kedua karena jika uterus lembek lakukan mesase sampai uterus keras atau uterus berkontraksi baik otot akan menjepit pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan dan mencegah perdarahan (Saifuddin, 2002).

(37)

kering sehingga ibu merasa nyaman (Saifuddin, 2002).

3. Menganjurkan ibu untuk istirahat dan bantu ibu pada posisi yang nyaman karena ibu telah mengeluarkan banyak tenaga untuk melahirkan (Saifuddin, 2002).

Evaluasi : ibu dapat massase perut, ibu telah bersih, alat dan tempat telah didekontaminasi.

III.Aspek Hukum

Bidan dalam memberikan asuhan harus berdasarkan hukum perundang-undangan dan hukum yang berlaku dengan tenaga kesehatan, yaitu klien sebagai penerima jasa kesehatan mempunyai dasar hukum dan merupakan peraturan pemerintah, yang berarti sama-sama mempunyai hak dan kewajiban. Sehingga penyimpangan terhadap hukum dapat dihindarkan (IBI, 2004).

Landasan hukum yang dipakai seorang bidan dalam melakukan asuhan kebidanan bersalin dengan ketuban pecah dini, adalah :

A. KEPMENKES RI No.900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan :

1. pasal 16 ayat 1 yang berbunyi pelayanan kebidanan kepada ibu, meliputi :

(38)

c) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal.

d) Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens, hiperemesis gravidarum tingkat I, pre-eklampsi ringan dan anemia ringan.

(39)

f) Pertolongan persalinan abnormal yang mencakup letak sungsang,

partus macet, kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD)

tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia

karena inersia uteri primer, postterm dan preterm.

g) Pelayana ibu nifas normal.

h) Pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta,

renjatan dan infeksi ringan.

i) Pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi

keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.

2. pasal 18, yaitu bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 16 berwenang untuk :

a) Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan

nifas.

b) Episiotomi.

c) Penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II.

d) Pemberian infus.

e) Pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika dan

sedative.

B. Peran dan fungsi serta kompetensi bidan

Kompetensi bidan yang sesuai dengan kasus ini dalam memberikan

asuhan kebidanan adalah : peran sebagai pelaksana dalam tugas mandiri

(40)

kebidanan

pada klien dalam masa persalinan dengan melibatkan klien/keluarga,

diantaranya :

1. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa

persalinan.

2. Menentukan diagnosa dan kebutuhan asuhan kebidanan dalam masa

persalinan.

3. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah.

4. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.

5. Mengevaluasi bersama klien asuhan yang telah diberikan.

6. Membuat rencana tindakan pada ibu masa persalinan tersaing dengan prioritas.

7. Membuat asuhan kebidanan.

Gambar

TABEL SKOR BISHOP

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan telah dilaksanakannya evaluasi kualifikasi untuk paket pekerjaan Pengukuran dan Pembagian Lahan Pekarangan, Lahan Usaha I dan Blok Lahan Usaha II, Pokja Pengadaan

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Skripsi berjudul Hubungan Penyakit Gondok dengan Tingkat Intelegensia Pada Siswa Sekolah Dasar di (SDN) Darsono 2 Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember telah diuji

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Kedudukan Dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Perumusan Isu Strategis Analisis lingkungan internal Analisis lingkungan eksternal Perumusan Tujuan, Sasaran, Strategi,

mengoptimalkan hal tersebut, pemerintah Jateng dapat mengawinkan tren pariwisata syari’ah dengan basis pariwisata religi.. Namun realitasnya, walaupun kuantitas okupasi

Menurut Indra Lesmana Karim, upaya penanggulangan terhadap pengulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak adalah melalui lingkungan yang terkecil