• Tidak ada hasil yang ditemukan

Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 18 Mei 1983

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 18 Mei 1983"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

MEMILIH PERGURUAN TINGGI SWASTA

PERLU PERHATIKAN SARANA, SISTEM,

STATUS

Oleh : Ki Supriyoko

Para calon mahasiswa hendaknya bisa mengadaptasi dan mengukur kondisi, keinginan dan kemampuan individualnya terhadap pilihan programnya yang diselenggarakan oleh PTS. Kesalahan dalam menjatuhkan pilihan akan menimbulkan hambatan psikologis yang sangat mengganggu di dalam kelancaran proses belajar mengajarnya.

Sebelum memasuki dunia perguruan tinggi mulai sekarang sudah berfikir apakah nantinya akan memilih suatu program didalam jenjang pendidikan kelompok profesi kependidikan atau memilih program di di dalam jenjang pendidik kelompok profesi nonkependidikan. Apakah ingin memperoleh bekal 'keahlian profesi' ataukah ingin mendapatkan 'keahlian akademis'. Pemilihan program ini erat hubungannya dengan penyesuaian disiplin ilmu yang didapat pada waktu di SMTA dengan disiplin ilmu yang ada pada PTS. Bagi lulusan SMTA kelompok sosial untuk saat ini jangan bermimpi dulu untuk dapat masuk pada fakultas eksakta atau fakultas-fakultas nonsosial lainnya.

Sebagai contoh lulusan SMEA jurusan Tata Usaha walaupun bisa melanjutkan ke perguruan tinggi tentu tidak tepat kalau memilih Jurusan Mesin pada FKT ataupun memilih Jurusan Kimia pada FIPA.

2 = Sarana Pendidikan

Setelah meneliti program yang diselenggarakan PTS bersangkutan langkah selanjutnya adalah memperhatikan sarana, prasarana dan fasilitas yang dimiliki PTS tersebut. Bagaimanapun juga sarana, prasarana dan fasilitas sangat menunjang bagi kelancaran proses belajar mengajar di lembaga pendidikan.

Pelaksanaan program dan kegiatan akademis sehari-hari ini yang dalam bentuk kegiatan instruksional amat memerlukan berbagai sarana instruksional yang terdiri dari perpustakaan (pusat/fakultas/jurusan), ruang kuliah, fasilitas dan perlengkapan

(2)

laboratorium, bengkel/shop, ruang media, dan sebagainya.

Untuk mengadakan, mengelola, dan mengkoordinasikan kegiatan agar relevan dengan sarana yang dimiliki memang tidak mudah sebab pengadaan sarana serta fasilitas pendidikannya sendiri memerlukan dana yang tidak sedikit jumlahnya.

Banyak PTS yang tumbuh subur di tanah air kita ini. Di Jakarta tidak kurang dari lima puluh PTS, di Yogyakarta sendiri tidak kurang dari tiga puluh PTS di bawah naungan Kopertis Wilayah V, belum lagi PTS-PTS di daerah lainnya. Akan tetapi pada umumnya (sebagian besar) PTS-PTS tersebut masih berada dalam tahap 'pembinaan fisik', dalam arti sarana dan fasilitas pendidikan masih merupakan salah satu masalah utama di dalam pengembangan PTS tersebut.

Gedung, meubelair, alat-alat laboratorium, bengkel, dsb., masih merupakan hambatan yang dihadapi demi lajunya pertumbuhan PTS yang bersangkutan. Padahal sarana ini sangat ambil bagian di dalam proses modernisasi di dalam PTS tersebut sesuai dengan peranannya sebagai perguruan tinggi.

Memang ada satu dua PTS yang mempunyai tanah, gedung, serta fasilitas lain yang relatif cukup sehingga mampu membuka banyak fa-kultas/jurusan di dalamnya, seperti di Yogyakarta sendiri ada sebuah PTS yang memiliki lebih dari 15 jurusan (tanpa saya sebut initialnya supaya tidak ada kesan adanya titipan iklan dalam artikel ini), namun di sisi yang lain masih ada pula PTS yang kekurangan sarana dan fasi-litas sehingga perkuliahannya dilaksanakan di kantor RK/RT, gedung sekolah atau di ruangan yang sempit, dan sebagainya.

Kekurangan sarana dan fasilitas ini juga akan menciptakan suatu hambatan akademis baik untuk pengelola PTS itu sendiri maupun para mahasiswanya. Tentunya kita pernah mendengar tentang satu jurusan di suatu PTS terpaksa menunda pelaksanaan sebagian mata kuliahnya oleh karena tidak/belum memiliki fasilitas yang memungkinkan.

Ambil contoh Jurusan Fisika misalnya. Terpaksa menunda penyelenggaraan mata kuliah 'Praktek Fisika Dasar' oleh karena belum memiliki laboratorium Fisika sendiri. Mata kuliah tersebut baru dapat diselenggarakan apabila telah mempunyai laboratorium Fisika sendiri atau meminjam pada instansi lain. Apabila terdapat kasus semacam ini maka di samping pengelola PTS harus memutar otak untuk dapat memiliki fasilitas yang dibutuhkan, juga bagi mahasiswa tidak dapat menempuh mata kuliah-mata kuliah yang sesuai dengan strategi pe-nempatannya di dalam paket kurikulumnya.

Bagi PTS yang masih kekurangan sarana dan fasilitas tentu saja akan mencari dana yang sebesar-besarnya demi pengembangan PTS yang bersangkutan. Dan perlu diingat juga pungutan mahasiswa (maaf saya belum menemukan istilah yang lebih etis) merupakan salah satu sumber dana bagi PTS tersebut. Dan bagi PTS (yayasan) yang tidak pandai mencari sumber dana yang lain maka tidak mustahil pungutan mahasiswa akan dijadikan sumber dana yang utama. Dengan demikian besar kecilnya pungutan mahasiswa akan berpengaruh langsung pada pengadaan sarana dan fasilitas. Barangkali tidaklah mengherankan lagi apabila kita temui kasus mahasiswa yang terpaksa

(3)

mengundurkan diri atau nonaktif sejenak/selang karena mendapat kesulitan keuangan. Melihat sarana yang dimiliki PTS ada baiknya diimbangi dengan menyesuaikan keuangan/dana yang dimiliki oleh seorang calon mahasiswa agar nantinya tak dilanda kasus keluar sebelum menyelesaikan program hanya disebabkan kesulitan beaya. Memang tak ada jaminan bahwa PTS yang memiliki sarana relatif cukup akan memungut mahasiswa lebih kecil daripada PTS yang serba kekurangan sarana. Dan tak boleh diasumsikan bahwa semua PTS akan mengadakan pungutan seenaknya terhadap mahasiswa/calon mahasiswanya.

3 = Sistem Perkuliahan

Setelah Program dan Sarana dipertimbangkan kemudian giliran sistem perkuliahan. Sistem perkuliahan ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkiraan lama studi yang diperlukan untuk menyelesaikan program tertentu. Sedangkan lama studi berkaitan erat dengan aspek-aspek yang lain seperti pembeayaan, tanggung jawab sosial, dsb.

Penyelenggaraan perkuliahan dengan sistem yang tidak jelas akan menyebabkan kesulitan di dalam pengontrolan prestasi yang dicapai oleh mahasiswa untuk setiap semester/tahun akademisnya. Sebaliknya apabila sistem perkuliahan tersebut jelas dan ditangani secara efektif maka prestasi yang dicapai oleh mahasiswa dapat terkontrol.

Pada dasarnya ada dua macam sistem perkuliahan, yaitu Sistem Kredit Semester dan Sistem Nonkredit. Dengan keluarnya SK Menteri P & K No: 0124/U/1979 maka sistem perkuliahan di perguruan tinggi diarahkan ke sistem kredit di mana sebagai satuan besarnya program dinyatakan dengan sks (satuan kredit semester). Lama Tahun Belajar tak lagi menjadi ukuran di dalam menyelesaikan suatu program karena disadari bahwa setiap individu (dalam hal ini ialah mahasiswa) tentu memiliki kemampuan intelegensia dan kesibukan yang berbeda-beda.

Di dalam setiap struktur program ditetapkan jumlah minimum dan jumlah maksimum sks yang pendistribusiannya disesuaikan dengan strategi struktur program yang bersangkutan. Berikut ini saya sampaikan contoh distribusi sks dalam struktur program studi pendidikan tenaga kependidikan yang memuat dua kelompok besar yaitu Kelompok Pendidikan Umum dan Kelompok Pendidikan Profesional. Untuk Kelompok Pendidikan Umum dimanifestasi dalam mata kuliah Dasar Umum (DU) sedang untuk Kelompok Pendidikan Profesional dimanifestasikan dalam mata kuliah Dasar Kependidikan (DK), Bidang Studi (BS) dan Proses Belajar Mengajar (PBM). Periksa Tabel 2!

Barangkali di dalam operasionalnya memang tidak mudah untuk meneliti sampai dengan pendistribusian kredit di dalam struktur program, akan tetapi paling tidak bila kita tahu ada unsur sks dalam data yang dimiliki akan gampang dibayangkan apakah sistem pengajaran/ perkuliahan yang dilaksanakan pada PTS tersebut.

Ketidakjelasan sistem perkuliahan di perguruan tinggi (khususnya PTS) tentu dapat menimbulkan bermacam-macam kasus yang tentunya dapat merugikan mahasiswa;

(4)

seperti halnya sulit mengetahui prestasi dirinya sendiri sehingga tak bisa memperkirakan secara tepat tentang lama studi untuk menyelesaikan suatu program tertentu. Untuk itu sistem perkuliahan juga harus diperhatikan di dalam memilih PTS.

Di Indonesia banyak mahasiswa memiliki status ganda, maksud-nya disamping mereka kuliah juga bekerja. Dengan adanya predikat status ganda ini tentu saja sebagai manusia tidak dapat mengkonsentrasikan diri secara penuh (maksimal) untuk menekuni kuliahnya tanpa mengurangi kualitas kerjanya. Di samping itu tingkat intelegensia tiap individu berbeda-beda. Untuk itu perlu dicari satu sistem perkuliahan yang fleksibel dalam artian bisa disesuaikan dengan kemampuan inte-legensia seseorang dan kesibukannya. Sistem Kredit Semester kiranya merupakan jawaban yang paling tepat, karena bagi mahasiswa sistem ini mempunyai kelebihan-kelebihan sbb:

1. Karena unit pengukur beban studi tersebut diseragamkan maka para mahasiswa satu jurusan bisa mengambil program yang bervariasi. Keseragaman unit pengukur ini juga sangat membantu dalam menyelesaikan masalah pindah jurusan pada jurusan lain yang sejenis, dan sebagainya.

2. Program yang bervariasi memungkinkan mahasiswa memilih beberapa alternatif kombinasi mata kuliah-mata kuliah tertentu yang sesuai dengan minat dan perencanaan karirnya.

3. Program bervariasi melatih bahkan mengharuskan mahasiswa menjadi aktif dan kreatif dalam menyusun studi secara individual.

4. Sistem ini mengharuskan dosen dan mahasiswa menjadi disiplin, karena secara rutine setiap akhir semester harus sudah ada ketentuan tentang keberhasilan mahasiswa terhadap mata kuliah-mata kuliah yang diambilnya dan sekaligus dapat dilihat prestasi mahasiswa yang bersangkutan.

5. Dan sebagainya (Lihat lagi artikel kami KR, 7 April 1983: "Sistem Kredit

Semester antara Keinginan dan Kemampuan PTS).

Tulisan ini tak dimaksudkan calon mahasiswa memilih PTS yang menerapkan sistem kredit saja; tetapi dalam memilih PTS hendaknya dapat dipertimbangkan suatu sistem perkuliahan yang bisa diimbangi dengan penyesuaian kemampuan intelegensia secara individual dan penyesuaian kesibukan-kesibukan, khususnya para calon mahasiswa yang nantinya punya kesibukan khusus di luar kuliah.

Bagi calon mahasiswa yang diterima di PTS tentu tidak berharap agar nantinya terlanda kesulitan harus dari PTS sebelum menyelesaikan suatu program hanya sebab tidak bisa mengatur kegiatan di dalam dan di luar kuliah, atau hanya karena tidak mampu diharuskan untuk menyelesaikan suatu program tertentu dengan difinitif waktu yang ditentukan pula.

(5)

Pada PTS diterapkan suatu jenjang kualifikasi pendidikan yang disebut dengan status 'Terdaftar, Diakui atau Disamakan'. Setiap jenjang kualifikasi tersebut mempunyai hak serta batas kewenangan yang berbeda-beda.

Yang kiranya perlu diperjelas karena seringkali membingungkan masyarakat awam adalah bahwa status ini bukanlah untuk PTS yang representatif dapat mewakili seluruh jurusan/fakultas yang bernaung di dalamnya, akan tetapi status ini diperuntukkan bagi jurusan-jurusan pada fakultas dalam PTS yang bersangkutan.

Ambil contoh sebuah PTS 'X' mempunyai tiga fakultas, masing-masing adalah fakultas 'P, Q dan R'. Fakultas P mempunyai Jurusan A, B dan C. Fakultas Q mempunyai Jurusan D dan E, dan fakultas R memiliki Jurusan F. Kemudian kita dapat mengklasifikasikan jurusan dengan status 'Terdaftar' adalah A, D dan E. Jurusan dengan status 'Diakui' adalah C dan F, sedangkan jurusan dengan status 'Disamakan' adalah B misalnya (ingat ini hanya sebuah contoh). Jadi jelaslah bahwa di dalam satu PTS 'X' bisa mempunyai beberapa jurusan yang statusnya beragam (meskipun juga dapat sama semuanya), dan bukan PTS dengan status 'Disamakan' yang artinya semua jurusan yang ada di dalamnya (A, B, C, D, E dan F) semua disamakan, walaupun kemungkinan ini juga selalu ada.

PTS yang telah memiliki predikat status ('Terdaftar, Diakui atau Disamakan') berarti semua kegiatannya mendapatkan bimbingan dan pengawasan Kopertis (Koordinator Perguruan Tinggi Swasta). Dan berarti pula bahwa PTS ini bukan "PTS gelap" yang operasioanalnya dengan sembunyi-sembunyi untuk menghindari "momen".

Sudah menjadi semacam tradisi bahwa tiap awal tahun akademis Kopertis mengumumkan daftar PTS yang dikoordinasi lengkap dengan status untuk tiap-tiap jurusan. Salah satu tujuannya tentu membantu masyarakat khususnya para calon mahasiswa agar tidak keliru dalam memilih PTS. Ada kemungkinan bahwa suatu PTS belum tercamtum dalam daftar tersebut tetapi sudah melakukan kegiatan, ini perlu dita-nyakan di Kopertis karena bisa jadi statusnya masih dalam proses dan barangkali dapat ditoleransi.

Relevansi dengan batas kewenangan bagi masing-masing jenjang kualifikasi pendidikan pada PTS maka memilih PTS dengan mempertimbangkan status kiranya perlu adanya penyesuaian dengan tekad dan keberanian dalam mengembangkan karier nantinya.

PTS dengan status 'Terdaftar' tidak berhak mengeluarkan ijazah negara (setaraf) sebelum mahasiswa yang bersangkutan diuji melalui ujian persamaan negara. Sehingga mencari ijazah melalui PTS dengan status 'Terdaftar' akan lebih banyak liku-likunya dibanding melalui PTS dengan status 'Diakui' atau 'Disamakan'. Tetapi kalau tekad dan keberanian calon mahasiswa untuk mengembangkan kariernya nanti sangat besar, artinya tidak harus sekali tergantung pada ijazah negara, tetapi dengan bekal kemampuan dan keterampilan yang diperoleh pada waktu kuliah bisa mengembangkan kariernya maka jenjang kualifikasi bukan merupakan masalah yang rumit.

(6)

tidak mempunyai status sama sekali (kecuali yang masih dalam proses) dalam artian PTS yang di luar kontrol Kopertis. Dan jangan keliru memilih PTS yang statusnya 'Disamakan dengan yang tidak memiliki status'.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan dari penulisan saya kali ini ialah oleh karena jauhnya ratio kuantitatif antara peminat perguruan tinggi serta daya tampungnya maka perguruan tinggi (PTN maupun PTS) tidak mampu menampung keseluruhan out-put (baca: keluaran) SMTA yang ingin melanjutkan pendidikan formalnya.

Untuk memilih PTN kiranya tidak banyak kesulitan, tetapi untuk memilih PTS relatif banyak masalah yang harus diketahui guna menjatuhkan keputusannya. Dan dari uraian diatas untuk memilih PTS yang tepat bisa kita sederhanakan melalui sketsa.

Periksa Sketsa berikut!

+­­­­­­­­­­­­­+ +­­­­­­­­­+ | sesuaikan | +­­­­| PROGRAM +­­­­| disiplin +­­­+ | +­­­­­­­­­+ | ilmu | | | +­­­­­­­­­­­­­+ | | +­­­­­­­­­+ | lihatlah | | +­­­­­­­+ +­­­­| SARANA +­­­­| kondisi +­­­+ | CALON | | +­­­­­­­­­+ | keuangan | | +­­­­­­­+ | MAHA- +­­­­­­­­| +­­­­­­­­­­­­­+ +­­­­­­­­| PTS | | SISWA | amati | +­­­­­­­­­+ | sesuaikan | | pilih +­­­­­­­+ +­­­­­­­+ +­­­­| SISTEM +­­­­| kemampuan +­­­+ | +­­­­­­­­­+ | intelegensi | | | +­­­­­­­­­­­­­+ | | +­­­­­­­­­+ | ukurlah | | +­­­­| STATUS +­­­­| tekad dan +­­­+ +­­­­­­­­­+ | keberanian |

+­­­­­­­­­­­­­+

Pertimbangkan PS3 (Program, Sarana, Sistem dan Status). Dalam mempertimbangkan program sesuaikan disiplin ilmu yang dimiliki, sedangkan untuk sarana lihatlah kondisi keuangan. Dalam mengamati sistem sesuaikan kemampuan intelegensia, sedangkan dalam hal status lihatlah tekad dan keberanian. Kalau semuanya telah terangkum baru jatuhkan pilihan. Bagi calon mahasiswa yang telah menentukan pilihan PTS dengan berbagai pertimbangan diatas harus sudah bisa menjawab sepuluh pertanyaan sebagai berikut (disertakan contoh jawabnya);

(1) yayasan : IKIPIYE

(2) perguruan tinggi : UNIVERSITAS GAJAH MUNGKUR (3) fakultas : KEGURUAN

(4) jurusan : PENDIDIKAN TEKNIK MESIN (5) status: TERDAFTAR

(7)

(6) program pendidikan : SARJANA (S-1)

(7) sistem perkuliahan : SISTEM KREDIT SEMESTER (8) jumlah beban : 160 SKS

(9) lama studi : 4-7 TAHUN (10) sarana : CUKUP MEMADAI

Demikianlah, semogalah penulisan ini ada manfaatnya khususnya bagi lulusan SMTA yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi (khususnya PTS); serta mudah-mudahan tidak keliru memilih PTS yang bonafide.

Semoga dan Salam !!!***** (habis)

============================================================== FKT Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Tabel 2:

STRUKTUR PROGRAM DAN DISTRIBUSI KREDIT DALAM SKS (SATUAN KREDIT SEMESTER)

+­­­­­­­­­­+­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­+ | KELOMPOK | PROGRAM | | MATA +­­­­­­­+­­­­­­­­­­­+­­­­­­­­­­­+­­­­­­­­­­­+ | KULIAH | S01 | S02 | S03 | S1 | +­­­­­­­­­­+­­­­­­­+­­­­­­­­­­­+­­­­­­­­­­­+­­­­­­­­­­­+ | | | | | | | DU | 6 | 12/16 | 12/16 | 12/16 | | DK | 2 | 8/12 | 10/14 | 10/14 | | BS | 22 | 42/46 | 56/60 | 81/86 | | | | ma:28/30 | | ma:58/63 | | | | mi:16/18 | | mi:23/28 | | PBM | 8 | 13/17 | 25/29 | 29/34 | | | | ma:10/14 | | ma:26/31 | | | | mi:2/6 | | mi:3/8 | | PBM* | 2 | 3 | 3 | 4 | | | | | | | +­­­­­­­­­­+­­­­­­­+­­­­­­­­­­­+­­­­­­­­­­­+­­­­­­­­­­­+ | JUMLAH | 40/50 | 80/90 | 110/120 | 144/160 | +­­­­­­­­­­+­­­­­­­+­­­­­­­­­­­+­­­­­­­­­­­+­­­­­­­­­­­+ *Peng.Lapangan

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajar harus menghafalkan peraturan tatabahasa yang abstrak dan paradigma formal yang lengkap agar dapat membentuk kalimat dengan susunan tatabahasa yang benar,

Penelitian-penelitian yang dilakukan mengenai hal ini hanya mampu menunjukkan bahwa sebagian besar orang yang belajar bahasa kedua ketika telah dewasa tidak mampu merubah aksen

kewajiban untuk melaksanakan peraturan-peraturan yang ruang lingkup wewenangnya bercirikan tiga hal berikut. 1) Materi yang dilaksanakan tidak termasuk rumah

Dari beberapa pengertian tersebut, legal due diligence dapat dijelaskan sebagai bentuk layanan jasa hukum yang dapat diberikan oleh Advokat di luar fungsinya di bidang

Setiap Anggota Die Die Do ( Calon AUM dan Leader ) Jika tidak hadir dari Pertemuan bulanan Maks 3 kali dari 12 Pertemuan, maka akan dikeluarkan dari anggota tim Die die Do di

H1 : Independensi auditor, komisaris independen, komite audit, manajemen laba dan reputasi auditor secara simultan berpengaruh signifikan terhadap integritas

Minggu Ke Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) Kemampuan Akhir Yang Diharapkan Bahan Kajian (Materi Ajar) Setting Pembelajaran Media 1 Mengelola waktu belajar sesuai

Selain ketiga instrumen politik tersebut, terdapat pula forum kerja sama dalam bidang politik dan keamanan yang disebut ASEAN Regional Forum (ARF). Beberapa