• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Orang Tua Tentang Toilet Training pada Anak Toddler di Paud Tunas Ceria JURNAL KEPERAWATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Orang Tua Tentang Toilet Training pada Anak Toddler di Paud Tunas Ceria JURNAL KEPERAWATAN"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 4, No. 1, Januari 2016

Daftar Isi

ISSN 2356-265X

JURNAL

KEPERAWATAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP ORANG TUA TENTANG TOILET

TRAINING PADA ANAK TODDLER DI PAUD TUNAS CERIA

Tri Arini, Dewi Kusumaningtyas

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PELAKSANAAN UJI KOMPETENSI SEMESTER DI AKADEMI KEPERAWATAN YKY YOGYAKARTA

Dwi Wulan Minarsih, Eko Rudianto, Venny Diana

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERENCANAN MAKAN DIABETES MELITUS TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN PASIEN DALAM PENGATURAN DIIT DIABETES MELITUS DI RSUD SLEMAN YOGYAKARTA

Dewi Murdiyanti Prihatin Putri, Venny Diana

PERSEPSI ALUMNI TENTANG PELAKSANAAN UJI KOMPETENSI SEMESTER DI AKADEMI KEPERAWATAN YKY YOGYAKARTA

Tri Arini, Tenang Aristina, Nunung Rachmawati

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA DENGAN KECEMASAN MAHASISWA MENGHADAPI PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DI AKADEMI KEPERAWATAN YKY YOGYAKARTA

Nuryandari, Zetty Wibawa, Winarti Anggraini

KESIAPAN MAHASISWA MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) DI AKADEMI KEPERAWATAN “YKY” YOGYAKARTA

Rahmita Nuril Amalia,Dwi Juwartini,Yayang Harigustian

1 7 13 22 27 32

(2)
(3)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP ORANG TUA TENTANG TOILET

TRAINING PADA ANAK TODDLER DI PAUD TUNAS CERIA

Tri Arini, Dewi Kusumaningtyas Akademi Keperawatan YKY Yogyakarta Indonesia

Email : nengtriarini@yahoo.com

Abstrak

Toilet training akan mengantarkan pada sikap taat norma dan perilaku bersih nan sehat pada anak. Peran serta kedua orang tua sangat diperlukan. Anak-anak yang mulai belajar toilet training dalam usia dua tahun atau lebih besar akan terlambat untuk menguasai pengendalian kandung kemih. Akibatnya anak akan lebih sering mengompol di usia sekolah. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya hubungan pengetahuan dengan sikap ibu tentang pelaksanaan toilet training pada anak usia toddler dengan jenis Deskriptif korelasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Instrumen berupa kuesioner pada ibu anak usiatoddler. Analisis data menggunakan uji Chi Square.Penelitian ini pada bulan Februari 2014. Terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan dengan sikap ibu tentang pelaksanaan toilet training pada anak usia toddler di PAUD Tunas Ceria Yogyakarta(p < 0,05).Pengetahuan terkait dengan sikap ibu terhadap pelaksanaan toilet training.

Manajemen PAUD harus meningkatkan pengetahuan ibu, sehingga sikap terhadap pelaksanaan pelatihan

toilet dapat menjadi lebih baik.

Kata Kunci : Pengetahun, Sikap, Toilet Training, Toddler. Abstract

Toilet training will leads to obedient norms and attitudes clean and healthy behaviors in children. Participation of both parents is needed. Children who begin to learn toilet training at the age of two years or more will be too late to take control urinary bladder control. As a result, the child will be more frequent bedwetting in the school age. This study was to examine the relationship between knowledge an attitude toward toilet training implementation among mother who have toddler children in PAUD Tunas Ceria Yogyakarta. This study was descriptive correlational study using cross-sectional approach. The instrumenta questionnaire filled in my mother of toddler children. Data have using Chi Square. Data colection was conducted in February 2014.The study showed that there is a correlation between knowledge and attitude toward toilet training

implementation among mother who have toddler children in PAUD Tunas Ceria Yogyakarta(p<0.05). Since the knowledge are related to mother attitude toward toilet training implementation. PAUD management should improve knowledge of mother, so the attitude toward toilet training implementation can to be better. Keyword : Knowledge, attitude, Toilet Training, Toddler.

sama lain dengan lebih baik, masa ini merupakan periode yang sangat penting untuk pencapaian perkembangan dan pertumbuhan intelektual1.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2002 tentang perlindungan anak BAB III Hak dan kewajiban anak pasal 4 menjelaskan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi

PENDAHULUAN

Istilah terrible twos sering digunakan untuk menjelaskan masa toddler, periode dari usia 12 sampai 36 bulan. Masa ini merupakan masa eksplorasi lingkungan yang intensif karena anak berusaha mencari tahu bagaimana semua terjadi dan bagaimana mengontrol orang lain

(4)

Salah satu dari aspek perkembangan anak yang dapat menghambat pertumbuhan anak salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan toillet training.Toilet training adalah latihan berkemih dan defekasi dalam perkembangan anak usiatoddler pada tahapan usia 1 tahun sampai 3 tahun. Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Dan toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 24 bulan3

Sejalan dengan anak mampu berjalan maka kemampuan sfingter uretra dan sfingter ani sudah mulai berkembang untuk mengontrol rasa ingin berkemih dan defekasi. Oleh karena itu orangtua harus diajarkan bagaimana cara melatih anak untuk mengontrol rasa ingin berkemih, diantaranya dengan menggunakan pot kecil yang bisa diduduk anak, atau langsung ke toilet pada jam tertentu secara regular untuk berkemih4.

Melalui toilet training anak akan belajar bagaimana mereka mengendalikan keinginan untuk buang air yang selanjutnya akan menjadikan mereka terbiasa untuk menggunakan toilet (mencerminkan keteraturan) secara mandiri. Kedekatan interaksi orang tua dengan anak dalam toilet training ini akan membuat anak merasa aman dan percaya diri. Hasil penelitian menunujukan bahwa ada hubungan signifikan antara peran orang tua dengan kebiasaan toilet training secara mandiri pada anak prasekolah5.

Anak-anak yang mulai belajar toilet training dalam usia dua tahun atau lebih besar akan terlambat untuk menguasai pengendalian kandung kemih. Akibatnya anak akan lebih sering mengompol di usia sekolah. Anak-anak yang terlalu lama dibiasakan menggunakan popok sekali pakai pada umumnya juga tidak bisa belajar mengosongkan kandung kemih mereka secara baik sehingga mereka lebih beresiko menderita

nyeri saluran kemih karena kebiasaan menahan pipis.Menurut para peneliti dari Kanada yang meneliti beberapa riset yang sudah dipublikasikan menyimpulkan anak yang terlambat menguasai toilet training lebih beresiko menderita infeksi saluran kemih serta mengompol6.

Dampak toilet training yang paling umum dalam kegagalan toilet training antara lain adalah adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat ekfresif di mana cenderung bersikap keras kepala. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua apabila sering memarahi anak pada saat buang air besar atau buang air kecil, atau melarang anak saat berpergian. Bila orangtua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka akan dapat mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat masalah, emosionai dan sesuka hati dalam melakukan kegiatan sehari-hari3.

TUJUAN PENELITIAN

Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan sikap ibu tentang pelaksanaan toilet training pada anak usia toddler di PAUD Tunas Ceria.

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif korelasional denganmenggunakanpendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai anak usia 1-3 tahun di PAUD Tunas Ceria yang sebanyak 44 orang. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah dengan menggunakan metodetotal sampling7. Berdasarkan hasil penilaian skor jawaban yang diperoleh, pengetahuan dapat

(5)

dikategorikan sebagai berikut8.

1. Baik dikategorikan 75-100% diberi kode 3 2. Cukup dikategorikan 65-75% diberi kode 2 3. Kurang baik dikategorikan ≤65 % diberi kode 1 Penilaian sikap dapat dikategorikan sebagai berikut9 :

1. Baik, bila skor T ≥ mean, diberi kode 2 2. Kurang baik, bila skor T <mean, diberi kode 1

Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah Pearson Chi Square.Uji Chi Square menggunakan bantuan komputerisasi SPSS versi 16.00 for windows yangdigunakan untuk menganalisis hubungan variabel kategori dengan kategori. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu tentang pelaksanaan toilet training pada anak usia toddler digunakan taraf signifikan yaitu α (0,05) :

a. Apabila p ≤ 0,05 = Ho ditolak, berarti ada hubungan pengetahuan dan sikap ibu tentang pelaksanaan toilet training pada anak usia toddler.

b. Apabila p > 0,05 = Ho diterima atau gagal menolak Ha, berarti tidak ada hubungan pengetahuan dan sikap ibu tentang pelaksanaan toilet training pada anak usia toddler.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Subyek Penelitian

Adapun karakteristik subyek penelitian dijelskan dalam table 4.1.

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa proporsi kelompok umur ibu paling banyak adalah berada pada umur ibu antara 26-30 tahun sebanyak 32 responden Pekerjaan terbanyak ibu adalah sebagai wiraswastasebanyak 18 responden (40,1%) proporsi terbesar untuk pekerjaan responden Pendidikan ibu pada penelitian ini paling banyak Diploma/Sarjana dengan proporsi terbesar sebanyak 28 orang (63,6%).

2. Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training Karaketristik responden berdasarkan kategori pengetahuan ibu tentang toilet training dapat dilihat dalam tabel 4.2.

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan kelompok umur

Variabel N Responden%

Umur 20-25 tahun 5 11,4

26-30 tahun 32 72,7

31-35 tahun 7 15,9

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga 16 36,4

PNS 10 22,7

Wiraswasta 18 40,1

Pendidikan SMA/SMK 16 36,4

Diploma/Sarjana 28 63,6

Tabel 4.2 Pengetahuan ibutentang toilet training

(6)

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pengetahuan ibu tentang toilet training paling banyak adalah tingkat pengetahuan baik sebanyak 25 responden ( 56,8%) dari 44 responden, tingkat pengetahuan cukup sebanyak 14 responden (31,8%) dan tingkat pengetahuan kurang baik sebanyak 5 responden (11,4 %).

3. Sikap Ibu tentang Pelaksanaan Toilet Training Karaketristik responden berdasarkan kategori sikap ibu tentang pelaksanaan toilet training dapat dilihat dalam tabel 4.3

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sikap ibu tentang pelaksanaan toilet training paling banyak adalah mempunyai sikap baik sebanya 25 responden (56,8 %) dari 44 responden, dan yang mempunyai sikap kurang baik sebanyak 19 responden (43,2 %).

4. Hubungan pengetahuan dengan sikap ibu tentang toilet training di PAUD Tunas Ceria.

Penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan sikap ibu tentang pelaksanaan toilet trainingdi PAUD Tunas Ceria. Untuk mengetahui hal itu selanjutnya data penelitian

dianalisis dengan uji Chi Square, berdasarkan data pengetahuan dengan sikap ibu tentang pelaksanaan toilet training di PAUD Tunas Ceria disajikan pada tabel 4.4.

Dari hasil tabel 4.4 di atas diketahui bahwa responden dengan pengetahuan yang baik memiliki sikap yang baik sejumlah 17 (68%) responden, pengetahuan yang kurang baik memiliki sikap yang baik sejumlah 4 (80%) responden, dan pengetahuan yang baik mempunyai sikap yang kurang baik sejumlah 8 (32%) responden.

Sedangkanhasil uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan95% atau p : 0,05 dengan Asymp. sig. (2-sided) yaitu 0,031. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p < 0,05, menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan dengan sikap ibu tentang pelaksanaan toilet training pada anak usia toddler di PAUD Tunas Ceria Yogyakarta.

Dari hasil penelitian tersebut didapatkan total tingkat pengetahuan ibu anak usia toddler di PAUD Tunas Ceria dapat dikatakan berada pada tingkat pengetahuan baik, total jumlah dari 44 responden 25 (56,8%) responden berpengetahuan baik, 14 (31%) responden berpengetahuan cukup

Tabel 4.4 Tabulasi Pengetahuan dengan Sikap Ibu Tentang Toilet Training

Pengetahuan Ibu

Sikap Ibu

X2 p

Kurang Baik Baik

N % N %

Kurang Baik 1 20% 4 80%

6,922 p : 0,031

Cukup 10 71,4% 4 28,6%

Baik 8 32% 17 68%

Tabel 4.3Karakteristik responden kategori berdasarkan sikap ibu tentang pelaksanaan

toilet training

Variabel Responden

N %

Sikap ibu Kurang baik 19 43,2

Baik 25 56,8

(7)

dan hanya 5 (11,5%) yang berpengetahuan kurang. didapatkan umur terbanyak responden berada pada kisaran umur 26-30 (72,7%), pendidikan terbanyak adalah SMA 40 (90,9%), dan pekerjan paling banyak adalah Ibu Rumah Tangga 32 (72,7%)12. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap yaitu : pengalaman, kultur (budaya, agama), pendidikan, sosial ekonomi. Dari data tersebut mulai dari umur yang tergolong masih muda, pendidikan mayoritas SMA dan pekerjaanpun terbanyak adalah Ibu Rumah Tangga sehingga akan berpengaruh pada pengalam, pendidikan dan berdampak pada tingkat pengetahuan.

Sebuah penelitian menyatakan bahwa ada korelasi terbalik yang kuat antara tingkat pendidikan ayah dengan penerapkan hukuman untuk pelatihan dan korelasi langsung antara penolakan toilet dan usia lanjut menyelesaikan pelatihan toilet (LR : 6,3, P < 0,05). Usia rata-rata menyelesaikan pelatihan toilet adalah sekitar 23 bulan10.

Data sikap didapatkan sikap baik 4 (80%) responden dan sikap kurang baik 1 (20%) responden dengan pengetahuan kurang, sikap baik 4 (28,6%) responden dan sikap kurang baik 10 (71,4%) responden dengan pengetahuan cukup, sikap baik 17 (68%) responden dan sikap kurang baik 8 (32%) responden dengan pengetahuan baik.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi/ lembaga pendidikan dan lembaga agama, faktor emosi dalam diri individu dan pengetahuan. Faktor tersebutlah yang dianggap kenapa ibu dengan pengetahuan kurang baik dapat mempunyai sikap yang baik9.

Dari hasil tersebut, sama dengan hasil penelitian Hukmawati, (2013) yaitu ada

mendapatkan hasil dari total 63 responden dengan hasil pengetahuan paling banyak 24 (38,1%) adalah kategori pengetahuan yang kurang baik sehingga akan mempengaruhi sikap responden yaitu 38 (60,3%) responden mempunyai sikap kurang baik dengan karakteristik responden usia ibu terbanyak pada usia 20-30 tahun yaitu 41 (65,1%) responden, pendidikan terbanyak yaitu SD 51 (80,9%) responden, dan pekerjaan ibu adalah IRT sejumlah 54 (85,7%) responden.

Dari hasil tersebut, sesuai dengan teori yang ada bahwa pengetahuan dan sikap mempunyai keterkaitan hubungan terutama dalam komponen kognitif pada sikap.Selain itu pengetahuan merupakan dominan yang penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Pengetahuan seseorang terhadap suatu objek akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahui sehingga menimbulkan respon yang lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan (action) atau prilaku. Prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng (long lasting) daripada prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan11,12.

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Berdasarkan tujuan penelitian dapat diambil simpulan sebagai berikut :

1. Pengetahuan ibu tentang toilet training di dapatkan data jumlah dengan kategori baik serjumlah 25 (56,8%) responden, kategori cukup serjumlah 14 (31,8%) responden, dan kategori kurang baik serjumlah 5 (11,4%) responden.

2. Sikap Ibu tentang pelaksanaan toilet training didapatkan data jumlah dengan kategori baik

(8)

3. Ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap ibu tentang pelaksanaan toilet training pada anak usia toddler di Tunas Ceria.

B. Saran

1. Bagi Ibu Anak Usia Toddler di PAUD Tunas Ceria

Diharapkan Ibu mengupayakan peningkatan pengetahuan tentang toilet training pada anak usiatoddler dengan mencari informasi yang baik dan akurat sehingga pengetahuan dan sikap yang masih kurang baik dapat dirubah menjadi baik sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak akan berjalan maksimal.

2. Bagi Institusi PAUD Tunas Ceria

Sebagai bahan pertimbangan dalam pengupayaan pengoptimalan tumbuh kembang anak dengan menyebarluaskan informasi tentang pengetahuan dan sikap ibu tentang pelaksanaan toilet training.

3. Penelitian Selanjutnya

Penulis berharap pada penelitian-penelitian selanjutnya untuk meneliti faktor yang lebih kompleks pengaruhnya terhadap sikap, selain faktor pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wong, D. L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik , Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC. 2. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32

tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 3. Hidayat, A. A. (2005). Pengantar Ilmu

Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika 4. Wong, D. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan

Pediatrik , Edisi 6, Volume 1 . Jakarta: EGC.

5. Trisnawati. (2013). Hubungan Peran OrangTua Dengan Kebiasaan Toilet Training Secara Mandiri Pada Anak Prasekolah Di TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal Palur 02 Kabupaten Sukoharjo.

http://digilib.stikes-aisyiyah.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read &id=stkaisyiyahska--ekaratnatr-37 diperoleh 24 Desember 2013.

6. Anna, L. (2011). Segera Ajarkan Balita Toilet Training. http://health.kompas.com/ read/2011/08/10/08042557/Segera.Ajarkan. Balita.Toilet.Training. diperoleh 19 Agustus 2013diperoleh 14 Desember 2013.

7. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

8. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta 9. Azwar. (2013). Sikap manusia : Teori dan

Pengukurannya. Yogyakarta; Pustaka Pelajar Offset

10. Hooman, N (2013), Pelatihan Toilet Pada Anak Irian. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ articles/PMC3663305/ didapat 18 Februari 2014.

11. Hukmawati, N (2013) Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Ibu Tentang Toilet Training Di Desa Lambang Kuning Kecamatan Lumbang Kabupaten Probolinggo.

http://www.stikeshafshawaty.com/index.php/ jurnal-div-bidan-pendidik/80-attitude-toilet-training

12. Notoatmojo, S (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta; Rineka Cipta

(9)

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PELAKSANAAN UJI KOMPETENSI

SEMESTER DI AKADEMI KEPERAWATAN YKY YOGYAKARTA

Dwi Wulan Minarsih, Eko Rudianto, Venny Diana Akademi Keperawatan Yayasan Keperawatan Yogyakarta 55182 Indonesia

*E-mail : dwiwulanm@yahoo.com

Abstrak

Uji kompetensi dianggap menjadi salah satu langkah yang strategis dalam menyiapkan tenaga keperawatan yang mampu bersaing di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Uji kompetensi semester di Akademi Keperawatan YKY Yogyakarta didasarkan pada kurikulum yang dipakai yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi mahasiswa tentang uji kompetensi semester yang dilaksanakan di Akademi Keperawatan YKY Yogyakarta meliputi persepsi mahasiswa terhadap tujuan, manfaat dan uji ulang dari uji kompetensi semester. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Akper YKY tingkat I,II, dan III sebanyak 437 orang dengan teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Hasil penelitian mengenai persepsi mahasiswa terhadap tujuan uji kompetensi menunjukkan hasil baik (56,3%), persepsi mahasiswa terhadap manfaat uji kompetensi 57% menunjukkan baik, dan 51,8% responden memiliki persepsi baik terhadap uji ulang bagi peserta yang tidak lulus pada uji kompetensi utama. Uji kompetensi yang dilaksanakan pada setiap semester di Akademi Keperawatan YKY dinilai positif untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam bidang keilmuan keperawatan

Kata kunci : persepsi, mahasiswa, uji kompetensi PENDAHULUAN

Pencapaian Visi ASEAN 2020 yaitu untuk melakukan integrasi terhadap ekonomi negara – negara ASEAN dengan membentuk pasar tunggal dan basis produksi bersama sudah diambang pintu. Bidang kesehatan termasuk di dalamnya keperawatan dan bidang pariwisata termasuk dalam arus bebas jasa yang dinilai siap untuk bersaing di era persaingan pasar bebas ini. Terkait dengan persaingan global dan internasional, indeks kualitas prestasi manusia Indonesia menjadi kunci yang tidak dapat dilepaskan dari konsep persaingan dunia. Satu hal yang harus dipersiapkan dalam rangka menghadapi persaingan bebas diperlukan sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang kompeten diperlukan proses pendidikan yang berkualitas sehingga dapat lolos dalam uji kompetensi yang menunjukkan bahwa individu yang bersangkutan benar – benar kompeten di bidangnya.

Berdasarkan survey World Competitiveness Yearbook 2014, dalam lingkup Asean, Indonesia

berada di urutan ke-37 (dari 60 negara) dan masih lebih rendah dibanding dengan Singapura (no 3), Malaysia (no 12) dan Thailand (no 29). Hal ini mencerminkan bahwa tingkat kompetensi dan indeks kualitas manusia Indonesia masih jauh dari harapan bangsa ini termasuk didalamnya mengenai daya saiang tenaga profesi keperawatan. Untuk menyikapi hal tersebut, telah terjadi pergeseran paradigma pendidikan di Idonesia, termasuk pendidikan keperawatan. Perubahan kurikulum menjadi kurikulum berbasis kompetensi diyakini sebagai cara terbaik menghasilkan lulusan yang mampu menjawab tantangan global dan mengimbangi daya saing pasar bebas.

Uji kompetensi dianggap menjadi salah satu langkah yang strategis dalam menyiapkan tenaga keperawatan yang mampu bersaing di pasar nasional dan pasar global. Pemerintah melalui proyek HPEQ menggodok masalah uji kompetensi nasional untuk tenaga kesehatan ini secara serius sejak tahun 2009/2010. Hal ini dilakukan agar syarat kompetensi minimal yang

(10)

dimiliki tenaga kesehatan indonesia adalah setar dengan setidaknya kompetensi yang dimiliki oleh tenaga kesehatan yang ada dilingkup Asean.

Akademi Keperawatan YKY Yogyakarta sebagai salah satu institusi pendidikan yang menghasilkan tenaga kesehatan menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dimana setiap mahasiswa wajib mengikuti uji kompetensi pada setiap semester dengan materi ujian mengacu pada kurikulum yang digunakan. Mahasiswa yang telah mendapatkan pengajaran di keas dan melaksanakan praktikum di laboratorium wajib mengikuti uji kompetensi untuk membuktikan apakah mahasiswa benar – benar sudah kompeten dalam mata kuliah yang diujikan.

Mahasiswa yang lulus dalam uji kompetensi semester akan mendapatkan sertifikat uji kometensi sedangkan mahasiswa yang belum lulus mendapatkan kesempatan untuk mengulang dan memperbaiki sampai dinyatakan kompeten. Uji kompetensi semester bagi mahasiswa Akper YKY dilaksanakan mulai semester II, dan dilaksanakan setiap semester.

Mengingat setiap mahasiswa Akper YKY wajib mengikuti uji kompetensi tiap semester maka persepsi mahasiswa terhadap pelaksanaan uji kompetensi semester dipandang penting sebagai tolok ukur pemahaman mahasiswa terhadap uji kompetensi. Mahasiswa harus memahami bahwa uji kompetensi dilakukan untuk mengukur proses pendidikan yang telah dilalui oleh peserta didik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran persepsi mahasiswa tentang pelaksanaan uji kompetensi semester di Akper YKY, mengetahui persepsi mahasiswa mengenai tujuan dan manfaat dilaksanakannya uji kompetensi semester di Akper YKY dan mengetahui persepsi mahasiswa Akper YKY terhadap uji kompetensi ulang. Dari penelitian ini akan diketahui gambaran umum persepsi mahasiswa terhadap pelaksanaan uji kompetensi semester di Akper YKY Yogyakarta

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan mendeskripsikan karakter atau fungsi penelitian tentang suatu kelompok. Intervensi yang dilakukan berupa menyebarkan kuesioner kepada mahasiswa Akper YKY“. Analisis data dilakukan secara deskriptif menggunakan regresi linear dengan bantuan analisis software komputer yaitu software SPSS. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti, yang secara keseluruhan terdiri dari 20 butir pernyataan.

POPULASI DAN SAMPEL

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Akper YKY semester genap tingkat I, II, dan III. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan total sampling yang dilaksanakan pada 12 Mei 2013, sejumlah 437 responden.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik responden

Karakteristik responden yang dimaksud dlam penelitian ini adalah mahasiswa yang mengikuti uji kompetensi semester di Akper YKY. Responden sebagai obyek penelitian yang memberikan penilaian terhadap pelaksanaan uji kompetensi semester di Akper YKY Yogyakarta. 1) Distribusi Responden berdasarkan Jenis

Kelamin

Responden terbanyak dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 313 orang (90,2%) dan 124 orang (35,7%) responden berjenis kelamin laki – laki. Berdasarkan tabel.1 diketahui rasio prosentase responden perempuan dengan laki – laki hampir 3 : 1 (90,2% ; 35,7%). Profesi keperawatan di seluruh dunia sebagian besar didominasi oleh perempuan. Profesi yang berdasarkan historisnya dari periode ke periode

(11)

dipenuhi oleh kaum perempuan mengasumsikan keperawatan identik dengan perilaku merawat (to care) yang sangat dekat hubungannya dengan feminimitas. Selain itu populasi demografi antara individu yang berjenis kelamin perempuan dan berjenis kelamin laki – laki di seluruh dunia juga sudah diketahui bahwa perbandingan antara perempuan dan laki – laki berada pada rasio 7:1. 2) Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Hasil penelitian menunjukkan mahasiswa Akper “YKY” berusia remaja dewasa dengan rentang usia responden < 18 tahun sejumlah 38 (8,6%) responden, sedangkan jumlah mahasiswa yang berusia 18 – 19 tahun sejumlah 206 (47,1%), jumlah mahasiswa yang berusia 20 – 21 tahun sejumlah 188 (34,5%) dan jumlah mahasiswa yang berusia > 21 tahun sebanyak 5 (1,1%) responden.

Data dalam tabel menunjukkan bahwa peserta yang dijadikan responden adalah mahasiswa pada tahun ajaran 2013/2014. Artinya secara normatif mereka adalah lulusan dari SMA/SMU dan sederajat lulus pada tahun 2012 dan berusia

18 – 19 tahun ketika mendaftarkan diri sebagai mahasiswa keperawatan. Setelah menjalani pendidikan selama tiga tahun, maka rentang usia 20 – 21 tahun akan menjalani uji kompetensi yang pertama kali (first taker). Adapun mahasiswa yang berusia > 21 tahun adalah mahasiswa yang menjalani cuti dan pindahan dari institusi lain. 3) Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Terakhir

Berdasarkan latar belakang pendidikan menengah terakhir responden sebagian besar responden berasal dari SMA jurusan IPA dengan jumlah responden 167 (48,1%) dan sebagian kecil berasal dari SMK Kesehatan yaitu sejumlah 38 responden (8,7%). Sedangkan sisanya berasal dari jurusan IPS dan SMK non Kesehatan.

Dari tabel.1 bisa dilihat bahwa responden yang berasal dari SMA jurusan IPA masih mendominasi data karakteristik mahasiswa Akper “YKY”. Yang menarik adalah responden yang berasal dari SMK non kesehatan jumlahnya lebih besar dari responden yang berasal dari SMK Kesehatan. Kecenderungan pergeseran input

Tabel 1 Distribusi Karakteristik Mahasiswa Akper “YKY” Tahun 2013

No Variabel (n=437)Jumlah Persentase(n=437)

f(x) f(x) 1 Jenis Kelamin Perempuan 313 90,2 Laki-laki 124 35,8 2 Usia < 18 tahun 38 8,6 18 – 19 tahun 206 47,1 20 – 21 tahun 188 43,5 >21 tahun 5 1,1 3 Tingkat Pendidikan SMA IPA 235 53,8 SMA IPS 142 32,5 SMK Kesehatan 22 5,0 SMK non Kesehatan 38 8,7

(12)

mahasiswa dalam dunia pendidikan keperawatan adalah semakin menurunnya mahasiswa yang dari IPA, meningkat menuju yang berasal dari IPS seperti bergesernya mahasiswa yang berasal dari SMK kesehatan menuju SMK non kesehatan. Gejala pergeseran peminat ini dapat dipengaruhi beberapa faktor antara lain ; semakin menurunnya peminatan dari siswa eksata ke dalam dunia keperawatan, semakin sulitnya mencari mahasiswa sehingga yang dari IPS dan SMK non Kesehatann diterima. Bisa juga semakin terbukanya kesadaran dan peminatan lulusan SMA tentang potensi peluang kerja perawat, sehingga IPS dan SMK non Kesehatan juga kemudian berminat untuk menjadi perawat.

B. Persepsi Mahasiswa Terhadap Tujuan Uji Kompetensi Semester

Tabel 2. Persepsi Mahasiswa terhadap Tujuan Uji Kompetensi Semester

No MahasiswaPersepsi Jumlah Prosentase (%)

1. 2. 3. 4. Sangat Baik Baik Cukup Kurang 128 246 63 -29,3 56,3 14,4 TOTAL 437 100

Tujuan uji kompetensi semester yang dilaksanakan di Akper YKY disamping untuk memenuhi standar kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah untuk membiasakan mahasiswa dengan model uji kompetensi sehingga untuk selanjutnya diharapkan mahasiswa lebih siap secara mental, pengetahuan dan keterampilan. Informasi mengenai tujuan uji kompetensi semester ini selalu disampaikan kepada seluruh mahasiswa agar mahasiswa sadar dan memahami tujuan dilaksanakannya uji kompetensi pada tiap semester. Berdasarkan tabel 2. di atas diketahui bahwa 246 orang responden (56,3%) memiliki

persepsi baik terhadap tujuan uji kompetensi semester. Hal ini sejalan dengan teori persepsi langsung yang menyatakan bahwa informasi adalah elemen penting dalam pembentukan persepsi (Arambewela, 2009)

C. Persepsi Mahasiswa Terhadap Manfaat Uji Kompetensi Semester

Tabel 3. Persepsi Mahasiswa Terhadap Manfaat Uji Kompetensi Semester Tahun 2013

No MahasiswaPersepsi Jumlah Prosentase (%)

1. 2. 3. 4. Sangat Baik Baik Cukup Kurang 114 251 72 -26 57 17 TOTAL 437 100

Berdasarkan tabel 3 di atas sebanyak 251 orang responden (57%) memiliki persepsi yang baik terhadap manfaat uji kompetensi semester. Hal ini tidak lepas dari pengarahan dan pembekalan yang diberikan oleh para dosen pengajar yang selalu menyampaikan kepada mahasiswa mengenai manfaat dari uji kompetensi untuk sehingga dengan adanya informasi ini menyebabkan sebagian besar mahasiswa memiliki persepsi yang baik terhadap manfaat uji kompetensi (Pakpahan, 2004).

D. Persepsi Mahasiswa Terhadap Uji Kompetensi Semester Ulang

Tabel 4. Persepsi Mahasiswa terhadap Uji Kompetensi Ulang Semester Tahun 2013

No MahasiswaPersepsi Jumlah Prosentase (%)

1. 2. 3. 4. Sangat Baik Baik Cukup Kurang 122 226 89 -27,9 51,8 20,3 TOTAL 437 100

(13)

Uji ulang diberikan kepada mahasiswa yang dinyatakan belum lulus pada uji kompetensi utama dengan tujuan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan bagi mahasiswa yang dinilai masih kurang. Data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi yang positif ditunjukkan dengan hasil sebanyak 226 orang responden (51,8%) memiliki persepsi positif terhadap adanya uji ulang bagi mahasiswa yang belum lulus uji kompetensi utama. Hal ini dimungkinkan karena adanya pengetahuan dan pemahaman akan manfaat dari dilaksanakannya uji ulang sebagaimana pendapat dari Irwanto (2002) yang menyatakan bahwa persepsi positif menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya, kenal tidaknya) dan tanggapan yang diteruskan dengan upaya pemanfaatannya. Munculnya persepsi positif tergantung pada bagaimana cara individu menggambarkan segala obyek yang dipersepsi.

SIMPULAN

Pelaksanaan uji kompetensi semester sesuai standar kurikulum berbasis kompetensi (KBK) memiliki tujuan positif dan banyak manfaat yang bisa diperoleh mahasiswa. Dalam pelaksanaannya memerlukan sosialisasi kepada seluruh pihak yang terkait khususnya mahasiswa agar seluruh mahasiswa memiliki pemahaman mengenai tujuan dan manfaat uji kompetensi. Dengan demikian mahasiswa memiliki persepsi dan penilaian penilaian positif terhadap pelaksanaan uji kompetensi semester. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa seluruh mahasiswa Akper YKY memiliki persepsi yang baik terhadap pelaksanaan uji kompetensi semester baik dalam hal tujuan dan manfaat uji kompetensi semester maupun uji ulang bagi mahasiswa yang belum lulus dalam uji kompetensi semester yang utama.

SARAN

Akper YKY dalam melaksanaan uji

kompetensi semester telah sesuai dengan

kurikulum berbasis kompetensi (KBK)

namun demikian perlu adanya evaluasi secara kontinyu kepada mahasiswa terkait pencapaian target kompetensi mahasiswa dan penilaian serta persepsi mahasiswa terhadap pelaksanaan uji kompetensi semester di Akper YKY sehingga konsistensi dan kualitas uji kompetensi yang dilaksanakan tiap semester di Akper YKYtetap terjaga

DAFTAR PUSTAKA

1. Arambewela, R & Hall, J (2009). An Empirical Mode of International Student Satisfaction. Asia Pacific International Journal of Marketing 555 - 569

2. Canada’s Testing Company, Assessment Strategy Inc (2012) Canadian Practical Nurse Registration Examination Blueprint Canada. 3. Davis-Becker S, Buckendahl C. Identifying

and Evaluating External Validity Evidence for Passsing Scores. International Journal of Testing (serial online) January 1, 2013, 13 (1): 50-64. Available from. ERIC, Ipswich, MA. Accesed January 31, 2013

4. Fater, K. H. (2013). Gap Analysis: A Methode to Assess Core Competency Development in the Curiculum. Nursing Education Perspective, 34 (2), 101 – 105

5. HPEQ (2010). Blue Print Uji Kompetensi Perawat Indonesia. https://aipdiki5.files. wordpress.com//2013/03/blue-print-uji-kompetensi-perawat-indonesia-copy.pdf

6. HPEQ, Komponen 2 (2010). Praktik Baik Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan. http://www. slideshare.net/oerawatonline/uji-kompetensi-tenaga-kesehatan-bpsdm

(14)

7. Lavin, J, & Rosario-Sim, M. G. (2013). Understanding the nclex: how to increase success on the revised 2013 examination. Nursing education prespectives, 34(3), 196-198.

8. Pakpahan, S.P. (2004). Persepsi Mahasiswa UPBJJ-UT Medan Tentang Pelayanan

Akademik Dan Non Akademik yang diberikan oleh UPBJJ-UT Medan. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh (1) 47 - 58

9. Petterson, V. (2009). Predictors of Academic success in first semester Baccalaureate Nursing Students. Social Behaviour & Personality : An International Journal, 37(3), 411-417.

(15)

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERENCANAN MAKAN

DIABETES MELITUS TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN PASIEN DALAM

PENGATURAN DIIT DIABETES MELITUS

DI RSUD SLEMAN YOGYAKARTA

Dewi Murdiyanti Prihatin Putri, Venny Diana Akademi Keperawatan YKY Yogyakarta

Email : dewiputri4377@gmail.com

Abstrak

Jumlah penyandang diabetes terutama Diabetes tipe 2 makin meningkat di seluruh dunia terutama di Negara berkembang karena perubahan gaya hidup salah yang menyebabkan obesitas. Peningkatan prevalensi Diabetes Melitus (DM) di beberapa negara merupakan akibat dari peningkatan kemakmuran di negara tersebut. Sementara edukasi tentang nutrisi yang dilakukan perawat masih jarang dilakukan. Hal ini disebabkan karena beban kerja perawat yang besar dalam melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Perencanaan Makan Diabetes Melitus Terhadap Tingkat Kepatuhan Pasien dalam Pengaturan Diit Diabetes Melitus Di RSUD Sleman Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan desain Pre – Post Control Group Design, dimana pengelompokan anggota sampel pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak dilakukan secara random atau acak. Hasil yang didapat terjadi peningkatan pola makan sesuai dengan menu yang diberikan rumah sakit dan sesuai dengan jumlah kalori yang dibutuhkan baik pada metode edukasi kelompok maupun pada metode individu. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pada kelompok intervensi dengan p = 0,005) dimana terdapat penurunan rata-rata angka HbA1C < 7% , lipid terutama LDL dan penurunan FPG sesuai dengan batas yang ditetapkan oleh ADA.

Kata Kunci: Pendidikan Kesehatan, Perencanaan Makan, Diabetes Melitus

mengikuti diet yang dianjurkan. Ketidakpatuhan ini merupakan salah satu hambatan untuk tercapainya pengelolaa DM. Untuk mengatasi ketidakpatuhan tersebut mutlak dibutuhkan edukasi bagi penyandang diabetes dan keluarga. Nutrisi atau perencanaan makan merupakan pilar kedua dari pengelolaan DM. Manajemen nutrisi merupakan dasar dari pencegahan dan penanganan diabetes mellitus baik tipe 1 maupun tipe 2. Strategi gizi atau perencanaan makanan yang tepat merupakan pengobatan diabetes yang penting. Tujuan perencanaan makanan adalah mempertahankan kadar glukosa darah senormal mungkin serta mengusahakan agar berat badan penderita mencapai batas-batas normal. Studi pendahuluan dilakukan melalui pengamatan kepada beberapa pasien yang dirawat di RSUD Sleman yogyakarta dalam satu tahun terakhir (Januari – Desember 2013) didapatkan

PENDAHULUAN

Penyakit Diabetes Melitus (DM) dapat terjadi pada semua kelompok umur dan populasi, pada bangsa manapun dan mulai pada usia berapapun. Kejadian DM berkaitan erat dengan faktor keturunan, dan kejadian DM Tipe 2 terjadi 9 kali lebih banyak daripada DM Tipe 1(Sutedjo, 2010). Kejadian DM di Indonesia menempati 5 besar dunia setelah India, Rusia, Jepang dan Brasilia dan diramalkan akan meningkat mencapai 12 juta orang pada tahun 2025. (Sutedjo, 2010). Perkeni (2011) memperkirakan di Indonesia pada tahun 2030 akan ada 12 juta penyandang DM di daerah urban dan 8,1 juta didaerah rural. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pasien kepada regimen yang diberikan pada pengobatan penyakit yang bersifat kronik hasilnya rendah. Penelitian terhadap penyandang diabetes salah satunya didapatkan data 75% pasien tidak

(16)

bahwa sebagian besar pasien yang mengalami hiperglikemia disebabkan karena pola makan pasien masih belum seimbang, pasien masih mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit yaitu makanan yang dibawa oleh orang atau saudara yang datang menjenguk atau makanan yang dibeli oleh keluarga pasien. Makanan luar yang dimakan oleh pasien tersebut diberikan oleh keluarga secara langsung atau tidak jarang pasien memakan makanan tersebut tanpa sepengetahuan keluarga dan perawat. Berdasarkan fenomena-fenomena diatas terlihat bahwa masih ada ketidak patuhan pasien terhadap perencanaan makan yang merupakan salah satu komponen manajemen terapi Diabetes Melitus. Perawat Medikal Bedah dalam memberikan pelayanan harus dapat memberikan edukasi yang benar dan terus-menerus kepada pasien khususnya tentang perencanaan makan agar tercapai pengendalian kadar gula darah melalui pengaturan makan secara mandiri oleh pasien dengan benar. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Perencanaan Makan Diabetes Melitus Terhadap Tingkat Kepatuhan Pasien dalam Pengaturan Diit Diabetes Melitus Di RSUD Sleman Yogyakarta.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain Pre – Post Control Group Design, dimana pengelompokan anggota sampel pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak dilakukan secara random atau acak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan tingkat kepatuhan pasien DM sebelum dan sesudah diberikan perlakukan pada berupa pendidikan kesehatan tentang perencanaan makan. Penelitian ini akan membandingkan dua kelompok pasien yang menderita DM di RSUD Sleman Yogyakarta. Untuk membuktikan hipotesis penelitian yaitu pengaruh pendidikan kesehatan tentang perencanaan makan pasien DM terhadap perbedaan tingkat kepatuhan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dilakukan analisis bivariate. Uji kesetaraan harus dilakukan sebelum analisis bivariate dilakukan untuk mengidentifikasi varian dari variabel antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dengan menggunakan t – test independen.

HASIL

Karakteristik responden dalam penerapan EBN ini meliputi jenis kelamin, Umur, tingkat pendidikan, lama menderita DM, Indeks Masa

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik responden berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, dan pendidikan pada Tahun 2014.

NO KOMPONEN KATEGORI KELPJUMLAHINDV PROSENTASE

1 Jenis Kelamin Laki-laki 5 org 3 org 57 %

Perempuan 3 org 3 org 43 %

Total jumlah 8 org 6 org 100 %

2 Umur Persiapan usia lanjut 3 org 1 org 35,7 %

Usia lanjut dini 5 org 5 org 64,3 %

Usia lanjut beresiko - - 0 %

Total jumlah 8 org 6 org 100 %

3 Pendidikan Tamat SD 1 org 1 org 14,3 %

Tamat SMP 2 org 1 org 21,4 %

Tamar SMU/SMEA 2 org 3 org 35,7 %

Tamat PT 3 org 1 org 28,6 %

(17)

Tubuh (IMT) dan Jenis dan kebutuhan makan pasien. Berikut adalah karakteristik responden yang diambil berdasarkan criteria inklusi :

Berdasarkan tabel di atas karakteristik responden yang diambil adalah pasien yang berjenis kelamin wanita sebanyak 6 orang (43%) dan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 8 orang (57 %). Pengelompokan usia berdasarkan Dep.Kes RI adalah untuk usia masa persiapan usia lanjut (45 – 54) tahun sebanyak 5 orang (35,7 %), usia lanjut dini (55 – 64) tahun sebanyak 9 orang (64,3 %) dan yang berusia lanjut beresiko tinggi (di atas 70 tahun) tidak ada (0%). Sedangkan untuk kelompok tingkat pendidikan responden adalah pendidikan SD sebanyak 2 org (14,3%), tamat SMP sebanyak 3 orang (21,4%), tamat SMU/ SMEA adalah sebanyak 5 orang (35,7%) dan pasien yang tamat perguruan Tiinggi (PT) adalah sebanyak 4 orang (28,6%).

Berdasarkan tabel di atas karakteristik responden yang diambil adalah pasien yang lama menderita DM < 5 tahun sebanyak 7 orang (50%), lama menderita DM 5 – 10 tahun sebanyak 4 orang (28,6 %), lama menderita DM > 10 tahun sebanyak 3 org (21,4 %). Indeks masa tubuh (IMT) pasien yang termasuk obes ada sebanyak 3 orang (28,6%),

normal sebanyak 9 orang (64,3 %) dan pasien yang termasuk kurus ada sebanyak 1 orang (7,1 %). Sedangkan karakteristik responden berdasarkan jenis diet adalah pasien yang mendapatkan diet 1500 kkal sebanyak 3 oang (21,4%), yang mendapat diet1700 kkal sebanyak 5 orang (35,8%), yang mendapat diet 1900 kkal sebanyak 1 orang (7,1%), jenis diet 2100 kkal sebanyak 4 orang (28,6%) dan yang mendapat diet 2300 kkal sebanyak 1 orang (7,1%).

Tingkat pengetahuan pasien diukur sebelum dan sesudah dilakukan edukasi perencanaan makan yang tepat pasien diabetes Melitus. Tingkat pengetahuan setelah pemberian edukasi dilakukan dua kali yaitu sesaat setelah edukasi (post edukasi I) dan pada saat observasi pola makan pasien selama enam hari selesai (post edukasi II). Tingkat pengetahuan pasien diukur dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada pasien yang terdiri dari 15 pertanyaan meliputi 9 item pertanyaan favorable dan 6 item pertanyaan unfavorable. Hasil dari penyebaran kuesioner dijelaskan pada tabel dibawah ini.

Berdasarkan tabel data di atas didapatkan hasil terjadi peningkatan tingkat pengetahuan baik pada edukasi kelompok maupun edukasi secara

Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik responden berdasarkan Lama menderita DM, Indeks Masa Tubuh (IMT), dan Jenis diet atau Kebutuhan Kalori pada Tahun 2014.

NO KOMPONEN KATEGORI KELPJUMLAHINDV PROSENTASE

1 Lama menderita DM < 5 tahun 5 org 2 org 50%

5 – 10 tahun 2 org 2 org 28,6%

> 10 tahun 1 org 2 org 21,4%

Total jumlah 8 org 6 org 100%

2 Indeks masa Tubuh (IMT) Obes (>24) 3 org 1 org 28,6%

Normal (18 – 24) 5 org 4 org 64,3%

Kurus (< 18) - 1 org 7,1%

Total jumlah 8 org 6 org 100%

3 Jenis diet/

Kebutuhan kalori Diet 1500 kkalDiet 1700 kkal 2 org2 org 1 org3 org 21,4%35,8%

Diet 1900 kkal 1 org - 7,1%

Diet 2100 kkal 2 org 2 org 28,6%

Diet 2300 kkal 1 org - 7,1%

(18)

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Gula Darah Harian (KGDH) dan HbA1C pada Tahun 2014.

NO KOMPONEN KATEGORI KELP %HASILINDV % TOTAL %

1 Kadar gula darah sebelum edukasi (13 Februari 2014)

KGDH > 200 mg/dl 2 org 25 1 org 16,7 21,4 %

KGDH 60 – 200 mg/dl 6 org 75 5 org 83,3 78,6 %

KGDH < 60 mg/dl - 0 - 0 0 %

Total jumlah 8 org 100 6 org 100 100 %

2 Kadar gula darah sesudah edukasi (15 Februari 2014)

KGDH > 200 mg/dl 2 org 25 3 org 50 35,7 %

KGDH 60 – 200 mg/dl 6 org 75 3 org 50 64,3 %

KGDH < 60 mg/dl - 0 - 0 0 %

Total jumlah 8 org 100 6 org 100 100 %

3 Kadar gula darah sesudah edukasi (18 Februari 2014)

KGDH > 200 mg/dl 2 org 25 1 org 16,7 21,4 %

KGDH 60 – 200 mg/dl 6 org 75 5 org 83,3 78,6 %

KGDH < 60 mg/dl - 0 - 0 0 %

Total jumlah 8 org 100 6 org 100 100 %

4 Kadar gula darah sesudah edukasi (20 Februari 2014)

KGDH > 200 mg/dl 1 org 12,5 2 org 33,3 21,4 %

KGDH 60 – 200 mg/dl 7 org 87,5 4 org 66,7 78,6 %

KGDH < 60 mg/dl - 0 - 0 0 %

Total jumlah 8 org 100 5 org 100 100 %

5 HbA1C saat masuk

(sebelum edukasi) > 6,5< 6,5 8 org- 1000 6 org- 1000 100 %0 %

Total Jumlah 8 org 100 6 org 100 100 %

Tabel 4.3 Distribusi Responden berdasarkan tingkat pengetahuan pada Tahun 2014.

NO KOMPONEN KATEGORI KELP %HASILINDV % PROSENTASE

1 Tingkat pengetahuan pre

edukasi Baik (>75)Cukup (56 – 75) 2 org4 org 2550 6 org- 1000 14,3 %71,4 %

Kurang (< 56) 2 org 25 - 0 14,3 %

Total jumlah 8 org 100 6 org 100 100 %

2 Tingkat pengetahuan post

edukasi I Baik (>75)Cukup (56 – 75) 8 org- 1000 6 org- 1000 100 %0

Kurang (< 56) - 0 - 0 0

Total jumlah 8 org 100 6 org 100 100 %

3 Tingkat pengetahuan post

edukasi II Baik (>75)Cukup (56 – 75) 8 org- 1000 6 org- 1000 100 %0

Kurang (< 56) - 0 - 0 0

Total jumlah 8 org 100 6 org 100 100 %

individual dan pada kedua kelompok didapatkan hasil sama-sama meningkat menjadi memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 100%.

Kadar glukosa diukur melalui Kadar Glukosa Darah Harian (KGDH) yang dilakukan setiap hari Senin, Rabu dan Jumat. Glukosa darah yang diukur adalah kadar glukosa darah sewaktu yang dilakukan sebelum pasien makan pagi, makan

siang dan makan sore. Pengukuran dilakukan pada sehari sebelum edukasi sampai dengan enam hari setelah dilakukan edukasi perencanaan makan. Berikut adalah hasil pengukuran gula darah selama pelaksanaan edukasi tentang perencanaan makan yang benar pasien diabetes melitus.

Berdasarkan tabel di atas didapatkan hasil bahwa terdapat penurunan kadar gula darah

(19)

pada pasien baik pada metode edukasi kelompok maupun pada metode edukasi individu. Sedangkan data HbA1C adalah data yang diambil hanya saat pasien masuk (sebelum dilakukan edukasi), dan sampai dengan edukasi telah dilaksanakan pasien masih belum diperiksa kadar HbA1C. Hal ini disebabkan HbA1C dilakukan pada 3 bulan berikutnya karena HbA1C merupakan kadar gula yang terikat pada eritrosit (sel darah merah) yang keberadaannya sesuai dengan usia sel darah merah yaitu 120 hari (± 3 bulan).

Kepatuhan makan di rumah sakit dikaji sebelum dilakukan edukasi dan diobservasi selama enam hari setelah dilakukan edukasi. Kemudian hasil yang didapat dibandingkan dengan perencanaan menu makan di RSUD Sleman yang didapat dari Unit Produksi Makanan RSUD Sleman. Berikut hasil pengamatan kepatuhan makan responden di rumah sakit sebelum dan sesudah dilakukan edukasi perencanaan makan.

Berdasarkan tabel di atas didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan pola makan sesuai dengan menu yang diberikan rumah sakit dan sesuai dengan jumlah kalori yang dibutuhkan baik pada metode edukasi kelompok maupun pada metode individu. Hal ini terbukti pada metode edukasi kelompok sebelum dilakukan edukasi terdapat 2 orang yang pola makan tidak sesuai dan pada metode individu terdapat 1 orang yang memiliki pola makan yang tidak sesuai. Dan setelah dilakukan edukasi baik pada metode kelompok

maupun metode individu memiliki pola makan yang sesuai dengan menu rumah sakit dengan kata lain kedua kelompok memiliki peningkatan kepatuhan makan yang sama setelah dilakukan edukasi tentang perencanaan makan. Berdasarkan semua data di atas didapatkan hasil bahwa edukasi dengan metode kelompok menunjukkan hasil yang sama dengan metode individu.

PEMBAHASAN

Karakteristik responden yang diukur meliputi jenis kelamin, Umur, tingkat pendidikan, lama menderita DM, Indeks Masa Tubuh (IMT) dan Jenis dan kebutuhan makan pasien. Berdasarkan jenis kelamin dalam penerapan EBN ini responden terbanyak adalah laki-laki sebanyak 57% dibandingkan dengan wanita. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rickheim et al, (2002) ditemukan pada kelompok grup maupun kelompok individu lebih banyak wanita daripada laki-laki. Pada kelompok grup jumlah responden wanita sebesar 64,4 % dan pada kelompok individu jumlah responden wanita sebesar 67,5 %. Salah satu penyebab kejadian DM khususnya tipe 2 lebih banyak terjadi pada wanita karena pada wanita lebih banyak mengalami obesitas. Obesitas memiliki rasio risiko relatif terhadap DM Tipe 2 sebesar 3,04 atau pada orang yeng mengalami obesita memiliki resiko terjadinya DM Tipe 2 sebanyak 3 kalinya daripada orang yang tidak mengalami obesitas..

Tabel 4.5 Distribusi Pola Makan Responden yang dilakukan sebelum dan sesudah edukasi pada Tahun 2014

NO KOMPONEN KATEGORI KELP %HASILINDV % TOTAL %

1 Kepatuhan makan

sebelum edukasi Sesuai menu RSTidak sesuai menu RS 2 org6 org 2575 1 org5 org 16,783,3 21,4 %78,6 %

Total jumlah 8 org 100 6 org 100 100 %

2 Kepatuhan makan

sesudah edukasi Sesuai menu RSTidak sesuai menu RS 8 org- 1000 6 org- 1000 100 %0 %

(20)

Pada penelitian kohort yang dilakukan oleh Vidal, et al (2008) didapatkan hasil pula bahwa kejadian obesitas pada wanita lebih banyak dibandingkan pada laki-laki yaitu 30,6% dan 23,9%. Tingkat pendidikan sebagian besar responden memiliki tingkat pendidika tamat sekolah menengah umum (SMU). Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan seseorang terhadap informasi yang didapat. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan dimana semakin tinggi pendidikan akan semakin luas pula pengetahuannya (Wawan & Dewi, 2010). Pendidikan juga dapat mempengaruhi perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi sikap (Notoatmodjo, 2003). Karakteristik lama menderita DM sebagian besar responden dalam penerapan EBN ini adalah < dari 5 tahun yaitu sebanyak 50%. Indeks masa tubuh responden dalam penerapan ini sebagian besar masuk kategori normal (18 – 24) sebanyak 64,3% dan responden yang mengalami obesitas sebanyak 28,6%. Untuk jenis diet dan kebutuhan kalori yang dikonsumsi responden selama dirawat di RSUD Sleman sebagian besar Diet DM 1700 kkal. Untuk kebutuhan kalori tidak dapat dibandingkan antar individu yang satu dan individu yang lain. Hal ini disebabkan karena kebutuhan kalori masing-masing individu berbeda-beda atau bersifat individual. Sedangkan untuk jenis diet DM adalah sama hanya pemberiannya pada masing-masing individu berbeda takarannya atau jumlahnya.

Pengukuran tingkat pengetahuan didasarkan pada penilaian yang ditetapkan oleh Arikunto, (2006) bahwa pengetahuan sesorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif yaitu pengetahuan dikatakan baik dengan hasil penilaian 76 – 100%, dikatakan cukup jika hasil penilaian 56 – 75 % dan pengetahuan dikatakan kurang jika hasil penilaian < 56%. Tingkat pengetahuan responden sebelum dilakukan edukasi sebagian besar termasuk dalam kategori

cukup. Setelah dilakukan edukasi pada responden terjadi peningkatan pengetahuan sebesar 100 % baik pada post tes I maupun pada post tes yang kedua. Pada penelitian meta-analisi yang dilakukan oleh Fan & Sidani, (2013) menyatakan bahwa edukasi efektif dalam meningkatkan pengetahuan, perilaku, dan kontrol metabolik pada pasien dengan DM Tipe 2.

Kadar gula darah responden baik metode kelompok atau individu sebagian besar mengalami penurunan ke arah normal dan HbA1C setelah edukasi tidak dilakukan pemeriksaan. Hal ini dibuktikan dengan data sebagai berikut sebelum dilakukan edukasi pada kelompok grup terdapat 2 orang yg hiperglikemi (KGDH > 200 mg/dl) dan pada kelompok individu terdapat 1 orang yg hiperglikemi (KGDH > 200 mg/dl). Setelah dilakukan edukasi pada kelompok grup terdapat 1 orang yg hiperglikemi (KGDH > 200 mg/dl) dan pada kelompok individu terdapat 1 orang yg hiperglikemi (KGDH > 200 mg/dl). Setelah dilakukan wawancara kepada pasien dan perawat tentang 2 orang responden yang kadar glukosa darah masih > 200 mg/dl salah seorang responden mengatakan bahwa insulin pen yang digunakan sudah 2 hari mengalami kerusakan sehingga saat insulin dimasukkan tidak sesuai dosis yang telah ditentukan sehingga kadar glukosa darah responden masih tinggi. Penurunan kadar glukosa darah terjadi oleh karena setelah responden mendapatkan edukasi tentang perencanaan makan yang benar pada pasien diabetes melitus responden kemudian berusaha mematuhi perencanaan makan yang sudah diberikan oleh rumah sakit.

Faktor lain yang dapat menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah antara lain hormon, kelainan genetik dan pola makan yang salah. Kadar glukosa darah tergantung pada kegiatan hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal yaitu adrenalin dan kortikosteroid. Adrenalin akan memacu kenaikan kebutuhan hlukosa darah dan

(21)

kortikosteroid akan menurunkan kembali adrenalin yang dipacu terus menerus akan mengakibatkan insulin kewalahan mengatur kadar glukosa darah yang normal dan kadar glukosa menjadi naik secara drastis (Sustrani dkk, 2004). HbA1c adalah zat yang terbentuk dari ikatan antara glukosa dengan hemoglobin (bagia dari sel darah merah). Jumlah HbA1c yang terbentuk dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh rata – rata kadar glukosa darah. HbA1c yang dibentuk dalam tubuh akan terakumulasi dalam sel – sel darah merah dan akan terurai perlahan – lahan bersama – sama dengan berakhirnya masa hidup sel darah merah (rata – rata umur sel darah merah adalah 120 hari. Karena umur sel darah merah 120 hari maka pemeriksaan HbA1C dilakukan pada 3 bulan berikutnya.

Kepatuhan makan responden di rumah sakit baik pada kelompok grup maupun kelompok individu sesuai dengan perencanaan makan yang diberikan oleh rumah sakit. Pemberian makan di RSUD Sleman dibagi menjadi 5 bagian yaitu 3 porsi besar yaitu makan pagi, makan siang dan makan malam, sedangkan 2 porsi kecil yaitu snack pagi hari dan snack sore hari. Masing-masing bagian memiliki jarak waktu pemberian atau penyajian 3 jam. Edukasi yang diberikan terbukti meningkatkan pengetahuan responden, dari pengetahuan yang meningkat responden mau merubah perilaku untuk mematuhi perencanaan makan dari rumah sakit. Perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain susunan saraf, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya. Edukasi yang diberikan membentuk suatu persepsi individu dan perubahan perilaku dapat diketahui melalui persepsi (Wawan & Dewi, 2010). Perencanaan makan dapat mempengaruhi kadar glukosa darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan glukosa darah adalah kandungan serat dalam makanan, proses pencernaan, cara memasaknya, ada tidaknya zat anti terhadap penyerapan

makanan sebagai zat anti nutrien, perbedaaan interprandial, waktu makan dengan lambat atau cepat, pengaruh intoleransi glukosa dan peka tidaknya makanan (Waspadji, 2003). Kepatuhan responden terhadap perencanaan makan membantu pasien dalam pengendalian kadar glukosa darah.

Perawat memiliki peran sebagai edukator yang berkewajiban memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien sesuai kebutuhan pasien khususnya tentang perencanaan yang benar untuk pasien diabetes melitus agar pasien tetap mematuhi perencanaan makan yang diberikan oleh rumah sakit. Selain itu perawat sebagai penghubung utama antara pasien dengan anggota tim yang lain dianjurkan untuk melakukan observasi bagaimana makan pasien meliputi waktu makan, penerimaan pasien terhadap diet atau nutrisi (habis atau tidak), kemungkinan adanya masalah dengan defekasi atau hal-hal lain yang berkaitan dengan makanan. Perawat bertanggung jawab dalam pemberian makanan baik secara oral, enteral maupun parenteral (Almatsier, 2010).

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal untuk menjawab dari tujuan penelitian yaitu terjadi peningkatan pola makan sesuai dengan menu yang diberikan rumah sakit dan sesuai dengan jumlah kalori yang dibutuhkan baik pada metode edukasi kelompok maupun pada metode individu. Hal ini terbukti pada metode edukasi kelompok sebelum dilakukan edukasi terdapat 2 orang yang pola makan tidak sesuai dan pada metode individu terdapat 1 orang yang memiliki pola makan yang tidak sesuai. Dan setelah dilakukan edukasi baik pada metode kelompok maupun metode individu memiliki pola makan yang sesuai dengan menu rumah sakit dengan kata lain kedua kelompok memiliki peningkatan kepatuhan makan yang sama setelah dilakukan

(22)

edukasi tentang perencanaan makan. Berdasarkan semua data di atas didapatkan hasil bahwa edukasi dengan metode kelompok menunjukkan hasil yang sama dengan metode individu.

SARAN

Bagi pasien DM sebaiknya lebih meningkatkan kualitas hidup dengan merubah gaya hidup/pola hidup dengan perencanaan makan Diabetes Melitus yang baik. Bagi petugas kesehatan penting untuk melakukan pendidika kesehatan kepada pasien DM secara terus menerus untuk mengingatkan pasien DM.Bagi Dinas Kesehatan untuk memfasilitasi pendidikan kesehatan dengan mengunakan leaflet-leaflet.

DAFTAR REFERENSI

1. Anlı, İ. & Karslı, T. A. (2010) Perceived parenting style, depression and anxiety levels in a Turkish late-adolescent population. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 2(2): 724-727.

2. Ayres, B., Bristow, M. & Ebrary, I. (2009)

Anxiety in College Students, New York: Nova Biomedical Books.

3. Banun, F. O. S. (2013) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Mahasiswa Semester V STIKes X Jakarta Timur 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5.

4. Bastien, S., Kajula, L. & Muhwezi, M., M (2011) A review of studies of parent-child communication about sexuality and HIV/ AIDS in sub-Saharan Africa.Reproductive Health. 8(25)1-17.

5. Baumrind, D. (1991) Parenting styles and adolescent development. The encyclopedia of adolescence, 2746-758.

6. Blake, S. M., Simkin, L., Ledsky, R., Perkins, C. & Calabrese, J. M. (2001) Effects of a

Parent-Child Communications Intervention on Young Adolescents’ Risk for Early Onset of Sexual Intercourse. Family Planning Perspectives, 52-61.

7. Burgess, V., Dziegielewski, S. F. & Green, C. E. (2005) Improving Comfort About Sex Communication Between Parents and Their Adolescents: Practice-Based Research Within a Teen Sexuality Group. (Brief Treatment and Crisis Intervention).

8. Dahlan, S., N (2013) Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan, Jakarta: Salemba Medika.

9. Departemen Pendidikan Nasional (2008) Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa-4/E, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

10. Desmita (2010) Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. 11. DeVito, J. A. (1995) The Interpersonal

Communication: Publishers, NewYork. 12. Dulcan, M. K. & Wiener, J. M. (2004)

Textbook of child and adolescent psychiatry: American Psychiatric Pub.

13. Farrow, G. (2003) The family’s role in adolescent sexual behavior. Journal of Youth and Adolescence, 16481-495.

14. Gordis, L. (2004) Epidemiology, Philadelphia: PA: WB Saunders.

15. Hendricson, C. & Roker, D. (2000) Support for the parents of adolescents: A review. Journal of Adolescence, 23763-783.

16. Idrus, M. & Rohmiati, A. (2008) Hubungan kepercayaan diri remaja dengan pola asuh orang tua etnis Jawa. Jurnal Psikologi, 2(1): 1-7. 17. Inikah, S. (2015) Pengaruh pola asuh orang

tua dan kecemasan komunikasi terhadap kepribadian peserta didik. Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 6(1): 19-40.

(23)

18. Isnaeni, M. (2014) Jenis-jenis pola asuh dan dampaknya terhadap perilaku anak.

19. Kauffman, D. F., Ge, X., Xie, K. & Chen, C.-H. (2008) Prompting in web-based environments: Supporting self-monitoring and problem solving skills in college students. Journal of Educational Computing Research, 38(2): 115-137.

20. Lemeshow, S., Junior, D. W. H., Klar, J. & Lwanga, S. K. (1997) Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

21. Mansur, M. (2009) Pendidikan anak usia dini dalam islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 22. Parker, J. S. & Benson, M. J. (2004)

Parent-adolescent relations and Parent-adolescent functioning: self-esteem, substance abuse, and delinquency. Journal of Adolescence, 39(155): 519-531. 23. Petra, J. & Norman A, C. (2010) Demographic

and Psychological Predictors of Parent– Adolescent Communication About Sex: A Representative Statewide Analysis. Youth Adolescence, 1164-1174.

24. Powell, R. G. & Powell, D. (2015) Classroom communication and diversity: Enhancing instructional practice: Routledge.

25. Regnerus, M. D. & Luchies, L. B. (2006) The Parent-Child Relationship and Opportunities for Adolescents’ First Sex. Journal of Family Issues, Volume 27.

26. Savitri, I. (2007) Hubungan Persepsi Remaja terhadap Pola Asuh Orang Tua Otoriter dengan Kecemasan Komunikasi pada Remaja. Skripsi, Progran Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial UII, Yogyakarta.

27. Seokamto, S. (2007) Sosiologi suatu pengantar, Jakarta: Rajawali Press.

28. Weiten, W., Lloyd, M., Dunn, D. & Hammer, E. (2009) Theories of Personality. Psychology Applied to Modern Life: Adjustment in the 21st Century, Part one-2. 9th ed ed. Belmont, CA: Wadsworth Cengage Learning.

29. West, R. & Turner, L. H. (2008) Pengantar teori komunikasi, analisis dan aplikasi, Jakarta: Salemba Humanika.

(24)

PERSEPSI ALUMNI TENTANG PELAKSANAAN UJI KOMPETENSI SEMESTER

DI AKADEMI KEPERAWATAN YKY YOGYAKARTA

Tri Arini, Tenang Aristina, Nunung Rachmawati

Akademi Keperawatan Yayasan Keperawatan Yogyakarta 55182 Indonesia *E-mail : nengtriarini@gmail.com

Abstrak

Uji kompetensi dianggap menjadi salah satu langkah yang strategis dalam menyiapkan tenaga keperawatan yang mampu bersaing di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Uji kompetensi semester di Akademi Keperawatan YKY Yogyakarta didasarkan pada kurikulum yang dipakai yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi alumni tentang uji kompetensi semester yang dilaksanakan di Akademi Keperawatan YKY Yogyakarta meliputi persepsi alumni terhadap tujuan, manfaat dan uji ulang dari uji kompetensi semester. Populasi dalam penelitian ini adalah alumni Akper YKY. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan simple random sampling yang dilaksanakan pada 12 Mei 2014, sejumlah 147 responden dari lulusan Tahun 2011 – 2013. Data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi yang positif ditunjukkan dengan hasil sebesar 131 responden (89,1) %dan sebanyak 135 orang responden (91,9 %) memiliki persepsi positif terhadap adanya uji ulang bagi mahasiswa yang belum lulus uji kompetensi utama. Uji kompetensi yang dilaksanakan pada setiap semester di Akademi Keperawatan YKY dinilai positif untuk meningkatkan kompetensi alumni dalam bidang keilmuan keperawatan.

Kata kunci : persepsi, alumni, uji kompetensi

kurikulum berbasis kompetensi diyakini sebagai cara terbaik menghasilkan lulusan yang mampu menjawab tantangan global dan mengimbangi daya saing pasar bebas. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mulai diterapkan dalam pendidikan DIII Keperawatan khususnya di Akademi Keperawatan ‘YKY” Yogyakarta. Hal ini dilakukan dalam rangka mewujudkan visi Akademi Keperawatan “YKY” menjadi institusi pendidikan keperawatan yang mampu bersaing di era global, dimana salah satu misi AKPER YKY Yogyakarta adalah mewujudkan tenaga perawat yang mandiri, ulet, etis, cinta negara, cinta bangsa yang tangguh menghadapi segala bentuk perubahan, tantangan zaman di era global. Bila melihat pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) maka penilaian pada suatu kompetensi sebaiknya di peroleh dari hasil pengukuran suatu kompetensi melalui uji kompetensi. Uji kompentensi merupakan evaluasi akhir dari suatu proses pembelajaran pada salah satu kompetensi, dari pelaksanaan kurikulum

PENDAHULUAN

Bidang kesehatan termasuk di dalamnya keperawatan termasuk dalam arus bebas jasa yang dinilai siap untuk bersaing di era persaingan pasar bebas ini. Terkait dengan persaingan global dan internasional, indeks kualitas prestasi manusia Indonesia menjadi kunci yang tidak dapat dilepaskan dari konsep persaingan dunia. Berdasarkan survey World Competitiveness Yearbook 2014, dalam lingkup Asean, Indonesia berada di urutan ke-37 (dari 60 negara) dan masih lebih rendah dibanding dengan Singapura (no 3), Malaysia (no 12) dan Thailand (no 29). Hal ini mencerminkan bahwa tingkat kompetensi dan indeks kualitas manusia Indonesia masih jauh dari harapan, bangsa ini termasuk didalamnya mengenai daya saing tenaga profesi keperawatan. Untuk menyikapi hal tersebut, telah terjadi pergeseran paradigma pendidikan di Idonesia, termasuk pendidikan keperawatan. Perubahan kurikulum menjadi

(25)

berbasis kompetensi. Proses Evaluasi ini perlu menggambarkan suatu pengukuran terhadap ranah yang yang telah ditetapkan pada kurikulum. Ranah dimaksud adalah ranah yang mengandung Kognitif, Afektif, Psikomotor, sehinga hasil pengukuran mengandung arti bahwa mahasiswa telah kompeten pada suatu kompetensi. Suatu kompetensi sangat berkaitan dengan beberapa mata ajar sehingga perlu dibahas mengenai perencanaan, pelaksanaan dan pengolahan, yang didalammya perlu perumusan alat, teknik, waktu dan tempat yang relevan guna mengukur suatu kompetensi tertentu. Sebagaimana diketahui bahwa alat ukur perlu uji validasi dan reliabilitas maka diperlukan persiapan yang matang agar alat ukur yag digunakan baik untuk menggukur mahasiswa yang akan dinyatakan kompeten pada suatu kopetensi tertentu. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah (1) Perencanaan meliputi : penyusunan soal kognitif untuk kompetensi 1-29 yang seterusnya soal tersebut di uji validasi dan reliabilitas (2) menentukan bentuk kasus untuk setiap kompetensi, (3) menyiapkan Standar Operational Prosedur (SOP) dan lembar observasi (LO), (4) persiapan laboratorium (seting tempat dan peralatannya), (5) Pelaksanaan penilaian uji kompetensi meliputi : menilai pengetahuan, ketrampilan dan sikap, (6) Pengolahan hasil uji kompetensi meliputi menentukan prestasi keberhasilan alumni. Dari penelitian ini akan diketahui gambaran umum persepsi alumni terhadap pelaksanaan uji kompetensi semester di Akper YKY Yogyakarta.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan mendeskripsikan karakter atau fungsi penelitian tentang suatu kelompok. Intervensi yang dilakukan berupa menyebarkan kuesioner kepada alumni Akper

YKY“. Analisis data dilakukan secara deskriptif menggunakan regresi linear dengan bantuan analisis software komputer yaitu software SPSS. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti, yang secara keseluruhan terdiri dari 20 butir pernyataan.

POPULASI DAN SAMPEL

Populasi dalam penelitian ini adalah alumni Akper YKY. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan simple random sampling yang dilaksanakan pada 12 Mei 2014, sejumlah 147 responden dari lulusan Tahun 2011 – 2013.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik responden

Karakteristik responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah alumni yang mengikuti uji kompetensi semester di Akper YKY. Responden sebagai obyek penelitian yang memberikan penilaian terhadap pelaksanaan uji kompetensi semester di Akper YKY Yogyakarta.

Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin.

Responden terbanyak dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 110 orang (74,8%) dan 37 orang (25,2%) responden berjenis kelamin laki – laki.

Berdasarkan tabel.1 diketahui rasio prosentase responden perempuan dengan laki – laki hampir 3 : 1 (74,8% ; 25,2%). Profesi keperawatan di seluruh dunia sebagian besar didominasi oleh perempuan. Profesi yang berdasarkan historisnya dari periode ke periode dipenuhi oleh kaum perempuan mengasumsikan keperawatan identik dengan perilaku merawat (to care) yang sangat dekat hubungannya dengan feminimitas. Selain itu populasi demografi antara individu yang berjenis

(26)

kelamin perempuan dan berjenis kelamin laki – laki di seluruh dunia juga sudah diketahui bahwa perbandingan antara perempuan dan laki – laki berada pada rasio 7:1.

Distribusi Responden Berdasarkan Usia, hasil penelitian menunjukkan alumni Akper “YKY” berusia remaja dewasa dengan rentang usia responden < 18 tahun sejumlah 15 orang (10,2%), berusia 18 – 19 tahun sebanyak 46 (31,3%), berusian 20 – 21 tahun sebanyak 83 orang (56,5%) dan berusia >21 tahun sebanyak 3 orang (2 %). Data dalam tabel menunjukkan bahwa peserta yang dijadikan responden adalah alumni lulusan tahun 2011 – 2013. Setelah menjalani pendidikan selama tiga tahun responden sudah melaksanakan uji kompetensi semester (semester 2, 3, 4, dan 6).

Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan, dari tabel 1. Diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pekerjaan sebagai perawat rumah sakit yaitu sebesar 97 orang (66%), sedangkan yang bekerja di klinik sebanyak 11 orang (7,5 %), yang bekerjan di puskesmas sebanyak 24 orang (16,3%) dan yang belum bekerja sebanyak 15 orang (10,2%).

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Mahasiswa Akper “YKY” Tahun 2014

No Variabel Jumlah (n=147) Prosentase(n=147) F(x) F(x) 1 Jenis Kelamin : Perempuan 110 74,8 Laki-laki 37 25,2 2 Usia : < 18 tahun 15 10,2 18 – 19 tahun 46 31,3 20 – 21 tahun 83 56,5 >21 tahun 3 2 3 Pekerjaan :

Perawat Rumah Sakit 97 66

Perawat Klinik 11 7,5

Perawat Puskesmas 24 16,3

Belum bekerja 15 10,2

Persepsi Alumni Terhadap Tujuan Uji Kompetensi Semester

Tabel 2. Persepsi Alumni terhadap Tujuan Uji Kompetensi Semester

No Persepsi Alumni Jumlah Prosentase (%)

1. 2. 3. 4. Sangat Baik Baik Cukup Kurang 43 85 19 -29,3 57,8 12,9 TOTAL 147 100

Berdasarkan tabel diatas didapatkan data persepsi alumni yang mengatakan uji kompetensi semester sangat baik sebesar 29,3 %, persepsi alumni mengatakan baik sebesar 57,8 % dan yang mengatakan cukup sebesar 12,9 %. Tujuan uji kompetensi semester yang dilaksanakan di Akper YKY disamping untuk memenuhi standar kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah untuk membiasakan mahasiswa dengan model uji kompetensi sehingga untuk selanjutnya diharapkan mahasiswa lebih siap secara mental, pengetahuan dan keterampilan. Informasi mengenai tujuan uji kompetensi semester ini selalu disampaikan kepada seluruh mahasiswa agar mahasiswa sadar dan memahami tujuan

Gambar

Tabel 4.2 Pengetahuan ibutentang toilet training
Tabel 4.3Karakteristik responden kategori berdasarkan sikap ibu tentang pelaksanaan  toilet training
Tabel 4. Persepsi Mahasiswa terhadap Uji  Kompetensi Ulang Semester  Tahun 2013
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik responden berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, dan  pendidikan pada Tahun 2014.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tanggal 27 Maret 1968, Soeharto diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia yang kedua sesuai dengan Ketetapan MPRS No.XLIX/1968. 1 Selama menjabat sebagai Presiden,

[r]

Metodologi yang digunakan penulis dalam membangun game ini adalah metodologi prototyping, dan pada tahap pengujian yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa

Sedangkan pada penelitian Hutami (2010) membuktikan secara parsial risiko pembiayaan mudharabah maupun murabahah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

The second section is regarding to students’ belief in grammar instruction and error

dengan judul : “ Pengaruh Efisiensi, Efektivitas, Kemandirian Keuangan Daerah, Dan Kapasitas Pelayanan Pemerintah Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi

Penelitian yang dilakukan oleh Bambang dan Fatmawati (2013) menunjukkan bahwa Capital Adecuacy Ratio (CAR) dan Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif, tetapi

Hasil dari penelitian adalah sikap responden positif mengenai program Ekspedisi Brantas yang dilakukan oleh PT. Gudang