• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KEBIJAKAN KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KEBIJAKAN KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian - Awal

KAJIAN KEBIJAKAN KURIKULUM

SEKOLAH MENENGAH

(2008)

1.

Kajian Kebijakan Kurikulum SMA/MA

2.

Kajian Kebijakan Kurikulum SMK/MAK

3.

Kajian Kebijakan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional

4.

Kajian Kebijakan Implementasi Kurikulum Inovatif

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

(2)

ABSTRAK

Berdasarkan Tugas, Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) Pusat Kurikulum adalah melaksanakan pengkajian Standar Isi dalam pengembangan kurikulum untuk pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Salah satu yang menjadi bagian dari kajian tersebut adalah melakukan kajian kebijakan pengembangan kurikulum pendidikan menengah Umum dan kejuruan sebagai dasar untuk melakukan pengembangan model-model kurikulum yang diperluan sebagai bahan perumusan kebijakan kurikulum dan sekaligus juga sebagai bahan penyempurnaan Standar Isi.

Ada empat kajian yang dilakukan yaitu kajian SMA, kajian SMK, kajian Kurikulum inovatif, dan kajian kurikulum yang bertaraf Internasional. Kajian SMA meliputi 1) Penjurusan, 2) Keunggulan Lokal, 3) Penilain, 4) Kriteria Kenaikan Kelas, 5) Muatan Lokal, 6) beban Belajar, 7) Materi Pembelajaran, 8) Ketuntasan Belajar dan Remedial, 9) Pengembangan Diri, 10) Implementasi dan Pemahaman KTSP. Kajian SMK Didapatkan 12 isu hasil dalam kajian tentang kurikulum SMK yang berkenanaan dengan Standar Pendidikan, Peningkatan dan pemahaman KTSP bagi Guru, Sistem Penilaian, Struktur Kurikulum, Kenaikan Kelas, Program SMK 4 tahun, Keberadaan Raport Dan KHS. Kajian kurikulum Inovatif untuk menghasilkan (1) rumusan naskah studi dokumentasi kurikulum inovatif, (2) naskah kajian konsep kurikulum inovatif, dan (3) pelaksanaan kurikulum inovatif. Hasil tersebut meliputi inovasi berkenaan dengan aspek tujuan (kompetensi), materi (bahan ajar), strategi pembelajaran, evaluasi, beban belajar, penjurusan, manajemen, sarana dan fasilitas, sumber dan media pembelajaran.Kurikulum Sekolah Bertaraf Internasional; Sumber Daya Manusia Sekolah Bertaraf Internasional; Manajemen Sekolah Bertaraf Internasional; Sarana dan prasarana Sekolah Bertaraf Internasional; Kemitraan Sekolah Bertaraf Internasional. Sedangkan kajian dengan negara lain adalah negara Cina, India, Korea, Norwegia, Australia, dan Inggris. Namun pada kajian ini baru dilakukan pada dua tahap dari enam langkah yang direncanakan.

Kegiatan Kajian Sekolah Menengah ini seyogianya dikalkukan 6 langkah kegiatan. Namun karena pemotongan anggaran baru dilakukan dua langkah.. Hasil akhir langkah ke dua kegiatan kajian ini baru berupa data dan fakta tentang kajian konsep dan pelaksanaan serta kajian kurikulum luar negeri. Kegiatan ini masih perlu ditindak lanjuti melalui analisis hasil kajian dan merumuskan rekomendasi kebijakan sehubungan dengan empat kajian yang disebutkan di atas. Apabila hal itu dilaksanakan barulah hasilnya dapat digunakan sebagai bahan perumusan kebijakan kurikulum dan sekaligus juga sebagai bahan penyempurnaan Standar Isi dan standar yang lainnya.

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Renstra Depdiknas untuk Penelitian dan Pengembangan pendidikan disebutkan bahwa salah satu kegiatan pokok pemerintah adalah implementasi dan penyempurnaan Standar Nasional Pendidikan yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidian (BSNP).

Untuk mendukung program tersebut Pusat Kurikulum sebagai salah satu pusat dalan Badan Penelitian Depdiknas dalam salah satu Tugas, Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) adalah melaksanakan pengkajian Standar Isi dalam pengembangan kurikulum untuk pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dan Kejuruan. Salah satu yang menjadi bagian dari kajian tersebut adalah melakukan kajian kebijakan pengembangan kurikulum pendidikan menengah kejuruan sebagai dasar untuk melakukan pengembangan model-model kurikulum yang menjadi tanggung jawab Pusat Kurikulum.

Untuk melaksanakan kegiatan tersebut perlu dilakukan serangkaiann kegiatan yang utamanya adalah analisis dan kajian kebijakan pengembangan kurikulum pendidikan menengah umu dan kejuruan. Isu yang berkembang di masyarakat terkait dengan kurikulum terutama di SMA dan SMK adalah: (1) mengenai program penjurusan di SMA; (2) kurikulum Sekolah Bertaraf Internasional (SBI); (3) kurikulum inovatif; dan (4) program keahlian di SMK. Berbagai keragaman ini dirancang terutama untuk mengakomodasi keberagaman peserta didik baik di SMA maupun di SMK.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Pusat Kurikulum perlu melakukan kajian yang mendalam mengenai ke empat issu di atas. Informasi mengnai ke empat hal di atas diperlukan sebagai bahan perumusan kebijakan kurikulum dan sekaligus sebagai bahan penyempurnaan Standar Isi.

Kegiatan dirancang dalam 6 langkah namun karena adanya pemotongan anggaran kegiatan Kajian ini baru dalam tahap langkah ke dua yang meliputi: (1) Studi dokumentasi, kajian konsep dan pelaksanaan; pada kegiatan pertama ini diawali dengan penyusunan desain untuk menentapkan focus kajian dan menjaring informasi yang relevan. Selanjutnya dilakukan kajian dokumen standar isi dan kajian pelaksanaan standar isi. Hasil kegiatan ini berupa naskah pelaksanaan kurikuum SMA, pelaksanaan kurikulum SMK berkenaan dengan program keahlian, naskah pelaksanaan Sekolah yang Betaraf Internasional, serta pelaksanaan kurikulum inovatif; (2) Diskusi Hasil Kajian dokumen yang dilakukan dengan mengkaji hasil kegiatan langkah pertama dengan kurikulum luar negeri. Hasl kajian dengan kurikulum

(4)

negara lain untuk mendapatkan sejumlah informasi tentang tujuan pendidikan, filosofi kurikulum, pendekatan/sistem pembelajaran, sistem assessmen, sistem penjaminan mutu program, dan sebagainya.

B. Tujuan

Secara umum, kegiatan ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap dokumen dan pelaksanaan kurikulum untuk pengembangan kurikulum pendidikan menengah kejuruan yang harus dilakukan secara berkesinambungan .

Secara khusus bertujuan untuk melakukan kajian terhadap: 1. Kurikulum SMA/MA

2. Kurikulum SMA/MAK

3.Sekolah/Madrasah Berataf Internasional 4. Kurikulum Inovatif

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan ini adalah kajian kebijakan kurikulum Sekolah Menengah Umum (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Ruang lingkup kajian aspek yang digali adalah Tujuan Pendidikan, Karakteristik Kurikulum (filosofi), Pendekatan/system Pembelajaran, Sistem Penyelenggaraan/Sistem penjenjangan, Struktur Mata Pelajaran dan beban belajar (SKS), Jumlah mata pelajaran, Satuan Waktu Pembelajaran (alokasi waktu), Sistem Assessment, Sistem Penjaminan Mutu Program, dan SDM

D. Hasil Yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah empat kajian efektifitas program di SMA dan SMA yang terdiri dari:

1. Kajian Kurikulum SMA 2. Kajian Kurikulum SMK 3. Kajian Kuriklum Inovatif

(5)

BAB II KERANGKA BERFIKIR

Pembaharuan sistem pendidikan, termasuk di dalamnya pembaharuan kurikulum sering disikapi sebagai dampak dari perubahan sistem politik. Berbagai kepentingan masuk di dalamnya yang menimbulkan lebih banyak ”penolakan” terhadap adanya perubahan tersebut.

Fullan (2001) ”The New Meaning of Educational Charge” mengatakan bahwa akan timbul perbedaan persepsi antara pemegang kebijakan dan pelaku kebijakan untuk setiap perubahan pada sektor pendidikan. Dari sisi pemegang kebijakan, terdapat asumsi dasar bahwa guru cenderung kurang menyukai adanya perubahan. Mereka juga meyakini bahwa umumnya pemegang kebijakan kurang memahami kenyataan-kenyataan yang terjadi pada saat dilaksanakannya proses pembelajaran.

Bennie dan Newstead (1999) menguraikan beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kendala dalam implementasi kebijakan pendidikan terutama dikaitkan dengan kurikulum. Faktor dimaksud mencakup antara lain waktu, harapan-harapan dari pihak orangtua, ketidakberadaan bahan pembelajaran termasuk buku-buku pelajaran pada saat implementasi kurikulum yang baru, kekurangjelasan konsep kurikulum dan pengetahuan dikaitkan dengan kuriklum baru tersebut.

Menurut Charles dan Jones (1973), setiap perubahan pada sektor pendidikan seharusnya diikuti dengan upaya mengamati berbagai bentuk operasional di lapangan sebagai tindak lanjut dan implikasi dari kebijakan perubahan tersebut. Setiap kendala atau hambataan harus segera diantisipasi sebelum menimbulkan masalah yang besar dan kompleks. Ketidakmampuan mengatasi kendala-kendala tersebut akan menyebabkan kegagalan dalam implementasi kebijakan atau perubahan tersebut.

Suatu studi menunjukkan bahwa umumnya hambatan yang ditemui dalam implementasi suatu kurikulum adalah kurangnya kompetensi guru-guru. Seringkali terjadi bahwa implementasi suatu kurikulum baru tidak diikuti dengan pengimbangan kemampuan guru dan tindakan bagaimana meningkatkan guru-guru sebagai ujung tombak dalam impelemtasi kurikulum dimaksud (Hargreaves, 1995). Fennema dan Franke (1992) mendukung pernyataan Hargreaves (1995) bahwa kemampuan baik secara keterampilan dan pengetahuan seorang guru akan mempengaruhi prose pembelajaran di kelas dan menentukan sejauh mana kurikulum dapat diterapkan. Suatu studi yang dilakukan oleh Taylor dan Vinjevold (1999) mengungkapkan bahwa kegagalan implementasi kurikulum disebabkan

(6)

oleh rendahnya pengetahuan konseptual guru, kurang penguasaan terhadap topik yang diajarkanm dan kesalahan interpretasi dari apa yang tertulis dalam dokumen kurikulum.

Menurut Middleton (1999), berhasil tidaknya implementasi kurikulum yang diperbarui cenderung ditentukan oleh persepsi atau keyakinan yang dimiliki oleh tenaga pengajar atau guru. Perubahan kurkikulum berkait dengan perubahan paradigma pembelajaran. Perubahan paradigma baik langsung atau tidak langsung akan memberikan dampak bagi para guru di mana mereka perlu melakukan penyesuaian. Penyesuaian yang dilakukan kemungkinan akan memberikan ketidaknyamanan lingkngan pembelajaran bagi guru yang bersangkutan. Beberapa kasus menunjukkan bahwa para guru akan bersikap mendukung implementasi dimaksud apabila mereka memahami kurikulum baru tersebut secara rasional dan praktikal.

Bennie dan Newstead (1999) menyarankan untuk diadakannya penataran bagi guru secara intensif untuk dapat memahami filosofi dan substansi dari kurikulum yang baru. Agar berhasil, mereka menyarankan untuk cenderung menunda implementasi kurikulum sebelum diperoleh keyakinan secara faktual bahwa para guru benar-benar tahu apa yang seyogyanya dilakukan dengan kurikulum yang baru. Dengan kata lain, implementasi suatu kurikulum baru memerlukan waktu dalam proses transisinya,

Untuk mengetahui apakah kebijakan baru mengenai kurikulum telah menyebabkan adanya perubahan, dapat dievaluasi oleh setidak-tidaknya tiga indikator (Fullan, 2001). Pertama, sejauh mana materi-materi baru atau yang direvisi digunakan oleh guru-guru. Kedua, sejauh mana pendekatan-pendekatan pengajaran yang baru telah diterapkan dalam proses kegiatan-kegiatan belajar di kelas. Ketiga, sejauhmana guru-guru berkeyakinan bahwa kebijakan berdampak kepada perbaikan mutu dan proses pembelajaran. Ketiga indikator tersebut secara bersama-sama akan menentukan tercapai tidaknya tujuan-tujuan perubahan pendidikan.

Pemikiran, Ide Dan Konsep Kurikulum Inovatif Berbasis Riset.

Salah satu masalah yang diahadapi oleh para pelaku pendidikan Indonesia adalah rendahnya mutu lulusan sekolah menengah atas (SMA) .Salah satu indikator untuk hal ini adalah penguasaan materi matematika dan sains siswa SMA Indonesia dibandingkan dengan penguasaan matematika dan sains dengan siswa SMA negara-negara lain seperti Jepang, USA, Korea dan beberapa Negara lainnya.. Indikator lain adalah rendahnya rendahnya indeks pembangunan manusia Indonesia. Laporan UNDP tahun 2006 menunjukkan HDI Indonesia berada pada posisi 108 dari 109 negara bahkan disinyalir Indonesia sudah berada dibawah Vietnam.

(7)

Data yang dipublikasikan oleh UNDP tersebut, mendorong kita dan para pelaku pendidikan lainya untuk bertanya “Mengapa hal seperti sampai terjadi ?” dan “ Apa yang harus kita lakukan untuk menjawab masalah tersebu ?” atau apa yang harus kita lakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Untuk menjawab tantangan peningkatan mutu pendidikan tersebut, maka salah satu usaha adalah perbaikan kurikulum (inovasi kurikulum) yang harus dilakukan mulai dari inovasi dokumen, inovasi pengembangan dan inovasi praktek kurikulum di dalam kelas. Untuk itu perlu diadakan perubahan pola pembelajaran di dalam kelas dari traditional rote learning menjadi inquiry based learning. Inquiry adalah “designed to bring students directly into scientific process through exercise that compress the scientific process into small periods of time” (Joyce & Weil, 1991:198). Inquiry adalah pola dan pendekatan pembelajaran yang meletakkan siswa sebagai subjek yang harus didorong menemukan sendiri apa yang sedang mereka pelajari. Pendidik wajib menfasilitasi agar siswa dapat belajar sebaik-baiknya .

Berkaitan dengan inquiry based learning, dikenal ada level dalam proses pemebelajaran, yaitu Surface learning (belajar dangkal) dan Deep learning (belajar mendalam). Inquiry

based learning tentu berkorelasi dengan Deep learning . Sejalan dengan hal itu,

Marton&Saljo (1976) juga mengidentifikasi dua level proses belajar yang dinamakan “surface process” dan “deep process”. Marton&Saljo sampai pada kesimpulan tersebut dengan memelototi bagaimana siswa mengerti dan mampu menulis essay. Marton & Saljo menyimpulkan surface level process ditandai bila siswa hanya belajar text itu sendiri atau hanya melalui proses menghafal. Deep level process siswa belajar menangkap arti dari materi yang sedang dipelajari, belajar untuk mengerti dan mengidentifikasi hubungan antar konsep dan variable-variabel yang dipalajari.

Kemudian Brown&Atkin (1991) juga membedakan proses belajar siswa atas dua yaitu “surface learning” dan “deep learning”. Deep learning ditandai oleh proses keaktifan siswa untuk mmenemukan arti dan pengertian terhadap materi yang sedang dipelajari, sedangkan surface learning ditandai oleh proses menghafal materi yang sedang dipelajari. Biggs (1988: 130) menegaskan “ deep learning is used by many the more successful students in high school and university, they search for structure and meaning and do so while organizing their time and context optimally”. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa deep approach to learning sangat penting dalam rangka meingkatkan keterlibatan siswa secara fisik dan mental dalam proses pembelajaran. Keterlibatan mental siswa secara mendalam dalam operasi berfikir, menganalisa, mensintesa sampai pada tahap menemukan menemukan apa yang dituntut oleh tujuan pembelajaran kompetens/ materi yang sedang dipelajari akan meningkatkan pengauasaanm materi pelajaran secara tingkat tinggi (tidak

(8)

saja menghafal). Proses ini pada akahirnya akan meningkatkan mutu dan kualitas hasil belajar. Banyak literature yang mengusulkan bahwa guru memainkan peranan pentimg untuk mempromosikan deep learning approach, karena akan menghasilkan hasil belajar yang lebih baik. Ryan (1974) mengatakan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran tingkat tinggi (higer involvement) adalah suatu yang sangat penting untuk mewujudkan hasil belajar yang lebih tinggi.

Untuk mewujudkan pendekatan belajar mendalam (deep learning approach) adalah melakukan proses pembelajaran berbasis riset. Riset (research) adalah ´is the formal, systematic application of scientific methods to the study of problems (Gay, 1992:7). Belajar dengan melakukan penelitian atau setidak-tidaknya memakai pola pemikiran riset dalam pembelajaran akan membawa anak didik ke dalam proses belajar mendalam. Belajar mendalam tentu tidak menghafal akan tetapi menegerti, memahami, mengaplikasi, mensintesa dan mengevaluasi. Dengan demikian diharapkan proses pembelajaran akan lebih menarik dan bermakna bagi siswa SMA. Pusat kurikulum (2006) dalam Pengembangan Model Pendidikan Kecakapan hidup mengemukakan tiga jenis ketermapilan yang yang harus dimiliki siswa sesuai dengan tingkat dan jenis pendidikan yang dilalui yaitu: Kecakapan Akademik (SMA), Kecakapan Vokasional (SMK) dan Kecakapan Generic (SD/SMP). Hal ini perlu diingat dan dicatat bahwa kecakapan hidup tidak bisa dipisahkan satu sama lain, akan tetapi selalu berkaitan antara satu dengan yang lainya.

Sesuai dengan tujuan pendidikan SMA yang dirancang untuk membekali anak didik untuk melanjutkan pendidikanya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Perguruan Tinggi), maka keterampilan akademik/ilmiah/penalarannya harus dibina dengan baik. Dengan kurikulum berbasis riset, anak SMA akan dilatih dan dibiasakan belajar sehari-hari melalui proses pembelajaran dengan model penelitian dan menemukan sendiri melalui proses penelitian ilmiah.

Untuk melaksanakan pola pembejalaran berbasis riset maka, setidak-tidaknya ada lima langkah yang harus ditempuh dalam proses pembelajaran; dimana lima langkah ini juga nada dalam sebuah riset. Kelima langkah tersebut ialah:

1. Ada masalah yang merupakan masalah penelitian 2. Mengajukan hipotesis

3. Mengumpulkan data melalui prosedur dan tehnik yang tepat 4. Mengolah data dengan tehnik yang tepat

(9)

Melalui pendekatan belajar seperti langkah tersebut akan mendorong siswa untuk belajar secara mendalam dan belajar secara mendalam akan melahirkan pengertian yang mendalam pula pada siswa. Dengan demikian akan terjadi pemahaman yang mendalam terhadap materi, konsep dan teori yang sedang dipelajari.

(10)

BAB III PELAKSANAAN

A. Tim Pelaksana Kegiatan

Pelaksana kegiatan kajian Sekolah Mengah terdiri dari:

1. Peserta pusat terdiri dari Puskur, kepala sekolah/guru SMA dan SMK; 2. Peserta dalam Jawa dari unsur kepla sekolah/guru SMA dan SMK; 3. Peserta dari Luar Jawa yang terdiri dari kepala sekolah/guru atau dosen

perguruan tinggi;

4. Nara sumber dari perguruan Tinggi

B. Strategi Pelaksanaan Kegiatan Strategi kegiatan adalah:

1. Brainstorming

2. Pemaparan makalah/Pleno

3. Diskusi fokus (4 kelompok kajian) 4. Kerja mandiri

5. Kerja kelmpok

6. Pemaparan hasil kelompok atau individu

C. Tahapan Kegiatan, Tempat, dan Hasil yang Dicapai 1. Tahapan Kegiatan

Tahapan kegiatan yang direncanakan 6 langkah tetapi karena adanya kebijakan pengurangan anggaran, yang dilaksanakan hanya mencakup tiga langkah, yaitu: a) Studi dokumentasi, Kajian konsep, dan pelaksanaan

b) Diskusi hasil kajian dengan melakukan kajian dengan kurikulum negara lain c) Penyusunan rekomendasi

2. Tempat

a) Tempat kegiatan Studi dokumentasi, Kajian konsep, dan Pelaksanaan dilaksanakan di Yogyakarta tanggal 18 - 22 Februari 2008

b) Diskusi hasil kajian dengan melakukan kajian dengan kurikulum negara lain diselenggarakan di Cisarua- Bogor tangal 24 s.d 28 Maret 2008

c) Penyusunan rekomendasi dilaksanakan di Cisarua-Boogor pada tanggal 15 s.d. 19 Desember 2008.

3. Hasil yang Dicapai

(11)

a) Dokumen Studi dokumentasi, Kajian konsep, dan pelaksanaan empat kajian b) Dokumen hasil kajian dengan dengan kurikulum negara lain sebanyak empat

(12)

BAB IV. PEMBAHASAN

Dari dua langkah kegiatan yang sudah dilakukan sejauh ini yang sudah diperoleh data dari kajian SMA adalah adanya perbaikan dan perubahan pada isue yang berkembang pada tataran kebijakan dan pelaksanaan pada kajian studi dokumentasi, konsep dan pelaksanaan kurikulum SMA yang diangkat dari hasil diskusi yang memunculkan issue issue sebagai berikut : 1) Penjurusan, 2) Keunggulan Lokal, 3) Penilain, 4) Kriteria Kenaikan Kelas, 5) Muatan Lokal, 6) beban Belajar, 7) Materi Pembelajaran, 8) Ketuntasan Belajar dan Remedial, 9) Pengembangan Diri, 10) Implementasi dan Pemahaman KTSP.

Dari Kajian SMK Didapatkan 12 isu hasil dalam kajian tentang kurikulum SMK yang berkenanaan dengan Standar Pendidikan, Peningkatan dan pemahaman KTSP bagi Guru, Sistem Penilaian, Struktur Kurikulum, Kenaikan Kelas, Program SMK 4 tahun, Keberadaan Raport Dan KHS. Program Keahlian, Pelaksanaan Prakerin, Profesionalisme Tim Verifikasi Uji Produktif. Jumlah Siswa per Rombongan Belajar, dan Penjurusanbeserta beserta kekuatan, kelemahan dan rekomendasinya. Sedangkan kajian dengan negara lain adalah negara Cina, India, Korea, Norwegia, Australia, dan Inggris meliputi konsep tujuan pendidikan, kebijakan Sistem Pendidian, Karakteristik, Philosofi kurikulum, Pendekatan sistem Pembelajaran, Sistem Penjenjangan pendidian, Struktur mata pelajaran, Beban belajar, Jumlah Mata pelajaran, Sistem Assessmen, Penjaminan mutu, dan SDM.

Kajian Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional, yang terdiri dari naskah studi dokumentasi, kajian konsep, dan pelaksanaan SBI yang meliputi : Konsep dan karakteristik Sekolah Bertaraf Internasional; Seleksi calon siswa Sekolah Bertaraf Internasional; Kurikulum Sekolah Bertaraf Internasional; Sumber Daya Manusia Sekolah Bertaraf Internasional; Manajemen Sekolah Bertaraf Internasional; Sarana dan prasarana Sekolah Bertaraf Internasional; Kemitraan Sekolah Bertaraf Internasional. Sedangkan kajian dengan negara lain adalah negara Cina, India, Korea, Norwegia, Australia, dan Inggris meliputi konsep tujuan pendidikan, kebijakan Sistem Pendidian, Karakteristik, Philosofi kurikulum, Pendekatan sistem Pembelajaran, Sistem Penjenjangan pendidian, Struktur mata pelajaran, Beban belajar, Jumlah Mata pelajaran, Sistem Assessmen, Penjaminan mutu, dan SDM.

Kajian kurikulum Inovatif untuk menghasilkan (1) rumusan naskah studi dokumentasi kurikulum inovatif, (2) naskah kajian konsep kurikulum inovatif, dan (3) pelaksanaan kurikulum inovatif. Hasil tersebut meliputi inovasi berkenaan dengan aspek tujuan

(13)

(kompetensi), materi (bahan ajar), strategi pembelajaran, evaluasi, beban belajar, penjurusan, manajemen, sarana dan fasilitas, sumber dan media pembelajaran.

Hasil perumusan di atas ditindaklanjuti dengan : (1) workshop lanjutan untuk memperdalam draft naskah studi dokumentasi kurikulum inovatif, draft naskah kajian konsep kurikulum inovatif, dan draft pelaksanaan kurikulum inovatif, (2) diperlukan referensi mutakhir tentang kurikukum inovatif untuk lebih mempertajam dan memperdalam kosep kurikulum inovatif, dan (3) membandingkan kurikulum inovatif dari negara lain yang bertaraf international yaitu Kurikulum sekolah Negara-negara OECD (contoh : Amerika Serikat, Australia, Inggris, Jepang, China, Korea Selatan). Kurikulum Berbasis Riset seharusnya diaplikasikan di dalam proses pembelajaran pada semua mata pelajaran. Artinya setiap guru mata pelajaran melatih dan membiasakan siswa menemukan sendiri konsep atau generalisasi melalui pembelajaran aktif melalui telaah buku, telaah artikel, mencarai materi melalui internat, CD dan sarana lainya. Dengan demikian siswa SMA di Indonesia akan terbiasa dalam berfikir kritis, memecahkan masalah, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi sebuah fenomena. Untuk itu, diharapkan secara bertahap pola pembelajaran di dalam kelas sekolah-sekolah Indonesia berubah dari meghafal, mengulangi, expository ke pola inquiry, problem based dan research based learning. Namun masih belum dianalisis.

(14)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Hasil yang dicapai sampai pada tahap ke dua belum dianggap menghasilkan apa yang diharapkan karena masih berupa sekumpulan data yang belum dianalisis. Sudah diperoleh kajian konsep dan issu-issu pada empat bidang kajian yaitu kajian SMA, kajian SMK, kajian kurikulum inovatif, dan kajian Kurikulum Yang Bertaraf Internasional. Pada tahap selanjutnya kajian konsep yang diperoleh dari dokumen kurikulum Indonesia dan implementasinya dibandingkan dengan kurikulum luar negeri. Namun hal tersebut belum dilaksanakan. Kajian kurikulum luar negeri baru berupa pemaparan data dan fakta belum dibandingkan dan dianalisis dengan kurikulum Indonesia

Rekomendasi Kajian DASAR PEMIKIRAN

Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pengembangan kurikulum secara berdiversifikasi dimaksudkan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan pada satuan pendidikan dengan kondisi dan kekhasan potensi yang ada di daerah.

Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:: pendidikan agama; pendidikan kewarganegaraan; bahasa; matematika; ilmu pengetahuan alam; ilmu pengetahuan sosial; seni dan budaya; pendidikan jasmani dan olahraga; keterampilan/kejuruan; dan muatan lokal. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.

Gerakan reformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam bidang pendidikan, prinsip-prinsip tersebut akan memberikan dampak yang mendasar pada kandungan, proses, dan manajemen sistem pendidikan.

Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat dan memunculkan tuntutan baru dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam sistem pendidikan. Tuntutan tersebut menyangkut pembaharuan sistem pendidikan, di antaranya pembaharuan kurikulum, yaitu diversifikasi kurikulum untuk melayani peserta didik dan potensi daerah yang beragam, diversifikasi jenis pendidikan yang dilakukan secara profesional, penyusunan standar kompetensi tamatan yang berlaku secara nasional dan daerah menyesuaikan dengan kondisi setempat; penyusunan standar kualifikasi pendidik yang sesuai dengan tuntutan pelaksanaan tugas secara profesional; penyusunan standar pendanaan pendidikan untuk setiap satuan pendidikan sesuai prinsip-prinsip pemerataan dan keadilan; pelaksanaan manajemen pendidikan berbasis sekolah dan otonomi perguruan tinggi; serta penyelenggaraan pendidikan dengan sistem terbuka dan multimakna. Pembaharuan sistem pendidikan juga meliputi penghapusan

(15)

diskriminasi antara pendidikan yang dikelola pemerintah dan pendidikan yang dikelola masyarakat, serta pembedaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum.

Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.

Kurikulum tingkat satuan pendidikan dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK. Pusat Kurikulum mempunyai tugas melaksanakan penyusunan bahan kebijakan bagi pengembangan standar isi dan standar proses, pengembangan kurikulum, serta sarana dan prasarana pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan nonformal, dan pendidikan khusus. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat Kurikulum menyelenggarakan fungsi:

a. penyiapan bahan kebijakan bagi pengembangan standar isi dan standar proses; b. pengembangan model dan inovasi kurikulum;

c. pengembangan model sarana dan prasarana pembelajaran;

d. pelayanan profesional pengembangan kurikulum, silabus, dan pembelajaran; e. pemantauan penerapan standar isi dan standar proses; dan

f. pelaksanaan urusan ketatausahaan Pusat. Rincian tugas Pusat Kurikulum secara umum adalah:

a. melaksanakan kajian kebijakan kurikulum untuk bahan perumusan kebijakan pengembangan standar isi dan standar proses serta sarana dan prasarana

b. melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan pengembangan standar isi dan standar proses serta sarana dan prasarana

c. melaksanakan penyusunan pedoman pelaksanaan pengembangan kurikulum d. melaksanakan pengembangan kurikulum dan sarana dan prasarana pembelajaran e. melaksanakan pengembangan model kurikulum dan pembelajaran

f. melaksanakan pengembangan model sarana dan prasarana

g. melaksanakan pemberian bimbingan teknis pengembangan kurikulum, silabus, dan pembelajaran

h. melaksanakan pemantauan penerapan standar isi dan standar proses serta sarana dan prasarana

i. melaksanakan pengembangan model layanan bimbingan dan konseling serta pengembangan model layanan pendidikan lainnya

j. melaksanakan penyusunan bahan kerja sama pengembangan kurikulum dan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran

k. melaksanakan penyusunan bahan koordinasi jaringan pengembangan kurikulum dan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran

(16)

1. KAJIAN KEBIJAKAN IMPLEMENTASI KURIKULUM INOVATIF

Pengembangan kurikulum inovatif, harus menjadi kepedulian semua pihak para pengelola pendidikan pada setiap level dan jenjang pendidikan. Kurikulum memiliki prinsip fleksibel dan dinamis. Apabila para pengelola pendidikan tidak melakukan upaya pembaharuan (inovasi), maka prinsip yang dimiliki oleh kurikulum (dinamis dan fleksibel), berarti tidak berfungsi

Kebijakan bahwa kurikulum dikembangkan dan disusun sekolah memberi peluang sekolah untuk mengembangkan (inovasi) kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan, potensi, permasalahan, dan tantangan yang dihadapi oleh setiap satuan pendidikan

Dalam realisasinya sampai saat ini nampaknya pemerintah sendiri belum secara konsisten memenuhi kewajibannya untuk memenuhi kedelapan standar yang ditetapkan. Ini dapat berdampak hambatan bagi upaya inovasi / pembaharuan yang akan dilakukan oleh pihak sekolah (satuan pendidikan).

Kurikulum bersifat dinamis, dan terbuka terhadap pembaharuan (inovasi). Pelaksanaan inovasi tidak harus menunggu perintah dari pemerintah, akan tetapi harus secara proaktif muncul dari sekolah (buttom-up) dan bisa dilakukan kapan saja sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu kebijakan pemerintah dengan KTSP secara konsep (kurikulum sebagai ide) sangat menguntungkan bagi pihak sekolah (satuan pendidikan) untuk melakukan pembaharuan dan pengembangan yang disesuaikan dengan kondisi yang ada. Berbagai alasan empirik yang mendorong pengembangan kurikulum inovatif), antara lain:

pertama, perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Sekitar abad pertengahan pengetahuan tentang anak dipandang sebagai miniatur orang dewasa, sebagai mahluk yang berdosa bawaan, dan sebagai lembaran kosong (Marrison,1984). Tentu saja kurikulum yang dilaksanakan pada saat itu disesuaikan dengan ilmu yang berkembang saat itu. Keadaan seperti itu tentu saja tidak akan berlaku lagi jika diterapkan saat ini, dimana anak dianggap sudah memiliki sejumlah potensi, sehingga pendidikan (kurikulum) yang dikembangkan adalah bagaimana mamfasilitasi anak agar dapat mengembangkan potensinya (konstruktivisme). Demikian halnya pengaruh perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang dengan pesat. Dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi, mau tida mau setiap satuan pendidikan apakah sebagai inovator maupun sebagai pengadopsi akan terkena imbasnya untuk melakukan penyesuaian dan pembaharuan kurikulum

Kedua, perkembangan politik dan kebijakan pemerintah; contoh konkrit dengan lahirnya UU no. 20 tahun 2003 (Sisdiknas), UU no. 14 tahun 2005 (guru dan dosen), PP no. 19 tahun 2005 (Standar nasional pendidikan), Permendiknas No. 22/2006 (standar isi), permendiknas no. 23/2006 (Standar Kompetensi Lulusan), dan Peraturan-peraturan lain yang menyertainya, maka telah berdampak pada penambahan beban kerja untuk melakukan penyesuaian dan pembaharuan kurikulum oleh pihak sekolah (satuan pendidikan).

Ketiga, karena pertimbangan kontekstual; Sejalan dengan perkembangan IPTEK, perkembangan politik dan kebijakan pemerintah, kehidupan masyarakatpun terus berkembang. Tadinya tradisional dan manual, sekarang serba modern dan cepat. Kehidupan yang dulu terasa serba lambat dan jauh, sekarang justru terasa serba cepat dan dekat. Memperhatikan kondisi demikian (serba berubah) dan bahkan perubahan itu sangat cepat (sulit diduga), maka jika kurikulum pendidikan tidak peka melakukan upaya penyesuaian (inovasi), maka kurikulum akan selalu ketinggalan dan ditinggalkan masyarakat.

(17)

2. KAJIAN KEBIJAKAN SEKOLAH/MADRASAH BERTARAF INTERNASIONAL Kebijakan Pemerintah tentang sekolah/madarasah bertaraf internasional:

-

Pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.

-

Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendorong dan membantu satuan pendidikan formal dalam melakukan penjaminan mutu (quality assurance) agar memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan, sehingga dapat dikategorikan ke dalam kategori mandiri.

-

Dalam rangka lebih mendorong penjaminan mutu ke arah pendidikan yang berdaya saing pada tingkat global, Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan perhatian khusus pada satuan pendidikan tertentu yang berkategori mandiri dan berorientasi untuk bertaraf internasional.

-

Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa, perlu dikembangkan sekolah bertaraf internasional pada tingkat kabupaten/kota melalui kerjasama yang konsisten antara pemerintah dengan pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan, untuk mengembangkan SD, SMP, SMA, dan SMK yang bertaraf internasional sebanyak 112 unit di seluruh Indonesia.

-

terbitnya Sistem Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) untuk Pendidikan Dasar dan Menengah (ditjen mandikdasmen, Depdiknas, 2007), Panduan Penyelenggaraan Rintisan SMA Bertaraf Nasional (ditjen mandikdasmen, Depdiknas, 2007), Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (Depdiknas, 2007).

-

Telah dirintis Rintisan Sekolah Menengah Atas (SMA) Bertaraf Internasional pada 100 sekolah dan disusul 100 sekolah pada tahun pelajaran 2007-2008.

-

Hasil Studi (Pusat Kurikulum, Balitbang, 2007) menunjukkan beberapa temuan diantaranya bahwa definisi dan karakteristik SBI dipahami dengan sangat bervariasi oleh sekolah penyelenggara dan masyarakat; Hampir semua pelaksana SBI menggunakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai acuan utama yang diperkaya dengan adaptasi atau adopsi kurikulum Negara lain, seperti IB (International Baccalaureate) dan Cambridge. Penyelenggaraan kelas bertaraf internasional di SBI membentuk eksklusivisme dibandingkan dengan kelas regular, proses KBM menggunakan dwibahasa (bilingual), sedangkan sistem pembelajaran menggunakan moving class, serta team teaching.

-

Temuan lain masih terlihat seperti kelas regular berbahasa Inggris, penilaian belum menggunakan multi teknik yang masih didominasi oleh tes, baik tes tertulis maupun lisan.

3. KAJIAN KEBIJAKAN KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

Beberapa masalah tentang penerapan kurikulum SMA adalah masalah

-

Penjurusan, kompetensi telah terdekteksi sejak semester 1, siswa perlu ada penjurusan agar lebih fokus dan sesuai dengan minat dan bakat belajar, mekanisme penjurusan saat ini madih menggunakan domain jurusan IPA, IPS dan bahasa, waktu transisi untuk pindah jurusan hanya 2 bulan serta melalui tes.

(18)

-

Keunggulan lokal, dalam prakteknya sekolah kurang mengenal potensi secara mendalam kondisi lingkungan, kurang SDM kompeten untuk subjek keunggulan lokal tertentu, kurang sarana/prasarana dam menjadi beban tambahan

-

Penilaian, penilaian masih bersifat subjektif, terjadi penilaian ulang untuk kompetensi yang sama melalui ulangan harian, UTS, UAS, UN menjadi beban bagi sekolah, sistem remediasi yang belum efektif dan kurang dipahami

-

Kriteria penilaian kelas, masalah format dan substansi yang perlu dimasukkan ke dalam rapor bervariasi dan kurang dipahami sekolah, belum jelasnya kriteria kenaikan kelas,

-

Muatan lokal, kurangnya SDM, pembelajaran yang teoritis dan kurang praktis seperti yang diharapkan dari karakteristik mulok,

-

Beban belajar, terdapat kecenderungan penambahan waktu belajar yang kadang kurang memperhatikan aspirasi siswa, proporsi alokasi mata pelajaran yang belum sesuai kebutuhan, terlalu banyak subjek,

-

Materi pembelajaran, terjadi permasalah tentang subjek yang tidak diperlukan seperti mata pelajaran seni budaya, bahasa asing, penambahan jam belajar untuk subjek UN

-

Ketuntasan belajar dan remedial, perbedaan persepsi tentang angka kelayakan KKM, persepsi tentang remediasi (ada remediasi penilaian, remediasi pembelajaran, tidak jelasnya dana remediasi, dan ada guru yang tidak peduli, metode penilaian akhirnya yang kurang jelas)

-

Pengembangan diri, subjeknya dipilih guru dan sesuai dengan sarana yang tersedia, layanan bimbingan hanya untuk siswa bermasalah, dan tidak ada program, layanan ekstrakurikuler belum sesuai dengan potensi dan minat siswa, kualifikasi pembina yang apa adanya.

-

KTSP, adanya overlap SK dan KD antar subjek, beban materi berlebihan, dokumen kurikulum sekolah yang copy paste dari dokumen sekolah lain

4. KAJIAN KEBIJAKAN KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

(SMK)

Saat ini terdapat berbagai permasalahan maupun tantangan pengembangan kurikulum SMK, yaitu: kriteria Standar Pendidikan yang bervariasi, pemahaman KTSP bagi Guru yang bervariasi pendalamannya, Sistem Penilaian yang tidak seragam, Struktur Kurikulum yang bervariasi, kriteria Kenaikan Kelas, perlu tidaknya Program SMK 4 tahun, Keberadaan Raport Dan KHS, kriteria dan kebutuhan Program Keahlian yang sesuai kebutuhan, Pelaksanaan Prakerin, Profesionalisme Tim Verifikasi Uji Produktif, Jumlah Siswa per Rombongan Belajar yang belum proporsional, sistem dan menkanisme Penjurusan. Kondisi ini berdampak pada:

-

Kualitas dan kualifikasi lulusan yang tidak standar antar SMK

-

Kualitas silabus dan RPP yang bergantung pada kompetensi guru

-

Mata pelajaran inti dan adaptif yang lebih menyita mata pelajaran produktif/keahlian dan tidak tersedianya guru yang kompeten

-

Perbedaan persepsi tentang hakikat KTSP dan kurangnya peluang/kesempatan untuk mendalami KTSP

-

Kurangnya sarana dan prasarana pembelajaran, pembelajaran kelas besar yang tidak efektif

(19)

-

Kebijakan sistem penilaian yang tidak cocok untuk karakteristik pembelajaran mata pelajaran produktif yang menekankan pada pada penilaian performans, sistem kenaikan kelas tidak cocok dengan hakikat pendidikan berbasis kompetensi, serta kecenderungan guru untuk selalu menaikkan kelas

-

Format rapor yang ada tidak sesuai dengan sistem penilaian KBK/KTSP dan format ini dipahami sebagai kebijakan yang kaku, serta penerapan sistem KHS (kartu hasil studi) yang masih banyak belum dipahami

-

Pelaksanaan prakerin(praktek kerja industri) yang belum efektif karena pihak DUDI belum mendukung secara optimal

-

Siswa yang kurang memahami dan mendalami jurusan yang menjadi pilihannya

-

Penetapan program keahlian yang belum sesuai kebutuhan masyarakat DUDI karena pesatnya kemajuan iptek dan dinamisnya pola dan gaya hidup masyarakat yang berdampak bagi lulusan yang tidak siap kerja

-

Belum ada standar sistem dan kriteria verifikasi serta tenaga yang belum kompeten berdampak pada hasil verifikasi tidak fair

REKOMENDASI

1. KAJIAN KEBIJAKAN IMPLEMENTASI KURIKULUM INOVATIF

Perlu dilakukan kajian dengan fokus untuk lebih memperkaya terhadap pelaksanaan kurikulum yang sedang berjalan saat ini, sebagai penjabaran praktis terhadap setiap komponen (variabel) kurikulum itu sendiri.

Perlu dilakukan pembaharuan terutama berkenaan dengan empat komponen pokok, yaitu: a) Tujuan (stating objectives), 2) Materi (selecting learning experiences), c) Strategi pembelajaran (organizing learning experiences), dan d) evaluasi (evaluation), termasuk di dalamnya maslah Beban belajar, Manajemen, penjurusan, sarana dan fasilitas, sumber dan media pembelajaran sehingga secara menyeluruh perlu dikaji a) Tujuan, b) Materi, c) Strategi, d) Evaluasi, e) Beban Belajar, f) Manajemen, g) Penjurusan, h) Sarana dan Fasilitas, i) Sumber dan Media Pembelajaran.

Perlu dikaji dan dihasilkan naskah akademik kurikulum inovatif mengenai tujuan (kompetensi), materi (bahan ajar), strategi pembelajaran, evaluasi, beban belajar, penjurusan, manajemen, sarana dan fasilitas, sumber dan media pembelajaran, melalui: pendalaman lebih lanjut, pencarian referensi mutakhir tentang kurikukum inovatif untuk lebih mempertajam dan memperdalam kosep kurikulum inovatif, dan visit studi ke lembaga pendidikan yang telah mengembangkan kurikulum inovatif bertaraf international ke Senior High School di luar Negeri, seperti Singapura, Hongkong, dan Australia.

2. KAJIAN KEBIJAKAN SEKOLAH/MADRASAH BERTARAF INTERNASIONAL

Perlu dilakukan kajian mendalam yang bersifat akademik tentang kurikulum SBI serta melalui observasi lapanagan yang mencakup: :Konsep dan karakteristik SBI, sistem dan mekanisme Seleksi calon siswa, model kurikulumnya, rekruitmen dan prasyarat Sumber Daya Manusia, Manajemen, Sarana dan prasarana, dan program Kemitraan yang dilakukan.

3. KAJIAN KEBIJAKAN KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

Perlu dilakukan kajian maupun sosialisasi tentang kebijakan kurikulum SMA sehingga implementasinya menjadi lebih mudah dipahami dan mudah dilaksanakan, sebagai berikut.

-

Perlu dilakukan studi penjurusan yang lebih sesuai dengan minat dan bakat siswa, serta sederhana dan praktis dalam penerapannya oleh sekolah. Midalnya, penjurusan

(20)

dapat dilakukan di semester 2 atau awal semester 3, perllu dikaji lebih lanjut penjurusan yang tidak terbatas pada program IPA, IPS dan Bahasa saja.

-

Perlu dilakukan studi tentang penerapan subjek Keunggulan lokal tentang teknik mengidentifikasi potensi keunggulan, kebutuhan tenaga pendidik, serta kebutuhan sarana dan prasarana yang diperlukan

-

Perlu dikaji metode dan penerapan sistem penilaian mencakup kriteria dabn fungsi penilaian, kajian metode dan kriteria remediasi, kajian kesesuaian UN dengan kurikulum dan praktek pembelajaran, kajian tentang pemahaman dan perlunya format rapor, dan sistem kenaikan keas

-

Perlu dikaji Muatan lokal mencakup kondisi tenaga pendidik, sistem pembelajaran

-

Perlu dikaji implementasi Beban belajar mencakup batasan waktu pembelajaran, proporsi antar subjek, dan relevansi dan urgensitas adanya subjek tertentu,

-

Perlu dikaji penerapan Ketuntasan belajar dan remedial mencakup angka kelayakan KKM, metode dan strategi remediasi, sistem penilaian hasil remediasi

-

Perlu dikaji penerapan dan kelayakan program Pengembangan diri

-

Perlu dikaji pengembangan KTSP oleh sekolah mencakup kemampuan sekolah untuk menyusun kurikulum sendiri, maupun sistem adaptasi dan adopsi dari kurikulum sekolah lain, kajian hubungan dan efektifitas SK dan KD antar subjek

4. KAJIAN KEBIJAKAN KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

(SMK)

Perlu segera ditetapkan kajian untuk mempercepat atau memberikan masukan keluarnya 8 komponen standar nasional pendidikan dan terutama SI produktif sesuai SKKNI, serta studi tentang kualifikasi dan kompetensi pimpinan sekolah agar siap dan membangun inovasi dan kreatifitasnya dengan kebijakan ini.

Perlu kajian lebih mendalam tentang kompetensi inti subjek normatif dan adaptif yang lebih sederhana agar mendukung kompetensi produktif

Perlunya kajian efektifitas sosialisasi/workshop KTSP agar mudah dipahami dan diimplementasikan guru melalui kerja sama bermutu dengan berbagai pihak.

Perlunya kajian efektifitas untuk mengelola kelas besar ataupun melalui program ekstensifikasi melalui penambahan sekolah

Perlu kajian sisten penilaian yang lebih sesuai untuk SMK melalui penerapan pendidikan berbasis kompetensi (bukan kenaikan kelas) dan integrasi ranah kognitif, afektif dan psikomotor dalam satu kesatuan kompetensi

Perlu kajian kebijakan penerapan rapor yang memungkinkan rapor dikembangkan oleh sekolah sendiri sesuai kebutuhan daerah

Perlu kajian penerapan prakerin yang lebih efektif melalui need asesmen dengan DUDI, mekanisme penjurusan yang lebih sesuai dengan minat dan bakat siswa

Perlu kajian mekanisme dan strategi pengembangan kurikulum keahlian produktif yang selalu menyesuaikan dengan perkembangan iptek dan kebutuhan DUDI, serta penerapan SMK 4 tahun yang lebih efisien, efektif dan sesuai kebutuhan DUDI.

Referensi

Dokumen terkait

dan SIMPUS juga akan menambah waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan data pasien JKN. Untuk mengatasi belum terintegrasinya antara P-Care dengan SIMPUS, Puskesmas

Hasil yang didapatkan dari penelitian etika komunikasi dalam kearifan lokal tradisi temanten kucing adalah rumusan-rumusan beserta datum (kumpulan data) yang akan

bahwa dengan telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler

Apakah dengan adanya program acara Gema Pagi tersebut memberikan informasi terbaru dan pengetahuan terkait berita seputar Kota Ponorogo pada

Untuk mengatasi masalah-masalah belajar peserta didik tersebut, maka implikasi layanan bimbingan hendaknya disesuaikan dengan masalah belajar yang dihadapi oleh peserta

Dalam penelitian ini, model yang digunakan adalah oral glucose minimal model selama tes oral glucose tolerance test dengan menambahkan glukosa yang diserap oleh fungsi dan

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kondisi kecemasan lansia secara keseluruhan berada pada katagori sedang, kondisi kecemasan lansia ditinjau dari respon fisiologis

Jadi penulis menyimpulkan bahwa loyalitas pelanggan merupakan sebuah sikap yang menjadi dorongan perilaku untuk melakukan pembelian produk/jasa dari suatu