• Tidak ada hasil yang ditemukan

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAPATAN RUMAHTANGGA

8.1. Analisis Simulasi Kebijakan

Dalam analisis jalur struktural atau SPA sebelumnya telah diungkap

bagaimana efek multiplier pembangunan sektor infrastruktur jalan dan jembatan

tersebut di pancarkan ke rumahtangga ketika ada injeksi dana stimulus sebesar

satu rupiah. Pada pembahasan kali ini, dana stimulus tidak lagi sebesar satu

rupiah, namun sebesar nilai yang sudah ditetapkan dalam simulasi kebijakan

ekivalensi dengan satuan moneter yaitu dikalikan dengan perkiraan harga satuan

penanganan jalan per Km baik untuk KBI dan KTI.

Hasil simulasi kebijakan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 32 yang

menjabarkan besarnya persentase perubahan pendapatan rumahtangga ketika ada

injeksi dana stimulus pada sektor infrastruktur jalan dan jembatan. Kebijakan

pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan diyakini mampu meningkatkan

pendapatan rumahtangga. Efek multiplier dari kebijakan ini sebagaimana yang

dijelaskan dalam SPA sebelumnya akan dipancarkan paling kuat melalui

faktor-faktor produksi tenaga kerja dan modal sebelum sampai ke rumahtangga.

Meskipun rumahtangga kota atau desa yang berpendapatan tinggi mendapat efek

multiplier pendapatan dengan nilai paling tinggi, akan tetapi perubahan kenaikan

pendapatannya dari nilai dasar (baseline) ternyata relatif di bawah perubahan pertambahan pendapatan untuk golongan pendapatan rendah. Dengan kata lain

golongan pendapatan rendah sebenarnya lebih cepat merespon dampak stimulus

(2)

Dalam Tabel 31, jika diperhatikan perubahan persentase kenaikan

pendapatan rumahtangga untuk yang tergolong rendah di KBI dan KTI selalu

lebih besar pada setiap simulasi kebijakan yang diterapkan. Misalkan untuk

simulasi kebijakan pertama (Simulasi 1), kebijakan memberi stimulus fiskal

sebesar Rp. 4.570,164.28 juta untuk sektor infrastruktur jalan dan jembatan di KBI dan sebesar Rp. 7,049,315.86 juta di KTI sampai dengan tahun 2014, sebagaimana yang direncanakan dalam dokumen draft Rencana Pengembangan

Jaringan Jalan Nasional 2009, diperkirakan akan memberi dampak terhadap

pendapatan rumahtangga desa yang tergolong rendah di KBI meningkat sebesar

0.5018%. Sedangkan untuk rumahtangga kota pendapatan tinggi, akan meningkat

sebesar 0.4817%. Fenomena yang sama juga terlihat di KTI, pendapatan

rumahtangga yang tergolong rendah meningkatnya relatif lebih besar

dibandingkan pendapatan pada rumahtangga yang tergolong tinggi,

masing-masing sebesar 1.6179% dan 1.6151%.

Fakta lainnya juga menunjukkan, jika dilihat dari besarnya perubahan

pendapatan, efek interregional dari pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan

di KBI lebih menguntungkan rumahtangga di KTI, dibandingkan sebaliknya. Hal

ini divisualisasikan melalui Simulasi 2 dan Simulasi 3, serta yang lebih mencolok

pada Simulasi 4 dan Simulasi 5. Misalkan untuk Simulasi 4, pada saat seluruh

dana stimulus sebesar Rp. 11,619,480.14 juta diinjeksi ke sektor infrastruktur jalan dan jembatan di KTI, pendapatan rumahtangga di KTI rata-rata akan

meningkat sebesar 2.25%, sedangkan di KBI sebesar 0.21%. Sebaliknya, jika

semua dana stimulus tersebut dialirkankan ke KBI, pendapatan rumahtangga KBI

(3)

0.52%. Ini berarti, bila dilihat dari besarnya pertambahan pendapatan, spillover effect dari pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan akan lebih menguntungkan rumahtangga di KTI dibandingkan KBI.

Tabel 31. Dampak Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Terhadap Perubahan Pendapatan dan Distribusi Pendapatan Rumahtangga

Kawasan Wilayah/Golongan

Rumah Tangga Base Line Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 4 Simulasi 5

KBI Desa pendapatan Rendah 66 258 087.24 0.5018 0.3741 0.1277 0.9512 0.2104 Sedang 191 719 381.89 0.4940 0.3660 0.1280 0.9304 0.2110 Tinggi 396 453 790.73 0.4944 0.3659 0.1285 0.9303 0.2118 Kota pendapatan Rendah 97 731 657.86 0.4871 0.3579 0.1292 0.9100 0.2130 Sedang 305 748 782.33 0.4791 0.3498 0.1292 0.8894 0.2130 Tinggi 673 086 327.49 0.4817 0.3509 0.1308 0.8922 0.2156 KTI Desa pendapatan Rendah 3 849 232.04 1.6197 0.2061 1.4136 0.5239 2.3301 Sedang 17 213 363.93 1.4734 0.2109 1.2625 0.5362 2.0810 Tinggi 44 474 673.64 1.6909 0.2008 1.4901 0.5104 2.4562 Kota pendapatan Rendah 7 541 447.54 1.5563 0.2090 1.3472 0.5315 2.2206 Sedang 33 528 912.74 1.4847 0.2076 1.2771 0.5278 2.1051 Tinggi 84 801 110.59 1.6151 0.2021 1.4130 0.5137 2.3291 Keterangan :

Simulasi-simulasi kebijakan yang diaplikasikan adalah sebagai berikut :

Simulasi 1 : Stimulus fiskal untuk penambahan Jalan Nasional di KBI ekivalen Rp. 4.570,164.28 juta, dan di KTI Rp. 7,049,315.86 juta

Simulasi 2 : Penambahan Jalan Nasional di KBI saja ekivalen Rp. 4.570,164.28 juta. Simulasi 3 : Penambahan Jalan Nasional di KTI saja ekivalen Rp. 7,049,315.86 juta.

Simulasi 4 : Seluruh Penambahan Jalan Nasional diberikan pada KBI saja ekivalen Rp. 11,619,480.14 juta. Simulasi 5 : Seluruh Penambahan Jalan Nasional diberikan pada KTI saja ekivalen Rp. 11,619,480.14 juta.

8.2. Analisis Distribusi Pendapatan

Dapat dipastikan, hampir pada semua simulasi kebijakan pembangunan

infrastruktur jalan dan jembatan yang diterapkan menunjukkan bahwa

rumahtangga yang mempunyai pendapatan rendah lebih cepat responnya

dibandingkan rumahtangga pendapatan tinggi. Dengan kata lain, kebijakan publik

(4)

terhadap rumahtangga miskin dibandingkan rumahtangga tidak miskin yang

mempunyai pendapatan menengah ke atas. Akan tetapi, karena pertambahan

pendapatan dari rumahtangga miskin berbeda sedikit dengan pertambahan

pendapatan rumahtangga tidak miskin, akhirnya ketimpangan pendapatan

antargolongan rumahtangga dalam wilayah sendiri, masing-masing di KBI dan

KTI, tidak signifikan untuk dikurangi. Sebagaimana yang tercermin pada Tabel 32

di atas, penurunan indeks ketimpangan pendapatan antargolongan rumahtangga

dari angka base sangat kecil, bahkan dapat dikatakan tidak berubah sedikitpun.

8.2.1. Analisis Maximum to Minimum Ratio

Dari analisis Maximum to Minimum Ratio (MMR) seperti dalam Tabel 32 menunjukkan bahwa indeks ketimpangan pendapatan di KBI pada posisi base adalah 9.16, setelah disimulasikan kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan

jembatan, indeks ketimpangan terlihat tidak bergerak turun masih berkisar di

angka 9.16. Kondisi yang sama juga terjadi di KTI, kebijakan infrastruktur

tampak tidak mampu mereduksi ketimpangan pendapatan antargolongan

rumahtangga. Indeks ketimpangan tetap sebesar 21.03 untuk semua simulasi

kebijakan yang diaplikasikan, tidak berbeda dengan indeks ketimpangan base sebesar 21.03.

Berbeda jauh dengan ketimpangan pendapatan rumahtangga antarwilayah,

kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan saat ini sepertinya

mampu mereduksi ketimpangan yang terjadi. Terutama sekali bila pembangunan

infrastruktur tersebut dikonsentrasikan ke wilayah KTI. Melalui Simulasi 5

sebagai misal, ketimpangan antarwilayah untuk pendapatan rumahtangga dapat

(5)

nilai tambah (PDRB) yang merupakan pendapatan dari tenaga kerja, modal dan

lahan, dari nilai base sebesar 3.55 menjadi 3.47 atau menurun sebesar 0.08.

Tabel 32. Dampak Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Terhadap Ketimpangan Antarrumahtangga dan Nilai Tambah

Ketimpangan Antarrumahtangga Base Line Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 4 Simulasi 5 1. Dalam wilayah sendiri KBI 9.1586 9.1565 9.1562 9.1589 9.1526 9.1591 2. Dalam wilayah sendiri KTI 21.0307 21.0297 21.0298 21.0305 21.0284 21.0304 3. Antarwilayah KBI dgn KTI 173.8625 171.9043 174.1152 171.6506 174.5030 170.2493 Ketimpangan Nilai Tambah

Antarwilayah KBI dan KTI 3.55 3.50 3.55 3.50 3.57 3.47

8.2.2. Analisis Coefficient of Variation

Kebijakan sektor pembangunan jalan terhadap ketimpangan antar

rumahtangga setelah di analisis dengan metoda Coefficient of Variation (CV) memberikan hasil seperti pada Tabel 33 dibawah. Indeks ketimpangan

pendapatan di intra KBI pada posisi base adalah 0.7828, setelah disimulasikan kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, indeks ketimpangan

terlihat tidak bergerak turun masih berkisar di angka 0.7828 namun, bila injeksi

diberikan hanya di KBI atau KBI lebih besar dari KTI (Simulasi 1,2 dan 4)

menunjukkan negatif atau mengindikasikan kesenjangan yang berkurang di Intra

KBI . Kondisi yang sama juga terjadi di intra KTI, kebijakan infrastruktur tampak

tidak mampu mereduksi ketimpangan pendapatan antargolongan rumahtangga.

Indeks ketimpangan tetap sebesar 0.9461 untuk semua simulasi kebijakan yang

diaplikasikan, tidak berbeda dengan indeks ketimpangan base sebesar 0.9461. Berbeda jauh dengan ketimpangan pendapatan rumahtangga antarwilayah,

kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan saat ini sepertinya

(6)

infrastruktur tersebut dikonsentrasikan ke wilayah KTI. Melalui Simulasi 5

sebagai misal, ketimpangan antarwilayah untuk pendapatan rumahtangga dapat

direduksi dari nilai base sebesar 1.2725 menjadi 1.2687 atau penurunan terhadap base -0.0037. Dengan demikian baik dari analisis MMR maupun CV

menunjukkan bahwa upaya untuk mengurangi ketimpangan pembangunan

antarkawasan yakni KBI dan KTI dapat dilaksanakan dengan baik apabila

pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan tersebut lebih difokuskan pada

wilayah-wilayah pembangunan di KTI.

Tabel 33. Dampak Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Terhadap Ketimpangan Antarrumahtangga dan Nilai Tambah (Analysis Coefficient of Variation)

Diskripsi Kawasan Base Simulasi1 Simulasi2 Simulasi3 Simulasi4 Simulasi5

Analisa Covarian Intra KBI 0.7828 0.7828 0.7827 0.7828 0.7827 0.7828 Intra KTI 0.9461 0.9465 0.9461 0.9465 0.9461 0.9468 NKRI 1.2725 1.2704 1.2727 1.2702 1.2730 1.2687 Perubahan terhadap Base Intra KBI - 0.0000 -0.0001 0.0000 -0.0001 0.0000 Intra KTI - 0.0004 -0.0000 0.0004 -0.0001 0.0006 NKRI - -0.0020 0.0002 -0.0023 0.0006 -0.0037

Berdasarkan angka konversi biaya per km pembangunan jalan dan

jembatan di KBI dan KTI, dapat ditentukan seberapa besar efek multiplier

pendapatan yang diciptakan dari penambahan panjang jalan sepanjang 1 km untuk

masing-masing wilayah seperti yang disajikan dalam Tabel 34.

Penambahan jalan sepanjang 1 km di KBI akan memberi efek multiplier

terhadap kenaikan pendapatan rumahtangga secara keseluruhan sebesar Rp. 3.306 juta yang terdistribusi untuk rumahtangga KBI sendiri (efek multiplier

intraregion) sebesar Rp. 2.662 juta (80.52%), dan rumahtangga KTI (efek multiplier interregional) sebesar Rp. 643.68 juta (19.47%). Sementara itu, untuk

(7)

setiap penambahan jalan sepanjang 1 km di KTI, secara keseluruhan akan

membawa dampak multiplier kenaikan pendapatan rumahtangga sebesar

Rp. 932.78 juta dengan alokasi rumahtangga di KTI sendiri akan mendapat

manfaat kenaikan pendapatan sebesar Rp. 764.66 juta (81.97%), dan rumahtangga

di KBI sebesar Rp. 168.11 juta (18.02%).

Tabel 34. Dampak Pembangunan Jalan Sepanjang 1 Km Terhadap Pendapatan Rumahtangga

(rupiah)

Indikator Pendapatan 1 km di KBI 1 km di KTI

Pendapatan Rumahtangga Total

- KBI 2 662 939 321.71 168 114 168.94

- KTI 643 676 431.09 764 661 778.38

- Nasional 3 306 615 753.80 932 775 947.32

Pendapatan Rumahtangga Per Kapita *

- KBI 61.04 15.16

- KTI 14.75 68.94

* Asumsi Jumlah Rumah Tangga Tahun 2007 :

KBI = 43 625 110 KK

KTI = 11 092 087 KK

Dalam draft rencana jaringan jalan nasional 2009 dijabarkan bahwa

rencana penambahan jalan selama pembangunan jangka menengah nasional

tersebut adalah sepanjang 5.803.21 km yang terdistribusi untuk KBI sepanjang 2.321.28 km dan di KTI sepanjang 3.481.93 km. Berdasarkan hitungan yang diterapkan dengan menggunakan analisis multiplier SNSE dapat diestimasi berapa

tambahan pendapatan rumahtangga yang diciptakan melalui kebijakan tersebut

sebagaimana yang di paparkan dalam Tabel 35.

Realisasi rencana jaringan jalan nasional 2009 penambahan jalan di KBI

(sepanjang 2.321.28 km) diperkirakan akan menciptakan efek multiplier intraregional terhadap pertambahan pendapatan rumahtangga per kapita di KBI

(8)

pendapatan per kapita rumahtangga di KTI sebesar Rp. 8.562.46 per rumahtangga. Renstra pembangunan jalan (sepanjang 3.481.93 km) di KTI akan memberi dampak intraregional terhadap kenaikan pendapatan rumahtangga KTI sendiri

sebesar Rp. 240.035.59 per rumahtangga, dan dampak interregional terhadap pendapatan per kapita rumahtangga KBI sebesar Rp. 52.772.85 per rumahtangga.

Berdasarkan perhitungan pendapatan per kapita di atas, maka dapat

dikalkulasi besarnya pertambahan pendapatan rumahtangga secara menyeluruh

sebagai akibat dari realisasi konsep rencana jaringan jalan nasional 2009 yakni

sebesar Rp. 10.92 triliun, dengan alokasi untuk total pendapatan rumahtangga di

KBI sebesar Rp. 7.64 triliun, dan di KTI sebesar Rp. 3.25 triliun.

Tabel 35. Dampak Penambahan Panjang Jalan Sesuai Rencana Jaringan Jalan Nasional 2009 Terhadap Pendapatan Per Kapita Rumahtangga

(rupiah)

Indikator Pendapatan Penambahan Jalan

2 321.28 km di KBI 3 481.93 km di KTI

Pendapatan Per Kapita Rumahtangga

- KBI 35 423.57 52 772.85 - KTI 8 562.46 240 035.59 Total Rumahtangga - KBI 6 181 282 459 602.43 585 507 556 596.72 - KTI 1 493 674 906 276.80 2 662 591 751 436.52 - Nasional 7 674 957 365 879.23 3 248 099 308 033.23 8.3 Rangkuman

1. Kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan diyakini mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga. Efek multiplier dari kebijakan ini

sebagaimana yang dijelaskan dalam SPA sebelumnya akan dipancarkan

paling kuat melalui faktor-faktor produksi tenaga kerja dan modal sebelum

(9)

2. Meskipun rumahtangga kota atau desa yang berpendapatan tinggi mendapat efek multiplier pendapatan dengan nilai paling tinggi, akan

tetapi perubahan kenaikan pendapatannya dari nilai dasar (base line) ternyata relatif di bawah perubahan pertambahan pendapatan untuk

golongan pendapatan rendah. Dengan kata lain golongan pendapatan

rendah sebenarnya lebih cepat merespon dampak stimulus fiskal pada

sektor infrastruktur jalan dan jembatan.

3. Persentase kenaikan pendapatan rumahtangga untuk yang tergolong rendah di KBI dan KTI selalu lebih besar pada setiap simulasi kebijakan

yang diterapkan. Misalkan untuk simulasi kebijakan pertama (Simulasi 1),

kebijakan memberi stimulus fiskal sebesar Rp. 4.570,164.28 juta untuk sektor infrastruktur jalan dan jembatan di KBI dan sebesar Rp.

7,049,315.86 juta di KTI dalam kurun waktu 5 tahun sampai dengan tahun 2014, sebagaimana yang direncanakan dalam dokumen draft

Rencana Jaringan Jalan Nasional 2009, diperkirakan akan memberi

dampak terhadap pendapatan rumahtangga desa yang tergolong rendah di

KBI meningkat sebesar 0.5018%. Sedangkan untuk rumahtangga kota

pendapatan tinggi, akan meningkat sebesar 0.4817%. Fenomena yang

sama juga terlihat di KTI, pendapatan rumahtangga yang tergolong rendah

meningkatnya relatif lebih besar dibandingkan pendapatan pada

rumahtangga yang tergolong tinggi, masing-masing sebesar 1.6179% dan

1.6151%.

4. Fakta lainnya juga menunjukkan, jika dilihat dari besarnya perubahan pendapatan, efek interregional dari pembangunan infrastruktur jalan dan

(10)

jembatan di KBI lebih menguntungkan rumahtangga di KTI, dibandingkan

sebaliknya. Hal ini divisualisasikan melalui Simulasi 2 dan Simulasi 3,

serta yang lebih mencolok pada Simulasi 4 dan Simulasi 5. Misalkan

untuk Simulasi 5, pada saat seluruh dana stimulus sebesar Rp.

11,619,480.14 juta diinjeksi ke sektor infrastruktur jalan dan jembatan di KTI, pendapatan rumahtangga di KTI rata-rata akan meningkat sebesar

2.25%, sedangkan di KBI sebesar 0.21%. Sebaliknya, jika semua dana

stimulus tersebut dialirkankan ke KBI (Simulasi 4), pendapatan

rumahtangga KBI rata-rata akan meningkat sebesar 0.91%, sedangkan

rumahtangga di KTI sebesar 0.52%. Hal ini berarti, bila dilihat dari

besarnya pertambahan pendapatan, spillover effect dari pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan akan lebih menguntungkan rumahtangga

di KTI dibandingkan KBI.

5. Dapat dipastikan, hampir pada semua simulasi kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang diterapkan menunjukkan bahwa

rumahtangga yang mempunyai pendapatan rendah lebih cepat responnya

dibandingkan rumahtangga pendapatan tinggi. Dengan kata lain, kebijakan

publik yang menyangkut infrastruktur jalan dan jembatan lebih kuat

pengaruhnya terhadap rumahtangga miskin dibandingkan rumahtangga

tidak miskin yang mempunyai pendapatan menengah ke atas. Akan tetapi,

karena pertambahan pendapatan dari rumahtangga miskin berbeda sedikit

dengan pertambahan pendapatan rumahtangga tidak miskin, akhirnya

ketimpangan pendapatan antargolongan rumahtangga dalam wilayah

(11)

Sebagaimana yang tercermin pada Tabel 33 dan Tabel 34 di atas,

penurunan indeks ketimpangan pendapatan antargolongan rumahtangga

dari angka base sangat kecil, bahkan dapat dikatakan tidak berubah sedikitpun baik pengukuran MMR maupun CV. Indeks ketimpangan

pendapatan di KBI pada posisi base adalah 9.16 (MMR) dan 0.7828 (CV), setelah disimulasikan kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan

jembatan, indeks ketimpangan terlihat tidak bergerak turun masih berkisar

di angka 9.16 dan 0.7828. Kondisi yang sama juga terjadi di KTI,

kebijakan infrastruktur tampak tidak mampu mereduksi ketimpangan

pendapatan antargolongan rumahtangga. Indeks ketimpangan tetap sebesar

21.03 (MMR) dan 0.9461 (CV) untuk semua simulasi kebijakan yang

diaplikasikan, tidak berbeda dengan indeks ketimpangan base.

6. Berbeda dengan ketimpangan pendapatan rumahtangga antarwilayah, kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan saat ini

sepertinya mampu mereduksi ketimpangan yang terjadi. Terutama sekali

bila pembangunan infrastruktur tersebut dikonsentrasikan ke wilayah KTI.

Melalui Simulasi 5 sebagai misal, ketimpangan antarwilayah untuk

pendapatan rumahtangga dapat direduksi dari nilai base sebesar berkurang -3.61 (MMR) atau dengan CV berkurang -0.0037, dan untuk

ketimpangan nilai tambah (PDRB) dari nilai base sebesar 3.55 menjadi 3.47. Upaya untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antarkawasan

yakni KBI dan KTI dapat dilaksanakan dengan baik apabila pembangunan

infrastruktur jalan dan jembatan tersebut lebih difokuskan pada

Gambar

Tabel 31.  Dampak Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan  Terhadap Perubahan Pendapatan dan Distribusi Pendapatan  Rumahtangga

Referensi

Dokumen terkait

 Dengan sikap displin yang dimiliki juga akan meningkatkan kualitas diri dan kualitas mutu sekolah.  Rasa sungkan untuk datang terlamabat sangat di rasakan oleh guru

Perusahaan yang memiliki total aset dan net seles yang besar memiliki akses yang lebih banyak dari pada perusahaan kecil terkait dengan sumber pendanaan dan lebih dipercaya oleh

[r]

Oleh karena itu, menurut Ahmad Kosasih, paling tidak terdapat tiga macam pandangan dari kelompok agama, termasuk umat Islam terhadap HAM yang dideklarasikan tahun

Rapat Pem!han Pengurus III Pemu"a Pan#as!a $e#amatan Pa"ang Bo!a%& sete!ah : MENIMBANG

Berbagai nubuatan yang tercatat di dalam Alkitab yang telah digenapi secara literal seharusnya sudah mampu meyakinkan setiap orang Kristen untuk mengakui kekristenan adalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji unjuk kerja gasifikasi ampas tebu menggunakan gasifier unggun tetap tipe downdraft dilihat dari aspek suhu proses,