• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME. Kata kunci : konstruktivisme, pengetahuan, proses belajar, guru, siswa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME. Kata kunci : konstruktivisme, pengetahuan, proses belajar, guru, siswa."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

ABSTRAK

Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.

Tujuan teori ini adalah adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab seseorang itu sendiri, mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya, membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap, mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih memfokoskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka, bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan meraka melalui asimilasi dan akomodasi. Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, siswa-lah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan teman atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya.

Kata kunci : konstruktivisme, pengetahuan, proses belajar, guru, siswa.

A. Pendahuluan

Perkembangan dan kemajuan zaman yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan menyebabkan dunia ini sangat bervariasi dan terdapat hal-hal yang menarik untuk diketahui. Berbagai aspek yang mengalaimi perkembangan misalnya, bidang IPTEK, bidang penelitian, bidang kepemerintahan, bidang pendidikan dan berbagai bidang-bidang lainya. Adanya berbagai perubahan ini bermuara pada suatu hal yaitu pada bidang Pendidikan. Bidang Pendidikn merupakan faktor mendasar dalam berbagai hal untuk memperbaiki sumber daya manusia yang handal.

Upaya membangun sumber daya manusia ditentukan oleh karakteristik manusia dan masyarakat masa depan yang dikehendaki. Karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki tersebut adalah manusia-manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang

(2)

2 terus menerus untuk menemukan diri sendiri dan menjadi diri sendiri yaitu suatu proses (to) learn to be. Mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya. ( Raka Joni , 1990) 1

Langkah strategis bagi perwujudan tujuan di atas adalah adanya layanan ahli pendidikan yang berhasil guna dan berdaya guna tinggi. Student active learning atau pendekatan cara belajar siswa aktif di dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang mengukui sentralitas peranan siswa di dalam proses belajar, adalah landasan yang kokoh bagi terbentuknya manusia-manusia masa depan yang diharapkan.

Untuk melaksanakan itu semua diperlukan penanganan yang memberikan perhatian terhadap aspek strategis pendekatan yang tepat ketika individu belajar. Dengan kata lain, pendidikan ditantang untuk memusatkan perhatian pada terbentuknya manusia masa depan yang memiliki karakteristik diatas. Kajian terhadap teori belajar konstruktivistik dalam kegiatan belajar dan pembelajaran memungkinkan menuju kepada tujuan tersebut. Dalam makalah ini akan dibahas secara lebih spesifik mengenai definisi, tujuan, karakteristik, kelebihan dan kekurangan, ruang lingkup serta langkah-langkah dalam teori belajar dan pembelajaran konstruktivisme.

B. Pembahasan

1. Pengertian, ruang lingkup teori belajar konstruktivisme

Teori belajar konstruktivisme ini bertitik tolak dari teori pembelajaran Behaviorisme yang didukung oleh B.F Skinner yang mementingkan perubahan tingkah laku pada pebelajar. Pembelajaran dianggap berlaku apabila terdapat perubahan tingkah laku kepada pelajar, contohnya dari tidak tahu kepada tahu. Hal ini, kemudiannya beralih kepada teori pembelajaran kognitivisme yang diperkenalkan oleh Jean Piaget di mana ide utama pandangan ini adalah mental.

(3)

3 Semua dalam diri individu diwakili melalui struktur mental dikenal sebagai skema yang akan menentukan bagaimana data dan informasi yang diterima, difahami oleh manusia. Jika ide tersebut sesuai dengan skema, ide ini akan diterima begitu juga sebaliknya dan seterusnya lahirlah teori pembelajaran konstruktivisme yang merupakan pandangan terbaru di mana pengetahuan akan dibangun sendiri oleh pembelajar berdasarkan pengetahuan yang ada pada mereka. Makna pengetahuan, sifat-sifat pengetahuan dan bagaimana seseorang menjadi tahu dan berpengetahuan, menjadi perhatian penting bagi aliran konstruktivisme.

Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak-kotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia. Oleh karena itu, pada saat manusia belajar menurut Piaget, sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi.

Beda halnya dengan Vigotsky, bahwa proses belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologi sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses ayng lebih tinggi dan essensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya. 2

Pada dasarnya perspektif ini mempunyai asumsi bahwa pengetahuan lebih bersifat kontekstual daripada absolut, yang memungkinkan adanya penafsiran jamak (multiple perspektives) bukan hanya satu perspektif saja. Hal ini berarti bahwa “pengetahuan dibentuk menjadi pemahaman individual melalui interaksi dengan lingkungan dan orang lain”. Peranan kontribusi siswa terhadap makna, pemahaman, dan proses belajar melalui kegiatan individual dan sosial menjadi sangat penting.

2 Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogyakarta: Ar-Ruzz Media,

(4)

4 Perspektif konstruktivisme mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan yang bersifat subyektif.

Jadi, konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

Von Glasersfeld mengatakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya. 3

Menurut para penganut konstruktiv, pengetahuan dibina secara aktif oleh seseorang yang berfikir. Seseorang tidak akan menyerap pengetahuan dengan pasif. Untuk membangun suatu pengetahuan baru, peserta didik akan menyesuaikan informasi baru atau pengalaman yang disampaikan guru dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimilikinya melalui berintekrasi sosial dengan peserta didik lain atau dengan gurunya. 4 Konsep

3 Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), 23.

4 Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi Teori dan Aplikasi, (Bandung: Pakar

(5)

5 teori belajar konstruktivisme mempunyai interpretasi perwujudan yang beragam. Belajar merupakan proses aktif untuk mengkonstruksi pengetahuan dan bukan proses menerima pengetahuan. Proses pembelajaran yang terjadi lebih dimaksudkan untuk membantu atau mendukung proses belajar, bukan sekedar untuk menyampaikan pengetahuan.

Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.

Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, siswa-lah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.

Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian diaplikasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya tujuan dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada peserta didik.

Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik yaitu:

1. Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan.

(6)

6 2. Mengutamakan proses.

3. Menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman sosial. 4. Pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.

Dalam konsep belajar Konstruktivistik, fornot mengemukakan aspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut: adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan makna (the construction of meaning).5

Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget, adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui empat proses yaitu skemata, asimilasi dan akomodasi dan Equilibrium. 6

Skemata, manusia selalu berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Manusia cendrung mengorganisasikan tingkah laku dan pikirannya. Hal itu mengakibatkan adanya sejumlah struktur spikologis yang berbeda bentuknya pada setiap fase atau tingkatan perkembangan tingkah laku dan kegiatan berfikir manusia. Struktur ini disebut dengan struktur pikiran (intelektual scheme). Dengan demikian, pikiran harus memiliki suatu struktur yaitu skema yang berfungsi melakukan adaptasi dengan lingkungan dan menata lingkungan itu secara intelektual.

Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini terus berjalan. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru.

5 Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran, (Jogyakarta: Ar Ruzz Media,

2011), 117.

(7)

7 Akomodasi dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.

Equilibrium (keseimbangan), individu berusaha untuk mencapai struktur mental atau skemata yang stabil, dalam artian adanya keseimbangan antara proses asimilasi dan proses akomodasi. Seandainya hanya terjadi asimilasi secara kontinue, maka yang bersangkutan hanya akan memiliki beberapa skemata global dan tidak mampu melihat perbedaan antara berbagai hal. Sebaliknya jika hanya ada akomodasi saja yang terjadi secara kontinue, maka individu akan hanya memiliki skemata yang kecil-kecil saja, dan mereka tidak memiliki skemata yang umum. Itulah sebabmya, ada keserasian diantara asimilasi dan akomodasi yang oleh J. Piaget disebut dengan keseimbangan.

Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan. Akibat ketidakseimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang (desquilibrium- Equilibrium). Tetapi bila terjadi keseimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih memfokoskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka, bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan

(8)

8 kata lain siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan meraka melalui asimilasi dan akomodasi.

Adapun tujuan dari teori ini adalah:

a. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab seseorang itu sendiri.

b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.

c. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.

d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekan pada proses belajar bagaimana belajar itu. 7 Adapun karakteristik / ciri pembelajaran dalam konstruktivisme adalah sebagai berikut : 8

a. Memberi peluang kepada siswa untuk membina pengetahuan baru melalui keterlibatannya dalam dunia sebenarnya.

b. Mendorong ide-ide siswa sebagai panduan merancang pengetahuan. c. Mendukung pembelajaran secara koperatif.

d. Mendorong dan menerima usaha dan hasil yang diperoleh siswa. e. Mendorong siswa mau bertanya dan berdialog dengan guru.

f. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.

g. Mendorong proses inkuiri siswa melalui kajian dan eksprerimen. 2. Langkah-langkah belajar konstruktivisme

Sebagai pelengkap akan saya paparkan perbandingan teori konstruktivisme dengan teori yang lain. Dalam hal ini Brooks dan brooks memberikan perbandingan menarik antara kelas konstruktivisme dan tradisional sebagai berikut : 9

7 Ibid., 108.

8 Ibid., 109

9 Agus Suprijono, Cooperative Learnig Teori dan Aplikasi PAIKEM (Yogyakarta: Pustaka Belajar,

(9)

9 Tabel 1.

Kelas Konstruktivisme Dan Tradisional

Konstruktivisme Tradisional

Kegiatan belajar bersandar pada materi hands-on

Kegiatan belajar bersandar pada tex-books

Presentasi materi dimulai dengan keseluruhan kemudian pindah ke bagian-bagian

Presentasi dimulai dari bagian-bagian, kemudian pindah ke keseluruhan

Menekankan pada ide-ide besar Menekankan pada

keterampilan-keterampilan dasar

Guru mengikuti pertanyaan siswa Guru mengikuti kurikulum yang pasti Guru menyiapkan lingkungan belajar

dimana siswa dapat menemukan pengetahuan

Guru mempresentasikan informasi kepada peserta didik

Guru berusaha membuat peserta didik mengungkapkan sudut pandang dan pemahaman mereka sehingga mereka

dapat memahami pembelajaran

mereka

Guru berusaha membuat peserta didik memberikan jawaban yang benar

Assesmen diintegrasikan dengan

belajar mengajar melalui portopolio dan observasi

Assesmen adalah kegiatan tersendiri dan terjadi melalui testing

S. Degeng mengomparasikan antara behaviorisme dan konstruktivisme sebagai berikut :

Tabel 2.

Komparasi Teori Behavioristik dan Konstruktivistik

Aspek Behaviorisme Konstruktivisme

Sifat pengetahuan Pengetahuan bersifat objektif,pasti, tetap, terstruktur, rapi Non-objektif, temporer selalu berubah

Belajar Belajar adalah perolehan

pengetahuan

Pemaknaan pengetahuan

Mengajar Memindahkan pengetahuan

kepada orang yang beajar

Menggali makna

Fungsi mind Penjiplak struktur pengetahuan Menginterpretasi sehingga muncul makna uang unik Pembelajaran Pembelajar diharapkan

memiliki pemahaman yang sama dengan pengajar

Pembelajar bisa memiliki pemahaman berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari

(10)

10

terhadap pengetahuan yang dipelajari

Pengelolaan Pembelajaran

Pembelajar dihadapkan pada aturan yang jelasyang

ditetapkan lebih dahulu secara ketat

Pembiasaan (disiplin) sangat esensial

Pembelajar dihadapkan pada lingkungan belajar yang bebas

Kebebasan merupakan sistem yang sangat esensial

Kegagalan dan keberhasilan pembelajaran Kegagalan atau ketidakmampuan dalam menambah pengetahuan dikategorikan sebagai KESALAHAN, HARUS DIHUKUM.

Keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas dipuji atau diberi hadiah

Kegagalan atau

keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai

Ketaatan kepada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan.

Kontrol belajar dipegang oleh sistem diluar diri pembelajar

Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan

Kontrol belajar dipegang oleh pembelajar

Tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran

menekankan pada penambahan pengetahuan.

Seseorang dikatakan telah belajar apabila mampu mengungkapkan kembali apa yang dipelajari

Tujuan pembelajaran menekankan pada penciptaan pemahaman, yang menuntut aktifitas kreatif-produktif dalam konteks nyata

Strategi pembelajaran

Keterampilan terisolasi mengikuti urutan kurikulum ketat.

Aktivitas mengikuti buku teks. Menekankan pada hasil

Penggunaan pengetahuan secara bermakna. Mengikuti pendangan pembelajar.

Aktivitas belajar dalam konteks nyata.

Menekankan pada proses

Evaluasi Respons pasif.

Menuntut satu jawaban benar. Evaluasi merupakan bagian terpisah dari belajar.

Penyusunan makna secara aktif.

Menuntut pemecahan ganda.

Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar

(11)

11 Pembelajaran berbasis konstruktivisme merupakan belajar artikulasi, yaitu proses mengartikulasi ide, pikiran, dan solusi. Belajar tidak hanya mengontruksikan makna dan mengembangkan pikiran, namun juga memperdalam proses-proses pemaknaan tersebut melalui peng-akspresian ide-ide.

Implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Orientasi, merupakan fase untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik. Memperhatikan dan mengembangkan motivasi terhadap topik materi pembelajaran.

2. Elicitasi, merupakan fase untuk membantu peserta didik menggali ide-ide yang dimilikinya dengan memberi kesemptan kepada peserta didik untuk mendiskusikan atau menggambarkan pengetahuan dasar atau ide mereka melalui poster, tulisan yang dipresentasikan kepada seluruh peserta didik.

3. Restrukturisasi ide, dalam hal ini peserta didik melakukan klarifikasi ide dengan cara mengontraskan ide-idenya dengan ide orang lain atau teman lalui diskusi.

4. Aplikasi ide, dalam langkah ini ide atau pengetahuan yang telah dibentuk peserta didik perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi.

5. Reviu, dalam fase ini memungkinkan peserta didik mengaplikasikan pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, merevisi gagasannya dengan menambah suatu keterangan atau dengan cara mengubahnya menjadi lebih lengkap. 10

Menurut A. Battencourt, mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi, mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri.11

10 Ibid., 41-42.

(12)

12 Menurut prinsip konstruktivis, seorang guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Tekanan ada pada siswa yang belajar dan bukan pada disiplin atau pun guru yang mengajar. Fungsi mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut: 12

1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian. Karena itu, memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama seorang guru.

2. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa. Guru harus menyemangati siswa. Guru perlu menyediakan pengalaman konflik.

3. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran si siswa jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mcmpertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa.

Agar peran guru berjalan dengan optimal:

a. Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan.

b. Guru perlu membicarakan tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas bersama siswa.

c. Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa. Ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai pelajar di tengah pelajar.

12 Ibid., 66

(13)

13 d. Guru perlu meningkatkan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar. Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa, karena kadang siswa berpikir berdasarkan pengandaian yang tidak diterima guru. 13

Dalam menerapkan teori kontruktivisme dalam belajar dapat digunakan model pembelajaran yang melibatkan beberapa langkah, 14 yaitu:

a. Pengenalan

b. Pembelajaran kompetensi c. Pemulihan

d. Pendalaman e. Pengayaan

Tahap pengenalan merupakan pemberian hal-hal yang konkrit dan mudah dengan contoh-contoh sederhana yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap ini, guru perlu mencermati melalui penilaian prakonsep atau kompetensi awal yang dimiliki peserta didik untuk maju ke tahap berikutnya. Tahap pembelajaran kompetensi merupakan tahap di mana peserta didik mulai beranjak dari mengenali kompetensi baru ke menguasai kompetensi dasar. Hasil penilaian akan menunjukkan apakah peserta didik perlu diberi tahapan pemulihan, yaitu tahap di mana peserta didik memulihkan prakonsep menjadi suatu konsep/kompetensi secara benar.

Bila peserta didik telah menguasai kompetensi secara benar, guru dapat menilai sejauh mana minat, potensi, dan kebutuhan dalam penguasaan kompetensi dasar. Apabila peserta didik cukup berminat dan kompetensi dasar telah dikuasai secara tuntas, tahap pemulihan dapat dilewati dan maju ke tahap berikutnya yaitu tahap pendalaman. Apabila tahap pendalaman telah dilaksanakan, terdapat otomatisasi berpikir dan bertindak sebagai

13 Paulina Pannen, Konstruktivisme dalam Pembelajaran, (Jakarta: Proyek Pengambangan

Universitas Terbuka Dirjen Dikti Depdiknas, 2001), 24

(14)

14

perwujudan kompetensi. Selanjutnya, dapat diberikan tahap pengayaan agar peserta didik memperoleh variasi pengalaman belajar. Berbagai latihan dapat digunakan untuk mendalami atau memperkaya kompetensi.

Penilaian yang dilakukan menunjukkan apakah suatu kompetensi telah tuntas dikuasai atau belum. Dari hasil penilaian dapat diketahui jenis-jenis latihan yang perlu diberikan kepada peserta didik sebagai pemulihan, pendalaman, dan pengayaan.

Perlu kami pertegas, bahwa strategi pembelajaran perlu mengikuti kaedah pedagogik, yaitu pembelajaran diawali dari konkret ke abstrak, dari yang sederhana ke yang kompleks, dan dari yang mudah ke sulit. Peserta didik perlu belajar secara aktif dengan berbagai cara untuk mengkontruksi atau membangun pengetahuannya. Suatu rumus, konsep, atau prinsip dalam mata pelajarn sebaiknya dibangun siswa dalam bimbingan guru. Strategi pembelajaran perlu mengkondisikan peserta didik untuk menemukan pengetahuan sehingga mereka terbiasa melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu.

C. Kesimpulan

Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya.

Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih memfokoskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka, bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan meraka melalui asimilasi dan akomodasi.

Menurut prinsip konstruktivis, seorang guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik.

(15)

15 Tekanan ada pada siswa yang belajar dan bukan pada disiplin atau pun guru yang mengajar.

Dalam menerapkan teori kontruktivisme dalam belajar dapat digunakan model pembelajaran yang melibatkan beberapa langkah, yaitu:

1. Pengenalan 2. Pembelajaran kompetensi 3. Pemulihan 4. Pendalaman 5. Pengayaan D. DAFTAR PUSTAKA

Asri Budiningsih, 2005, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Renika Cipta. Agus Suprijono, 2012, Cooperative Learnig Teori dan Aplikasi PAIKEM.

Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, 2007, Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Ella Yulaelawati, 2004, Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi Teori dan Aplikasi. Bandung: Pakar Raya.

Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2011, Belajar dan Pembelajaran. Jogyakarta: Ar Ruzz Media

Paulina Pannen, 2001, Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Jakarta: Proyek Pengambangan Universitas Terbuka Dirjen Dikti Depdiknas.

Paul Suparno, 1997, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius.

(16)

16

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

KONSTRUKTIVISME

ARTIKEL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Teori Belajar Dan Pembelajaran PAI”

Pengampu Bapak Dr. Buna’i, S.Ag., M.Pd.

OLEH :

MOHAMMAD IMAM SYAMRONI LATIF NIM. 18201321025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM MAGISTER (S2)

Referensi

Dokumen terkait

Bahan baku berupa nikel laterit sebagai umpan ke dalam kupola sebelumnya dilakukan sinter, selama proses sinter terjadi oksida nikel mengalamai reduksi sempurna

ekstrapolasi ke kekuatan ion sama dengan nol, maka y± pada berbagai konsentrasi akan dapat dihitung (γ± = so/s).. Nilai I terendah yang dapat digunakan untuk mengukur

Dengan kata lain akhlak merupakan sifat-sifat bawaan manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya Al-Qur'an selalu menandaskan, bahwa

(3) Pendidikan tinggi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diarahkan untuk menghasilkan Tenaga Kesehatan yang bermutu sesuai dengan Standar Profesi dan

Saint Helena Pound SHP £ £ Saudi Arabia Riyal SAR ﷼ ﷼ Serbia Dinar

Mengingat besarnya ketiga variabel bebas tersebut hanya berpengaruh nilai R squares (R 2 ) sebesar 0,401, nilai tersebut menunjukkan bahwa 40,1% varians yang terjadi terhadap

Rumusan yang dapat diambil daripada perbincangan kumpulan fokus ini jelas menunjukkan keseluruhan informan bersetuju menyatakan bahawa posting visual yang