• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER-SUSTER SANTA PERAWAN MARIA (SPM) AMERSFOORT DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PARA GURU PERKUMPULAN DHARMAPUTRI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Il

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERANAN SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER-SUSTER SANTA PERAWAN MARIA (SPM) AMERSFOORT DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PARA GURU PERKUMPULAN DHARMAPUTRI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Il"

Copied!
250
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN SPIRITUALITAS KONGREGASI

SUSTER-SUSTER SANTA PERAWAN MARIA (SPM) AMERSFOORT DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS

PARA GURU PERKUMPULAN DHARMAPUTRI

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Viyani Istiningsih

NIM: 101124048

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

♥ Yesus Sang Guru Sejati dan Sahabatku yang setia membimbing dan menguatkanku.

♥ Para Suster Kongregasi SPM Amersfoort yang telah memberikan dukungan kasih dan kepercayaan selama masa studiku.

♥ Ibunda tercinta dan adikku sekeluarga yang selalu setia mendukung dengan doa, semangat, dan cinta nan tulus

dalam peziarahan hidup dan panggilanku.

(5)

v MOTTO

“Alangkah Baiknya Tuhan yang Mahabaik” (Seruan St. Yulia Billiart)

“Kesemuanya hanyalah demi kemuliaan Allah, kepada-Mulah kuserahkan diriku” (Kutipan Doa Pater Mathias Wolff, S.J.)

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Judul skripsi PERANAN SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER-SUSTER SANTA PERAWAN MARIA (SPM) AMERSFOORT DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PARA GURU PERKUMPULAN DHARMAPUTRI dipilih berdasarkan kenyataan yang terjadi dalam karya pelayanan bidang pendidikan milik Kongregasi Suster-suster SPM. Karya pendidikan milik para Suster SPM yang berada dalam naungan Perkumpulan Dharmaputri (PDp), mengalami dua keprihatinan mendasar. Pertama, para pelaksana bidang pendidikan kurang memahami, menghayati, dan mengamalkan spiritualitas Kongregasi SPM. Kedua, kurangnya kualitas kepribadian pelaksana perutusan bidang pendidikan. Dua keprihatinan yang saling berkaitan ini, mendesak untuk diolah dan ditingkatkan.

Oleh sebab itu, penulis berusaha menggali dan mendeskripsikan pemahaman tentang spiritualitas Kongregasi Suster-suster SPM dan profesionalitas guru. Profesionalitas guru lebih difokuskan pada kompetensi kepribadian. Kompetensi ini merupakan landasan utama bagi kompetensi pedagogik, sosial, dan profesional. Selanjutnya, penulis berusaha memberikan gambaran konkret pemahaman dan penghayatan spiritualitas Kongregasi SPM dalam meningkatkan kompetensi kepribadian guru Perkumpulan Dharmaputri, melalui penelitian. Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman dan penghayatan spiritualitas Kongregasi SPM, yaitu “kesamaan martabat manusia sebagai citra Allah” telah dipahami oleh para guru PDp. Namun, para guru menyadari keterbatasan pemahaman dan penghayatan spiritualitas Kongregasi SPM. Oleh sebab itu, mereka masih membutuhkan pembinaan berkelanjutan untuk meningkatkan pemahaman dan penghayatan mereka tentang spiritualitas Kongregasi SPM. Mereka menyadari pula bahwa dengan memahami dan menghayati serta mengaktualisasikan spiritualitas Kongregasi SPM, kualitas kompetensi kepribadian mereka menjadi lebih baik.

(9)

ix

ABSTRACT

The title THE ROLE of THE SISTERS of OUR LADY CONGREGATION of AMERSFOORT SPIRITUALITY IN INCREASING

PROFESIONALISM AMONG TEACHERS of DHARMAPUTRI

ASSOCIATION was selected based on true events happening in educational works by Sisters of Our Lady Congregation (SPM). The educational works which also belong to Dharmaputri Association (PDp) felt two great concerns. The first concern to appear was the lack of understanding, comprehension, and implementation of The Sisters of Our Lady Congregation among the educational workers. Meanwhile the second concern was the fact that the workers’ personal quality apparently went down. These two related concerns, therefore, sought for improvement.

The writer attempted to seek and describe a better understanding of The Sisters of Our Lady Congregation spirituality and teacher professionalism. Teacher professionalism was narrowed down into personality competency which is the basis of pedagogical, social, and professional competencies. Next, the writer attempted to show a concrete understanding and the spirituality comprehension of The Sisters of Our Lady Congregation in increasing personality competency among teachers of Dharmaputri Association. Thus, a qualitative research was conducted to help the writer show the understanding.

The results of the research showed that teachers of Dharmaputri Association had understood as well as comprehended the spirituality of The Sisters of Our Lady Congregation, which is “Human’s dignity as the image of God”. However, teachers were aware of limited understanding and comprehension on the spirituality. Therefore, they needed a continuous development to increase their understanding and comprehension. They admitted the importance of understanding and comprehending the spirituality to gain their personal competence.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah yang Bapa Mahabaik karena kasih dan kebaikan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peranan Spiritualitas Kongregasi Suster-Suster Santa Perawan Maria (SPM) Amersfoort dalam Meningkatkan Profesionalitas Para Guru Perkumpulan Dharmaputri”.

Skripsi ini disusun berdasarkan keprihatian mendasar yang terjadi dalam karya kerasulan Kongregasi Suster-Suster SPM bidang pendidikan. Pertama, para guru Perkumpulan Dharmaputri (PDp) masih belum memahami, menghayati, dan mengamalkan spiritualitas Kongregasi SPM. Kedua, para guru PDp masih belum memiliki kualitas kepribadian yang mantap. Kedua hal tersebut saling berkaitan. Artinya, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan spiritualitas Kongregasi SPM secara baik, dapat meningkatkan kompetensi kepribadian dan berdampak pada peningkatan profesionalitas para guru PDp. Oleh sebab itu, penulis memberi gambaran konkret melalui penelitian terhadap para guru PDp di wilayah Malang II dengan pendekatan penelitian kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, penulis mengusulkan program katekese model Shared Christian Praxis (SCP) bagi para guru PDp sebagai salah satu bentuk usaha untuk memahami dan menghayati spiritualitas Kongregasi SPM secara lebih baik dan mendalam.

(11)

xi

1. Rm. Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M. Ed., selaku Kaprodi IPPAK-USD yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi di Prodi IPPAK-USD, hingga selesainya skripsi ini.

2. Rm. Dr. J. Darminta, S.J., dosen pembimbing utama yang telah menyediakan hati dan diri, untuk membimbing dengan sabar, memberi masukan-masukan, dan kritikan-kritikan sehingga penulis termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.

3. Rm. Dr. C.B. Putranta, S.J., selaku dosen pembimbing akademik dan penguji II yang telah memberikan perhatian selama studi hingga selasainya skripsi ini. 4. Bapak Y. Kristianto, SFK., M. Pd., selaku dosen penguji III yang telah menyediakan diri dan memberi masukan kepada penulis dalam mempersiapkan penelitian, hingga akhir penulisan skripsi ini.

5. Segenap Staf Dosen, Sekretariat, Perpustakaan, serta seluruh karyawan Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan mendampingi penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.

6. Sr M. Anita SPM, selaku provinsial dan segenap suster Dewan Pengurus Provinsi Indonesia, serta para suster SPM yang telah memberi kepercayaan dan aneka dukungan kepada penulis untuk melaksanakan tugas studi, dari awal masa studi hingga selesainya skripsi ini.

(12)

xii

senantiasa diperkaya, dan diperkembangkan selama melaksanakan tugas studi hingga selesainya skripsi ini.

8. Para suster Kepala Sekolah yang telah memperkenankan penulis melakukan penelitian di unit-unit sekolah wilayah Malang II dan para guru yang telah berkenan menjadi responden penelitian, hingga skripsi ini dapat diselesaikan. 9. Ibu, adik beserta keluarganya, dan sahabat yang selalu setia memberikan

semangat, doa, dan kasih nan tulus selama penulis melaksanakan tugas studi di Yogyakarta hingga selesainya skripsi ini.

10. Teman-teman mahasiswa, angkatan 2010/2011 yang turut mengutuhkan pribadi penulis, dengan segala keunikan pribadi dalam angkatan, untuk bersama berjuang menjadi pewarta kabar gembira.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah mendukung dengan berbagai bantuan hingga selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan, pemahaman, dan pangalaman sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari para pembaca demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 1 September 2014 Penulis

(13)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang. ... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penulisan ... 8

F. Sistematika Penulisan. ... 9

BAB II. SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER-SUSTER SPM MENDASARI PROFESIONALITAS PARA GURU PERKUMPULAN DHARMAPUTRI ... 11

A. Kongregasi Suster-suster SPM. ... 11

1. Sejarah Singkat Kongregasi Suster SPM ... 11

2. Gerak Kongregasi SPM ... 13

a. Visi. ... 13

b. Misi... 14

(14)

xiv

a. Arti dan Makna Spiritualitas ... 14

b. Unsur Dasar Spiritualitas ... 15

c. Inti Spiritualitas SPM ... 15

d. Arti Kesamaan Martabat ... 16

e. Pemahaman Manusia Citra Allah ... 16

1) Perjanjian Lama ... 17

2) Perjanjian Baru ... 19

3) Konsitusi Pastoral “Gaudium et Spes” ... 20

4) Ensiklik “Evangelium Vitae” ... 22

f. Pemahaman Manusia sebagai Rekan Kerja Allah ... 23

1) Perjanjian Lama ... 24

2) Perjanjian Baru ... 25

3) Konsitusi Pastoral “Gaudium et Spes” ... 25

4) Ensiklik “Evangelium Vitae” ... 26

g. Kesamaan Martabat Manusia Citra Allah ... 27

1) Berdasarkan Konstitusi Kongregasi Suster SPM ... 27

a) Keteladanan Yesus Kristus ... 29

b) Keteladanan Santa Perawan Maria ... 29

2) Berdasarkan Penghayatan Hidup Santa Yulia Billiart dan Pater Mathias Wolff, S.J. ... 30

a) Santa Yulia Billiart ... 30

b) Pater Mathias Wolff, S.J. ... 32

h. Ikhtisar ... 33

B. Profesionalitas Guru ... 36

1. Pengertian Profesionalitas ... 36

2. Prinsip Profesionalitas ... 37

3. Pengertian Guru ... 38

4. Hakikat Profesi Guru ... 39

5. Hakikat Tugas Guru ... 40

a. Guru sebagai Pendidik ... 40

(15)

xv

6. Standar Guru Profesional ... 44

a. Standar Kualifikasi ... 44

b. Standar Kompetensi ... 46

1) Kompetensi Kepribadian ... 46

2) Kompetensi Pedagogik... 48

3) Kompetensi Sosial ... 49

4) Kompetensi Profesional ... 49

c. Standar Sertifikasi ... 50

C. Spiritualitas Kongregasi SPM sebagai Dasar Profesionalitas Guru Perkumpulan Dharmaputri (PDp) ... 50

1. Arti dan Tujuan Perkumpulan Dharmaputri ... 51

2. Karakteristik Guru Perkumpulan Dharmaputri ... 52

a. Setia pada pencerdasan kehidupan bangsa ... 52

b. Setia pada ciri khas Katolik ... 53

c. Setia Spiritualitas dan Kharisma Kongregasi SPM ... 55

d. Kualitas kepribadian yang unggul ... 57

e. Profesional dalam pelaksanaan pendidikan ... 57

f. Pendampingan generasi muda menjadi pribadi utuh ... 58

3. Identitas Guru Perkumpulan Dharmaputri ... 58

a. Identitas Diri ... 58

b. Identitas Korps ... 59

c. Identitas Pelayanan ... 61

4. Ikhtisar ... 62

BAB III. GAMBARAN PEMAHAMAN DAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KESAMAAN MARTABAT MANUSIA SEBAGAI CITRA ALLAH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI KEPRIBADIAN PARA GURU PERKUMPULAN DHARMAPUTRI ... 64

A. Visi dan Misi Perkumpulan Dharmaputri ... 64

(16)

xvi

1. Pendahuluan ... 66

a. Permasalahan Penelitan ... 66

b. Batasan Masalah Penelitan ... 66

c. Tujuan Penelitan ... 67

d. Variabel Penelitan ... 68

e. Manfaat Penelitan ... 68

2. Metodologi Penelitan ... 69

a. Pendekatan Penelitan ... 69

b. Data dan Sumber Data... 69

c. Metode Pengumpulan Data ... 70

d. Instrumen Penelitian ... 71

e. Tahap-Tahap Penelitian ... 72

f. Tehnik Analisis Data... 72

g. Keabsahan Data ... 73

C. Laporan Hasil dan Pembahasan Penelitian Pemahaman dan Penghayatan Spiritualitas Kesamaan Martabat Manusia sebagai Citra Allah dalam Meningkatkan Kompetensi Kepribadian Para Guru Perkumpulan Dharmaputri ... 73

D. Dampak Pemahaman dan Penghayatan Spiritualitas Kesamaan Martabat Manusia sebagai Citra Allah ... 104

1. Bagi para responden ... ..104

2. Bagi para anak didik ... . 106

3. Bagi para rekan kerja ... . 107

4. Bagi korps ... . 107

E. Rangkuman Hasil Penelitian ... . 108

BAB IV. USAHA MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KONGREGASI SPM BAGI PARA GURU PERKUMPULAN DHARMAPUTRI MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CRISTIAN PRAXIS (SCP) ... . 112

A. Latar Belakang Pemikiran Penyusunan Program ... . 112

B. Usulan Tema Katekese... . 116

(17)

xvii

D. Pelaksanaan Program Katekese. ... 118

E. Program Katekese. ... 120

F. Contoh Persiapan Katekese Model SCP... 123

BAB V. PENUTUP. ... 133

A. Kesimpulan ... 133

B. Saran... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 137

LAMPIRAN ... 140 Lampiran 1: Instrumen Penelitian kepada Para Responden (R)

Lampiran 2: Instrumen: Tabel Observasi kepada Para Observer (O): Anak Didik Lampiran 3: Instrumen: Tabel Observasi kepada Para Observer (O): Rekan Kerja Lampiran 4: Rangkuman Hasil Wawancara dengan Para Responden (R)

Lampiran 5: Transkrip Hasil Wawancara dengan Para Responden (R) Lampiran 6: Tabel Hasil Observasi kepada Para Observer (O): Anak Didik Lampiran 7: Tabel Hasil Observasi kepada Para Observer (O): Rekan Kerja Lampiran 8: Surat Permohonan Ijin Penelitian

(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Daftar Singkatan Kitab Suci

Singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti daftar singkatan dari Direktorat Jendral Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia, Ed., Kitab Suci Perjanjian Lama dan Baru: Pengantar dan Catatan Singkat. Ende: Arnoldus, 2011, h. 14.

B. Daftar Singkatan Dokumen Resmi Gereja

EV : Evangelium Vitae: Ensiklik Paus Yohanes Paulus II mengenai Nilai Hidup Manusiawi Tak Dapat Diganggu Gugat, 25 Maret 1995.

GE : Gravissimum Educationis: Pernyataan Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen, tanggal 28 Oktober 1965.

GS : Gaudium et Spes: Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja dan Dunia Modern, tanggal 7 Desember 1965.

LG : Lumen Gentium: Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, tanggal 21 November 1964.

KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia

C. Daftar Singkatan Umum art : Artikel

(19)

xix

Depdiknas : Departemen Pendidikan Nasional DP3 : Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan D-4 : Diploma Empat

h : Halaman

hh : Dari Halaman sampai Halaman

ISO : International Organization for Standardization Kap.Prov. : Kapitel Provinsi

LPK : Lembaga Pendidikan Katolik MA : Madrasah Aliyah

MI : Madrasah Ibtidaiyah MTs : Madrasah Tsanawiyah

NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia

No : Nomor

Nopas : Nota Pastoral

SCP : Shared Christian Praxis SD : Sekolah Dasar

SJ : Serikat Jesus

SMA : Sekolah Menengah Atas SMP : Sekolah Menengah Pertama SND : Suster de Notre Dame SPM : Santa Perawan Maria Sub : Substansi

(20)

xx TK : Taman Kanak-Kanak O : Observer

PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini PDp : Perkumpulan Dharmaputri

Permendiknas : Peraturan Menteri Pendidikan Nasional PP : Peraturan Pemerintah

PPPG : Pusat Pelatihan Pengembangan Guru Provindo : Provinsi Indonesia

R : Responden Renstra : Rencana Strategis RI : Republik Indonesia

UNESCO : United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization

(21)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini, penulis menguraikan latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, metode dan sistematika penulisan.

A.Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi setiap manusia; sebab pendidikanlah yang dapat memanusiakan manusia dan menciptakan kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan. Harapan ini hanya mungkin tercapai, jika pendidikan beserta komponen-komponennya dipersiapkan dan tertata dengan baik. Salah satu komponen penting dalam dunia pendidikan adalah kehadiran seorang guru. Guru pada hakikatnya, merupakan profesi tenaga pendidik pada lembaga pendidikan tingkat sekolah. Guru adalah salah satu sumber daya yang sangat penting dalam pengelolaan organisasi pendidikan. Karena itu, untuk mencapai hasil pendidikan pada suatu lembaga (pendidikan) sebagaimana diharapkan, diperlukan kegiatan manajemen sumber daya manusia.

(22)

melalui pendidikan profesi. Sedangkan, Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008, khususnya pasal 2 menyatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Wahyudi, 2012: 26). Namun, ketika menilik pada Standar Kompetensi Guru tersebut, bisa muncul pertanyaan-pertanyaan yang cukup menggoda untuk direnungkan; misalnya apakah para guru sudah memiliki dan menghidupi keempat kompetensi tersebut? Bagaimana menyikapinya?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan suatu „stimulus‟ bagi lemb aga-lembaga pendidikan, baik yang swasta maupun yang negeri. Dengan kata lain, pertanyaan-pertanyaan tersebut hadir sebagai bahan refleksi bagi pengelola pendidikan, khususnya kongregasi-kongregasi religius yang mewujudkan karya pastoral dalam bidang pendidikan. Demikian halnya dengan Kongregasi Suster-Suster Santa Perawan Maria dari Amersfoort (selanjutnya ditulis: SPM), sebagai salah satu Kongregasi Religius yang berkarya di bidang pendidikan.

Para Suster SPM tergerak untuk mewujudkan karya kerasulan dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan anak-anak, khususnya anak-anak yang berasal dari keluarga miskin. Tentunya, pengabdian ini didasarkan pada spiritualitas Kongregasi, yaitu membangun persekutuan hidup baru yang pusatnya adalah kepenuhan kesamaan martabat manusia sebagai citra Allah (Keputusan Kapitel SPM Provindo, 2010: 32-33). Spiritualitas tersebut merupakan representasi

(23)

senantiasa memperlihatkan kebaikan Tuhan dengan mengangkat martabat generasi muda yang terlantar, cacat, miskin material dan spiritual akibat revolusi Perancis. Artinya, karya pendidikan merupakan salah satu kharisma pelayanan para Suster SPM. Karya ini dimulai dari tingkat TK sampai SMA yang bernaung di bawah lembaga berbadan hukum, yakni Perkumpulan Dharmaputri (selanjutnya ditulis: PDp).

(24)

Realitas tersebut menjadi suatu keprihatinan besar bagi Kongregasi SPM, karena sebagian besar kerasulan kongregasi bergerak di bidang pendidikan. Karena itu, Kongregasi SPM menanggapinya dalam Keputusan Kapitel No. 03/SPM/Kap.Prov./XII/2010 (2010: 39) tentang Perutusan Bidang Pendidikan, dalam Hal Menimbang, butir no. 1 dan 4 sub no. 4.2. Keputusan tersebut dirumuskan, demikian:

1. Kurangnya pemahaman, penghayatan, dan pengamalan spiritualitas Kongregasi SPM dalam perutusan bidang pendidikan;

4. Belum optimalnya kaderisasi kepemimpinan di lingkungan Perkumpulan Dharmaputri;

4.2.Kurangnya kualitas kepribadian penyelenggara, pengelola, dan pelaksana perutusan bidang pendidikan.

Selanjutnya, keprihatinan terkait dengan butir no. 1 dan 4 sub no. 4.2. di atas dipertimbangkan, lalu dirumuskan dalam Keputusan Kapitel No. 03/SPM/Kap.Prov./XII/2010 tentang Perutusan Bidang Pendidikan, sebagai berikut:

1. Perlunya peningkatan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan spiritualitas Kongregasi SPM dalam perutusan bidang pendidikan;

4. Perlunya peningkatan kaderisasi kepemimpinan di lingkungan Perkumpulan Dharmaputri;

4.2. Perlunya peningkatan kualitas kepribadian penyelenggara, pengelola, dan pelaksana perutusan bidang pendidikan.

(25)

Kongregasi SPM secara baik, akan berdampak pada kualitas kepribadian para penyelenggara, pengelola, dan pelaksana pendidikan yang lebih baik pula.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk ikut serta dalam menjawabi keprihatinan, sekaligus menggali kembali keputusan-keputusan kapitel di atas dalam skripsi ini. Penulis menyadari bahwa keputusan kapitel tersebut telah ditanggapi dan dilaksanakan oleh kongregasi, dengan memberi pembinaan spiritualitas SPM bagi para mitra kerja, yakni para guru DPp, sejak dua tahun terakhir. Tentunya, pembinaan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan kompetensi guru DPp, khususnya kompetensi kepribadian mereka. Oleh sebab itu, penulis lebih mengfokuskan tulisan ini pada peranan spiritualitas kongregasi Suster SPM dalam meningkatkan profesionalitas para guru PDp, khususnya kompetensi kepribadian. Guru memiliki kompetensi kepribadian hidupnya dilandasi dengan sikap iman dan kasih, peka akan situasi zaman, mampu berpikir kritis, berani berinovasi dan menanggung resiko, mampu bergaul dan menyelesaikan masalah hidup, serta membawa damai dan pengampunan (Nopas KWI, 2008: 4 dan Keputusan Kapitel SPM Provindo, 2010: 35). Bahkan, Santa Yulia Billiart telah memberi pesan kepada para pengikutnya, agar menghayati tugas panggilannya demi keselamatan jiwa-jiwa generasi muda melalui karya pendidikan (Irmine, 2009: 74).

(26)

Allah”, ditinjau oleh penulis dari aspek pemahaman dan penghayatan. Besar harapan penulis agar dengan memahami dan menghayati spiritualitas SPM, para guru PDp mampu meningkatkan profesionalitas, khususnya dalam kompetensi kepribadiannya sebagai seorang guru. Sebab, pada zaman ini dibutuhkan figur guru sebagai seorang utusan Allah yang memiliki kepribadian unggul, berkualitas, dan profesional (Keputusan Kapitel SPM Provindo, 2010: 34).

B.Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1. Apa arti dan makna spiritualitas Kongregasi Suster-Suster SPM Amersfoort? 2. Bagaimana profesionalitas seorang guru PDp?

3. Bagaimana peran spiritualitas kesamaan martabat manusia sebagai citra Allah dalam meningkatkan kompetensi kepribadian para guru DPp?

4. Apa bentuk program peningkatan pemahaman dan penghayatan spiritualitas Kesamaan Martabat Manusia sebagai Citra Allah bagi para guru PDp?

C.Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, penulisan skripsi ini bertujuan:

(27)

3. Mengembangkan pemahaman dan penghayatan spiritualitas kesamaan martabat manusia sebagai citra Allah para guru PDp dalam meningkatkan kompetensi kepribadian.

4. Menemukan bentuk-bentuk program peningkatan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan Spiritualitas Kesamaan Martabat Manusia sebagai Citra Allah dalam meningkatkan kompetensi kepribadian guru PDp.

5. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata 1 (S1) Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

D.Manfaat Penulisan

Skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi: 1. Bagi penulis:

Menjadi sarana bagi penulis untuk semakin menghayati dan mengamalkan inti spiritualitas kongregasi dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam karya pendidikan. Selain itu, penelitian ini bermanfaat pula untuk menemukan bentuk program pengembangan profesioalitas guru PDp berdasarkan spiritualitas Kongregasi Suster-Suster SPM.

2. Bagi para guru Perkumpulan Dharmaputri:

(28)

khususnya kompetensi kepribadian guru berdasarkan spiritualitas Kongregasi Suster-Suster SPM.

3. Pengurus Perkumpulan Dharmaputri

Memberi gambaran konkret bahwa spiritualitas Kongregasi Suster-Suster SPM mempunyai peranan dalam meningkatkan kompetensi kepribadian para guru PDp. Di mana kualitas pribadi merupakan salah satu kriteria guru PDp disebut profesional.

4. Bagi Kongregasi SPM:

Menemukan bentuk-bentuk program lanjutan pendalaman spiritualitas yang memungkinkan para guru Perkumpulan Dharmaputri, berperan aktif dalam menyebarluaskan inti spiritualitas SPM.

E. Metode Penulisan

Penulis menggunakan metode deskriptif analisis dan didukung dengan pendekatan penelitian kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara, observasi kepada para observer yaitu anak didik dan rekan kerja guru, serta melalui studi dokumen dan dokumentasi untuk mendapatkan gambaran pemahaman dan penghayatan Spiritualitas Kongregasi SPM yaitu “Kesamaan Martabat Manusia sebagai Citra Allah” dalam meningkatkan kompetensi kepribadian para guru

(29)

F. Sistematika Penulisan

Skripsi dengan judul “Peranan Spiritualitas Kongregasi Suster-Suster Santa Perawan Maria (SPM) Amersfoort dalam Meningkatkan Profesionalitas Para Guru Perkumpulan Dharmaputri.” ini, secara keseluruhan memuat pokok-pokok sebagai berikut:

Bab I menguraikan pendahuluan yang berisi gambaran umum penulisan yang terdiri dari latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode, dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II mendeskripsikan pemahaman Spiritualitas Kongregasi Suster-Suster Santa Perawan Maria (SPM), yakni Spiritualitas Kesamaan Martabat Manusia sebagai Citra Allah dari sudut pandang Alkitabiah, Dokumen Konsili Vatikan II “Gaudium et Spes”, Ensiklik Paus Yohanes Paulus II “Evangelium

Vitae”, Konstitusi Kongregasi Suster-Suster SPM Amersfoort, dan penghayatan

hidup Santa Yulia Billiart serta Pater Matias Wolff, S.J. Bab ini akan mendeskripsikan pula pengertian dan hakikat profesionalitas guru, serta spiritualitas Kongregasi SPM sebagai dasar profesionalitas guru Perkumpulan Dharmaputri.

(30)

pemahaman dan penghayatan spiritualitas kesamaan martabat manusia citra Allah, serta rangkuman hasil penelitian.

Bab IV berisi tentang usaha untuk meningkatkan pemahaman dan penghayatan Spiritualitas Kongregasi SPM bagi para Guru Perkumpulan Dharmaputri malalui katekese model Shared Christian Praxis.

(31)

BAB II

SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER-SUSTER SPM MENDASARI PROFESIONALITAS PARA GURU

PERKUMPULAN DHARMAPUTRI

Pembahasan Bab II menguraikan konsep-konsep gambaran umum Kongregasi Suster-Suster SPM dari Amersfoort, Spiritualitas Kesamaan Martabat Manusia sebagai Citra Allah, pengertian dan hakikat profesionalitas guru Perkumpulan Dharmaputri, serta spiritualitas Kongregasi SPM menjadi dasar profesionalitas guru PDp.

A.Kongregasi Suster-Suster SPM

1. Sejarah Singkat Kongregasi Suster SPM

(32)

tahun 1804 di Amiens, agar wanita-wanita muda tersebut mendapatkan pendidikan sebelum berkarya. Relasi ini terlaksana dengan baik, ternyata karya yang dicita-cita kelompok Amersfoort sejalan dengan karya para Suster SND (Konstitusi SPM, 1984: 10).

Para wanita yang dibimbing oleh Pater Wolff menjalani masa pendidikan dan menghidupi regula para Suster SND Namur, yang bernafaskan semangat Santo Ignatius. Regula para Suster SND Namur disusun oleh Santa Yulia Billiart. Mereka adalah Maria van Werkhoven, Mathia Stichters, dan Martha Pijpers (Konstitusi SPM, 1984: 13). Pater Mathias Wolff bersama ketiga wanita tersebut mendirikan yayasan dengan nama Pédagogie Chrétienne, tanggal 29 Juli 1822. Sekolah pertama yang memberikan pelajaran agama kepada anak-anak putri didirikan di kota Amersfoort. Atas ijin dari pimpinan umum para Suster SND, yaitu Mere St. Yosef, para Suster SPM menggunakan regula para Suster SND Namur untuk dijadikan pedoman hidup mereka. Namun, beberapa perubahan kecil dari regula SND, hingga akhirnya digunakan sebagai pedoman hidup para Suster SPM Amersfoort (Hoeck, 2011: 80-83).

(33)

ia dapat bergerak secara kreatif meskipun dirinya mengalami keterbatasan. Tentunya, semangat Santa Yulia terus bertumbuh dalam kehidupan masyarakat sehingga menyadari banyak wanita muda untuk bergabung bersamanya dalam membaktikan diri seutuhnya kepada Tuhan. Ia menyadari bahwa semuanya adalah kehendak Tuhan, sehingga Tuhanlah yang memulai dan menyelesaikannya. Kesadarannya merupakan doa yang menjadikannya hidup hingga saat ini sebagai satu kongregasi religius, yaitu Kongregasi Santa Perawan Maria (SPM).

2. Gerak Kongregasi SPM a. Visi

Visi Kongregasi SPM tertuang di dalam Konstitusi SPM (1984: 15) “Panggilan Yesus telah kita dengar. Kita mau hidup menurut warta gembira-Nya.

(34)

b. Misi

Bertitik tolak dari visi, maka misi SPM ditujukan untuk “mencari

Kerajaan Allah yang penuh kerahiman, belas kasih, keadilan dan kedamaian. Seperti seturut perkataan Maria dan tindakan Yesus” (Konstitusi SPM, 1984: 17).

Kerajaan Allah yang hendak dihadirkan melalui hidup dan karya para Suster SPM adalah kerajaan kerahiman yang berbelas kasih, kerajaan keadilan dan kedamaian. Belas kasih dan keadilan yang dapat dialami oleh orang yang miskin dan tertindas. Kerajaan Allah dalam konteks spiritualitas SPM, hendak memberikan pelayanan melalui pembinaan, pendidikan, pastoral, dan sosial khususnya bagi yang miskin dan termarginalkan.

3. Spiritualitas Kesamaan Martabat Manusia sebagai Citra Allah a. Arti dan Makna Spiritualitas

(35)

Pengertian yang lebih luas, spiritualitas mencerminkan nilai-nilai hidup berdasarkan iman, sikap-sikap atau keutamaan-keutamaan yang hidup dan mendukung perwujudan nilai-nilai iman dan tingkah laku atau pilihan konkret beserta tindakan-tindakan nyata untuk mewujudkan nilai-nilai iman (Meehan, 1983: 7).

Dengan demikian, spiritualitas merupakan suatu bentuk relasi pribadi seorang beriman dengan Allah-nya yang diwujudkan dalam sikap dan tindakan. Santo Paulus menegaskan bahwa orang beriman ialah orang yang hidup dalam Roh (Rm 8: 15). Berkat daya Roh itu, manusia berani melangkah untuk mengamalkan dan menghasilkan buah-buah rohani bagi sesama seturut kehendak Allah. Tujuan akhir dalam pencarian itu adalah “mengembangkan iman, harapan,

dan cinta kasih” (Heuken, 1994: 277).

b. Unsur Dasar Spiritualitas

Spiritualitas mencakup 3 unsur yang saling berkaitan dan melengkapi. Pertama, pemahaman berkaitan dengan ajaran tentang Allah; hal kerohanian atau yang diajarkan oleh agama. Kedua, penghayatan iman akan Allah dalam bentuk relasi personal sesuai ajaran agama. Ketiga, aktualisasi iman dalam kesaksian hidup konkret sesuai dengan ajaran agama (Tim Spiritualitas SPM, 2012: 3).

c. Inti Spiritualitas SPM

Konstitusi SPM (1984: 17-19) menegaskan bahwa inti spiritualitas SPM

(36)

di hadapan-Nya, sebagai manusia citra Allah. Manusia mengalami kepenuhan sebagai citra Allah berkat penebusan Yesus Kristus. Dengan demikian, hidup dan karya setiap pribadi senantiasa diarahkan kepada terwujudnya persekutuan hidup baru di mana kesamaan martabat manusia mendapatkan kepenuhan. Artinya bahwa Allah menjadi pusat, sebab Allah bersemayam dalam diri manusia.

d. Arti Kesamaan Martabat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online martabat berarti harga diri manusia. Dapat pula berarti rasa berharga akan nilai diri. Oleh karena itu berbicara tentang martabat maka selalu bertalian dengan harga diri manusia, baik diri sendiri ataupun sesama. Selanjutnya arti kesamaan martabat ialah perihal sama akan harga semua manusia. Bahwa setiap manusia memiliki harga atau nilai diri yang sama (Tim Spiritualitas SPM, 2012: 31-32).

e. Pemahaman Manusia Citra Allah

Berdasarkan konsep Kristen, martabat manusia dimaknai sebagai ciptaan yang segambar dan serupa dengan Allah. Artinya, manusia memiliki martabat sebagai citra Allah. Bockle dalam www.edyscj.wordpress.com. mengatakan bahwa “manusia sebagai citra Allah memiliki dua lapis kecitraan, yakni citra natural karena ciptaan dan citra supernatural karena penebusan Kristus”. Martabat

(37)

1) Perjanjian Lama

Perjanjian Lama memberi pemahaman bahwa manusia memiliki martabat sebagai citra Allah, karena manusia adalah ciptaan Allah. Allah mencipta manusia sehingga “manusia memiliki citra natural Allah”. Artinya, manusia dicipta menurut Gambar-Nya dan ia memiliki kuasa atas makhluk ciptaan lainnya (Bockle dalam www.edyscj.wordpress.com). Kitab Kejadian menuliskan, demikian: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita” (Kej 1: 26). Ayat ini menegaskan bahwa Allah menjadikan manusia menurut gambar-Nya. Manusia merupakan gambaran dari Allah atau suatu gambar yang menampakkan Allah. Manusia dijadikan sebagai yang paling sempurna dibandingkan dengan ciptaan lain. Ia memiliki relasi yang dekat dan mendalam dengan Allah. Kepercayaan ini membuat umat Perjanjian Lama tidak dapat menerima patung sebagai sarana untuk menggambarkan Allah. Mereka beranggapan bahwa tidak ada satu benda pun yang dapat menyerupai Allah. Allah hadir dalam diri manusia sebagai wujud kehadiran-Nya di dunia dengan segala keterbatasannya. Manusia yang menghadirkan Allah di dunia mau memberi arti bahwa dirinya mempunyai kualitas yang serupa dengan Allah (Purwatmo, 2008: 11).

(38)

mengikat manusia dengan perjanjian-Nya (Sir 17:12). Ayat ini memberi gambaran bahwa manusia citra Allah menunjukkan keserupaannya dengan Allah sebab manusia mampu berelasi secara khusus dengan Allah (Purwatmo, 2008: 11). Sang pemazmur pun menulis “…apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat” (Mzm 8: 5-6). Kitab Mazmur

mau memberi penegasan bahwa manusia memiliki martabat yang sangat luar biasa. Manusia dipercaya oleh Allah menerima martabat sebagai citra-Nya (Karris, 2002: 432).

Seorang teolog menyatakan bahwa “Manusia menjadi serupa dengan Allah Sang Roh Murni, oleh sebab jiwa spiritual dan akal budinya”. Artinya, dalam diri manusia ada dua sisi yaitu yang bersifat rohani manusia dan sifat jasmani manusia (Bockle dalam www.edyscj.wordpress.com). Dengan kata lain, “Manusia utuh merupakan satu kesatuan antara jiwa dan badan (rohani-jasmani) yang dicipta menurut gambar Allah” (Bockle dalam www.edyscj.wordpress.com). Kesatuan

jiwa dan badan yang terwujud dalam manusia utuh disebut “Pribadi”; seperti tertulis “Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas

hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kej 2: 7). Hal ini berarti manusia menjadi makhluk hidup karena nafas

(39)

2) Perjanjian Baru

Perjanjian Baru memiliki pandangan bahwa manusia ialah citra supernatural Allah (Bockle dalam www.edyscj.wordpress.com). Ia dipersatukan secara penuh dengan Yesus Kristus dalam Sabda yang telah menjelma menjadi manusia (Yoh 1: 14). Citra Allah melekat dalam manusia sebab penebusan Yesus Kristus. Artinya bahwa manusia mengalami kebaruan, karena kebangkitan-Nya, agar manusia terbebas dari dosa. Allah menghendaki pula agar kehadiran Kristus ke dunia dapat memulihkan manusia sehingga “manusia menjadi ciptaan baru karena ia ada dalam Kristus” (2 Kor 5: 17). Ia diciptakan kembali secara baru oleh

karena Kristus dengan segala kemiskinannya (Karris, 2002: 320).

Santo Paulus menegaskan bahwa dalam diri Kristus-lah Allah hadir. Kristus menjadi yang utama dari segala ciptaan, karena segala kuasa diberikan oleh Allah kepada-Nya. Kristus menjadi puncak ciptaan, dari seluruh proses penciptaan yang terus berlangsung. Semua yang diciptakan oleh Allah ada dalam kuasa Kristus. Ia menjadi pribadi yang memperjumpakan Allah dan manusia. Manusia menemukan kepenuhannya sebagai citra Allah dalam diri Kristus. Kepenuhan manusia yang diangkat menjadi anak-anak Allah membuat ia menemukan relasinya dengan Sang Pencipta (Karris, 2002: 363).

(40)

dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya” (Rm 8: 29). Hal ini berarti, Allah menghendaki agar manusia menjadi serupa dengan Kristus Putera-Nya.

Surat Santo Paulus kepada umat di Filipi menyatakan bahwa Yesus mengosongkan diri-Nya, mengambil rupa seorang hamba agar sama dengan manusia, dan menyelamatkannya dari dosa. Yesus merelakan diri-Nya hancur dan mengalami kematian demi keselamatan manusia, dengan menjelma sebagai manusia (Fil 2: 6-8). Artinya, melalui kemanusiaan-Nya, Ia rela merendahkan diri agar manusia ikut serta ditinggikan dalam kemuliaan. Bahkan, Ia mengingkari diri dan menunjukkan kerendahan hati-Nya dengan jalan kematian. Yesus mau memeluk manusia melalui kemanusiaan-Nya, agar manusia dapat mengalami kemuliaan, dengan mengalami kebangkitan seperti diri-Nya. Berkat perendahan diri-Nya manusia dihantar untuk bersatu dengan Allah (Karris, 2002: 356).

3) Konstitusi Pastoral “Gaudium et Spes

Martabat pribadi manusia pun dijelaskan dalam Konstitusi Pastoral

tentang Gereja dalam Dunia Modern, dalam Dokumen Konsili Vatikan II (KWI, 1993: 521-535). Konstitusi ini memaparkan martabat pribadi manusia

sebagai berikut:

(41)

batinnya dan menghantar manusia pada tujuan sejatinya, yakni ikut ambil bagian dalam hidup Ilahi dan mengalami kemuliaan Allah (GS, art. 14).

b) Manusia dapat mengalami kemajuan, mengembangkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kerohanian berkat anugerah akal budinya. Dengan akal budi, manusia didorong untuk selalu mencari kebenaran sejati. Anugerah akal budi ia kembangkan dalam kebijaksanaan dan untuk mencari serta mencintai yang baik dan benar. Anugerah tersebut merupakan cahaya Budi Ilahi dari Allah yang menjadikan martabat manusia unggul melampaui ciptaan lain. (GS, art. 15).

c) Manusia menerima anugerah martabat hati nurani, sehingga pada hakekatnya ia mampu menerima dan mentaati hukum Allah. Suara hati mendorong manusia untuk mencintai dan melakukan yang baik dan menghindari yang jahat. Hati nurani manusia menjadi tahta suci bagi Allah, sehingga ia selalu terdorong untuk mencari kebenaran. Keluhuran matabat manusia tampak dalam hatinya yang dikuasai oleh hati Allah (GS, art. 16).

d) Manusia dikaruniai martabat keluhuran kebebasan. Kebebasan sejati yang merupakan simbol keagungan gambar Allah yang tampak. Artinya, dengan kebebasan, manusia dapat mengabdi kepada Allah dengan sukacita. Allah menghendaki manusia hidup bahagia (GS, art. 17).

(42)

Dengan demikian, Konstitusi Pastoral “Gaudium et Spes” mengajarkan

bahwa manusia diciptakan menurut citra Allah, dengan anugerah akal budi dan hati nurani untuk mencari yang baik dan benar. Selain itu, karunia jiwa yang kekal, menjadikan manusia dapat ambil bagian dalam kemuliaan Allah dan kemerdekaan menjadikan manusia mampu mengabdi Allah dan sesama.

4) Ensiklik “Evangelium Vitae

Paus Yohanes Paulus II pun dalam Ensiklik Evangelium Vitae (1996: 55-62) berbicara tentang luhurnya martabat hidup manusia. Keluhuran martabat manusia sebagai citra Allah secara mendalam dapat dipahami dari beberapa artikel di bawah ini:

a) Manusia diciptakan oleh Allah sebagai tanda kehadiran dan kemuliaan-Nya. Anugerah martabat luhur dalam diri manusia mengisyaratkan adanya satu keterikatan yang erat dan istimewa antara manusia dengan Sang Pencipta. Anugerah seperti akal budi, kemampuan membedakan yang baik dan jahat, serta kehendak bebas, menjadi keunggulannya untuk menerima kepercayaan dari Allah mengelola seluruh alam semesta dengan tanggung jawab (EV, art. 34).

(43)

keutamaan Allah, sehingga seluruh kedaulatan semesta dipercayakan kepada manusia (EV, art. 35).

c) Citra Allah yang memancar dalam hidup manusia rusak akibat dosa. Adam pertama telah menghancurkan rencana Allah karena ketidaktaatannya, namun ia memperoleh kepenuhan martabatnya kembali berkat ketaatan Kristus Penebus. Dengan demikian, citra ilahi manusia dipulihkah, dibaharui, dan disempurnakan berkat ketaatan Kristus. “Manusia serupa dengan citra Putera

Allah” (Rm 8: 29), agar ia dapat terbebas dari dosa, membangun kebersatuaan

dengan Allah, dan menemukan kembali jati dirinya yang sejati (EV, art. 36). Dengan demikian, martabat hidup manusia bernilai tinggi, sangat berharga, dan suci. Martabat hidup manusia sangat suci, sebab ia mendapat kehidupan yang sempurna dari Allah dan Yesus Kristus Putera-Nya dan Allah bersemayam dalam hidup manusia. Paus menegaskan pentingnya membangun budaya kehidupan demi menghormati martabat hidup manusia yang luhur. Keluhuran martabat hidup manusia tidak dapat diganggu oleh bentuk apapun, baik secara fisik maupun psikis.

f. Pemahaman Manusia sebagai Rekan Kerja Allah

(44)

rekan kerja Allah menunjukkan kerekanan manusia dengan sesamanya (Mali, 2009: 239).

1) Perjanjian Lama

Allah tidak hanya menciptakan manusia menurut gambar-Nya, namun ia menghendaki agar manusia menjadi rekan kerja Allah di dunia. Kisah penciptaan telah menegaskan hal tersebut, demikian: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi” (Kej 1: 26). Allah memberi manusia kesempatan untuk mengembangkan daya kekuatan-Nya untuk mewujudkan kerja sama dalam mengelola alam semesta. Dengan kata lain, daya ilahi yang manusia terima dari Allah menjadikannya sebagai perpanjangan tangan Allah (rekan kerja Allah) dalam melanjutkan karya-Nya untuk mengelola seluruh alam ciptaan di dunia. Hal inilah keluhuran martabat manusia tampak dalam kedaulatan yang dianugerahkan Allah kepada manusia atas seluruh ciptaan-Nya.

(45)

2) Perjanjian Baru

Santo Paulus mengatakan “Karena kami adalah kawan sekerja Allah;

kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah” (1 Kor 3: 9). Paulus secara tegas

mengatakan bahwa ciri khas dari tugas dan tujuan para abdi Tuhan adalah membangun kesatuan dan kerja sama. Tujuan dari setiap tugas dalam pelayanan adalah sama sehingga tidak ada yang merasa paling unggul. Aneka kekayaan dalam pelayanan justru dapat saling memperkaya satu dengan yang lain. Paulus juga melukiskan bahwa para pelayan hendaknya seperti bangunan, di mana fondasinya ialah Yesus Kristus dan di atas fondasi itu dibangun bait suci Allah, yaitu umat Kristen. Artinya, Yesus yang menjadi landasan kokoh bagi para mitra kerja Allah dalam melaksanakan karya pelayanannya. Yesus menjadi kekuatan dalam setiap pelayanan mereka (Karris, 2002: 284 )

3) Konstitusi Pastoral “Gaudium et Spes

Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, secara eksplisit dan implisit mengajarkan tentang martabat manusia, sebagai berikut:

(46)

b) Manusia sebagai teman sekerja Allah diberi otonomi untuk mengatur, mengolah, dan menata seluruh alam semesta sesuai dengan kehendak Allah. Konstitusi mengingatkan agar manusia memperkembangkan ilmu pengetahuan di segala bidang atas landasan iman. Manusia perlu menyelaraskan antara iman kristiani dengan ilmu pengetahuan. Konstitusi menekankan pula bahwa otonomi yang diberikan oleh Allah kepada manusia sebagai partner-Nya, mengajaknya berjalan seiring dengan yang dikehendaki-Nya (GS, art.36).

Ajaran Konsili di atas memberi penegasan bahwa manusia sebagai citra Allah, dipanggil pula menjadi rekan kerja Allah. Ia diberi kesempatan mengembangkan daya jiwanya dengan ilmu pengetahuan dan membangun keseimbangan antara iman kristiani dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, agar selaras dengan tujuan Allah mencipta manusia.

4) Ensiklik “Evangelium Vitae

Paus Yohanes Paulus II melalui ensikliknya menegaskan bahwa Allah menghendaki agar hidup manusia dapat menampakkan satu kesaksian, yakni ia menghormati dan mencintai setiap tugas yang diberikan oleh Allah.

(47)

b) Manusia diberi kepercayaan besar oleh Allah untuk berkuasa atas semua buatan tangan-Nya. Karena satu konsekuensi atas amanat ini, ialah bahwa manusia bertanggung jawab segalanya. Allah mempercayakan kepada manusia seluruh semesta, agar manusia secara turun temurun dapat mengalami keistimewaan martabat hidup pribadinya. Kedaulatan yang diberikan kepada manusia atas seluruh bumi bukan bersifat mutlak. Manusia diminta untuk memelihara dan mengelola dengan bijaksana demi keutuhan seluruh ciptaan Allah (EV, art. 42).

Paus menegaskan bahwa manusia yang telah diciptakan menurut citra-Nya, mempunyai suatu konsekuensi tugas. Ia menerima tugas mulia dari Allah, yaitu memelihara dan mengelola semesta dengan bijaksana dan menjaga keutuhan seluruh bumi. Kerekanan antara Allah dengan manusia menjadi tanda kerekanan manusia dengan sesama.

g. Kesamaan Martabat Manusia Citra Allah 1) Berdasarkan Konstitusi Kongregasi Suster SPM

(48)

kesamaan martabat manusia terpenuhi seturut teladan Yesus dan Maria dan membaktikan diri secara total dalam hidup dan karya bagi mereka yang miskin dan terlantar (Konstitusi SPM, 1984: 17).

Penulis menilai bahwa spiritualitas para Suster SPM memiliki beberapa penekanan untuk diperjuangkan oleh seluruh anggota kongregasi dalam memaknai kesamaan martabat manusia citra Allah. Pertama, ada relasi mesra antara Allah dan manusia, sehingga memungkinkan bagi setiap orang mencintai Allah Penciptanya. Sebab setiap manusia ada artinya, sangat berharga, dan istimewa (Konstitusi SPM, 1884: 17). Allah pun menyatakan cinta kepada setiap pribadi dengan menyebutnya sebagai sahabat. Setiap pribadi adalah sahabat Allah apabila ia mengarahkan hidupnya kepada Allah dan Yesus sebagai “jalan

kebenaran dan hidup”. Kedua, pengakuan bahwa setiap orang baik laki-laki

maupun perempuan memiliki martabat yang sama. Mereka dicipta sebagai partner satu dengan yang lain. Artinya bahwa tak seorangpun menjadi lebih tinggi atau lebih rendah. Manusia dipanggil sebagai citra Allah, maka Allah menghendaki manusia “mencari Kerajaan Allah yakni kerahiman, keadilan, serta kedamaian seturut teladan Yesus dan Maria” (Konstitusi SPM, 1884: 17). Ketiga, setiap

pribadi citra Allah diundang menjadi rekan kerja-Nya untuk terlibat dalam karya agung Allah. Menciptakan kebaruan bagi pribadi-pribadi yang diangkat menjadi anak-anak Allah serta keutuhan ciptaan lainnya.

(49)

a) Keteladanan Yesus Kristus

Yesus rela menjadi manusia agar martabat manusia yang terluka akibat dosa kembali utuh berkat penebusan-Nya. Dengan kata lain, misi Allah di tengah dunia, yakni meluaskan Kerajaan-Nya, memperjuangkan terwujudnya kerahiman, keadilan, dan kedamaian umat manusia, dinyatakan oleh Yesus kepada orang yang paling hina, miskin, lemah, menderita, dan tersingkir. Ia memberi pengharapan hidup bagi mereka yang lemah dan tertindas (Konstitusi SPM, 1984: 17), agar martabat manusia sebagai citra Allah dalam diri orang yang hina tetap memancar. Hal ini berarti Yesus sebagai citra Allah yang sempurna mau meninggikan martabat manusia menjadi sahabat-sahabatNya (Yoh 15: 15) dengan mempertaruhkan seluruh hidup-Nya. Cinta-Nya yang total kepada Allah, diejawantahkan dengan menyerahkan seluruh hidup-Nya demi kebahagiaan manusia. Dengan demikian, kebahagiaan dapat dialami manusia, berkat usaha dan kebaikan hati Allah Penciptanya, karena Yesus memanifestasikan kehadiran Allah (KWI, 1996: 285). Pola pewartaan dan pelayanan Yesus ini menjadi model dan teladan bagi setiap rekan kerja Allah dalam melaksanakan pelayanan untuk mengungkapkan iman dan harapan akan kebaikan dan cinta kasih Allah (KWI, 1996: 263).

b) Keteladanan Santa Perawan Maria

(50)

yang terjadi dalam hidupnya. Iman Maria membuatnya taat kepada kehendak Allah, “terjadilah padaku menurut perkataanMu” (Luk 1: 38), sehingga ia

melahirkan Putera Allah di dunia (KWI, 1996: 231). Penyerahan Maria yang total kepada kehendak Allah menjadi lambang kesuciannya, sekaligus model bagi Gereja dalam menghayati iman dan cinta kasih (LG, art. 53).

Allah telah memilih dan mengangkat Maria yang rendah, menunjukkan bahwa Allah sendiri yang memberikan seluruh hidup-Nya bagi orang-orang yang mengalami kematian karena kemiskinannya, agar mengalami hidup baru (Darminta, 2002: 26). Peran Santa Maria inilah yang menjadi teladan para Suster SPM dalam melaksanakan hidup dan karya. Para suster menggantungkan hidupnya secara penuh kepada Allah. Kerendahan hati menjadi sarana bagi para Suster SPM untuk mengenal Allah yang ia jumpai dalam diri sesama. Selain itu, keibuan Maria terpancar dalam ketaatan dan imannya yang kemudian menjadi pola bagi kongregasi serta para mitra kerja SPM dalam menghayati kasih dan persatuan yang utuh dengan Kristus (LG, art. 63).

2) Berdasarkan Penghayatan Hidup Santa Yulia Billiart dan Pater Mathias Wolff, S.J.

a) Santa Yulia Billiart

(51)

mengutamakan pendidikan bagi generasi muda yang terlantar, miskin material, dan spriritual, yang hidup tanpa pendidikan dan pembinaan kristiani (Konstitusi SPM, 1984: 12).

Pemahaman Ibu Yulia tentang Tuhan yang baik sesungguhnya terpancar dalam dirinya. Tuhan yang baik hadir dalam peristiwa hidupnya setiap hari; dalam suka dan duka hidup, keheningan, penderitaan, penghinaan, dan keterbatasan. Penyerahan dirinya yang sempurna merupakan wujud imannya kepada Tuhan yang baik (Irmine, 1998: 50). Ia membiarkan hidupnya dipimpin oleh Roh Kudus dan dijiwai oleh peristiwa inkarnasi Yesus Kristus dalam Perawan Maria untuk menyelamatkan seluruh ciptaan (Mary, 1996: 8).

Santa Yulia menghayati hidupnya dengan memelihara kesatuannya dengan Allah. Ia memberi teladan kepada para susternya dalam membangun sikap hati sederhana. Hati sederhana yang membuahkan sikap iman akan Allah yang Baik. Imannya yang kuat dan mendalam akan penyelenggaraan kasih Allah yang baik, membuat hidup ibu Yulia penuh dengan rasa syukur (Konstitusi SPM, 1984: 12). Semangat yang berkobar dalam diri Santa Yulia menjadi satu lambang bahwa ia sungguh mencintai Sang Pencipta. Ia menyadari bahwa cintanya kepada Pencipta menjadi nyata apabila karya kerasulannya memiliki universalitas penebusan, yang merupakan universalitas cinta dan kebaikan Tuhan. Seluruh karya kerasulannya ingin mengejawantahkan karya Allah yang tanpa batas dan sekat (Irmine, 1998: 57-58).

(52)

sebagai mitra kerja-Nya. Ia melakukan semua demi melanjutkan rencana penciptaan Ilahi dan demi meluaskan Kerajaan Allah. Santa Yulia berkomitmen bahwa setiap pendidikan dan pengajarannya adalah bentuk penyelamatan bagi jiwa-jiwa (Mary, 1996: 8). Ia membimbing anak-anak didiknya, agar mengalami pengalaman yang membawa mereka menuju kepada kehidupan baru, kebebasan, dan martabat sebagai anak-anak Allah (Konstitusi SPM, 1984: 12).

b) Pater Mathias Wolff, S.J.

Pater Mathias Wolff, S.J. adalah salah satu pendiri Pédagogie Chrétienne (Suster Pendidikan Katolik) yang sekarang disebut Kongregasi Suster-Suster Santa Perawan Maria dari Amersfoort. Pater Wolff memberi teladan dalam hal penyerahan diri secara total kepada Allah, khususnya dalam pengalaman sulit saat awal pendirian kongregasi. Ia telah melewati banyak tantangan dalam proses mewujudkan cita-citanya. Namun, berkat imannya yang kokoh, akhirnya ia mampu mendirikan satu kongregasi pada tanggal 29 Juli 1822 dengan nama Pédagogie Chrétienne di kota Amersfoort, untuk memberi pelajaran agama pada

anak-anak putri.

(53)

h. Ikhtisar

Manusia sebagai citra Allah dipanggil menjadi rekan kerja Allah. Artinya, panggilan dan tanggung jawab manusia diletakkan dalam keterarahan manusia kepada Allah melalui Kristus sebagai Citra Allah yang sempurna. Allah memanggil manusia agar ia menyerupai Kristus dan menghadirkan Kristus. Allah mau memperlihatkan eksistensi diri-Nya melalui diri Kristus yang hadir dalam diri manusia, agar hidupnya damai sejahtera.

Panggilan manusia sebagai citra Allah menyangkut beberapa dimensi kehidupan manusia. Dimensi pertama, manusia sebagai citra Allah dalam hubungan relasinya dengan Allah. Manusia ingin menampakkan gambar Allah dalam dirinya dengan mengoptimalkan anugerah Allah. Ia dikaruniai kemampuan untuk mengenal dan mencintai Sang Pencipta. Sebab manusia adalah makhluk rohani yang memiliki kesatuan antara jiwa, roh, dan tubuh (1 Tes 5: 23-24). Karena itu, ia dipanggil untuk memanifestasikan kehendak Allah di tengah dunia, sehingga ia dijadikan Allah sebagai sahabat-sahabat-Nya (Konstitusi SPM, 1984: 17). Manusia mampu mewujudkan panggilan dan tanggung jawabnya

sebagai citra Allah, apabila ia dapat menghadirkan Kerajaan Allah di tengah realitas dunia.

(54)

digambarkan oleh Paulus bahwa “tidak ada orang Yahudi dan Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki ataupun perempuan” (Gal 3: 28). Karena itu, segala bentuk diskriminasi, penindasan, dan ketidakadilan kepada orang atau golongan tertentu tidak dikehendaki oleh Allah. Allah berfirman, “menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia, laki-laki dan perempuan, diciptakan-Nya mereka” (Kej 1: 27), bahwa keduanya diciptakan setara dan semartabat. Oleh

sebab itu, laki-laki dan perempauan mempunyai kesamaan martabat di hadapan Allah, yakni sebagai citra-Nya.

Dimensi ketiga, manusia sebagai citra Allah dalam hubungan relasinya dengan ciptaan lain. Allah berfirman, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi” (Kej 1: 26). Suatu isyarat bahwa manusia dicipta

setara untuk saling melengkapi dan bekerja sama dengan Sang Pencipta. Ia memberi tugas kepada manusia untuk menghadirkan-Nya dalam setiap tugasnya. Manusia dengan anugerah akal budi dan kehendak bebasnya dipercaya oleh Allah menjadi wakil-Nya, mengelola seluruh semesta alam dengan penuh tanggung jawab demi kesejahteraan manusia di dunia (Karris, 2002: 36).

(55)

laki-laki maupun perempuan dengan segala keanekaragaman suku, bangsa, bahasa, warna kulit, atau agama. Semua memperoleh martabat sama dihadapan Allah yakni sebagai citra-Nya.

Spiritualitas kesamaan martabat manusia sebagai citra Allah merupakan Roh yang menggerakkan para Suster SPM dalam menghayati hidup dan karya. Spiritualitas ini sebagai potret keteladanan hidup Yesus dan Santa Maria; kemudian dihayati oleh Santa Yulia Billiart sebagai ibu rohani para Suster SPM. Karena itu, para Suster SPM berjuang dalam hidup dan karya di bawah Roh semangat keteladanan Yesus dan Maria. Hendak memperlihatkan arti manusia di hadapan Allah, bahwa setiap manusia berharga dan mulia. Bahkan manusia yang paling hina, merupakan identifikasi diri Allah. Begitu juga dengan Santa Yulia, yang senantiansa mewartakan Allah yang baik dalam setiap tugas hidupnya. Kebaikan Allah ia wartakan kepada orang miskin dan terlantar di jamannya. Demikian pula dengan Pater Mathias Wolff, S.J. Ia hamba yang mengandalkan hidup kepada kekuatan Allah. Keadaan sulit secara lahiriah tidak pernah mengurungkan niatnya untuk tetap menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Penyerahan diri ia lukiskan dalam kata “Hati begitu melekat kepada Allah

sehingga baginya tidak ada lagi sesuatu yang dapat menyenangkannya, kecuali apa yang dikehendaki Tuhan” (Cloos, 2010: 273).

(56)

(Konstitusi SPM, 1984: 19). Dasar dari kesamaan martabat manusia tampak dalam pribadi manusia gambar Allah dan keserupaan manusia dengan Allah (Tim Spiritualitas SPM Provindo, 2012: 24). Maka setiap pribadi dalam kongregasi dan para mitra kerja dalam dunia pendidikan, hendaknya menghayati diri sebagai segambar/ serupa dengan Allah dan rekan kerja Allah yang menyatakan kesetaraan. Sekaligus menjadi pribadi yang mampu memberi penghargaan kepada setiap sesama sebagai pribadi citra Allah yang berharga. Dengan demikian kepenuhan pribadi sebagai citra Allah dapat dirasakan, dialami, dan dihayati oleh banyak orang (Keputusan Kapitel SPM Provindo, 2010: 32).

B.Profesionalitas Guru 1. Pengertian Profesionalitas

Ada beberapa pengertian yang bertalian dengan kata profesionalitas. Profesionaliatas berasal dari kata profesi, artinya “suatu pekerjaaan atau jabatan

yang ditekuni oleh seseorang dengan syarat pengetahuan dan keterampilan khusus, diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif” (Webstar, 1989 dalam Kunandar, 2007: 45). Ada pula yang berpendapat bahwa, profesi berasal dari kata profess sebuah kata Yunani prophaino berarti menyatakan secara publik. Kata

(57)

Profesionalitas lebih menunjuk pada suatu sikap dan derajat pengetahuan serta keahlian yang dimiliki oleh seseorang untuk melangsungkan pekerjaannya. Profesionalitas secara signifikan diwujudkan oleh seorang dalam melaksanakan profesinya. Seseorang disebut profesional apabila ia mempunyai predikat dan perfoma sesuai dengan tuntutan keahliannya. Keahlian seseorang dapat ditempuh melalui tahap profesionalisasi yakni suatu proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan melalui suatu pendidikan dan pelatihan (Kunandar, 2007: 46).

Sedangkan profesionalisme adalah mutu dari suatu keahlian dan kewenangan seseorang demi mencapai kondisi, nilai, dan tujuan tertentu melalui profesinya (Kunandar, 2007: 46). Dan Ajaran dan Pedoman Gereja tentang Pendidikan Katolik menegaskan bahwa profesionalisme merupakan pendidikan profesi yang berkualitas bagi seorang pendidik Katolik, sehingga ia dapat menghayati dan mewujudkan tri tugas Gereja melalui profesinya (Ajaran dan Pedoman Gereja tentang Pendidikan Katolik, Bab III Awam Katolik di Sekolah, art. 27).

2. Prinsip Profesionalitas

Pasal 7 UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menuliskan prinsip profesionalitas sebagai berikut:

Ayat (1) Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:

a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

(58)

d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara

berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan

i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Ayat (2) Pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.

Prinsip-prinsip di atas, menjadi landasan bagi guru profesional, untuk menghayati profesinya. Prinsip-prinsip tersebut mendorong para guru untuk mengembangkan diri.

Karena itu oleh Suparno ditegaskan bahwa, prinsip-prinsip profesionalitas berguna bagi para guru dalam “berpikir kritis, rasional, dan berani berinovasi demi terjaminnya kualitas profesi guru” (Widiastono, 2004: 131). Dengan adanya prinsip-prinsip tersebut, pihak pembuat undang-undang dan pihak lain yang terkait, wajib mendukung dan menghargai para guru dalam usaha mewujudkan profesinya.

3. Pengertian Guru

(59)

pendidikan menengah (2013: 2-3). PP No. 74 Tahun 2008 yang berisi peraturan tentang Guru, bahwa sebutan guru mencakup: guru itu sendiri (guru kelas, guru bidang studi, dan guru bimbingan dan konseling atau bimbingan karir), guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah, dan guru dalam jabatan pengawas (Danim, 2010: 18).

Bahasa Sansekerta mengistilahkan guru dengan perumpamaan peralihan yaitu dari situasi gelap menjadi terang. Kata “guru” terdiri dari suku kata “gu”

artinya kegelapan dan “ru” artinya terang. Dari kedua arti kata tersebut, dapat

dimaknai bahwa guru ialah seorang yang mampu membebaskan seseorang dari kegelapan karena ketidaktahuan dan ketidaksadaran (Anita Lie dalam Sufiyanta, 2012: xxi). Guru dalam bahasa Sansekerta memiliki makna yang lebih dalam, karena tidak hanya sebatas bisa mengajar atau sebagai pengajar (teacher), namun seorang guru adalah ahli, konselor, sahabat, pendamping, dan pemimpin spiritual (Anita Lie dalam Sufiyanta, 2012: xxi).

Oleh Suparno dikatakan bahwa tokoh pendidikan Driyarkara memberi istilah guru sebagai seorang yang menjalankan fungsinya membentuk anak didik berkembang menjadi manusia yang lebih utuh (Widiastono, 2004: 126). Artinya bahwa seorang guru melalui tugasnya, hendak menghantar anak didik untuk berani berproses mengenal dan menerima pribadinya secara utuh.

4. Hakikat Profesi Guru

(60)

1) memerlukan pendidikan atau persiapan bagi pelaku, 2) persyaratan yang dibakukan oleh pihak yang berwenang dapat dipenuhi, 3) mendapatkan pengakuan dari masyarakat dan negara (V.V. Good dalam Samana, 1994: 27).

5. Hakikat Tugas Guru

Guru dalam melaksanakan tugas, wajib memiliki kompetensi khusus sesuai bidangnya. Ia dituntut untuk terampil mengelola proses belajar mengajar dan dapat memberi teladan menghayati nilai-nilai kehidupan melalui proses pembelajaran. Ia pun perlu memiliki kompetesi dalam tugas pendidikan dan pengajaran (Kunandar, 2007: 46), agar dapat melaksanakan tugas pokoknya sebagai seorang pendidik dan pengajar, yang terdidik, terlatih, serta berpengalaman. Terkait dengan tugas guru, Winkel (1996: 197-200) berpendapat bahwa guru mempunyai tugas digolongkan sebagai seorang pendidik dan didaktikus.

a. Guru sebagai pendidik

(61)

(2003: 26) berpendapat bahwa seorang guru melaksanakan tugas untuk membimbing dan mendorong siswa mencapai kedewasaan utuh dalam emosional, sosial, fisik, seni, spiritual, dan moral. Artinya guru membantu siswa untuk mengalami perkembangan secara holistik.

Guru sebagai seorang pendidik profesional juga dituntut untuk menguasai inti suatu kajian, dapat melaksanakan proses pembelajaran yang mendidik, memiliki komitmen, dan mampu memperhatikan perkembangan anak didik. Seorang pendidik tidak cukup hanya menguasai materi yang akan diajarkan, namun perlu pula untuk memiliki kepribadian kuat sehingga ia mampu menghayati nilai-nilai kehidupan yang dapat dijadikan panutan bagi anak didik (Winkel, 1996: 195).

Pendidik yang baik tidak hanya mengajarkan kepada anak didik pengetahuan, tetapi berkewajiban melatih keterampilan, sikap, dan mental anak didik. Winkel (1996: 197) mengatakan bahwa sebagai seorang pendidik guru ialah inspirator yang dapat memberi semangat dan korektor yang mampu mengarahkan dan membetulkan sikap atau tindakan peserta didik yang kurang sesuai dengan tuntutan kehidupan manusia dewasa. Guru selaku pendidik berharap bahwa nilai-nilai yang ditanamkannya, lambat laun terinternalisasi dalam kehidupan anak didik.

(62)

pengalaman hidupnya. Pengalaman hidup baik di kelas atau di luar kelas akan menjadi suatu pengalaman belajar bernilai yang dapat mengutuhkan pribadinya.

Oleh karena itu, seorang pendidik perlu menanamkan nilai-nilai kepada peserta didik, sebab nilai dapat menyebabkan manusia tertarik mengerjakan sesuatu karena isinya dan bukan sekedar mengikuti naluri alamiah. Sebab menurut Mardiatmadja pengalaman akan nilai menyebabkan manusia menjadi manusia seutuhnya (Widiastono, 2004: 69). Guru yang mendidik dapat memampukan anak didik belajar mengintegrasikan pengembangan intelektual dengan nilai-nilai kemanusiaan (Nasution, 2005: 216).

b. Guru sebagai didaktikus

Didaktikus artinya pandai mengajar. Kata dasar didaktikus ialah didaktik. Didaktik adalah bahasa Yunani yaitu didasko, asal katanya adalah didaskein atau pengajaran yang berarti perbuatan atau aktivitas yang menyebabkan timbulnya kegiatan dan kecakapan baru pada seseorang. Artinya “perbuatan atau aktivitas yang menyebabkan timbulnya kegiatan dan kecakapan baru pada orang lain” (suwandajampang.blogspot.com.). Jadi arti guru sebagai didaktikus adalah guru yang pandai dalam memberi pengajaran atau mengajar (Winkel, 1996: 200).

(63)

materi pelajaran dan tujuan pengajaran, memperhatikan kebutuhan siswa,

keadaan kelas pada waktu tertentu, dan pengalaman guru secara pribadi (Winkel, 1996: 202).

Pengajar yang baik mampu melaksanakaan proses belajar dan berusaha melakukan interaksi dengan anak didik. Saling mengkomunikasikan perasaan-perasaan dan sikap sebagai bentuk kontak manusiawi baik secara verbal maupun nonverbal (Winkel, 1996: 206). Selain itu guru perlu memilih dan menggunakan gaya mengajar yang tepat dalam proses belajar mengajar. Gaya pengajaran guru perlu menyesuaikan materi yang akan diberikan, memperhatikan besar kecilnya kelas, dan memahami tahap perkembangan serta taraf kemampuan peserta didik (Winkel, 1996: 205).

Guru yang mengajar perlu memiliki kemampuan dalam mengelola proses pengajaran, yang mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan kegiatan, dan evaluasi dalam situasi kondusif dan edukatif. Pengajaran seorang guru diarahkan untuk mencapai tujuan agar anak didik mengalami perubahan tingkah laku, baik dari dimensi kognitif, afektif, maupun psikomotorik (Nasution, 2005: 53). Kegiatan pengajaran seorang guru selalu diarahkan pada terbentuknya kepribadian utuh di mana ketiga dimensi di atas dapat berkembang secara optimal dalam diri anak didik.

Gambar

gambar Allah atau serupa dengan Allah yang kasih, agung, dan baik. Mereka
gambar yang dihasilkan merupakan hasil dari proses bersama.
Tabel 1a Instrumen Observasi kepada Observer (O)
Tabel 1b
+7

Referensi

Dokumen terkait