i
PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK AWAL BALIGH MENJALANKAN IBADAH PUASA RAMADHAN
DI DUSUN NOLOPRAYAN, DESA JATIREJO, KECAMATAN SURUH, KABUPATEN SEMARANG
TAHUN 2018
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)
OLEH:
INDAH PURNAMA SARI 111-14-279
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
iii
PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK AWAL BALIGH MENJALANKAN IBADAH PUASA RAMADHAN
DI DUSUN NOLOPRAYAN, DESA JATIREJO, KECAMATAN SURUH, KABUPATEN SEMARANG
TAHUN 2018
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)
OLEH:
INDAH PURNAMA SARI 111-14-279
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
vii
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada
hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan”(Q.S. Al-Baqarah: 183-184) (Qordhawi, 2006:
viii PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur alhamdulillah kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya dalam menyelesaikan karya ini. Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku tercinta (Bp. Ngatmin dan Ibu Painah). Terima kasih atas doa, nasihat, kasih sayang, cinta, dorongan, kepercayaan, kesabaran, jerih payah serta pengorbanan tanpa pamrih yang selalu diberikan untukku.
2. Ketiga kakakku tersayang (Muh Adi Saputro, Nanik Sunarti, dan Rina Suryani) yang telah mendoakan ku serta memberikan motivasi kepadaku.
3. Keponakanku tersayang (Arga, Tacia, Malik, Abid, Inez dan Ziham) yang membuat cair suasana
4. Keluarga besarku (Busri dan Wiro Dinomo Timin) yang tiada henti selalu mendoakan ku 5. Bapak Imam Mas Arum M.Pd selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan
motivasi dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini
6. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah memberikan berbagai ilmu kepadaku 7. Mas Eko Sulistyono yang selalu memberikan masukan, motivasi, serta segala sesuatu
yang menunjang dalam penyelesaian skripsi ini
ix
9. Adikku (Meli Asiyani Lestari dan Fitriyatus Syarifah) yang selalu membantu dalam menyelesaikan skripsi ini
10. Semua teman seperjuanganku prodi PAI angkatan 2014 khususnya PAI G
11. Semua teman-teman PPL di SMK Negeri 1 Salatiga (Ida Rizki Afita, Ahmad Fuad, Nur Chalim, Asprillia Putri Pangesti, Novlita Zalikapuri, Muhammad Luthfi, dan Miftahul Wahab) dan semua teman-teman KKN di Dusun Blendung, Kecamatan Kemusu (Yunita, Riski Inayah, Tami, Uuk, Lena, Danang, Gilang, dan Adin) yang saya cintai.
12. Kepala Dusun Noloprayan yang telah mengizinkan saya untuk melakukan peneltian di Dusun Noloprayan
x
KATA PENGANTAR
ميحرلا نمحّرلا للها مسب
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang selalu memberikan nikmat, karunia, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak Awal Baligh Menjalankan Ibadah puasa Ramadhan di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang Tahun 2018 dapat terselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita baginda Nabi Muhammad SAW, yang menjadikannya suri tauladan yang mana beliaulah satu-satunya umat manusia yang dapat mereformasi umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benerang yakni dengan ajarannya agama Islam.
Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa motivasi, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak terkait sehingga kebahagiaan yang tiada tara penulis rasakan setelah skripsi ini selesai. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih setulusnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M. Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah mengarahkan, dan meluangkan waktunya dalam penulisan skripsi ini
5. Ibu Dra.Urifatun Anis, M.Pd.I selaku Dosen Pembimbing Akademik
xii ABSTRAK
Sari, Indah Purnama. 2018. Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak Awal Baligh Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan Di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang Tahun 2018. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum, M.Pd.
Kata kunci: peran orang tua, baligh, puasa ramadhan
Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam mendidik anak awal baligh menjalankan ibadah puasa ramadhan. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah kondisi ibadah puasa ramadhan anak awal baligh, peran orang tua dalam mendidik anak awal baligh serta faktor pendukung dan penghambat orang tua dalam mendidik anak awal baligh menjalankan ibadah puasa ramadhan di Dusun Noloprayan. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana ibadah puasa ramadhan anak awal baligh di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang Tahun 2018? (2) Bagaimana peran orang tua dalam mendidik anak awal baligh menjalankan ibadah puasa ramadhan di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang Tahun 2018? (3) Apa saja faktor yang mendukung dan menghambat orang tua dalam mendidik anak awal baligh menjalankan ibadah puasa ramadhan di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang Tahun 2018?
Jenis penelitian adalah penelitian lapangan (Field research) dan bersifat deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan dokumentasi. Langkah analisis data dilakukan dengan reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Karakteristik informan yang diteliti adalah orang tua baik Bapak maupun Ibu yang berperan dalam mendidik anak untuk berpuasa ramadhan dan anak awal baligh. Usia putra putri berkisar antara 10 sampai 13 tahun, dan mereka tinggal di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang. Informan yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 8 orang yang terdiri dari orang tua dan anak awal baligh dalam 4 keluarga.
xiii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... vi
xiv BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekata dan Jenis Penelitian ... 43
B. Kehadiran Peneliti ... 44
H. Tahap-Tahap Penelitian... 55
xv
DAFTAR TABEL
1. Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Total RW 02 Berdasarkan Jenis Kelamin
2. Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Usia
3. Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan
4. Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencahariaan 5. Tabel 4.5 Sarana Peribadatan
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Penulis 2. Lampiran 2 Surat Tugas Pembimbing 3. Lampiran 3 Surat Izin Penelitian
4. Lampiran 4 Surat Keterangan Selesai Penelitian 5. Lampiran 5 Lembar Konsultasi Skripsi
6. Lampiran 6 Laporan SKK
7. Lampiran 7 Buku Kegiatan Bulan Ramadhan 8. Lampiran 8 Pedoman Wawancara
9. Lampiran 9 Transkip Wawancara 10. Lampiran 10 Dokumentasi
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang memiliki peran sangat penting dalam
kehidupan umat manusia. Agama menjadi salah satu tolak ukur dalam upaya
mewujudkan kehidupan yang damai dan bermartabat yang dapat
dikembangkan melalui pendidikan agama. Salah satu ajaran agama yang
wajib dilaksanakan oleh setiap muslim adalah puasa pada bulan ramadhan.
Puasa atau shiyam adalah suatu ibadah kepada Allah SWT dengan syarat dan
rukun tertentu dengan jalan menahan diri dari makan, minum dan
berhubungan seksual dan lain-lain perbuatan yang dapat merugikan atau
mengurangi makna atau nilai dari pada puasa, semenjak terbitnya fajar sampai
terbenamnya matahari (Drajat, 1983: 275). Puasa ramadhan adalah kewajiban
yang sakral dan ibadah islam yang bersifat syi`ar yang agung, juga salah satu
rukun islam praktis yang lima, yang menjadi piral agaima ini.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah, dasar dan tujuan
serta teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan praktek pendidikan
didasarkan pada nilai-nilai Islam yang terkandung dalam Al-Qur‟an dan
Hadits Nabi (Zuhairini, 2004: 177). Keberhasilan pendidikan tidak hanya
2
nilai-nilai keagamaan dalam jiwa serta mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Mengenai kewajiban dalam melaksanakan ibadah puasa ramadhan,
Allah Swt telah berfirman dalam (Q.S. Al-Baqarah: 183-184):
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan” (Qordhawi, 2006: 30).
Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa ibadah puasa wajib dilakukan oleh
setiap orang yang beriman. Tidak terkecuali bagi anak-anak awal baligh.
Anak awal baligh harus sudah diberikan didikan untuk menjalankan ibadah
puasa ramadhan. Salah satu hal yang penting dalam mendidik anak disiplin
3
yang didapatkan anak adalah pendidikan yang berasal dari keluarga. Menurut
Ali (1998: 87) Orang tua adalah orang dewasa pertama yang memikul
tanggung jawab pendidikan, sebab secara alami pada masa awal kehidupan
berada ditengah-tengah ayah dan ibunya.
Orang tua yang bisa lebih mengetahui kondisi anaknya sendiri tentang
kapan mereka betul-betul siap mulai berlatih puasa (Salwasalsabila, 2008:
109). Pada dasarnya hanya orang tua yang mampu mengetahui kondisi anak
kapan anak siap untuk diberikan pendidikan agama. Dan untuk memberikan
pendidikan agama tersebut harus dilakukan secara intensif agar mencapai
suatu hasil yang maksimal. Tidak mudah untuk mencapai tujuan tersebut,
tentulah harus dimulai dari titik yang paling awal, yakni memberikan
pemahaman-pemahaman mengenai pendidikan agama.
Seperti sabda Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Bukhari
Muslim:
وناسجمي وأ ونارصني وأ ونادوهي هاوبأف ةرطفلا ىلع دلوي دولوم لك
Artinya: “Tiada manusia lahir (dilahirkan) kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia
Yahudi, atau Nasrani atau Majusi”. (Bahreisy, 1980: 68).
Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan
dan pengalaman yang dilaluinya terutama pada masa pertumbuhan yang
pertama (usia 0-12 tahun). Masa yang menentukan bagi pertumbuhan
4
sering mendapatkan didikan agama dan mempunyai pengalaman keagamaan,
maka setelah dewasa anak akan cenderung bersikap positif terhadap agama,
demikian sebaliknya anak yang tidak pernah mendapatkan didikan agama dan
tidak berpengalaman dalam keagamaan, maka setelah dewasa anak tersebut
akan cenderung bersikap negatif terhadap agamanya (Daradjat, 2005: 69).
Anak-anak biasanya sulit melakukan puasa ramadhan. Salah satu
faktor yang menghambat adalah faktor lingkungan baik itu lingkungan
masyarakat maupun lingkungan sekolah. Contoh faktor yang menghambat
anak dalam melaksanakan puasa yaitu pengaruh yang diberikan kepada anak
yang nakal dengan berbohong puasa ternyata tidak berpuasa. Apalagi anak
yang awal baligh sangat rentan dengan bujukan-bujukan dari
teman-temannya. Dalam hal ini peran orang tua sangatlah dibutuhkan untuk
mendidik anak agar rajin berpuasa ramadhan.
Berbeda di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh,
Kabupaten Semarang Tahun 2018 di mana anak-anak usia awal baligh telah
rajin berpuasa ramadhan. Itu semua karena kesadaran dalam diri orang tua
untuk mendidik anak awal baligh menjalankan ibadah puasa ramadhan.
Terlihat ketika bulan ramadhan telah tiba, anak awal baligh antusias untuk
menjalankan ibadah puasa ramadhan. Sehingga di sini peneliti ingin
mengetahui peran orang tua dalam mendidik anak awal baligh menjalankan
5
Berdasarkan latar belakang di atas yang berada di Dusun Noloprayan,
Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, maka peneliti ingin
mencari tahu peran orang tua dalam mendidik anak awal baligh menjalankan
ibadah puasa ramadhan dengan melakukan penelitian yang berjudul “Peran
Orang Tua dalam Mendidik Anak Awal Baligh Menjalankan Ibadah
Puasa Ramadhan di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan
Suruh, Kabupaten Semarang Tahun 2018”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah peneliti paparkan di
atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana ibadah puasa ramadhan anak awal baligh di Dusun
Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang
Tahun 2018?
2. Bagaimana peran orang tua dalam mendidik anak awal baligh
menjalankan ibadah puasa ramadhan di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo,
Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang Tahun 2018?
3. Apa saja faktor yang mendukung dan menghambat orang tua dalam
mendidik anak awal baligh menjalankan ibadah puasa ramadhan di Dusun
Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang
6
C. Tujuan Penelitian
Sebagai konsekuensi dari permasalahan pokok, maka tujuan penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan ibadah puasa ramadhan anak awal baligh
di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten
Semarang Tahun 2018
2. Untuk mengetahui peran orang tua dalam mendidik anak awal baligh
menjalankan ibadah puasa ramadhan di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo,
Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang Tahun 2018.
3. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mendukung dan menghambat
orang tua dalam mendidik anak awal baligh menjalankan ibadah puasa
ramadhan di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh,
Kabupaten Semarang Tahun 2018.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
jelas kepada semua pihak yang terkait baik kalangan akademis maupun
masyarakat.. Terdapat 2 manfaat penelitian, yaitu manfaat teoritis dan manfaat
praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan mampu untuk menjadi
sumbangan wacana keilmuwan dan menambah khasanah dalam
7
b. Menambah wawasan orang tua bahwa peran orang tua sangat penting
dalam mendidik anak untuk berpuasa.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi untuk orang tua dalam
mendidik anak awal baligh menjalankan ibadah puasa ramadhan. Dan
juga untuk menjadi referensi anak awal baligh dalam menjalankan
ibadah puasa ramadhan.
b. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan proses
mendidik anak untuk menjalankan ibadah puasa ramadhan, khususnya
bagi orang tua
E. Penegasan Istilah
Agar tidak menimbulkan kesalahan pemahaman terhadap pokok
masalah yang dimaksud maka sebelumnya penulis menguraikan tentang
batasan pengertian yang dimaksud dalam judul ini adalah:
1. Peran Orang Tua
Peran berarti pemain sandiwara (film). Peran juga bisa berarti watak
(peran yang utama ditentukan oleh ciri-ciri individual yang sifatnya khas
dan istimewa). Kata peran mempunyai arti fungsi, kedudukan, bagian
kedudukan (Maulana, dkk, 2003:392). Peran yang dimaksud di sini yaitu
yang memegang pimpinan utama, yang mempunyai ciri-ciri individual
yang sifatnya penting dan utama. Dalam hal ini yang memegang peran
8
menanamkan keagamaan karena menjadi pondasi dalam sebuah keluarga
mendidik anaknya. Dalam hal ini mendidik anak awal baligh untuk
berpuasa.
2. Puasa ramadhan
Puasa menurut Islam berkaitan dengan tiga masalah pokok yang
sangat esensial bagi kehidupan manusia, yaitu menahan lapar dan haus,
menahan diri dari hubungan seksual, dan menahan diri dari penglihatan,
pendengaran, serta ucapan-ucapan yang tidak baik atau tidak wajar. Dari
pengertian di atas, kata “Shaum” diartikan menahan diri dari segala
sesuatu dan meninggalkan sesuatu, Ramadhan berasal dari akar kata
ramadha yang berarti membakar atau menghanguskan. Ada dua sebab
mengapa dinamakan bulan ramadhan (Said, 2009:11-13). Ibadah puasa
ramadhan adalah suatu ketundukan atau kepatuhan kepada Allah swt.
dengan menahan diri dari makan, minum, serta dari hal-hal yang
membatalkannya sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari
disertai dengan niat yang dilaksanakan pada bulan ramadhan.
3. Anak awal baligh
Anak baligh adalah anak usia 15 tahun atau secepat-cepatnya umur 12
tahun bagi laki-laki dan secepat-cepatnya umur 9 tahun bagi wanita
(Harjono, 1987:222). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
anak baligh adalah anak yang sudah bisa membedakan mana yang baik
9
dan sudah mimpi basah, sedangkan untuk perempuan berumur 9 tahun
dan sudah menstruasi.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan penulisan ini maka disusun
sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan. Bab ini menjelaskan tentang pokok permasalahan
yang menjadi landasan awal penelitian yaitu membahas tentang latar belakang
masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan
istilah, serta sistematika penulisan.
Bab II: Kajian Pustaka. Bab ini membahas tentang landasan teori dan
kajian terdahulu, yang meliputi peran orang tua dalam mendidik anak awal
baligh, puasa ramadhan, anak awal baligh, serta penelitian terdahulu yang
mendukung penelitian ini.
Bab III: Metodologi Penelitian. Bab ini membahas tentang metode
penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti,
lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data,
pengecekan keabsahan data, serta tahap-tahap penelitian.
Bab IV: Paparan Data dan Analisis Data. Pada bab ini peneliti akan
menjelaskan tentang paparan data dan analisis data yang terkumpul dalam
klasifikasi data. Dalam paparan data membahas tentang gambaran tempat
meliputi: letak geografis, keadaan penduduk berupa jumlah penduduk
10
menurut pendidikan, jumlah penduduk menurut mata pencahariaan, sarana
peribadatan, dan temuan data berupa karakteristik keluarga di Dusun
Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang.
Sedangkan dalam analisis data untuk menjawab rumusan masalah tentang
kondisi ibadah puasa ramadhan anak awal baligh, peran orang tua dalam
mendidik anak awal baligh menjalankan ibadah puasa ramadhan serta faktor
yang mendukung dan faktor penghambat dalam mendidik anak awal baligh
dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan di Dusun Noloprayan, Desa
Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang Tahun 2018.
Bab V: Penutup. Bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan dan
saran-saran. Pada bagian akhir akan di paparkan mengeni daftar pustaka,
11 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Peran Orang Tua
a. Pengertian peran orang tua
Soekanto mengemukakan beberapa pendapatnya sebagai
berikut:
1) Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi
atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti
ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang
membimbing seseorang dalam kehidupan.
2) Peran adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan
oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3) Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang
penting bagi struktur masyarakat (Soekanto, 1986: 12).
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama, utama
karena pengaruh mereka amat mendasar dalam perkembangan
kepribadian anaknya, pertama karena orang tua adalah orang
pertama dan paling banyak melakukan kontak dengan anaknya
(Tafsir, 1997: 135). Orang tua menjadi panutan dan contoh bagi
12
yang dikerjakan orang tua akan dicontoh oleh anak. Misalnya anak
laki-laki senang bermain menggunakan palu, anak perempuan
senang bermain boneka dan memasak. Contoh tersebut adalah
adanya kekaguman anak terhadap orang tuanya, karena itu
keteladanan sangat perlu seperti puasa ramadhan, shalat berjamah,
membaca basmallah ketika makan dan lain sebagainya, dari hal itu
anak-anak akan menirukan (Tafsir, 1996: 7).
Dari berbagai pendapat tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa peran adalah pemegang pimpinan utama melalui tingkah
laku yang berhubungan dengan norma-norma, peraturan-peraturan
dalam melaksanakan kewajiban sesuai dengan situasi dan kondisi
serta posisi seseorang dalam suatu tatanan kehidupan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini yang memegang
peran tersebut adalah orang tua. Mereka yang mendidik dan
mengarahkan anak awal baligh dalam menjalankan ibadah puasa
ramadhan.
b. Tanggung jawab orang tua
Orang tua bukan hanya menjadi bapak dan ibu bagi
anak-anaknya tetapi juga menjadi pendidik yang bertanggung jawab atas
13
“The family is reponsible for preparing the young child to live
in society for teaching the child the language, the attitudes and
some of the basic skills he or she will need” (Robert, 1998: 39).
“Keluarga bertanggung jawab untuk mempersiapkan anak kecil
untuk hidup di masyarakat untuk mengajari anak berbahasa,
bersikap dan beberapa kemampuan dasar yang laki-laki atau
perempuan butuhkan”.
Keluarga merupakan institusi yang pertama bagi anak dalam
mendapatkan pendidikan dari orang tuanya. Jadi keluarga
mempunyai peran dalam pembentukan akhlak anak, oleh karena
itu keluarga harus memberikan pendidikan atau mengajar anak
tentang akhlak mulia atau baik. Hal itu tercermin dari sikap dan
perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh oleh anak.
Di samping itu, dalam melakukan pendidikan akhlak kepada
anaknya, orang tua hendaknya menggunakan metode pembiasaan.
Maksudnya anak dilatih untuk berakhlak yang baik dan bertingkah
laku yang sopan kepada orang tua. Jangan sampai kedua orang tua
menunjukkan kekerasaan yang terjadi antar keduanya di depan
ankanya, karena hal itu akan mengakibatkan anak meniru
kekerasan tersebut dan menganggap bahwa orang tuanya tidak
14
Tanggung jawab pendidikan islam yang dibebankan kepada
orang tua sekurang-kurangnya adalah:
1) Memelihara dan membesarkan anak. Ini adalah bentuk yang
paling sederhana dari tanggung jawab setiap orang tua dan
merupakan dorongan alami untuk mempertahankan
kelangsungan hidup manusia.
2) Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmani maupun
rohaniah, dari berbagai gangguan penyakit dan dari segi
penyelewengan kehidupan dari tujuan hidup yang sesuai
dengan filsafat hidup dan agama yang dianutnya.
3) Memberi pengajaran dala arti yang luas sehingga anak
memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan
kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat
dicapainya.
4) Membahagiakan anak, baik dunia maupun akhirat, sesuai
dengan pandangan dan tujuan hidup muslim (Djamarah, 2004:
86).
Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya tampil dalam
bentuk yang bermacam-macam. Secara garis besar bila dibutiri
maka tanggung jawab orang tua terhadap anaknya adalah
bergembira menyambut kelahiran anak, memberi nama yang baik,
15
menanamkan rasa cinta sesama anak, memberi pendidikan akhlak,
menanamkan akidah dan tauhid, melatih anak mengerjakan shalat
dan puasa, berlaku adil, memperhatikan teman anak, menghormati
anak, memberi hiburan, mencegah perbuatan bebas, menjauhkan
anak dari hal-hal porno, menempatkan dalam lingkungan yang
baik, memperkenalkan kerabat kepada anak, mendidik bertetangga
dan bermasyarakat (Djamarah, 2004: 28). Sesuatu yang sudah
menjadi tanggung jawab orang tua sudah semestinya harus
dilaksanakan oleh kedua orang tua.
c. Tugas orang tua terhadap anak
Ayah dan ibu memiliki tugas dihadapan anaknya. Khususnya
ibu yang harus memfokuskan dirinya dalam menjaga akhlak,
jasmani dan kejiwaannya pada masa kehamilan sampai masa anak
telah lahir ke dunia. Tugas orang tua terhadap anak tidak hanya
terbatas dalam memberi makan, minum, membelikan pakaian baru,
dan tempat berteduh yang nyaman. Beberapa hal tersebut bukan
berarti tidak perlu, sangat perlu. Namun ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam mendidik anak. Beberapa tugas orang tua
yang perlu diperhatikan adalah:
1) Menanamkan Pandangan Hidup Beragama
Tugas orang tua terhadap anak bisa dilakukan dengan
16
karena masa kanak-kanak merupakan masa yang paling baik
untuk mengenalkan dasar-dasar hidup beragama. Penanaman
hidup beragama ini bisa dilakukan dengan memberikan
contoh kepada anak dengan berpuasa, mengajak anak-anak
ikut serta pergi ke masjid bersama orang tua untuk
menjalankan ibadah, mendengarkan kultum, maupun ceramah
agama.
Bila semasa kecilnya anak tidak dikenalkan dengan
agama, tidak pernah pergi bersama orang tua ke masjid
mendengarkan ceramah maupun sholat berjamaah, maka
setelah dewasa mereka pun tidak ada perhatian terhadap hidup
beragama. Untuk itu, tugas orang tua dalam mendidik anak
sangat perlu diperhatikan di awal masa kanak-kanaknya.
2) Tanggung Jawab Keluarga terhadap Pendidikan Anak
Tugas orang tua yang tak kalah pentingnya adalah
memberikan pendidikan yang layak bagi anak. Hal ini tidak
terlepas dari semangat orang tua dalam mendidik anaknya,
beberapa semangat dasar orang tua terhadap pendidikan
anaknya, meliputi: Semangat diri sendiri untuk cinta dan
sayang pada anak. Cinta dan sayang ini akan menumbuhkan
sikap rela dan menerima tanggung jawab sebagai amanah
17
3) Membangun karakter pada anak
Tidak ada yang bisa kita lakukan dengan kecerdasan
kita kalau jiwa yang menjadi tempat berkembangnya amat
rapuh. Bukan cemerlangnya otak yang menjadikan
orang-orang besar memberi warna pada sejarah. Anak-anak yang
sangat berpengaruh pada teman-teman sepermainan yang
sebaya atau bahkan yang lebih tua usianya, kerap kali bukan
ditentukan oleh kecerdasan intelektualnya, melainkan oleh
seberapa kuat karakter membentuk dirinya. Tak perduli
karakter itu baik atau buruk. Kalau karakternya yang
menonjol sangat baik, maka anak-anak disekelilingnya akan
cenderung terbawa. Yang semula buruk, akan berkurang
keburukannya dan berangsur-angsur menjadi baik. Sementara
yang telah baik, akan berjalan seiring dan berlomba unruk
semakin baik (Adhim, 2008: 270). Selain itu tugas orang tua
dalam mendidik anak masih banyak lagi dalam proses
pembentukan karakter, bagaimana anak belajar percaya diri,
menghargai orang lain, dan terlebih lagi orang tua dapat
memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak, karena hal itu
akan berguna bagi masa depannya.
Untuk itu, dalam menjalankan tugas orang tua dalam
18
anaknya dalam menanamkan pandangan hidup beragama,
bagaimana bertanggung jawab terhadap tugasnya serta
bagaimana tugas orang tua membangun karakter pada anak.
d. Cara orang tua dalam mendidik anak
Untuk menanamkan perilaku beribadah, setiap orang tua harus
memiliki strategi dalam mendidik anak. Strategi tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa bentuk metode, sebagai berikut:
1) Menanamkan akidah dalam islam
Akidah islamiyah memiliki enam komponen pokok
keimanan, yaitu beriman kepada Allah SWT, para malaikat,
kitab-kitab, para rasul, hari akhir, serta qadha‟ dan qadar yang
baik maupun yang buruk. Komponen-komponen ini memiliki
keunikan tersendiri, oleh karena itu sebagian orang tua
merasakan kesulitan untuk menjelaskannya kepada anak kecil
yang kemampuan berikirnya masih sangat sederhana dan
terbatas untuk mengenali hal-hal yang abstrak (Al „Adawy,
2007: 112).
2) Memberikan keteladanan
Jika kita perhatikan, para rasul dan nabi selalu
memberikan perhatian yang besar terhadap keselamatan akidah
19
Artinya: “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu
kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub.
(Ibrahim berkata): „Hai anak-anakku!
Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali
dalam memeluk agama Islam‟. (Ahmad, 2015:
112)
Demikian juga luqman mempunyai perhatian yang
besar terhadap putranya, sebagaimana tergambar dalam
wasiatnya yang disebutkan oleh Allah Swt dalam firmanNya
QS. Luqman: 13 sebagai berikut:
ْشُت َلَّ َّيَُُث بَي ُُّظ ِؼَي ََُْٕٔ ُِِّْث ِلَّ ٌُبًَْقُن َلبَق ْذِإَٔ
ٌَِّإ َّللَّبِث ْكِر
ٌىي ِظَػ ٌىْهُظَن َك ْرِّشنا
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepadaanaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Ahmad, 2015: 116)
3) Pemberian hadiah pada anak
Pemberian hadiah memiliki pengaruh yang baik bagi
setiap jiwa manusia oada umumnya. Namun pengaruh terbesar
20
pemberian hadiah dengan menjadikannya sebagai salah satu
bentuk cara untuk menumbuhkan sikap kecintaan yang tulus di
antara manusia.
4) Berbicara dengan anak sesuai kemampuan akalnya
Seorang anak, sebagaimana makhluk hidup yang lain,
mempunyai batas-batas yang tidak dapat dilanggar. Para orang
tua harus mengetahui tingkat kemampuan akal anak, sehingga
memudahkan mereka dalam berkomunikasi dan memecahkan
berbagai masalah yang berkenaan dengan anak.
5) Menasihati seperlunya
Terlalu banyak menasihati sering kali membuat anak
jenuh dan bosan. Namun, sedikit menasihati _oku memberikan
keleluasaan anak dalam bertindak yang kurang baik. Karena
itu, sebagai pendidik, orang tua atau guru sebaiknya bersikap
tengah-tengah dalam memberikan nasihat. Akan lebih baik jika
pendidik memberikan keteladanan (uswatun hasanah)
ketimbang nasihat-nasihat berupa omongan secara berlebihan.
Keteladanan akan lebih efektif dampaknya karena dapat
disaksikan langsung oleh anak (Mustaqim, 2005: 38-44).
6) Bertutur kata dengan lemah lembut
Sesungguhnya tutur kata yang lembut merupakan salah
21
yang halus maka, anak akan mampu untuk menerima segala
nasihat yang orang tua berikan. Sebaliknya, apabila orang tua
menggunakan ucapan yang kasar, maka anak tidak akan
mampu menangkap apa yang diucapkan orang tua. Biasanya
apabila orang tua bertutur kasar ketika hendak menasihati, anak
justru tidak memiliki rasa takut kepada orang tua bahkan
membangkakngnya.
7) Melatih anak dengan pengalaman-pengalaman praktis
Sesungguhnya memberikan pengalaman-pengalaman
praktis berarti memberi masukan wawasan dan ilmu
pengetahuan. Ketika anak mulai tumbuh dan memfungsikan
kedua tangannya untuk melakukan banyak hal, ketika itu pula
akalnya mulai berbuka dan bekerja.
8) Menjadikan anak sebagai teman
Menjadikan anak sebagai teman adalah hal yang sangat
penting dalam pembentukan jiwa seorang anak. Karena dua
orang teman dapat dengan mudah mengambil pelajaran antara
yang satu dengan yang lainnya (Hafizh, 1997: 197).
e. Ciri-ciri orang tua yang baik
Proses pendidikan anak paling tidak melibatkan tiga faktor:
anak sebagai peserta didik, orang tua/guru sebagai pendidik, dan
22
berkait dan menunjang keberhasilan pendidikan anak. Namun,
disadari atau tidak, tampaknya pendidik merupakan faktor utama
yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu,
menjadi pendidik yang baik merupakan syarat utama yang akan
membantu dalam melaksanakan tugas pendidikan dengna baik.
Berikut ini beberapa sifat yang semestinya dimiliki oleh setiap
pendidik, yakni:
1) Sabar
Kesabaran merupakan sifat utama yang harus dimiliki
oleh pendidik. Kesabaran dapat melahirkan sikap dewasa
pendidik dalam menangani permasalahan anak didiknya.
Melalui kesabaran, pendidik akan memahami keinginan anak
didiknya, dan anak didik juga akan mengerti apa yang
diharapkan pendidiknya. Cara efektif melatih kesabaran
adalah menahan diri dari cepat emosi ketika melihat hal-hal
yang tidak menyenangkan. Seorang pendidik harus bertanya
terlebih dahulu mengapa anak berbuat tindakan yang
menjengkelkan. Karena itu, ia dituntut untuk memahami
permasalahannya dahulu dan tidak terpancing emosi.
23
Seorang pendidik harus lebih mengedepankan sikap lemah
lembut daripada sikap keras atau kasar. Dengan kelembutan,
anak akan merasa disayang dan terketuk hatinya.
3) Penyayang
Sikap penuyayang harus dimiliki oleh setiap pendidik. Ia
akan menumbuhkan ikatan emosional yang kuat antara
pendidik dan peserta didik. Dengan ikatan ini, pendidik dan
peserta didik dapat bekerja sama dengan baik dalam
merealisasikan tujuan pendidikan.
4) Luwes dalam bertindak
Seorang pendidik sepatutnya bersikap luwes setiap kali
menghadapi anak didiknya. Sikap luwes (fleksibel) sangat
membantu proses penanganan setiap masalah anak didik.
Orang yang bersikap luwes biasanya cepat menyesuaikan diri
dan cenderung mencari cara efektif intuk menyelesaikan
setiap persoalannya. Dengan demikian, jika gagal menerapkan
sebuah metode, dia akan beralih menerapkan metode lain
yang lebih sesuai. Cara pandang orang yang luwes adalah
tidak memaksakan suatu metode dan berusaha memilih
24
5) Mengendalikan emosi
Suka marah-marah termasuk sifat yang kurang baik dalam
proses pendidikan anak. Pemarah biasanya cenderung
bersikap kasar dan merendhkan orang lain. Jika hal ini terjadi
pada pendidik, anak didik akan bersifat minder dan menjauhi
pendidinya.
6) Bersikap moderat
Sikap berlebihan atau ekstrem merupakan sikap tercela
dalam urusan apa pun. Karena itu, Nabi Saw lebih menyukai
sikap moderat ketimbang sikap ekstrem dalam beragama.
Tentunya, hal ini patut diterapkan dalam pendidikan anak.
Sebagai seorang pendidik atau dalam hal ini orang tua,
dituntut memiliki karakter yang sangat baik demi menunjang
suatu pendidikan agama anak. Orang tua dengan segala
bentuk karakternya harus memberikan energi positif kepada
anak agar mereka mampu menumbuhkan pribadi dengan latar
belakang keagamaan. Dengan karakter sedemikian rupa orang
tua dapat dengan mudah menyampaikan apa yang menjadi
tujuan utama dari pendidikan keagamaan. Dalam hal ini orang
tua mendidik anak untuk menjalankan ibadah puasa ramadhan
(Hafizh, 1997: 67-74). Untuk menjadi seorang pendidik, baik
25
aspek yang telah disebutkan. Sehingga akan menjadi seorang
pendidik yang mampu memberikan arahan kepada anak.
2. Anak Awal Baligh
a. Pengertian anak awal baligh
Baligh merupakan masa di mana anak telah sampai
pada dewasa. Pada usia ini anak telah mengalami
kesadaran penuh akan dirinya, sehingga anak diberi
tanggung jawab (taklif) (Mujib, 2006: 403). Pada fase ini
disebut sebagai fase yang mana individu mampu
bertindak menjalankan hukum baik yang berkaitan
dengan perintah maupun larangan (Mujib, 2006: 142).
Masa baligh berlangsung dari saat individu menjadi
matang secara seksual sampai usia delapan belas tahun,
usia kematangan awal masa remaja berlangsung sampai
tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja berlangsung
sampai usia kematangan yang resmi (Hartati, 2004: 41).
Kondisi aqil menjadi salah satu syarat wajib bagi
seseorang untuk menerima suatu beban agama, sementara
kondisi gila (junun) menjadi penghalang bagi penerimaan
kewajiban agama (Mujib, 2006: 403-405).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa anak awal baligh
26
mimpi basah, jika belum mimpi basah maka usia
balighnya adalah 15 tahun. Sedangkan bagi perempuan
adalah minimal usia 9 tahun dan telah menstruasi.
b. Tanda-tanda anak awal baligh
Anak awal baligh dapat diketahui dengan beberapa
tanda, yaitu:
1) Sempurnanya umur lima belas tahun berlaku bagi anak
laki-laki dan perempuan dengan menggunakan
perhitungan kalender hijriah atau qamariyah. Dan
umur 9 tahun bagi anak perempuan.
Selain dalam faktor usia, ada beberapa
perubahan ketika anak laki-laki telah mencapai 9
tahun/baligh. Adapun perubahan yang terjadi,
diantaranya:
a) Testis (buah pelir) membesar
b) Terjadi perubahan suara pada anak
c) Perubahan tinggi badan mencapai tingkat
maksimum setiap tahunnya
d) Tumbuh bulu ketiak
e) Tumbuh bulu didada (Sarlito, 1991: 50)
27
2) Keluarnya sperma (ihtilaam) setelah usia sembilan
tahun secara pasti menurut kalender hijriyah meskipun
tidak benar-benar mengeluarkan sperma, seperti
me€rasa akan keluar sperma, kemudian ia tahan
sehingga tidak jadi keluar. Keluarnya sperma ini
menjadi tanda baligh baik bagi seorang anak laki-laki
maupun perempuan, baik keluar pada waktu tidur
ataupun terjaga, keluar dengan cara bersetubuh (jima‟)
atau lainnya, melalui jalannya yang biasa ataupun
jalan lainnya karena tersumbatnya jalan yang biasa.
3) Adapun haid atau menstruasi menjadi tanda baligh
hanya bagi seorang perempuan, tidak bagi seorang
laki-laki. Ini terjadi bila umur anak perempuan
tersebut telah mencapai usia sembilan tahun secara
perkiraan, bukan secara pasti, dimana kekurangan
umur sembilan tahunnya kurang dari enam belas hari
menurut kalender hijriyah. Bila ada seorang anak yang
hamil pada usia tersebut, maka tanda balighnya bukan
dari kehamilannya tetapi dari keluarnya sperma
sebelum hamil. (Rasyid, 1976: 65-66). Anak dapat
dikatakan baligh apabila sudah melewati tanda
28
Perubahan-perubahan fisik pada anak
perempuan, diantaranya:
a) Pertumbuhan tulang-tulang (badan) menjadi
tinggi
b) Pertumbuhan payudara
c) Tumbuh bulu yang halus berwarna gelap
dikemaluan
d) Tumbuh bulu-bulu ketiak (Sarlito, 1991: 51)
Pertumbuhan fisik merupakan gejala primer
dalam pertumbuhan remaja. Perubahan tersebut dapat
berupa perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi
tubuh, munculnya ciri-ciri kelamin yang utama
(primer) dan ciri kelamin kedua (sekunder).
3. Puasa Ramadhan
a. Pengertian puasa ramadhan
Puasa berasal dari “shama-yashuumu-shauman wa shiyamaan”
(Yunus, 1989:224). Menurut arti bahasa, Ash-shiam (puasa) artinya
al-imsak yang berarti menahan, maksudnya menahan diri dari
melakukan sesuatu.
Pengertian tersebut terdapat dalam firman Allah Swt Q.S.
29
Artinya: “Makan minumlah nhingga terang bagimu benang putih
dari benang hitam, yaitu fajar….” (Ash Shiddieqy, 1983:
58).
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan puasa
adalah “menahan diri dari yang membatalkan puasa seperti makan,
minum, bersenggama, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari,
dengan niat karena Allah Swt yang disertai syarat-syarat” (Ash
Shiddieqy, 1983: 61).
Ada beberapa alasan di mana bulan itu disebut sebagai bulan
ramadhan, yakni:
1) Karena pada bulan itulah saatnya umat Islam membakar jiwanya
melalui amal ibadah dan rangkaian tausiah serta mauizahah
hasanah. Dengan demikian terbangun kembali semangat dan
gairah untuk menjalankan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya,
membelanya dari serangan musuh-musuh, dan ikut serta dalam
mendakwahkannya atau berpartisipasi aktif dalam berbagai
kegiatan dakwah. Semuanya demi satu tujuan li I‟laa‟I
30
demi terwujudnya izzul islaam wal muslimin (kemuliaan Islam
dan umatnya).
2) Pada bulan itu pula kesempatan besar terbuka bagi setiap muslim
untuk menghanguskan segala dosa yang telah dikerjakan selama
ini. Dosa-dosa kepada Allah dihanguskan dengan memperbanyak
istighfar, memohon ampun kepada Allah Swt dan bertobat
kepada-Nya dengan menyesali dosa-dosa serta bertekat untuk
tidak mengulanginya.
Apabila sebelum ramadhan masih belum beres puasanya,
setelah ramadhan tidak bolong-bolong lagi. Bila sebelum
ramadhan terbiasa dengan pergaulan bebas dengan yang bukan
muhrim, setelah ramadhan mulai mengurangi hal tersebut,
bahkan menghentikannya sama sekali. Bila sebelum ramadhan
dalam berpakaian masih suka membuka sebagian aurat
khususnya bagi wanita muslimah, usai ramadhan mulai
mengenakan busana muslimah dengan sebaik-baiknya. Bila hal
ini terjadi pada diri seorang muslim, dapat dikatakan dirinya
telah lulus dari madrasah ramadhan dengan menghanguskan
dosa-dosanya kepada Allah Swt melalui keinsafan dan tobatnya.
Adapun dosa-dosa kepada sesama manusia, juga
dihanguskan di bulan ramadhan ini dengan saling memaafkan,
31
tidak ada lagi perasaan benci, dengki dendam, dan iri kepada
saudaranya (Said, 2009: 10-12).
Jadi puasa ramadhan merupakan bulan bagi umat muslim
menahan diri dari makan, minum dan segala sesuatu yang
membatlakan puasa dari terbit fajar sampai terbenamnya
matahari di mana pada saat itu segala dosa yang diperbuat
manusia akan dibakar dan dihanguskan melalui segala bentuk
amal ibadah. Tidak hanya itu, di bulan yang penuh suci itu
manusia diberikan kesempatan yang amat besar untuk
memperbaiki jiwanya supaya meninggalkan sesuatu yang buruk
dan bertobat memohon ampun kepada Allah Swt.
b. Dalil diwajibkan puasa ramadhan
Wajibnya puasa di bulan ini telah dikukuhkan dalam Al-Qur'an
32
sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui” (Al Ahmadi, Abdul Aziz mabruk
dkk 2017:243).
Berdasarkan oleh apa yang diriwayatkan oleh Abdullah bin
Umar, dia berkata, Rasulullah Saw, bersabda:
َيُُِث :َلبَق َىَّهَصَٔ ِّْيَهَػ اللَّ ٗهَص اللَّ َلُٕصَر ٌَْأ بًََُُْٓػ ُاللَّ َيِضَر َرًَُػ ٍِْثا ٍَِػ
tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa ramadhan, dan haji ke Baitullah bagi siapa yang mampu mengadakan perjalanan
ke sana” (Nawawi, 2010: 313).
.
Dan berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Thalhah bin
Ubaidullah:
ِإ َءبَج بَّيِثاَرْػَا ٌََّأ
اَذبَي ْيَِْرِجْخَأ :ِاللَّ لُْٕصَربَي :َلبَقَف ِسْأَّرناَرِءبَث ِاللَّ ِلُْٕصَر َٗن
َلبَق ؟ُُِرْيَغ َّيَهَػ :َلبَق ٌَبَضَيَرَرَْٓش :ِاللَّ ُلُْٕصَر َلبَق ؟ٍوبَيِص ٍِْي َّيَهَػ ُاللَّ َضَرَف
.بًئْيَش َعََّٕطَت ٌَْأ َّلَِّإ ,َلَّ
Artinya:”Bahwa seorang laki-laki Badui dalam keadaan rambut
33
„Wahai Rasulullah beritahukanlah kepadaku apa yang Allah wajibkan atasku terkait dengan puasa?‟ Beliau
menjawab, „Bulan Ramadhan‟. Dia bertanya, „Apakah ada
kewajiban yang lain?‟ Beliau menjawab, „Tidak, kecuali
engkau mau menambah puasa (sunnah) secara sukarela”.
(Nawawi, 2010: 314)
c. Syarat sah puasa
Menurut Ash Shiddieqy secara garis besar terdapat empat syarat
yang harus dipenuhi untuk menjadikan sahnya puasa ramadhan,
yaitu:
1) Islam
Apabila seorang kafir, baik asli atau kafir murtad berniat
puasa, tidaklah sah puasanya. Apabila seorang muslim yang
sedang berpuasa menjadi murtad karena mencela agama Islam,
atau mengingkari suatu hukum Islam yang di ijma‟ kan
(disepakati) oleh umat atau dia mengerjakan sesuatu yang
merupakan penghinaan bagi al-Qur‟an atau memaki seorang
Nabi, niscaya keluarlah ia dari Islam dan batallah puasanya.
Karena puasa adalah ibadah islamiyah, maka tidak sah dilakukan
oleh orang yang bukan Islam
2) Suci dari haid, nifas dan wiladah
Wanita yang sedang haid, nifas dan sedang bersalin
(wiladah), ketika sedang berpuasa, maka batallah puasanya
34
Baik anak yang lahir tersebut itu sempurna, ataupun hanya
segumpal darah atau daging.
3) Tamyiz
Tamyiz adalah orang yang dapat membedakan antara yang
baik dan yang tidak baik. Orang gila apabila beniat puasa,
tidaklah sah puasanya, karena puasa adalah suatu ibadah. Orang
gila dipandang tidak mampu untuk untuk beribadah. Apabila
seseorang yang sedang puasa, kemudian menjadi gila di
tengah-tengah hari, walaupun sebentar, maka batallah puasanya. Orang
yang pingsan dan mabuk, batal puasanya jika pingsan atau
mabuk tersebut sepanjang hari. Jika pingsan atau mabuk itu tidak
sepanjang hari, maka dipandang sah puasnya. Dimaksudkan
dengan tamyiz di sisni, ialah tamyiz dalam pandangan hukum.
Karenanya sah puasa orang tidur sepanjang hari lantaran
mumayyiz, ia sadar kalau ia bangun.
4) Berpuasa pada waktunya
Puasa harus dilakukan pada waktu yang tepat. Karena puasa
tidak akan sah jika dikerjakan pada waktu-waktu yang tidak
dibenarkan berpuasa, seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan
hari-hari Tasyrik. Syarat-syarat tersebut berlaku pula untuk
35
sunnah, seperti puasa Arafah, Asyura dan lain-lain Ash
(Shiddieqy, 2015: 69).
d. Syarat wajib puasa
Puasa ramadhan wajib atas siapa yang memenuhi syarat-syarat
berikut:
1) Islam
Puasa tidak wajib dan tidak sah dilakukan oleh orang kafir,
karena puasa adalah ibadah, dan ibadah itu tidak sah dilakukan
oleh orang kafir, lalu bila orang kafir itu masuk Islam, maka dia
tidak wajib mengqadha‟ puasa yang dilewatkannya selama
kekafirannya (Ash-Syaikh, dkk 2017: 245).
2) Baligh
Baligh adalah anak laki-laki yang minimal berumur 12 tahun
dan sudah mimpi basah dan 9 tahun untuk perempuan yang
sudah menstruasi. Puasa tidak wajib atas anak kecil, orang gila,
orang pingsan, dan orang mabuk, karena mereka tidak dikenai
36 3) Berakal
Orang yang akalnya (ingatannya) hilang tidak dikenai
kewajiban berpuasa. Dengan demikian, puasa yang dilakukan
orang gila, orang pingsan, dan orang mabuk tidak sah. Sebab,
mereka tidak berkemungkinan untuk melakukan niat
(Al-Zuhayly, 1996: 163).
Puasa tidak wajib atas musafir, berdasarkan firman Allah
Swt, dalam Q.S. Al-Baqarah: 185:
37
baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.
(Ash-Syaikh, 2017: 245).
6) Suci dari haid dan nifas
Wanita haid dan nifas tidak wajib berpuasa, bahkan haram
berpuasa atas keduanya (Ash-Syaikh, 2017: 245-246).
e. Rukun dan Sunah puasa
Rukun puasa adalah ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh
orang yang sedang menunaikan ibadah puasa. Apabila rukun tersebut
tidak ditunaikan maka puasanya tidak sah (Faiq. 2010: 5). Diantara
rukun-rukun dan sunah puasa adalah sebagai berikut:
1) Rukun puasa
a) Niat, niat adalah hal yang terpenting dalam ibadah. Baik
buruk suatu ibadah, tergantung pada niat.
b) Menahan diri dari yang membatalkan puasa sejak terbit fajar
38
2) Sunah puasa
a) Makan sahur
b) Mensegerakan berbuka puasa
c) Tidak batal puasa seseorang makan/minum dikarenakan lupa
d) Menjaga lisan, pandangan dan hati dari perbuatan maksiat, supaya amalan puasanya mendapat pahala (Syahputra, 2002:
29).
f. Hikmah puasa ramadhan
Sebenarnya hikmah puasa telah diterangkan Allah dalam
al-Qur,an yaitu untuk menjadi tangga taqwa, menjadi tangga yang
menyampaikan kita kepada derjat Muttaqin.
Allah menjelaskan hal tersebut, karena para penyembah patung
berpuasa untuk menghilangkan kemarahan tuhannya. Apabila mereka
mengerjakan suatu pekerjaan yang salah, mereka mohon keridhaan
tuhannya untuk memberikan pertolongan. Mereka berpendapat
bahwa jalan mencari keridhaan tuhan ialah dengan mengazabkan diri
dengan menghilangkan kenikmatan duniawi. Kepercayaan yang
seperti ini tersebar di kalangan Ahli Kitab.
Adapun hikmah puasa dalam Islam adalah untuk menyiapkan kita
memeperoleh derja taqwa, bukan untuk suatu kepentingan Tuhan.
39
berkesimpulan bahwa hikmah Allah mewajibkan puasa atas kita
adalah:
1) Untuk menanamkan rasa kasih saying dan ramah kepada fakir
miskin, anak yatim, dan orang yang melarat hidupnya.
2) Untuk membiasakan diri dan jiwa memelihara amanah. Kita
mengetahui bahwa puasa adalah suatu amalan Allah yang berat
dan sukar. Maka apabila kita dapat memelihara amanah Allah
dengan sempurna, maka kita terdidik untuk memelihara segala
amanah yang dipertaruhkan kepada kita.
3) Untuk menyuburkan dalam jiwa kita, kekuatan untuk menderita
apabila kita terpaksa menderita dan untuk menguatkan iradah,
atau kehendak kita dan unttuk meneguhkan „azimah atau
keinginan dan kemauan (ash-Shiddieqy, 2015: 39-40).
g. Hal-hal yang membatalkan puasa
Dalam berpuasa ada syarat dan rukun yang harus dipenuhi.
Jika syarat dan rukun tersebut tidak terpenuhi maka puasanya
menjadi sia-sia (batal). Di antara hal-hal yang membatalkan puasa
adalah sebagai berikut:
1) Berniat berbuka puasa
2) Makan/minum dengan sengaja
3) Memasukkan ke dalam perut lewat kerongkongan, makanan
40
4) Muntah dengan sengaja
5) Melihat bulan (bulan syawal)
6) Kedatangan haid
7) Mengeluarkan mani dengan sengaja (onani)
8) Bersetubuh diwaktu fajar, karena menyangka belum fajar
(Ash-Shiddieqy 1986: 92)
Berpuasa juga memiliki beberapa hal yang dapat membatalkan
puasa. Di atas sudah disebutkan beberapa hal yang membatalkan
puasa, agar puasa seseorang sah (tidak batal) hendaknya
meninggalkan segala bentuk hal yang membatalkan puasa.
B. Kajian Pustaka
Kajian pustaka berisi mengenai skripsi terdahulu yang relevan dengan
skripsi yang penulis selesaikan. Kajian pustaka di sini berkaitan dengan peran
orang tua dalam mendidik anak berpuasa. Adapun kajian pustaka tersebut
sebagai berikut:
1. Skripsi Novia Yusmaniar (106011000037) Prodi Pendidikan Agama
Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2011 tentang Upaya Orang Tua
dalam Membimbing Anak Melaksanakan Ibadah Di RW 08 Desa
Sasakpanjang Kecamatan Tajurhalang Bogor. Dengan hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh para orang
41
melaksanakan ibadah, mengingatkan anak agar beribadah, memberikan
kesadaran kepada anak tentang pentingnya beribadah, membatasi dan
mengawasi penggunaan media elektronik dan memasukkan anak ke TPA.
Adapun upaya yang dilakukan orang tua agar anaknya bersikap dan
bertutur kata dengan baik yaitu mengingatkan anak jika berbicara tidak
baik, menyuruh anak bersalaman, cium tangan dengan yang lebih tua,
serta mengawasi penggunaan media elektronik.
2. Skripsi Imam Mutakhim (10470014) Jurusan Kependidikan Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2014. Tentang Peran Guru PAI dalam
Pembinaan Peserta Didik Baligh Kelas V dan VI Di SD Muhammadiyah
Pakel Program Plus Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
peran guru PAI sebagai perekayasa pembelajaran dan konselor, bentuk
pembinaan peserta didik baligh melalui pembelajaran dan konseling,
metode pembinaan dalam pembelajaran menggunakan metode langsung
dan bersifat kelompok sedangkan pembinaan dalam bentuk konseling
menggunakan metode langsung dan bersifat individual. Sehingga
penelitian ini mendukung teori yang sudah ada, yakni teorinya E.
Mulyasa bahwa guru memiliki peran sebagai perekayasa pembelajaran
dan teorinya Cece Wijaya bahwa guru merupakan konselor bagi peserta
42
3. Skripsi Aria Fadli Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Pontianak. Tentang upaya orang tua dalam melatih anak
berpuasa ramadhan di Desa Nanga Serawai Kecamatan Serawai
Kabupaten Sintang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya orang tua
dalam melatih anaknya untuk berpuasa di desa Nanga Serawai dengan
mengajarkannya tata cara berpuasa dan pada saat itu pula anak sudah
dilatih untuk berpuasa semampunya dulu, dan apabila ia mampu
melakukan puasa full 1 hari untuk tahun berikutnya maka anak tersebut
akan diberi hadiah oleh orang tuanya, program orang tua dalam
mengajarkan anak tentang hal-hal yang berkaitan dengan puasa ramadhan
di Desa Nanga Serawai dengan mengajarkannya tata cara berpuasa dan
pada saat itu pula anak sudah dilatih untuk berpuasa semampunya dulu
dan apabila ia mampu melakukan puasa full 1 hari untuk tahun berikutnya
maka anak tersebut akan diberi hadiah oleh orang tuanya, kendala dan
penunjang orang tua dalam melatih anak berpuasa ramadhan di desa
Nanga Serawai kendala baginya dalam melatih anak berpuasa ramadhan
pertama susah dibangunkan sahur kedua selalu meminta berbuka kalau
sudah siang sedang penunjangnya berpuasa adalah diberikan hadiah,
apabila puasa penuh satu bulan maka diberi hadiah, karena orang tua
43 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penyusunan karya ilmiah (skripsi) tidak lepas dari penggunaan metode
penelitian sebagai pedoman agar kegiatan penelitian dapat terlaksanan dengan baik dan
lancar. Sebuah penelitian dapat mencapai hasil yang maksimal, jika seorang peneliti
paham dan mengerti betul metode apa yang digunakan dalam penelitian tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan dari penelitian ini bersifat kualitatif. Bagdan dan Taylor yang
dikutip dibukunya Moleong mendefinisikan bahwa metodologi kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis, atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, sehingga penelitian ini diarahkan
pada latar dari individu tersebut secara holistic (utuh) (Moleong, 2008: 75).
Dalam penelitian ini akan dikaji lebih mendalam tentang peran orang tua dalam
mendidik anak awak baligh menjalankan ibadah puasa ramadhan di Dusun Noloprayan,
Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang Tahun 2018. Pada pelaksanaanya
dilakukan pencarian gambaran dan deskripsi di Dusun Noloprayan yang dijadikan
sebagai objek penelitian.
Jenis penelitian yang peneliti ambil, dilihat dari tempatnya merupakan penelitian
lapangan (field research) (Nasehudin dan Gozali, 2012: 55-57). Dalam hal ini peneliti
terjun langsung ke lapangan penelitian yaitu Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo,
44
dengan orang tua, anak awal baligh, dan kegiatan dalam menjalankan ibadah puasa
ramadhan.
B. Kehadiran Peneliti
Instrumen utama penelitian kualitatif adalah peneliti yang terlibat dekat dengan
orang-orang yang diteliti (Daymond, 2008: 7). Sebagai pengamat, peneliti berperan serta
dalam kehidupan sehari-hari subjeknya pada setiap situasi yang diinginkannya untuk
dapat dipahaminya (Moleong, 2008: 164).
Jadi kunci dari penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri, karena untuk
mengumpulkan data sebanyak-banyaknya peneliti terjun langsung ke lapangan dan
membaur dalam komunitas subjek penelitian. Peranan peneliti sebagai instrumen utama
dalam proses pengumpulan data, peneliti realisasikan dengan mengamati dan berdialog
secara langsung dengan beberapa pihak dan elemen yang terkait.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh,
Kabupaten Semarang. Peneliti melakukan penelitian di dusun tersebut karena anak-anak
usia awal baligh telah rajin menjalankan ibadah puasa ramadhan, sehingga peneliti ingin
mengetahui sejauh mana peran orang tua dalam mendidik anak awal baligh untuk
menjalankan ibadah puasa ramadhan di dusun Noloprayan.
D. Sumber Data
Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan
sumber data yang utama. Sumber data yang utama dicatat melalui catatan tertulis atau
45
data yang utama melalui wawancara atau pengamatan berperanserta merupakan hasil
usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya (Moleong, 2010: 157).
Data tersebut adalah data yang ada kaitannya dengan peran orang tua mendidik
anak awal baligh menjalankan ibadah puasa ramadhan di Dusun Noloprayan, Desa
Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang Tahun 2018. Data merupakan hal yang
penting untuk menguatkan suatu permasalahan dan juga diperlukan untuk menjawab
masalah penelitian. Hal yang dilakukan untuk mengetahui informasi tersebut adalah
sumber-sumber yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan.
Menurut Bungin (2012: 202) berpendapat bahwa data yang direkrut dalam
penelitian kualitatif bersumber pada data primer dan data sekunder, yaitu:
1. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber utama, baik dari individu
maupun kelompok seperti hasil wawancara.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua. Data sekunder
merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak
pengumpul maupun pihak lain, atau data pendukung yang diperlukan dalam
penelitian, diperoleh dengan cara melakukan pencatatan terhadap
dokumen-dokumen.
Dalam penelitian ini data primer yang digunakan yaitu hasil wawancara kepada
orang tua dan anak awal baligh serta hasil pengamatan. Sedangkan data sekunder
yang digunakan adalah dokumen dari pihak Balai Desa Jatirejo, buku kegiatan
ramadhan, dan dokumentasi.
46
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang utama dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik
pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar
yang ditetapkan (Sugiyono, 2007: 308).
Dalam wawancara harus ada pedoman wawancara. Pedoman wawancara berisi
petunjuk secara terperinci tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar
pokok-pokok yang direncanakan dapat tercakup.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu:
1. Teknik Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviwee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu (Moleong, 2011: 186). Esterberg dalam bukunya Sugiyono membagi
beberapa macam wawancara, yaitu:
a. Wawancara terstruktur (Structured interview)
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data,
bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang
informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan
wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrument penelitian berupa
pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternative jawabannya telah disapkan.
Melalui wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang
sama, dan pengumpul data mencatatnya. Dengan wawancara terstruktur ini,