• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROYEKSI PERUBAHAN IKLIM TAHUN DI WILAYAH ZONA MUSIM (ZOM) PROVINSI SUMATERA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROYEKSI PERUBAHAN IKLIM TAHUN DI WILAYAH ZONA MUSIM (ZOM) PROVINSI SUMATERA BARAT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

PROYEKSI PERUBAHAN IKLIM TAHUN 2016 - 2045

DI WILAYAH ZONA MUSIM (ZOM)

PROVINSI SUMATERA BARAT

Fitri Adi Suryanto1, Dr. Agus Safril2

1,2Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika

E-Mail: fitriadi01@yahoo.com Abstrak

Perubahan iklim menjadi salah satu topik yang kini sering diperbincangkan oleh masyarakat global karena berdampak terhadap banyak sektor kehidupan dan salah satunya adalah sektor pertanian. Dampak dari perubahan iklim diantaranya adalah semakin meningkatnya kejadian iklim ekstrem dan terjadinya pergeseran awal musim, sehingga perlu untuk mengetahui proyeksi curah hujan pada masa mendatang sebagai upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Penelitian ini menggunakan skenario RCP 4.5 sebagai skenario perubahan iklim di masa mendatang dan data observasi sebagai dasar perhitungan faktor koreksi sehingga data model memiliki pola yang sama dengan pola iklim setempat. Data model yang telah terkoreksi digunakan untuk mengetahui gambaran awal musim, panjang musim dan sifat curah hujan. Waktu dalam penelitian dibagi dalam dua periode yaitu periode observasi pada tahun 1992 – 2014 dan periode proyeksi pada tahun 2016 – 2045. Penelitian dilakukan pada lima ZOM di Sumatera Barat yang memiliki perbedaan yang jelas antara musim kemarau dengan musim hujan yaitu ZOM 15, ZOM 18, ZOM 20, ZOM 21, dan ZOM 28. Dari perbandingan curah hujan antara periode proyeksi dengan periode observasi menunjukkan tidak terjadi perubahan pola curah hujan. Perubahan yang umumnya terjadi adalah pergeseran awal musim, penyimpangan panjang musim dan peningkatan atau penurunan curah hujan rata-ratanya baik pada musim kemarau maupun pada musim hujan.

Kata Kunci:Perubahan Iklim, Pergeseran Musim, RCP 4.5, Proyeksi, Zona Musim

Abstract

Climate change is one of those topics that is now often discussed by the global community as it affects the lives of many sectors include agricultural sector. The impacts of climate change which are the increasing incidence of extreme weather and shift the start of the season, so knowing the rainfall projection in the future for mitigation and adaptation to climate change. The research is using the RCP 4.5 scenario as the future climate change scenario based on CCAM HadCM3 UKMO climate data model and observation data to corrects the data model to fit the local climate patterns. The corrected data model becomes to describe the start of the season, the length of the season and the nature of rainfall. The research is divided into four periods of times, period of observation in 1992 - 2014 and the forecast period in 2016 - 2045. The research was conducted at five ZOM in West Sumatra which has a clear distinction between the dry season and the rainy season is ZOM 15, ZOM 18, ZOM 20, ZOM 21, and ZOM 28. From a comparison of precipitation between the forecast period with the observation period showed no changes in rainfall patterns. The changes generally happen is a shift in the start of the season, the length deviation of the season and an increase or decrease in its average rainfall both in the dry season and the rainy season.

(2)

2

1. PENDAHULUAN

Badan Pusat Statistik Sumatera Barat (2014) mengungkapkan salah satu peran penting Sumatera Barat bagi perekonomian wilayah dan nasional adalah sebagai lumbung padi. Secara nasional Sumatera Barat merupakan penghasil padi terbesar ke delapan dengan produksi mencapai 2,4 juta ton padi kering giling pada tahun 2013. Sumatera Barat berpotensi memiliki surplus beras sebesar 819 ribu ton, sehingga cukup signifikan untuk mendukung target surplus beras nasional sebesar 10 juta ton beras per tahun.

Berdasarkan distribusi rata-rata bulanan curah hujan, pola curah hujan di Provinsi Sumatera Barat terbagi menjadi dua yaitu pola hujan monsun dan pola hujan ekuatorial (Sanur, 2015). Berdasarkan distribusi rata-rata bulanan curah hujan, pola curah hujan di Provinsi Sumatera Barat terbagi menjadi dua yaitu pola hujan monsun dan pola hujan ekuatorial (Sanur, 2015). Daerah yang memiliki pola hujan monsun umumnya memiliki periode musim hujan dan musim kemarau yang sangat jelas perbedaannya, sedangkan daerah dengan pola hujan ekuatorial umumnya memiliki periode musim hujan dan musim kemarau yang tidak jelas perbedaannya.

Faktor iklim adalah salah satu pemegang peranan penting dalam berbagai sektor kehidupan, terlebih dewasa ini isu perubahan iklim menjadi salah satu topik yang kini sering diperbincangkan oleh masyarakat global. Perubahan iklim terutama disebabkan oleh peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer (IPCC, 2007).

Perubahan iklim merupakan sebuah proses panjang yang bersifat lambat dan seolah-olah tidak terasa hingga dampaknya terasakan pada periode tertentu. Gambaran kondisi iklim di masa mendatang dapat dilakaukan dengan skenario (Kasihairani, 2014). Skenario

Representative Concentration Pathways

(RCP) merupakan skenario untuk

menggambarkan perubahan iklim pada masa yang akan datang. Skenario RCP terdiri dari empat skenario yaitu RCP2.6, RCP4.5, RCP6.0 dan RCP8.5. Tujuan menggunakan skenario bukan untuk memprediksi masa depan tapi untuk memahami lebih baik tentang ketidakpastian dan alternatif masa depan (IPCC Scenario Process for AR5, 2013 dalam Wayne, 2013 dalam Risnayah, 2014).

Perubahan iklim menyebabkan perubahan pola iklim yang menjadi semakin tidak menentu dan tidak jelas lagi dengan kebiasaan sebelumnya. Akibat dari perubahan pola iklim tersebut dapat menyebabkan awal musim hujan dan kemarau bergeser, kejadian cuaca ekstrim berupa angin kencang, hujan lebat, hujan es dan lain sebagainya menjadi semakin sering terjadi. Intensitas dan distribusi curah hujan berubah, suhu dan kelembaban udara rata-rata pun mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi secara spasial maupun temporal (Risnayah, 2014).

Banyaknya dampak negatif yang diakibatkan oleh perubahan iklim, sehingga diperlukan suatu kegiatan mitigasi dan adaptasi untuk mencegah dan mengurangi dampak dari perubahan iklim. Salah satu langkah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yaitu dengan melakukan proyeksi curah hujan dengan skenario RCP 4.5, untuk mengetahui gambaran bagaimana pengaruh perubahan iklim dalam mendeteksi pergeseran musim hujan dan kemarau pada suatu wilayah di masa mendatang. Dengan mengetahui kemungkinan proyeksi curah hujan pada masa depan di suatu wilayah, diharapkan dapat membantu pemerintah dan multi pihak dalam pengambilan langkah persiapan, perencanaan dan pengaturan terkait adaptasi dan mitigasi khususnya di provinsi Sumatera Barat.

2. DATA DAN METODE

Data yang digunakan adalah data curah hujan observasi dan data curah hujan

(3)

3 model. Data curah hujan observasi yang

merupakan data curah hujan dasarian dari 5 pos hujan di seluruh ZOM Sumatera Barat selama tahun 1992 sampai 2014. Pos hujan tersebut merupakan perwakilan di wilayah masing-masing ZOM yang dianggap memiliki ketersediaan data yang lebih rapat dan kontinyu.

Data model yang digunakan merupakan data curah hujan harian model CCAM HaadCM3 UKMO berdasarkan skenario RCP 4.5 yang didapatkan dari Puslitbang BMKG dengan resolusi 0.50 x 0.50 yang setara dengan mendekati 60 km x 60 km. Data tersebut digunakan untuk membangun model yaitu tahun 1992 – 2014, dan untuk membuat proyeksi curah hujan tahun 2016 – 2045. Pengambilan data model ini menggunakan empat buah titik model yang mengitari tempat atau titik perwakilan pos hujan di wilayah ZOM yang akan dijadikan tempat pendugaan curah hujan. Adapun persamaan dari rata – rata (mean) adalah:

Dengan:

X = nilai rata – rata curah hujan (mm) Xi = nilai curah hujan pada beberapa titik

estimasi 1, 2, 3, dan 4 (mm) n = banyak data.

Sebelum menghitung nilai dan perubahan curah hujan di masa yang akan datang, perlu dilakukan koreksi data model skenario RCP 4.5 untuk menyamakan dengan data observasi. Adapun persamaan yang digunakan untuk mendapatkan curah hujan terkoreksi sebagai berikut (Weiland, 2010):

Dimana :

= Rata-rata curah hujan bulanan periode baseline data Observasi = Rata-rata curah hujan bulanan

periode baseline data Model

PMOD= Curah hujan bulanan sebelum

dikoreksi

PMODEL_KOR = Curah hujan bulanan setelah

dikoreksi

Data curah hujan harian observasi maupun dari model terkoreksi skenario RCP 4.5 kemudian dilakukan perhitungan untuk menghitung normal musim pada masing-masing ZOM. Berdasarkan kriteria BMKG, Awal musim hujan ditandai dengan jumlah curah hujan yang terjadi dalam satu dasarian sebanyak 50 milimeter atau lebih dan diikuti dua dasarian berikutnya secara berturut-turut, dan atau dalam satu bulan terjadi lebih dari 150 mm. Sedangkan awal musim kemarau ditandai dengan jumlah curah hujan yang terjadi dalam satu dasarian kurang dari 50 milimeter dan diikuti dengan dua dasarian berikut, dan atau dalam satu bulan kurang dari 150 mm. Berdasarkan periode data observasi tersebut dapat diperoleh “normal awal musim serta panjang musim” di wilayah ZOM Sumatera Barat (Gambar 2). Nilai rata-rata data curah hujan observasi tersebut akan digunakan sebagai dasar untuk mengetahui “penyimpangan musim” pada periode yang akan datang di masing-masing ZOM.

Gambar 1. Penentuan awal musim dan panjang musim kemarau dan musim hujan.

Dalam menentukan pergeseran musim, dapat dilakukan dengan membandingkan pola musim selama periode proyeksi dengan normal dasarian selama periode observasi.

Penentuan pergeseran awal musim dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

(4)

4 a) Awal musim dikatakan “maju” bila

rata-rata indeks dasarian awal musim periode proyeksi bernilai – (minus). b) Awal musim dikatakan “sama” bila bila

rata-rata indeks dasarian awal musim selama periode proyeksi bernilai 0. c) Awal musim dikatakan “mundur” bila

rata-rata indeks dasarian awal musim selama periode proyeksi bernilai + (positif).

Penentuan pergeseran panjang musim dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a) Panjang musim dikatakan “lebih

pendek” bila rata-rata dasarian panjang musim selama periode proyeksi bernilai – (minus).

b) Panjang musim dikatakan “sama” bila bila rata-rata dasarian panjang musim selama periode proyeksi bernilai 0. c) Panjang musim dikatakan “lebih

panjang” bila rata-rata dasarian panjang musim selama periode proyeksi bernilai + (positif).

Adapun penentuan sifat hujan dilakukan dengan membandingkan jumlah hujan selama panjang musim kemarau pada periode proyeksi dengan jumlah hujan selama panjang musim kemarau pada periode observasi, begitu pula sebaliknya pada saat musim hujan. Perbandingan sifat hujan dapat dilakukan berdasarkan persamaan berikut:

Sehingga diperoleh sifat hujan yang memiliki 3 kriteria, yaitu:

a. Atas Normal (AN), perbandingan terhadap normal periode observasi lebih besar dari 115%.

b. Normal (N), jika perbandingan terhadap normal periode observasi antara 85% - 115%.

c. Bawah Normal (BN), jika perbandingan terhadap normal periode observasi lebih kecil dari 85%.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pola Rata-rata Musim di ZOM Sumatera Barat

Awal musim kemarau tercepat terjadi pada bulan Mei dasarian II pada ZOM 18 dan ZOM 20, dan awal musim kemarau paling akhir terjadi pada bulan Juli dasarian I di ZOM 21.

Rata-rata panjang musim kemarau di seluruh ZOM Sumatera Barat adalah 12 dasarian, dengan panjang musim kemarau tersingkat selama 6 dasarian di ZOM 15 dan terpanjang di ZOM 20 selama 16 dasarian. Curah hujan musim kemarau berkisar antara 240-600 mm.

Awal musim hujan tercepat terjadi pada bulan Agustus dasarian II di ZOM 15, dan awal musim hujan paling akhir terjadi pada bulan Oktober dasarian III di ZOM 20 dan ZOM 21.

Rata-rata panjang musim hujan diseluruh ZOM Sumatera Barat adalah 24 dasarian, dengan musim hujan tersingkat selama 20 dasarian di ZOM 20 dan terpanjang di ZOM 15 selama 30 dasarian. Curah hujan musim hujan berkisar antara 1270-2600 mm.

3.2 Proyeksi Musim Kemarau Tahun

2016-2045.

Gambar 2. Pergeseran awal musim kemarau proyeksi tahun 2016-2045

Pergeseran awal musim kemarau sebagaimana tampak pada Gambar 2, menunjukkan bahwa dominan awal musim kemarau tahun 2016 – 2045 diproyeksikan sama dengan rata-rata awal musim kemarau periode observasi tahun 1992 –

(5)

5 2014. Awal musim kemarau yang berbeda

terjadi pada ZOM 21, dimana awal musim kemarau proyeksi tahun 2016-2045 mengalami pergeseran yaitu maju sebesar 1 dasarian dari rata-ratanya.

Gambar 3. Penyimpanganpanjang musim kemarau proyeksi tahun 2016-2045

Penyimpangan panjang musim kemarau diproyeksikan tahun 2016 – 2045 tidak terjadi pada ZOM 15 dan ZOM 18 atau sama dengan rata-ratanya (Gambar 3). Penyimpangan panjang musim kemarau terjadi pada ZOM 20, ZOM 21, dan ZOM 28, dimana ZOM 20 dan ZOM 21 panjang musim kemarau mengalami penyimpangan lebih panjang masing – masing 2 dan 3 dasarian. Panjang musim kemarau pada ZOM 28 lebih pendek 1 dasarian dari rata-ratanya, sedangkan pada ZOM 15 dan ZOM 18 tidak terjadi penyimpangan panjang musim kemarau atau sama dengan rata-rata tahun periode observasi tahun 1992 – 2014 (Gambar 3).

Gambar 4. Sifat curah hujan musim kemarau proyeksi tahun 2016-2045

Sifat curah hujan musim kemarau proyeksi tahun 2016 – 2045 yang berada pada kisaran normalnya terjadi pada ZOM 15, ZOM 18, ZOM 20, dan ZOM 28 atau sama dengan rata-rata curah hujan musim kemarau periode observasi tahun 1992 – 2014. Sifat curah hujan yang berbeda terjadi pada ZOM 21 dimana sifat curah hujan musim kemarau berada di bawah normal (Gambar 4).

3.3 Proyeksi Musim Hujan Tahun 2016-2045.

Gambar 5. Pergeseran awal musim hujan proyeksi tahun 2016-2045

Pergeseran awal musim hujan proyeksi tahun 2016 – 2045 di ZOM 15 dan ZOM 18 sama dengan rata-rata awal musim hujan periode observasi tahun 1992 – 2014. Awal musim hujan mengalami pergeseran mundur 1 dasarian dari rata-ratanya pada ZOM 20 dan ZOM 21. Sebaliknya pergeseran awal musim hujan maju 1 dasarian terjadi pada ZOM 28 (Gambar 5).

Gambar 6. Penyimpanganpanjang musim hujan proyeksi tahun 2016-2045

(6)

6 Penyimpangan panjang musim

hujan proyeksi tahun 2016-2045 terjadi pada ZOM 20, ZOM 21, dan ZOM 28. Panjang musim hujan pada ZOM 20 dan ZOM 21 masing – masing mengalami penyimpangan lebih pendek 2 dan 3 dasarian dari rata-rata observasinya. Panjang musim hujan pada ZOM 28 mengalami penyimpangan lebih panjang 1 dasarian dari observasi tahun 1992 - 2014. Penyimpangan panjang musim hujan pada periode 2016 – 2045 tidak terjadi pada ZOM 15 dan ZOM 18 atau sama dengan rata-rata panjang musim hujan tahun 1992 – 2014 (Gambar 6).

Gambar 7. Sifat curah hujan musim hujan proyeksi tahun 2016-2045

Wilayah ZOM 15 dan ZOM 28 diproyeksikan pada periode 2016 – 2045 sifat curah hujan musim hujan berada pada kisaran normalnya atau sama dengan rata-rata curah hujan musim hujan periode observasi tahun 1992 - 2014. Hal berbeda terjadi pada ZOM 18, ZOM 20, dan ZOM 21 yang diproyeksikan pada periode 2016 – 2045 sifat curah hujan musim hujan berada di bawah normal jika dibandingkan dengan rata-rata curah hujan musim hujan periode observasi tahun 1992 - 2014.

4. KESIMPULAN

Dari perbandingan curah hujan antara periode proyeksi tahun 2016 – 2045 dengan periode observasi tahun 1992 - 2014 menunjukkan tidak terjadi perubahan pola curah hujan. Perubahan yang terjadi adalah pergeseran awal musim, penyimpangan panjang musim kemarau

dan musim hujan, serta peningkatan dan penurunan curah hujan rata-ratanya baik pada musim kemarau maupun pada musim hujan.

Proyeksi tahun 2016 – 2045 menunjukkan bahwa musim kemarau lebih panjang pada ZOM 20 dan ZOM 21, musim kemarau lebih pendek pada ZOM 28 dan pada ZOM 15 dan musim kemarau sama dengan periode observasi tahun 1992 – 2014 pada ZOM 18. Peningkatan curah hujan musim kemarau terjadi pada ZOM 15, ZOM 20, dan ZOM 21, sedangkan pada ZOM 18 dan ZOM 28 terjadi penurunan curah hujan musim kemarau. Curah hujan musim hujan proyeksi tahun 2016 – 2045 dominan mengalami penurunan, kecuali pada ZOM 15 yang mengalami peningkatan curah hujan musim hujan.

5. DAFTAR PUSTAKA

BPS Sumatera Barat. 2014. Perkembangan Pembangunan Provinsi Sumatera Barat 2014, Hal. 12

IPCC (Intergovenrmental Panel on Climate Change). 2007. Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Cambridge University Press, New York.

Kasihairani, Dara. 2014. Proyeksi Produksi Padi Dengan Aquacrop 4.0 Berdasarkan Skenario RCP 4.5 Di Pulau Jawa. Skripsi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan. Risnayah, Siti. 2014. Analisis Kesesuaian

Iklim Tanaman Jagung Dengan Proyeksi Iklim Menggunakan Skenario RCP 4.5 Di Sulawesi Selatan. Skripsi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan. Sanur, Dwi Lestari. 2015. Proyeksi

Kesesuaian Agroklimat Tanaman Padi Menggunakan Curah Hujan Berdasarkan Skenario RCP 4.5 di Provinsi Sumatera Barat. Skripsi, Sekolah Tinggi Meteorologi

(7)

7 Klimatologi dan Geofisika,

Tangerang Selatan.

Wayne, G.P. 2013. The Beginner’s Guide

to Representative Concentration Pathways.

https://www.skepticalscience.com/r cp.php. Diakses 2 Februari 2016 Weiland, F. C. S., L. P. H. van Beek, J. C.

J. Kwadijk, and M. F. P. Bierkens. 2010. The Ability of A GCM-Forced Hydrological Model to Reproduce Global Discharge Variability. Hydrology and Earth System Science Journal., 14, p.1595-1621.

Gambar

Gambar 1. Penentuan awal musim dan panjang  musim kemarau dan musim hujan.
Gambar 2. Pergeseran awal musim kemarau  proyeksi tahun 2016-2045
Gambar 4. Sifat curah hujan musim kemarau  proyeksi tahun 2016-2045
Gambar 7. Sifat curah hujan musim  hujan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Secara keseluruhan ada perbedaan antara gaya mengajar dan gaya mengajar praktek timbal balik Bola Voli hasil belajar,

Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani diperlukan pengetahuan ten- tang karakteristik pertumbuhan dan perkembangan murid, prinsip-prinsip belajar gerak, materi yang

plantarum terhadap kualitas nutrien silase TMR berbahan dasar eceng gondok, yang meliputi kadar air (KA), protein kasar (PK),serat kasar (SK), lemak kasar (LK), protein

Berdasarkan data curah hujan bulan Agustus 2020 dari stasiun-stasiun BMKG dan pos-pos hujan kerjasama terpilih pada 15 Zona Musim (ZOM) di Bali dapat disajikan dalam

Berdasarkan pengolahan pengaruh El Nino terhadap variabilitas awal musim di ZOM Nusa Tenggara Barat (NTB) menunjukan hasil persentase pengaruh El Niño terhadap

Usaha suatu perusahaan agar dapat terus survive di pasar, harus dapat memelihara dan meningkatkan kepuasan kepada seluruh stakeholdernya. Salah satu stakeholder terpenting yang

yaitu kerjasama tiga (atau lebih) institusi yang terdiri dari unsur-unsur lembaga Pemerintah, Perguruan Tinggi dan Industri ( Triple Hellix A-B-G) yang bersepakat dan bersinergi,

Berdasarkan simpangan baku dalam kelompok hasil pengelompokkan dengan ketiga metode (pautan lengkap, pautan rata-rata, dan ward’s), metode ward’s memiliki simpangan