ISOLASI DAN IDENTIFIKASI STRUKTUR SENYAWA
TRAPEZIFOLIXANTHONE DARI KULIT BATANG
TUMBUHAN SLATRI
(
Calophyllum soulattri
Burm f.)
Disusun Oleh :
TRI BINTARI ACHADIYAH M0308064
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Mendapatkan gelas sarjana sains.
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSIYTAS SEBELAS MARET
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ISOLASI DAN IDENTIFIKASI STRUKTUR SENYAWA TRAPEZIFOLIXANTHONE DARI KULIT BATANG SLATRI (Calophyllum soulattri Burm f.)” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapa yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surkarta, Januari 2013
iv
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI STRUKTUR SENYAWA TRAPEZIFOLIXANTHONE DARI KULIT BATANG
TUMBUHAN SLATRI (Calophyllum soulattriBurm f.)
TRI BINTARI ACHADIYAH
Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Calophyllum soulattri yang lebih dikenal dengan nama “slatri”, merupakan salah satu spesies dari genus Calophyllum (Clusiaceae). Komponen utama dari
Calophyllum merupakan senyawa-senyawa turunan santon, kumarin, flavonoid, triterpenoid, dan steroid. Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa aromatik pada kulit batang C. soulattri. Proses isolasi dilakukan dengan metode maserasi dengan pelarut etil asetat (EtOAc) sedangkan proses fraksinasi dilakukan dengan kromatografi vakum cair dengan fase diam berupa silika gel 60 GF254 dan fase gerak berupa n-heksan:EtOAc dengan variasi perbandingan volume. Pemurnian senyawa dilakukan dengan kromatografi flash dengan fase diam silika gel 60 (0,04-0,063 mm) dan fase gerak berupa n-heksan:aseton. Hasil isolasi senyawa sebanyak 14 mg berbentuk padatan kuning berminyak, diidentifikasi dengan spektrofotometri UV, IR, 1H NMR, 13C NMR, COSY, HSQC, dan HMBC. Didapatkan suatu senyawa turunan santon yaitu trapezifolixanthone yang kemudian dibandingkan strukturnya dengan ananixanthone, turunan santon dengan struktur kimia yang hampir sama.
ISOLATION AND IDENTIFICATION STRUCTURE OF TRAPEZIFOLIXANTHONE FROM STEM BARK OF
SLATRI
(Calophyllum soulattriBurm f.) TRI BINTARI ACHADIYAH
Department of Chemistry. Faculty of Mathematics and Natural Science. Sebelas Maret University
ABSTRACT
Calophyllum soulattri which is known as “slatri’ belongs to genus of
Calophyllum (Clusiaceae). The major compounds of Calophyllum are derivative of xanthones, coumarins, flavonoids, triterpens and steroids. This research purposed to isolate and identificate aromatic compounds from stem bark of C. soulattri. Isolation by maceration method with etyl acetate (EtOAc) as a solvent and the extract were fractinated by vacuum liquid chromatography with silica gel 60 GF254as static phase and n-heksane:EtOAc with a variation volume as a mobile phase. A simplier fraction was purificated by flash chromatography with silica gel 60 (0,04-0,063 mm) as static phase and mobile phase n-heksane:acetone. The result of isolation 14 mg yellow oily solid was identificated by UV, IR, 1H NMR, 13C NMR, COSY, HSQC, and HMBC. Obtained a derivative of xanthone, trapezifolixanthone that has been elucidated earlier from stem bark of C. soulattri. It was compared with similar xanthone, ananixanthone.
vi
MOTTO
“ ALL WE NEED IS LOVE ” ~ John Lennon
“A mother knows what her child’s gone through, even if she didn’t see it herself” ~ Pramoedya Ananta Toer
“ sabar dan ikhlas adalah ilmu dengan tingkatan yang paling susah, ujian kenaikannya setiap saat , kapan saja, dan buahnya manis” ~mama
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk - mama dan bapak…. Terimakasih atas keringat yang menetes setiap detiknya untukku, dan maaf karya ini begitu terlambat untuk kalian. - mba ika, mba wie, puput.. eventhough we used to fight and made our
home so noisy, but loving u all. - keponakanku naila, fakhry dan raihan, terimakasih hiburan2 polosnya
untuk te
- untuk partner skripsi, Doni Eka saputra. Atas semangatnya, bantuannya, wejangan disaat sedih, dan suntuk. - untuk temen-temen KIDAL, I love you for your sense of togetherness and belonging. - untuk TARGET 1, 2,3,4 yang membuat saya selalu termotivasi.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam atas berkah dan karuniaNya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi untuk memenuhi persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Sains dari Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari, tanpa bantuan dari banyak pihak, skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik.
Pada kesempatan kali ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan dan penyusunan penelitian skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. Bapak Eddy Heraldy, M.Si. selaku ketua Jurusan Kimia FMIPA UNS.
2. Bapak M. Widyo Wartono, M.Si., selaku Pembimbing I atas arahan dan dukungannya dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini.
3. Ibu Nestri Handayani, M.Si.,Apt. selaku Pembimbing II atas arahan dan motivasinya dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini.
4. Bapak Candra Purnawan, M.Sc., selaku pembimbing akademik atas masukan dan motivasinya.
5. Bapak Edi Pramono, M.Si., selaku ketua Laboratorium Kimia FMIPA UNS, serta laboran-laboran mbak Nanik dan mas Anang atas bantuannya selama praktikum penelitian.
6. Teman-teman Kimia ’08, terutama Doni, Ima, Eti, Apem. Terimakasih atas kebersamaan dan suka dukanya selama penelitian ini.
7. Segenap pihak Civita akademia Kimia FMIPA UNS atas segala bantuan dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai bahan
pertimbangan untuk membuat karya yang lebih baik. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang telah ada.
Surakarta, Januari 2013
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……… i
HALAMAN PENGESAHAN ……….. ii
HALAMAN PERNYATAAN ……….. iii
HALAMAN ABSTRAK ………. iv
HALAMAN ABSTRACT ……….... v
HALAMAN MOTTO ………...vi
PESEMBAHAN ………... vii
KATA PENGANTAR ……….. viii
DAFTAR ISI ……… x
DAFTAR TABEL ……….xiii
DAFTAR GAMBAR ……… xiv
DAFTAR LAMPIRAN ……… xvi
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang Masalah ………... 1
B. Perumusan Masalah ………... 2 1. Identifikasi Masalah ………... 2 2. Batasan Masalah ……….... 3 3. Rumusan Masalah ……….. 4 C. Tujuan Penelitian ……….. 4 D. Manfaat Penelitian ……… 4
BAB II LANDASAN TEORI ………... 5
A. Tinjauan Pustaka ………... 5
1. Tumbuhan Genus Calophyllum………... 5
2. Tumbuhan Calophyllum soulattri……… 9
a. Manfaat Tumbuhan C. soulattri……… 10
3. Metode Isolasi Tumbuhan ……… 12
4. Metode Pemurnian Senyawa ……… 13
a. Kromatografi Lapis Tipis ………. 13
b. Kromatografi Vakum Cair ……….. 15
c. Kromatografi Flash ……….. 15
5. Metode Identifikasi Senyawa ………. 16
a. Spektrofotometri UV-Vis ………. 16 b. Spektrofotometri IR ………... 17 c. Spektrofotometri NMR ……….18 1) 13C NMR ……… 18 2) 1H NMR ……….. 19 3) HSQC ………. 19 4) HMBC ……… 20 5) COSY ………. 20 B. Kerangka Pemikiran ………. 20 C. Hipotesis ……….. 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 22
A. Metodologi Penelitian ……….. 22
B. Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 22
C. Alat dan Bahan ………. 22
1. Alat yang digunakan ……… 22
2. Bahan yang digunakan ………23
D. Prosedur Penelitian ……….. 23 1. Determinasi ……….23 2. Persiapan Sampel ………23 3. Ekstraksi Sampel ……… 23 4. Kromatografi ……….. 24 5. Identifikasi ………. 24
xii
E. Bagan Alir Cara Kerja .……… 25
F. Teknik Analisa Data ……… 26
BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 27
A. Hasil Isolasi Senyawa dari Kulit Batang C. soulattri……… 27
B. Karakterisasi Fraksi Senyawa 7G……….. . 30
1. Analisa Data UV ……….. 30
2. Analisa Data IR ……….... 30
3. Analisa Data NMR ……… 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 46
A. Kesimpulan ……….... 46
B. Saran ……….. 46
DAFTAR PUSTAKA ………... 47
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Serapan khas gugus fungsi pada IR………. 17 Tabel 2 Pergeseran kimia proton 1H yang khas (Relatif terhadap TMS) 19 Tabel 3 Intepretasi sinyal karbon pada isolat fraksi 7G…………. 33 Tabel 4 Geseran kimia, multiplisitas, konstanta kopling dan jenis
proton pada senyawa fraksi 7G………. 34 Tabel 5 Hubungan karbon dan proton dalam satu ikatan dari data HSQC 37 Tabel 6 Hubungan korelasi proton dan karbon 2-3 ikatan dari data HMBC 39 Tabel 7 Hubungan 1H –1H dari data COSY………. 42 Tabel 8 Perbandingan pergeseran kimia trapezifolixanthone
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kerangka Dasar Santon ……… 5
Gambar 2 Kerangka Dasar Kumarin ………. 6
Gambar 3 Kerangka Dasar Kromanon ……….. 7
Gambar 4 Kerangka Dasar Triterpenoid ………... 8
Gambar 5 Kerangka Dasar Flavonoid ………... 9
Gambar 6 Buah dan Kulit Batang Tumbuhan C. soulattri……… 10
Gambar 7 Posisi Relatif Absorbsi 13C NMR ……… 18
Gambar 8 Hasil uji KLT penggabungan KVC I dan II dengan eluen pada KLT n-heksan : EtOAc (9:1)……… 27
Gambar 9 KLT hasil penggabungan hasil kromatografi flashfraksi 7 dengan eluen n-heksan : EtOAc (8,5:1,5)………. 28
Gambar 10 Hasil KLT ulang fraksi 7F, G, dan Hdengan eluen n-heksan : EtOAc (8,5:1,5)………. 29
Gambar 11 Uji kemurnian, A : n-heksan:EtOAc (8,5:1,5); B: n-heksan:Aseton (8,5:1,5); C: n-heksan:kloroform:aseton (8,5:0,5:1,5)…….. 29
Gambar 12 Spektrum UV fraksi 7G pelarut MeOH dan MeOH+NaOH . 30 Gambar 13 Spektrum IR senyawa isolat fraksi 7G……… 31
Gambar 14 Spektra 13C NMR senyawa isolat fraksi 7G………. 32
Gambar 15 Spektra 1H NMR isolat fraksi 7G……….. 34
Gambar 16 Spektra HSQC senyawa fraksi 7G………. 36
Gambar 17 Kerangka Dasar Cincin Santon ……… 38
Gambar 18 Spektra data HMBC senyawa isolat fraksi 7G……….. 38
Gambar 19 Hubungan proton ke karbon 2-3 ikatan pada cincin aromatik Dan gugus prenil ……….. 40
Gambar 21 Hubungan proton hidroksi δH 13,06 ppm dengan karbon
δC 104,6 dan 156,0 ppm………. 41
Gambar 22 Hubungan proton karbon 2-3 ikatan δH 6,72 dan 5,63 ppm. 41 Gambar 23 Korelasi proton-proton δH 1,48 ppm………... 42 Gambar 24 Hubungan 1H-1H dari data COSY ……….. 43 Gambar 25 Struktur yang disarankan dari senyawa isolat fraksi 7G
dan geseran kimia protonnya……… 43
Gambar 26 Struktur yang disarankan dari senyawa isolat fraksi 7G
dan geseran kimia karbonnya……… 43
Gambar 27 Struktur ananixanthon yang pernah diisolasi………… 44 Gambar 28 Senyawa turunan santon dari isolat fraksi 7G………… 44
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Hasil determinasi tumbuhan C. soulattri…………. 51
Lampiran 2 Diagram cara kerja………. 52
Lampiran 3 Perbesaran 1H NMR proton hidroksi………. 54
Lampiran 4 Perbesaran 1H NMR proton aromatik……… 54
Lampiran 5 Perbesaran spektra 1H NMR daerah proton alkena………… 55
Lampiran 6 Perbesaran spektra 13C NMR rangeδC140-180 ppm…….. 55
Lampiran 7 Spektra perbesaran 13C NMR range δC 100-130 ppm……. 56
Lampiran 8 Spektra perbesaran 13C NMR karbon alkana……… 56
Lampiran 9 Perbesaran spektra HSQC rangeδH proton 5-8 ppm……… 57
Lampiran 10 Perbesaran spektra HSQC pada δH proton 1 – 3,5 ppm fraksi 7G 57 Lampiran 11 Perbesaran spektra HMBC proton hidroksi………... 58
Lampiran 12 Perbesaran spektrum HMBC rangeproton aromatik……… 58
Lampiran 13 Perbesaran spekra HMBC range proton alkana………. 59
Lampiran 14 Spektra Inframerah dari isolat fraksi 7G……….. 59
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan keanekaragaman hayati yang melimpah. Melimpahnya flora dan fauna di Indonesia menjadikan Indonesia menjadi salah satu negara yang merupakan sumber tumbuhan obat. Penggunaan tumbuhan obat sebagai obat tradisional pada umumnya hanya didasarkan atas warisan atau pengalaman tanpa mengetahui kandungan kimianya secara pasti. Tumbuhan tersebut, jika diteliti lebih lanjut mengandung senyawa-senyawa dengan bioaktivitas tertentu. Salah satu tumbuhan di Indonesia yang banyak di gunakan untuk pengobatan berasal dari family Clusiaceae dari genus Calophyllum. Calophyllum merupakan salah satu tumbuhan tropis yang terdiri dari 180-200 spesies (Su et al., 2008).
Pada genus Calophyllum, masih sedikit senyawa yang telah diisolasi. Kelompok senyawa yang telah diisolasi dari genus Calophyllum ini bermacam– macam. Berdasarkan studi fitokimia, menunjukkan adanya santon, kumarin, triterpenoid (Eeet al., 2011), biflavonoid (Ito et al., 1999), khalkon dan benzofuran (Ito et al., 2002).
Salah satu spesies dari genus Calophyllum yang belum banyak diteliti yaitu
Calophyllum soulattri. Dari penelitian sebelumnya, telah dilakukan isolasi dari daun, kulit akar, dan kulit batang tumbuhan C. soulattri. Dari daun C. soulattriyang berasal dari hutan tropis di Sumatra, dengan metode maserasi menggunakan pelarut methanol dan etanol didapatkan suatu senyawa friedelin yang merupakan turunan terpenoid (Putra dkk., 2008). Dari bagian kulit akar C. soulattri yang berasal dari Magelang Jawa Tengah, telah diidentifikasi senyawa ananixanthone dari ekstrak etil asetat (Mulia, 2012). Sedangkan dari kulit batang C. soulattri, telah diidentifikasi beberapa
2
senyawa. Dari kulit batang C. soulattri yang berasal dari india, telah diidentifikasi suatu soulattron A yang merupakan suatu turunan terpenoid yang didapatkan dengan metode maserasi pelarut n-heksana (Nigam et al., 1988). Selain itu, dari kulit batang
C. soulattri yang berasal dari Serawak Malaysia, telah diidentifikasi suatu senyawa turunan santon yang berupa soulattrin, caloxanthone C, calosanton B, macluraxanthone, brasixanthone serta steroid stigmasterol dari ekstrak diklorometana
dan β-sitoserol dari ekstran n-heksana (Ee et al.,2012).
Dari penelitian yang telah dilakukan, kulit batang C. soulattri merupakan bagian yang belum banyak diteliti. Perbedaan tempat hidup, iklim, dan curah hujan mempengaruhi kandungan kimia suatu tumbuhan meskipun dalam bagian yang sama, yaitu kulit batang C. soulattri. Selain itu, perbedaan metode isolasi dan pelarut yang digunakan juga memberikan pengaruh terhadap senyawa hasil isolasi.
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Tumbuhan C. soulattri banyak ditemukan di hutan tropis di Indonesia, akan tetapi kandungan kimia yang terdapat pada tumbuhan tersebut banyak yang belum teridentifikasi, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tumbuhan ini. Perbedaan iklim, curah hujan, dan tempat hidup dari suatu daerah memungkinkan adanya perbedaan senyawa yang terkandung dalam suatu tumbuhan meskipun berasal dari bagian yang sama.
Pada penelitian sebelumnya, telah diidentifikasi kelompok senyawa santon, steroid, dan triterpenoid dari kulit batang C. soulattri yang berasal dari Malaysia (Ee
et al., 2011). Senyawa aromatik yang teridentifikasi dari kulit batang C. soulattri
masih sangat terbatas, yaitu hanya sebatas senyawa turunan santon yang berupa caloxanthone B, caloxanthone C, phylattrin, soulattrin, macluraxanthone, dan brasixanthone. Pengayaan akan senyawa aromatik yang terkandung pada kulit batang
3
C. soulattri diharapkan dapat menghasilkan senyawa santon baru oleh karena itu perlu dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa fraksi yang lain dari bagian kulit batang C. soulattri.
Isolasi dari suatu senyawa bahan alam dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metode. Beberapa cara ekstraksi dapat dilakukan, antara lain dengan ekstraksi padat-cair maserasi maupun perkolasi. Untuk fraksinasi, dapat dilakukan dengan cara kromatografi maupun partisi dan untuk proses pemurnian dapar dilakukan dengan kromatografi maupun kristalografi.
Dalam penentuan struktur suatu senyawa isolat, dapat digunakan berbagai instrumen, seperti spektrofotometri UV-Vis, IR, 1H NMR, 13C NMR dam NMR dua dimensi. Pengayaan penggunaan NMR dua dimensi juga akan mempengaruhi kemungkinan struktur yang lebih sempit sehingga dapat ditentukan satu saja struktur senyawa yang disarankan.
2. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi oleh :
a. Tumbuhan C. soulattriyang digunakan berasal dari Magelang, Jawa Tengah. b. Bagian tanaman yang digunakan yaitu kulit batang.
c. Isolasi dilakukan dengan tahapan : maserasi, kromatografi cair vakum kolom, dan kromatografi flash.
d. Identifikasi senyawa kimia dilakukan dengan KLT, Spektrofotometri UV-Vis, Spektrofotometri IR, 1H NMR, 13C NMR, HSQC, HMBC, dan COSY.
e. Isolasi senyawa kimia dari C. soulattri difokuskan pada kelompok senyawa santon.
4
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Senyawa santon apa yang teridentifikasi dari uji KLT, analisis IR, UV, dan NMR dari ekstrak EtOAc dari kulit batang tumbuhan C. soulattri?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengisolasi senyawa santon yang terdapat pada kulit batang tumbuhan C. soulattriyang berasal dari Magelang, Jawa Tengah.
2. Mengidentifikasi senyawa santon yang diisolasi dari kulit batang C. soulattri yang berasal dari Magelang, Jawa Tengah.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperolah dari penelitian ini adalah memberikan informasi serta referensi baru mengenai senyawa kimia yang terdapat pada kulit batang tumbuhan C. soulattri. Selain itu digunakan sebagai langkah awal studi penelusuran bioaktivitas senyawa yang berhasil diisolasi.
BAB II
LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka
1. Tumbuhan genusCalophyllum
Calophyllum dari bahasa Yunani. Kalos yang artinya cantik, dan phullon
yang artinya daun (Su et al., 2008). Calophyllum terdiri lebih dari 200 jenis pohon dan semak–semak tropis asli Asia, Afrika Timur, India dan Australia (Ee et al., 2011). Genus Calophyllum memiliki berbagai macam spesies, antara lain : C. inophyllum, C. teysmannii. C. soulattri, C. brasiliense, C. lanigerum, C. cordato-oblongum, C. lanigerum, C. cerasiferum, C. moonii, C. polyanthum, C. recedens, C. blancoi, dan C. austraiianum (Su et al., 2008). Manfaat tumbuhan dari genus
Calophyllum cukup beragam, hal ini dikarenakan adanya senyawa-senyawa yang terkandung didalamnya. Dari penelitian yang telah dilaporkan, senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan genus Calophyllum cukup beragam, antara lain : santon, kumarin, kromanon, terpenoid, dan flavonoid.
1. Santon
Dari studi fitokimia, senyawa turunan santon adalah senyawa yang paling banyak terdapat pada Calophyllum. Struktur dasar dari santon, ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar struktur dasar santon :
O O R R R R R R R R
Gambar 1. Kerangka dasar santon
Salah satu contoh senyawa aromatik turunan santon yang diisolasi dari
6
trihidroxy-2-methoxy xanthone (5), dan calosanton A (6) telah diisolasi dari akar C. inophyllum (Sukari, 2009). O O OH HO OMe O O O OH O OH O O OH O OH HO (1) (2) (3) O OH O OH OMe OH O O HO HO O OH (4) (5) (6) 2. Kumarin
Senyawa turunan kumarin beberapa sudah diisolasi dari C. soulattri.
Senyawa turunan golongan kumarin ini terdistribusi luas dalam tanaman, terutama pada famili Umbeli ferae dan Rutaceae(Sastrohamidjojo, 1996).
Kerangka dasar kumarin :
O O R R R R R R
Gambar 2. Kerangka dasar kumarin.
O
O O
HO
7
Senyawa-senyawa turunan kumarin yang pernah diisolasi dan ditentukan strukturnya dari genus Calophyllum salah satunya yaitu teysmanone A (7) dan teysmanone B (8) yang diisolasi dari batang C. teysmannii (Caoet al, 1998).
O O O O OH O O O O OMe (7 ) (8) 3. Kromanon
Belum banyak turunan kromanon yang diisolasi dan diidentifikasi beberapa senyawa turunan kromanon telah diisolasi dan diidentifikasi. Salah satu kromanon baru yang ditemukan dari C. brasiliense diketahui mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Sthapyllococcus epidrmidi, yaitu berupa suatu asam kromanon brasiliensiphyllic acid A (9) dan isobrasiliensiphyllic acid A (10) (Cottiglia et al., 2004). Kerangka dasar kromanon ditunjukkan oleh gambar berikut.
Kerangka dasar kromanon :
O O R R R R R R
8 No R1 R2 1 H CH3 2 CH3 H (9)dan (10) 4. Terpenoid
Dalam genus Calophyllum, golongan terpenoid yang pernah diisolasi yaitu suatu triterpenoid. Friedelin (11) telah diisolasi dan diidentifikasi dari kulit batang C. soulattri (Ee et al.,2011).
Kerangka dasar triterpenoid :
R R R R R R R R
Gambar 4. Kerangka dasar triterpenoid
O (11) O OH O O HOOC R1 R2
9
5. Flavonoid
Suatu senyawa flavonoid biasanya terdapat dalam bunga-bungaan, berwarna dan mencolok. Flavonoid mengandung C15 terdiri dari dua inti fenolik yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon.
O R R R R R R R R R R R
Gambar 5.Kerangka dasar flavonoid
Flavonoid sederhana yang pernah diisolasi dari genus Calophyllum berupa myricetin (12) telah diisolasi dari bagian bunga dari C. inophyllum (Subramanian, et al., 1971). O HO OH O OH OH OH H (12)
2. TumbuhanCalophyllum soulattri
a. Deskripsi C. soulattri
Salah satu spesies dari genus Calophyllum adalah C. soulattri. Tumbuhan ini memiliki nama khas masing-masing di setiap daerah. Di daerah Bangka dikenal dengan sebutan bintangur bunut, di daerah Belitung lebih dikenal dengan sebutan
10
dikenal dengan bintangur atau slatri. Pohon C. soulattri menjulang tinggi hingga 28 m dan diameter batang sampai dengan 50 m. bentuk batang bundar, lurus tanpa banir. Bunganya harum, dan buahnya berasa masam. Daunnya hijau mengkilat. Gambar daun dan biji C. soulattriditunjukkan pada gambar 6 (Heyne, 1987).
Klasifikasi tumbuhan Calophyllum sp:
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisio : Mangnoliophyta (berbunga)
Kelas : Mangnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub-kelas : Dilleniidae
Ordo : Theales
Familia : Clusiaceae/Gutiferae
Genus : Calophyllum
Spesies : Calophyllum soulattri
Gambar 6. Buah dan batang tumbuhan C. soulattri.
a. Manfaat tumbuhan C. soulattri
Tumbuhan C. soulattri secara tradisional sering digunakan sebagai tanaman obat tradisional. Kulit batangnya sering digunakan sebagai insektisida (Syahputra et al., 2004), mengobati pembengkakan kelenjar sedangkan secara internal dapat digunakan untuk memperlancar buang air kecil (diuretic) (Steenis et al., 1975). Getah
11
kayunya dimanfaatkan sebagai jamu untuk kuda dan dapat digunakan sebagai racun untuk anjing. Seduhan daun dan akarnya digunakan sebagai obat oles untuk encok, dan minyak dari bijinya dimanfaatkan untuk plitur, minyak rambut dan urus-urus rematik (Heyne, 1987). Bagian bunga tumbuhan ini berbau harum sehingga sering dipergunakan sebagai pengharum lemari pakaian. Di daerah Jawa Tengah bagian benang sari yang berwarna kuning dipergunakan sebagai jamu bagi wanita habis melahirkan (Syahputra et al, 2004).
b. Kandungan senyawa pada C. soulattri
Dari penelitian yang pernah dilakukan, belum banyak penelitian yang melaporkan tentang kandungan senyawa kimia dalam C. soulattri. Dari hasil penelitian yang pernah dilaporkan, kandungan senyawa kimia yang utama pada kulit batang C. soulattri adalah suatu senyawa turunan santon dengan cincin piran. Caloxanthone B (1), caloxanthone C (2), macluraxanthone (3), brasilixanthone (4), pylattrin (13), dan soulattrin (14) pernah diisolasi dari kulit batang C. soulattri yang berasal dari Malaysia (Ee et al., 2012). Selain santon, suatu triterpenoid yang berupa friedelin (11) dan steroid yang berupa stigmasterol (15) juga telah diisolasi dari kulit batang C. soulattriyang berasal dari daerah Malaysia (Ee et al, 2012).
O O HO O OH OH (13) (14) HO O OMe OH O OH OMe
12
3. Metode isolasi tumbuhan
Salah satu metode pemisahan bahan alam yaitu dengan cara ekstraksi. Ekstraksi adalah suatu metode pemisahan kimia berdasarkan perbedaan kelarutan komponen dengan pelarut yang digunakan. Pemilihan metode ekstraksi yang tepat tergantung dari tekstur, kandungan air, bahan tumbuhan yang diekstraksi, dan jenis senyawa yang diisolasi (Padmawinata, 1996). Ekstraksi pada padatan digunakan untuk memisahkan senyawa hasil alam dari jaringan kering tumbuhan, mikroorganisme dan hewan. Metode ekstraksi yang tepat ditentukan oleh tekstur, kandungan air bahan-bahan yang akan diekstrak dan senyawa-senyawa yang akan diisolasi. Jika substansi yang akan diekstrak terdapat di dalam campurannya yang berbentuk padat, maka dilakukan proses ekstraksi padat-cair (Rusdi, 1998).
Maserasi merupakan suatu contoh metode ekstraksi padat–cair bertahap yang dilakukan dengan membiarkan padatan atau bahan terendam dalam suatu pelarut. Proses perendaman dapat dilakukan dengan jalan pemanasan, tanpa pemanasan (pada suhu kamar), atau bahkan dengan suhu pendidihan. Keuntungan dari metode maserasi yaitu waktu yang diperlukan cepat, terutama apabila maserasi dilakukan pada suhu didih pelarut. Waktu perendaman dapat bervariasi antara 15 – 30 menit tetapi terkadang sampai 24 jam. Akan tetapi kekurangan pada metode maserasi ini, pelarut yang dibutuhkan cukup besar, berkisar 10 – 20 kali jumlah sampel, karena sampel harus terrendam sempurna oleh pelarut (Kristanti dkk., 2008).
Ekstraksi biasanya dimulai dengan menggunakan pelarut organik secara berurutan dengan kepolaran yang semakin meningkat. Digunakan pelarut n-heksan, eter, petroleum eter atau kloroform untuk mengambil senyawa dengan tingkat kepolaran rendah. Selanjutnya digunakan pelarut yang lebih polar seperti alkohol dan etil asetat untuk mengambil senyawa – senyawa yang lebih polar. Pemilihan pelarut berdasarkan kaidah “like dissolve like”, yang berarti suati senyawa yang bersifat polar akan larut dalam suatu pelarut non polar. Jika maserasi dilakukan dengan pelarut air, maka perlu dilakukanproses ekstraksi lebih lanjut, yaitu ekstraksi fasa air yang diperoleh dengan pelarut organik. Sedangkan apabila menggunakan pelarut organik,
13
maka filtrat hasil ekstraksi dikumpulkan menjadi satu kemudian dievaporasi atau didestilasi, kemudian dilakukan proses pemisahan dengan kromatografi atau rekristalisasi langung (Kristanti dkk., 2008).
4. Metode pemurnian senyawa
Kromatografi pada hakekatnya adalah suatu metode pemisahan dimana komponen – komponen yang dipisahkan terdistribusi di dalam dua fasa yang tidak saling bercampur yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa gerak adalah fasa yang membawa cuplikan sedangkan fasa diam adalah fasa yang menahan cuplikan secara efektif (Sastrohamidjojo, 2002).
a. Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi cair-padat dan merupakan metode pemisahan fisikokimia. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik bahan penyerap maupun cuplikannya. KLT juga dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik. KLT juga dapat berfungsi untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Fase diam dapat berupa pembentukan lapis tipis dimana fase gerak dibiarkan naik berdasarkan kapilaritas (Hostettmann et al., 1985). Fase diam mempunyai sifat tidak larut dalam fase gerak maupun dalam komponen sampel. Komponen campuran yang bergerak melalui plat KLT mempunyai kecepatan yang berbeda-beda tergantung pada kelarutan komponen dalam pelarut dan kelarutan adsorpsi fase diam terhadap komponen (Sastrohamidjojo, 1991).
Fase diam tersebut dapat berupa lapisan tipis silika gel atau bahan serbuk lainnya, fase diam yang bisa digunakan sebagai pelapis plat adalah silika gel (SiO2), selulosa, alumina (Al2O3) dan kieselgur (tanahdiatome) (Gritter, 1991). Silika gel adalah yang paling banyak digunakan pada pemisahan senyawa bahan alam.rata-rata
14
ukuran partikel silika gel yang digunakan dalam kolom kromatografi adalah 40-200 µm (Padmawinata, 1991).
Pelarut sebagai fasa gerak merupakan faktor yang menentukan gerakan komponen-komponen dalam campuran. Pemilihan pelarut tergantung pada sifat kelarutan komponen tersebut terhadap pelarut yang digunakan. Trappe dalam Sastrohamidjojo (1991) mengatakan bahwa kekuatan elusi dari deret-deret pelarut untuk senyawa-senyawa dalam KLT dengan menggunakan silika gel akan turun dengan urutan sebagai berikut : air murni > metanol > etanol > propanol > aseton > etilasetat > kloroform > metilklorida > benzena > toluen > trikloroetilena > tetraklorida > sikloheksana > heksana. Fasa gerak yang bersifat lebih polar digunakan untuk mengelusi senyawa-senyawa yang adsorbsinya kuat, sedangkan fasa gerak yang kurang polar digunakan untuk mengelusi senyawa yang adsorbsinya lemah. Teknik KLT sangat popular, dikarenakan penggunaannya sangat mudah, cepat, dapat digunakan untuk mengelusi sampel dengan serentak, dan sampel yang dibutuhkan sangat sedikit (Sastrohamidjojo, 1992).
Identifikasi dari senyawa terpisah pada KLT diperoleh dari harga faktor retensi (Rf) yaitu dengan membandingkan jarak yang ditempuh senyawa terlarut dengan jarak tempuh pelarut.
Rf : Jarak yang digerakkan oleh senyawa darititik asal Jarak yang ditempuh pelarut dari titik asal
Nilai Rf senyawa murni dpat dibandingkan dengan harga Rf senyawa standar. Oleh karena itu, harga Rf selalu lebih kecil dari 1,0. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah plat diletakkan dalam larutan pengembang yang cocok, pemisahan yang terjadi adalah adsorbsi. Kekuatan adsorbsi tergantung kuat lemahnya interaksi antara senyawa, pelarut, dan adsorben (Padmawinata, 1991).
Identifikasi senyawa pada KLT dapat dilakukan dengan melihat warna noda dibawah sinar UV atau dengan menyemprotkan pereaksi warna sesuai dengan jenis
15
atau kelas senyawa yang dianalisis. Karena prosesnya yang mudah dan cepat, KLT banyak digunakan untuk melihat kemurnian senyawa organik (Kristanti dkk., 2008) b. Kromatografi Vakum Cair
Kromatografi vakum cair merupakan salah satu kolom khusus yang biasanya juga menggunakan silika gel sebagai adsorben (Kristanti dkk., 2008). Kromatografi kolom prinsipnya sama dengan KLT, hanya saja pada kromatografi kolom fase diam dan fase geraknya terletak pada suatu kolom yang biasanya terbuat dari kaca. Senyawa yang akan dipisahkan dan dipartisikan diantara padatan penyerap (fasa diam) dan pelarut (fasa gerak) yang mengalir melalui padatan penyerap. Senyawa yang kurang larut dalam fasa gerak cair akan bergerak lebih lambat sepanjang berada dalam cairan pelarut (Sastrohamidjojo, 1992).
Fraksinasi suatu sampel bahan alam dapat dilakukan denga metode KVC untuk memisahkan fraksi polar dengan fraksi non polarnya. Teknik kromatografi vakum cair menggunakan system pengisapan untuk mempercepat proses elusi menggantikan system penekanan dengan gas. Pada kromatografi vakum cair, fraksi – fraksi yang ditampung biasanya volumenya lebih banyak dibandingkan denga fraksi-fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom biasa.
Langkah pemisahan menggunakan kromatografi vakum cair biasanya dilakukan pada tahap awal pemisahan, berbeda halnya dengan kromatografi kolom yang menggunakan tekanan pada bagian atas kolom untuk meningkatkan laju aliran, pada kromatografi vakum cair bagian atasnya terbuka sehingga untuk mengotak-atik kolom untuk penggantian pelarut mudah dilakukan (Kristanti dkk., 2008).
c. Kromatografi Flash
Fraksinsi suatu sampel bahan alam dapat dilakukan dengan metode kromatografi vakum cair untuk memisahkan fraksi polar dengan non polarnya. Fraksi yang diperoleh dari kromatografi vakum cair diisolasi dan dilakukan pemurnian dengan kromatografi flash dan atau sephadek. Besarnya cuplikan berbanding lurus dengan luas penampang kolom. Adsorben yang paling sering digunakan adalah silika
16
μm. Panjang kolom 30-45 cm untuk jumlah sampel 250-3000 ml. Fasa diam yang sering digunakan adalah silika gel G60 ukuran 63-200 µm dan silika gel G60 ukuran 40-43 µm dengan ukuran partikel 40-63 mess. Besarnya cuplikan berbanding lurus dengan luas penampang kolom. Adsorben yang paling sering digunakan adalah silika gel G60 ukuran 63-200 μm dan silika gel G60 ukuran 40-43 μm (Kristanti dkk,
2008).
Pemilihan eluen untuk kromatografi flash disesuaikan dengan Rf senyawa yang hendak dipisahkan. Rfdari senyawa dianjurkan berada pada range 0,15-0,2. Jika Rf senyawa 0,2, jumlah eluen yang digunakan 5 kali berat silika gel dalam kolom. Fraksi-fraksi yang didapatkan tersebut kemudian diuji dengan KLT. Dari uji KLT, fraksi-fraksi yang mengandung senyawa yang diinginkan akan teridentifikasi dan harga Rf nya diketahui (Still et al.,1978).
5. Metode identifikasi senyawa
Setelah didapatkan senyawa isolat, senyawa diidentifikasi dan ditentukan dengan instrumen. Keuntungannya, sampel yang digunakan sedikit, terkadang dalam ukuran ppm. Untuk elusidasi, dapat digunakan spektroskopi UV-Vis, IR, NMR dan NMR dua dimensi.
a. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran absorbsi radiasi elektromagnetik suatu senyawa di daerah UV yang terentang dalam range panjang gelombang 100 – 400 nm dan sinar visible dengan range 400 nm (ungu) sampai 750 nm (merah). Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi electron dari ground state ke exited state yang berenergi lebih tinggi (Fessenden and Fessenden, 1986).
Prinsip dari spektrofotometri UV-Vis adalah adanya transisi elektronik suatu molekul yang disebabkan oleh peristiwa absorbs energi berupa radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai oleh molekul yang sesuai oleh molekul tersebut (Rohman, 2007). Absorbansi radiasi oleh sampel diukur oleh detektor dan
17
diinformasikan ke perekam sehingga didapatkan spektrum. Dari spektrum tersebut adanya informasi yang dapat digunakan untuk ,mengetahui adanya gugus kromofor (Hendayana, 2004).
b. Spektrofotometri IR
Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi inframerah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrofotometri inframerah. Spektrofotometri inframerah didasari adanya getaran atau osilasi. Keadaan vibrasi dari ikatan terjadi pada keadaan tetap, atau terkuantitas pada tingkat-tingkat energi. Panjang gelombang absorbs oleh suatu tipe ikatan tertentu bergantung pada macam getarannya. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang khas. Banyaknya energi yang diabsorbsi oleh suatu ikatan bergantung pada perubahan dalam momen ikatan (Fessenden and Fessenden, 1986).
Frekuensi IR biasanya dinyatakan dalam satuan bilangan gelombang (wave number), yang didefinisikan sebagai banyaknya gelombang persentimeter. Daerah IR mempunyai daerah pengukuran dari 4000-625 cm-1. Spektrum IR yang berada di daerah di atas 1600-400 cm-1 menunjukkan pita spektrum yang disebabkan adanya vibrasi yang khas dari ikatan kimia gugus fungsi molekul yang ditentukan. Sedangkan pada daerah 1300-625 menunjukkan pita spektrum yang disebabkan oleh getaran seluruh molekul yang dikenal dengan sebutan daerah sidik jari (finger print)
(Carey,2000).
Tabel 1. Serapan khas gugus fungsi pada IR (Smith, 2006).
Gugus Daerah Serapan Intensitas
O-H 3600-3200 Kuat,lebar N-H 3500-3200 Medium C sp3-H 3000-2850 Kuat C sp2-H 3150-3000 Medium C sp-H 3300 Medium C=O 1800-1650 Kuat C C 2250 Medium C=C 1650 Medium
18
c. Spektrofotometri NMR
Spektrofotometri NMR merupakan jenias spektrofotometri absorbsi lainnya selain UV dan IR. Spektrofotometri NMR tergantung dari kondisi medan magnet. Sampel dapat menyerap radiasi elektromagnetik dalam daerah radio frekuensi pada frekuensi yang diatur oleh karakteristik sampel (Silverstein, 2005). Dasar dari metode spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR) ini adalah kajian terhadap momen magnet dari inti atom dalam molekul yang timbul akibat perputaran inti tersebut. Momen magnet dari suatu inti atom dipengaruhi oleh atom-atom yang ada di dekatnya, sehingga atom yang sama dapat mempunyai momen magnet yang berbeda bergantung pada lingkungannya. Bila inti atom diletakkan diantara kutub-kutub magnet yang sangat kuat, maka inti akan mensejajarkan medan magnetiknya sejajar (paralel) atau melawan (antiparalel) dengan medan magnet (Hart, 2003).
1) 13C NMR.
Penelitian kerangka karbon pada suatu senyawa mulai dikembangkan pada awal tahun 1970-an. Spektrofotometri 13C NMR memberikan informasi tentang jumlah atom karbon dari struktur molekul. Pergeseran kimia 13C terjadi pada daerah yang lebih lebar dibandingkan daerah geseran kimia 1H. keduanya diukur terhadap senyawa standar yang sama, yaitu tetrametilsilen (TMS), yang semua karbon metilnya ekuivalen dan memberikan sinyal yang tajam (Achmadi, 2003). Posisi relatif absorbsi 13C ditunjukkan pada gambar 7.
C aldehid dan keton
C alkena dan aromatik
C-O dan C=N C ester,amida,dan karboksilat C alkunil C alkil
200 150 100 50 0 ppm Gambar 7. Posisi relatif absorbsi 13C NMR (Pudjaatmaka, 1982).
19
Pergeseran kimia untuk 13C dinyatakan dalam satuan δ, pada umumnya dituliskan dalam kisaran 0-200 ppm dibawah medan TMS (Achmadi,2003).
2) 1H NMR
Spektrofotometri proton atau 1H NMR memberikan informasi struktural mengenai atom-atom hidrogen dalam sebuah molekul organik. Tidak semua inti 1H membalikkan spinnya tepat sama dengan frekuensi radio karena inti-inti tersebut mungkin berbeda dalam lingkungan kimianya atah bahkan lingkungan elektroniknya. Kondisi ini menuyebabkan pergeseran kimia. Pergeseran kimia untuk beberapa jenis inti 1H ditunjukkan pada tabel 2 berikut.
Tabel 2.Pergeseran kimia proton 1H yang khas (Relatif terhadap TMS)
Jenis 1H δ (ppm) Jenis 1H δ (ppm) C – CH3 0,85 – 0,95 – CH2– CH3 4,3 – 4,4 C C – CH– C 1,40 – 1,65 – CH = C 5,2 – 5,7 CH3– C = C 1,6 – 1,9 Ar – H 0,5 – 5,5 CH3– Ar 2,2 – 2,5 6,6 – 8,0 O – C –OH 10 – 13 O – C – H 9,5 – 9,7 CH3– O – Ar – OH 4-8 Achmadi, 2003) 3) HSQC (Heteronuclear Single Quantum Correlation)
HSQC merupakan salah satu NMR dua dimensi. Teknik HSQC pada dasarnya sama dengan teknik HMQC yaitu memberikan informasi tentang korelasi antara proton dengan karbon dalam satu ikatan (Rumampuk, 2005). Data hasil HSQC adalah hubungan CH dua dimensi yang ditunjukkan sebagai sinyal δC vs δH. Pergeseran dari hubungan karbon proton berguna dalam elusidasi struktur karena memberikan jawaban inti 1H mana yang terikat pada inti 13C.
20
4) HMBC (Heteronuclear Multiple Bond Correlation)
HMBC merupakan salah satu jenis NMR dua dimensi yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara proton dengan karbon yang berjarak 2 sampai 3 ikatan sehingga dapat diketahui atom karbon tetangga (Breitmaier, 2002).
5) 1H –1H COSY (Homonuclear Correlated Spectroscopy)
1H-1H COSY merupakan salah satu jenis NMR dua dimensi. Spektrum 1H- 1H COSY dapat memberikan korelasi H dengan H tetangga melalui kontur yang muncul pada spektrum. Dari spektrum ini dapat diketahui proton-proton yang berdekatan pada suatu senyawa. Spektroskopi 1H- 1H COSY adalah metode yang paling mudah pada 2D NMR (Supratman, 2010).
B. Kerangka Pemikiran
Salah satu manfaat dari kulit batang C. soulattri yaitu sebagai insektisida (Syahputra et al., 2007). Pada penelitian sebelumnya, dilaporkan bahwa pada kulit batang C. soulattri yang tumbuh di Malaysia mengandung senyawa piranosanton terprenilasi, soulattrin, triterpene friedelin, dan steroid stigmasterol (Eeet al., 2011). Pada penelitian kulit batang C. soulattri yang diambil di daerah Magelang Jawa Tengah ini, diduga akan didapatkan senyawa–senyawa kimia yang berbeda dari penelitian – penelitian sebelumnya dikarenakan adanya perbedaan pelarut yang digunakan dalam proses maserasi dan eluen yang digunakan untuk proses kromatografi.
Beberapa senyawa santon, yaitu piranosanton, caloxanthone B, caloxanthone C (Eeet al., 2011), macluraxanthone dan brasixanthone (Ee et al,2012) telah berhasil diisolasi dari kulit batang tumbuhan C. soulattri dengah pelarut diklorometan. Akan tetapi, diharapkan masih ada senyawa aromatik lain yang belum teridentifikasi dengan adanya perbedaan pelarut saat proses maserasi dan eluen pada saat proses pemisahan. Senyawa aromatik yang terdapat dalam kulit batang C. soulattri masih sangat terbatas. Selain senyawa-senyawa turunan santon, diduga senyawa aromatik lain, seperti flavonoid dan kumarin dapat dipisahkan dari ekstrak kulit batang C.
21
soulatttri karena pelarut yang digunakan berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penggunaan pelarut EtOAc yang cenderung lebih polar dari diklorometan diharapkan dapat memberikan informasi tentang senyawa-senyawa aromatik lain yang terkandung.
C. Hipotesis
Dari kerangka pemikiran di atas dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :
Senyawa santon yang mungkin diisolasi dari kulit batang C. soulattri yang berasal dari Magelang Jawa Tengah antara lain senyawa turunan pyranosanton terprenilasi.
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan metode eksperimen laboratorium. Isolasi senyawa bahan alam menggunakan metode ekstraksi dan kromatografi. Ekstraksi dilakukan untuk mengambil senyawa bahan alam dari sampel tumbuhan. Isolasi dan purifikasi senyawa murni menggunakan teknik kromatografi kolom dengan fasa diam silika gel. Isolasi senyawa dipandu dengan kromatografi lapis tipis (KLT).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS dan laboratorium Pusat MIPA Sub Laboratorium Kimia Pusat UNS yang dilaksanakan pada bulan Maret – Desember 2012. Uji karakterisasi UV, IR, dan NMR dilakukan di Universitas Maret Surakarta.
C. Alat dan Bahan
1. Alat-alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan antara lain seperangkat alat maserasi yang berbahan alumunium. Setelah maserasi sampel disaring dengan penyaring buchner. Peralatan gelas seperti pipet tetes, pipet volumetri, gelas beker juga digunakan. Sampel dikentalkan dengan menggunakan rotatory evaporator dan didiamkan dalam desikator. Ekstrak kental difraksinasi dengan kromatografi vakum kolom dengan lebar kolom 9 cm untuk vakum digunakan pompa vakum. Sampel hasil fraksinasi dimurnikan dengan kromatografi kolom, kolom yang digunakan berdiameter 2 cm. untuk KLT digunakan chamber berbahan kaca. Untuk melihat spot digunakan lampu
23
(Shimadzu UV mini 1240), Spektrofotometri IR (shimadzu PRESTIGE 21), dan NMR ( AGILENT VNMR 400 MZ)
2. Bahan-bahan yang digunakan
Kulit batang C. Soulattri sebanyak 2,99 kg basah digiling hingga menjadi serbuk. Dimaserasi dengan pelarut etil asetat 8 L. Untuk KLT, digunakan n-heksan, aseton, dan EtOAc redestilasi. Untuk kromatografi vakum kolom, digunakan pelarut
n-heksan dan EtOAc redestilasi. Silika gel yang digunakan untuk KVC merck Si-gel 60 GF254. Untuk kromatografi flash digunakan silika gel merck kieselgel 60 (0,04-0,063 mm). untuk kromatografi lapis tipis, digunakan plat silika berlapis alumunium (Merck kieselgel 60 GF254). Silika yang digunakan untuk impregnasi, digunakan silika adsorb Merck Kieselgel 60 (0,2-0,5 mm). Penggunaan MeOH untuk melarutkan sampel pada saat uji UV, digunakan MeOH gradepro analisis. Untuk reagen semprot pada KLT, digunakan Ce(SO4)22% Ce(SO4)2.4H2O dalam H2SO4 1M.
D. Prosedur Penelitian
1. Determinasi
Determinasi sampel C. soulattri yang akan digunakan dalam penelitian dilakukan di herbarium UGM. Determinasi dilakukan berdasarkan pengamatan ciri fisiologis tumbuhan.
2. Persiapan sampel
Kulit batang C. soulattri dipotong kemudian dikeringkan. Selanjutnya kulit batang C. soulattri kering dibuat serbuk. Preparasi sampel menjadi simplisia serbuk dilakukan di Jurusan Farmasi Universitas Setia Budi.
24
Serbuk kering kulit batang dimaserasi dalam etil asetat selama 3 hari. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan buchner untuk memisahkan ekstrak etil asetat dari residu. Ekstrak EtOAc dievaporasi sampai kental.
4. Kromatografi
Ekstrak EtOAc kental difraksinasi menggunakan kromatografi vakum cair (KVC) untuk memisahkan fraksi polar dan non polarnya. Fraksi polar yang diperoleh diisolasi dan dilakukan pemurnian dengan kromatografi flash menggunakan pelarut yang tidak sama saat KVC dan dipandu dengan KLT.
5. Identifikasi
Elusidasi struktur senyawa bahan alam senyawa aromatik dari C. soulattri
menggunakan spektroskopi UV, IR, dan NMR (1H NMR, 13C NMR, HSQC, HMBC, dan COSY).
25
E. Bagan Alir Cara Kerja
Kulit batang tumbuhan C.
soulattri
EtOAc Serbuk kulit batang C.
soulattri Ekstrak KVC Fraksi Senyawa murni Uji KLT pemilihan eluen Kromatografi flash Fraksi dengan bobot yang mencukupi Uji kemurnian senyawa Uji UV, IR,
NMR
Struktur
26
F. Teknik Analisa Data
Pada penelitian ini akan diperoleh beberapa macam data. Untuk analisis KLT akan diperoleh noda yang berwarna yang dipandu dengan lampu UV serta disemprot dengan reagen penanda Ce(SO4)2. Dari KLT, dapat diketahui pola pemisahan dan dapat digunakan untuk menentukan eluen yang sesuai untuk proses kromatigrafi. Kemudian akan dilakukan analisis gugus kromofor dan kerangka menggunakan spektroskopi UV. Gugus fungsi senyawa diketahui dengan analisis infra merah (IR). Kerangka dasar, jumlah proton karbon senyawa dianalisis dengan metode 1H NMR dan 13 C NMR. Dari 1H NMR dapat diketahui geseran kimia, multiplisitas dan konstanta kopling (J), sedangkan dari 13 C NMR dapat diketahui kerangka dasar melalui jumlah karbon dan geseran kimianya. Dari data ini didukung dengan data HSQC, HMBC, dan COSY dimana dari data HSQC menunjukkan hubungan karbon dan proton yang berjarak satu ikatan sehingga dapat diketahui jenis karbon dan protonnya. Hubungan proton 2–3 ikatan akan terlihat dari dara HMBC. Selain itu, dari data COSY dapat diketahui proton-proton yang saling bertetangga.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Isolasi Senyawa dari Kulit Batang C.soulattri
Hasil penyaringan dan evaporasi ekstrak dari ekstrak EtOAc kulit batang tumbuhanC. soulattridiperoleh ekstrak EtOAc sebanyak 52 g. Dari sejumlah ekstrak yang didapatkan, dilakukan suatu fraksinasi. Ekstrak di KVC sebanyak 2 kali, dimana sekali proses KVC sampel yang digunakan sebanyak 20 g. Eluen yang digunakan yaitu n-heksan : EtOAc dengan perbandingan (10:0) (1 kali) ; (9,5:0,5) (2 kali); (9:1) (4 kali); (8,5:1,5) (4 kali); (8:2) (2 kali); (1:1) (1 kali); dan (0:10) (1 kali).
Kemudian hasil dari kedua KVC digabung. Penggabungan hasil KVC 1 dan KVC 2 didasarkan pada spot-spot yang terlihat. Spot dengan pola pemisahan yang sama digabung menjadi satu. Sehingga, dari penggabungan hasil KVC 1 dan 2 didapatkan hasil pada gambar 8.
Gambar 8. Hasil uji KLT penggabungan KVC I dan II dengan eluen pada KLT n-heksan:EtOAc (9:1) dengan penampak bercak Ce(SO4)2. Dari hasil KLT penggabungan diatas, masing-masing didapatkan beratnya sebanyak : fraksi 1 (0,68 g), fraksi 2 (2,67 g), fraksi 3 (2,16 g), fraksi 4 (4,04 g),
28
fraksi 5 (1,13 g), fraksi 6 (4,32 g), fraksi 7 (0,95 g), fraksi 8 (5,58 g), fraksi 9 (0,97 g), dan fraksi 10 (10, 36 g).
Dari hasil yang didapat, fraksi 7 merupakan fraksi dengan spot yang paling sederhana dan dengan berat yang memadahi. Oleh karena itu, fraksi 7 merupakan fraksi target yang dipakai untuk pemisahan lebih lanjut. Selain itu, pada fraksi 7 memiliki tingkat kepolaran yang lebih tinggi dari fraksi-fraksi sebelumnya sehingga dimungkinkan didapatkannya senyawa aromatik lebih besar pada fraksi ini. Sebelum dilakukan kromarografi flash, perlu dilakukan KLT untuk mencari eluen yang lebih sesuai. Pada kromatogtrafi flash, digunakan eluen n-heksan : aseton (9:1) (2 kali) dalam 150 mL dan (8:2) (1 kali) dalam 100 mL.
Hasil kromatografi flash dari fraksi 7 didapatkan 26 fraksi. Dari kesamaan spot pada KLT, fraksi-fraksi dengan spot yang dengan spot yang hampir mirip kemudian digabung sehingga didapatkan 12 fraksi yang lebih sederhana. Penggabungan KLT hasil kromatografi flashditunjukkan oleh gambar 8.
Gambar 8. KLT hasil penggabungan hasil kromatografi flash fraksi 7 dengan eluen n-heksan : EtOAc (8,5:1,5) dengan penampak bercak Ce(SO4)2
Dari hasil KLT gabungan hasil kromatografi flashfraksi 7 diatas, didapatkan 12 fraksi yang lebih sederhana dengan berat masing-masing fraksi : fraksi 7A(1 mg) ; fraksi 7B (20 mg); fraksi 7C (26 mg); fraksi 7D (368 mg); fraksi 7E (15 mg); fraksi 7F
29
(15 mg); fraksi 7G(14 mg); fraksi 7H(25 mg); fraksi 7I(6 mg); fraksi 7J (9 mg); fraksi 7K(1 mg); dan fraksi 7L(163 mg).
Dari gambar 9, fraksi 7A, B, C , E, I, J, K, dan L memiliki spot lebih dari satu dan berat yang kurang memadahi, sedangkan fraksi 7D memiliki berat yang memadahi akan tetapi fraksi ini telah dilakukan pemisahan sebelumnya. Fraksi 7F, G, H sama-sama mempunyai spot yang sederhana dengan satu spot pola utama dan dengan berat yang memadai, yang diduga bahwa hanya terdapat satu senyawa dalam fraksi 7F, G dan H tersebut. Oleh karena itu, dilakukan kembali KLT ulang terhadap fraksi 7F, G, dan Hyang terlihat pada gambar 10.
Gambar 10. Hasil KLT ulang fraksi 7F, G, dan H dengan eluen n-heksan : EtOAc (8,5:1,5) dengan penampak bercak Ce(SO4)2.
Hasil KLT dari ketiga fraksi diatas, terlihat bahwa fraksi 7G terlihat memililiki spot yang lebih bersih dibandingkan dengan fraksi 7F dan H. Fraksi 7G dengan berat 14 mg dilakukan uji kemurnian dengan cara KLT dengan beberapa sistem eluen, ditunjukkan dengan gambar 11.
30
Gambar 11.Uji kemurnian, A : n-heksan:EtOAc (8,5:1,5); B: n-heksan:Aseton (8,5:1,5);
C: n-heksan:kloroform:aseton (8,5:0,5:1,5) dengan penampak bercak Ce(SO4)2. Dari KLT uji kemurnian dengan 3 sistem eluen yang berbeda, yaitu n-heksan:EtOAc (8,5:1,5), n-heksan:aseton (8,5:1,5), dan n-heksan:kloroform:aseton (8,5:0,5:1,5) terlihat bahwa fraksi 7G memiliki satu spot saja. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi 7Gsudah cukup murni dan dapat dilakukan uji karakterisasi.
B. Karakterisasi Senyawa Fraksi 7G
1. Analisis Data UV
Hasil analisis dengan spektroskopi UV isolat fraksi 7Gdalam pelarut methanol dan dengan penambahan pereaksi geser NaOH ditunjukkan dengan gambar.
a b
31
Pada spektrum UV senyawa isolat fraksi 7G menunjukkan adanya serapan
pada λmaks207; 231; dan 289 nm. Pada serapan 231 dan 289 nm menunjukkan adanya serapan gugus kromofor yang khas untuk suatu sistem ikatan rangkap terkonjugasi dari suatu cincin aromatik.
Penambahan pereaksi geser NaOH pada senyawa isolat, menyebabkan pergeseran serapan menjadi 280 dan 297 nm yang merupakan suatu pergeseran
bathochromic yaitu pergeseran kearah panjang gelombang yang lebih besar, dimana pergeseran ini mempunyai makna adanya gugus hidroksi fenolik pada senyawa isolat 7G.
2. Analisis Data IR
Dari data IR dapat diketahui gugus fungsi yang terdapat pada isolat fraksi 7G. Dari hasil IR yang muncul dari isolat fraksi 7G, menunjukkan adanya serapan melebar dari suatu gugus hidroksi pada bilangan gelombang 3433 dan 3423 cm-1. Serapan C-H alifatik muncul pada bilangan gelombang 2956; 2924; dan 2852 cm-1 yang menyusun suatu gugus isopren bebas. Serapan C=O muncul pada bilangan gelombang 1708 cm-1, adanya ikatan C=C aromatik muncul pada bilangan gelombang 1649 dan 1620 cm-1. Adanya C=C alkena terlihat pada serapan 1581 cm-1. Pada bilangan gelombang 1219 menunjukkan adanya C-O ulur.
Spektra IR hasil isolat fraksi 7Gterlihat pada gambar 13.
32
Gambar 13. Spektrum IR senyawa isolat fraksi 7G. 3. Analisis Data NMR
Hasil isolat senyawa fraksi 7G dalam pelarut CDCl3 dengan spektroskopi NMR meliputi 1H NMR, 13C NMR, HSQC, HMBC, dan COSY. Dari data 13C NMR didapatkan data berapa jumlah karbon dalam isolat fraksi 7G. Geseran kimia proton, multiplisitas, dan konstanta kopling (J). Banyaknya proton dari setiap jenis proton dapat diketahui dari luasan masing-masing sinyal proton sedangkan posisi proton – proton yang berdekatan dapat diketahui dari nilai konstanta kopling (J). Hubungan karbon dengan proton dalam satu ikatan dapat dilihat di spektra HSQC sehingga dapat diketahui jenis karbonnya. Dan dari HMBC, dapat diketahui hubungan proton dan karbon 2 – 3 ikatan. Sehingga dapat diketahui proton-proton tetangganya.
Spektrum karbon senyawa isolat 13C NMR memperlihatkan adanya satu gugus
karbonil δC pada 181,0 ppm. Karbon alkana terlihat pada geseran δC 21,4 ppm
berupa suatu metilen (–CH2–), metil (–CH3) muncul pada δC 17,6 -28,1 ppm dan 78,3 ppm untuk karbon kuartener yang mengikat suatu O (CHn-O), karbon-karbon alkena senyawa muncul pada δC 127,5 – 119,8 ppm (=CH–) dan karbon-karbon kuartener alkena muncul pada geseran 144,4 – 103,3 ppm. Sinyal proton pada pita atau daerah geseran kimia karbon-karbon alkana, terdapat pengotor – pengotor lain sehingga jumlah sinyal karbon yang muncul lebih dari jumlah karbon senyawa target. Hal ini dapat didukung dengan data-data dari HMBC dan COSY. Sisa pelarut CDCl3 muncul pada δC 77,3; 77,0; dan 76,7 ppm. Intepretasi dari data 13C NMR ditunjukkan pada tabel 3.
33
Gambar 14.Spektra 13C NMR senyawa isolat fraksi 7 G.
Tabel 3.Intepretasi sinyal karbon pada isolat fraksi 7G
δC (ppm) ƩC Jenis Karbon 181,0 1 C C=O 158,3 1C 156,0 1C 153,7 1C 144,5 1C 144,3 1C 131,6 1C 127,5 1C 123,9 1C 122,6 1C 120,9 1C 119,8 1C 116,7 1C 115,7 1C 107,1 1C 104,6 1C C Karbonil
34 78,3 1C CHn-O 28,3 2C C Alkana 25,6 1C 21,7 1C 17,9 1C ƩC = 23 C
Selain data 13C NMR, didapatkan pula data spektrum1H NMR. Pada sinyal 1H NMR yang muncul, dapat diketahui geseran kimia proton, multiplisitas dan konstanta kopling (J). Dari data 1H NMR (gambar 15) isolat fraksi 7
G, mengindikasikan adanya 12 sinyal proton, yang merupakan 3 sinyal proton aromatis, 3 sinyal proton alkena,dan 6 sinyal proton alkana.
Gambar 15. Spektra 1H NMR isolat fraksi 7G(Perbesaran & harga luasan dapat dilihat pada halaman lampiran)
Spektra 1H NMR isolat fraksi 7
G dari sinyal-sinyal proton yang muncul dapat diintepretasikan pada tabel 4.
H Hidroksi terkhelat
35
Tabel 4. Geseran kimia, multiplisitas, konstanta kopling dan jenis proton pada senyawa fraksi 7G
δH(ppm) Multiplisitas (J) ƩH Jenis Proton
7,78 dd(8,0 dan 2,5) 1H Proton Aromatis 7,24 d (8,0)* 1H 7,21 t (7,2) 1H 6,72 d (10,0) 1H Proton Alkena 5,63 d(10,0) 1H 5,21 t 1H 3,48 d(7,0) 2H Proton Alkana 1,84 s 3H 1,69 s 3H 1,48 s 3H 13,06 s 1H Proton Hidroksi
Keterangan : * = Sinyal pada geseran 7,24 ppmoverlappingoleh sinyal proton residu CDCl3.
Dari spektra 1H NMR, mengindikasikan adanya 3 sinyal proton aromatik yaitu pada δH 7,73 ppm (dd, J = 8,0 dan 2,5); 7,24 ppm (d, J=7,8); dan 7,21 ppm (t, J =
7,2). Dari multiplisitasnya, didapatkan harga kopling dari ketiganya yang hampir mirip. Hal ini mengidikasikan letak proton yang berdekatan. Proton pada geseran 7,24 ppm (d, J=7,8), sinyal proton pada geseran ini adanya overlapping dengan proton dari sisa pelarut CDCl3sehingga cukup menggangu puncak sinyal proton yang muncul sehingga sinyal proton. Kemudian adanya 3 sinyal proton yang
mengindikasikan sinyal proton alkena, yaitu pada δH 6,72 ppm (d, J = 10,0); 5,63 ppm (d, J= 10,0); dan 5,21 ppm (t). Dari harga tetapan kopling keduanya memiliki harga tetapan kopling yang sama yang mengindikasikan bahwa kedua proton itu terletak berdekatan. Selain itu, adanya sinyal proton alkana pada 3,48 ppm (d, J = 7,0) yang merupakan suatu sinyal metilen (-CH2-); 1,84 ppm (s); 1,69 ppm (s); 1,48 ppm (s); dan 1,45 ppm (s) yang merupkan suatu metil yang terdapat pada suatu gugus prenil. munculnya sinyal proton yang berupa suatu hidroksi pada δH 13,06
36
Dari sinyal karbon dan proton yang didapat, dapat diduga kerangka umum dari suatu senyawa tersebut. Dari spektra karbon dan proton, menunjukkan adanya suatu proton aromatis sehingga diduga bahwa senyawa isolat memiliki suatu cincin aromatis. Senyawa bahan alam yang memiliki cincin aromatis yaitu suatu flavonoid, kumarin, alkaloid juga dapat berupa santon dan turunannya. Akan tetapi dari data IR tidak ditunjukkan adanya serapan yang khas untuk suatu N-H sehingga dimungkinkan senyawa isolat tersebut merupakan suatu turunan santon atau flavanoid, Suatu flavonoid yang memilikli gugus karbonil adalah suatu flavanon. Akan tetapi kepastian struktur senyawa dapat dilihat dari data-data lain seperti COSY, HSQC, dan HMBC. Pada penelitian sebelumnya, proton pada δH 6,72 ppm (d, J= 10,0) dan 5,63 ppm (d, J= 10,0) biasanya merupakan suatu proton yang dari suatu cicin piran yang tersubstitusi dalam suatu santon (Yimdjoet al, 2004).Sinyal pada δH 1,48 ppm
(s) dan 1,45 ppm (s) mengindikasikan proton metil yang menyusun suatu isopren, hal ini didukung adanya suatu sinyal metin (-CH-) pada δH 5,21 ppm (t), dimana metin tersebut memiliki tetangga proton dengan kelimpahan 2H dan diperkuat dengan adanya sinyal proton metilen (-CH2-) pada δH 3,48 ppm, hal ini terlihat pada spektra
COSY dimana proton δH 3,48 ppm bertetangga dengan proton δH 5,21 ppm.
Hubungan antara karbon dengan proton dalam satu ikatan, dapat diketahui dari spektra HSQC. Hubungan karbon dan proton dalam satu ikatan ditunjukkan pada gambar 16.
37
Gambar 16. Spektra HSQC senyawa fraksi 7G (Perbesaran gambar dapat dilihat di lampiran)
Dari spektra HSQC senyawa isolat fraksi 7G, didapatkan 11 sinyal proton dan karbon dalam satu ikatan. Enam sinyal diantaranya merupakan suatu proton metin yang masing-masing terikat pada δC 127,5 ppm; 123,9 ppm; 122,6 ppm; 119,8 ppm; 116,7 ppm; dan 115,6 ppm. Adanya 4 sinyal proton yang merupakan suatu metil yang masing-masing terikat pada δC 28,3 ppm; 25,6 ppm; dan 17,9 ppm. Adanya sebuah sinyal proton metilen (-CH2-) yang terikat pada karbon δC 3,48 ppm.
Hubungan proton dengan karbon 1 ikatan ditunjukkan pada tabel 5.
Tabel 5. Hubungan karbon dan proton dalam satu ikatan dari data HSQC.
δC (ppm) δH (ppm) Jenis Karbon 181,0 - C=O 158,3 - =C-O 156,0 - =C-O 153,7 - =C-O 144,5 - =C-O 144,3 - =C-O
38 127,5 5,63 (d, J=10,0) =CH-123,9 7,21 (t, J=7,21) =CH-122,6 5,21 (t) =CH-120,9 - =C 119,8 7,24 (d, J= 8,0) =CH-116,7 7,78 (dd, J= 8,0 dan 2,5) =CH-115,7 6,72 (d, J= 10,0) =CH-107,1 - =C 104,6 - =C 103,3 - =C 78,3 - C-O 28,3 1,48 (s) -CH3(2C) 25,6 1,69 (s) -CH3 21,7 3,48 (d, J=7,0) -CH2 -17,9 1,84 (s) -CH3
Dari data-data 1H NMR, 13C NMR, dan HSQC, dapat diindikasikan bahwa senyawa tersebut memiliki satu gugus isopren bebas, yang ditandai dengan adanya sinyal metil (CH3), metilen (CH2), dan metin (CH). Dari 23 sinyal karbon, 5 karbon diindikasikan merupakan karbon-karbon dari suatu isopren bebas dan 5 karbon berasal dari suatu cincin piran. Adanya gugus tambahan suatu 10 karbon dan dari sisa karbon diindikasikan bahwa kerangka dasarnya memiliki 13 karbon, dari studi pustaka, diketahui bahwa senyawa bahan alam flavonoid memiliki kerangka dasar 15 karbon dan santon 13 karbon. Dari sini dapat diketahui bahwa senyawa isolat fraksi 7G merupakan suatu santon dengan kerangka dasar 13 karbon dan adanya dua cincin aromatis yang dihubungkan dengan suatu cincin eter (gambar 17).
O O
A C B
Gambar 17. Kerangka dasar santon.
Untuk mengetahui letak proton-proton secara tepat dan untuk mengetahui posisi prenil dan cincin piran, diketahui dari data HMBC. Dari data HMBC (gambar
39
17), dapat diketahui hubungan proton dan karbon 2 – 3 ikatan sehingga dapat diketahui karbom atau proton tetangganya. Intepretasi dari gambar 18 disajikan dalam tabel 6.
Gambar 18.Spektra data HMBC senyawa isolat fraksi 7G(Perbesaran spektra dapat dilihat di lampiran)
Tabel 6.Hubungan korelasi proton dan karbon 2-3 ikatan dari data HMBC
δH (ppm) δC HMBC (ppm)
13,06 104,6; 156,0
7,78 119,8; 144,5
7.24 116,7; 144,3
40 5,63 78,3; 104,6 5,21 -3,48 107,1; 122,6; 131,6; 158,23 153,7 1,84 25,6 ; 122,6 1,69 17,9; 122,6; 131,6 1,48 28,3; 78,3; 127,5
Dari data-data yang diperoleh, menunjukkan adanya sinyal proton yang muncul dan berasal dari suatu cincin aromatik yang menyusun suatu kerangka dasar santon. Selain itu, adanya suatu metil, metilen dan metin yang berasal dari suatu prenil bebas. Dari data-data 13C NMR, 1H NMR, HSQC, dan HMBC, potongan mengenai struktur senyawa isolat fraksi 7Gmeliputi kerangka aromatik dan kerangaka prenil bebas serta hubungan proton ke karbon 2-3 ikatan pada cincin aromatik (A, B, dan C) dan prenil bebas (D) ditunjukkan pada gambar 19.
H H H 7,78 dd 7,21 t 7,24 d 116,7 144,3 A (A) (B) H H H 7,78 dd 7,21 t 7,24 d 120,9 144,3 A 3,48 d 21,4 131,6 25,6 1,69 s 1,84 s 17,9 5,21 122,6 H H H 7,78 dd 7,21 t 7,24 d 116,7 120,9 144,3 119,8 A
41
(C) (D)
Gambar 19. Hubungan proton ke karbon 2-3 ikatan.
A, B, C : Hubungan proton ke karbon 2-3 ikatan proton aromatik D : Hubungan proton ke karbon 2-3 ikatan proton pada isopren Dari data HMBC menunjukkan bahwa suatu proton metilen (-CH2-) pada δH
3,48 ppm berkorelasi dengan karbon 107,1; 122,6; 131,6; 158,3; 153,7 ppm.
107,1 21,4 158,3 5,21122,6
3,48 153,7
Gambar 20. Korelasi proton δH 3,48 ppm
Dari data HSQC, tidak ada proton yang berikatan satu ikatan dengan karbon 158,3; 156,0; 153,7; 144,5; 144,3 ppm, hal ini menandakan bahwa jenis karbon-karbon ini merupakan suatu karbon-karbon kuartener, dilihat juga dari intensitasnya. Dari data HMBC, karbon pada δC 144,5 ppm hanya berkorelasi dengan proton pada δH
7,21; 7,24; dan 7,78 ppm. Oleh karena itu, dimungkinkan posisi hidroksi terikat pada
δC 144,5 ppm. Hal ini didukung dengan spektra UV dimana dengan adanya penambahan reagen geser NaOH, adanya pergeseran batokromik. Hal ini mengindikasikan adanya hidroksi yang tersubstitusi pada cincin fenolik / aromatik.
Dari spektra 1H NMR, adanya suatu hidroksi terkhelat. Dari studi pustaka tentang penelitian tentang isolasi santon dari Callophyllum, diketahui bahwa posisi
proton pada δH 13,06 ppm merupakan posisi suatu hidroksi yang dekat dengan suatu
karbonil. Dari data HMBC, δH 13,06 ppm berhubungan dengan karbon-karbon δC
42
OH13,06
156,0 104,6
Gambar 21. Hubungan proton hidroksi δH 13,06 ppm dengan karbon δC 104,6 dan 156,0 ppm.
Proton alkena pada δH 6,72 dan 5,63 merupakan suatu proton dari cincin
piran yang merupakan suatu metin (=CH-). Dari data HSQC dan HMBC, hubungan
proton pada δH 6,72 dan5,63 ditunjukkan oleh gambar 22.
H H 6,72 5,63 127,5 115,7 104,6 78,3
Gambar 22.Hubungan proton karbon 2-3 ikatanδH 6,72 dan 5,63 ppm.
Dari data HMBC, proton δH 6,72 dan 5,63 ppm masing-masing berhubungan dengan suatu karbon alkana kuartener δC 78,3 ppm. Dimana karbon δC 78,3 ppm juga berkorelasi dengan proton 1,48 ppm. Proton-proton pada δH 1,48 ppm terikat
pada δC 28,3 dengan limpahan karbon sebanyak 2C. disimpulkan bahwa pada δC
78,3ppm, mengikat 2 buah metil δH 1,48 ppmyang dapat ditunjukkan pada gambar 23. H H 6,72 5,63 127,5 115,7 104,6 CH3 CH3 78,3 1,4828,3 1,48 28,3
43
Posisi proton δH 6,72; 5,63 seperti gambar diatas, didukung oleh data 1H-1H COSY, yang terlihat pada gambar 24. Interpretasi data dari COSY dapat dilihat pada tabel 7.
Gambar 24. Hubungan 1H-1H dari data COSY
Tabel 7.Hubungan 1H –1H dari data COSY
δH (ppm) δH(ppm)
7,78 7,21
5,63 6,72
5,21 3,48
Dari data diatas, dapat terlihat posisi proton-proton yang berdekatan. Proton
pada posisi dobel doblet δ 7,78 terlihat mempunyai hubungan dengan proton
doblet7,21 yang terletak berdekatan pada suati cincin aromtik. Proton doblet δ 5,63 juga berhubungan dengan proton pada δ 6,72 yang menunjukkan bhwa kedua proton tersebut bertetangga. Hal ini diperkuat dengan harga tetapan kopling yang sama.