ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT BATANG
TUMBUHAN KECAPI (Sandoricum koetjape Merr.)
SKRIPSI
LISBETH D PARHUSIP
070802049
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT BATANG TUMBUHAN KECAPI (Sandoricum koetjape Merr.)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
LISBETH D PARHUSIP 070802049
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT BATANG TUMBUHAN KECAPI (Sandoricum koetjape Merr.)
Kategori : SKRIPSI
Nama : LISBETH D PARHUSIP Nomor Induk Mahasiswa : 070802049
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di
Medan, Juni 2012
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Drs.Philipus H Siregar,MSi Drs.Johannes Simorangkir, MSi NIP. 1958 05041986 011002 NIP. 1953 0714 1980 03004
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT BATANG TUMBUHAN KECAPI (Sandoricum koetjape Merr.)
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2012
PENGHARGAAN
Segala puji serta ucapan syukur saya panjatkan pada Tuhan Yesus Kristus, karena melalui berkat dan penyertaannya skripsi ini dapat diselesaikan dalam waktu yang ditetapkan.
Penulis selama masa perkuliahan hingga penulisan skripsi ini telah banyak mendapat bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak, terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Sutarman, Msc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS selaku Ketua Departemen Kimia dan Bapak Drs. Albert Pasaribu Msc, selaku sekretaris Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Johannes Simorangkir, MS dan Bapak Drs.Philippus Siregar, Msi selaku Dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.
4. Bapak Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D yang membantu saya dalam penulisan skripsi ini dan seluruh Dosen Departemen Kimia FMIPA USU.
5. Ayahanda Subandrio Parhusip, S.Sos dan Ibundaku Marnika Sirait tersayang yang memberi banyak inspirasi, kekuatan dan cinta dan selalu memberikan dukungan materi dan semangat dalam menyelesaikan pendidikan ini.
6. Abangku terkasih Oslando Parhusip, S.STP, MM dan kedua adikku terkasih Boris Mangaratua Parhusip dan Maraden David Leonardus Parhusip yang menjadi semangat dan inspirasi buatku.
7. Asisten-asisten KBA B’Albinur, K’Ika, K’Ony, K’Saulina, Nico, Tria, Burton, Christou, Monojaya, Pelita, Cristin, Sondang, Iwan, Putri, Melda, Junita, dan Septian yang membantu dan memberi semangat.
8. Sahabat-sahabatku yang terkasih Marlinton, Lina, Betnia, Adelina, Sari dan B’Seven yang selalu memberi semangat dan kasih sayang buatku.
9. Teman-teman 2007 Sahat, Hamdan, Bahtiar, Cristy, Silo, Dewi, Ira, Candra, Vasca, Fina, Stefanus, Grand, Ferri, Edy Tantono, Keny, Dian dan stambuk 2007 lainnya yang selalu membuatku merasa nyaman dan tertawa.
10.B’sarlin, B’Agus, K’Frisda dan juga kepada senior stambuk 2004, 2005, 2006 dan adik-adik stambuk 2008, 2009, 2010, 2011.
11.Keluarga besar Sirait dan Parhusip dan kepada seluruh pihak yang mendukung tetapi tidak bisa saya sebutkan.
Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan berkat-Nya kepada kita selalu.
ABSTRAK
Isolasi senyawa flavonoida yang terkandung di dalam kulit batang tumbuhan kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) dilakukan dengan ekstraksi maserasi dengan metanol. Fraksi metanol diuapkan lalu dilarutkan kembali dengan etil asetat kemudian dipekatkan dan diuapkan. Fraksi etil asetat dilarutkan dengan metanol dan diekstraksi partisi dengan n-heksana. Lapisan metanol dipisahkan dengan kolom kromatografi dengan fasa diam silika gel dan berturut-turut dengan fasa gerak campuran kloroform : metanol 90:10 v/v, 80:20 v/v , 70:30 v/v, 60:40 v/v, 50:50 v/v . Senyawa murni yang
diperoleh dari hasil isolasi berbentuk jarum, berwarna merah kecokelatan, massa=12,10 mg, Rf=0,37, dan titik lebur=127−130oC. Kristal tersebut juga bereaksi positif terhadap pereaksi-pereaksi senyawa flavonoida. Hasil identifikasi Spektroskopi UV-Visible, FT-IR, dan 1H-NMR menunjukkan bahwa kristal merupakan senyawa golongan flavonoida yaitu flavanon.
. .
THE ISOLATION OF FLAVONOID FROM THE BARK OF KECAPI (Sandoricum koetjapeMerr. )
ABSTRACT
The isolation of flavonoid compound which contained in the bark of kecapi (Sandoricum koetjape Merr. ) was done by maceration technique with methanol solvent. Methanol fraction evaporated, dissolved with ethyl acetate solvent, concentrated and evaporated. Ethyl acetate fraction was dissolved with methanol and partitioned with n-hexane solvent. Methanol layer was separated using Column Chromatography with silica gel as the stationary phase and chloroform : methanol 90:10 v/v , 80:20 v/v , 70:30 v/v, 60:40 v/v,50:50 v/v, as the mobile phase. The pure
DAFTAR ISI
1.6. Metodologi Penelitian 3
Bab 2 Tinjauan Pustaka 5
2.1. Tumbuhan Kecapi 5
2.1.1. Sistematika Tumbuhan Kecapi 6
2.1.3. Manfaat Tumbuhan Kecapi 6
2.1.4. Kandungan Kimia Kecapi 6
2.1.5. Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian 6
2.2. Senyawa Organik Bahan Alam 7
2.3. Senyawa Flavonoida 7
2.3.1. Struktur Dasar Senyawa Flavonoida 9 2.3.2. Klasifikasi Senyawa Flavonoida 9 2.3.3. Sifat Kelarutan Flavonoida 16
2.4. Teknik Pemisahan 18
2.4.1. Kromatografi 18
2.4.1.1. Kromatografi Lapis Tipis 19
2.4.1.2. Kromatografi Kolom 20
2.4.1.3. Harga Rf (Retardation Factor) 20
2.4.2. Ekstraksi 21
2.5. Teknik Spektroskopi 21
2.5.1. Spektrofotometri Ultra-Violet 22 2.5.2. Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR) 23 2.5.3.Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton
Bab 3 Bahan dan Metodologi Penelitian 26
3.1. Alat-Alat 27
3.2. Bahan 27
3.3. Prosedur Penelitian 27
3.3.1. Penyediaan Sampel 27
3.3.2. Uji Pendahuluan terhadap Ekstrak Kulit Batang Kecapi 27
3.3.2.1. Skrining Fitokimia 28
3.3.3. Prosedur Memperoleh Ekstrak Pekat Lapisan Metanol
dari Kulit Batang Kecapi (Sandoricum koetjapeMerr.) 28 3.3.4. Analisis Kromatografi Lapis Tipis 29 3.3.5. Isolasi Senyawa Flavonoida dengan Kromatografi Kolom 29 3.3.6. Pemurnian (Rekristalisasi) 30 3.3.7. Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) 30
3.3.8. Penentuan Titik Lebur 31
3.3.9. Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi 31 3.3.9.1. Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Visible 31 3.3.9.2. Identifikasi dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton(1
3.3.9.3. Identifikasi dengan Spektrofotometer
H-NMR) 31
Infra Merah (FT-IR) 31
3.4. Bagan Skrining Fitokimia 32
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A. Determinasi Tumbuhan Kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) 43 Lampiran B. Gambar Tumbuhan Kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) 44
Lampiran C. Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak Pekat Lapisan Metanol Kulit Batang kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) 45 Lampiran D. Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Hasil Isolasi Melalui
Penampakan Noda Dengan Penambahan Pereaksi 46 Lampiran E. Spektrum UV-Visible beberapa senyawa flavonoida 47 Lampiran F. Ekspansi Spektrum 1
Lampiran G. Perbesaran spektrum
H-NMR Senyawa Hasil Isolasi 48
1
Lampiran H. Perbesaran spektrum
H-NMR senyawa hasil isolasi 49
1
Lampiran I. Spektrum
H-NMR senyawa hasil isolasi 50
1
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Dasar Senyawa Flavonoida 9
Gambar 2. Biosintesa hubungan antara jenis monomer Flavonoida dari alur
Asetat-malonat dan alur sikimat 17
Gambar 3. Spektrum UV-Visible Senyawa Hasil Isolasi 34
Gambar 4. Spektrum FT-IR Senyawa Hasil Isolasi 35
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Golongan-Golongan Flavonoida Menurut Harbone 15
ABSTRAK
Isolasi senyawa flavonoida yang terkandung di dalam kulit batang tumbuhan kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) dilakukan dengan ekstraksi maserasi dengan metanol. Fraksi metanol diuapkan lalu dilarutkan kembali dengan etil asetat kemudian dipekatkan dan diuapkan. Fraksi etil asetat dilarutkan dengan metanol dan diekstraksi partisi dengan n-heksana. Lapisan metanol dipisahkan dengan kolom kromatografi dengan fasa diam silika gel dan berturut-turut dengan fasa gerak campuran kloroform : metanol 90:10 v/v, 80:20 v/v , 70:30 v/v, 60:40 v/v, 50:50 v/v . Senyawa murni yang
diperoleh dari hasil isolasi berbentuk jarum, berwarna merah kecokelatan, massa=12,10 mg, Rf=0,37, dan titik lebur=127−130oC. Kristal tersebut juga bereaksi positif terhadap pereaksi-pereaksi senyawa flavonoida. Hasil identifikasi Spektroskopi UV-Visible, FT-IR, dan 1H-NMR menunjukkan bahwa kristal merupakan senyawa golongan flavonoida yaitu flavanon.
. .
THE ISOLATION OF FLAVONOID FROM THE BARK OF KECAPI (Sandoricum koetjapeMerr. )
ABSTRACT
The isolation of flavonoid compound which contained in the bark of kecapi (Sandoricum koetjape Merr. ) was done by maceration technique with methanol solvent. Methanol fraction evaporated, dissolved with ethyl acetate solvent, concentrated and evaporated. Ethyl acetate fraction was dissolved with methanol and partitioned with n-hexane solvent. Methanol layer was separated using Column Chromatography with silica gel as the stationary phase and chloroform : methanol 90:10 v/v , 80:20 v/v , 70:30 v/v, 60:40 v/v,50:50 v/v, as the mobile phase. The pure
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Menurut
perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah
menjadi flavonoida atau senyawa yang berkaitan erat dengannya. (Markham, 1988).
Flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang
dihubungkan dengan tiga satuan karbon. (Sastrohamidjojo, 1996). Flavonoida yang
terdapat di dalam tumbuhan dapat digunakan sebagai pelindung tubuh manusia dari
radikal bebas dan dapat mengurangi resiko penyakit kanker dan peradangan. (Nessa,
2003). Salah satu contoh flavonoida adalah antosianin yang berperan dalam
pewarnaan bunga-bunga (biru, ungu dan merah). (Manitto, 1992).
Salah satu tumbuhan yang sering digunakan sebagai sumber obat adalah kulit
batang tumbuhan kecapi (Sandoricum koetjape Merr.). Dari penelitian terdahulu diketahui bahwa dari daun kecapi mengandung saponin, flavonoida.Bagian tanaman
lainnya juga bermanfaat, kulit batangnya untuk pengobatan cacing gelang dan
kurap,akarnya untuk obat kembung, diare, sakit pinggang serta untuk penguat tubuh
wanita setelah melahirkan daun kecapi berkhasiat antipirek dan peluruh keringat juga
sebagai obat batuk, obat mulas dan keputihan (Hutapea,1994)
Akar dan daun tumbuhan kecapi berkhasiat sebagai obat keputihan dan obat
mulas,daunnya digunakan untuk obat batuk. Selanjutnya tumbuhan kecapi juga
digunakan untuk mengobati sakit mata dan obat panas (Tinggen,2000). Masyarakat
tradisional malaysia menggunakan ekstrak kulit batang kecapi untuk pemulihan
Pengembangan produksi tanaman obat semakin pesat dipengaruhi oleh
kesadaran masyarakat yang semakin meningkat tentang manfaat tanaman obat.
Masyarakat semakin sadar akan pentingnya kembali ke alam (back to nature) dengan
memanfaatkan obat-obat alami. Hal ini terbukti dari pemanfaatan tumbuhan obat
untuk memelihara kesehatan dan pengobatan penyakit kronis yang tidak dapat
disembuhkan dengan obat kimiawi atau memerlukan kombinasi pengobatan antara
obat kimiawi dan obat tumbuhan berkhasiat (Dalimartha,1999).
Daun, akar, dan batang sandoricum koetjape mengandung saponin, flavonoida
dan polifenol (Hutapea,1994).
Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap kulit batang
tumbuhan kecapi tersebut, khususnya mengenai senyawa flavonoida yang terkandung
di dalamnya. Metode yang digunakan adalah dengan mengekstraksi kulit batang
tumbuhan dengan metanol, kemudian dilakukan analisa KLT dan kolom
kromatografi. Selanjutnya komponen atau senyawa murni yang diperoleh ditentukan
strukturnya berdasarkan hasil analisis Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR),
Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR), Spektrofotometri UV-Visible, dan penentuan titik lebur.
1.2 Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah golongan flavonoida apa yang terdapat
dalam kulit batang tumbuhan kecapi dan bagaimana cara mengisolasi senyawa
flavonoida yang terdapat dalam kulit batang tumbuhan kecapi (Sandoricum koetjape
Merr.)
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi senyawa flavonoida dari kulit
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber informasi ilmiah pada
bidang kimia bahan alam hayati dan farmasi dalam pengembangan ilmu kimia
flavonoida di dalam kulit batang tumbuhan kecapi (Sandoricum koetjape Merr.)
1.5 Lokasi Penelitian
1. Lokasi Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan diperoleh dari desa Huta Namora Kecamatan Pangururan Samosir
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Bahan Alam FMIPA, Universitas
Sumatera Utara USU).
3. Lokasi Identifikasi Kristal Hasil Iisolasi
Analisis Spektrofotometri Inframerah (FT-IR), Spektrofotometri UV-Visible, dan
Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) dilakukan di Pusat Penelitian Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang.
1.6 Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, isolasi senyawa flavonoida dilakukan terhadap kulit batang
tumbuhan kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) berupa serbuk halus yang kering 2500 gram. Tahap awal dilakukan uji skrining fitokimia untuk senyawa flavonoida, yaitu
dengan menggunakan pereaksi FeCl3 5%, NaOH 10%, Mg-HCl dan H2SO4(p).
Tahap isolasi yang dilakukan :
1. Ekstraksi Maserasi
2. Ekstraksi Partisi
4. Analisis Kromatografi Kolom
5. Rekristalisasi
6. Analisis Kristal Hasil Isolasi
Analisis kristal hasil isolasi meliputi:
1. Analisis Kromatografi Lapis Tipis
2. Pengukuran Titik Lebur
3. Identifikasi dengan menggunakan Spektrofotometer Infra Merah
(FT-IR), Spektrofotometer UV-Visible, dan Spektrometer
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Kecapi
Pohon, tinggi 30 m,memiliki cabang dan ranting yang banyak. Batang melengkung,
berkayu, bergetah, percabangan mulai dari bagian pangkalnya. Daun majemuk,
lonjong, berseling, panjang 12-20 cm, lebar 9 -14 cm,tepi rata, ujung meruncing,
pertulangan menyirip, permukaan halus, mengkilat, tangkai bulat, panjang 5-7 cm,
hijau. Bunga majemuk berbentuk malai, berambut di ketiak daun, menggantung,
panjang 12-26 cm, tangkai pendek, putik 4-5, putih, mahkota panjang 6-8 cm, kuning
kehijauan. Buahnya bulat, berambut dengan diameter 5-6 cm dan berwarna kuning.
Biji berbentuk bulat dan coklat.
Pohon ini ditanam terutama karena diharapkan buahnya, yang berasa manis
atau agak masam. Kulit buahnya yang berdaging tebal kerap dimakan dalam keadaan
segar atau dimasak lebih dulu, dijadikan manisan atau marmalade.Kayu kecapi
bermutu baik sebagai bahan konstruksi rumah, bahan perkakas atau kerajinan, mudah
dikerjakan dan mudah dipoles.
Berbagai bagian pohon kecapi memiliki khasiat obat. Rebusan daunnya
digunakan sebagai penurun demam dan obat keputihan. Serbuk kulit batangnya untuk
pengobatan cacing gelang. Akarnya untuk obat kembung, perut dan diare dan untuk
obat batuk.Daun, batang dan akar tumbuhan kecapi mengandung saponin, flavonoida,
dan polifenol (Hutapea,1994)
Kecapi adalah tumbuhan obat dari famili meliaceae yang merupakan
tumbuhan asli kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Kamboja, dan
ketuat (Ismail, 2003). Masyarakat tradisional Malaysia menggunakan ekstrak kulit
batang kecapi untuk pemulihan tenaga setelah melahirkan dan tumbuhan kecapi
menunjukkan aktivitas sebagai anti angiogenik yang sangat penting dalam terapi
kanker (Nassar, 2010).
2.1.1 Sistematika Tumbuhan Kecapi
Sistematika tumbuhan kecapi adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Rutales
Famili : Meliaceae
Genus : Sandoricum
Spesies : Sandoricum koetjape Merr.
Nama umum tumbuhan adalah kecapi.Tumbuhan ini dikenal oleh masyarakat
indonesia dengan nama daerah yaitu pono setul(aceh), hasapi(batak), santu
(minangkabau), kecapi(sunda), kecapi(jawa), sentol(madura) (Hutapea,1994).
2.1.2 Manfaat Tumbuhan Kecapi
(Sandoricum koetjape
Merr.)Akar dan daun tumbuhan sentul dan seluruh bagian tanaman dapat digunakan untuk
mengobati beberapa penyakit diantaranya sebagai obat keputihan dan obat mulas, obat
2.1.3 Kandungan Kimia Kecapi
Daun, batang dan akar tumbuhan kecapi mengandung saponin, flavonoida dan
polifenol (Hutapea,1994).
2.1.4 Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian
Efek farmakologis tumbuhan kecapi diantaranya sebagai obat sakit perut, peluruh
keringat, keputihan dan cacing gelang (Hutapea,1994).
2.2 Senyawa Organik Bahan Alam
Kimia organik mengalami kemajuan yang sejajar dengan kemajuan cara pemisahan
dan penelitian bahan alam. Karena sangat beranekaragam, molekul yang berasal dari
makhluk hidup mempunyai arti yang sangat penting bagi para ahli kimia organik,
yaitu untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan tentang reaksi-reaksi
organik, dan terutama dapat untuk menguji hipotesis-hipotesis tertentu, misalnya
hipotesis tentang mekanisme reaksi. Pada mulanya, biogenesis dari produk alami
berkaitan dengan kimia organik dan biokimia, tetapi mempunyai tujuan yang
berlainan. (Manitto, 1992)
2.3 Senyawa Flavonoida
Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15
atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh
rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-senyawa flavonoida adalah
senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoida adalah senyawa 1,2 diaril propana,
Istilah flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal
dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon, suatu jembatan
oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil
yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosoklik ini, pada tingkat oksidasi yang
berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang
mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai
struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini. (Manitto, 1981).
Sekitar 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan (atau
kira-kira 1x109 ton/tahun) diubah menjadi flavonoida atau senyawa yang berkaitan dengannya. Sebagian besar tanin pun berasal dari flavonoida. Jadi flavonoida
merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar.
Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan
termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan
flavonoida ini berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga
flavonoida yng terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan
sekresi lebah. Dalam sayap kupu - kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal
dari tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis
di dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yang
tersebar yaitu angiospermae, klorofita, fungi, briofita (Markham, 1988).
Flavonoida merupakan senyawa 15-karbon yang umumnya tersebar di seluruh
dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah
diidentifikasi. Kerangka dasar flavonoida biasanya diubah sedemikian rupa sehingga
terdapat lebih banyak ikatan rangkap, menyebabkan senyawa itu menyerap cahaya
tampak, dan ini membuatnya berwarna.
Ada tiga kelompok flavonoida yang amat menarik perhatian dalam fisiologi
tumbuhan, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin (dari bahasa Yunani
anthos, bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umunya terdapat di
bunga berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian
flavonoida terikat di sel epidermis. Warna sebagian besar buah dan banyak bunga
adalah akibat dari antosianin, walaupun beberapa warna tumbuhan lainnya, seperti
buah tomat dan beberapa bunga kuning, karena karotenoid. Warna cerah daun musim
gugur disebabkan terutama oleh timbunan antosianin pada hari cerah dan dingin,
walaupun karotenoid kuning atau jingga merupakan pigmen terbesar di daun musim
gugur pada beberapa spesies.
Antosianin umumnya tidak terdapat di lumut hati, ganggang, dan tumbuhan
tingkat rendah lainnya, walaupun beberapa antosianin dan flavonoida ada di lumut
tertentu. Antosianin jarang ditemui di gimnospermae, walaupun gimnospermae
mengandung jenis lain dari flavonoida. Beberapa macam antosianin terdapat di
tumbuhan tingkat tinggi, dan sering lebih dari satu macam terdapat di bunga tertentu
atau organ lain. Mereka dijumpai dalam bentuk glikosida, biasanya mengandung satu
atau dua unit glukosa atau galaktosa yang tertempel pada gugus hidroksil di cincin
tengah, atau pada gugus hidroksil di posisi 5 cincin A. Bila gula dihilangkan, maka
bagian sisa molekul, yang masih berwarna, dinamakan antosianidin (Salisbury, 1995).
2.3.1 Struktur Dasar Senyawa Flavonoida
Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti
fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida dapat
digambarkan sebagai berikut :
C C C
A B
2.3.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida
Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan
pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak,
umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida
1. Flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoida (atau lebih) terikat
pada satu gula (lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh
glikosilasi menyebabkan flavonoida menjadi kurang reaktif dan lebih mudah
larut dalam air. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat dan gula
lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa, xilosa, dan
arabinosa. Gula lain yang kadang-kadang ditemukan adalah alosa, manosa,
fruktosa, apiosa, dan asam glukoronat serta galakturonat. (Harborne, 1996).
2. Flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam
hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan
karbon-karbon yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida.
Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang jenis gula pada
O-glukosa, biasanya dari jenis glukosa yang paling umum, dan juga galaktosa,
ramnosa, xilosa, dan arabinosa.
3. Flavonoida sulfat, senyawa ini mengandung satu ion sulfat, atau lebih, yang
terikata pada hidroksil fenol atau gula. Senyawa ini sebenarnya bisulfat karena
terdapat sebagai garam, yaitu flavon-O-SO3
4. Biflavonoida, yaitu flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat adalah
flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang
sederhana 5,7,4’ dan ikatan antar flavonoida berupa ikatan-ikatan karbon atau
kadang-kadang eter. Monomer flavonoida yang digabungkan menjadi
biflavonoida dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatannya
berbeda-beda. Biflavonoida jarang ditemukan sebagai glikosida, dan penyebarannya
terbatas, terdapat terutama pada gimnospermae.
K. Banyak yang berupa glikosida
bisulfat, bagian bisulfat terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang masih
bebas atau pada gula.
5. Aglikon flavonoida yang aktif-optik, sejumlah aglikon flavonoida mempunyai
(yaitu memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan
flavonoida ini adalah flavanon, dihidroflavonol, katekin, rotenoid, dan lain-lain
(Markham, 1988).
Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan
keragaman pada rantai C3 yaitu :
1. Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon
flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai
antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan
merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana
basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada
pengerjaannya masih dapat dilakukan.
O O
OH
flavonol
2. Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan
3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi
warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis
glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan
luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang
paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula
melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap
O O
flavon
3. Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai
fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai
pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya
tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein)
memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi
kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia
berubah menjadi coklat.
O O
isoflavon
4. Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga.
Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah
jeruk ; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat
O O
flavanon
5. Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika
dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena
konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.
O O
OH
Flavanonol
6. Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu.
Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir
dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat
sebagai antioksidan.
O HO
OH
OH OH
OH
7. Leukoantosianidin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan
berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin,
apiferol.
O
OH
HO OH
Leukoantosianidin
8. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam
tumbuhan. Pigmen yng berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir
semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan
buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu
struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin
ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau
glikosilasi.
O
OH
Antosianin
9.Khalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila
dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena
hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas
O
kalkon
10. Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita.
Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi
kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah
menjadi merah jingga bila diberi uap amonia (Robinson, 1995).
HC
O
O
Auron
Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana semua
flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan
Golongan bergerak dengan BAA pada kertas.
menghasilkan antosianidin bila
jaringan dipanaskan dalam HCl 2M
selama setengah jam.
setelah hidrolisis, berupa bercak
kuning murup pada kromatogram
Forestal bila disinari sinar UV;
maksimal spektrum pada 330 – 350
setelah hidrolisis, berupa bercak
coklat redup pada kromatogram
Forestal; maksimal spektrum pada
330-350 nm.
mengandung gula yang terikat
melalui ikatan C-C; bergerak dengan
pengembang air, tidak seperti flavon
biasa.
pada kromatogram BAA beupa
bercak redup dengan RF
dengan amonia berwarna merah,
maksimal spektrum 370-410 nm. tinggi .
berwarna merah kuat dengan
Mg/HCl; kadang – kadang sangat
pahit .
bergerak pada kertas dengan
pengembang air; tak ada uji warna
2.3.3 Sifat Kelarutan Flavonoida
Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa
fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat,
bila dibiarkan dalam larutan basa, dan disamping itu terdapat oksigen, banyak yang
akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil, atau suatu gula, flavonoida
merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoida cukup larut dalam pelarut polar
seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida
(DMSO), dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada
flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih
mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas
dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon
yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang
termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform.
Gambar 2. Biosintesis hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alur asetat
2.4.Tehnik Pemisahan
Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan
ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan
komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan:
1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya
perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang
akan dipisahkan.
2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada
perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang
termasuk dalam suatu golongan (Muldja, 1995).
2.4.1 Kromatografi
Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan
dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk lapisan
stasioner denagn luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang
merembes lewat. Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fasa
yang bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas (Underwood, 1981).
Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat – sifat dari fasa
diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat
disebut kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena
fasa gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi
yaitu:
1) Fasa gerak cair–fasa diam padat (kromatografi serapan):
a.kromatografi lapis tipis
b.kromatografi penukar ion
2) Fasa gerak gas–fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat
3) Fasa gerak cair–fasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi
kertas.
a. kromatografi gas–cair
b. kromatografi kolom kapiler
Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa –
senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam
perbandingan yang sangat berbeda – beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang
lain (Sastrohamidjojo, 1991).
2.4.1.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis pada plat berlapis yang berukuran lebih besar, biasanya
5x20 cm, 10x20 cm, atau 20x20 cm. Biasanya memerlukan waktu pengembangan 30
menit sampai satu jam. Pada hakikatnya KLT melibatkan dua fase yaitu fase diam
atau sifat lapisan, dan fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat
berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap atau penyangga
untuk lapisan zat cair. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau
campuran pelarut (Sudjadi, 1986).
Pemisahan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis seperti senyawa organik
alam dan senyawa organik sintetik dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat
yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan beberapa mikrogram atau
sebanyak 5 g dapat ditangani. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian jumlah
pelarut dan jumlah cuplikan yang sedikit. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan
salah satu metode pemisahan yang cukup sederhana yaitu dengan menggunakan plat
kaca yang dilapisi silika gel dengan menggunakan pelarut tertentu (Gritter,1991).
Nilai utama Kromatografi Lapis Tipis pada penelitian senyawa flavonoida
ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut
Markham, Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut:
1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom
2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom
3. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi.
5. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap
dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas
(Markham, 1988).
2.4.1.2 Kromatografi Kolom
Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode
kromatografi terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada
kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada
bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, dan
tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena
aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa
linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan
berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Gritter, 1991).
Dengan menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan
hampir ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran
flavonoida (berupa larutan) diatas kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti
selulose, silika atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen
memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi
dengan keran pada salah satu ujung (Markham, 1988).
2.4.1.3 Harga Rf (Reterdation Factor)
Mengidentifikasi noda-noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf yang
diidentifikasikan sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan
jarak perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang
ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk
mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan
Jarak perambatan bercak dari titik penotolan
Rf =
Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan (Sastrohamidjojo, 1991).
2.4.2 Ekstraksi
Ekstraksi dapat dilakukan dengan metoda maserasi, sokletasi, dan perkolasi. Sebelum
ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan
derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas.
Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai
pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya n-heksana, eter, benzena, kloroform, etil
asetat, etanol, metanol, dan air.
Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif
terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat
biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator
(Harborne, 1996).
2.5 Teknik Spektroskopi
Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia–fisika yang mengamati
tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam
instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer.
Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut
sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang
bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1955).
Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe – tipe dari adanya gugus
fungsi dalam satu molekul dan Resonansi Magnetik Inti yang memberikan informasi
yang menyatakan tentang lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen (Pavia,
1979).
2.5.1 Spektrofotometri Ultra Violet
Spektrum Flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut Metanol
(MeOH) atau Etanol (EtOH). Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada rentang
240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan
nisbi maksima tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat
flavonoida dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi
yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta
kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada
panjang gelombang yang tinggi.
Ciri spektrum golongan flavonoida utama dapat ditunjukkan sebagai berikut :
2.5.2 Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR)
Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran
yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm -1 (panjang gelombang lebih daripada 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi putaran energi molekul.
Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai
garis – garis melainkan berupa pita – pita. Hal ini disebabkan perubahan energi
getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran (Silverstein, 1986).
Dalam molekul sederhana beratom dua atau beratom tiga tidak sukar untuk
menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi-vibrasi tersebut
dengan energi serapan. Tetapi untuk molekul-molekul beratom banyak, analisis
jumlah dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin sama sekali,
karena bukan saja disebabkan besarnya jumlah pusat – pusat vibrasi, melainkan
karena juga harus diperhitungkan terjadinya saling mempengaruhi (inter-aksi)
beberapa pusat vibrasi.
Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan , yaitu vibrasi regang dan
vibrasi lentur.
1. Vibrasi regang
Di sini terjadi terus menerus perubahan jarak antara dua atom di didalam suatu
molekul. Vibrasi regang ini ada dua macam yaitu vibrasi regang simetris dan tak
simetri.
2.Vibrasi lentur
Di sini terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi
lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang yang dapat berupa vibrasi scissoring atau
vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang yang dapat berupa waging atau berupa
2.5.3 Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)
Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR)
merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini
memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul..
Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen,
jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan
dengan setiap atom hidroge (Cresswell, 1982).
Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR)
pada umumnya digunakan untuk :
1. Menentukan jumlah proton yang memiliki lingkungan kimia yang sama pada
suatu senyawa organik.
2. Mengetahui informasi mengenai struktur suatu senyawa organik.
(Dachriyanus, 2004).
Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua
proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa
kadang-kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa
memberikan penaikan menjadi puncak absorbsi tunggal dalam spektrum NMR. Di
dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan
medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga setiap proton
dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan bahwa besarnya
perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin
besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang
dihasilkan yang melawan medan yang digunakan (Bernasconi,1995).
Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah
tetrametilsilana (TMS). Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS
yaitu :
1. TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan
CH3
CH3 Si CH3
CH3
2. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan
kedalam larutan sampel dalam pelarut CDCl3 atau CCl4 (Silverstein, 1986)
Pada spektrometri RMI integrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan
daerah atau luas puncak dari tiap – tiap proton . Sedangkan luas daerah atau luas
puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap
integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1Alat – Alat
1. Gelas ukur 50 ml/100 ml Pyrex
2. Gelas Beaker 250 ml/1000 ml Pyrex
3. Gelas Erlenmeyer 250 ml Pyrex
4. Corong kaca
5. Corong pisah 500 ml Pyrex
6. Kolom kromatografi Pyrex
7. Tabung reaksi Pyrex
8. Plat tetes
9. Rotari evaporator Büchi R-114
10.Alat pengukur titik lebur Fisher
11.Kertas aluminium 7,6 m x 300 mm Total Wrap
12.Statif dan klem
13.Lampu UV 254 nm/ 356 nm UVGL 58
14.Spatula
15.Batang pengaduk
16.Neraca analitis Mettler AE 200
17.Pipet tetes
18.Penangas air Büchi B-480
19.Botol vial
20.Bejana Kromatografi Lapis Tipis
21.Spektrofotometer FT-IR Shimadzu
22.Spektrometer 1
23.Spektrofotometer UV-Visible
24. Kertas Saring
25. Pelat KLT Merck/ Kieselgel 60 F254
3.2 Bahan-Bahan
1. Kulit Batang Tumbuhan Kecapi ( Sandoricum koetjape Merr.) 2. Metanol (Me-OH) Destilasi
3. N-heksana Teknis
4. Etil asetat (EtOAc) Teknis
5. Aquadest
6. Silika gel 40 (70-230 mesh) ASTM untuk k.kolom E.Merck. KGaA
7. FeCl3
8. NaOH 10% 5%
9. Mg-HCl
10.H2SO
11.Kloroform
4(p)
12.Kapas
13.Pelat KLT silika gel 60 F254 E.Merck.Art 554
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Penyediaan Sampel
Sampel yang diteliti adalah kulit batang kecapi yang diperoleh dari desa Huta
Namora Kecamatan Pangururan Samosir. Kulit batang kecapi dikeringkan di udara
terbuka, lalu dihaluskan sampai diperoleh serbuk kulit batang kecapi sebanyak 2500 g.
3.3.2 Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Kecapi
Serbuk kulit batang kecapi diidentifikasi dengan menggunakan cara:
3.3.2.1 Skrining Fitokimia
Untuk mengetahui adanya senyawa flavonoida pada kulit batang tumbuhan kecapi,
maka dilakukan uji pendahuluan secara kualitatif sebagai berikut :
Prosedur :
- Dimasukkan ± 10 gram serbuk kulit batang kecapi (Sandoricum koetjape
Merr.) yang telah dikeringkan dan dipotong-potong kecil ke dalam erlenmeyer - Ditambahkan metanol ± 100 ml
- Didiamkan
- Disaring
- Dibagi ekstrak metanol ke dalam 4 tabung reaksi
- Ditambahkan masing-masing pereaksi
menghasilkan larutan orange kekuningan
d. Tabung IV : dengan NaOH 10% menghasilkan larutan berwarna biru violet
3.3.3 Prosedur Memperoleh Ekstrak Pekat Lapisan Metanol dari Kulit Batang
Tumbuhan Kecapi (Sandoricum koetjape Merr.)
Serbuk kulit batang tumbuhan kecapi ditimbang sebanyak 2500 g, kemudian
dimaserasi dengan metanol sebanyak ± 10 L sampai semua sampel terendam dan
dibiarkan selama ± 3 hari. Maserat ditampung dan dipekatkan dengan menggunakan
alat rotarievaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Kemudian diuapkan
hingga semua pelarut metanol menguap. Lalu dilakukan pemblokan tannin dengan
cara melarutkan fraksi metanol dengan etil asetat, dan disaring. Filtrat kemudian
dirotarievaporator lalu diuapkan hingga semua pelarut etil asetat menguap. Lalu fraksi
Lapisan metanol dipisahkan dari lapisan n-heksana, lalu dipekatkan kembali dengan
rotarievaporator dan diuapkan sehingga diperoleh ekstrak pekat lapisan metanol
sebanyak 15,10 g.
3.3.4 Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Analisis Kromatografi Lapis Tipis dilakukan terhadap ekstrak metanol dengan
menggunakan fasa diam silika gel 60F254 Merck. Analisis ini dimaksudkan untuk
mencari pelarut yang sesuai didalam analisis kromatografi kolom. Pelarut yang
digunakan adalah campuran pelarut kloroform : metanol. Fasa gerak yang digunakan
adalah campuran kloroform : metanol dengan perbandingan (90:10 ; 80:20 ; 70:30 ;
60:40 ; 50:50 ) v/v.
Prosedur:
Dimasukkan 10 ml larutan fase gerak kloroform : metanol (90:10)v/v ke dalam bejana
kromatografi, kemudian dijenuhkan. Ditotolkan ekstrak pekat metanol pada plat KLT
yang telah diaktifkan. Dimasukkan plat ke dalam bejana yang telah berisi pelarut yang
telah dijenuhkan, lalu ditutup dan dielusi. Plat yang telah dielusi dikeluarkan dari
bejana, lalu dikeringkan dan difiksasi dengan pereaksi FeCl3 5%. Diamati warna
bercak yang timbul dan dihitung harga Rf yang diperoleh. Perlakuan yang sama
dilakukan untuk perbandingan pelarut kloroform : metanol dengan perbandingan (80
:20)v/v; 70:30 v/v; 60:40 ; 50:50 )v/v.
Dari hasil analisis KLT menunjukkan bahwa di dalam kulit batang kecapi
terkandung senyawa flavonoida. Hasil pemisahan yang baik diberikan pada fase gerak
kloroform : metanol (80:20) v/v (LAMPIRAN C).
Isolasi senyawa flavonoida secara kolom dilakukan terhadap ekstrak pekat metanol
yang telah diperoleh. Fasa diam yang digunakan adalah silika gel 40 (70-230 mesh)
ASTM dan fasa gerak yaitu n-heksana 100%, campuran pelarut kloroform : metanol
dengan perbandingan (90:10) v/v, (80:20) v/v, (70:30) v/v,(60:40) v/v,dan (50:50) v/v
Prosedur :
Dirangkai alat kolom kromatografi. Terlebih dahulu dibuburkan silika gel 40 (70-230
mesh) ASTM dengan menggunakan n-heksana, diaduk-aduk hingga homogen lalu
dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Kemudian dielusi dengan menggunakan
n-heksan 100% hingga silika gel padat dan homogen. Dimasukkan 15,10 g ekstrak
metanol kulit batang kecapi ke dalam kolom kromatografi yang telah berisi bubur
silika gel, lalu ditambahkan fasa gerak kloroform : metanol (90:10) v/v secara
perlahan – lahan, dan diatur sehingga aliran fasa yang keluar dari kolom sama
banyaknya dengan penambahan fasa gerak dari atas. Ditingkatkan kepolaran dengan
menambahkan fasa gerak kloroform : metanol dengan perbandingan (80:20)v/v ,
(70:30)v/v, (60:40)v/v dan (50:50)v/v. Hasil yang diperoleh ditampung dalam botol
vial setiap 12 ml , lalu di KLT dan digabung fraksi dengan harga Rf yang sama lalu
diuji dengan FeCl3 5%. Kemudian diuapkan sampai terbentuk kristal.
3.3.6 Pemurnian (Rekristalisasi)
Senyawa yang diperoleh dari hasil isolasi kromatografi kolom harus dimurnikan.
Prosedur :
Kristal yang diperoleh dari isolasi dilarutkan kembali dengan etil asetat, diaduk hingga
semua kristal larut sempurna. Kemudian ditambahkan n – heksana secara perlahan–
lahan hingga terjadi pengendapan zat-zat pengotor di dasar wadah. Kemudian
didekantasi larutan bagian atas wadah, lalu diuapkan sisa pelarut dari kristal hingga
3.3.7 Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Uji kemurnian kristal dilakukan dengan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan
fasa diam silika gel 60 F254 dengan fasa gerak kloroform : metanol (80:20) v/v.
Prosedur :
Dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak ke dalam bejana kromatografi, lalu dijenuhkan.
Ditotolkan kristal yang sebelumnya dilarutkan dengan etil asetat pada plat KLT.
Dimasukkan plat KLT tersebut ke dalam bejana kromatografi yang telah jenuh.
Setelah pelarut fasa gerak merembes sampai batas tanda, plat KLT dikeluarkan dari
bejana, dikeringkan, dan difiksasi dengan menggunakan pereaksi FeCl3 5% dalam
metanol menghasilkan bercak berwarna hitam yang menunjukkan adanya senyawa
flavonoida.
3.3.8 Penentuan Titik Lebur
Kristal hasil isolasi yang telah murni dimasukkan ke dalam alat pengukur titik lebur,
diatur suhu. Lalu diamati suhu sampai kristal melebur.
3.3.9 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi
3.3.9.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Visible
Analisis dengan alat Spektrofotometer UV-Visible diperoleh dari Laboratorium Pusat
Penelitian Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang dengan
3.3.9.2. Identifikasi dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton
(1H-NMR)
Analisis dengan alat Spektrometer 1H-NMR diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang dengan
menggunakan aseton sebagai pelarut.
3.3.9.3 Identifikasi dengan Spektrofotometer Inframerah (FT-IR)
Analisis dengan alat Spektrofotometer FT-IR diperoleh dari Laboratorium Pusat
3.4 Bagan Skrining Fitokimia
diekstraksi maserasi dengan metanol
disaring
dipekatkan
dibagi ke dalam 4 tabung reaksi
3.5 Bagan Penelitian dipekatkan dengan rotarievaporator
dipisahkan tiap fraksi melalui kromatografi kolom dengan fasa gerak yaitu campuran pelarut kloroform:metanol dengan perbandingan 90:10 v/v; 80:20 v/v; 70:30 v/v; 60:40 v/v dan 50:50 v/v
Ekstrak metanol Bahan material
Ekstrak pekat metanol
Residu ( padatan ) Filtrat
2500 g serbuk kulit batang tumbuhan kecapi (Sandoricum koetjape Merr.)
Lapisan metanol Lapisan n- heksana (tidak dilanjutkan)
Hasil positif Hasil positif Hasil negatif Hasil negatif Hasil negatif
dianalisis dengan spektrofotometer UV-Visible, spektrofotometer FT-IR, spektrofotometer 1H-NMR
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Hasil skrining fitokimia terhadap ekstrak metanol dari kulit batang kecapi
(Sandoricum koetjape Merr.) menunjukkan bahwa sampel positif terhadap pereaksi – pereaksi flavonoida.
Hasil isolasi senyawa flavonoida dari kulit batang kecapi diperoleh dengan
menggunakan fase gerak klorofom : metanol (80/20)v/v, berwarna merah kecokelatan,
berbentuk kristal , massa = 12,10 mg (0,484 %) , positif terhadap pereaksi flavonoida,
Rf = 0,37, dan titik lebur = 127-130oC
Dari hasil analisis Spektrofotometer Ultraviolet – Visible ( UV – Visible ) dengan
pelarut metanol memberikan panjang gelombang maksimum (λ maks) 290,0 dan
207,0 nm (Markham,1988).
Gambar 4. Spektrum FT-IR Senyawa Hasil Isolasi
Hasil analisis Spektrofotometer FT-IR pada kristal hasil isolasi menghasilkan
pita–pita serapan pada daerah bilangan gelombang sebagai berikut :
1. Pada bilangan gelombang 3433,29−3080,32 cm-1 puncak melebar
menunjukkan adanya puncak melebar vibrasi ulur −OH
2. Pada bilangan gelombang 2916,37 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya
vibrasi C–H aromatik.
3. Pada bilangan gelombang 1707,00 cm-1
4. Pada bilangan gelombang 1519,91−1442,75 cm
puncak sedang menunjukkan adanya
vibrasi C=O dari keton.
-1
puncak tajam menunjukkan
5. Pada bilangan gelombang 1282,66–1265,30 cm-1
6. Pada bilangan gelombang 1039,63−1020,34 cm
puncak melebar
menunjukkan adanya C–O dari eter
-1
puncak melebar
menunjukkan adanya C−O−C dari eter (Silverstein,1986).
Gambar 5. Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi
Hasil analisis Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (H1-NMR) senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut aseton-d6 dan TMS sebagai standar yang memberikan signal – signal pergeseran kimia pada daerah sebagai
berikut :
1. Pergeseran kimia pada daerah δ=4,5595 ppm dengan puncak doblet
menunjukkan adanya proton H
2. Pergeseran kimia pada daerah δ=4,8656 ppm dengan puncak singlet
menunjukkan adanya proton –OH
2.
3. Pergeseran kimia pada daerah δ=6,0149−5,9124 ppm
.
dengan puncak singlet
singlet menunjukkan adanya proton H8 dan H5
4. Pergeseran kimia pada daerah δ=7,0396–6,8152 ppm dengan puncak singlet
singlet menunjukkan adanya H
.
5. Pergeseran kimia pada daerah δ=2,8383–2,7125 ppm dengan puncak doblet
doblet menunjukkan adanya proton H3 equatorial dan H3 aksial
(Silverstein,1986).
4.2.Pembahasan
Dari hasil kromatografi lapis tipis, pada perbandingan (90:10)v/v hasil positif tapi
tidak dilanjutkan karena perbandingan pelarut yang lebih baik untuk mengisolasi
senyawa flavonoida dari kulit batang kecapi adalah klorofom: metanol (80:20)v/v
yang menunjukkan pemisahan yang lebih baik dari noda yang dihasilkan. Hal ini juga
dibuktikan dengan analisis KLT yang menunjukkan hanya satu noda pada kristal.
Seperti diketahui bahwa flavonoida itu adalah turunan dari fenolic dimana
strukturnya dibentuk dari cincin aromatik A dan B.Cincin ini dihubungkan oleh cincin
C yaitu cincin C ini terdiri dari grup karbonil dan eter.Untuk mengetahui adanya grup
ini dianalisa dengan spektroskopi IR sedangkan menentukan golongan dari flavonoida
ini diperlukan spektroskopi UV.Untuk menentukan atau menganalisa senyawa
aromatik diperlukan atau digunakan spektroskopi NMR untuk mengetahui bentuk
peak dari proton dan posisi pada ppm.
Hasil interpretasi Infra Merah (FT−IR) :
1. Pada bilangan gelombang 1282,66−1265,30 cm -1 puncak melebar menunjukkan adanya vibrasi ulur C–O dari eter dan pada bilangan
gelombang 1039,63−1020,34 cm-1
2. Pada bilangan gelombang 1519−1442,75 cm
puncak melebar menunjukkan adanya
C−O−C dari eter.Hal ini menunjukkan adanya cincin C yang
menghubungkan cincin A dan cincin B.
-1
puncak melebar
menunjukkan adanya vibrasi C=C aromatik,dan pada bilangan gelombang
2916,37 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya C–H aromatik. Hal ini menunjukan adanya senyawa aromatik. Dan pada bilangan gelombang
Dari hasil analisis Spektrofotometer Ultraviolet – Visible ( UV – Visible )
dengan pelarut metanol memberikan panjang gelombang maksimum (λ maks) 290,0
dan 207,0 nm.Hal ini menunjukkan bahwa golongan dari flavonoida yang diisolasi
adalah flavonoida golongan flavanon.
Hasil interpretasi dari Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut aseton-d6
1. Pergeseran kimia pada daerah δ=6,0149−5,9124 ppm terdapat puncak
singlet singlet.Hal ini menunjukkan adanya proton dari cincin A yang tidak
bercoupling yaitu proton H
dalam standar TMS
yaitu dimana pada NMR menunjukkan adanya proton aromatik antara 6−7 ppm
diperoleh :
8 dan H5
2. Pergeseran kimia pada daerah δ=7,0396−6,8152 ppm terdapat puncak
singlet
.
singlet.hal ini menunjukkan adanya proton pada cincin B yang tidak
bercoupling yaitu proton H2’ dan H4’
3. Pergeseran kimia pada daerah δ=4,5595 ppm terdapat puncak doblet
menunjukkan adanya proton H
.
2
4. Pergeseran kimia pada daerah δ=4,8656 ppm terdapat puncak singlet
menunjukkan adanya –OH.
pada cincin C.
5. Pergeseran kimia pada daerah δ=2,8383−2,7125 ppm terdapat puncak
doblet
Kemudian diduga bahwa tidak adanya gugus –OH pada C5 dimana pada
Spektrum NMR pada posisi 12 ppm keatas tidak terdapat puncak. Dan dimana proton
H pada C5 tidak tersubstitusi oleh grup lain. Dari hasil pembahasan diatas,
berdasarkan skrining fitokimia, data spektrum UV−Visible, FT-IR dan 1
H-NMR dapat
disimpulkan bahwa kemungkinan kristal yang diisolasi dari kulit batang tumbuhan
kecapi
(
Sandoricum koetjape Merr.) adalah senyawa flavonoida golongan flavanon.BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Hasil isolasi yang diperoleh dari 2500 g kulit batang kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) merupakan kristal berwarna merah kecokelatan diperoleh
sebanyak 12,10 mg (0,484 %) , Rf = 0,37 dengan titik lebur 127-130o
2. Berdasarkan hasil skrining fitokimia flavonoida terhadap kristal hasil isolasi
dari kulit batang kecapi (Sandoricum koetjape Merr.), menunjukkan hasil yang positif mengandung senyawa flavonoida.
C.
3. Hasil analisis dengan skrining fitokimia pereaksi-pereaksi flavonoida,
Spektrofotometri Infra Merah (FT – IR) dan Resonansi Magnetik Inti Proton
(1H-NMR) menunjukkan bahwa kristal hasil isolasi dari kulit batang kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) adalah senyawa flavonoida golongan flavanon.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan analisis Spektroskopi Massa, 13C–NMR, DEPT agar diperoleh data-data yang lebih mendukung untuk menentukan struktur
DAFTAR PUSTAKA
Albach, D. 2003. Acylated flavones glycosides from Veronica. Phytochemistry:
64:(2003): hal 1295-1301.
Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia. Jilid 2. Edisi Pertama. Jakarta: PT. Pradaya Paramita.
Cresswell, C. J., dkk. 1982. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Edisi kedua. Bandung: Penerbit ITB.
Dachriyanus. 2004.Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press.
Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat di Indonesia. Jakarta: Trubus Agriwidya.
Gritter, R . J.1991.Pengantar Kromatografi.Terbitan kedua.Terjemahan Kosasih Padmawina-
Ta.Bandung : Penerbit ITB.
Harborne, J. B. 1987. Metoda Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Terbitan ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB.
Hutapea, R . J .1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid III. Jakarta : Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan.Halaman 245-246.
Ismail, I . S .2003. Modified Limonoids from the leaves of Sandoricum koetjape. Phytochem-
Istry, 64 , 1345-1349.
Mabry, T. J. dkk. 1970. The Systematic Identification of Flavonoids.New York: Springer
Verlag
Manitto, P. 1992. Biosintesis Produk Alami. Cetakan Pertama. Terjemahan Koensoemardiyah. Semarang: Penerbit IKIP Press.
Markham, K . R . 1988.Cara Mengidentifikasi Flavonoida. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung : ITB Press.
Muldja, M . H . 1995. Analisis Instrumental.Cetakan Pertama.Surabaya : Universitas Airlangga Press.
Nessa, F. dkk. 2003. Free Radical-Scavenging Activity of Organic Extracts and Pure Flavonoids of Blumea balsamifera DC Leaves. Food Chemistry.88 (2004): hal. 243-252.
Noerdin, D.1985. Elusidasi Struktur Senyawa Organik dengan Cara Spektroskopi Ultra Lembayung dan Inframerah. Edisi Pertama. Bandung: Penerbit Angkasa.
Pavia, L. D. 1979. Introduction to Spectroscopy a Guide for Students of Organic Chemistry. Philladelphia: Saunders College.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi Keenam. Bandung: Penerbit ITB.
Salisbury, F.B. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Edisi ke-4. Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB.
Sastrohamidjojo, H. 1985. Kromatografi . Edisi Pertama. Cetakan Pertama Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press.
Silverstein, R. M. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Terjemahan A. J. Hatomo dan Anny Viktor Purba. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Tinggen, IN. 2000. Taru Premana (Pustaka Leluhur). Eka Cipta. Singaraja.
LAMPIRAN I.Senyawa Pembanding Spektrum 1 a.Spektrum NMR of Sphaerobioside Acetate in CDCl
H-NMR Senyawa Flavonoida
b.Spektrum NMR of TMS Ether of Dihydroquercetin in CCl
4
c.Spektrum NMR of Afrormosin in CDCl
4