• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perilaku pemukim di bantaran sungai Jakarta merupakan perilaku yang merugikan dan memiliki sejumlah alasan kuat untuk dirubah karena berdampak buruk pada kerusakan lingkungan, yang terkait dengan kualitas bantaran sungai serta kesehatan pemukim. Bantaran sungai sebagai wilayah konservasi seharusnya berfungsi sebagai proses larian air (run off) menuju sungai. Beralihnya penggunaan lahan bantaran sungai sebagai tempat tinggal membuat bantaran sungai tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai penangkal banjir. Adapun pemicu kerusakan pada bantaran yang disebabkan perilaku pemukim ialah perilaku MCK (mandi, cuci, kakus), dan perilaku mendirikan bangunan.

Kerusakan lain yang disebabkan perilaku pemukim adalah longsornya tanah bantaran akibat lemahnya struktur tanah dari bantaran sungai. Hal tersebut karena bantaran sungai merupakan flood plain zoning, yakni tempat yang tidak digunakan sebagai tempat tinggal dan masuk kedalam kelas tanah yang tidak dapat digunakan untuk produksi tanaman komersil (Manan 1976) dan penggunaannya dibatasi pada pengelolaan flora dan fauna serta persediaan air yang memiliki tujuan estetika guna menjadi wilayah konservasi. Oleh karena itu, perilaku bermukim seperti mendirikan bangunan dapat mengakibatkan beberapa kerugian seperti, kerusakan lahan pada bantaran, kerugian materil dan hilangnya nyawa seseorang. Longsornya bangunan di bantaran merupakan dampak lain dari semakin derasnya curah hujan. Air sungai yang bertambah akibat hujan berpengaruh pada derasnya aliran air, dengan kecepatan aliran tersebut maka tanah bantaran seharusnya menjadi struktur penahan yang sesuai sehingga tidak menyebabkan kerusakan pada. Hal tersebut tidak dapat terjadi jika tanah bantaran dipergunakan sebagai penahan beban berdirinya bangunan.

Berdirinya bangunan di bantaran sungai menimbulkan sejumlah aktivitas manusia. Interaksi mahluk hidup dengan lingkungan memiliki siklus yang jelas, dimulai dengan pencarian sumber daya, kemudian mengksploitasinya, dan yang terakhir adalah meninggalkannya dalam keadaan rusak. Sama halnya dengan

(2)

bantaran sungai, para pemukim yang sebagian besar pendatang di Jakarta memiliki harapan untuk mendapatkan keuntungan dengan bermukim di bantaran. Hal tersebut diwujudkan dalam jenis-jenis upaya bertahan hidup yang salah satunya dengan cara bermukim di fasilitas publik seperti bantaran sungai. Adaptasi para pemukim di bantaran sungai menyebabkan beberapa kerusakan yang diantaranya adalah pencemaran pada air sungai di bantaran.

Pencemaran air di bantaran sungai telah menjadi bagian yang tidak terelakkan akibat dari banyaknya penduduk yang bermukim. Hal tersebut karena pemukim yang sebagian besar merupakan penduduk miskin sangat bergantung pada sumber daya alam di tempat mereka bermukim (ENDS dan Gomukh 2005). Kekurangan air terutama air bersih yang dialami oleh pemukim diperparah dengan adanya penyedotan air tanah yang berlebihan serta, pembuangan limbah yang seharusnya mengikuti prosedur pemrosesan limbah terlebih dahulu sebelum akhirnya dibuang. Ketiadaan akses pada air bersih yang memaksa pemukim untuk mengkonsumsi air sungai yang telah tercemar dengan berbagai macam sampah dan limbah. Salah satu penyebab penggunaan air sungai oleh pemukim, disebabkan pandangan bahwa, mengkonsumsi air sungai yang keruh tidak akan menimbulkan penyakit bagi para pemukim. Hal senada pernah dikemukakan oleh Adiwilaga (1982) pada pemukim di daerah Jawa Utara, penyesuaian diri pada kebutuhan konsumsi air minum kerap dilakukan dengan cara mengkonsumsi air sungai, disebutkan juga dalam penelitian tersebut bahwa pemukim memilih mengkonsumsi air sungai yang keruh daripada air sumur yang asin.

Mewabahnya penyakit menular disebabkan karena pemukim tidak memperhatikan kebersihan tempat tinggalnya, contohnya, terdapat beberapa perilaku yang biasa dilakukan oleh pemukim mengenai sampah. (1) membakar sampah yang berdampak pada gangguan pernafasan, (2) sampah yang tidak dibakar tapi dibiarkan di udara terbuka dan berdampak pada pencemaran udara, (3) membuang sampah dengan cara dihanyutkan di sungai. Perilaku tersebut berdampak pada saat intensitas hujan yang semakin tinggi dan mengakibatkan bertambahnya populasi nyamuk jenis Aedes aegypty atau Annopheles yang merupakan pembawa penyakit demam berdarah dengue (DBD) dan Malaria. Kondisi tersebut, menurut Mangunjaya (2006) karena karakter nyamuk pembawa

(3)

DBD adalah bertelur di tempat yang bersih dan tergenang, tapi karena intensitas hujan yang semakin tinggi tempat bertelur nyamuk tersebut dapat berpindah pada saluran air yang terhambat sampah dan tempat yang tergenang. Hal ini dapat dilihat pada tersendatnya saluran pembuangan akibat sampah (got dan parit) dan bentuk cekungan pada bantaran yang dapat menampung air.

Jakarta sendiri pernah mencapai kondisi luar biasa (KLB) akibat besarnya korban DBD. Hal tersebut diantaranya disebabkan oleh perilaku bermukim yang lalai untuk melakukan metode tiga M (menutup, menguras, dan mengubur) sarang nyamuk. Rendahnya aspek kesadaran pada kebersihan dan bahaya untuk bermukim dibantaran sungai dipandang sebagai perilaku yang membahayakan dan semakin memperkuat alasan bagi para pemukim untuk mengubah perilaku bermukim mereka atau berpindah tempat dengan tidak lagi bermukim di bantaran sungai.

Masalah Penelitian

Para pemukim di bantaran sungai memiliki sejumlah alasan kuat untuk mengubah perilaku mereka yang berdampak pada rusaknya bantaran sungai. Perilaku bermukim seperti mendirikan bangunan di atas bantaran dapat membahayakan pemukim. Struktur tanah bantaran yang menjadi semakin lemah membuat lahan bantaran pada saat hujan rentan longsor dan mengalami banjir setiap tahunnya. Hal tersebut merupakan dampak yang terjadi akibat perilaku membuang sampah yang dilakukan oleh pemukim. Sampah yang dihanyutkan tersebut menghambat tidak hanya sungai sehingga menyebabkan banjir tahunan yang siklusnya menjadi semakin cepat tiap tahunnya. Tapi juga dampak lain dari perilaku tersebut adalah, perilaku yang dapat ditiru oleh para pemukim lain sehingga membuat meningkatnya volume sampah di sungai.

Timbulnya penyakit seperti diare, DBD, dan malaria disebabkan juga karena perilaku bermukim seperti, perilaku MCK, dan perilaku membuang sampah. Padatnya pemukiman di bantaran merupakan sasaran pertumbuhan vektor pembawa penyakit, ditambah lagi dengan minimnya sanitasi di bantaran sungai, berdasarkan permasalahan tersebut alasan pemukim bertahan di bantaran

(4)

belum dapat dipahami secara utuh. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Seberapa besar hubungan karakteristik pemukim dengan persepsi pemukim tentang bermukim di bantaran sungai Ciliwung di DKI Jakarta?

2. Seberapa besar hubungan karakteristik pemukim dengan sikap mereka tentang bermukim di bantaran sungai Ciliwung di DKI Jakarta?

3. Seberapa besar hubungan karakteristik pemukim dengan perilaku bermukim di bantaran sungai Ciliwung di DKI Jakarta

4. Seberapa besar hubungan faktor faktor tersebut pada perilaku bermukim di bantaran sungai Ciliwung di DKI Jakarta?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan hubungan karakteristik pemukim dengan persepsi pemukim tentang bermukim di bantaran sungai Ciliwung di DKI Jakarta.

2. Menentukan hubungan karakteristik pemukim dengan sikap mereka tentang bermukim di bantaran sungai Ciliwung di DKI Jakarta.

3. Menentukan hubungan karakteristik pemukim dengan perilaku bermukim di bantaran sungai Ciliwung di DKI Jakarta

4. Menentukan seberapa besar faktor faktor tersebut berpengaruh pada perilaku bermukim di bantaran sungai Ciliwung di DKI Jakarta.

Kegunaan Penelitian

Diketahuinya faktor faktor yang berhubungan pada perilaku bermukim diharapkan dapat menjaga kelestarian bantaran sungai maupun kesadaran bagi pihak pihak terkait. Pemahaman mengenai perumusan kebijakan yang mengatur pemukiman diharapkan dapat terjawab dalam pemaparan mengenai akar permasalahan pemukim di bantaran sungai di Jakarta yang selama ini tidak menginginkan untuk berpindah tempat tinggal dari bantaran sungai ketempat lain. Pemaparan pada faktor-faktor mengenai perilaku bermukim diharapkan juga dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu

(5)

penyuluhan pembangunan dalam ranah perilaku sosial masyarakat perkotaan. Dengan demikian secara khusus penelitian ini berguna sebagai :

1. Memberikan informasi dan pengetahuan bagi para pemukim di bantaran sungai dan masyarakat pada umumnya mengenai perilaku pemukim di bantaran sungai

2. Memberi masukan pada pemerintah Jakarta khususnya Departemen Sosial dan Departemen Pekerjaan Umum mengenai pemberdayaan dan permasalahan di bantaran sungai di DKI Jakarta

3. Sebagai bahan acuan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan sosial dan lingkungan hidup di daerah perkotaan

Definisi Istilah

Definisi istilah dimaksudkan untuk memberikan suatu batasan tentang konsep yang digunakan pada peubah yang diteliti. Penelitian ini diarahkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan pada perilaku bermukim di bantaran sungai Ciliwung di DKI Jakarta. Untuk selanjutnya faktor-faktor tersebut didefinisikan sebagai berikut:

X1 : Karakteristik Pemukim adalah bagian dari individu pemukim yang melatarbelakangi perilakunya dan intensitasnya dalam bermukim di bantaran sungai yang meliputi, umur, motivasi, pendidikan formal, pekerjaan, pendapatan, aset total, jarak daerah asal, masa bermukim, perilaku bermukim kembali.

X1.1: Umur adalah jumlah tahun sejak awal kelahiran sampai ulang tahun terakhir saat dilakukan penelitian ini.

X1.2: Motivasi adalah alasan kuat kedatangan pemukim ke Jakarta dan bermukim di bantaran sungai. Adapun yang termasuk di dalamnya adalah kebutuhan untuk bertahan hidup, mendapatkan pekerjaan, mendapatkan penghasilan, dan pengakuan dari komunitas maupun kerabat yang mengenal atau dikenal pemukim.

X1.3: Pendidikan formal adalah tingkat pendidikan terakhir, dan tahun kelulusan pemukim sampai dilakukan penelitian ini.

(6)

X1.4: Pekerjaan adalah curahan waktu yang dimanfaatkan oleh pemukim untuk bekerja dalam profesinya.

X1.5: Pendapatan adalah penerimaan yang telah dikurangi dengan biaya-biaya selama bermukim di bantaran sungai.

X1.6: Aset total adalah sumber daya yang dimiliki oleh pemukim, dari daerah asal atau didapatkan setelah bermukim di bantaran.

X1.7: Jarak daerah asal dengan bantaran sungai adalah jarak total daerah asal pemukim dengan tempat tinggal.

X1.8 Masa bermukim adalah jumlah waktu bermukim yang dihitung sejak awal kedatangan pemukim di bantaran sungai.

X1.9: Perilaku bermukim kembali adalah alasan kedatangan pemukim ke tempat semula atau bermukim di bantaran sungai lagi setelah upaya relokasi secara paksa maupun sukarela.

X1.10: Jumlah pemukim dalam satu rumah adalah, jumlah pemukim total yang ada didalam suatu bangunan

X2: Persepsi pemukim tentang bermukim di bantaran sungai adalah penilaian para pemukim tentang bermukim di bantaran sungai. Adapun faktor yang terdapat didalamnya adalah, penilaian sungai berada dalam kondisi optimal, yang berarti pengetahuan pemukim tentang bantaran sungai. Bantaran dalam kondisi optimal untuk dijadikan tempat bermukim, yang berarti terkait dengan pemahaman mereka tentang lingkungan bantaran sungai. Ketidakpedulian pemukim pada bantaran sungai, yang terkait dengan pengalaman mereka.

X3: Sikap pemukim tentang bermukim di bantaran sungai adalah keyakinan yang dimiliki oleh pemukim mengenai bermukim di bantaran sungai. adapun faktor yang terkait di dalamnya berada pada aspek kognisi, afeksi dan konasi.

Y : Upaya seseorang untuk mendapatkan tempat tinggal dan bertahan hidup melalui beberapa tahapan seperti, merencanakan, membangun, dan menghuni. Dengan cara menyesuaikan diri pada tempat dimana mereka bermukim melalui penggunaan sumber daya, baik dari diri

(7)

sendiri maupun lingkungan secara illegal maupun legal, yang digunakan sebagai penunjang kehidupan untuk diaplikasikan pada bentuk bangunan dan kondisi lingkungan ditempat mereka bermukim.

Referensi

Dokumen terkait

Pelestarian merupakan sebuah upaya dalam mempertahankan sebuah kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat setempat. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pelestarian

practical, for a range of parks and public gardens along the central part of the island.” He believed public parks were necessary to escape the din of city life as, in the context

persoalan yang melingkup tatanan birokrasi pemerintahan yang sangat di dominasi oleh kehadiran PNS dengan sifat dan perilaku seperti diuraikan dalam pembahasan terdahulu,perlu

Dari hasil Survei Industri menunjukkan bahwa jumlah perusahaan industri besar/sedang di Kecamatan Mandonga tahun 2013, sebagaimana yang disajikan pada Tabel 7.1.4,

Pada peningkatan lama perendaman pada kayu jengkol, kupang, tarap dan asam pelipisan menggunakan konsentrasi 5%, 10%, 15% untuk pengawet permetrin, parachem

Peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian dengan topik yang sama, sebaiknya tidak hanya menggunakan data laporan satu tahun, minimal dua tahun, sehingga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat kontribusi yang signifikan dari gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SD Inti di kecamatan Sukawati,

perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai) santun, rensponsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas