• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - BAB I SETIAWAN RIZKY AMRIZAL PSIKOLOGI'19

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - BAB I SETIAWAN RIZKY AMRIZAL PSIKOLOGI'19"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kekayaan utama yang paling berharga bagi setiap bangsa adalah sumber

daya manusia. Nuansa pembangunan di masa mendatang terletak pada

pembangunan sumber daya manusia, dimana filosofi pembangunan bangsa

sudah lama menempatkan manusia sebagai subyek pembangunan dan bukan

obyek pembangunan. Berpangkal pada peran sumber daya manusia yang sangat

penting bagi perkembangan perusahaan. Menjaga dan meningkatkan peran aktif

karyawan dalam pengoperasian perusahaan sebagai tim pelaksana, semuanya

memang kembali pada keseriusan pihak pemimpin dalam mengantisipasi

maupun mencari solusi pemecahan atas berbagai permasalahan yang menimpa

karyawan.

Manusia merupakan aset yang paling berharga yang dimiliki organisasi

atau perusahaan dalam mencapai tujuannya, sehingga perusahaan sudah

seharusnya memperhatikan faktor manusia di dalam perusahaan agar karyawan

dapat bekerja dengan kinerja yang baik. Tuntutan yang semakin tinggi ini akan

menimbulkan rasa tertekan bagi para pekerja belum lagi ditambah dengan

lingkungan kerja yang ada di dalam organisasi, sehingga hal ini akan rentan

menimbulkan rasa stres bagi karyawan.

Pada tahun 1996, jauh sebelum stres kerja dan faktor psikososial menjadi

ungkapan sehari-hari, suatu laporan khusus yang berjudul ”Perlindungan

(2)

Kesehatan Kerja” telah diterbitkan. Laporan tersebut menyebutkan bahwa stres

yang disebabkan oleh faktor psikologis meningkat secara nyata. Tiga puluh

tahun kemudian, laporan ini telah membuktikan ramalan secara luar biasa. stres

kerja telah menjadi penyebab kelainan terdepan di Amerika Utara dan Eropa.

Pada tahun 1990, 13 % dari seluruh kasus ketidakmampuan pekerja, disebabkan

oleh gangguan yang berhubungan dengan stres kerja (Rahayu, 2003).

Pada tahun 2000 European Working Condition Survey (EWCS), stres

kerja merupakan kasus nomor dua terbesar di Eropa yang berkaitan dengan

pekerjaan, masalah kesehatan diantaranya yaitu, mengalami sakit punggung,

penyakit jantung, dan gangguan musculoskeletal (European Foundation for the

Improvement of Living and Working Conditions, 2005).

Dua penelitian stres di tempat kerja di Amerika yang dilaporkan oleh

National Institue of Occupational Health and Safety (NIOSH, 2002). Pertama

adalah sebuah survey yang dilakukan oleh Familier and Work Institute

melaporkan bahwa 26% sering dan sangat stres akibat dari pekerjaannya.

Sedangkan penelitian yang kedua dilakukan oleh Yale University melaporkan

bahwa 20% pekerja mengalami stres saat bekerja.

Dengan besarnya masalah stres kerja, dapat memakan biaya yang sangat

tinggi. Di Swedia, pekerjaan yang berhubungan dengan sakit punggung dan otot

menghabiskan biaya yang lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan untuk

Departemen Pertahanan Nasional. Dan penyakit tersebut sebagian besar

(3)

Berikut adalah pekerjaan yang dianggap paling dapat membuat stres

menurut National Safety Council dikutip dari Gaffar (2012) yakni : pegawai pos,

perawat, jurnalis, pilot pesawat, manajer tingkat menengah, sekretaris, polisi,

petugas medis, paramedis, guru, pemadam kebakaran, petugas customer service

dan pelayan. Apapun profesi seseorang dapat mengalami stres kerja.

Pada tahun 1995, sebuah peristiwa menimpa para polisi di Paris. Sekitar

60 orang anggota polisi melakukan bunuh diri masal beserta keluarganya

(Suprapto, 2008). Hal ini terjadi karena para polisi di Paris menganggap

pekerjaan mereka semakin berat setiap tahunnya. Penyebab lainnya adalah

dukungan yang sangat kurang dari pemimpin mereka. Hal tersebut diperparah

dengan image polisi yang buruk di masyarakat. Sedangkan di sekolah,

anak-anak yang orang tuanya bekerja sebagai polisi sangat sering diejek dan

diperlakukan kasar karena pekerjaan orang tuannya. Selain itu, gaji mereka juga

dipotong tanpa adanya kesepakatan dan pemberitahuan kepada mereka.

Kemudian dengan penghasilan yang sedikit, mereka harus bertahan hidup di

kota yang memiliki biaya hidup yang tinggi. Sehingga berdasarkan hal tersebut,

maka para polisi tersebut mengalami stres yang sangat berat dan terjadilah hal

tersebut (New York Times, 1996 dalam Suprapto, 2008).

Profesi polisi oleh hampir seluruh peneliti dikategorikan sebagai jenis

pekerjaan yang sangat rawan stres (Ahmad, 2004). Stres yang dialami oleh polisi

dapat berasal dari stressor fisik, sosial, psikologis, politik dan ekonomi, juga

(4)

minimnya sarana, lingkungan kerja yang tidak kondusif, resiko nyawa pada saat

bertugas, rutinitas kerja dan sebagainya.

Dengan berbagai keterbatasan internal dan eksternal tersebut maka tidak

mudah menampilkan peran polisi dalam bentuk ideal. Pengabdian untuk

menjaga keamanan dan menegakkan ketertiban menyebabkan polisi pengendali

massa (DALMAS) setiap hari berada langsung di tengah-tengah masyarakat.

Masyarakat dapat melihat dan menilai secara langsung gerak tindak polisi

pengendali massa. Jika ada cacat atau celanya maka akan segera tampak, begitu

pula jika berprestasi akan cepat diketahui.

Ada berbagai penyebab yang memungkinkan karyawan menjadi stres

sebagaimana dinyatakan oleh Nitisemito (1996) antara lain lingkungan kerja

yang tidak sesuai dengan keinginan karyawan, adapun lingkungan kerja tersebut

antara lain, lingkungan sesama tenaga kerja; merupakan susana yang tercipta

karena interaksi dengan sesama perkerja, lingkungan kerja dengan atasan;

merupakan suasana kerja yang tercipta karena interaksi antara karyawan dengan

atasan, serta lingkungan mesin dan peralatan; lingkungan mesin dan peralatan

yang dihadapi oleh karyawan yang memungkinkan karyawan tidak

berkonsentrasi pada perkerjaan.

Perusahaan dituntut untuk dapat membuat lingkungan kerja yang baik,

dengan cara memperhatikan lingkungan kerja fisik dan non fisik. Lingkungan

kerja fisik yang dimakud bisa berupa penerangan yang bagus, kantor yang

bersih, tidak terganggu akan adanya kebisingan, atau sirkulasi udara yang

(5)

komunikasi yang baik dengan atasan, bawahan maupun sesama rekan kerja.

Lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif ini akan berpengaruh terhadap

karyawan dalam melaksanakan tugasnya dan secara bersamaan menurunkan

tingkat stres karyawan, sebaliknya apabila lingkungan kerja tidak kondusif dan

tidak baik maka akan berdampak pada tingginya stres kerja karyawan.

Stres kerja merupakan perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam

melaksanakan pekerjaan, yang dipengaruhi oleh tanggapan masing-masing

individu dan psikologi, yaitu konsekuensi dari setiap kegiatan di lingkungan

kerja yang membebani tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan. Karena

dalam menjalankan pekerjaannya karyawan akan berinteraksi langsung dengan

lingkungan kerja yang berada di setiap bagian perusahaanya. Jadi lingkungan

kerja akan sangat berpengaruh terhadap stres yang akan diterima karyawan atau

dapat diartikan juga bahwa lingkungan kerja merupakan salah satu cara yang

dapat dilakukan untuk dapat mengontrol atau meminimalkan stres yang diterima

oleh karyawan. Apabila interaksi dengan lingkungan dapat berjalan baik maka

akan dapat mengurangi tingkat stres, disamping itu lingkungan kerja yang baik

akan dapat mengurangi keletihan dan kejenuhan dalam bekerja.

Sedarmayanti (2009) mengemukakan bahwa Lingkungan kerja non fisik

merupakan semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja,

baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun

hubungan dengan bawahan. Pendapat lain muncul mengenai lingkungan kerja

non fisik dan serupa dengan pendapat Sedarmayanti di atas yaitu diungkapkan

(6)

mendukung kerjasama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki

jabatan yang sama di perusahaan. Dari beberapa pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa lingkungan kerja non fisik adalah kondisi yang berkaitan

dengan hubungan karyawan yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan.

Penelitian yang di lakukan oleh Norianggono dkk (2014) dengan judul

pengaruh lingkungan kerja fisik dan non fisik terhadap kinerja karyawan (studi

pada karyawan pt. telkomsel area iii jawa-bali nusra di surabaya) menghasilkan

Lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik secara simultan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan yang berarti bahwa jika

lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik secara simultan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan yang berarti bahwa jika

lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik secara bersamaan berjalan

dengan baik, maka akan meningkatkan kinerja karyawan PT. Telkomsel Area III

Jawa-Bali Nusra kota Surabaya. Kemudian penelitian yang di lakukan oleh

Kasmarani (2012) dengan judul pengaruh beban kerja fisik dan mental terhadap

stres kerja pada perawat di instalasi gawat darurat (IGD) RSUD Cianjur.

Menghasilkan ada pengaruh beban kerja mental (p=0,048) terhadap stres kerja

perawat di (IGD) RSUD Cianjur.

Stres kerja penting di teliti karena berdasarkan hasil studi pendahuluan

yang telah di lakukan kepada anggota dalmas di eks keresidenan banyumas di

peroleh informasi mengenai masalah pekerjaan yang di hadapi seperti gaji yang

minim, banyaknya anggaran yang belum tepat sasaran, jam kerja yang lebih dari

(7)

mendukung dan emosional saat berinteraksi dengan masyarakat berkurang,

penghasilan yang belum sesuai dengan pekerjaannya. Hal tersebut dapat

menimbulkan stres kerja. Menurut Budianto (1997), lingkungan mempunyai

pengaruh yang tinggi terhadap perilaku seseorang. Sebagai gambaran yang

menunjukkan bahwa lingkungan yang baik akan membawa dampak yang baik

terhadap individu, demikian juga bila kondisi lingkungan buruk maka akan

buruk pula dampaknya terhadap individu. Maka individu yang berkerja di

tempat yang lingkungannya keras akan berpengaruh kuat terhadap kesehatan

fisik dan mental individu.

Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah stres kerja yang dialami

anggota dalmas di eks keresidenan banyumas merupakan masalah yang perlu

mendapatkan perhatian khusus dan menjadi sebuah ketertarikan peneliti untuk

meneliti mengenai “Pengaruh Lingkungan Kerja Non Fisik Terhadap Stres Kerja

pada anggota DALMAS di Eks Keresidenan Banyumas”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis pada beberapa

anggota polisi di wilayah POLRES se Eks Karisidenan Banyumas, maka peneliti

merumuskan masalahnya sebagai berikut : Apakah ada Pengaruh Lingkungan

Kerja Non Fisik Terhadap Stres Kerja pada anggota DALMAS di Eks

Keresidenan Banyumas?

(8)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lingkungan kerja

non fisik terhadap stres kerja pada anggota DALMAS di Eks Keresidenan

Banyumas.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan

ilmu psikologi, terutama psikologi industri dan organisasi.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat memberikan masukan terhadap instansi kepolisian terkait

bagaimana mengatasi stres kerja khususnya pada anggota DALMAS.

b. Untuk memberikan masukan kepada anggota DALMAS akan pentingnya

untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan kerja non fisik yang

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menganalisis pengaruh lingkungan kerja secara parsial terhadap. motivasi

Kinerja karyawan yang baik pun bisa dipengaruhi oleh lingkungan kerja, jika lingkungan kerja tidak memberikan rasa nyaman kepada karyawan maka itu bisa berpengaruh

Dengan peningkatan produksi dan mesin yang running dan peningkatan karyawan yang tidak terlalu signifikan bertambah belum tentu kinerja karyawan juga sudah lebih

Pangestuti (2020) didalam penelitiannya menunjukan hasil jika lingkungan kerja fisik dan stres kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Perbedaan Penelitian

bahwa kinerja lingkungan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap. performa ekonomi perusahaan perhutanan

penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kinerja karyawan dengan menggunakan variabel independent yaitu professionalisme kerja yang bertujuan untuk memberikan

Dapat dilihat dari beberapa penelitian terdahulu sudah banyak penelitian yang berkenaan tentang pengaruh lingkungan kerja serta stress kerja terhadap kinerja karyawan,

Hal ini didukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Elizar & Tanjung, 2018 terhadap pengaruh pelatihan yang dihubungkan dengan kinerja karyawan, maka dapat dijelaskan jika