• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (Khi) Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (Khi) Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Wakaf adalah sebagai perbuatan hukum sudah lama melembaga dan dipraktikkan di Indonesia. Wakaf di Indonesia sudah ada sejak Islam datang ke Indonesia, wakaf telah dilaksanakan berdasarkan paham yang dianut oleh masyarakat Islam sesuai dengan paham Syafi’iyyah dan adat kebiasaan. Pada tahun 1905, dikeluarkan sirkulir oleh Pemerintah Hindia Belanda yang termuat dalam BS (bijblad op hat staatblad). No. 6196 tanggal 31 Juni. BS (bijblad op hat staatblad) tersebut antara lain mengatakan bahwa bagi mereka yang ingin melaksanakan wakaf diharuskan terlebih dahulu meminta ijin kepada Bupati.1

Wakaf yang diajarkan oleh Islam mempunyai sandaran ideologi yang amat kental dan kuat sebagai kelanjutan ajaran tauhid yaitu, segala sesuatu yang berpuncak pada keyakinan terhadap keesaan Tuhan harus dibarengi dengan kesadaran akan perwujudan keadilan sosial. Islam mengajarkan kepada umatnya agar meletakkan persoalan harta (kekayaan dunia) dalam tinjauan yang relatif, yaitu harta kekayaan dunia yang dimiliki oleh seseorang atau sebuah lembaga harus mempunyai kandungan nilai-nilai sosial (humanistik).2

1Siah Khosyi’ah, Wakaf & Hibah Perspektif Ulama Fiqih Dan Perkembangannya Di

Indonesia,(Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal. 194. 2

(2)

Wakaf merupakan ibadah dalam bentuk sedekah yang sangat banyak manfaatnya bagi kepentingan sosial kemasyarakatan. Seseorang mewakafkan hartanya untuk membantu fakir miskin atau untuk membangun mesjid, sekolah, rumah sakit, rumah penyantunan, atau untuk proyek pembangunan ilmu pengetahuan, maka bagi orang yang berwakaf itu akan memperoleh pahala yang besar dari Allah SWT dan pahalanya terus mengalir selama harta itu masih dimanfatkan.3

Wakaf telah memerankan peran yang sangat penting dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan masyarakat Islam. Selain itu, keberadaan wakaf juga telah banyak memfasilitasi para sarjana dan mahasiswa dengan berbagai sarana dan prasarana yang memadai untuk melakukan riset dan pendidikan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan dana pada pemerintah. Kenyataan menunjukkan, institusi wakaf telah menjalankan sebagian dari tugas-tugas Pemerintah. Berbagai bukti menunjukan, sumber-sumber wakaf tidak saja digunakan untuk membangun perpustaakaan, ruang-ruang belajar, tetapi juga untuk membangun perumahan siswa, riset, jasa-jasa foto copy, pusat seni dan lain-lain.4

Larangan memperjual belikan harta wakaf terdapat pada dalil hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (Muttafaqun’alaih). Larangan tersebut diucapkan Rasulullah pertama kali pada masa awal disyariatkannya wakaf, yaitu pada waktu Umar bin Khattab memperoleh tanah perkebunan yang luas di Khaibar. Untuk

3Hasballah Thaib,Fiqih Wakaf, (Medan: Program Pascasarjana Hukum Universitas Sumatera Utara, 2003), hal. 13.

4

(3)

memanfaatkannya Umar meminta petunjuk kepada Rasulullah. Rasulullah lalu menasihatkan, jika Umar mau, tanah itu diwakafkan saja kepada pihak yang sedang membutuhkanya. Waktu itu Rasulullah menegaskan bahwa: “tanah wakaf itu tidak boleh dijual, tidak boleh diwariskan, dan tidak pula dihibahkan”. Umar lalu melaksanakan petunjuk Rasulullah itu, dan hasilnya digunakan untuk kepentingan sosial seperti membantu fakir miskin, membebaskan perbudakan dan jalan kebaikan lainya. Dalam memahami maksud hadist ini, ulama berbeda pendapat.5

Di antara mereka ada yang cenderung memahaminya secara harfiah, dan ada pula yang lebih berorientasi kepada hal-hal yang bersifat substansial. Di antara ulama yang memahaminya secara harfiah adalah sebagaian pengikut Imam Malik dan sebagian pengikut Imam Syafi’i yang berpendapat bahwa harta wakaf tidak boleh diperjual belikan atau ditukarkan/diubah. Masjid atau peralatan masjid sebagai wakaf meskipun sudah tidak dapat digunakan, tidak boleh dijual atau ditukarkan. Menjual atau menukar harta wakaf berarti memutuskan pahala dari harta wakaf. Si wakif hanya mendapat aliran pahala wakafnya dari benda yang diwakafkannya, bukan dari benda lain tukaranya.6

Sebagian ulama menangkap pengertian hadist itu bahwa larangan menjual harta wakaf dalam hadist itu hanyalah bagi harta wakaf yang masih dapat dimanfaatkan tanpa suatu kebutuhan. Adapun harta wakaf yang sudah tua atau hampir tidak dapat dimanfaatkan lagi boleh dijual dan uangnya dibelikan lagi

5 Michael Dumper, Wakaf Muslimin di Negara Yahudi, ( Jakarta: Lentera Basritama, 1999). hal. 5.

(4)

penggantinya. Demikianlah pendapat sebagian ulama pengikut Ahmad bin Hanbal, seperti dicatat oleh Ibnu Qudamah dalam Kitabnya al-Mugni.

Adapun tentang menukar harta wakaf dengan yang lain untuk diwaafkan juga, Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu’al-Fatawa menjelaskan pada selain wakaf Masjid, menurut mazhab Ahmad bin Hanbal boleh ditukarkan dengan yang lebih baik untuk diwakafkan juga. Adapun menukarkan Masjid yang masih bisa dimanfaatkkan, dengan masjid yang lebih besar manfaatnya bagi jama’ah terdapat dua riwayat dari Ahmad bin Hanbal, antara yang membolehkan dan yang tidak membolehkan.7

Berdasarkan pertimbangan diatas dan untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam rangka pembangunan hukum nasional, maka perlu dibentuk undang-undang tentang wakaf. Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan syari’ah dan peraturan perundang-undangan dicantumkan kembali dalam undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, namun terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru, antara lain:8

a. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda wakaf, undang-undang ini menegaskan bahwa perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam Ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaanya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilaksanakan.

7 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, ( Jakarta : Prenada Media, 2004). hal. 436-437.

8

(5)

Undang-undang ini tidak memisahkan antara wakaf ahli yang pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan wakaf khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.

b. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, menurut undang-undang ini wakif dapat pula mewakafkan sebagian kekayaanya berupa harta benda wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lainnya. Dalam hal benda bergerak berupa uang, wakif dapat mewakafkan melalui lembaga keuangan syariaah. Yang dimaksud Lembaga Keuangan Syari’ah adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan-peraturan undang-undang yang berlaku, yang bergerak dibidang keuangan syari’ah misalnya badan hukum di bidang perbankan syari’ah.

(6)

d. Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, maka perlu meningkatkan kemampuan professional nazhir.

Undang-undang ini juga mengatur pembentukan Badan Wakaf Indonesia (BWI), yang dapat mempunyai perwakilan didaerah sesuai dengan kebutuhan. Badan ini merupakan lembaga independen yang melakukan tugas dibidang perwakafan yang melakukan pembinaan terhadap nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf bersekala nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf, dan memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam menyusun kebijakan di bidang perwakafan.

Disamping itu oleh karena banyak terjadi berbagai masalah dalam pelaksanaan wakaf, dalam undang-undang ini juga ditampung berbagai usulan dari masyarakat untuk memperbaiki pelaksanaan wakaf, antara lain perlunya pengawasan wakaf secara efektif agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam pelaksanaanya, juga perlunya pengawasan terhadap syarat-syarat yang ditetapkan oleh wakif agar tidak bertentangan dengan syari’ah Islam dan perlunya perlindungan terhadap para mustahik dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Dengan adanya ketentuan ini diharapkan pengelolaan dan pemeliharaan serta pelaksanaan di masa yang akan datang lebih baik dan tertib administrasinya dan manajemenya.9

(7)

Sebagaimana dalam uraian terdahulu, wakaf sebagi perbuatan hukum telah lama melembaga dan dipraktikkan dalam kehidupan umat Islam di Indonesia. Pengaturan tentang wakaf terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan antara lain dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang agraria yang ditindak lanjuti dengan peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik. Tentang wakaf juga dimuat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia yang pemberlakuanya berdasarkan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991. Beberapa peraturan perundang-undangan ini dirasakan masih belum memadai karena masalah wakaf selama ini terus berkembang. Disamping itu, masyarakat memerlukan pengaturan yang komperhensif tentang wakaf yakni meliputi wakaf uang, wakaf benda-benda bergerak dan wakaf produktif lainya selama ini belum diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.10

Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf diharapkan pengembangan wakaf dapat memperoleh dasar hukum yang kuat, antara lain dapat memberikan kepastian hukum kepada wakif baik bagi kelompok orang, organisasi maupun badan hukum yang mengolah benda-benda wakaf. Di samping itu tujuan ini diharapkan dapat memberikan rasa aman dan melindungi para nazhir dan tujuan wakaf (maukuf’alaih) sesuai dengan manajemen wakaf yang telah ditetapkan.

Lebih jauh dalam Undang-Undang ini digantung harapan agar terjaminnya kesinambungan dan optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan benda wakaf sesuai

10

(8)

dengan system ekonomi Syariah yang sedang digalakkan saat ini dan diharapkan aset wakaf menjadi sumber pendanaan bagi pembangunan ekonomi Islam yang dapat mensejahterakan masyarakat.11

Oleh karena itu dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf ini diharapkan kepada semua pihak agar dapat mengembangkan wakaf dalam berbagai aspek, tidak hanya dalam aspek pemikiran, tetapi juga berusaha membuat inovasi dan langkah terobosan dalam mengelola harta wakaf agar wakaf dapat dirasakan manfaatnya secara luas bagi masyarakat.12

Salah satu terobosan dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf adalah pengaturan benda wakaf bergerak berupa uang dan sejenisnya (giro, saham dan surat berharga lainya), selain harta benda wakaf tidak bergerak (tanah dan bangunan) Pasal 16 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf merupakan salah satu upaya pemerintah agar wakaf dapat berkembang secara cepat dan dapat dijangkau oleh semua kalangan. Wakaf uang jika dikelola secara professional dan transfaran, maka akan memberikan efek ekonomi yang positif secara revolusioner.13

Munculnya gagasan wakaf tunai memang mengejutkan banyak kalangan, khususnya para ahli dan praktisi ekonomi Islam. Karena wakaf tunai berlawanan dengan persepsi umat Islam yang terbentuk bertahun-tahun lamanya, bahwa wakaf itu

11Ibid. 12Ibid.

13Sumuran Harahap dan Nasarudin Umar, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif

(9)

berbentuk benda-benda tak bergerak. Wakaf tunai bukan merupakan aset tetap yang berbentuk benda tak bergerak seperti tanah, melainkan aset lancar. Diakomodirnya wakaf tunai dalam konsep wakaf sebagai hasil interpretasi radikal yang mengubah defenisi atau pengertian mengenai wakaf. Tafsiran baru ini dimungkinkan karena berkembangnya teori-teori ekonomi.14

Ada manfaat dan nilai-nilai bagi peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat, manakala wakaf dapat dikelola secara profesional. Selain pengembangan wacana, juga sistem dan manajemen pengelolaanya, dilandasi dengan semangat kejujuran, amanah dan transparan. Untuk dapat memberdayakan ekonomi umat melalui wakaf, maka selain manajemen yang baik, juga diperlukan pencerahaan wawasan untuk dapat memahami perkembangan dan kebutuhan pengelolaan wakaf secara lebih baik, sejalan dengan tuntutan ruang dan waktu. Pemahaman kontekstual bahwa wakaf tidak bisa dialihkan, dijual, dihibahkan, atau diwariskan, harus dipahami sebagai rambu-rambu yang berlaku umum, akan tetapi ketika keberadaan tanah dan benda wakaf sudah tidak bisa lagi dimanfaatkan dan boleh jadi akan mengundang bahaya, maka sudah seharusnya jika ada pilihan yang lebih besar manfaatnya, maka pilihan itu harus dilakukan.15

14Tulus dan Taufiq Kamil, Proses Lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang

Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf Ditjen Bimas Islam Dan Penyelenggaraan Haji, 2005), hal. 1-2.

(10)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka menarik untuk dilakukan penelitian dengan judul“. (Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ).”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan analisis latar belakang masalah yang tertera diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut yaitu :

1. Bagaimanakah prinsip-prinsip penggantian benda wakaf berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf?

2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan penggantian benda wakaf dengan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf?

3. Bagaimanakah akibat hukum penggantian benda wakaf berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Perumusan masalah yang telah ditulis diatas, maka Tujuan Penelitian yang ingin dicapai dalam tesis ini adalah :

(11)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan penggantian benda wakaf dengan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum penggantian benda wakaf berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis yaitu:

1. Secara teoritis, kegiatan penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi para akademisi maupun masyarakat umum guna menambah pengetahuan mengenai penggantian benda wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, serta ilmu kenotariatan khususnya memberikan masukan bagi perkembangan yang lebih baik mengenai tentang penggantian benda wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

2. Secara Praktis

(12)

bahwa kedudukan benda wakaf adalah untuk mensejahterakan masyarakat dan bila benda wakaf tersebut tidak dapat mensejahterakan lagi, maka ada alasan-alasan untuk mengganti dengan benda yang dapat lebih mensejahterakan lagi.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Pascasarjana Kenotariatan Universitas Sumatera Utara ditemukan sedikitnya 3 (tiga) judul tesis terkait tentang perwakafan yaitu:

1. Sri Kartika Mawardi HSB judul tesis Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf Hak Milik Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.

Rumusan Masalahnya:

1) Bagaimana pandangan hukum islam mengenai Perubahan Peruntukan tanah wakaf hak milik.

2) Bagaimana pandangan UU No. 5/1960 tentang UUPA mengenai Perubahan Peruntukan tanah wakaf hak milik.

3) Bagaimana akibat hukum Perubahan Peruntukan tanah wakaf hak milik menurut hukum Islam dan UU No. 5/ 1960 tentang UUPA.

2. Isabella Rambey judul tesis Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu.

(13)

1) Bagaimana pelaksanaan perwakafan tanah di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu ditinjau menurut Undang-Undang No 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

2) Bagaimana pengelolaan tanah wakaf di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu.

3) Kendala- kendala apakah yang dihadapi dalam perwakafan tanah di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu serta bagaimana solusinya.

3. Yulia Damayanti judul tesis Pendaftaran Dan Pergantian Harta Wakaf Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Peraturan Pemerintah (Penelitian Di Kota Medan).

Rumusan masalahnya:

1) Bagaimanakah tata cara pendaftaran tanah wakaf dalam Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah yang berlaku?

2) Bagaimanakah status tanah wakaf yang tidak didaftarkan?

3) Apakah alasan-alasan yang membenarkan penggantian harta wakaf? 4) Bagaimanakah penggunaan hasil penggantian dari harta wakaf tersebut?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

(14)

1) Pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi.

2) Penyelidikan eksperimental yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi, dan argumentasi.16

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pedoman dan petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.17 Sedangkan kerangka teori adalah kerangka pemikiran atas butir-butir pendapat teori, tesis mengenai suatu permasalahan yang menjadi dasar perbandingan atau pegangan teoritis.18 Teori dipergunakan untuk menjelaskan secara teoritis antara variabel yang sudah diputuskan untuk diteliti khususnya hubungan antar variabel bebas (independent) dan variabel tak bebas (dependent).19

Telaah teoritis dan temuan penelitian yang relevan berfungsi menjelaskan permasalahan dan menegakkan prediksi akan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian.20

Dari satu segi, wakaf mirip sedekah. Namun dari segi lain, wakaf berbeda dengan sedekah, mengingat yang dimiliki si penerima wakaf hanya manfaatnya, bukan bendanya. Demikian pula pahala yang didapat oleh pemberi sedekah hanyalah sebatas waktu memberikanya, sedangkan pahala yang diperoleh pemberi wakaf 16Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002). hal. 1177.

17

Lexy Molloeg,Metodelogi Penelitian Kuantitatif, (Bandung : Remaa Rosdakarya, 2002). hal. 35.

18M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Mau, 1994). hal. 80. 19Agusni Pasaribu, Metodologi Nomotetik Dan Idiografi Serta Triangulasi, ( Medan : Perpustaakaan USU, 1998), hal. 7.

(15)

adalah selama benda tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang lain.21 Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan Tesis ini adalah dengan menggunakan teori Kepastian Hukum dimana dalam penelitian ini mengenai Penggantian Benda Wakaf Menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf yang akan dibahas dan dipaparkan dalam tesis berdasarkan kepada KHI (Kompilasi Hukum Islam) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf, sehingga mempunyai suatu kepastian hukum. Kepastian hukum adalah asas yang mengutamakan landasan peraturan Perundang-Undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara Negara.22 Kepastian hukum merupakan perlindungan yustiable terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karna bertujuan ketertiban masyarakat.23

Menurut Radbruch:

Hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan oleh sebab kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam Negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, apabila isinya kurang adil atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi terdapat kekecualian, yakni bilamana pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar,

21 Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008). hal. 394.

22Ibid. 23

(16)

sehingga tata hukum itu nampak tidak adil pada saat itu tata hukum itu boleh dilepaskan.24

Selanjutnya menurut Sudikno Martokusumo menyatakan:

Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitik beratkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturanya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan sebab Undang-Undang itu kejam tetapi demikianlah bunyinya.25

Teori kemasalahatan yaitu teori yang menjelaskan bahwa hukum harus dibuat demi kemanfaatan orang banyak, yang harus ditaati untuk menciptakan kebahagiaan dan memberi sangsi bagi yang melanggar, teori kemasalahatan ini hanya sebagai teori pendukung didalam penulisan tesis ini.26

Dasar hukum wakaf dalam Islam adalah firman allah SWT dalam surah Ali’Imron (3) ayat 92 yang artinya yaitu :

“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui”.27

Firman Allah SWT dalam surah Al Baqarah (2) ayat 267 yang artinya yaitu : “Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau

24Theo Huijbers,Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Kanisius,1982). hal. 163. 25Sudikno Merto Kusumo,Op. Cit., hal. 136.

26 Mukti Fajar ND, Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yokyakarta : Pustaka Pelajar, 2010). hal.1 37.

(17)

mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya, Maha Terpuji”.28

Menurut Syafii, Malik dan Ahmad, wakaf itu adalah sesuatu ibadat yang disyariatkan. Hal ini disimpulkan baik dari pengertian-pengertian umum ayat al-Quran maupun hadist yang secara khusus menceritakan kasus-kasus wakaf di zaman Rasulullah. Di antara dalil-dalil yang djadikan sandaran/dasar hukum wakaf dalam agama Islam ialah :29

1. Al-Quran surah al-Hajj ayat 77 yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, rukuk dan sujudlah kamu dan sembahlah Tuhanmu serta berbuatlah kebaikan supaya kamu berbahagia”.

2. Selanjutnya firman Allah SWT dalam surah an-Nahl ayat 97:

“Barang siapa yang berbuat kebaikan, laki-laki atau perempuan dan ia beriman, niscaya akan Aku beri pahala yang lebih bagus dari apa yang mereka amalkan”.

3. Surah Ali Imron ayat 92 yang artinya :

“Kamu tidak akan mencapai kebajikan yang dapat dinilai baik oleh Allah, sebelum kamu menyumbangkan sebahagian harta yang kamu cintai. Adapun yang kamu sumbangkan itu Allah benar-benar mengetahuinya”.30

28Ibid.

29Bachtiar Surin dan Adz-Dzikraa, Terjemahan Dan Tafsir Al-Qur’an, (Bandung: Angkasa, 1991). hal. 1414.

(18)

4. Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Hurairah yang terjemahanya:

“Apabila mati anak Adam, maka terputuslah dari padanya semua amalnya kecuali tiga hal yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang saleh yang mendoakannya”.31

Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 215 ayat 1 (satu) menyatakan wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.

Dalam Pasal 1 ayat 1 (satu) Undang-Undang No 41 Tahun 2004 tentang wakaf menyatakan, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.

Ada tiga larangan tegas ditetapkan atas tanah yang diwakafkan, sehingga memberinya sifat hukum yang berbeda dan sifat suci.

1. Begitu tanah diwakafkan maka ia tidak dapat diubah. Ia tidak bisa dijual, diagunkan, diwariskan, atau diubah dengan cara bagaimanapun.

(19)

umpamanya, masjid atau rumah panti asuhan dijamin mendapat pendapatan yang tetap dan abadi.

3. Sumbangan wakaf tidak dapat dibatalkan. Begitu suatu wakaf diadakan, maka wakif atau keturunanya tidak boleh berubah pikiran. Larangan-larangan ini disusun guna memastikan bahwa wakaf diadakan untuk tujuan kepentingan umum (altruitik). Konsekuensinya, semua larangan tersebut memberi si wakif suatu posisi moral yang tinggi dalam komunitas. Sebagai suatu berkah, maka tanah atau harta yang disumbangkan itu sendiri memperoleh konotasi suci dan terhormat.

Untuk ini ada beberapa pendapat, diantaranya:32 1. Pendapat Mazhab (aliran) Sulaiman Rasyid.

Sulaiman Rasyid berpendapat bahwa wakaf tidak boleh dipindahkan atau dijual (termasuk dibebani dengan jaminan) bahkan diubah pun tidak bisa, kecuali disebabkan oleh sesuatu hal yang memaksa, misalnya harta benda itu tidak bermanfaat lagi seperti semula, hal ini sesuai dengan ungkapannya; “wakaf itu hanya untuk diambil manfaatnya, barang asalnya tetap, tidak boleh dijual, diberikan atau dipusakakan”. Sekarang kalau wakaf itu tidak ada manfaatnya atau kurang manfaatnya kecuali dengan dijual, bolehkah dijual? Menurut kata yang sah, tidak berhalangan menjual tikar mesjid yang sudah tidak pantas di pakai lagi, agar jangan tersia-sia, hasilnya digunakan untuk kemasalahatan masjid.

(20)

2. Menurut Mazhab (aliran) Ahmad bin Hambal.

1. Menurut Mazhab atau aliran ini bahwa apabila wakaf tidak dapat lagi dipergunakan sebagaimana mestinya, maka wakaf itu boleh dijual, dan uang yang diperoleh dari hasil penjualan benda wakaf tersebut lebih lanjut dipergunakan untuk membeli benda yang pemanfaatanya dapat dipergunakan sebagaimana pemanfaatan benda wakaf yang telah dijual.

Penukaran harta wakaf sepenuhnya menjadi wewenang Menteri Agama atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia. Adapun terjadi perubahan atau penukaran harta wakaf, posisi nazir adalah memastikan bahwa harta wakaf itu memang tidak dapat lagi dipergunakan, ada kepentingan umum yang berkenan dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTR) dan didasarkan pertimbangan keperluan agama yang dilalui. Sampai di sini, integritas seorang nazhir menjadi taruhanya.

Secara implisit UU No 41 Tahun 2004 ingin menegaskan signifikasi keberadaan nazhir. Jika wakaf umat Islam ingin produktif, tidak ada pilihan lain kecuali dengan membentuk nazhir yang profesional. Jika sampai saat ini, harta wakaf yang jumlahnya di Indonesia cukup signifikan namun belum berhasil mensejahterakan umat Islam, salah satu faktornya adalah kegagalan nazhir atau ketidak mampuan nazhir dalam mengelola, memberdayakan, memproduktifkan harta wakaf. Pernyataan ini bukan sekedar asumsi atau opini, namun merupakan sebuah penelitian yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.33

(21)

2. Konsepsi

Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan, maka perlu dikemukakan definisi secara oprasional untuk menghindarkan adanya penafsiran yang berbeda dalam pelaksanaan penelitian ini, definisi istilah atau konsep berfungsi untuk menyederhanakan arti kata atau pengertian tentang ide-ide, hal-hal dan kata benda-benda maupun gejala sosial yang digunakan, agar sipembaca dapat segera memahami maksudnya sesuai dengan keinginan penulis yang memakai konsep tersebut, dan pengaturan konsep atau defenisi istilah tersebut akan memperlancar komunikasi antara penulis dengan pembaca yang ingin memahami isi tulisan didalam tesis ini, oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara oprasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan yaitu:

1. Wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.34

2. Wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu

34

(22)

sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadah dan atau kesejateraan umum menurut syariah.35

3. Penggantian Benda Wakaf adalah proses atau cara perbuatan mengganti atau menggantikan.36

4. Harta Benda Wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam.37

5. Harta Benda Wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif.38

G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana (ilmiah) bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya. Hal ini tidaklah selalu berarti metodologi penelitian yang dipergunakan berbagai ilmu pengetahuan pasti akan berbeda secara utuh. Ilmu pengetahuan pada hakekatnya timbul karena adanya hasrat ingin tahu dalam diri manusia, yang mana

35

Departemen Agama, Peraturan Perundang-Undangan Perwakafan, (Jakarta : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006), hal. 2.

36Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,Op. Cit, hal.334.

37 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2007), hal. 305.

(23)

hasrat keingintahuan tentang hal-hal ataupun aspek-aspek kehidupan yang masih gelap bagi mansia. 39 Maka metode ini menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.40

1. Sifat dan Metode Pendekatan

Untuk memperoleh suatu pembahasan sesuai dengan apa yang terdapat didalam tujuan penyusunan bahan analisis, maka jenis penelitian yang diterapkan adalah bersifat deskriptif analisis. Deskriptif artinya mampu memberi gambaran secara jelas dan sistematis tentang masalah yang akan diteliti. Analisis artinya menganalisis secara teliti permasalahan berdasarkan gambaran dan fakta sehingga mampu menjawab permasalahan yang berkaitan dengan Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

2. Sumber Data

Penelitian normatif ini dilakukan dengan batasan studi dokumen atau bahan pustaka saja yaitu berupa data primer, selain data primer, untuk mendukung penelitian juga digunakan data yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru maupun pengertian mengenai fakta yang diketahui maupun mengenai

39Soerjono Soerkanto.Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1998), hal 1.

40

(24)

studi gagasan dalam bentuk Kompolasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek telaah penelitian.

c. Bahan hukum tertier, yaitu, bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, majalah maupuninternet.

3. Alat Pengumpulan Data

(25)

4. Analisis Data

Referensi

Dokumen terkait

Pada sesi 1996, Universiti Pertanian Malaysia telah membuat pengambilan pelajar seramai 9,755 orang pelajar baru bagi mengikuti pelbagai program pengajian. Pengambilan bagi sesi

Produksi arang terpadu dengan hasil cuka kayu dari limbah kayu dengan menggunakan tungku drum ganda yang dilengkapi alat pengkondensasi asap berkisar 6,00 - 15,00 kg.. Rendemen

Sehubungan dengan bentuk penyajian kesenian Angguk Sripanglaras, penulis mengharap kesenian ini untuk selalu dijaga kelestariannya dan juga dikembangkan, salah satunya

Pasal 1 Angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MenKes/PER/VIII/2010 Tentang Notifikasi Kosmetik, yang dimaksud dengan “kosmetik adalah

Hal tersebut disebabkan oleh ketidakseimbangan asupan zat gizi sehingga dapat mengakibatkan ketidaksempurnaan pertumbuhan tubuh baik fisik maupun mental (Chinue,

Dapatan kajian menunjukkan bahawa faktor penyumbang kepada wujudnya masalah membaca dalam kalangan murid darjah enam sekolah rendah kerajaan di Brunei Darussalam disebabkan oleh

Seperti yang dijangkakan oleh pengkaji, dapatan kajian menunjukkan bahawa terdapat hubungan yang positif antara kemahiran pengurusan stres dengan kepuasan hidup

Persentase penguasaan atau ketuntasan siswa terhadap materi pembelajaran yang telah diajarkan sebesar 60% pada siklus I dan 85% pada siklus II untuk mata