BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum Wilayah
3.1.1 Sejarah Singkat Kabupaten Samosir
Kabupaten Samosir merupakan hasil pemekaran dari kabupaten induk Kabupaten Toba Samosir yang dibentuk berdasarkan Undang Undang No. 36 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara, yang diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia.
Sejarah terbentuknya Kabupaten Samosir, diawali dengan sejarah terbentuknya Kabupaten Tingkat Daerah Tingkat II Tapanuli Utara dengan Undang Undang No. 7 Drt tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Sumatera Utara yang pada awal terbentuknya terdiri dari 5 (lima) distrik atau kewedanaan yaitu kewedanaan Silindung, Toba Holbung, Humbang, Samosir dan kewedanaan Dairi. Mengingat demikian luasnya wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara, maka pada tahun 1964 dilakukan pemekaran dengan pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi yang ibukotanya berkedudukan di Sidikalang.
Tapanuli Utara dibagi menjadi 5 (lima) wilayah pembangunan yang bersifat Administratif yang masing-masing wilayah pembangunan dipimpin oleh seorang Pembantu Bupati, wilayah pembangunan I berkedudukan di Tarutung, wilayah pembangunan II berkedudukan di Siborong-borong wilayah pembangunan III berkedudukan di Dolok Sanggul, wilayah pembangunan IV berkedudukan di Balige dan wilayah pembangunan V berkedudukan di Pangururan.
Selanjutnya, dalam pengalaman perjalanan pemerintahan, wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara yang terdiri dari 27 Kecamatan dan 971 Desa masih dirasakan sangat luas, bahkan masih ada wilayah desa yang harus dijangkau dalam waktu tempuh lebih dari satu hari yang berdampak pada lambatnya laju pertumbuhan pembangunan dan kecepatan pelayanan. Untuk memperpendek rentang kendali serta mempercepat pelayanan, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara bersama masyarakat yang berada di bonapasogit (dalam bahasa batak yang artinya kampung halaman) dan putera-puteri Tapanuli Utara yag tinggal di perantauan (daerah yang ditempati seseorang yang berasal dari daerah lain untuk mencari penghidupan), khususnya yang tinggal di Medan dan Jakarta sepakat mengusulkan pemekaran kembali Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara menjadi 2 kabupaten yang direalisasikan dengan Undang Undang No. 12 tahun 1998 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Daerah Tingkat II Mandailing Natal. Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir diresmikan oleh Menteri alam Negeri atas nama Presiden RI pada tanggal 9 maret 1999 di Medan.
bersama putera-puteri Samosir yang tinggal di perantauan kembali melakukan upaya pemekaran untuk membentuk Samosir menjadi kabupaten baru. Proses panjang perjuangan pembentukan Kabupaten Samosir dapat dijelaskan sebaga berikut:
Pada tanggal 27 Mei 2002 penyampaian aspirasi masyarakat Samosir kepada Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Toba Samosir, hingga dilakukan jajak pendapat di 9 kecamatan yang berada di Wilayah Samosir. Setelah mengikuti dan melalui proses panjang yang cukup melelahkan baik di daerah, ke provinsi dan pusat, atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan perjuangan segenap komponen masyarakat Samosir, baik yang tinggal di bonapasogit maupun yang berada di perantauan, dengan Hak Usul Inisiatif DPR RI ditetapkanlah Undang Undang No.36 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara, pada tanggal 18 desember 2003. Kemudian Menteri Dalam Negeri RI atas nama Presiden RI pada tanggal 7 Januari 2004 di Medan meresmikan Pembentukan Kabupaten Samosir sebagai salah satu kabupaten baru di Provinsi Sumatera Utara dengan wilayah administrasi pemerintahan sebanyak 9 kecamatan dan 128 desa serta 6 kelurahan.
Selanjutnya, pada tanggal 27 Februari 2004 berbagai elemen masyarakat, para tokoh pemrakarsa, perantau dan tokoh masyarakat dari seluruh kecamatan, Pejabat Bupati Samosir serta jajarannya, Para Camat, seluruh Kepala Daerah/Lurah serta lembaga-lembaga swasta yang ada di Kabupaten Samosir melaksanakan pesta rakyat di lapangan Pangururan sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas telah berjalannya roda pemerintahan di Kabupaten Samosir.
Sejalan dengan tuntutan perkembangan era reformasi, Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diganti dengan Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang isinya antara lain menetapkan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Daerah dipilih dalam satu paket melalui pemilihan langsung, maka pada tanggal 27 Juni 2005 untuk pertama kalinya diselenggarakan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Samosir yakni dengan terpilihnya Ir. Mangindar Simbolon dan Ober Sihol Parulian Sagala, SE sebagai Bupati dan Wakil Bupati Samosir dengan masa jabatan 2005-2010. Kemudian berdasarkan hasil Pemilihan Umum Legislatif tanggal 9 April 2009 terpilih 25 orang anggota DPRD Kabupaten Samosir Periode 2009-2014 dengan unsur pimpinan terdiri dari, Ketua; Tongam Sitinjak, ST, Wakil Ketua; Jonny Sihotang dam Drs. Lundak Sagala.
Bupati Samosir dan DPRD Kabupaten Samosir ditetapkan bahwa peringatan Hari Jadi Kabupaten Samosir tetap dilakukan pada tanggal 7 Januari setiap tahun melalui sidang Paripurna Istimewa DPRD. Perayaan Hari Jadi Kabupaten Samosir dilakukan pada bulan February setiap tahun dan perayaan ditetapkan pada tanggal 27 February setiap tahun yang ditetapkan melalui Peraturan Bupati Samosir No. 29 tahun 2010 tentang Peringatan dan Perayaan Hari Jadi Kabupaten Samosir.
Kemudian dalam rangka memperpendek rentang kendali birokrasi serta mendekatkan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan, maka Pemerintah Kabupaten Samosir pada awal Agustus 2011 telah meresmikan 17 desa baru pada 6 kecamatan di Kabupaten Samosir, yakni 2 desa di Kecamatan Harian, 2 desa di Kecamatan Sitio-tio, 6 desa di Kecamatan Simanindo, 3 desa di Kecamatan Nainggolan, 1 desa di Kecamatan Sianjur Mula-mula dan 4 desa di Kecamatan Palipi. Dengan demikian, secara administratif Kabupaten Samosir telah memiliki 128 desa dan 6 kelurahan pada 9 kecamatan.
dengan unsur pimpinan terdiri dari Ketua: Rismawati Simarmata, Dipl. Hotlier, Wakil Ketua: Drs.Jonner Simbolon dan Nurmerita Sitorus, S.Sos.
Dengan berakhirnya masa jabatan Ir.Mangindar Simbolon, MM dan Drs.Rapidin Simbolon, MM sebagai Bupati dan Wakil Bupati Samosir, Menteri Dalam Negeri RI mengangkat Anthony Siahaan, SE, ATD, MT sebagai pejabat (Pj) Bupati Samosir yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.131.12-5261 tanggal 23 September 2015 dan dilantik pada tanggal 16 Oktober 2915 oleh Pelaksana Tugas Gubernur Sumatera Utara atas nama Menteri Dalam Negeri RI, dengan tugas:
1. Menyelenggarakan pemerintahan di Kabupaten Samosir.
2. Memfasilitasi penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Samosir yang defenitif.
3. Menjaga netralitas PNS.
3.1.2 Kondisi Geografis Wilayah
a. Batas Administrasi Daerah
Secara administrasi Kabupaten Samosir memiliki batas – batas, sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun.
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan.
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak
Barat.
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir.
b. Luas Wilayah
Luas wilayah Kabupaten Samosir Berdasarkan Kecamatan tahun 2015.
Tabel 3.1 Luas wilayah Kabupaten Samosir berdasarkan Kecamatan tahun 2015 No. Kecamatan Jumlah Desa Jumlah
Kelurahan
Luas Wilayah (km2)
% wilayah
1. Sianjur Mula-mula
12 - 140,20 9,71
2. Harian 13 - 560,45 38,81
3. Sitio-tio 8 - 50,76 3,51
4. Onan Runggu 12 - 60,89 4,22
5. Nainggolan 13 2 87,86 6,08
6. Palipi 17 - 129,55 8,97
7. Ronggur Nihuta 8 - 94.87 6,57
8. Pangururan 25 3 121,43 8,41
9. Simanindo 20 1 198,20 13,72
Jumlah 128 6 1.444,25 100
Sumber: Dinas Tataruang dan Permukiman Kabupaten Samosir 2016
c. Letak dan Kondisi Geografis
d. Topografi
Kabupaten Samosir berada di ketinggian 904-2.157 m di atas permukaan laut (dpl) dengan keadaan topografi dan kontur tanah yang beraneka ragam, yaitu datar (10%), landai (20%), miring (55%) dan terjal (15%).
3.2 Kependudukan
a. Kondisi Demografis
b. Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk Kabupaten Samosir Per Kecamatan. Tabel 3.2 Jumlah penduduk kabupaten samosir per kecamatan
No Kecamatan Jumlah Penduduk
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
1 Sianjur Mula – mula
4.759 4.659 9.448
2 Harian 3.999 4.115 8.114
3 Sitio – tio 3.657 3.684 7.341
4 Onan Runggu 5.263 5.424 10.687
5 Nainggolan 6.030 6.231 12.261
6 Palipi 8.242 8.406 16.648
7 Ronggur Ni Huta 4.262 4.370 8.632
8 Pangururan 15.191 15.277 30.468
9 Simanindo 10.003 10.187 20.190
Kabupaten Samosir
61.406 62.383 123.789
Tahun 2014 61.080 61.985 123.065
Tahun 2013 60.810 61.639 122.449
Tahun 2012 60.373 61.240 121.613
c. Agama
Berikut agama yang dianut masyarakat Kabupaten Samosir per Kecamatan. Tabel 3.3 Agama yang dianut masyarakat Kabupaten Samosir per Kecamatan
No. Kecamatan Agama
Kristen Katolik Islam Lainnya Jumlah 1. Sianjur Mulamula 7.988 4.459 34 51 12.532
2. Harian 4.746 2.056 672 0 7.474
3. Sitiotio 6.786 3.333 31 0 10.150
4. Onanrunggu 8.970 6.505 150 36 15.661
5. Nainggolan 16.789 3.074 13 300 20.176
6. Palipi 3.798 8.892 122 165 12.977
7. Ronggurnihuta 5.446 7.060 5 0 12.511
8. Pangururan 15.683 18.131 363 0 34.147
9. Simanindo 15.283 9.103 134 39 24.559
d. Pendidikan
Persentase Penduduk Kabupaten Samosir Berusia 10 tahun ke atas menurut Partisipasi Sekolah dan Jenis Kelamin, 2013-2015
Tabel 3.4 Persentase pendidikan masyarakat kabupaten samosir No. Partisipasi Sekolah Laki-laki Perempuan Lk+Pr
Sumber: BPS Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2013-2015
3.3 Visi dan Misi Kabupaten Samosir
3.3.1 Visi
pengalokasian sumber daya yang ada. Visi merupakan arah pembangunan atau kondisi masa depan daerah yang ingin dicapai dalam 5 tahun mendatang. Visi juga harus menjawab permasalahan pembangunan daerah dan atau isu strategis yang harus diselesaikan dalam jangka menengah serta sejalan dengan visi dan arah pembangunan jangka panjang daerah. Dengan mempertimbangkan kondisi daerah, permasalahan pembangunan, tantangan yang dihadapi, serta isu-isu strategis, maka visi Kabupaten Samosir tahun 2016-2021 dapat dirumuskan, yaitu:
“Terwujudnya Masyarakat Samosir yang Sejahtera, Mandiri, dan Berdaya Saing Berbasis Pariwisata dan Pertanian”
3.3.2 Misi
Misi disusun dalam rangka mengimplementasikan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mewujudkan visi. Rumusan visi merupakan penggambaran visi yang ingin dicapai dan menguraikan upaya-upaya yang harus dilakukan. Rumusan misi disusun untuk memberikan kerangka bagi tujuan dan sasaran serta arah kebijakan yang ingin dicapai dan menentukan langkah yang harus ditempuh untuk mencapai visi. Rumusan misi disusun dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan strategis, baik internal maupun eksternal (kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan) yang dihadapi. Misi disusun untuk memperjelas langkah yang harus dilakukan dalam rangka mencapai visi.
Misi pembangunan Kabupaten Samosir 5 tahun kedepan adalah:
2. Peningkatan kualitas SDM agar lebih menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu berkompetisi dan profesional.
3. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka membentuk manusia yang mandiri, berdisiplin, kreatif dan produktif serta berbudi luhur.
4. Pengembangan pariwisata lingkungan dan budaya serta pemberdayaan masyarakat sebagai pelaku utama bisnis pariwisata.
5. Pengembangan sektor pertanian melalui diversifikasi dan intensifikasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
6. Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana publik yang mendukung industri pariwisata, kelancaran perekonomian dan memperlancar pelayanan publik.
7. Memantapkan kondusifitas daerah dengan mendorong pelaksanaan demokrasi dan penegakan hukum.
8. Memperluas jaringan kerjasama dalam pembangunan dengan prinsip saling menguntungkan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
3.4 Potensi Daerah
3.4.1 Pariwisata
lumban manic, wisata budaya meliputi komunitas tenun ulos batak huta raja lumban suhisuhi, open stage pasar pangururan, dan objek wisata boru sinaetang.
2. Kecamatan Simanindo terdiri dari objek wisata: wisata sejarah meliputi Makam tua raja sidabutar, museum tomok, tuk-tuk siasu, pertunjukan sigale-gale, open stage tuktuk siadong, wisata air meliputi areal lomba paralayang siulak hosa, wisata budaya meliputi museum huta bolon, museum gok asi simanindo, perumahan batak, dan situs pagar batu, wisata alam meliputi kawasan tuktuk siadong, pulo malau, kawasan arboretum aek natonang, sipokki, tanjungan, raut bosi, batu kursi persidangan huta siallagan, bukit beta kite internasional, batu marhosa, dan gedung kesenian tuktuk siadong, wisata gua meliputi gua lontung, gua alam sangkai.
3. Kecamatan Sianjur mulamula terdiri dari wisata sejarah meliputi gunung pusuk buhit, wisata budaya air meliputi pemandian aek sipitu dai, aek siboru pareme, pulau tulas, air terjun hadabuon dan aek boras, wisata budaya meliputi perkampungan asli huta siraja batak, perkampungan sigulatti, rumah persaktian guru tatea bulan, batu sawan, batu nagger, batu parhusipan, batu pargasipan, wisata alam meliputi air terjun hadabuon nasogo, batu hubon, batu holbung.
4. Kecamatan Ronggur Ni Huta terdiri dari wisata gua yaitu gua sidam-dam, wisata alam meliputi batu simalitting, batu hitam, wisata air meliputi aek liang, jea ni tan, aek sipale onggang, dan kawasan wisata tirta pea purogan.
hutan limbong, wisata budaya meliputi rumah adat sagala dan rumah adat. Untuk wisata gua meliputi gua parmonangan.
6. Kecamatan Sitio-tio terdiri dari wisata sejarah meliputi patung raja silontung, wisata gua meliputi gua datu parngongo, dan wisata air meliputi mual datu parngongo dan permandian boru saroding di sabulan.
7. Kecamatan Palipi terdiri dari wisata rohani meliputi goa bunda maria, wisata alam meliputi batu rantai, wisata sejarah meliputi piso somalim dan martua limang, wisata air meliputi pemandian air panas simbolon.
8. Kecamatan Nainggolan terdiri dari wisata sejarah meliputi hotel golhat, sidabasa dan penanggangan, wisata alam meliputi polhang, boru simenak-menak, dan rumah persaktian, wisata air meliputi pantai pasir putih dan batu guru.
9. Kecamatan Onan Runggu terdiri dari wisata sejarah meliputi tambun surlau, wisata budaya meliputi mual siraja sonang, wisata air meliputi pantai pasir putih sukkean, dan wisata alam meliputi pohon besar sukkean dan kawasan wisata remaja lagundi sitamiang.
3.4.2 Pertanian
lading, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu, abu jalar, sedangkan untuk holtikultura yang terdiri dari kentang, kubis, bawang merah, daun bawang, cabe dan tomat.
3.4.3 Perikanan
Samosir memiliki perikanan danau dan perikanan tangkap dan darat dikaitkan dengan pengembangan teknopark dan BBI Samosir. Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Samosir mengalami penurunan dengan data tahun 2014 sebesar 8.787 ton dan pada tahun 2015 sebesar 5.153 ton. Produksi perikanan budidaya mengalami kenaikan dengan data tahun 2014 sebesar 29.943 ton dan tahun 2015 sebesar 31,799 ton. Sedangkan ekspor hasil perikanan pada tahun 2015 sebesar 25.246 ton.
3.4.4 Kebudayaan
Tabel 3.5 Data grup kesenian dan gedung kesenian di Kabupaten Samosir
Sumber: Dinas Sosial Tenaga Kerja, Pemuda dan Olahraga, Kabupaten Samosir 2016
3.4.5 Kehutanan
Tabel 3.6 Data Luas hutan di Kabupaten Samosir No. Kecamatan Luas total hutan
dan lahan kritis
Luas lahan kritis yang direhabilitasi
Luas lahan kritis yang direhabilitasi
1. Pangururan 3.887,40 - 412
2. Simanindo 2.488,79 850 350,5
3. Ronggur nihuta 2.892,03 304 417
4. Palipi 2.414,09 125 338
5. Nainggolan 2.139,04 - 518,5
6. Onan runggu 1.604,06 - 214
7. Sitio-tio 1.065,78 175 297
8. Sianjur mula-mula 7.952,40 357 121
9. Harian 19.812,20 1.900 429
Jumlah 44.255,79 3.661 3.097
Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Samosir 2016
3.4.6 Perkebunan
Tanaman perkebunan yang dominan di Kabupaten Samosir yaitu kopi, kemiri, coklat, aren, kelapa, cengkeh serta vanili.
3.4.7 Peternakan
3.5 Gambaran Umum Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Daerah Kabupaten Samosir
Gambar 3.1 Kantor Disdukcapil Kabupaten Samosir
Sumber: Naomi, Januari 2017
Nama Instansi : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir
Alamat : Kompleks Perkantoran Parbaba, Desa Siopat Sosor, Pangururan
untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
3.5.1 Tujuan
Tujuan merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan misi dan tujuan sebagai hasil akhir yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Tujuan ditetapkan dengan mengacu kepada pernyataan visi dan misi sehingga rumusannya harus dapat menunjukkan suatu kondisi yang ingin dicapai di masa mendatang. Untuk itu tujuan disusun guna memperjelas pencapaian sasaran yang ingin diraih dari masing-masing misi. Dalam rangka mencapai misi yang telah ditetapkan, disusun tujuan sebagai berikut :
3.5.2 Sasaran
Sasaran merupakan bagian yang integral dalam proses perencanaan strategis organisasi, sehingga harus disusun secara konsisten dengan perumusan visi, misi dan tujuan organisasi. Fokus utama penentuan sasaran adalah tindakan dan alokasi sumber daya organisasi dalam kaitannya dengan pencapaian kinerja yang diinginkan. Sasaran merupakan hasil yang akan dicapai dalam rumusan yang spesifik, terukur, dalam kurun waktu tertentu secara berkesinambungan sejalan dengan tujuan yang ditetapkan.
3.5.3 Landasan Hukum Disdukcapil Kabupaten Samosir
1) Undang Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas kolusi, korupsi dan nepotisme (Lembaran Negara RI Tahun 1999 No. 75 Tambahan Lembaran Negara RI No. 3851);
2) Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2003 No. 47, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4286);
3) Undang Undang No. 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara RI Tahun 2003 No. 151, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4346);
4) Undang Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 5, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4355);
5) Undang Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 66, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4400);
6) Undang Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 104, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4421);
Daerah menjadi Undang Undang (Lembaran Negara RI Tahun 2008 No. 59, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4844);
8) Undang Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 126, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4438);
9) Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
10) Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2001 tentang Pelaporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2001 No. 100, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4124);
11) Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RI Tahun 2007 No. 82, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4737);
12) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2008 No. 21 Tambahan Lembaran Negara No. 4817);
13) Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 7 Tahun 1999 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
15) Peraturan Menteri PAN Nomor: PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah;
16) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
17) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 No. 517);
18) Peraturan Bupati Samosir No. 22 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Samosir.
3.5.4 Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir dalam melaksanakan pelayanan administrasi kependudukan terhadap masyarakat membuat suatu uraian tugas dan fungsi. Maksud dibuatnya suatu tugas dan fungsi agar pelayanan yang diberikan bisa memenuhi sasaran pelayanan yang memuaskan bagi masyarakat dan menghasilkan hasil kinerja yang terarah dan berhasil guna. Tugas pokok Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Samosir adalah penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang Administrasi Kependudukan.
1. Pengumpulan, pengelolaan dan pengendalian data yang berbentuk database serta analisis data untuk penyusunan program kegiatan;
2. Perencanaan strategis pada bidang kependudukan dan pencatatan sipil;
3. Perumusan kebijakan teknis bidang kependudukan dan pencatatan sipil;
4. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan urusan umum bidang kependudukan dan pencatatan sipil;
5. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang kependudukan dan catatan sipil;
6. Pelaksanaan, pengawasan, pengendalian serta evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan bidang kependudukan dan catatan sipil;
7. Pelaksanaan standart pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan pada bidang kependudukan dan catatan sipil;
8. Pelayanan pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi kependudukan dan penyerasian perkembangan penduduk;
9. Pengkoordinasian integrasi dan sinkronisasi kegiatan bidang administrasi kependudukan dan penyerasian perkembangan penduduk dilingkungan pemerintah daerah;
10. Pembinaan kepada penduduk tentang kependudukan dan pencatatan Sipil;
12. Koordinasi dengan instansi terkait dalam hal kebijakan kependudukan, tertib administrasi kependudukan dan analis dampak kependudukan;
13. Pelaksanaan Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK);
14. Pembangunan dan pengembangan jaringan komunikasi data kependudukan;
15. Perlindungan data pribadi penduduk dalam proses dan hasil pendaftaran penduduk serta pencatatan sipil pada database kependudukan;
16. Pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia pengelola pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan dan penyesuaian perkembangan kependudukan;
17. Pengawasan dan pengendalian atas penyelenggaraan pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi admministrasi kependudukan dan penyesuaian perkembangan penduduk.
3.5.5 Visi dan Misi
Visi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Samosir adalah :
Visi dijabarkan lebih lanjut ke dalam misi yang akan menjadi tanggung jawab Visi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Samosir. Dengan pernyataan misi diharapkan seluruh anggota organisasi dan pihak yang
berkepentingan dapat mengetahui dan mengenal keberadaan serta peran instansi pemerintah dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan. Oleh karena itu Misi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Samosir dirumuskan sebagai berikut :
Misi Meningkatkan Pelayanan Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil sebagai institusi pelayanan administrasi kependudukan. Pelayanan Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Samosir berperan sebagai pelaksana fungsi pemerintahan dalam bidang administrasi kependudukan yaitu mampu menghasilkan produk pelayanan yang cepat, tepat dan akurat. Kuantitas SDM yang berkualitas menjadi kunci keberhasilan proses pelayanan administrasi kependudukan. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia merupakan peningkatan kapasitas individu dalam mengemban beban tugas masing-masing dalam organisasi.
3.5.6 Ruang Lingkup Disdukcapil
a. Pelayanan Pendaftaran Penduduk, yang meliputi penerbitan: 1. Kartu Keluarga (KK);
2. Kartu Tanda Pendudu Elektronik (KTP-L); 3. Surat Keterangan Tinggal Sementara (SKTS); 4. Surat Keterangan Tinggal Tetap (SKTT);
5. Surat Keterangan Pindah WNI;
6. Surat Keterangan Tinggal Tetap WNA; 7. Surat Keterangan Tinggal Terbatas WNA; 8. Surat Keterangan Pindah Luar Negeri (SKPLN); 9. Keterangan Pindah Luar Negeri (KPLN);
10. Surat Keterangan Datang Luar Negeri (SKDLN). b. Pelayanan Pencatatan Sipil, yang meliputi penerbitan:
1. Akta Kelahiran; 2. Akta Kematian; 3. Akta Perkawinan; 4. Akta Perceraian;
5. Akta Pengangkatan Anak; 6. Akta Perubahan Nama. 7. Akta Pengakuan Anak 8. Akta Pengesahan Anak
c. Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan Pemanfaatan Data yang meliputi:
1. System informasi administrasi kependudukan;
3.5.7 Struktur Organisasi
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Samosir Nomor 22 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata kerja Dinas-dinas Kabupaten Samosir, terdiri dari:
a. Pimpinan yaitu: Kepala Dinas b. Sekretaris:
1. Sub bagian Umum, Keuangan dan Kepegawaian; 2. Sub bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan. c. Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk, terdiri dari :
1. Seksi Identitas Penduduk; 2. Seksi Pindah Datang; 3. Seksi Pendataan Penduduk.
d. Bidang Pelayanan Pencatatan Sipil, terdiri dari : 1. Seksi Pencatatan Kelahiran;
2. Seksi Pencatatan Perkawinan dan Perceraian;
3. Seksi Perubahan Status Anak, Pewarganegaraan, dan Kematian. e. Bidang Informasi Kependudukan, terdiri dari:
1. Seksi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan;
2. Seksi Pengolahan dan Penyajian Data Admnistrasi Kependudukan. 3. Seksi Kerjasama dan Inovasi Pelayanan.
3.5.8 Daftar Nama Pegawai Disdukcapil
Tabel 3.7 Daftar Nama Pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir
3. Sonny F.U Panjaitan, SE NIP: 198212062005022002
SMA III/C Kabid Pelayanan Pencatatan Sipil
Pr 5. Togarma Naibaho, S.Kom
NIP: 198305292006041002
S1 III/C Kabid Pengelolaan Informasi Adm. Kependudukan dan
Pemanfaatan Data
Lk
6. Juliarti E. Situmorang, S.Sos NIP: 197807082002122004
S1
III/C Kasi Identitas Penduduk Pr 7. Seldawati A. Situmorang, SH
NIP: 197308082005022001
S1 III/C Kasi Pindah Datang Pr 8. Lince Tiar U. Limbong, S.Pd
NIP: 198104222009042004
S1 III/B Kasubbag Umum, Keuangan, dan
Kepegawaian
Pr
9. Audio Jefrianto Sinaga, S.Sos NIP: 198608092011011008
12. Juntri Diana Ginting, SE NIP: 197806032009042003
S1 III/A Staf Pr
NIP: 198210072014082004
20. Herlina Aprianti Sibuea SMA - THL Pr
21. Muarawaty J.M Simarmata D3 - THL Pr
22. Lasmaria Gultom D1 - THL Pr
23. Singal Gurning SMA - THL Lk
24. Dorlina Sinaga SMA - THL Pr
25. Hali Asef Syaful SMA - THL Lk
26. Nany Yosefa Ana Simbolon S1 - THL Pr
27. Lerdin Arianto Sitanggang S1 - THL Lk
28. Servis Pardede SMA - THL Lk
29. Richard Fernando Nababan SMA - THL Lk
30. Novalia Pardede D3 - THL Pr
31. Lundu Simangunsong SMA - THL Lk
32. Henrapot Hutabalian SMA - THL Lk
33. Tito Malau SMA - THL Lk
34. Rameuli Sihaloho SMK - THL Pr
3.5.9 Bagan Organisasi Dinas
BAB IV
PENYAJIAN DATA
Setelah melakukan penelitian dan pengumpulan data di lapangan melalui wawancara, dan observasi atau pengamatan secara langsung, maka diperoleh data informan dalam kaitannya dengan Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir.
Penyajian data berisikan karakteristik informan dan data dari variabel penelitian mengenai Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el di inas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir.
4.1 Karakteristik Informan
Penyajian karakteristik informan bertujuan untuk mengenal ciri-ciri khusus yang dimiliki sehingga memudahkan peneliti untuk mengadakan analisis. Informan dalam penelitian ini terdiri dari tiga kategori yaitu pegawai Disdukcapil, masyarakat yang sudah menggunakan KTP-el, dan masyarakat yang belum menggunakan KTP-el. Berikut dikemukakan masing-masing jumlah informan penelitian:
Tabel 4.1 Informan Penelitian
No. Informan Jumlah (Orang)
1. Pegawai Disdukcapil 4
2. Masyarakat yang sudah menggunakan KTP-el 7 3. Masyarakat yang belum menggunakan KTP-el 3
Jumlah 14
(Sumber: Hasil Wawancara, Januari 2017)
sudah menggunakan KTP-el yakni sebanyak 7 orang. Dan informan yang terakhir merupakan masyarakat yang belum menggunakan KTP-el sebanyak 3 orang. Sehingga total keseluruhan informan dalam penelitian ini adalah 14 orang.
4.2 Identitas Informan
4.2.1 Identitas Informan Berdasarkan Jenis Kelamin
Dalam penelitian di lapangan maka didapati jumlah informan berdasarkan jenis kelaminnya, seperti tertera pada tabel:
Tabel 4.2 Distribusi Informan Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
1. Laki-laki 6 42,85%
2. Perempuan 8 57,15%
Jumlah 14 100%
(Sumber: Hasil Wawancara, Januari 2017)
4.2.2 Identitas Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diklasifikasikan identitas informan berdasarkan pendidikan terakhir, seperti tercantum pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3 Distribusi Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Pendidikan Frekuensi (orang) Persentase (%)
1. SD 0 0%
2. SLTP 0 0%
3. SLTA 5 35,72%
4. Diploma 2 14,28%
5. Sarjana 7 50%
Jumlah 14 100%
(Sumber: Hasil Wawancara, Januari 2017)
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa keseluruhan informan adalah berjumlah 14 orang, informan yang tamat SLTA berjumlah 5 orang (35,72%), informan yang tamat Diploma berjumlah 2 orang (14,28%), dan informan yang tamat Sarjana berjumlah 7 orang (50%).
4.2.3 Identitas Informan Berdasarkan Usia
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat diklasifikasikan identitas informan berdasarkan usia, seperti tercantum pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.4 Distribusi Informan Berdasarkan Usia
No. Usia (tahun) Frekuensi (orang) Persentase (%)
1. 10-19 0 0%
2. 20-30 4 28.57%
3. 31-40 6 42,86%
4. 41-50 4 28,57%
Berdasarkan tabel di atas dari keseluruhan informan berjumlah 14 orang, informan yang berusia 20-30 berjumlah 4 orang (28,57%), informan yang berusia 31-40 berjumlah 6 orang (42,86%), dan informan yang berusia 41-50 berjumlah 4 orang (28,57%).
4.2.4 Identitas Informan Berdasarkan Mata Pencaharian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat diklasifikasikan identitas informan berdasarkan mata pencaharian, seperti tercantum pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.5 Distribusi Informan Berdasarkan Mata Pencaharian
No. Mata Pencaharian Frekuensi (orang) Persentase (%)
1. Pedagang 2 14,28%
2. Wiraswasta 2 14,28%
3. PNS 6 42,86%
4. Pegawai Honor 2 14,28%
5. Karyawan Swasta 2 14,28%
Jumlah 14 100%
(Sumber: Hasil Wawancara, Januari 2017)
Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa keseluruhan informan berjumlah 14 orang, informan yang bermatapencaharian sebagai pedagang berjumlah 2 orang (14,28%), informan yang bermatapencaharian sebagai wiraswasta berjumlah 2 orang (14,28%), informan yang bermatapencaharian sebagai PNS berjumlah 6 orang (42,86%), informan yang bermatapencaharian sebagai pegawai honor berjumlah 2 orang (14,28%), dan informan yang bermatapencaharian sebagai karyawan swasta berjumlah 2 orang (14,28%).
4.3 Hasil Wawancara
1 orang dan informan utama sebanyak 3 orang. Orang yang ditetapkan sebagai informan kunci dalam penelitian ini adalah orang yang dianggap dapat menjawab segala sesuatu yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu yang berhubungan dengan proses implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el. Yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini yaitu Kepala Dinas Kepedudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir, informan utama yaitu Sub. Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan, dan Operator KTP-el. Sedangkan yang menjadi informan tambahan dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Samosir.
Tipe wawancara yang dipilih oleh penulis yaitu tipe wawancara berstruktur, di mana sebelum memulai wawancara terlebih dahulu penulis menyusun daftar pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan-pertanyaan yang disusun jelas berhubungan dengan proses implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el tersebut.
Dalam wawancara ini penulis hanya memilih beberapa orang informan kunci, utama dan informan tambahan yang akan diberikan pertanyaan sesuai dengan bidang dan kedudukan mereka masing-masing sehingga seluruh permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dapat terjawab.
Dilihat dari indikator implementasi kebijakan, antara lain: 1. Standart dan Sasaran Kebijakan
para implementor kebijakan tidak mengetahui dengan jelas tujuan dan sasaran dari dilaksanakannya kebijakan tersebut. Dengan demikian standart dan tujuan kebijakan memiliki hubungan yang erat dengan disposisi para impelementor. Sasaran dan tujuan yang jelas dan terarah sangatlah penting dalam mencapai keberhasilan kebijakan yang ingin dilaksanakan. Adapun ringkasan pertanyaan yang peneliti ajukan kepada beberapa informan antara lain:
Pertama mengenai tujuan dan sasaran Program KTP-el seperti yang disampaikan oleh Bapak Lemen Manurung, S.Pd selaku Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir:
“KTP-el ini merupakan satu-satunya kartu identitas yang menyatakan seseorang
sebagai penduduk yang sah dan berdomisili di satu tempat. Hanya di KTP-el ada
biodata dan biometric yang lengkap dan terekam secara nasional. Untuk sasaran yang
berhak menerima pelayanan KTP-el ini adalah Penduduk Warga Negara Indonesia
dan Warga Negara Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap (ITAP) yang sudah
berusia 17 tahun sudah kawin atau pernah kawin.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Pernyataan diperkuat oleh Bapak Ricardo Simbolon S.Mn selaku Bagian Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan:
“Yang saya ketahui program KTP-el ini adalah suatu kebijakan yang dibuat oleh
nasional bukan daerah. Ya meskipun daerah sudah menggunakan kebijakan
tersebut akan tetapi untuk kebijakan nya sendiri itu semua berasal dari pusat,
daerah hanya melaksanakannya saja untuk masyarakat. Untuk tujuan dan sasaran
dari program ini yaitu sebagai identitas jati diri, berlaku nasional sehingga tidak perlu
lagi membuat KTP local untuk pengurusan izin, pembukaan rekening, melamar
Program KTP-el adalah program nasional yang dimana kebijakan nya bukan kebijakan daerah melainkan kebijakan nasional. Program KTP-el ini bertujuan untuk menyatakan identitas seseorang sebagai penduduk yang sah dan berdomisili. Dengan adanya KTP-el ini mencegah terjadinya KTP ganda dimana seperti diketahui beberapa masyarakat masih ada memiliki KTP ganda karena berdomisili di 2 tempat yang berbeda. Jadi dengan adanya KTP-el ini dapat mencegah terjadinya KTP ganda karena biodata dan biometric yang lengkap sudah terekam secara nasional. Sasaran penerima pelayanan KTP-el ini adalah penduduk warga Negara Indonesia dan warga Negara asing yang sudah memiliki izin tinggal tetap yang sudah berusia 17 tahun sudah kawin atau pernah kawin.
Berkaitan dengan sasaran dan tujuan program KTP-el, peneliti juga melakukan wawancara dengan masyarakat yang sudah menggunakan KTP-el di Kabupaten Samosir yang disampaikan oleh Ibu Agnes:
“Menurut saya sendiri KTP-el itu merupakan identitas yang sudah link secara
nasional yang dimiliki oleh seseorang atau tidak lebih dari 1 orang. Banyak
manfaat yang kami terima dari penggunaan KTP-el seperti semua data biometric
sudah terekam di database kependudukan. Sebagai contoh misalnya ada seseorang
mengalami kecelakaan tetapi tidak ditemukan KTP sebagai identitas dirinya,
maka dapat dilakukan sidik jari untuk mengetahui identitas dirinya. Yang kedua
manfaatnya adalah kemudahan dalam mengurus administrasi seperti SIM misalnya,
walaupun pada saat mengurus tidak sesuai dengan daerah asal, mempermudah
memperoleh pekerjaan, dan sebagai identitas penduduk. Untuk proses
pembuatannya KTP-el disini kurang lebih dari seminggu sudah selesai. Dek.”
(hasil wawancara Januari 2017)
dari 1 KTP karena berbeda tempat tinggal.
Pertanyaan selanjutnya yang diajukan peneliti berkaitan standart dan sasaran program KTP-el yaitu tentang ketepatan masyarakat sebagai sasaran penerima pelayanan KTP-el seperti yang dipaparkan oleh Kepala Disdukcapil Bapak Lemen Manurung yang mengatakan bahwa:
“Seharusnya pelaksanaan KTP-el ini dapat berjalan sesuai tujuaan awalnya. Akan tetapi seperti apa yang dipantau dan terjadi di lapangan tidak semua pelaksanaan
dari kebijakan ini terpenuhi secara keseluruhan, masih dalam proses
penyempurnaan. Kalau dipersentasikan masih sekitar 90% keberhasilan
pelaksanaannya. Kebijakan KTP-el adalah kebijakan nasional, bukan daerah dan
telah memenuhi standart nasional.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Hal yang berbeda juga disampaikan Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk, Ibu Sonny Panjaitan:
“Menurut saya sudah tepat sasaran, tapi memang masih ada yang belum
termaksimalkan, maksudnya masih ada masyarakat yang wajib KTP-el tetapi belum
melakukan perekaman karena sebagian masyarakat Kabupaten Samosir bekerja di
luar kota dan kami juga mengalami kesulitan untuk menghubunginya.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Pernyataan Ibu Sonny didukung oleh Bapak Vulkemri Sinaga selaku Operator KTP-el: “Sudah berjalan maksimal memang dek cuman masih ada ditemukan data penduduk
ganda sekitar 3% karena pada saat proses entri data kurang akurat.”
(hasil wawancara Januari 2017)
data ganda akan tetapi sudah melakukan konsolidasi data untuk memastikan NIK data single. Selain itu juga masih ditemukan masyarakat yang belum melakukan perekaman karena sebagian masyarakat yang berada diluar kota.
2. Sumber Daya
Sumber daya merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi suatu kebijakan. Implementasi perlu didukung oleh sumber daya manusia, sumber daya finansial dan sumber daya sarana prasarana. Manusia merupakan sumber daya terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Selain sumber daya manusia, sumber daya financial saran prasaranan, dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan. Van Metter dan Van Horn menegaskan bahwa sumber daya kebijakan tidak kalah pentingnya dengan komunikasi. Sumber daya kebijakan ini juga harus tersedia dalam rangka untuk memperlancar administrasi implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini terdiri dari atas dana atau intensif lain dalam implementasi kebijakan adalah merupakan sumbangan besar terhadap gagalnya implementasi suatu kebijakan.
a. Kuantitas dan Kualitas Pelaksana
Jumlah dan kualitas personil yang memadai sangat diperlukan untuk pelaksanaan sebuah kebijakan. Jumlah dan kualitas yang terbatas akan menghambat keberhasilan implementasi kebijakan tersebut. Kurangnya personil untuk melaksanakan suatu program, maka kebijakan atau program apapun tidak dapat berjalan dengan baik dan hanya akan tinggal sebagai dokumen tanpa ada realisasinya. Sehingga ketersediaan sumber daya yang cukup dan berkompeten dibidangnya menjadi kebutuhan penting dalam implementasi.
“Dalam jumlah sumber daya manusia kita tidak ada kendala, jumlah SDM yang
sekarang bisa dikatakan sudah cukup untuk pelaksanan kebijakan pelayanan
KTP-el ini. Setiap seksi/bagian sudah memiliki personil yang cukup.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Untuk pertanyaan selanjutnya penulis menanyakan kepada Bapak Lemen Manurung, S.Pd selaku Kepala Disdukcapil Kabupaten Samosir perihal apakah ada kendala yang dihadapi terkait ketersediaan SDM:
“Sumber Daya Manusia nya kalau dalam hal jumlah sudah cukup, baik SDM yang berhubungan langsung dengan masyarakat maupun yang tidak berhubungan
langsung dengan masyarakat. Namun yang menjadi masalah adalah masih
kurangnya sumber daya manusia yang dijadikan ADB (administrator database) yang
sebagai penanggung jawab yang berkaitan dengan web dan Operator KTP-el yang
sebagai perekam dan pencetak KTP-el karena dibutuhkan minimal 2 orang sebagai
ADB dan 3 orang sebagai operator KTP-el yang diwajibkan harus PNS.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Ditambahi oleh Ibu Sonny selaku Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk mengenai siapa aja SDM yang ikut berperan dalam melaksanakan pelayanan KTP-el ini:
“Banyak yang ikut berperan sebagai pelaksana dalam kebijakan pelayanan KTP-el
ini yaitu front office (bagian pendaftaran), verifikator, operator SIAK,
administrator kependudukan, kepala seksi sistem informasi administrasi
kependudukan, kepala bidang pelayanan pengelolaan informasi administrasi
kependudukan dan pemanfaatan data dan kepala dinas kependudukan dan
pencatatan sipil kabupaten samosir.”
terdapat kendala dalam sumber daya manusia dimana masih kurangnya SDM yang dijadikan ADB (administrator database) dan Operator KTP-el yang masing-masing berjumlah 2 orang untuk ADB dan 3 orang untuk Operator KTP-el.
Ketersediaan sumber daya manusia dalam hal kuantitas tidaklah cukup dalam mencapai keberhasilan implementasi suatu kebijakan tanpa diimbangi dengan kualitas sumber daya manusianya juga. Selain kuantitas, kualitas sumber daya manusia juga menjadi hal yang penting. Dibutuhkan orang-orang yang berkompeten dan ahli dalam bidangnya sehingga kebijakan dapat tepat sasaran dan tujuan.
Dalam kebijakan pelayanan KTP-el, penulis juga menanyakan kepada Bapak Lemen Manurung selaku Kepala Disdukcapil mengenai bagaimana sebenarnya kualitas sumber daya manusia yang menunjang keberhasilan program KTP-el:
“Para implementor yang berperan dalam pelaksanaan kebijakan pelayanan KTP-el
merupakan orang yang sudah berkompeten dan ahli dalam bidangnya. Implementor
yang sangat ikut berperan dalam kebijakan pelayanan KTP-el ini adalah ADB
(administrator database) dan Operator KTP-el. Mereka mendapatkan pelatihan
khusus dalam penerapan KTP-el di Jakarta. Pelatihan dilakukan setiap tahun oleh
Kemendagri, ADB mendapatkan pelatihan 3 kali setahun, sedangkan Operator
KTP-el mendapat pelatihan 2 kali setahun.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Ditambahkan oleh masyarakat yaitu Ibu Hasnarita Damanik mengenai sumber daya manusia yang berperan dalam pelaksanaan kebijakan pelayanan KTP-el bahwa:
“Seiring dengan proses kebijakan pelayanan KTP-el yang berjalan dengan lancar
memang tidak dapat dipungkiri karena kemampuan para petugas yang memberikan
pelayanan KTP-el kepada kami sudah dapat dikatakan baik. Saya melihat mereka
(hasil wawancara Januari 2017)
Bapak Freddy juga sebagai masyarakat menambahkan sehubungan dengan implementor yang berperan dalam pelayanan KTP-el bahwa:
“Untuk para petugas yang melakukan pelayanan KTP-el disini kami melihat mereka sudah berkompeten dan memang layak di dalam melaksanakan tugasnya .”
(hasil wawancara Januari 2017)
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa kemampuan dan kompetensi para implementor yang terlibat dalam proses pembuatan KTP-el sudah tidak perlu lagi diragukan keahliannya karena mereka sudah mampu dan ahli dalam bidangnya.
b. Sumber Daya Kebijakan
Sumber daya kebijakan ini juga harus tersedia dalam rangka untuk memperlancar administrasi implementasi suatu kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif dan sarana prasarana dalam implementasi kebijakan adalah merupakan sumbangan besar terhadap gagalnya implementasi kebijakan.
Untuk mengetahui berapa sebenarnya dana dan kemana saja pembagian dana tersebut dibuat dalam program KTP-el ini, penulis melakukan wawancara kepada oleh Ibu Sonny Panjaitan, SE selaku Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk:
“Untuk dana yang dibutuhkan dalam Pelayanan KTP-el ini sendiri berjumlah 700
juta dimana pembagian dana tersebut saya paparkan yaitu:
1. Untuk pengadaan peralatan pendukung pencetakan KTP-el sebesar Rp.
107.000.000,00
2. Untuk sosialisasi kebijakan kependudukan melalui media sebesar Rp. 19. 075.
000,00
5. Untuk pelayanan keliling perekaman data biometric penduduk untuk KTP-el
pemula sebesar Rp. 70.750.000,00
6. Untuk pelayanan keliling pendaftaran penduduk di luar kantor sebesar Rp.
154.350.000,00
7. Untuk pelayanan keliling pencatatan sipil di luar kantor sebesar Rp. 44.875.000,00
8. Untuk pengadaan blanko, buku register dan formulir-formulir kependudukan
sebesar Rp. 184.300.000,00
(hasil wawancara Januari 2017)
Ditambahkan oleh Bapak Lemen Manurung S.Pd selaku Kepala Disdukcapil Kabupaten Samosir perihal dari mana dana tersebut didapat:
“Semua dana yang dialokasikan untuk pembuatan program KTP-el tersebut
bersumber dari dana APBN saja tidak ikut APBD karena seperti diketahu bahwa
kebijakan pelayanan KTP-el ini merupakan kebijakan nasional bukan daerah dan
semua peralatan serta blanko yang digunakan berasal dari nasional. Sedangkan dana
yang digunakan jika mncakup semua pelayanan seperti kartu keluarga, akta lahir,
KTP-el tidak hanya dari APBN saja tetapi juga APBD. Sejauh ini juga saya melihat
dana yang dianggarkan untuk pelayanan KTP-el ini sudah dijalankan sesuai dengan
fungsinya.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Selanjutnya penulis melakukan wawancara kepada Bapak Ricardo Simbolon, S.Mn sebagai Sub. Perencanaan, Evluasi dan Pelaporan untuk menanyakan sumber daya kebijakan dalam hal sarana prasarana:
“Ada banyak sarana dan prasarana yang digunakan untuk mengimplementasikan
memadai 1 unit, kendaraan operasional baik roda 2 ada 6 unit maupun roda 4 ada
1 unit, meja/kursi kerja 35set, meja komputer 15 buah, server 3 buah,
computer/laptop 18/3 unit, Printer KTP-el 20 unit, iris scanner 1 buah, UPS 16
buah, lemari/filling cabinet 15/8 buah, mesin TIK 5 unit, faximili 1 unit, meja/kursi
tamu 1 set, kursi plastic 40 buah, infokus/proyektor 1/1 buah, camera 5 buah,
genset 1 buah, AC 2 buah, TV 1 paket, finger print, jaringan TELKOM, dan
signature pad.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Menambahi yang disampaikan Bapak Rikardo tadi mengenai sarana dan prasarana yang digunakan dalam implementasi KTP-el. Bapak Vulkemri selaku operator KTP-el mengatakan:
“Sarana dan prasarana yang digunakan di kantor Disdukcapil ini sudah cukup
memadai untuk mengimplementasikan kebijakan yang dibuat, Gedung kantornya
lumayan besar dan layak untuk digunakan, begitu juga dengan lingkungan sekitar
kantor yang begitu asri karena berada di tepi danau toba.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai sarana dan prasarana yang dilakukan untuk pelayanan KTP-el apakah sudah memadai atau belum, penulis juga melakukan wawancara kepada Ibu Endang selaku masyarakat Kabupaten Samosir:
“Saya pernah ke Kantor Disdukcapil ketika mau mengurus KTP-el, disitu saya
sambil melihat bagaimana sebenarnya sarana dan prasarana disana, saya
melihat memang sudah memadai sarana dan prasarana yang digunakan. Sudah
lengkap semuanya dan masih berfungsi dengan layak tidak ada yang rusak.
Gambar 4.1 Seperangkat alat perekaman Gambar 4.2 Server
Gambar 4.3 Faximili Gambar 4.4 Mesin tik
Gambar 4.7 Ruang Antri Gambar 4.8 Ruang Validasi Berkas
Gambar 4.9 Ruang Antri Merekam Gambar 4.10 Ruang Perekaman Sumber: Naomi, Januari 2017
Selanjutnya penulis juga melakukan wawancara kepada Ibu Hasnarita Damanik selaku masyarakat mengenai apakah ada atau tidak biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan KTP-el:
“Sejak diberlakukannya KTP-el disini tahun 2012 kami masyarakat sini tidak
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa sumber dana berasal dari APBN dan dana yang dikeluarkan di dalam proses pembuatan KTP-el sebesar 700 juta. Dana tersebut semua sudah dijalankan sesuai dengan fungsinya. Untuk sarana dan prasarana sudah sangat mendukung untuk proses pembuatan KTP-el. Untuk biaya yang dikeluarkan masyarakat dalam pembuatan KTP-el ini tidak ada dipungut biaya.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Struktur birokrasi yang jelas dalam implementasi kebijakan akan memberikan batasan-batasan tanggung jawab sesuai bagiannya masing-masing. Setiap bagian akan mengetahui tugasnya sesuai kedudukannya dalam suatu organisasi. Struktur birokrasi dalam pelaksanaan suatu kebijakan perlu untuk mempertegas alur pelaksanaan suatu program.
Selanjutnya penulis melakukan wawancara kepada Bapak Lemen Manurung selaku Kepala Disdukcapil Samosir terkait bagaimana struktur birokrasi yang ada di Disdukcapil Samosir:
“Struktur birokrasi di sini sudah sesuai dengan Peraturan Bupati No.22 tahun
2008, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir dipimpin oleh
seorang Kepala Kantor dengan susunan organisasi Sub bagian umum dan
perlengkapan, sub bagian keuangan dan kepegawaian, sub bagian perencanaan,
evaluasi dan pelaporan, seksi perkembangan dan analisa dampak penduduk, seksi
pelayanan dokumen kependudukan, seksi pendataan penduduk dan mutasi penduduk,
seksi pencatatan kelahiran dan kematian, seksi pencatatan, perkawinan, perceraian,
pengakuan dan pengesahan anak, seksi system dan teknologi informasi
kependudukan dan seksi pengolahan dan penyajian data kependudukan.”
(hasil wawancara Januari 2017)
setiap orang dalam bidangnya masing-masing diikat oleh norma atau nilai yang berlaku dilingkungan kerja.
Pelaksanaan suatu program membutuhkan suatu prosedur yang menjadi standart pelaksanaanya. Lalu penulis pun menanyakan kepada Ibu Sonny Panjaitan, SE selaku Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk apa sebenarnya yang menjadi pedoman Disdukcapil dalam melaksanakan program KTP-el ini:
“Standart dan prosedur pelayanan yang berlaku di lingkungan Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir sesuai dengan Peraturan
Presiden No.25 tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran
Penduduk dan Pencatatan Sipil.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Terkait pertanyaan yang diajukan kepada Ibu Sonny tadi, Bapak Vulkemri Sinaga, S.Kom sebagai Operator KTP-el menambahkan bahwa:
“Dalam pelaksanaan KTP-el ini kami melaksanakannya sesuai dengan standar
prosedur yang berlaku. Setiap pelayanan pendaftaran dan pencatatan sipil memiliki
standart pelayanan masing-masing yang sudah ditetapkan. Namun di dalam setiap
program pasti akan ada mengalami kendala.”
Gambar 4.11 Alur Pengurusan Dokumen Kependudukan Sumber: Naomi, Januari 2017
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan KTP-el dilihat dari segi karakteristik agen pelaksana nya sudah berjalan dengan maksimal sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Para implemetor sudah bekerja sesuai dengan struktur birokrasi dan norma-norma yang dibuat.
4. Komunikasi antar Organisasi Pelaksana
standart dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa yang menjadi standart dan tujuan harus konsisten dan seragam dari berbagai sumber informasi.
Jika tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap suatu standart dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standart dan tujuan kebijakan itu sulit untuk bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para pelaksana kebijakan dapat mengetahui apa yang harus dilakukannya. Dalam suatu organisasi public, pemerintah daerah misalnya, komunikasi sering merupakan proses tersulit dan kompleks. Proses pentransferan berita ke bawah di dalam organisasi atau dari suatu organisasi ke organisasi lain, dan ke komunikator lain sering mengalami gangguan baik yang disengaja maupun tidak. Jika sumber komunikasi berbeda memberikan interpretasi yang tidak sama terhadap suatu standart dan tujuan, atau sumber informasi sama memberikan interpretasi yang penuh dengan pertentangan, maka pada suatu saat pelaksana kebijakan akan menemukan suatu kejadian yang lebih sulit untuk melaksanakan suatu kebijakan yang secara intensif.
Proses penyampaian informasi antara pembuat kebijakan dengan pelaksanaan menyangkut keterkaitan antara keputusan yang telah dibuat dengan aturan mengenai pelaksanaannya, termasuk petunjuk teknis pelaksanaan, sehingga pelaksana tidak mengalami kesalahan dalam melaksanakan program yang bersangkutan.
Ketika diwawancarai oleh penulis tentang bagaimana komunikasi yang terjalin terkait implementasi kebijakan pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir, Ibu Sonny Panjaitan, SE selaku Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk mengatakan bahwa:
“Proses penyampaian implementasi kebijakan pelayanan KTP-el di Disdukcapil
dalam mengurus KTP-el harus membawa fotocopy kartu keluarga, ijazah dan akta
lahir. Sedangkan komunikasi eksternal nya adalah kerjasama yang dilakukan
pegawai dinas dengan masyarakat untuk memperkenalkan program KTP-el,
contohnya melalui brosur dan surat edaran.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Terkait komunikasi yang dilakukan di Disdukcapil Kabupaten Samosir ditambahkan oleh Bapak Vulkemri Sinaga, S.Kom selaku Operator KTP-el yang mengatakan bahwa:
“Kami selalu berusaha untuk tetap berkoordinasi antara satu bidang dengan
bidang lain. Karena untuk melaksanakan program KTP-el ini harus tetap melibatkan
hampir semua bagian dalam dinas ini. Kerjasama tersebut dilakukan sesuai dengan
SOP. Disdukcapil Kabupaten Samosir terbagi 3 bidang yaitu Pelayanan Pencatatan
Sipil, Pelayanan Pendaftaran Penduduk, dan Pengelolaan Informasi Aministrasi
Kependudukan dan Pemanfaatan Data. Ketiga bidang ini tidak bisa dipisahkan dan
terintegrasi secara system.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang terjalin diantara Kadis dan seluruh staff pegawai sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan SOP yang berlaku.
Hal yang tak kalah penting juga dalam pelayanan KTP-el ini adalah bagaimana koordinasi atau kerjasama yang dijalin pihak didalam Disdukcapil dengan pihak di luar disdukcapil, apakah saling mendukung atau tidak, disampaikan oleh Bapak Vulkemri Sinaga, S.Kom sebagai Operator KTP-el mengatakan bahwa:
“Komunikasi yang kami jalin sejauh ini sudah dapat dikatakan baik. Komunikasi
tersebut kami jalin dengan surat menyurat. Sebagai contoh kami menjalin komunikasi
2 belah pihak atau lebih. Karena seperti yang diketahui syarat yang digunakan untuk
dapat mengikuti BPJS disediakan oleh Capil. Diluar dari SDM yang berada di dalam
dinas, kami juga melibatkan pihak luar dalam kebijakan ini. Kami menggunakan 2
orang pegawai per Kecamatan sebagai operator dan 1 orang dari dalam Dinas
sebagai coordinator.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa koordinasi atau kerjasama yang terjalin antara pihak dalam Disdukcapil dengan pihak luar Disdukcapil sudah dapat dikatakan berjalan dengan maksimal.
Selain komunikasi dan koordinasi, penyampaian informasi atau sosialisasi kepada masyarakat sebagai target dari kebijakan juga merupakan hal yang tidak kalah pentingnya. Hal ini dimaksudkan agar penerima manfaat kebijakan mengerti sasaran dan manfaat dari kebijakan yang dilaksanakan.
Penulis juga melakukan wawancara kepada Kepala Disdukcapil Bapak Lemen Manurung, S.Pd mengenai bagaimana proses penyampaian informasi terkait KTP-el kepada masyarakat bahwa:
“Dinas tidak melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat tetapi melalui surat
menyurat ke Kepala Desa, Lurah, Sekretaris Desa serta aparat desa lalu disampaikan
ke masyarakat.
(hasil wawancara Januari 2017)
Ditambahi oleh Ibu Sonny Panjaitan selaku Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk mengenai sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat:
“Sejauh ini belum ada hambatan yang terlalu berarti dalam komunikasi terhadap
Selanjutnya penulis juga melakukan wawancara kepada Ibu Marissa sebagai masyarakat perihal sosialisasi yang dilakukan oleh pihak Disdukcapil bahwa:
“Kami sendiri sebagai masyarakat mendapatkan informasi mengenai penerapan
kebijakan KTP-el itu dari media social, brosur dan sosialisasi dari kelurahan. Dan
untuk proses penyampaian informasi nya sudah disampaikan dengan baik dan
mudah dipahami karena mereka turun langsung ke lapangan untuk menyampaikan
sehingga masyarakat tidak ada yang mengeluh dengan alasan tidak mengerti.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Akan tetapi dalam proses penyampaian informasi tersebut masih ada masyarakat yang merasa bahwa proses sosialisisai tersebut belum maksimal yaitu yang disampaikan Ibu Denny Naibaho bahwa:
“Mungkin bagi masyarakat yang tidak tinggal didaerah pedalaman seperti kami ini
merasa mudah untuk mendapatkan informasi tentang KTP-el, akan tetapi bagi kami
masyarakat yang tinggal didaerah pedalaman belum tahu mengenai informasi
penerapan KTP-el karena jarak dari rumah kami yang jauh ke kantor
Disdukcapil”
(hasil wawancara Januari 2017)
Menambahi yang dikatakan Ibu Denny Naibaho perihal sosialisasi yang dilakukan pihak Disdukcapil penulis juga melakukan wawancara kepada Ibu Sitanggang:
“Iya dek memang pihak Disdukcapil sampai saat ini masih belum menyampaikan
sosialisasi yang baik khususnya untuk masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman,
mereka jadi kesusahan untuk mengetahui apa sebenarnya KTP-el itu. Ditambah lagi
pihak Disdukcapil belum ada sikap inisiatifnya untuk mengajak langsung masyarakat
yang malas untuk mengurus KTP-el ke kantor.”
Gambar 4.12 Standart Prosedur Operasional (SOP) Pengurusan Dokumen Kependudukan
Sumber: Naomi, Januari 2017
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi antar agen pelaksana yang mencakup komunikasi dan koordinasi yang dilakukan antar pihak dalam dan pihak luar Disdukcapil sudah berjalan dengan maksimal akan tetapi untuk proses sosialisasi yang dilakukan pihak Disukcapil kepada masyarakat belum dapat dikatakan berjalan dengan lancar karena masih ditemukannya kendala dalam hal mendapatkan informasi yang masih terbatas khususnya masyarakat yang tinggal didaerah pedalaman dan masih kurangnya SDM yang ikut untuk proses sosialisasi ini.
5. Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik
implementasi kebijakan.
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk Ibu Sonny Panjaitan, SE mengenai pengaruh lingkungan eksternal dalam implementasi kebijakan pelayanan KTP-el bahwa:
“Di dalam proses kebijakan KTP-el, memang kondisi sosial, ekonomi, dan politik ikut
mempengaruhi. Namun pengaruh yang diberikan lingkungan sosial, ekonomi, dan
politik terhadap pencapaian pelaksanaan kebijakan belum terpenuhi 100% karena
belum sepenuhnya dilakukan.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Lalu penulis juga melakukan wawancara kepada Kepala Disdukcapil Bapak Lemen Manurung S.Pd untuk mengetahui mengenai pengaruh apa sebenarnya yang diberikan kondisi sosial, ekonomi, dan politik tersebut dalam pelayanan KTP-el bahwa:
“Ada beberapa pengaruh memang yang diberikan kondisi ekonomi, sosial dan
politik dalam kebijakan KTP-el. Dilihat dari sisi politik, pengaruh yang diberikan
adalah masih ditemukannya para pejabat yang melakukan korupsi yang menyebabkan
ketersediaan blanko kosong, dilihat dari sisi ekonomi, pengaruh yang diberikan sejauh
ini belum ada pengaruh yang diberikan.
(hasil wawancara Januari 2017)
Hal senada ditambah oleh Bapak Rikardo Simbolon selaku sub Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan mengenai kondisi sosial yang mempengaruhi impelementasi pelayanan KTP-el: “Kalau dilihat dari sisi sosial, pengaruh yang diberikan adalah masyarakat
kurang peduli terhadap pengurusan KTP-el karena diketahui masyarakat Samosir
mau mengurus KTP-el hanya karena ada kepentingan yang mendadak saja bukan
karena kewajiban.”
bagaimana pengaruh kelompok kepentingan dalam implementasi kebijakan bahwa:
“Kebijakan KTP-el ini tidak ada dipengaruhi oleh pihak lain yang mempunyai
kepentingan tertentu. Karena KTP-el ini sifatnya nasional dan terukur jadi tidak bisa
diintervensi oleh siapapun dan pihak manapun. Kita saja di dalamnya tidak bisa
mengubahnya, apalagi pihak lain yang mau mempengaruhi dalam
pengimplementasian KTP-el pasti tidak bisa.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Hasil tersebut diperkuat oleh Operator KTP-el, Bapak Vulkemri Sinaga:
“Tidak ada pihak yang dapat mengintervensi kebijakan KTP-el. Pada umumnya baik
masyarakat dan staff yang ada mendukung program KTP-el ini karena sangat
membantu baik bagi penerima program yaitu masyarakat dan pelaksana program”.
(hasil wawancara Januari 2017)
Berdasarkan penjelasan dari hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa bukan hanya kondisi internal yang ikut mempengaruhi implementasi kebijakan pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir. Kondisi ekonomi, sosial dan politik juga ikut mempengaruhi di dalam proses kebijakan pembuatan KTP-el. Tetapi KTP-el dalam implementasinya sudah diatur oleh sistem yang sudah ada dan sifatnya nasional dan terukur sehingga tidak ada satu pihak pun yang dapat mempengaruhinya. Selain itu semua pihak mendukung kebijakan ini baik masyarakat maupun pemerintah atau pelaksana kebijakan.
6. Disposisi/Kecenderungan
keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang harus diselesaikan. Dalam sebuah implementasi program, sikap dan tanggapan masyarakat juga sangat mempengaruhi terlaksananya program tersebut. Dikarenakan sebagus apapun program tersebut dirancangkan, akan tetapi jika masyarakat tidak menyambut dengan baik maka tidak akan berguna.
Dalam hal ini penulis ingin menggali bagaimana respon dan sikap implementor yakni Pegawai Disdukcapil Kabupaten Samosir dengan dikeluarkannya Program KTP-el. Berikut pernyataan Bapak Lemen Manurung selaku Kepala Disdukcapil:
“Saya rasa program KTP-el ini sangat bagus dan patut kita dukung karena sangat
banyak manfaatnya untuk masyarakat. Sekarang programnya lebih bagus daripada
program KTP biasa dulu. Dulu kan masih ada perbedaan masa berlakunya misalnya
dulu KTP biasa masa berlakunya cuman 5 tahun saja, kalau KTP-el sekarang masa
berlakunya seumur hidup gak repot lagi untuk memperpanjang.” (hasil wawancara Januari 2017)\
Pernyataan Bapak Lemen Manurung tersebut didukung oleh Bapak Rikardo Simbolon selaku Sub Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan berikut pernyataannya:
“KTP-el sangat membantu masyarakat untuk mempermudah seluruh urusan
administrasi, jadi masyarakat sekarang gak perlu khawatir untuk melamar pekerjaan
atau mau membuka tabungan di bank karena semuanya akan dipermudah kalau sudah
memiliki KTP-el.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Pernyataan senada juga diungkapkan oleh Bapak Vulkemri Sinaga berikut pernyataannya:
“Sangat membantu sekali bagi masyarakat dan seharusnya program seperti ini
(hasil wawancara Januari 2017)\
Dari seluruh keterangan yang diberikan oleh pegawai Disdukcapil dapat diketahui bahwa seluruh informan sepakat bahwa Program KTP-el sangat bagus dan menjawab kebutuhan masyarakat, mereka juga sangat mendukung pelaksanaan program ini karena banyaknya manfaat yang diberikan oleh KTP-el. Pandangan bahwa Program KTP-el telah menjawab kebutuhan masyarakat yang menjadi penerima pelayanan KTP-el yang bernama Ibu Ernestine, berikut pernyataannya:
“Iya sangat membantu, apalagi untuk melamar pekerjaan dan mengurus paspor atau
tiket gitu. Tambah lagi dengan biayanya yang gratis.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Pernyataan tersebut juga didukung oleh pernyataan Bapak Gemson yang telah menggunakan KTP-el sejak 3 tahun, berikut pernyataannya:
“Banyak sekali manfaatnya terutama untuk mengurus surat tanah contohnya, itukan
menggunakan KTP-el sebagai identitas, biayanya juga gratis.”
(hasil wawancara Januari 2017)
Dari seluruh pernyataan yang diberikan oleh masyarakat penerima pelayanan KTP-el dapat diketahui bahwa Program KTP-el sudah menjawab kebutuhan seluruh masyarakat tanpa terkecuali, terbukti dengan banyaknya manfaat yang didapatkan oleh masyarakat penerima pelayanan KTP-el yang tidak dipungut biaya sama sekali.