• Tidak ada hasil yang ditemukan

Impor Garam Politisasi atau sebuah ketid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Impor Garam Politisasi atau sebuah ketid"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Impor Garam, Politisasi atau sebuah ketidak berdayaan

*Moh Nur Nawawi

Berita tentang Pemerintah Republik Indonesia akan kembali mengimpor garam industri sebanyak 3,7 juta ton telah banyak kita lihat dalam headline pemberitaan media nasional. Kita tahu bahwa garam telah menjadi konsumsi masyarakat Indonesia sehari-hari. Garam dapur terutama, telah menjadi bahan makanan yang paling dibutuhkan di semua lapisan masyarakat. Akan tetapi tahukah kita bahwa Indonesia mengimpor garam dalam jumlah yang sangat besar. Inilah fakta yang terjadi. Produksi garam lokal pada kenyataannya tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan garam domestik yang kemudian memaksa pemerintah untuk mengimpor garam dari negara lain.

Pertanyaan yang muncul dibenak kita, kenapa kebijakan impor ini terjadi padahal kita tahu Indonesia sebagai negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang ke-4 di dunia. Apakah kondisi tersebut bukan sebuah ironi jika Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan garam dalam negerinya. Garam yang bersumber dari air laut masih mengalami kelangkaan pada waktu-waktu tertentu. Terlebih lagi kebutuhan garam masyarakat Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

Secara data kebutuhan garam nasional selalu mengalami trand peningkatan menurut data pemerintah penongkatan tersebut mencapai 2-3 % pertahun, kebutuhan akan garam nasional banyak terdapat pada kebutuhan garam untuk sektor industri seperti industry farmasi, makanan, Indutri tekstil, hingga bahan penolong pengeboran minyak. Kebutuhan garam nasional di tahun 2018 diperkirakan sebesar 4,5 Juta dan Tahun 2019 diperkirakan mencapai 4,7 Ton. Sedangkan kemampuan produksi garam nasional berkisar 1,7 hingga 2 Ton pertahun dan sebagian besar adalah produksi garam rakyat sehingga sebagian besar terserap untuk kebutuhan konsumsi nasional untuk kebutuhan industri kita masih kekurangan kurang lebih 2 -3 Ton pertahun ( Diolah dari data BPS, KKP, Kemenperin dan Kemendag).

Produksi garam nasional banyak di pasok oleh produksi garam rakyat yang hanya diserap untuk konsumsi masyarakat, kebutuhan garam untuk industri masih belum tercukupi selain memang produksi yang belum mampu memenuhi kebutuhan selain itu kualifikasi produk garam nasional banyak yang belum mampu memenuhi standar kebutuhan garam untuk industri. Garam industri sebagai bahan baku memiliki spesifikasi seperti kadar minimum NaCl, maksimum Ca, Mg, SO4 dan logam berat. Bahkan untuk garam industri farmasi juga dipersyaratkan kadar maksimum Bacterial Endotoxins ( Kemenperin,2016).

Berdasarkan data diatas maka wajar jika pemerintah kita menerapkan kebijakan Impor garam untuk memenuhi kebutuhan garam nasional. Tapi dalam menganalisis kebijakan impor garam yang dilakukan pemerintah ada poin penting yang perlu diperhatikan adalah proses pengambilan kebijakan itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam setiap pengambilan kebijakan suatu negara terdapat pertarungan antara kelompok-kelompok kepentingan baik dalam pemerintahan maupun kepentingan dari luar pemerintah.

(2)

Melihat kondisi tersebut ada beberapa hal yang perlu dilakukan evaluasi kembali dari kebijakan pemerintah mengimpor garam.

Pertama, Pemerintah harus memastikan data yang valid dan adanya sinkron data antara kementerian terkait. Hal ini guna mengetahui kondisi garam domestik dan besar kuota garam yang dapat diimpor.

Kedua, Pemerintah harsnya bisa melibatkan perwakilan petani garam dalam pengambilan kebijakan impor garam tersebut. Hal ini agar kebijakan yang diambil nantinya mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat.

Ketiga, Kebijakan impor garam harus dilandaskan pada kebutuhan mendesak permintaan domestik yang sangat besar dan menghindari pengaruh tekanan-tekanan dari manapun. Selain menerapkan kebijakan impor pemerintah juga harus mengupayakan pengembangan teknologi jangka panjang. Hal ini agar impor garam tidak menjadi ketergantungan dalam waktu yang lama dan ada peluang bagi indonesia untuk swasembada garam di masa yang akan datang.

Keempat, pemerintah harus memperhatikan dan mengatur waktu dalam mengimpor garam. Waktu impor yang baik adalah jauh dari musim panen. Ketika pemerintah mengimpor saat panen garam akan berimplikasi pada turunnya harga garam di pasaran yang secara otomatis akan menurunkan tingkat pendapatan petani garam.

Mulai saat ini pemerintah harus kerja ektra untuk berupaya mewujudkan swa sembada garam agar kebutuhan garam nasional bisa terpenuhi, karena belajar dari kebijakan impor garam dari tahun ke tahun maka akan timbul pertanyaan sejauh mana langkah pemerintah untuk mengembangkan teknologi pengolahan garam di Indonesia secara mendiri. Bukankah dengan penerapan teknologi yang lebih mutakhir akan memperbesar kouta produksi dalam negeri dan melipat gandakan keuntungan bagi negara yang nantinya akan berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat terutama para petani garam. Hingga saat ini belum ada upaya signifikan dari pemerintah untuk meng-upgrade teknologi pengolahan garam. Karena mengandalkan produksi garam rakyat yang mayoritas masih tradisonal sudah dapat dipastikan mimpi swasembada garam akan berakhir dengan dengkuran saja.

Kita ambil contoh Australia sebagai salah satu Negara pemasok impor garam nasional telah melakukan teknologi yang dapat menyuling air laut sehingga bisa memperoleh garam dengan kualitas baik. Hal ini juga bisa jadi acuan kebijakan penerapan teknologi tepat guna produksi garam disamping itu produksi garam mebutuhkan musim panas yang baik dengan kondisi seperti sekarang ini tidak adanya kepastian musim sangat memengaruhi produksi garam. Untuk itu walaupun perairan Indonesia sangat luas, tetapi pengolahan garam yang masih sangat tradisional pada kenyatannya menjadi penghambat efisiensi, kualitas dan kuantitas produksi garam nasional.

(3)

Swa sembada garam adalah sebuah keharusan demi kedaulatan ekonomi Negara, pemerintah harus hadir dalam program tersebut dengan mengambil langkah-langkah strategis dan mengembangkan kebijakan-kebijakan garam nasional untuk mendukung program swa sembada garam. Melakukan riset-riset teknologi mutakhir produksi garam di barengi dengan pemberdayaan masyarakat petani garam serta memperluas area produksi garam adalah solusi yang harus segera dilaksanakan.

Pengembangan metode-metode produksi garam seperti teknologi sistem Ramsol, Sistem Ulir, sistem adsorber dan sistem Nagekeo untuk mempercepat pengkristalan air laut dan pemanasan dengan sistem rumah kaca, sistem prisma untuk mengantisipasi musim panas yang tidak menentu sehingga kendala hujan tidak banyak mempengaruhi produksi. Teknologi-teknologi tersebut harus segara dikembangkan, dilakukan kajian dan riset dan segera dilakukan pilot projek kepada masyarakat.

Semua cita-cita tersebut agar cepat terwujud jika kita semua terlebih para pemangku kebijakan dan pelaku dilapangan bisa bekerja sama, teknologi yang baik dan tepat guna dan dipadukan dengan pemberdayaan masyarakat akan mempercepat terwujudnya swa sembada garam.

Moh Nur Nawawi

Pecinta Ikan Asin

Sumber Tulisan:

Drajat, 2013 “ Masalah dan Kendala produksi garam rakyat “ Balai Pendidikan dan pelatihan perikanan Tegal.

Abidin, zaenal 2015 “ Urgensi garam bagi Indonesia “ Fakultas teknologi Industri Institut Teknok Bandung.

Gozan, Misri 2016 “ Menuju swa sembada garam Industri : Mungkihkah? “ Fakultak Teknik Kimia Universitas Indonesia, Jakarta.

Salim, Zamroni dkk, 2016 “ Info Komoditi Garam “ Balai Pengakajiandan Pengembangan Perdagangan Al mawardi prima, Jakarta.

Kemenperin, 2016 “ Kebutuhan garam Industri Nasional “ Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memisahkan asap dari campuran tar, maka di dekat ujung pipa (dekat kondenser) didesain sedemikian rupa sehingga tar akan terpisah dengan sendirinya menggunakan

PNS yang sedang tugas belajar di dalam negeri atau di luar negeri yang akan menggunakan cuti bersalin dan cuti besar untuk persalinan anaknya yang keempat (apabila yang.

Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang cukup digemari masyarakat, namun skala usahanya masih terbatas dengan sistem pemeliharaan dan perkembangbiakan

Berdasarkan hasil analisis pembahasan yang telah dikemukan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: Faktor-faktor yang diduga dapat meningkatkan prestasi

Serta, interaksi modal sosial dalam masyarakat dalam pengembangan One Village One Product (OVOP) di Desa Tinalan Kota Kediri sebagai objek yang akan diteliti dalam penelitian

2) Pembelian gabah, beras, dan/atau jagung yang dilakukan oleh 203 (dua ratus tiga) unit usaha distribusi atau pemasaran atau pengolahan.. 29 2) Meningkatnya volume

Dalam rangka pencapaian sasaran dengan rencana tingkat pencapaian yang telah ditentukan, pada tahun 2014 Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau melaksanakan program dan