BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan , dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar. Koentjaraningrat juga mengemukakan bahwa
ada tujuh unsur-unsur kebudayaan , yaitu:
1. Bahasa
2. Sistem pengetahuan
3. Organisasi sosial
4. Sistem peralatan
5. Sistem mata pencaharian hidup atau ekonomi
6. Sistem religi, dan
7. Kesenian
Berdasarkan uraian diatas ketujuh unsur ini disebut kebudayaan universal
karena selalu ada pada setiap masyarakat. Kesenian adalah bagian dari budaya dan
merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari
dalam jiwa manusia. Menurut para pakar atau ahli kebudayaan,
(Koentjaraningrat,http://carapedia.com/pengertian_definisi_kesenian_menurut_pa
ra_ahli_info491.html ) kesenian adalah suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan dimana kompleks aktivitas dan tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat dan biasanya berwujud benda-benda hasil
1. Seni patung/pahat
2. Seni rupa
3. Seni gerak
4. Relief
5. Lukis/gambar
6. Rias
7. Musik/seni suara
8. Bangunan
9. Kesustraan
10.Drama
Dari berbagai aspek yang meliputi kesenian maka istana merupakan seni
bangunan. Istana adalah bangunan besar atau mewah yang biasanya didiami oleh
keluarga kerajaan, keluarga kepala negara atau petinggi lainnya. Istana
kadang-kadang juga dipakai sebagai pusat urusan pemerintahan, termasuk sebagai
benteng pertahanan militer.
Semenjak manusia sudah terbentuk oleh ketujuh unsur kebudayaan
tersebut, maka timbullah suatu cara manusia untuk mempertahan hidup yaitu
kekuasaan. Dasar terbentuknya kekuasaan tersebut dengan adanya sistem
pertahanan yang kokoh yaitu istana yang menjadi pusat pemerintahan. Setiap
negara harus memilikinya agar diakui bahwa tempat itu ada yang memimpin agar
tidak direbut oleh pihak luar. Salah satu negara yang memiliki istana yang
sekaligus dijadikan benteng adalah Jepang.
Jepang memiliki banyak istana yang masih terjaga dan dirawat keaslian
melainkan menjadi museum dan tempat rekreasi masyarakat umum. Salah satunya
adalah istana saka dan orang Jepang menyebutnya dengan saka-j (大阪城).
Istana saka (大阪城 saka-j ) adalah istana yang terletak di dalam Taman
Istana saka, distrik Chuo-ku, kota saka, Jepang. Istana saka berada di ujung
paling sebelah utara daerah Uemachi, menempati lokasi tanah yang paling tinggi
dibandingkan dengan wilayah sekelilingnya.
Istana saka dimanfaatkan sebagai istana sekaligus benteng sejak zaman
Azuchi Momoyama hingga zaman Edo. Istana saka yang ada sekarang terdiri
dari menara utama yang dilindungi oleh dua lapis tembok tinggi yang dikelilingi
oleh dua lapis parit, parit bagian dalam (Uchibori) dan parit bagian luar
(Sotobori). Air yang digunakan untuk mengaliri parit istana diambil dari Sungai
Yodo mengalir di sebelah utara istana saka.
Istana saka (大坂城; saka-j atau zaka-j ) berada di provinsi Setsu
(nama zaman dulu untuk saka dan sekelilingnya), wilayah Higashinari Goori,
saka. Sesuai dengan penggantian karakter Kanji yang digunakan untuk menulis
kota saka dalam bahasa Jepang, nama istana saka sekarang ditulis sebagai
大阪城 ( saka-j ).
Istana saka telah mengalami beberapa kali pemugaran atau perluasan
dari generasi ke generasi. terakhir pada tahun 1995 pemerintahan jepang memugar
total istana tersebut hingga bentuknya menjadi seperti yang sekarang ini. Dimasa
ini fungsi istana juga ikut berubah, perubahan yang terjadi dilihat dari sudut
pandang alasan keberadaan istana saka untuk dipertahankan.
Pembangunannya dimulai oleh Toyotomi Hideyoshi sewaktu Hideyoshi
1598. Pada saat itu, istana saka jauh lebih luas dibandingkan dengan istana
saka yang ada sekarang. Toyotomi Hideyoshi berkuasa setelah Oda Nobunaga
tutup usia dan menjadikan istana saka sebagai pusat pemerintahan. Toyotomi
Hideyoshi tidak tinggal di istana saka, melainkan di tempat-tempat kediamannya
yang ada di Kyoto: Jurakudai (yang juga disebut Jurakutei) dan Istana Fushimi.
Setelah Toyotomi Hideyoshi meninggal karena usia lanjut pada tahun
1599, Hideyoshi digantikan oleh puteranya yang bernama Toyotomi Hideyori
yang pindah dari istana Fushimi ke istana saka yang baru saja selesai. Dalam
Pertempuran Musim Dingin saka tahun 1614, Tokugawa Ieyasu memimpin
serangan besar-besaran menyerbu Toyotomi Hideyori yang hanya mampu
bertahan di dalam istana saka.
Dalam perjanjian perdamaian dengan Tokugawa Ieyasu, Toyotomi
Hideyori yang kalah perang, setuju untuk menghancurkan Sannomaru, Sogamae
dan parit lapis ketiga yang melindungi istana saka. Toyotomi Hideyori kemudian
berusaha kembali membangun pertahanan militer di istana saka yang dianggap
Tokugawa Ieyasu melanggar perjanjian damai yang telah disetujui. Pada tahun
berikutnya, Tokugawa Ieyasu mengirim pasukan besar-besaran untuk
menghancurkan Toyotomi Hideyori dalam Pertempuran Musim Panas saka
tahun 1615.
Pada zaman Edo kekuasaan klan Toyotomi tidak ada lagi, karena
Tokugawa Ieyasu kemudian menghancurkan istana saka yang baru saja selesai
dibangun. Sisa-sisa istana saka beralih ke tangan Matsudaira Tadaaki yang
Pada tahun 1620, pembangunan istana saka dimulai kembali oleh
Tokugawa Hidetada (1579 - 1632) dengan gambar rancangan yang baru. Sebagai
anak ketiga dari Tokugawa Ieyasu. Penguasa istana saka adalah shogun
Tokugawa, tetapi berhubung pemerintah Tokugawa berkedudukan di Edo, istana
sehari-harinya diperintah oleh pejabat yang ditunjuk langsung oleh shogun.
Sebelum jatuhnya Keshogunan Tokugawa pada Pertempuran
Toba-Fushimi tahun 1868 yang sekaligus menandai akhirnya zaman Edo, shogun
Tokugawa yang memimpin pasukan Keshogunan Tokugawa sempat mundur ke
istana saka sebelum akhirnya melarikan diri ke Edo dengan menggunakan
perahu. Bangunan indah yang terdapat di dalam istana saka yang bernama
Honmaru Goten (Istana di Benteng Utama) dibakar habis pada pada zaman
restorasi Meiji. Sisa-sisa istana saka yang masih ada kemudian dikuasai oleh
pemerintah baru Meiji.
Pada zaman Meiji inilah negara Jepang sudah membuka diri pada dunia
luar. Masa ini juga merupakan masa perang banyak terjadi di berbagai negara.
Negara Jepang yang telah menjadi satu pemerintahan sejak jaman Tokugawa. Hal
ini membuat pemerintah selanjutnya lebih ekstra menjaga keutuhan negaranya.
Oleh karena itu, pemerintah Meiji menggunakan kawasan di dalam reruntuhan
istana saka sebagai fasilitas militer dan rakyat biasa dilarang masuk. Pada tahun
1928, walikota saka pada saat itu yang bernama Seki Hajime mengusulkan agar
istana saka dibangun kembali. Dari hasil sumbangan penduduk saka
terkumpul uang sebanyak 1.500.000 yen yang digunakan untuk memindahkan
Hingga akhirnya proyek pemugaran menara utama istana saka
merupakan proyek pemugaran istana yang pertama dilakukan di zaman Showa.
Dari lantai 1 sampai lantai 4, dinding menara utama istana saka menggunakan
plesteran warna putih gaya zaman Tokugawa, sedangkan lantai 5 menggunakan
pernis warna hitam gaya zaman Toyotomi yang berhias gambar harimau dan
burung Jenjang dari lembaran kertas emas.
Pada Perang Dunia II, empat bangunan Yagura di wilayah Ninomaru
terbakar habis tapi untungnya bangunan menara utama selamat dari serangan
udara. Dalam serangan udara yang terjadi pada hari-hari menjelang berakhirnya
Perang Dunia II, bom jenis 1 ton yang banyak dijatuhkan di sekitar istana saka
menjadikan istana saka dan daerah sekitar stasiun kereta api Kyobashi menjadi
lautan api.
Penyelesaian proyek restorasi istana saka memakan waktu 3 tahun,
dimulai tahun 1995 dan selesai tahun 1997, yang antara lain membangun fasilitas
lift untuk penyandang cacat, orang lanjut usia dan rombongan
wisatawan.Walaupun pastinya terletak di dalam lingkungan taman atau di sekitar
istana saka yang ada sekarang, sampai saat ini letak sebenarnya dari istana
generasi pertama yang dibangun oleh Toyotomi Hideyoshi masih belum diketahui.
Sebagai bangunan bersejarah yang hanya digunakan untuk area
peperangan dulunya, maka masyarakat umum tentulah dilarang masuk. Namun
setelah perang dunia selesai maka Jepang melakukan pemulihan pada negaranya
termasuk melakukan renovasi istana. Istana saka yang sudah berubah fungsi kini
menjdi milik negara yang dilindungi dan dapat dinikmati oleh rakyat sebagai
dinikmati untuk umum maka pemerintah banyak memberi fasilitas umum yang
dibutuhkan wisatawan.
Menara utama istana saka yang tidak lagi menjadi milik prajurit telah
dijadikan museum sejarah istana saka dan tempat menjual sovenir aneka ciri
khas istana saka. untuk menikmati istana dari dalam disediakan juga lift dan
tangga beton, istana juga sudah terbuat dari beton agar tidak mudah terbakar.
Diluar istana saka memiliki area yang sangat luas. Pada tahun 1948
sesudah zaman pendudukan selesai, istana saka dikembalikan ke pemerintah
Jepang dan mulai direstorasi. Parit luar dan daerah luas yang ada disekeliling
istana saka dijadikan taman bernama Taman Istana saka.Taman Istana saka
(大阪城公園 saka j -k en) adalah kawasan taman yang terletak di sekeliling istana
saka, kota saka, Jepang. Taman dibuka pada tahun 6 November 1931 dengan
luas keseluruhan 106.7 hektar.
Selain taman yang indah dan dapat menapung seluruh wisatawan, istana
saka juga memiliki aula yang sangat besar dan menjadi kebanggan rakyat
saka. Aula ini menjadi pusat kegiatan pemerintahan dan masyarakat saka.
Aula Istana saka (大阪城ホー saka Jo Hall) adalah gedung auditorium
serbaguna di saka, Jepang. Aula ini dibangun tahun 1983 untuk memperingati
400 tahun berdirinya istana saka. Selain untuk konser musik, gedung ini juga
dipakai untuk upacara resmi, pertemuan, pameran, dan pertandingan olahraga.
Sebagai salah satu istana yang diakui memiliki benteng pertahanan yang
paling kuat di Jepang zaman dulu, sekarang ini bangunan istana saka masih
berdiri kokoh dengan beberapa bagian istana yang masih asli tanpa renovasi.
jauh-jauh dari daerah cuma untuk sekedar berdoa di dalam istana atau
berjalan-jalan menikmati bunga sakura di sekeliling istana.
Berdasarkan uraian diatas, mengenai perubahan fungsi istana saka sejak
jaman Azuchi Momoyama (kekuasaan Toyotomi Hideyoshi), jaman Edo (shogun
Ieyasu Tokugawa), dan jaman modern (jaman Meiji, Showa, Heisei) ini sangat
menarik bagi penulis untuk membahasnya dalam skripsi ini. Diharapkan dapat
memberi informasi dan wawasan bagi penulis dan pembaca untuk mencontohnya
pada warisan budayanya sendiri. Oleh karena itu penulis berminat membahasnya
sebagai bagian dari khasanah yang bernilai tinggi, melalui skripsi ini dengan judul
“PERUBAHAN FUNGSI ISTANA SAKA”.
1.2 Perumusan Masalah
Istana saka merupakan simbol kota saka dan juga merupakan
peninggalan sejarah yang menjadi bagian peristiwa penyatuan negara Jepang
menjadi satu pemerintahan. Istana didirikan oleh Toyotomi Hideyoshi yang
termasuk tiga tokoh besar ( Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi dan Ieyasu
Tokugawa ). Maka istana saka menjadi saksi bisu yang nyata dalam
pembangunan negara Jepang.
Istana saka memiliki peranan penting dalam pertahanan saka, karena
istana berfungsi sebagai benteng pertahanan maka seluruh urusan pemerintahan
berda di istana saka. Nilai strategis keberadaan istana saka selalu menjadi
sasaran perang untuk merebut kekuasaan saka. Istana saka dimanfaatkan
sebagai istana sekaligus benteng pertahanan sejak zaman Azuchi Momoyama
Namun setelah kekalahan yang terjadi pada klan Toyotomi sehingga tidak
dapat lagi mempertahankan istana saka. Hal ini menjadi awal istana saka
mengalami perubahan fungsi. Walaupun jaman Edo dan jaman Meiji fungsi
istana saka tidak terlalu berbeda, masih digunakan sebagai basis pertahanan tapi
. hanya digunakan sebagai tempat penyimpanan peralatan pertahanan. Sehingga
istana saka bolak-balik mengalami kehancuran dan pulih.
Dijaman Showa istana saka tidak lagi sebagai sarana peperangan dalam
negeri, tetapi menjadikan bagian dari sejarah lampau, pendidikan, hiburan dan
ekonomi, begitu pula dengan jaman Heisei. Di abad 21 ini istana saka masih
kokoh dan menjadi kebangaan rakyat saka.
Berdasarkan uraian diatas penulis membuat permasalahannya dalam
pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana perubahan fungsi istana saka sesuai dengan masa kekuasaan
jaman Azuchi Momoyama (kekuasaan Toyotomi Hideyoshi), jaman Edo
(shogun Ieyasu Tokugawa) ?
2. Bagaimana perubahan fungsi istana saka sesuai dengan masa kekuasaan
jaman Restorasi Meiji (kaisar Meiji), jaman Showa (kaisarHirohito), jaman
Heisei (kaisar Akihito) ?
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan
Dari permasalahan yang ada maka diperlukan adanya pembatasan ruang
lingkup dalam pembahasan permasalahan agar masalah penelitian tidak terlalu
luas dan berkembang jauh sehingga masalah yang akan dikemukakan dapat lebih
Pada penulisan skripsi ini, penulis hanya membatasi ruang lingkup
pembahasan yang difokuskan pada perubahan fungsi istana saka dimulai jaman
Azuchi Momoyama (Toyotomi Hideyoshi), jaman Edo (Ieyasu Tokugawa), jaman
Meiji (kaisar Meiji), jaman Showa ( kaisar Hirohito) dan jaman Heisei (kaisar
Akihito).
Sebagai pelengkap isi tulisan, penulis mengenai perubahan fungsi istana
saka, penulis akan menulis latar dari istana saka yaitu : sejarah istana Jepang,
sejarah kota saka, dan sejarah istana saka.
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka
Keberadaan istana saka tidak terlepas dari sejarah yang mengiringinya
sejak zaman Azuchi Momoyama hingga zaman Edo, yang menjadi peran bagi
penyatuan Jepang. Zaman Azuchi-Momoyama (安土桃山時 azuchi momoyama
jidai) (sekitar tahun 1573 sampai 1603) adalah salah satu pembagian periode
dalam sejarah Jepang yang dimulai sejak Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi
menjadi penguasa Jepang dan berakhir ketika Tokugawa Ieyasu berhasil
mengalahkan pasukan pendukung Toyotomi Hideyori dalam Pertempuran
Sekigahara tahun 1600.
Pada tahun 1496, pendeta Buddha yang bernama Rennyo membangun
rumah kediaman pendeta di lokasi yang bernama saka (tanjakan besar). Pendeta
Rennyo yang mempunyai banyak pengikut kemudian memperluas rumah
Kekhasan istana saka terlihat pada peninggalan sejarahnya yang sangat
menarik perhatian membuatnya menjadi nilai sejarah yang sangat tradisional.
Istilah “sejarah” dalam bahasa Indonesia berasal dari kata Arab “syajarah”, yang
berarti pohon. Dalam hal ini pengertian ‘syajarah’ sama dengan apa yang kini di
Indonesia disebut dengan silsilah. Yakni daftar asal-usul atau keturunan.
Mengingat dalam studi sejarah dibedakan antara pengertian “sejarah sebagai
peristiwa”, “sejarah sebagai ilmu” dan “sejarah sebagai kisah”, maka dalam studi
sejarah kebudayaan Indonesia terutama difokuskan pada pengertian sejarah
kebudayaan sebagai ilmu.
1.4.2 Kerangka Teori
Berdasarkan hasil karya manusia yang didapat lewat proses belajar untuk
menjalani kehidupan yang bermartabat, maka karya yang dihasilkan dari usaha
manusia itu sendiri disebut sebagai kebudayaan. Bangunan merupakan hasil karya
manusia untuk pertahanan hidup dan melindungi yang dimilikinya. Istana pun
tidak hanya menjadi sebuah bangunan saja, tetapi menjadi sesuatu yang memiliiki
nilai seni dan fungsional. Keindahan dan kekokohan istana yang menjadikannya
memilki unsur kebudayaan seperti: kesenian.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan historis.
Menurut Dudung Abdurrahman (1999:2) dalam Elizabeth Widayanti (2007:12)
sejarah adalah sebuah ilmu yang berusaha menemukan, mengungkapkan, dan
memahami nilai serta makna budaya yang terkandung dalam peristiwa masa
merekonstruksi peristiwa sejarah (history as past actuality) menjadi sejarah
sebagai kisah (history as written).
Pembahasan memgenai istana berarti juga membahas tentang sejarah dari
istana itu sendiri, karena istana merupakan hasil karya manusia pada masa lampau.
Penulis akan banyak membahas mengenai sejarah yang berkaiatan peristiwa masa
lampau yang terjadi pada perbahan fungsi istana saka yang telah dipimpin oleh
beberapa penguasa dijaman itu.
Dalam penulisan skripsi ini penulis berfokus pada perubahan fungsi istana
saka, maka penulis juga menggunakan teori kebudayaaan dan teori fungsi.
Konsep kebudayaan yang digunakan adalah menurut Koentjaraningrat. Menurut
Koentjaraningrat (1980), kata “kebudayaan” berasal dari kata Sansekerta
Budhayah, yaitu bentu jamak dari budhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan
demikian kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”.
Sedangkan kata “budaya” merupakan perkembangan majemuk dari “budi daya”
yang berarti “daya dari budi” sehingga di bedakan antara “budaya” yang berarti
“daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, dengan “kebudayaan” yang
berarti hasil dari cipta, karsa, dan rasa.
Istana saka merupakan hasil cipta manusia yang nyata. Manusia sebagai
makhluk yang memiliki akal dan budi , segala hal yang sering dilakukan manusia
dapat membentuk kebudayaan setempat. Istana saka dibangun memiliki ciri-ciri
khusus daerah saka. Istana saka dibangun memiliki fungsi yang paling utama
yaitu basis militer bagi klan Toyotomi untuk daerah saka.
Adapun istilah “fungsi” itu dapat dipakai dalam bahasa sehari-hari maupun
M.E. Spiro dalam Koentjaraningrat, (2002: 213), pernah mendapatkan bahwa
dalam karangan ilmiah ada tiga cara pemakaian kata fungsi, yaitu :
1. Pemakain yang menerangkan fungsi itu sebagai hubungan guna antara
sesuatu hal dengan sesuatu tujuan yang tertentu.
2. Pemakaian yang menerangkan kaitan korelasi antara satu hal dengan hal
lain.
3. Pemakain yang menerangkan hubungan yang terjadi antara satu hal
dengan hal-hal yang lain dalam suatu sistem yang terintegrasi.
Konsep fungsi yang pertama digunakan untuk memaknai kata fungsi
dalam perubahan fungsi istana saka. Istana saka sejak selesai dibangunnya
sudah dijadikan basis militer yang terjadi berbagai perang. Luas lapangan istana
saka memang khusus dijadikan tempat pertempuran.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian
Dalam melakukan setiap kegiatan pasti selalu mempunyai maksud dan
tujuan yang hendak dicapai. Apabila tidak ada maksud dan tujuan, maka sia-sialah
sebuah kegiatan yang dilakukan. Dalam sebuah penelitian sejarah, metode
penelitian sejarah adalah metode atau cara yang digunakan sebagai pedoman
dalam melakukan penelitian peristiwa sejarah dan permasalahannya. Dengan kata
lain, metode penelitian sejarah adalah instrumen untuk merekonstruksi peristiwa
sejarah (history as past actuality) menjadi sejarah sebagai kisah (history as
written). Dalam ruang lingkup Ilmu Sejarah, metode penelitian itu disebut metode
Sesuai dengan pokok masalah yang telah ditemukan diatas, maka
penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mendiskripsikan secara jelas perubahan fungsi istana saka pada
jaman Azuchi Momoyama (Toyotomi Hideyoshi) dan jaman Edo
(IeyasuTokugawa).
2. Untuk mendeskripsikan secara jelas perubahan fungsi istana saka pada
jaman Restorasi Meiji (kaisar Meiji), jaman Showa (kaisar Hirohito),
jaman Heisei (kaisar Akihito) .
1.5.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan nantinya akan bermanfaat bagi pihak-pihak
tertentu, seperti:
1. Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai perubahan fungsi istana saka, yaitu sejarah istana
Jepang, sejarah kota saka , sejarah istana saka, dan peralihan fungsi
istana saka sejak awal pembangunan dizaman Azuchi Momoyama hingga
zaman Heisei.
2. Bagi masyarakat luas pada umumnya dan para mahasiswa pembelajar
bahasa Jepang khususnya, diharapkan penelitian ini dapat menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai istana saka sebagai warisan budaya
1.6 Metode Penelitian
Metode penelitian sebagai salah satu bagian penelitian merupakan salah
satu unsur yang sangat penting. Metode dalam bahasa Yunani disebut methodos
adalah cara atau jalan. Secara ilmiah, metode merupakan cara kerja untuk dapat
memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Dalam penulisan
skripsi ini, penulis menggunakan Metode Deskriptip. Menurut Koentjaraningrat
(1976:30) dalam Elizabeth Widayanti (2007:14) penelitian yang bersifat
deskriptif yaitu sebuah penelitian yang memberikan gambaran yang secermat
mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Dalam
penelitian deskripif ini untuk memecahkan masalah dilakukan pengumpulan,
penyusunan, pengklasifikasi, pengkajian dan penginterprestasian data.
Keberadan buku-buku kejepangan yang ditulis kedalam bahasa Indonesia
masih sangat sedikit jumlahnya. Pada penulisan skripsi ini, penulis banyak
menggunakan buku-buku pedoman bahasa Inggris, sehingga penulis masih harus
menerjemahkan kedalam bahasa Indonesia agar lebih mudah dimengerti. Dalam
menerjemahkannya, penulis berusaha dengan cermat dan teliti serta menggunakan
teori terjemahan untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Menurut Maurits D.S.
Simatupang (2000:2) dalam elizabeth Widayanti (2007:15) menerjemahkan
adalah mengalihkan makna yang terdapat dalam bahasa sumber kedalam bahasa
sasaran dan mewujudkannya kembali dalam bahasa sasaran dengan bentuk-bentuk
yang sewajar mungkin menurut aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa sasaran.
Dalam pengumpulan data-data penelitian ini, penulis menggunakan teknik
pengumpulan data dengan metode penelitian kepustakaan (Library Research).
peralihannya, maka metode yang harus dihadapi adalah mencari data masa lampau
dari aspek sejarah tersebut.
Penelitian kepustakaan dilakukan pada perpustakaan USU, perpustakaan
Konsulat Jenderal Jepang di Medan, situs-situs keJepangan di internet, serta