• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung jawab notaris terhadap covernote (surat keterangan) atas pengurusan sertipikat Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tanggung jawab notaris terhadap covernote (surat keterangan) atas pengurusan sertipikat Chapter III V"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TANGGUNG JAWAB NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM TERHADAP COVERNOTE YANG DIBUAT ATAS PENGURUSAN SERTIPIKAT

A. Tugas dan Wewenang Notaris

Melihat pada stelsel hukum kita, yaitu stelsel hukum kontinentral, maka

lembaga notariat latin sebagai pelaksanaan undang-undang dalam bidang hukum

pembuktian harus ada, semata-mata untuk melayani permintaan dan keinginan

masyarakat. Pasal 1868 KUH Perdata menyebutkan bahwa:

“Suatu akta otentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapkan pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta itu dibuat”.

Dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1 butir 1 UUJN bahwa:

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang umtuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya (…)”.

Dahulu pasal tersebut diatur di dalam ketentuan pasal 1 PJN yang menyatakan bahwa:

“Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik…”

Dari bunyi ketentuan tersebut menyebabkan keberadaan lembaga notariat ini

memang merupakan suatucondition sine quanon. Lain halnya dengan notariat

Anglo-Saxon atau Anglo-Amerika yang mempunyai tugas jabatan lain di dalam sistem

hukumnya. Mereka bersifat pasif atau hanya bertugas untuk seperti melegalisasi akta

dibawah tangan. Didalam pekerjaan sehari hari seorang notaris baru menjalankan

tugasnya apabila mendapat suatu permintaan atau “perintah” dari kliennya. Atas

(2)

suatu tujuan yang bersifatyuridis idiil, yaitu tercapai kepastian hukum, pencegahan,

dam penyelesaian pekerjaan yang sempurna:54

1. Kepastian hukum dicapai dengan melaksanakan tugas yang diberikan kepada

notaris sebaik dan sesempurna mungkin dengan menuangkan keinginan para

kliennya di dalam suatu akta otentik.

2. Pencegahan dilakukan sebagai kelanjutan dari pembuatan akta tersebut agar

dikemudian hari tidak terjadi komplikasi atau hal lain yang tidak diinginkan

oleh semua pihak.

3. Penyelesaian pekerjaan yang sempurna merupakan tugas seorang notaris yang

profesiaonal yang harus diberikan kepada kliennya di dalam bentuk pelayanan

pekerjaan hingga selesai dan tuntas termasuk peyelesaian segala urusan

berkaitan dengan instansi yang bersangkutan dengan perbuatan hukum yang

dilakukan kliennya.

4. Selain tugas tersebut di atas, masih ada tugas yuridis idiil lain dari notaris,

yaitu “pengaruh” notaris hingga dilakukannya tindakan hukum atau terjadinya

perjanjian diantara para pihak, tetapi dengan memegang teguh

ketidakmemihakan dan ketidakbergantungan. Dengan demikian, notaris

terhindar dari tuduhan telah ikut serta menyalahgunakan keadaan (misbruik

van omstandigheden) di dalam pembuatan aktanya sehingga akibatnya akta

notaris tersebut menjadi batal atau dapat dibatalkan. Notaris tidak lagi dapat

(3)

bersifat pasif, asal semua formalitas telah terpenuhi, tetap proaktif untuk

menjaga keseimbangan diantara para pihak.

5. Last but not least, notaris harus dapat memupuk hubungan kepercayaan

dengan para kliennya. Tidak dapat dibayangkan apa jadinya jabatan notaris

apabila telah hilang kepercayaan masyarakat terhadap notaris. Tugas ini harus

secara terus-menerus dilakukan, baik secara perorangan maupun secara

koligial karena jika tidak, akan dapat membawa akibat buruk terhadap

lembaga notariat.

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya memiliki kewenangan dan

kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Namun pada pelaksanaannya sering kali timbul permasalahan karena

notaris tidak menjalankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, seperti notaris tidak menjalankan protokol notaris secara baik dan benar

seperti menghilangkan minuta akta yang seharusnya disimpan dan dijaga oleh

notaris.55

Notaris dalam membuat akta tidak menjalankannya sesuai dengan prosedur

dan tata cara yang ditentukan di dalam peraturan perundangan seperti pembuatan akta

tidak dilakukan dihadapan notaris dan dihadiri oleh para pihak dan saksi-saksi

maupun notaris tidak berwenang membuat akta tersebut maksudnya notaris yang

membuat akta tersebut bukan merupakan wilayah jabatan dari notaris, kelalaian

55Buku II Studi Notariat (Serba-Serbi Praktek Notaris), Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,

(4)

notaris dalam pembuatan akta otentik seperti lupa mencantumkan para pihak maupun

menulis nomor akta maupun waktu dibuatnya akta. Hal-hal ini dapat membuat

kekuatan akta otentik menjadi hilang dan akta tersebut berubah menjadi akta dibawah

tangan sehingga menimbulkan kerugian bagi para pihak. Berdasarkan hal itulah

notaris diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme dengan menjalankan tugas

jabatannya secara baik dan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi

notaris.56

Secara epistemologis, yang dimaksud hak adalah “kekuasaan untuk berbuat

sesuatu “.Kewenangan notaris yang dimaksud disini adalah karena telah ditentukan

oleh undang-undang, aturan dan sebagainya.57

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 15 UUJN, kewenangan notaris adalah

sebagai berikut:

1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian,

dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau

dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik,

menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberigrosse,

salinan dan kutipan akta, atau dikecualikan kepada jabatan lain atau orang lain

yang ditetapkan oleh undang-undang,

2. Notaris berwenang pula:

56Ibid

(5)

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah

tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. Membubuhkan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus;

c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

besangkutan;

d. Melakukan pengesahan kecocokan foto kopi dengan surat aslinya;

e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan denga pembuatan akta;

f. Memberi akta yang berkaitan dengan pertanahan;

g. Membuat akta risalah lelang.

Wewenang utama notaris adalah membuat akta otentik, tapi tidak semua

pembuatan akta otentik menjadi wewenang notaris, misalnya akta kelahiran,

pernikahan dan perceraian yang dibuat oleh pejabat lain selain notaris. Akta yang

dibuat notaris tersebut hanya akan menjadi akta otentik, apabila notaris mempunyai

wewenang yang meliputi 4 (empat) hal58:

1. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang dibuat itu.

Hal ini sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) UUJN, dimana notaris adalah pejabat umum yang membuat akta yang ditugaska kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat.

Pasal 52 ayat (1) UUJN menyatakan bahwa notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang yang mempunyai hubungan keluarga baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam

(6)

garis lurus kebawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping dalam suatu kedudukan ataupun denga perantara kuasa. Maksud dan tujuan dari ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan.

3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta itu dibuat. Menurut pasal 18 UUJN, notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten/kota.Wilayah jabatan notaris meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat kedudukannya. Akta yang dibuat di luar jabatannya adalah tidak sah. 4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.

Notaris tidak boleh membuat akta selama masih cuti atau dipecat dari jabatannya. Demikian juga notaris tidak boleh membuat akta sebelum memangku jabatannya.

Pasal 1868 KUHPerdata merupakan sumber untuk otentitas akta notaris dan

juga merupakan dasar legalitas eksistensi akta notaris, dengan syarat-syarat sebagai

berikut:

1. Akta itu harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum.

2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang.

3. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai

wewenang untuk membuat akta tersebut.

Kewenangan membuat akta otentik ini merupakan permintaan para pihak,

sepanjang tidak bertentangan dengan pasal 1320 KUHPerdata yaitu untuk sah nya

persetujuan diperlukan 4 syarat yaitu :59

a. Kesepakatan para pihak yang mengikatkan diri,

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,

c. Obyek/hal yang tertentu, dan

d. Suatu sebab yang halal.

59 R. Subekti, R Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya

(7)

B. Kewajiban Notaris

Pada dasarnya notaris adalah pejabat yang harus memberikan pelayanan

sebaik-baiknya kepada masyarakat yang memerlukan bukti otentik. Namun dalam

keadaan tertentu, notaris dapat menolak untuk memberikan pelayanan dengan

alasan-alasan tertentu60 (pasal 16 ayat [1] huruf d UUJN). Dalam penjelasan pasal ini, ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan “alasan untuk menolaknya ” adalah alasan

yang mengakibatkan notaris tidak berpihak seperti adanya hubungan darah atau

semenda dengan notaris sendiri atau dengan suami/istrinya salah satu pihak tidak

mempunyai kemampuan bertindak untuk melakukan perbuatan, atau hal lain yang

tidak dibolehkan oleh undang-undang.

Di dalam praktiknya sendiri, ditemukan alasan-alasan lain sehingga notaris

menolak untuk memberikan jasanya, antara lain61

1. Apabila notaris sakit sehingga tidak dapat memberikan jasanya, jadi berhalangan secara fisik.

2. Apabila notaris tidak ada ditempat karena sedang dalam masa cuti.

3. Apabila notaris karena kesibukan pekerjaannya tidak dapat melayani orang lain.

4. Apabila surat-surat yang diperlukan untuk membuat suatu akta tidak diserahkan kepada notaris.

5. Apabila penghadap atau saksi yang diajukan oleh penghadap tidak dikenal oleh notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya.

6. Apabila yang berkepentingan tidak mau membayar biaya bea materai yang diwajibkan

7. Apabila karena pemberian jasa tersebut, notaris melanggar sumpahnya atau melakukan perbuatan melanggar hukum.

8. Apabila pihak-pihak menghendaki bahwa notaris membuat akta dalam bahasa yang tidak dikuasai oleh notaris yang bersangkutan, atau apabila orang-orang

60Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris

(8)

yang menghadap berbicara dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga notaris tidak mengerti apa sebenarnya yang dikehendaki oleh mereka.

Dengan demikian, jika memang notaris ini menolak untuk memberikan

jasanya kepada pihak yang membutuhkannya, maka penolakan tersebut harus

merupakan penolakan dalam arti hukum, dalam artian ada alasan atau argumentasi

hukum yang jelas dan tegas sehingga pihak yang bersangkutan dapat

memahaminya.62

Khusus untuk notaris yang melanggar ketentuan pasal 16 ayat (1) huruf l dan

k UUJN, disamping dapat dijatuhi sanksi yang terdapat dalam pasal 85 UUJN juga

dapat dikenakan sanksi berupa akta yang dibuat dihadapan notaris hanya mempunya

kekuatan pembuktian sebagai akta dibabawah tangan atas suatu akan menjadi batal

demi hukum (pasal 84 UUJN). Maka apabila kemudian merugikan para pihak yang

bersangkutan, maka pihak tersebut dapat menuntut biaya, ganti rugi, dan bunga

kepada notaris. Sedangkan untuk pasal 16 ayat (1) huruf l dan m UUJN meskipun

termasuk dalam kewajiban notaris, tapi jika notaris tidak melakukannya maka tidak

akan dikenakan sanksi apapun.63

Menurut ketentuan pasal 16 ayat (7) UUJN, pembacaan akta tidak wajib

dilakukan jika dikehendaki oleh penghadap agar akta tidak dibacakan karena

penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan/atau memahami isi akta tersebut,

dengan ketentuan hal tersebut dicantumkan pada akhir akta. Sebaliknya, jika

62Ibid

(9)

penghadap tidak berkehendak seperti itu, maka notaris wajib untuk membacakannya

yang kemudian ditanda tangani oleh setiap penghadap, saksi dan notaris sebagaimana

tersebut dalam pasal 44 ayat (1) UUJN (Habib Adjie, 2008:83) dan apabila pasal 44

UUJN ini dilanggar oleh notaris maka akan dikenakan sanksi sebagaimana yang

tersebut dalam pasal 84 UUJN.64

Ketentuan pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN jika tidak dilaksanakan oleh

notaris dalam arti notaris tidak mau menerima magang, maka kepada notaris yang

bersangkutan tidak menerima sanksi apapun. Namun demikian meskipun tanpa

sanksi, perlu diingat oleh semua notaris bahwa sebelum menjalankan tugas

jabatannya sebagai notaris, yang bersangkutan pasti pernah melakukan magang

sehingga alangkah baiknya jika notaris yang bersangkutan mau menerima magang

sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap kelangsungan dunia notaris di

Indonesia.65

Selain kewajiban untuk melakukan hal-hal yang telah diatur dalam

Undang-undang, notaris masih memiliki suatu kewajiban lain. Hal ini berhubungan dengan

sumpah/janji notaris yang berisi bahwa notaris akan merahasiakan isi akta dan

keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan notaris. Secara umum, notaris

wajib merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta

notaris, kecuali diperintahkan oleh undang-undang bahwa notaris tidak wajib

64Ibid

(10)

merahasiakan dan memberikan keterangan yang diperlukan yang berkaitan dengan

akta tersebut.66

Dengan demikian, hanya undang-undang saja yang dapat memerintahkan

notaris untuk membuka rahasia isi akta dan keterangan/pernyataan yang diketahui

oleh notaris yang berkaitan dengan pembuatan akta yang dimaksud. Hal ini dikenal

dengan “kewajiban ingkar” notaris67. Instrument untuk ingkar bagi notaris ditegaskan sebagai salah satu kewajiban notaris yang disebut dalam pasal 16 ayat (1) huruf e

UUJN, sehingga kewajiban ingkar untuk notaris melekat pada tugas jabatan notaris.

Kewajiban ini mutlak harus dilakukan dan dijalankan oleh notaris, kecuali ada

undang-undang yang memerintahkan untuk menggugurkan kewajiban ingkar

tersebut.68

Kewajiban untuk ingkar ini dapat dilakukan dengan batasan sepanjang notaris

diperiksa oleh instansi mana saja yang berupaya untuk meminta pernyataan atau

keterangan dari notaris yang berkaitan dengan akta yang telah atau pernah dibuat oleh

atau di hadapan notaris yang bersangkutan.69

Dalam praktiknya, jika ternyata notaris sebagai saksi atau tersangka, tergugat,

ataupun dalam pemeriksaan oleh Majelis Pengawas Notaris membuka rahasia dan

memberikan keterangan/pernyataan yang seharusnya wajib dirahasiakan, sedangkan

undang-undang tidak memerintahkannya, maka atas pengaduan pihak yang merasa

dirugikan dapat menuntut notaris yang bersangkutan. Dalam hal ini, dapat dikenakan

66 Ibid

67Habib Adjie,Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia,Op.cit,hal 89 68Ibid

(11)

pasal 322 ayat (1) dan (2) KUHP, yaitu membongkar rahasia, yang padahal sebenarya

notaris wajib menyimpannya. Maka sehubungan dengan perkara perdata, yaitu

apabila notaris berada dalam kedudukannya sebagai saksi, maka notaris dapat

meminta untuk dibebaskan dari kewajibannya untuk memberikan kesaksian, karena

jabatannya menurut undan-undang diwajibkan untuk merahasiakannya.70

C. Larangan Notaris

Larangan notaris merupakan suatu tindakan yang dilarang untuk dilakukan

oleh notaris. Jika larangan ini dilanggar oleh notaris, maka kepada notaris yang

melanggar akan dikenakan sanksi sebagaimana yang tersebut dalam pasal 85 UUJN.71 Dalam hal ini, ada suatu tindakan yang perlu ditegaskan mengenai subtansi

pasal 17 huruf b, yaitu meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari tujuh hari

berturut-turut tanpa alasan yang sah. Bahwa notaris mempunyai wilayah jabatan satu

provinsi (pasal 18 ayat [2] UUJN) dan mempunyai tempat kedudukan pada satu kota

atau kabupaten pada provinsi tersebut (pasal 18 ayat [1] UUJN). Yang sebenarnya

dilarang adalah meninggalkan wilayah jabatannya (provinsi) lebih dari tujuh hari

kerja.72

Dengan demikian, maka dapat ditafsirkan bahwa notaris tidak dilarang untuk

meninggalkan wilayah kedudukan notaris (kota/kabupaten) lebih dari tujuh hari kerja,

namun terdapat juga beberapa larangan kepada notaris73: 1. Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya;

2. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;

70Habib Adjie,Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia,hal 90 71

Putri A.R. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris yang Berimplikasi Perbuatan Pidana, Jakarta : PT. Softmedia, 2011.

(12)

3. Merangkap sebagai pegawai negeri;

4. Merangkap jabatan sebagai pegawai Negara; 5. Merangkap jabatan sebagai advokat

6. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;

7. Merangkap jabatan sebagai pejabat pembuat akta tanah di luar wilayah jabatan notaris;

8. Menjadi notaris pengganti;

9. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatuhan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris.

Notaris hanya berkedudukan disatu tempat dikota/kabupaten, dan memiliki

kewenangan wilayah jabatan seluruh wilayah provinsi tempat kedudukannya. Notaris

hanya memiliki hanya satu kantor, tidak boleh membuka cabang atau perwakilan dan

tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan dari luar tempat kedudukannya,

yang artinya seluruh pembuatan akta harus sebisa mungkin dilaksanakan dikantor

Notaris kecuali pembuatan akta-akta tertentu. Notaris dapat membuat perserikatan

perdata, dalam hal ini mendirikan kantor bersama notaris, dengan tetap

memperhatikan kemandirian dan kenetralannya dalam menjalankan jabatan notaris.74 Setiap notaris ditempatkan disuatu daerah berdasarkan formasi notaris.

Formasi notaris ditentukan oleh Menteri Hukum dan HAM. Dengan

mempertimbangkan usul dari organisasi notaris. Formasi notaris diitentukan

berdasarkan :

1. Kegiatan dunia usaha.

2. Jumlah penduduk

74 Ikatan Notaris Indonesia. Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan Di Masa

(13)

3. Rata-rata jumlah Akta yang dibuat oleh dan/atau dihadapan niotaris tiap

bulannya.

Sebagai pejabat umum, notaris memiliki jam kerja yang tidak terbatas. Untuk

itu notaris memiliki hak cuti. Ketentuan mengenai cuti notaris sebagai berikut75: 1. Hak cuti bisa diambil setelah notaris menjalankan jabatannya secara efektif

selama 2 tahun.

2. Selama cuti, notaris harus memilih notaris pengganti.

3. Cuti bisa diambil setiap tahun atau diambil sekaligus untuk beberapa tahun. 4. Setiap pengambilan cuti maksimal 5 tahun sudah termasuk perpanjangannya. 5. Selama masa jabatan notaris, jumlah waktu cuti paling lama ialah 12 tahun. 6. Permohonan cuti diajukan ke :

a. Majelis pengawas daerah untuk cuti tidak lebih dari 6 bulan. b. Majelis pengawas wilayah untuk cuti 6 bulan sampai 1 tahun. c. Majelis pengawas pusat untuk cuti lebih dari 1 tahun.

1. Selain notaris itu sendiri dalam keadaan terdesak, suami/istri atau keluarga sedarah dalam garis lurus dari notaris dapat memohonkan permohonan cuti kepada Majelis pengawas.

2. Apabila permohonan cuti diterima maka dikeluarkan sertifikat cuti, yang dikeluarkan oleh pejabat yang dituju.

3. Apabila permohonan cuti ditolak oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti, maka penolakan itu harus disertai oleh alasan penolakan.

4. Notaris yang cuti wajib menyerahkan protokol notaris ke notaris pengganti. Apabila pada saat cuti notaris meninggal dunia, maka notaris menggantikannya menjalankan jabatannya.Suami/istri atau keluarga sedarah dalam garis lurus dari notaris wajib melaporkan kepada Majelis pengawas daerah dalam jangka waktu 7 hari kerja sejak notaris itu meninggal.

Notaris pengganti adalah orang yang diangkat sementara untuk menggantikan notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai notaris dengan ketentuan sebagai berikut :76

1. WNI

2. Cukup umur (27 tahun) 3. Berijazah sarjana hukum.

4. Telah bekerja sebagai karyawan kantor notaris paling sedikit 2 tahun berturut-turut.

(14)

Notaris pengganti khusus ditunjuk oleh Majelis pengawas daerah dan ahnanya

berwenang untuk membuat akta untuk kepentingan notaris dan keluarganya77.Notaris pengganti khusus tidak disertai dengan penyerahan protokol notaris78

Pejabat sementara notaris, yaitu seseorang yang untuk sementara menjalankan

jabatan notaris bagi notaris yang :

1. Meninggal dunia

2. Diberhentikan

3. Diberhentikan sementara

Pemberhentian notaris menurut UUJN (Pasal 8 – 14) pemberhentian notaris

dikarenakan 3 hal yaitu. Notaris berhenti dari jabatannya dengan hormat, karena :

1. Dalam proses pailid atau penundaan pembayaran hutang notaris yang

bersangkutan dapat dipulihkan hak nya setelah keadaan tersebut selesai.

2. Berada dibawah pengampuan notaris yang bersangkutan dapat dipulihkan

haknya setelah keadaan tersebut telah selesai.

3. Melakukan perbuatan tercela notaris yang bersangkutan dapat dipulihkan

haknya setelah masa pemberhentian sementara berakhir (masa pemberhentian

sementara maksimal 6 bulan).

4. Melanggar kewajiban dan larangan jabatan

Notaris yang bersangkutan dapat dipulihkan haknya setelah masa

pemberhentian sementara berakhir. Dalam hal merangkap jabatan, notaris wajib

mengambil cuti dan memilih notaris pengganti. Jika tidak memilih notaris pengganti

(15)

maka NPD akan menunjuk notaris lain sebagai pemegang protokol notaris. Setelah

tidak lagi merangkap jabatan dapat kembali menjadi pejabat notaris.79

Pengawas notaris menurut UUJN (pasal 67-81) notaris merupakan jabatan

yang mandiri dan tidak memiliki atasan yang struktural, jadi notaris bertanggung

jawab langsung kepada masyarakat. Pengawas notaris adalah mentri hukum dan

HAM yang dalam rangka mengawasi notaris membentuk majelis pengawas dengan

unsur :80

1. Pemerintah sebagai penguasa yang mengangkat pejabat notaris

2. Notaris dilibatkan karena notaris yang mengetahui seluk beluk pekerjaan

notaris.

3. Akademis kehadirannya dikaitkan dengan perkembangan ilmu hukum, karena

lingkup kerja notaris bersifat dinamis dan selalu berkembang.

Yang diawasi oleh majelis pengawas :81 1. Tingkah laku notaris

2. Pelaksanaan jabatan notaris

3. Pemenuhan kode etika notaris, baik kode etik dalam organisasi notaris

ataupun yang ada dalam UUJN

Organisasi notaris adalah wadah perkumpulan notaris. Di Indonesia, hanya

ada satu organisasi yang diakui dan itu Ikatan Notaris Indonesia (INI). Ini telah ada

79

Yanuar Arifin,Op.cit,hal 52

80Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 67

(16)

dari awal muculnya profesi notaris di Indonesia. Wadah yang diakui hanya satu

karena wadah profesi ini memiliki satu kode etik. Dan juga diakui oleh Departemen

Hukum dan HAM sesuai dengan keputusan Mentri Hukum dan HAM No.M.01/2003

Pasal 1 Butir 13.82

D. Prosedur Pengurusan Sertipikat dan Macam Jenis Sertipikat Untuk Perumahan

Di Indonesia, pengaturan hukum pertanahan tunduk pada Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau biasa juga

disebut Undang-Undang Pokok Agraria selanjutnya ditulis UUPA. Lahirnya UUPA

pada 24 September merupakan peristiwa penting dibidang agraria dan pertanahan di

Indonesia.Dengan lahirnya UUPA tersebut maka kebijak-kebijakan pertanahan di era

pemerintahan kolonial Hindia Belanda mulai ditinggalkan dan diganti dengan hukum

nasional.83

UUPA yang disusun pada masa Presiden Soekarno diterbitkan guna

menggantikan Agrarische Wet 1870 warisan pemerintah kolonial Hindia Belanda

yang terkenal dengan prinsip domein verklaring yang menganggap semua tanah

jajahan yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya berdasarkan pembuktian hukum

barat, maka tanah tersebut dinyatakan sebagai tanah milik Negara atau pemerintah

Hindia Belanda.

UUPA adalah produk hukum Orde Lama yang menghendaki adanya

pembaruan agraria atau pertanahan berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar

82Ibid

(17)

1945. Kebijakan pemerintahan Orde Lama lebih ditekankan guna mewujudkan

kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat

(3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung

didalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.84

Pemberlakuan UUPA meskipun telah banyak memberikan manfaat bagi

pembaruan hukum pertanahan di Indonesia namun undang-undang tersebut masih

memerlukan revisi guna menyesuaikan diri dengan perubahan zaman khususnya

perubahan multi dimensi yang terjadi di Indonesia sejak bergulirnya era Reformasi

tahun 1998 hingga saat ini. Salah satu aturan yang perlu di revisi misalnya ketentuan

kepemilikan properti oleh orang asing sehingga hal tersebut dapat mendorong

pertumbuhan sector usaha riil khususnya industri properti di tanah air.85

Revisi UUPA yang lain misalnya ketentuan tentang pemisahan status

kepemilikan tanah dengan bangunan gedung. Kantor pertanahan sebaiknya hanya

berwenang mengurus penerbitan sertifikat hak atas tanah, sedangkan penerbitan

sertifikat hak atas bagunan gedung di terbitkan oleh instansi lain yaitu Pemerintah

Daerah melalui Dinas Bangunan. Pemisahan status kepemilikan tanah dengan

bangunan gedung dibutuhkan guna memberikan nilai tambah secara ekonomis

terhadap bagunan gedung sebagai asset tersendiri maupun sebagai objek hak jaminan

utang.86

84

Muchsin, Imam Koeswayono.Hukum Agraria Indonesia Dalam Perpektif Sejarah,Op.cit, hal. 16

85Ibid

(18)

UUPA memberikan kekuasaan bagi Negara menguasai bumi, air dan ruang angkasa sebagai kekayaan nasional. Hak menguasai dari Negara memberikan wewenang untuk87:

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. Menentukan dan mengatur hubungan- hubungan hukum antara orang – orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. Menentukan dan mengatur hubungan- hubungan hukum antara orang – orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Negara memiliki kekuasaan penuh untuk mengatur masalah pertanahan di

Indonesia. Negara wajib memberikan perlindungan hukum atas tanah yang dimiliki

rakyat agar pihak lain yang tidak berkepentingan tidak dapat mengambil hak atas

tanah tersebut. Oleh karena itu, negara berhak memberikan hak kepemilikan dan hak

penguasaan atas tanah kepada individu atau badan hukum serta membuat

peraturan-peraturan yang berkaitan tentang hukum pertanahan di Indonesia. Dengan demikian,

secara garis besar hak atas tanah di Indonesia dibagi atas dua hal yakni88: 1) Hak yang dikuasai oleh perseorangan atau badan hukum; dan

2) Hak yang dikuasai oleh Negara.

Macam-macam hak atas tanah sesuai pasal 16 UUPA meliputi :

1. Hak Milik

Hak milik adalah hak turun- menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat

dipunyai orang atas tanah, namun dengan tetap mengingat ketentuan bahwa hak atas

tanah memiliki fungsi sosial. Jadi, meskipun hak milik merupakan hak yang mutlak

87

Yanuar Arifin,Panduan Lengkap Mengurus Dokumen Properti (Tanah Dan Rumah),2013, Banguntapan Jogjakarta: DIVA Press

88Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Hak-Hak Atas Tanah, 2013. Jakarta: Indonesia

(19)

dan terkuat tetapi hak tersebut tetap dibatasi oleh fungsi sosial, artinya hak milik tetap

harus bermanfaat bagi kepentingan Negara, dan masyarakat umum.89

Pengertian mengandung makna bahwa hak milik memiliki kekuatan hukum

yang paling besar dibandingkan hak-hak atas tanah yang lainya. Hak milik, berbeda

dengan hak- hak atas tanah yang lainya, tidak memiliki masa berlaku artinya bisa

berlangsung sepanjang masa asalkan tanah tersebut tetap berfungsi sosial dan tidak

bertentangan dengan kepentingan Negara dan masyarakat. Apabila kelak tanah

tersebut untuk kepentingan Negara atau masyarakat, maka Negara melalui keputusan

Pemerintah dan wakil rakyat (DPR, DPRD) dapat membeli tanah tersebut dengan

harga yang wajar atau mengambil alih tanah tersebut dengan memberikan ganti rugi

yang layak.90

Pihak yang berhak memiliki tanah Hak Milik sesuai pasal 21 UUPA adalah :

a. Perorangan yang berstatus Warga Negara Indonesia (WNI);

b. Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah dan memenuhi

syarat-syarat untuk dapat mempunyai hak milik (yaitu Badan hukum sosial, badan

hukum keagamaan dan bank-bank milik pemerintah).

Sesuai asas kebangsaan maka hanya warga Negara Indonesia (WNI) saja yang

dapat mempunyai tanah Hak Milik. Hak milik tidak dapat dimiliki oleh orang asing

(WNA) dan pemindahan hak milik kepada orang asing dilarang. Orang asing dapat

mempunyai tanah dengan status hak pakai yang luasnya terbatas. Badan hukum pun

pada dasarnya tidak dapat mempunyai hak milik tetapi dapat memiliki hak-hak lainya

seperti Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai.

(20)

Dengan demikian dapat dicegah usaha-usaha yang bermaksud menghindari ketentuan

batas maksimal luas tanah hak milik sesuai aturan pasal 17 UUPA.91

Kepemilikan tanah berstatus Hak Milik untuk kepentingan Rumah Tinggal di

Indonesia dibatasi maksimal 5 (lima) bidang tanah atau maksimal seluas 5000 m2 (lima ribu meter persegi) sesuai pasal 2 Ayat (1) huruf e dan pasal 4 Ayat (3)

Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998 tentang

Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal.92

Batas kepemilikan Tanah Pertanian diatur dalam pasal 1 Perpu 56/1960 yang

kemudian menjadi UU 56/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian yang

menyatakan bahwa seorang atau orang-orang yang dalam penghidupannya

merupakan suatu keluarga bersama-sama hanya diperbolehkan menguasai tanah

pertanian, baik milik sendiri atau kepunyaan orang lain atau dikuasai seluruhnya tidak

boleh lebih dari 20 hektare, baik sawah, tanah kering maupun sawah dan tanah kering. Dengan mengingat keadaan daerah yang sangat khusus Menteri Agrari dapat

menambah luas maksimum 20 hektare tersebut dengan paling banyak 5 hektare.

Meskipun pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat mempunyai Hak

Milik atas tanah tapi mengingat keperluan masyarakat yang sangat erat hukumnya

dengan paham keagamaan, sosial dan hubungan perekonomian, maka di adakanlah

suatu“escape-clause”yang memungkinkan badan-badan hukum tertentu mempunyai

Hak Milik. Dengan adanya“escape-clause”ini maka cukup bila ada keperluan akan

Hak Milik bagi sesuatu atau macam badan hukum diberikan dispensasi oleh

pemerintah, dengan jalan menunjukkan badan hukum tersebut sebagai badan-badan

91Ibid

(21)

hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah sesuai pasal 21 ayat 2 UUPA.

Badan-badan hukum yang bergerak dalam lapangan sosial dan keagamaan ditunjuk

dalam pasal 49 UUPA sebagai badan-badan yang dapat mempunyai Hak Milik atas

tanah, tetapi sepanjang tanahnya diperlukan untuk usahanya dalam bidang sosial dan

keagamaan. Dalam hal-hal yang tidak langsung berhubungan dengan bidang sosial

keagamaan maka mereka dianggap sebagai badan hukum biasa.93

Berdasarkan aturan pasal 8 Peraturan Menteri Agrarian/Kepala BPN Nomor 9

Tahun 1999, tanah berstatus Hak Milik dapat diberikan kepada:

a) Warga Negara Indonesia (WNI);

b) Badan-badan Hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu :

1) Bank Pemerintah;

2) Badan Keagamaan dan Badan Sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah.

Pemberian Hak Milik untuk badan hukum tersebut, hanya dapat diberikan atas

tanah-tanah tertentu yang benar-benar berkaitan langsung dengan tugas pokok dan

fungsi badan hukum dimaksud. Hak Milik atas tanah dapat diperoleh berdasarkan

hukum adat atau peraturan dari pemerintah. Terjadinya Hak Milik menurut hukum

adat diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan Hak Milik yang diperoleh

berdasarkan Peraturan Pemerintah dapat terjadi dengan adanya undang-undang

ataupun penetapan Pemerintah.94

93Ibid

(22)

Contoh tanah Hak Milik yang diperoleh berdasarkan penetapan Pemerintah

antara lain adalah perubahan status tanah HGB atau Hak Pakai untuk Rumah Tinggal

dengan luas maksimal 600 m2menjadi Tanah Hak Milik sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Negar Agraria/ Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998 tentang

Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal, serta peraturan Menteri

Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan

Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.95 Hak Milik dapat diperoleh melalui beberapa cara yaitu96: a) Transaksi jual-beli;

b) Penukaran;

c) Penghibahan;

d) Wasiat;

e) Pemberian menurut hukum adat; dan

f) Perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan Hak Milik.

Cara-cara perolehan tersebut hanya sah jika dilakukan diantara sesama WNI,

sedangkan jika dilakukan dengan WNA mak transaksi dianggap batal demi hukum.

Hak Milik dapat hapus apabila:

a) Tanahnya jatuh kepada Negara karena sebab tertentu;

b) Tanahnya musnah, karena bencana alam atau peperangan.

Tanah berstatus Hak Milik dapat jatuh kepada Negara disebabkan:

95Ibid

(23)

a) Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18;

b) Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;

c) Karena ditelantarkan;

d) Karena ketentuan Pasal 21 Ayat (3) dan Pasal 26 Ayat (2).

Berdasarkan Pasal 21 Ayat 3 UUPA, terdapat pihak-pihak yang wajib

melepaskan Hak Milik atas tanah yang dimilikinya, yakni :

a) Warga Negara Asing (WNA), yang memperolah Hak Milik terhitung sejak

sesudah berlakunya UUPA, yang disebabkan karena pewarisan dan tanpa

wasiat atau percampuran harta perkawinan.

b) Warga Negara Indonesia (WNI) yang kehilangan kewarganegaraannya setelah

berlakunya UUPA.

c) Individu yang memiliki kewarganegaraan Indonesia dan kewarganegaraan

asing disaat bersamaan, atau individu berkewarganegaraan ganda.

Pasal 26 Ayat 2 mengatur larangan jual-beli, penukaran, penghibahan,

pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk

langsung atau tidak langsung memindahkan Hak Milik kepala asing (WNA), kepada

WNI yang berkewarganegaraan ganda, atau kepada suatu badan hukum kecuali yang

yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam Pasal 21 Ayat (2). Jika larangan tersebut

dilanggar maka pengalihan hak tersebut batal karena hokum dan tanahnya jatuh

kepada Negara.97

(24)

Meskipun pengalihan Hak Milik kepada badan hukum pada dasarnya tidak

diperbolehkan, namun dalam praktiknya peruses pengalihan tanah semacam ini tetap

dapat dilakukan asalkan status tanah tersebut diubah lebih dahulu dari Hak Milik

menjadi HGB sehingga boleh dimilki oleh badan hukum. Di sisi lain, WNI yang

ingin menjual tanah Hak Milik kepada orang asing (WNA) harus lebih dulu

mengubah status tanah tersebut menjadi Hak Pakai sehingga boleh dimiliki oleh

orang asing. Tata cara konversi atau perubahan status tanah Hak Milik menjadi tanah

HGB atau menjadi Hak Pakai diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala BPN nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan

Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.98

2. Hak Guna Usaha (HGU)

Hak Guna Usaha yang selanjutnya disebut HGU adalah hak untuk

mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu 25

Tahun atau 35 Tahun dan dapat diperpanjang selama 25 tahun, guna keperluan

perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. HGU dapat dialihkan dan dijadikan

jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.99

Subyek Hak Guna Usaha berdasarkan Pasal 30 ayat 1 UUPA adalah :

1. Warga Negara Indonesia (WNI)

2. Badan Hukum yang didirikan menurut hokum Indonesia dan berkedudukan di

Indonesia.

98Ibid

(25)

Hak Guna Usaha dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain dengan cara :

a) Jual-beli

b) Tukar-menukar,

c) Penyertaan dalam modal,

d) Hibah,

e) Warisan.

3. Hak Guna Bangunan (HGB)

Hak Guna Bangunan yang selanjutnya disebut HGB adalah hak untuk

mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan diatas tanah yang bukan miliknya

sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 Tahun dan dapat diperpanjang paling

lama 20 Tahun. Sama hal nya dengan Hak Milik dan HGU, HGB juga dapat

dialihkan dan dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.100

Luas maksimum tanah HGB juga tidak diatur dalam UUPA. Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972, Pasal 4, menyatatakan keputusan

pemberian HGB untuk tanah yang luasnya tidak lebih dari 2000 meter persegi dan

jangka waktunya tidak melebihi 20 tahun diberikan oleh Gubernur. Sedangkan

menurut Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 tahun 1993, surat keputusan pemberian

HGB untuk tanah yang luasnya lebih dari 5 hektare diterbitkan oleh kanwil BPN dan

jika luasnya kurang dari 5 hektare diterbitkan oleh kepala kantor pertanahan.

Pasal 36 ayat 1 UUPA menentukan bahwa yang dapat mempunyai HGB

adalah:

a) Perorangan Warga Negara Indonesia (WNI) ;

(26)

b) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di

Indonesia (Badan Hukum Indonesia).

Hak Guna Bangunan dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain dengan

cara :

a) Jual-beli

b) Tukar-menukar,

c) Penyertaan dalam modal,

d) Hibah,

e) Warisan.

4. Hak Pakai

Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari

tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi

wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberian oleh pejabat

yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya,

yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala

sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA ini.101 Subjek Hak Pakai adalah:102

a. Perorangan Warga Negara Indonesia (WNI);

b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (Badan Hukum Indonesia);

c. Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, dan Pemerintah Daerah; d. Badan-badan keagamaan dan sosial;

e. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

f. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;

101Undang-undang Pokok Agraria Pasal 41 ayat 1

(27)

g. Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan internasional.

Objek Hak Pakai adalah103: a. Tanah Negara

Hak Pakai atas Tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh

Menteri Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk.

b. Tanah Hak Pengelolaan

Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian

hak oleh Menteri Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul

pemegang Hak Pengelolaan.

c. Tanah Hak Milik

Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian hak pakai oleh

pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta

Tanah.

Pemegang Hak Pakai memiliki kewajiban-kewajiban sebagai berikut104:

a) Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan

dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah Hak

Pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Pakai.

b) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan

sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian

103Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996

(28)

penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Pakai

tanah Hak Milik.

c) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta

menjaga kelestarian lingkungan hidup;

d) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada

Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak

Pakai tersebut tersebut dihapus;

e) Menyerahkan sertifikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor

Pertahanan.

f) Jika tanah Hak Pakai karena keadaan geografis atau lingkungan atau

sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup

pekaranagan atau bidang tanah lain dari lalulintas umum atau jalan air, maka

pemegang Hak Pakai wajib memberikan jalan keluar atau jaln air atau

kemudahan lain bagi pekarangana atau bidang tanah yang terkurung itu.

Sertifikat menjadi bukti kepemilikan atau penguasaan atas tanah atau lahan.

Tidak hanya memastiikan status atas hak kepemilikan atau penguasaan atas tanah /

lahan, melainkan memilikik fungsi lain. Namun fungsi utama sertifikat tetap sebagai

alat bukti kepemilikan atau penguasaan yang sah atas tanah atau lahan. Secara

administratif, selain menjadi kepemilikan yang sah secara hukum, sertifikat juga

menjadi syarat jika kita ingin mendirikan bangunan di atas tanah yang kita kuasai.

(29)

tersebut. Secara ekonomis, sertifikat juga digunakan sebagai jaminan pembiayaan jika

kita membutuhkan pinjaman dari bank.105

Menurut Kepala Bidang Humas Badan Pertanahan Republik Indonesia, Doli

Manahan Panggabean, mendapatkan sertifikat merupakan langkah penting yang harus

dilakukan oleh siapapun yang memiliki dan menguasai tanah. Pasalnya, sertifikat

menjadi bukti penguasaan yang sah atas hokum kepemilikan tanah.Ada beberapa

macam sertifikat hak atas tanah yang dikenal dalam undang-undang nomor 5 tahun

1960 tentang pokok-pokok agraria, yakni Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat

Hak Guna Bangunan (SHGB). Dalam perkembangannya, atas kebutuhan perumahan

diperkotaan yang memerlukan bangunan perumahan dalam bentuk vertical, ada jenis

sertifikat baru, yakni Sertifikat Hak Atas Satuan Rumah Susun (SHSRS).106

(30)

BAB IV

AKIBAT HUKUM COVERNOTE YANG DIBUAT OLEH NOTARIS TERHADAP PIHAK-PIHAK YANG BERKEPENTINGAN

A. Covernote Merupakan Suatu Perjanjian

Didalam babini penulis ingin membahas tentang Surat Keterangan

(Covernote) yang pada saat Covernote tersebut dikeluarkan ataupun diterbitkan

kepada pihak kedua maka pada saat itu juga notaris telah melakukan suatu perbuatan

hukum yaitu telah melakukan perjanjian dengan pihak kedua atau pihak penerima

Covernote tersebut.

Didalam perjanjian Hukum Perdata berlaku karena ditentukan oleh perjanjian

yang dibuat oleh pihak-pihak.Perjanjian yang dibuat pihak-pihak itu menetapkan

diterimanya kewajiban hukum untuk dilaksanakan oleh pihak-pihak.Perjanjian

mengikat pihak-pihak dan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang

membuatnya. Perjanjian wajib dilaksanakan dengan asas itikad baik (te gouder

trouw).107

Perjanjian menciptakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang

membuatnya. Hubungan hukum itu menimbulkan kewajiban dan hak yang timbal

balik antara pihak-pihak.Hubungan hukum itu terjadi karena peristiwa hukum yang

berupa perbuatan perjanjian.108

107 R. Wirjono Prodjodikoro, Prof. DR., Azas-Azas Hukum Perjanjian, Bandung : Mandar

Maju, 2011.

108Ibid

(31)

Kehendak para pihak yang diwujudkan dalam kesepakatan adalah merupakan

dasar mengikatnya dasar suatu perjanjian dalam hukum kontrak prancis. Kehendak

itu dapat dinyatakan dengan berbagai cara baik lisan maupun tertulis dan mengikat

pada pihak dengan segala akibat hukumnya (Donnald Harris and Dennis

Tallon,1989:39). Sebagaimana diketahui Code Civil prancis mempengaruhi Burgelij

Wetboek Belanda, dan selanjutnya berdasarkan asas Konkordasi maka Burgelij

WetBoek Belanda diadopsi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Indonesia.Berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang tercantum dalam pasal 1338

ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian yang dibuat secara

sah,mengikat sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya.Akan tetapi

Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pedata menyebutkan bahwa setiap

perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.Dalam melaksanakan haknya

seorang kreditur harus memperhatikan kepentingan debitur dalam situasi tertentu.Jika

kreditur menuntut haknya pada saat yang paling sulit bagi debitur mungkin kreditur

dapat dianggap melaksanakan kontrak tidak dengan itikad baik. Selanjutnya menurut

Prof. R. Subekti, jika pelaksanaan perjanjian menurut hurufnya, justru akan

menimbulkan ketidakadilan,maka hakim mempunyai wewenang untuk menyimpang

dari isi perjanjian menurut hurufnya (R.Subekti,1998:41). Dengan demikian jika

pelaksanaan suatu perjanjian menimbulkan ketidakseimbangan atau melanggar rasa

keadilan, maka hakim dapat mengadakan penyesuaian terhadap hak dan kewajiban

yang tercantum dalam kontrak tersebut.109

(32)

Dalam praktik, berdasarkan asas itikad baik hakim memang menggunakan

wewenang untuk mencampuri isi perjanjian, sehingga tampaknya itikad baik bukan

saja harus ada pada pelaksanaan perjanjian, melainkan juga pada saat dibuatnya atau

ditandatanganinya perjanjian.Misalnya dalam kasus NY.Boesono dan R Boesono

melawan Sri Setia Ningsih Perkara No.341/K/PDT/1985, 14 Maret 1987 Mahkamah

Agung Republik Indonesia memutuskan bahwa bunga pinjaman sebesar 10%

perbulan terlalu tinggi dan bahkan bertentangan dengan kepatutan dan keadilan,

mengingat tergugat seorang Purnawirawan yang tidak berpenghasilan lain. Bahwa

ketentuan dalam perjanjian untuk menyerahkan buku pembayaran dana pensiun

sebagai “Jaminan” juga bertentangan dengan kepatuhan dan keadilan.Bahwa tergugat

selaku peminjam telah membayar Bunga Rp.400.000,- dari jumlah pinjaman

Rp.500.000,- Bahwa dalam perkara ini Mahkamah Agung berwenang untuk

menentukan Ex Aquo Et Bono dalam arti patut dan adil.Maka, bunga pinjaman

ditetapkan 1% per bulan, sehingga yang harus dibayar 10 bulan X Rp.5400,- adalah

Rp 54.000,-. Untuk bunga yang telah dibayar kepada penggugat

Rp.400.000,-haruslah di anggap sebagai pembayaran pokok pinjaman. Sehingga sisa pinjaman

tergugat kepada penggugat adalah Rp.140.000,- di tambah bunga

Rp.54.000,-jumlahnya Rp. 194.000,-.110

Menurut teori klasik hukum kontrak, asas itikad baik dapat diterapkan dalam

situasi dimana perjanjian sudah memenuhi syarat hal tertentu, akibatnya ajaran ini

Prenadamedia Group

110Keputusan Mahkamah Agung Perkara No. 341/K/Pdt/1985, Tanggal 14 Maret 1987 Dalam

(33)

tidak melindungi pihak yang menderita kerugian dalam tahap prakontrak atau tahap

perundingan, karena dalam tahap ini perjanjian belum memenuhi syarat hal

tertentu.111

Kalau seorang berjanji melaksanakan suatu hal, janji ini dalam hukum

hakekatnya ditujukan kepda orang lain. Berhubungan dengan ini, dapat dikatakan,

bahwa sifat pokol dalam hukum perjanjian ialah, bahwa hukum ini semula mengatur

perhubungan hukum antara orang-orang, jadi semula antar orang dan selanjutnya

benda.112

Dalam hal suatu perhubungan hukum mengenai suatu benda, Hukum B.W

memperbedakan hak terhadap benda (zakelijk recht) daripada hak terhadap orang

(persoonlijk recht),sedemikian rupa bahwa, meskipun suatu perjanjian (verbintensi)

adalah mengenai suatu benda, perjanjian itu tetap merupakan perhubungan hukum

antara orang dan orang, lebih tegas lagi antara seorang tertentu dan orang lain

tertentu. Artinya : Hukum B.W tetap memandang suatu perjanjian sebagai

perhubungan hukum dimana seorang tertentu, berdasar atas suatu janji, wajib untuk

melakukan suatu hal, dan orang lain tertentu berhak menuntuk pelaksanaan kewajiban

itu.113

Misalnya : seorang A dan seorang B membuat perjanjian jual beli, yaitu A

adalah penjual dan B adalah pembeli dan barang yang dibeli adalah suatu lemari

tertentu yang berada di dalam rumah penjual A. harga pembelian sudah dibayar, tapi

111Suharmoko,Op.cit,hal 25 112Ibid

(34)

sebelum lemari diserahkan kepada B, ada pencuri yang mengambil lemari tersebut,

sehingga lemari jatuh ditangan seorang ketiga C. kini B tetap hanya berhak menegur

A supaya lemari diserahkan kepadanya, dan B tidak dapat langsung menegur C untuk

menyerahkan lemari itu kepadanya.Kalau tidak tenang, dimana lemarinya berada,

maka pembeli B dapat menegur pencurinya, maka pembeli B dapat menegur

pencurinya untuk mengganti kerugian, akan tetapi peneguran ini tidak boleh

berdasarkan perjanjian jual beli saja, melainkan harus juga sekaligus pada pasal 1365

B.W tentang perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) yang dilakkan oleh

si pencuri itu.Kalau lemarinya masih berada di tangan pencuri, maka masih dapat

diragu-ragukan, apa pembeli B dapat langsung menegur si pencuri untuk

mengembalikan lemari itu kepada B, oleh karena pasal 1365 B.W hanya

menyebutkan suatu ganti kerugian dan mungkin menjadi soal, apakah pengembalian

lemarinya sendiri ini dapat dinamakan “ganti” kerugian.Untuk menghindarkan salah

paham, perlu dikemukakan dahulu bahwa “peneguran” kini suatu peneguran yang

dapat diikuti dengan suatu penuntutan dimuka Hakim yang dapat berhasil.114

Umpama lagi : seorang A menyewa suatu rumah dari seorang B. Kemudian A

dalam memakai rumah itu diganggu oleh seorang C. dalam hal ini A hanya dapat

menegur C, kalau C dalam mengganggu ini melakukan suatu perbuatan melanggar

hukum, dan A tidak boleh mendasarkan peneguran ini pada perjanjian

sewa-menyewa.Pada hakekatnya peraturan khusus, yang termuat dalam pasal 1556 B.W

anak kalimat penghabisan, yang memberi hak kepada si penyewa untuk, selaku

(35)

simpangan dari hakekat itu langsung menegur seorang ketiga yang mengganggu si

penyewa dalam memakai barang yang disewa.115

Dari dua contoh tersebut diatas sudah jelas, bahwa hakim perjanjian menurut

Burgelijk Book adalah bersifat perseorangan (persoonlijk karakter), tidak bersifat

perbedaan (geen zakelijk karakter). Sifat perbedaan ini diketemukan pada hak-hak,

yang diatur dalam buku II dari Burgelijk Wetboek, yang berkepala van Zaken, sedang

hukum perjanjian termuat sebagian besar dalam buku II dari B.W itu yang berkepala

“Van verbintenissen”.116

Hal terpenting yang diatur dalam buku II B.W ialah hak milik (recht van

eigendom) yaitu dalam title III terdiri dari pasal-pasal 570-624.Hak eigendom ini

merupakan suatu perhubungan hukum antara seorang dan suatu benda. Dalam hal

seorang lain bercampur pada perhubungan hukum itu sehingga de facto ada hubungan

antara dua orang yaitu seorang pemilik dan seorang lain itu, toh harus dipegang

teguh, bahwa tetap ada hubungan langsunga antara pemilik dan benda itu, sehingga

eigendom ini dapat dilaksanakan pemilik terhadap siapapun juga yang mencampuri

pada perhubungan hukum antara pemilik dan benda. Artinya : kalau ada seorang lain

mengganggu pemilik dalam melaksanakan hak eigendom itu, pemilik dapat menegur

pengganggu itu berdasarkan atas hak eigendomnya.117

Mengenai hak erfpacht yang teratur dalam title VIII dari buku II B.W dan

terdiri dari pasal-pasal 720-736, dan yang ada wujudnya mirip sekali dengan hak

115Ibid

116Ibid

(36)

seorang penyewa. Kalau dengan melalui jalan yang ditentuka dalam pasal-pasal

ersebut, seorang mendapat hak erpacht terhadap sebidang tanah, maka hak erpacht ini

mempunyai juga sifat perbedaan, artinya tetap melekat pada benda itu, selama hak itu

tidak hapus menurut peratutan B.W dan lagi pemilik hak erfpacht dapat

melaksanakan haknya terhadap siapapun juga yang mengganngunya, dan orang

pengganggu ini dapat ditegur olehpemilikhak erfpachtberdasarkan atas hak erfpacht

itu. Lain hanya dengan penyewa, seperti diatas telah dikatakan.118

Untuk menegaskan lagi sifat perbedaan (zakelijk karakter) ini berarti, bahwa

tetap ada hubungan langsung antara seorang dengan benda, bagaimanapun juga tetap

ada campur tangan dari orang lain; sedang sifat perseorangan (persoonlijk karakter)

dari hukum perjanjian ialah berarti, bahwa tetap ada hubungan antara orang dan

orang, meskipun ada terlihat suatu benda didalam perhubungan hukum itu.119

Bahwa dalam gangguan oleh seorang ketiga, pemilik hak benda dapat

melaksanakan haknya terhadap siapapun juga, adalah sifat lain dari hak benda yaitu

adlah sifat mutlak (absolut), sedang dalam hukum perjanjian seorang berhak, dapat

dibilang mempunyai hak tak-mutlak (relatif); yaitu hanya dapat melaksanakan hak

seorang tertentu yakni orang pihak lain yang turut membuat perjanjian itu.120

Dari uraian diatas sudah dapat dilihat, bahwa perbedaan antara hak yang

bersifat perbedaan dan hak yang bersifat perseorangan perhubungan erat dengan hal

penggugatan dimuka hakim.Dalam pemeriksaan perkara perdata dimuka hakimlah

118R. Wirjono Prodjodikoro, Prof. DR.,Azas-Azas Hukum Perjanjian, Op.cit,hal 40 119Ibid

(37)

terbeber secara terang perbedaan itu. Artinya, kalau seorang penggugat dimuka hakim

mendasarkan gugatan pada suatu perjanjian, sedang menurut hakim ia harus

mendasarkan gugatan (yang sama tujuannya) pada hal lain. Misalnya pada suatu

perbuatan melanggar hukum, maka hakim harus tidak menerima gugatannya dan

penggugat harus memajukan perkara baru yang berdasar secara benar. Kalau seorang

penyewa menggugat seorang pengganggu dimuka hakim dan ia dapat mengemukakan

suatu perbuatan melanggar hukum dari lawannya, maka gugatan pun dapat diterima,

dan gugatan harus dimajukan oleh pemilik benda oleh karena terhadap seseorang

pengganggu suatu gugatan hanya dapat berhasil, apabila didasarkan atas suatu hak

perbedaan (zakelijk recht) terhadap barang yang disewa itu.121

Dalam tiap-tiap perjanjian ada dua macam subjek, yaitu ke-1 seorang manusia

atau suatu badan hukum yang mendapat beban kewajiban untuk sesuatu dan yang

ke-2 seorang manusia atau suatubadan hukum yang mendapat hak tas pelaksanaan

kewajiban itu. Bahasa Belanda memakai kata-kata schuldenaar atau debiteur dan

schuldeiser atau perkataan pihak berwajib dan pihak berhak.122

Subjek yang berupa seorang manusia, harus memenuh syarat umum untuk

dapat melakukan suatu perbuatan hukum secara sah, yaitu harus sudah dewasa, sehat

pikirannya dan tidak oleh peraturan hukum dilarang atau diperbatasi dalam

melakukan perbuatan hukum yang sah.Seperti peraturan pailit, peraturan tentang

orang perempuan berkawin menurut B.W pasal (108 dan pasal 109) dan sebagainya.

121Ibid

(38)

Sebagai ukuran, bahwa seorang adalah sudah dewasa, Hukum Adat tidak mengenal

suatu umur tertentu, melainkan pada umumnya memakai pengertian “dapat hidup

sendiri” atau “akil balig”, dan baiasanya orang-orang yang dianggap “akil balig” ini,

berumur 16 dan 18 tahun atau sudah kawin dan berdiam sendiri, tidak bersama-sama

dengan orang tua.123

Bagi orang eropa dan Tionghoa pasal 30 B.W ayat 1 dan 2 menentukan,

bahwa orang dianggap dewasa, apabila sudah berumur 21 tahun tau kawin lebih dulu.

Bagi orang-orang Timur Asing yang lain, ada peraturan yang sama isinya, termuat

dalam temuat Staatblad 1924-556 pasal 1A sub c ke-1.124

Bagi orang Indonesia asal ada suatu ordinasi, termuat dalam staatblad

1931-54, yang menentukan:

1. Kalau dalam peraturan undang-undang (wettelijke voorcriften) terpakai perkataan “minderjarig” (belum dewasa), maka ini bagi orang-orang Indonesia berarti berumur kurang dari 21 tahun dan belum kawin.

2. Apabila perkawinan terjadi sebelum usia 21 tahun dan kemudian dipecahkan sebelum usia itu juga, yang bersangkutan tetap dianggap sudah dewasa. 3. Perkawinan antara kanak-kanak (kinderhuwelijk) tidak masuk istilah

perkawinan.

Perlu dikemukakan disini, bahwa staatblad 1931-54 hanya berlaku, apabila

dalam peraturan undang-undang betul-betul terpakai perkataan “minderjarig”, an

misalnya tidak berlaku, apabila dalam suatu undang-undang terpakai perkataan

“involwassene”seperti halnya dalam pasa 25 dari staatblad 1931 – 53. Dalam pasal

ini diatur hal pengangkatan seorang wali(voogd)oleh pengadilan negeri, apabila ada

123Ibid

(39)

seorang Indonesia asli yang“(onvolwassen)”dan untuk siapa peraturan Hukum Adat

tidak menunjuk seorang wali gna memelihara badan dan harta benda seorang yang

belum dewasa itu.Kini kata onvolwassen berarti belum dewasa menurut Hukum Adat.

Maka sesuai dengan ini adalah pasal 30 ayat 2 yang menentukan, bahwa orang-orang

yang berkepentingan dapat minta kepada Pengadilan Negeri supaya memutuskan, apa

seorang yang mendapat seorang wali angkatan Pengadilan Negeri menurut pasal 25

tersebut, pada sewaktu-waktu adalah sudah dewasa, agar perwakilan dapat

dihentikan.125

Perihal orang-orang yang kurang sehat pikirannya Bugerlijk Wetboek (pasal

1330 ke-2) bagi orang-orang yang tunduk padanya mengadakan suatu perbatasan

dakam hal kesanggupan melakukan perbuatan hukum, yaitu hanya orang yang

“ondecuratele gesteld” (diadakan dibawah suatu pengawasan tertentu) dianggap

tidak dapat melakukan perbuatan gukum yang sah sedang menurut pasal 38 ayat 2

“Regelement Krankzinnigenwezen” seorang Eropa yang dimaksudkan dalam rumah

sakit untuk orang gila tentang kesanggupan membikin perjanjian disamakan dengan

seorang yang berada dibawah“curatele”.Maka, kalau seorang gila yang tidak berada

di bawah suatu pengawasan, “curatele”.Dan juga tidak dimasukkan dalam rumah

sakit untuk orang gila, melakukan perbuataan hukum, perbuatan ini tidak dapat

dianggap tidak sah, kalau hanya didasarkan pada pasal 1330 B.W tentang

ketidaksanggupan (onbekwaamheid) untuk membentuk suatu persetujuan.Mungkin

salahnya perbuatan seorang gila itu dapat dibantah dengan beralasan atas keadaan

(40)

tidak sempurna dari perijinan (toestemming) yang juga diperlukan untuk sah nya

suatu persetujuan (pasal 1320 ke-1 B.W.).126

Kini ternyata bahwa Hukum Adat, yang tidak membedakan keadaan orang

gila yang berada dari yang tidak berada dibawah pengawasan “curatelle”, adalah

lebih memuaskan. Perlu ditegaskan disini, bahwa pasal 229-223 dari Reglemen yang

dibaharui atau H.I.R. atau pasal-pasal 263-268 dari wetrechts-reglement

buitengewesten (R.Bg.) juga bagi orang-orang Indonesia asli membuka kemungkinan

untuk mengadakan pengawasan “curatelle”, akan tetap bagi orang-orang Indonesia

asli tak ada peraturan seperti pasal 1330 B.W.127

Sebabnya orang sebelum dewasa dan orang yang tidak sehatpikirannya

dianggap tidak dapat melakukan erbuatan hukum secara sah, ialah bahwa pada

umumnya dapat dikhawatirkan, kalau-kalau orang itu terjerumus dalam perangkap

yang telah disediakan oleh pihak lain dalam pergaulan hidup. Maka untuk

kepentingan orang-orang itu sendirilah adanya anggapan ketidaksanggupan untuk

melakukan perbuatan hukum yang besar. Dan juga mereka toh membikin suatu

perjanjian dengan orang lain, hanya mereka sendiri dan bukannya pihak lawan untuk

minta pembatalan dari perjanjian itu.128

Dengan demikian, persetujuan semacam ini pelaksanaannya selalu tergantung

dari apa maunya pihak yang belum dewasa atau pihak yang berada dalam pengawasa

curatelli yaitu mau melaksanakan atau mau minta pembatalan dari persetujuan yang

126Suharnoko, S.H., MLI,Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus,Op.cit,hal 52 127Ibid

(41)

bersangkutan.Kontrak semacam ini sering dinamakan kontrak pincang (hinkend

contract). Saya rasa, Hukum Adat memperbolehkan Hakim memakai prinsip dari

pasal 1331 B.W. ini pedoman dalam hal-hal yang pada umumnya B.W. tidak

berlaku.Pasal 1331 ayat 1 B.W. bagian penghabisan membuka kemungkinan bahwa

oleh undang-undang dalam suatu soal tertentu dicabutkan hak untuk pembatalan dari

persetujuan ini.129

Menurut Dr. L. C. Hofmann dalam buku karangannya “het Nederlandsch

ferbintenissenrecht” jilid ke-1 cetakan ke-6 halaman 242, hanya satu kali

undang-undang melakukan pencabutan ini, yaitu dalam pasal 432 ayat 2 B.W. yang

menentukan, apabila seorang yang berusia 20 tahun, dengan Penetapan Pemerintah

disamakan dengan orang dewasa, tetapi sebelum mencapai usia 21 tahun. Penetatan

ini dicabut tanpa pengumuman dalam Berita Negara, maka pencabutan ini tidak

berlaku bagi seorang ketiga, artinya: persetujuan yang diadakan antara orang dewasa

ini dan orang ketiga itu, tidak dapat diminta pembatalannya.ergaulan hidup

dimasyarakat, dalam mana juga termasuk orang-orang dewasa dan/atau orang-orang

yang tidak sehat pikirannya membutuhkan perikatan orang-orang itu, agar ada tata

tertib dalam masyarakat, maka sudah seharusnya ada perwakilan mereka dalam

pergaulan hidup itu. Perwakilan ini bagi orang-orang belum dewasa, dilakukan oleh

orang tua atau walinya, bagi orang-orang yang tidak sehat pikirannya, oleh seorang

yang berwajib menjadi pengawas, dalam hal “curatelle” oleh “curator”.130

129Ibid

(42)

B. Covernote Dalam Persfektif Fiduciary Duty Hukum Perjanjian

Untuk memahami bagaimana suatu janji mengikat para pihak dalam sistem

hukum common law, perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertian consideration dan

promissiory estoppel.Consideration dan promissiory estoppel adalah dua prinsip

dasar hukum kontrakcommon law.Suatu janji tanpaconsiderationtidak mengikat dan

tidak dapat dituntut pelaksanaannya.Dalam sistem common law, suatu janji untuk

memberikan sesuatu secara cuma-cuma, seperti hibah tidak mengikat karena tidak

adaconsideration.131

Consideration is something be given in return, consideration canbi viewed as

counter promise, price or acetion(Paul Latimer, 1998:271), jadiconsiderationadalah

suatu kontra perestasi, yang berupa janji, harga atau perbuatan. Pada umumnya

kontrak bisnis memang bersifat timbal balik.Penerapan doktrin consideration dapat

mengakibatkan suatu kontrak tidak dapat dituntut pemenuhannya secara hukum

karena alasan yang sifatnya teknis. Seperti dalam kasus pinnel (1602), pengadilan

memutuskan bahwa pembayaran sejumlah uang untuk melunasi seluruh hutang tidak

membebaskan si debitur untuk melunasi sisa hutangnya, meskipun kreditur telah

berjanji bahwa dia tidak akan menuntut pembayaran seluruh utang jika debitur

membayar sebagian utangnya. Janji kreditur untuk membebaskan debitur dari sisa

utang yang belum dibayar tidak mengikat karena tidak adaconsideration dari debitur

atas janji tersebut. Keputusan ini diikuti dalam kasusfoakes melawan beer, (1884).132

(43)

Untuk mengatasi kekuatan doktrin consideration, pengadilan di Inggris dan

Amerika Serikat membuat doktrin Promissory estoppel. Promissory estopel salah

satu doktrin hukum yang mencegah seseorang (promisor) untuk menarik kembali

janjinya, dalam pihak yang menerima janji (promise) karena kepercayaan terhadap

janji tersebut telah melakukan suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu, sehingga

dia(promise)akan menderita kerugian jika(promisor)yaitu pihak yang member janji

diperkenankan untuk menarik janjinya (Paul Latimer, 1989:280).133

Ketentuan ini diputuskan dalam kasus London Property Trust Ltd Melawan

High Trees House Ltd., (1947) K.B130. Pada tahun 1997 penggugat menyewakan a

block of flatesdi London kepada tergugat untuk jangka waktu 99 tahun dengan harga

2.500 poundsterling per tahun. Ketika terjadi perang sangat sulit bagi tergugat untuk

mencari penghuni yang bersedia tinggal di flats tersebut hingga penggugat setuju

untuk menurunkan harga mnjadi 1,250 poundsterling selama waktu perang. Setelah

selesai perang penggugat menuntut supaya tergugat membayar penuh uang sewa

untuk seluruh periode sewa.Pengadilan memutuskan bahwa janji penggugat untuk

mengurangi uang sewa mengikat meskipun janji tersebut diberikan tanpa

consideration dari penyewa, karena berdasarkan doktrin promissiory estoppel suatu

janji mengikat meskipun diberikan tanpa consideration. Putusan ini menguikuti

putusan pengadilan sebelumnya dalam kasusHughes melawan Metropolitan Railway

Co.(1877).(A.G.Gust,1975:1133),.

(44)

Dalam perkembangan selanjutnya pengadilan di Amerika Serikat

mengembangkan doktrin promissiory estoppels untuk mengatasi situasi dimana

perjanjian belum memenuhi syarat hal tertentu, tetapi salah satu pihak karena percaya

dan menaruh pengharapan kepada janji-janji yang diberikan pihak lawannya dalam

proses negosiasi, melakukan perbuatan seperti melakukan investasi. Ternyata

kemudian pihak yang berjanji menarik kembali janjinya sehingga dia menderita

kerugian. Dalam kasus yang terkenalHofftman melawan Red owl Stores(1965), para

pihak merundingkan tentang kemungkinan pemberian franchise dari tergugat suatu

perusahaan supermarket yang mengoperasikan toko diberbagai wilayah kepada

penggugat. Dalam proses perundingan, tergugat berjanji akan membangun toko di

Chilton dan mengisinya dengan barang-barang dagangan untuk dijual oleh Hoffman,

jika Hoffman bersedia menginvestasikabn uang sebesar 18.000 US dollar. Karena

percaya kepada janji-janji tergugat, maka penggugat (Hoffman) membeli sebuah

bangunan Chilton dan menyewa rumah tempat tinggal untuk dirinya beserta

keluarganya di Chilton.Akan tetapi, kemudian tergugat menarik janjinya dan meminta

jumlah investasi yang lebih besar dan Hoffman tidak sanggup untuk memenuhinya

sehingga tidak terjadi kontrakfranchiseantara mereka.134

Berdasarkan doktrin Common law yang tradisional, pengadilan tidak dapat

menghukum tergugat membayar ganti rugi atas biaya yang telah dikeluarkan oleh

Homman karena Common lawtidak mengenal penerapan asas iktikad baik dalam

proses negosiasi. Dalam kasus ini belum ada kontrak, karena para pihak belum

(45)

sepakat mengenai feest, royalties, dan jangka waktu kontrak franchise. Teori

perjanjian yang klasik memberikan batas yang tegas antara tahap prakontrak tanpa

suatu tanggung jawab hukum dan tahap kontrak dengan suatu tanggung jawab hukum

(Jack Beatson and Daniel Friedman, 1995:15).135

Akan tetapi, the Wisconsin Supreme Court mengadopsi pandangan hukum

kontrak yang modern dengan mengabaikan syarat kepastian hukum demi mencapai

keadilan yang substansial dan memutuskan bahwa penggugat berhak menerima ganti

rugi atas kerugian yang dideritanya karena percaya dan menaruh pengharapan pada

janji-janji penggugat untuk memberikanfrinchisekontrak (realiance loss).Tampaknya

tergugat tidak mempunyai iktikad baik dalam bernegosiasi sehingga pengadilan

menghukumnya untuk membayar ganti rugi. Bagian yang paling menarik khusus ini

adalah pengadilan memberikan penggugat realiance damagesberupa ganti rugi atas

kerugian yang nyata dan bukan ekspectation damages yaitu kehilangan keuntungan

yang diharapkan. Penggugat tidak menerima ekspectation damageskarena memang

belum ada kontrak antara penggugat dan tergugat.Reliance loss dilindungi oleh

doktrin promissory estoppel (Donald Harris and Denis Tallon, 1989:27).Dengan

demikian, doktrin promissory estoppelsyang semula merupakan tanggapan atas

kekuatan penerapan doktrin consideration dan di terapkan hanya dalam hubungan

kontraktual, kini diterapkan juga bagi janji-janji para kontrak untuk melindungi

reliance loss.136

135Ibid

(46)

1. Output contract dan Requirement Contract

Karena pentingnya syarat hal tertentu bagi sahnya suatu perjanjian, maka perlu

juga dicermati masalah jumlah atauquantitybarang yang diperjanjikan.Apakah suatu

kontrak yang tidak menyebutkan dengan pasti jumlah barang yang diperdagangkan

sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian ataukah dianggap sebagai janji pra

kontrak?Dalam hukum kontrak internasional berlaku doktrin No Quantity No

Contract.Akan tetapi dalam system Common law, terhadap doktrin ini diakui ada

pengecualin yaitu dalam model kontrak yang disebutout put contractdan requitment

contract.137

Dalam Output contract pembeli menyanggupi untuk membeli berapapun

jumlah barang yang akan dihasilkan oleh penjual atau pemasok barang. Jadi, pada

saat ditandatanggani nya kontrak belum ada jumlah yang pasti menggenai barang

yang dijual. Output contract lebih menguntungkan penjual karena dia yang

menentukan jumlah barang yang dijual karena dia yang menentukan jumlah barang

yang dijual kepada pembeli sesuai dengan kapasitas produksi sipenjual. Model

kontrak seperti ini dipakai dalam kontrak penggadaan tenaga listrik yang diproduksi

dari panas bumi antara Pemerintah Indonesia sebagai pembeli dan pihak swasta

sebagai pemasok tenaga listrik.Adapun dalam requirement contract, penjual

menyanggupi untuk memenuhi beberapapun kebutuhan dan permintaan pembeli.Pada

saat ditandatangani kontrak belum disebutkan jumlah yang pasti berapa yang

dibutuhkan oleh pihak pembeli.Requirement contractlebih mengguntungkan pembeli

Referensi

Dokumen terkait

Adanya pengaruh pendapatan yang positif dan signifikan terhadap minat wirausaha, dapat diartikan bahwa semakin meningkatnya pendapatan yang diperolehnya akan semakin

Maka agar yang dipotret persis dengan potretnya, alat potret itu harus memakai film negatif yang belum terpakai (belum ada gambarnya), yang masih bersih.. Begitu pula

Kemudian untuk kebutuhan irisan transversal, daun yang diambil adalah daun ke 5 dari pucuk pada 3 percabangan yang berbeda dengan 3 ulangan pohonc. Masing-masing daun

Hasil yang dicapai dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah berupa infrastruktur jaringan internet dan website desa yang digunakan sebagai media sarana komunikasi

Dampaknya adalah tenaga buruh yang menjadi korban, tenaga buruh dieksploitasi oleh pengusaha dan pemerintah masih terkesan tutup mata misalnya : l) upah yang sangat

Tinggi tanaman pada kemiringan 3% juga berbeda nyata (signifikan) dengan kemiringan 7%. Besarnya panjang akar rata-rata tanaman pada masing-masing kemiringan dan

kredit yang diberikan oleh perusahaan sebagai pembeli kepada pemasok (supplier) dari bahan mentahnya atau barang-barang lainnya. Di sini pembeli membayar harga barang yang

Misalnya , mengenai produk yang tidak diketahui sebelumnya secara nyata oleh konsumen; tidak bertemunya secara fisik antara penjual dan pembeli saat bertransaksi,