• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembinaan Klinik Rehabilitasi Medan Plus terhadap Pengguna Narkoba dalam Revitalisasi Konsep Diri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembinaan Klinik Rehabilitasi Medan Plus terhadap Pengguna Narkoba dalam Revitalisasi Konsep Diri"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Narkoba merupakan singkatan dari narkotika dan obat / bahan berbahaya. Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyebutnya dengan istilah Napza yang merupakan singkatan dari norkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Semua isrilah ini baik narkoba atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan bagi penggunannya. Menurut pakar kesehatan narkoba sebenarnya adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini presepsi itu di salah gunakan akibat pemakaian yang telah di luar batas dosis.

(2)

Narkoba bekerja terutama pada otak atau susunan saraf pusat yang bertanggung jawab atas kehidupan perasaan yang disebut system limbus hipotalamus yaitu pusat kenikmatan di otak ( Martono & Joewana, 2006 ). Narkoba mengubah susunan biokimia molekul sel otak yang disebut Neurotransmitter. Perubahan susunan biokimia sel otak menyebabkan rasa nyaman atau nikmat yang bersifat sementara. Setelah itu timbul perasaan sebaliknya yakni perasaan gelisah, cemas, rasa tertekan, dan sebagainya.

Penyebab penyalahgunaan narkoba sangat kompleks, tetapi merupakan interaksi dari 3 (tiga) faktor seperti modifikasi Blum, H.L. dalam Afiatin (2004a), yaitu merupakan interaksi tiga faktor: host (individu), agent (zat/narkoba) dan environment (lingkungan sosial). Dipandang dari segi kesehatan jiwa, dari ketiga faktor tersebut di atas, faktor individu merupakan faktor yang utama. Namun demikian, pada umumnya perbuatan penyalahgunaan narkoba disebabkan bukan oleh salah satu faktor tersebut, melainkan oleh interaksi beberapa faktor baik faktor diri dan kepribadian maupun faktor lingkungan.

a. Faktor zat. Tidak semua zat dapat menimbulkan gangguan penggunaan zat. Hanya zat dengan khasiat farmakologik tertentu dapat menimbulkan gangguan zat, dalam pendekatan ini, dapat dibedakan menjadi zat yang dapat menimbulkan ketergantungan dan zat yang tidak dapat menimbulkan ketergantungan.

(3)

kelompok risiko tinggi atau tidak. Ciri remaja dengan resiko tinggi terhadap gangguan pengguna narkotika dan zat adiktif lainnya adalah ditandai dengan adanya sifat mudah kecewa, agresif, destruktif sebagai cara untuk mengurangi rasa kecewa, merasa rendah diri, cepat bosan / merasa tertekan. Dari tanda yang ditimbulkan tersebut dalam kehidupan sehari-hari juga dapat dilihat perilaku seperti prestasi yang cenderung rendah atau menurun, cenderung memiliki sifat pembangkang, cenderung memilki gangguan jiwa ( cemas, depresi, apatis, menarik diri dalam pergaulan, obsesi atau sebaliknya bisa menjadi hiperaktif) , ada perilaku menyimpang seperti hubungan seksual yang tidak terlindungi, ataupun penyimpangan prikoseksual dengan akibat kegagalan atau tidak terjadi identifikasi seksual yang memadai.

Menurut Afiatin (2004b) faktor psikologis penyebab remaja menyalahgunakan narkoba meliputi aspek personal (harga diri), interpersonal (asertivitas), dan kognitif (pengetahuan tentang narkoba). Ketiga aspek inilah yang perlu diperhatikan dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja ditinjau dari aspek individunya, khususnya dalam aspek psikologis. Perlu dirancang program prevensi yang meningkatkan faktor-faktor protektif, yaitu tingginya harga diri, asertivitas dan pengetahuan yang tepat tentang narkoba pada remaja.

(4)

hal pencegahan kalau dilingkungan ini tidak terbentuk sikap saling menjaga dan melindungi banyak individu yang bisa terjebak dalam penyalahgunaan narkoba. Jika kondisi keluarga yang tidak harmonis seperti, komunikasi yang kurang efektif antara orang tua dan anak, ataupun ada anggota keluarga yang menjadi pengedar narkoba. Kemungkinan individu terlibat kedalam penyalahgunaan narkoba semakin besar dan meluas. Selanjutnya lingkungan pergaulan, disini biasanya lingkungan yang cukup rawan ketika suatu individu terjebak kedalam lingkungan pergaulan yang salah. Pergaulan disekolah ataupun di luar sekolah jika tidak terarah dan terkontrol dapat juga menjerumuskan individu kedalam penyalahgunaan narkoba. Peran orang – orang sekitar juga berpengaruh dalam lingkungan pergaulan ini agar tidak terjebak dalam penyalahgunaan narkoba. Peran aktif dari masyarakat juga penting untuk mengontrol lingkungan pergaulan yang salah.

Ada 4 tahapan untuk bisa kita lihat apakah orang tersebut pengguna narkoba yang aktif atau pasif :

A. Tahap Coba-coba

Mulanya tahapa ini cuma coba-coba,kemudian terjebak oleh 3 sifat jahat narkoba, ia menjadi mau lagi dan lagi., tapi ada sedikit gambaran gejala tersebut, yaitu :

(5)

Gejala ini adalah gejala yang merujuk dengan Adanya perubahan pada sikap individu, akan timbul rasa takut dan malu yang disebabkan oleh perasaan bersalah dan berdosa, individu jadi lebih sensitif, resah dan gelisah, kemanjaan dan kemesraan akan berkurang bahkan hilang.

Pada fisik

Pada fisik belum tampak pada tubuh individu. Tapi jika lagi pakai psikotropika, ekstasi, atau sabu, dia akan gembira, murah senyum dan ramah, jika menggunakan jenis putaw, ia akan tampak tenang, tentram, tidak peduli pada orang lain. Sebaliknya jika sedang tidak memakai tidak akan tampak gejala apapun.

B. Tahap Pemula

Setelah tahap coba- coba, kemudian meningkat menjadi terbiasa yang tergolong kedalam pemula. Tahap ini sudah menunjukan hal yang sangat mengkhawatirkan dimana orang tersebut akan terus memakai karena kenikmatannya dan akan terus menggunakannya. Pada tahap ini akan muncul gejala-gejala yang dapat kita cermati yaitu sebagai berikut:

Gejala psikologi

Sikap individu menjadi lebih tertutup, jiwanya resah, gelisah, kurang tenang dan lebih sensitif, hubungan dengan orang tua dan saudara–saudara mulai renggang tidak lagi terlihat riang, ceria dan dia mulai tampak banyak menyembunyikan rahasia.

(6)

Tidak tampak perubahan yang nyata. Jika dia memakai tampak lebih lincah, lebih riang, lebih percaya diri berarti dia memakai psikotropika stimulan, shabu, atau ekstasi, jika ia tampak lebih tenang, mengantuk, berarti dia memakai obat penenang, ganja, atau putaw.

C. Tahap Berkala

Setelah beberapa kali memakai narkoba sebagai pemakai insidentil, pemakaian narkoba terdorong untuk memakai lebih sering lain. Selain merasa nikmat, juga mulai merasakan sakaw, kalau terlambat atau berhenti mengkonsumsi narkoba, dia memakai narkoba pada saat tertentu secara rutin. Pemakai sudah menjadi lebih sering dan teratur.

Ciri mental

Sulit bergaul dengan teman baru. Pribadinya menjadi lebih tertutup, lebih sensitif dan mudah tersinggung, ke akraban dengan orang tua dan saudara sangat berkurang dan apabila tidak menggunakan narkoba sikap dan penampilannya sangat murung, gelisa dan kurang percaya diri.

Ciri fisik

Terjadi gejala sebaliknya dari tahap 1 dan 2. Apabila menggunakan, dia tampak normal, apabila tidak menggunakan dia akan tampak murung, lemah, gelisah, malas.

D. Tahap Setia/ Tetap

(7)

dosis yang lebih tinggi, jika tidak dia akan merasa penderitaan (sakaw), pada tahap ini pemakai tidak bisa lagi lepas dari narkoba sama sekali, dia harus selalu mengunakan narkoba. dia disebut pemakai setia, pecandu, pemadat atau junkies. Jika dia memakai akan tampak normal tetapi apabila tidak dia tampak sakit. Dalam satu hari dia dapat memakai 4 sampai 6 kali, bahkan ada yang harus memakai setiap 1 jam.

Ada banyak sekali alasan mengapa mereka akhirnya terjerumus. Ada yang berdalih ingin merasakan kenikmatan, karena konflik dalam keluarga, bujukan, dan alasan ketidaktahuan. Untuk memperoleh barang ini sebenarnya tidak begitu mudah. Harus ada biaya yang cukup besar yang harus dikeluarkan untuk memperolehnya. Seorang yang sudah kecanduan akan menghalalkan segala cara untuk dapat memperolehnya.segala harta benda dapat dijual untuk mendapatkan barang yang harganya memang sangat mahal itu. Selain alasan biaya ada alasan lain yang menyebabkan seseorang ingin berhenti mengkonsumsi narkoba yaitu rasa sakit yang luar biasa ketika dia tidak mengkonsumsi. Cukup sulit untuk berhenti dari kecanduan. Untuk itu peran dan support dari orang orang terdekat sangat dianjurkan guna membentuk konsep diri sebagai seorang yang lebih baik.

(8)

Provinsi Sumatera Utara berada diposisi ketiga sebagai daerah terbanyak penyalahgunaan narkoba seluruh Indonesia. Sebagaimana diungkapkan dari data penelitian BNN dengan Universitas Indonesia, peringkat ditentukan berdasarkan prevelensi, yaitu persentase jumlah pengguna dengan jumlah penduduk provinsi berumur 10-59 tahun. Dari data hasil penelitian yang dilakukan 2014 lalu, provinsi Sumatera Utara memiliki 300.134 jiwa yang menjadi penyalahgunaan narkoba. Artinya ada sekitar 3,06 % penduduk Sumatera Utara yang berumur 10-59 tahun sudah memakai narkoba. Peringkat pertama diduduki oleh Jakarta dengan jumlah pengguna narkoba sebanyak 364.174 jiwa dengan persentase 4,74%. Peringkat kedua berada Kalimantan Timur dengan jumlah pengguna 56.195 jiwa dengan persentase 3,07%. Dari segi jumlah pengguna yang paling banyak pengguna narkoba sebenarnya ada di wilayah Jawa Barat, dengan jumlah pengguna 792.206, disusul Jawa Timur dengan pengguna 568.304 jiwa dan selanjutnya Jawa Tengah, dengan jumlah pengguna 452.743 jiwa (Sipayo, 2015.www.sipayo.com,).

(9)

tingkat sekolah dasar (SD) ada 111 orang, sekolah menengah pertama (SMP) 335 orang, sekolah menengah atas (SMA) 874 orang, dan mahasiswa 70 orang. Jumlah keseluruhan pengguna narkoba dikalangan pelajar dan mahasiswa pada 2014 sebanyak 1.390 orang. Jumlah itu meningkat dibandingkan kasus pada 2013. Terdata pelajar pengguna narkoba dari sekolah dasar berjumlah 123 orang, sekolah menengah pertama (SMP) 292 orang, sekolah menengah atas 863 orang, dan mahasiswa 40 orang. Secara keseluruhan ada 1.318 orang (Ferdiansyah, 2014.daerah.sindonews.com,).

(10)

karena itu klinik – klinik rehabilitasi perlu membentuk konsep diri pengguna narkoba mengarah kearah konsep diri positif, agar pengguna narkoba tersebut dapat memahami dan membentuk karakter yang lebih kuat dan dapat sembuh dari penggunaan narkoba. Oleh karena itu konsep diri yang kuat berperan penting dalam proses penyembuhan pengguna narkoba di klinik rehabilitasi.

Apa yang dimaksud dan dipahami sebagai diri konsep diri berbeda dalam setiap budaya. Meski perbedaan tersebut sering tak terlihat sama seperti saat manusia juga tidak menyadari perasaan dirinya dan bagaimana perasaan akan diri itu dapat mempengaruhi hidup seseorang. Perbedaan dalam memandang diri akan terlihat ketika individu-individu dari berbagai latar belakang budaya yang memiliki rasa akan diri yang berbeda ini berkumpul atau bertemu satu sama lain. Ada istilah yang sering digunakan untuk mempermudah studi mengenai konsep diri dalam lintas budaya, yaitu konstruksi diri individual dan diri kolektif.

a. Diri Individual

(11)

termasuk dalam tujuan keberhasilan yang cenderung lebih mengarah pada tujuan diri individu.

Menurut kerangka ini, nilai kesuksesan dan harga diri mengambil bentuk individualism. Jadi ketika seseorang berhasil melaksanakan tugas tanpa tergantung pada orang lain orang tersebut akan merasa lebih puas dan harga diri mereka akan meningkat. Keberhasilan individu adalah berkat usaha individu itu, sehingga diri dan masyarakat akan bengga karena seorang individu mampu maraih sukses tanpa bantuan orang lain.

b. Diri Kolektif

Diri kolektif bisa dikatakan sebagai lawan atau kebalikan dari diri individual. Budaya yang menekankan pada diri kolektif memiliki ciri keterkaitan antar manusia satu dengan yang lain. Tugas utama budaya di sini adalah membuat bagaimana individu memenuhi dan memelihara keterikatannya dengan individu lain. Individu diminta untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang lain atau kelompok di mana mereka bergabung dengan tujuan agar individu tersebut dapat membaca dan memahami pikiran perasaan orang lain, bersimpati, sehingga individu itu dapat memainkan peran yang telah diberikan kelompok.

(12)

Individu fokus kepada status keterikatan mereka dan penghargaan serta tanggung jawab sosial.

(13)

akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan obyek, tujuan serta keinginannya (Sujono & Teguh, 2009).

Konsep diri meliputi gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri (Stuart & Sundeen, 1998). Individu yang memiliki kepribadian sehat pasti memiliki konsep diri yang positif. Ciri individu yang memiliki konsep diri positif yaitu memiliki gambaran diri yang positif dan akurat, ideal diri realistis, harga diri tinggi, kepuasan penampilan peran, serta identitas yang jelas (Sujono & Teguh, 2009).

Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam berinteraksi ini, setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan tersebut akan dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya (Pudjigjoyanti, 1991)., Tidak sedikit dari masyarakat atau bahkan dari keluarga sendiri memandang mereka “sebelah mata” karena mereka mantan pengguna narkoba. Dukungan, motivasi,

(14)

menjenguk setiap waktu kunjungan, dan juga dukungan dari teman-teman yang selalu mensupport agar dirinya bisa berhenti menjadi korban pengguna narkoba.

Dengan pengalaman sebelumnya yang dialami oleh mantan pengguna narkoba, penulisi ingin mengetahui tentang bagaimana konsep diri seorang pengguna narkoba karena konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang. Setiap individu pasti memiliki konsep diri, baik itu positif maupun negatif. Kenyataannya tidak ada individu yang sepenuhnya memiliki konsep diri positif atau negatif. Tetapi karena konsep diri memiliki peranan penting dalam menentukan dan mengarahkan seluruh perilaku individu, maka seseorang harus memiliki konsep diri yang positif atau baik (Rakhmat, 2008).

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk menggali lebih lanjut tentang bagaimana “Pembinaan Klinik Rehabilitasi Medan Plus terhadap Pengguna Narkoba dalam Revitalisasi Konsep Diri”.

1.2 Tinjauan Pustaka.

Pada dasarnya konsep diri merupakan suatu kemampuan untuk menerima sendiri. Mead berpandangan bahwa konsep diri merupakan suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu dengan orang lain dengan cara menilai atau memandang diri sendiri dari sudut pandang orang lain yaitu “siapa saya” dan

“siapa dia” , “bagaimana saya” dan “bagaimana dia” (Elbadiansyah, 2014:156).

(15)

bagaimana dirinya dan bagaimana orang lain.

Di samping itu, Cooley berpandangan bahwa konsep diri itu adalah segala sesuatu yang dirujuk dalam pembicaraan biasa melalui kata ganti orang pertama tunggal, seperti “aku” (I), “daku” (me), “milikku” (mine), dan “diriku” (my self).

Konsep diri dikembangkan lewat penafsiran individu atas realitas fisik dan sosial, termasuk aspek-aspek pendapat tentang tubuh, tujuan, materi, ambisi, dan gagasan bersifat sosial dianggap milik individu. Perasaan sosial tersebut dibangun melalui bahasa dan budaya bersama dari interpretasi subjektif individu, atas orang-orang yang dianggap penting yang punya hubungan dekat (Elbadiansyah, 2014:155). Konsep diri itu didasarkan pada individu yang secara tidak kelihatan menunujuk pada dirinya sendiri tentang diri atau identitas yang dinyatakan yang terkandung dalam reaksi orang lain terhadap perilaku orang itu sendiri. Mead berpandangan bahwa konsep diri terdiri dari kesadaran individu mengenai keterlibatanya yang khusus dalam hubungan sosial yang sedang terjadi dalam suatu komunitas yang terorganisasi. Kesadaran ini merupakan hasil dari suatu proses reflektif yang tidak kelihatan di mana individu itu melihat tindakantindakan pribadi atau yang bersifat potensial dari sudut pandang orang lain dengan siapa invidu itu berhubungan (Johson, 1982:17).

Staines menjelaskan ada tiga aspek dalam konsep diri (Burns, 1993 : 81), yaitu:

(16)

2. Diri sosial. Aspek ini merupakan diri sebagaimana yang diyakini individu dan orang lain yang melihat dan mengevaluasi.

3. Diri ideal. Aspek ini merupakan gambaran mengenai pribadi yang diharapkan oleh individu, sebagian berupa keinginan dan sebagian berupa keharusan- keharusan.

Di samping itu, mengutip dari Herbert Mead menjelaskan bahwa konsep diri tidak ada atau datang dengan sendirinya, tetapi konsep diri muncul dalam hubungan sosial dengan cara mengambil peran orang lain (Generalized other) adalah orang lain yang digeneralized merupakan kemampuan untuk mengambil peran umum orang lain yang sangat penting bagi diri, mengambil sikap sebagai anggota kelompok terorganisir, dan dalam aktivitas sosial kooperatif yang terorganisir yang akan mampu mengembangkan dirinya sepenuhnya dengan cara mengevaluasi diri sendiri dari sudut pandang orang lain yang digeneralisir bukan secara terpisah. Pada awalnya asal usul diri mulai dari dari perkembangan anak melalui dua tahap: pertama, tahap bermain dalam tahap ini anak-anak mengambil sikap orang lain untuk dijadikan sikapnya sendiri. Kedua, tahap permainan dalam tahap ini seorang anak harus mampu memahami dan memainkan berbagai macam peran orang lain dengan ini anak akan menjadi subjek sekaligus objek bagi dirinya sendiri secara terpisah (Ritzer, 2011:282-283).

Secara umum konsep diri ada dua yaitu :

(17)

konsep diri yang positif mampu bertindak berdasarkan penilian yang baik tanpa ada rasa bersalah yang berlebihan.

2. Konsep Diri Negatif. Konsep diri negatif adalah pandangan negatif terhadap diri yang dilihat melalui sudut pandang orang lain. Orang yang memiliki konsep diri yang negatif ini cendrung merasa tidak disenangi oleh orang lain (Rakhmat, 2001:105).

Konsep diri (self identification) juga berhubungan dengan identitas etnik. Dalam suatu budaya dari dikotomi, etnik dapat dibedakan dua macam, pertama, Etnik suatu gejala yang terlihat atau penanda-penanda yang berhubungan dengan budaya yang bersifat membedakan yang biasanya digunakan untuk menentukan identitas seorang misalnya pakaian, bahasa, bentuk rumah dan gaya hidup secara umum. Kedua, etnik suatu nilai-nilai dasar, misalnya standar moral yang digunakan untuk menilai perilaku seseorang. Masuknya seseorang tersebut dalam kedalam suatu kelompok etnik, ia akan menjadi seseorang dengan dasar identitas tertentu, ini berarti ia akan dinilai dan menilai dirinya sendiri (self identification) berdasarkan standar yang relevan dengan identitas dasar tertentu. Budaya tidak hanya digunakan oleh orang sebagai penanda perbedaan dengan budaya lain, juga digunakan sebagai penanda dalam persamaan budaya oleh orang dalam suatu etnik tertentu. (Barth, 1988:15).

(18)

membuat indikasi terhadap terhadap dirinya sendiri dengan melakukan berbagai bentuk pemahaman dan penafsiran terhadap stimulus atau dalam memediasi diri adalah bahasa. Melalui bahasa diri (self) akan mengabstraksikan sesuatu yang berasal sari lingkungan sosialnya dan memberikan penafsiran “membuatnya suatu

objek yang mampu teramati oleh dirinya”. Objek tersebut dibentuk oleh tindakan

individu itu sendiri (Elbadiansyah, 2014:160).

1.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Argyle (2008) menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang sangat berkaitan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep diri, yaitu:

a. Reaksi dari orang lain.

Orang lain yang sangat berarti bagi sebagian besar anak-anak adalah orang tua. Seorang anak sangat dipengaruhi oleh pandangan orang tuanya sendiri terhadap dirinya sebagai seorang yang pandai, nakal, gemuk, kuat dan sebagainya. Bagaimana orang tua memperlakukan anak-anak mereka akan sangat mempengaruhi harga diri anak-anak tersebut.

b. Pembandingan dengan orang lain.

(19)

c. Peranan seseorang.

Setiap manusia memiliki peranan yang berbeda-beda. Setiap peran tersebut membuat manusia diharapkan akan melakukan perbuatan dengan cara-cara tertentu. Misalnya, seorang dokter diharapkan dapat membedakan kemampuannya sebagai seorang dokter dan sebagai seorang suami. Jadi harapan-harapan danpengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan peran yang berbeda mungkin berpengaruh terhadap konsep diri orang lain.

d. Identifikasi terhadap orang lain.

Perubahan yang terjadi dalam konsep diri biasanya tidak bertahan lama, dapat terjadi sesudah anak melihat sebuah film yang sangat dramatis yang menimbulkan identifikasi terhadap seorang pahlawan. Namun identifikasi ini segera menghilang sesudah kenyataan menegaskan kembali pengidentifikasian ini.

Sedangkan menurut William D. Brooks dalam Imam (2013), terdapat empat faktor yang mempengaruhi perkembangan kosep diri seseorang, yaitu: Pertama, self appraisalviewing self as an object. Istilah ini berkaitan dengan pandangan seseorang terhadap dirinya mencakup kesan-kesan yang diberikan kepada dirinya. Ia menjadikan dirinya sebagai objek dalam komunikasi sekaligus memberikan penilaian terhadap dirinya.

(20)

oleh reaksi dan respon dari orang lain yang diperoleh dari hasil interaksi yang berkesinambungan.

Ketiga, roles you play-role taking. Seorang individu memandang dirinya berdasarkan suatu sistem keharusan dalam memainkan peran yang harus dilakukan. Peran ini berkaitan dengan sistem nilai yang diakui dan dilaksanakan oleh kelompok dimana individu berada, sehingga ia harus ikut serta dalam memainkan peran tersebut.

Keempat, reference groups merupakan kelompok dimana individu menjadi salah satu didalamnya. Jika kelompok ini dianggap penting, maka hal ini akan menjadi kekuatan untuk menentukan konsep diri seseorang.

Adapun Tarwonto & Wartonah (2003) membagi sesuatu yang mempengaruhi konsep diri menjadi beberapa faktor, yaitu:

a. Tingkat perkembangan dan kematangannya.

Perkembangan anak seperti dukungan mental, perlakuan dan pertumbuhan anak akan mempengaruhi konsep dirinya.

b. Budaya.

(21)

perbaikan psikologis yang dapat mempengaruhi perkembangan konsep diri.

c. Sumber eksternal dan internal .

Kekuatan individu sangat berpengaruh terhadap konsep diri seseorang. Pada sumber internal, dapat dicontohkan dengan koping orang yang humoris lebih efektif. Dari sumber eksternal dapat dicontohkan dengan dukungan dari masyarakat, dan ekonomi yang sangat kuat.

d. Pengalaman sukses dan gagal.

Terdapat kecenderungan bahwa semakin banyak kesuksesan yang didapat individu akan meningkatkan konsep diri seseorang, begitu juga sebaliknya. e. Stresor.

Stresor dalam kehidupan manusia misalnya perkawinan, pekerjaan baru, ujian, dan ketakutan. Jika koping individu tidak adekuat maka akan menimbulkan depresi, menarik diri dan juga kecemasan.

f. Usia,

keadaan sakit dan trauma Usia lanjut, keadaan sakit akan mempengaruhi persepsi dirinya.

1.2.2 Dimensi Konsep Diri

(22)

Dimensi pertama dari konsep diri adalah apa yang kita ketahui tentang diri sendiri. Biasanya ini berkaitan dengan hal-hal yang bersifat dasar, seperti: usia, jenis kelamin, kebangsaan, latar belakang etnis, profesi, dan lain sebagainya. Faktor dasar ini juga akan menentukan seseorang dalam sebuah kelompok sosial. Melalui perbandingan dengan orang lain, seseorang memberikan penilaian kualitas dirinya. Kualitas diri ini tidak permanen tetapi dapat berubah, bila individu tersebut mengubah tingkah lakunya atau dapat mengubah kelompok pembandingnya.

b. Harapan terhadap diri sendiri

Pada prinsipnya, setiap orang pasti memiliki harapan terhadap dirinya. Harapan akan diri sendiri ini merupakan diri ideal. Diri ideal ini sangat berbeda untuk setiap individu. Apapun harapan dan tujuan seseorang akan membangkitkan kekuatan yang mendorongnya menuju masa depan dan memandu kegiatannya seumur hidupnya.

c. Evaluasi diri

Setiap hari seorang individu berkedudukan sebagai penilai dirinya. Evaluasi terhadap diri sendiri ini disebut harga diri (self esteem), yang mana akan menentukan seberapa jauh seseorang itu menyukai dirinya. Dalam hal ini tidak menjadi masalah apabila standar itu masuk akal atau pengharapan itu realistis. Jadi jelas sekali bahwa evaluasi diri ini merupakan komponen konsep diri yang sangat kuat.

(23)

Konsep diri memiliki peranan penting dalam pembentukan perilaku manusia. Bagaimana seseorang akan memandang dirinya akan tampak pada perilakunya. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai kemampuan yang cukup untuk melakukan sesuatu, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuannya tersebut. Menurut Pudjigjogyanti (1991) terdapat tiga hal yang menjelaskan tentang peranan penting konsep diri dalam menentukan perilaku, yaitu:

- Pertama, konsep diri memiliki arti penting dalam mempertahankan keselarasan batin. Alasan ini berdasarkan dari pendapat bahwa pada dasarnya individu selalu berusaha mempertahankan keselarasan batinnya. Apabila timbul perasaan, pikiran ataupun persepsi yang tidak seimbang atau saling bertentangan, maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidakselarasan tersebut, individu akan mengubah perilakunya.

- Kedua, seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi individu tersebut dalam menafsirkan pengalamannya. Suatu kejadian akan ditafsirkan secara berbeda antara individu yang satu dengan lainnya karena masing-masing individu mempunyai sikap dan pandangan yang berbeda terhadap diri mereka.

(24)

diri merupakan seperangkat harapan serta penilaian perilaku yang merujuk kepada harapan-harapan tersebut.

1.3 Rumusan Masalah

Pengguna narkoba yang direhabilitasi berusaha bangkit untuk menghilangkan kebiasaannya menggunakan narkoba dan terjun kembali ke masyarakat dengan rasa percaya diri dan tidak minder. Disinilah peran konsep diri yang membentuk itu semua agar para pengguna narkoba tidak lagi terjerumus kedalam penyalahgunaan narkoba. Konsep diri yang baik akan menimbulkan semangat baru untuk merubah kebiasaan yang buruk tersebut. Seperti apa peran Medan Plus dalam menumbuh kembangkan konsep diri pecandu agar mampu bersaing ketika akan kembali kedalam lingkungannya, Faktor apa yang akan mempengaruhi pembentukan konsep diri pengguna narkoba serta seberapa besar faktor peran lingkungan sosial dapat membentuk konsep diri yang positif bagi pengguna narkoba adalah sebagian besar rumusan masalah dalam rumusan masalah dalam penelitian ini. Sehubungan dengan rumusan masalah diatas, dapat pula dijabarkan beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebegai berikut:

1. Bagaimana pembentuk konsep diri pengguna narkoba di Medan Plus? 2. Bagaimana peran Medan Plus terhadap pembentukan konsep diri?

3. Bagaimana peran lingkungan sosial terhadap pembentukan konsep diri yang positif?

(25)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan seperti apa bentuk pembinaan Medan Plus dalam menumbuh kembangkan konsep diri seorang pengguna narkoba yang akan merubah persepsinya agar dapat kembali lagi kedalam kehidupan sosialnya. Serta untuk mengetahui seberapa jauh/besar peran lingkungan sosial dapat membentuk konsep diri yang positif bagi pengguna narkoba agar bisa sembuh dari penyalahgunaan narkoba dan dapat terjuan kembali kedalam masyarakat tanpa rasa bersalah dan minder.

Manfaat penelitian ini adalah memperkaya sumber kepustakaan yang dapat dijadikan penunjang bagi penelitian sosial yang lebih lanjut tentang konsep diri mantan pengguna narkoba. Selain itu juga agar mantan pengguna narkoba dapat membentuk konsep diri yang lebih positif lagi dari yang sebelumnya dan tidak minder dalam kehidupan sosialnya.

1.5Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka (point of native) yang diteliti secara rinci, dibentuk dengan kata-kata,gambaran secara holistic. Penelitian pada proposal ini diartikan yaitu sebagai „pengumpulan data‟. Sehingga metode yang digunakan

adalah metode kualitatif. Data kualitatif bersifat penjelasan secara mendalam (mendeskripsikan secara jelas). Jenis data yang diperoleh berupa data primer dan data sekunder.

(26)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui etnografi. Menurut Spradley (1997:12) tujuan utama etnografi ialah memahami sudut pandang penduduk asli dan hubungan dengan kehidupannya, untuk mendapatkan pandangan dengan dunianya. Dalam hal ini, peneliti akan berusaha membangun raport yang baik dengan residen/pengguna narkoba serta pegawai yang ada di Medan Plus

Secara langsung, bahwa penulis akan menulis bentuk laporan atas penelitian lapangan (field work). Penulis akan membuat catatan-catatan ketika berada di ruangan sedang mengikuti sesi. Sewaktu meneliti pasien, penulis akan melakukan pendekatan secara holistik dan mendiskripsikannya secara mendalam untuk memperoleh native‟s point of view mengenai konsep diri pengguna narkoba serta bagaimana pembentuk dan peran lingkungan sosial terhadap pembentukan konsep diri pengguna narkoba di panti rehabilitasi Medan Plus.

Dengan itu penulis akan melakukan observasi partisipasi di Panti Rehabilitasi Medan Plus dengan berkunjung setiap hari ke sana. penulis berusaha untuk membangun rapport dengan Residen dan juga pegawai yang sedang bertugas di Medan Plus.

1.5.2. Teknik Pengumpulan Data

Data Primer

(27)

tim Psikolog yang berwenang dalam panti rehabilitasi Medan Plus tersebut untuk mendapatkan ijin dan diarahkan agar dapat bebas melakukan penelitian sesuai dengan peraturan mereka. Dengan bantuan tersebut penulis membuat cara-cara untuk pengumpulan data, yaitu :

a. Observasi

Dalam hal ini observasi akan dilakukan di klinik rehabilitasi Medan Plus. Teknik observasi ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai aktivitas informan yang ada di Medan Plus mulai dari mereka melakukan sesi pertama yaitu morning briefing sampai dengan sesi wrap up ini bertujuan untuk mengetahui gambaran bagaimana kegiatan harian meraka dalam satu hari seperti apa, selanjutnya untuk melihat tindakan mereka selama satu hari dalam mengikuti program, serta meihat bagaimana interkasi yang terjalin antar penghuni yang ada dilingkungan Medan Plus dengan pegawai yang bertugas pada hari itu. Observasi yang dilakukan penulis disini juga bertujuan untuk menentunkan informan mana yang cocok sebagai subjek untuk diwawancarai guna melengkapi data yang diperlukan selama melakukan penelitian di lingkungan Medan Plus . Sebelum penulis melakukan penelitian di Lingkungan Medan Plus, penulis juga telah melakukan observasi awal untuk menentukan cabang Medan Plus mana yang akan dijadikan tempat penelitian, atas hasil rekomendasi dari tim pikolog dan hasil observasi awal yang penulis lakukan, tempat penelitian ditentukan di Medan Plus cabang Lauchi di daerah Tuntungan.

(28)
(29)

b. Informan Penelitian

Sebelum melakukan wawancara peneliti terlebih dahulu harus menentukan informan yang tepat untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan kasus yang dikaji. Dalam menentukan informan penelitian penulis mendapatkan saran dari staf Medan Plus dengan memberikan kriteria klien tersebut sudah menjalani proses rehabilitasi setengah dari masa rehabilitasi yang sudah ditentukan sebelumnya yaitu 3 bulan. Karena klien tersebut sudah punya konsep diri yang terarah, ketika sudah selesai rehabilitasi juga mereka punya tujuan jelas dan tidak ingin lagi terjebak kedalam penyalahgunaan narkoba. Jadi dari hasil saran yang diberikan oleh staf Medan Plus, didapat lah empat informan yaitu Jontra, Aldy, Kuntara, dan Dharma. Selanjutnya karena staf juga terlibat dalam proses rehabilitasi yang ada dilingkungan dan melakukan interaksi yang cukup aktif dalam proses pemulihan klien yang direhabilitasi didalam lingkungan Medan Plus penulis juga mewawancarai beberapa staf diantaranya 2 staf konselor dan 1 staf program yaitu Bro Lutfhi, Bro Fitra dan Bro Faisal.

Data Sekunder

(30)

yang diteliti untuk memperkecil kemungkinan ada bagian dari pengumpulan data yang terlewat.

1.6 Teknik Analisa Data

Terhadap rumusan masalah digunakan analisis data studi kasus dengan pendekatan etnografi. Pada dasarnya seluruh analisis melibatkan suatu cara berpikir yang berujung pada pengujian sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan bagian-bagiannya, serta hubungan bagian-bagian itu dengan keseluruhannya. Data yang diperoleh dalam proses penggalian data dianalisis secara kualitatif, artinya setiap perkembangan data diperoleh dan ditampilkan dalam laporan penelitian menurut kronologis waktu secara naratif. Dengan model ini, maka kegiatan analisis data sudah mulai dilakukan pada saat-saat awal pengumpulan data lapangan. Sedangkan keseluruhan data yang dimiliki akan dicoba diinterpretasikan dan dinarasikan sebaik mungkin, dengan harapan dapat memahami dengan sebaik-baiknya data yang diperoleh, sehingga dapat memahami dan menentukan jawaban bagaimana Konsep Diri pengguna narkoba di Medan Plus.

1.7 Pengalaman Penelitian

(31)

saya dengan tema narkoba, tetapi lebih dikhususkan kepada konsep diri penggunanya. Karena hal yang paling dirugikan dari narkoba adalah penggunanya yang akan dirusak karena penyalahgunaan yang berlebihan.

Ketika saya mengajukan judul skripsi mengenai Pembinaan Klinik Rehabilitasi Medan Plus terhadap Pengguna Narkoba dalam Revitalisasi Konsep Diri kepada ketua jurusan. Banyak perbincangan yang terjadi dikarenakan judul syang mengarah ke ilmu psikologi. Tapi saya meyakinkan bahwa judul saya juga berkaitan dengan ilmu antropologi, karena tempat atau lapangan penelitian yang saya ambil di Panti Rehabilitasi Medan Plus. Panti ini merehabilitasi pengguna narkoba bukan dengan metode medis, melainkan melalui metode PABM (Pemulihan Adiksi Berbasis Masyarakat) dan berkembang menjadi TC (Therapeutic Comunities). Metode TC ini dipakai karena didalam rehabilitasi di lingkungan Medan Plus ini kesembuhan para residen bergantung pada solidaritas antar residen dalam satu rumah pemulihan untuk saling peduli dan bahu-membahu untuk pemulihan mereka bersama-sama.

(32)

tools apa yang saya gunakan ketika disana dan apa – apa saja yang saya akan lakukan perharinya disana.

Setelah selesai surat lapangan yang ditujukan untuk Medan Plus, saya langsung mengantarkannya ke salah satu cabang Medang Plus yang ada di daerah Pasar 7 Padang Bulan, untuk mendapatkan ijin dari mereka apakah saya boleh melakukan penelitian di panti rehabilitasi Medan Plus. Butuh waktu 3 minggu sampai pada waktunya saya ditelepon untuk bertemu dengan tim Psikolog yang akan mewawancarai saya mengenai penelitian saya.

Pada tanggal 23 januari tepatnya pada hari jumat saya di sms oleh salah satu pegawai Medan Plus untuk datang menemui salah satu Psikolog untuk menjelaskan tentang penelitian yang akan saya lakukan di Medan Plus. Dan saya diberitahu untuk datang pada pukul 5 sore. Setelah berjumpa dengan salah satu psikolog saya menjelaskan tentang tujuan dan maksud kedatangan saya dengan menjelaskan tentang penelitian yang akan saya lakukan di Medan Plus guna menyelesaikan tugas akhir atau skripsi saya. Setelah itu saya juga diberikan bekal apa yang tidak boleh saya lakukan ketika melakukan penelitian disana agar tidak mencederai perasaan para residen disana. Selanjutnya saya dihubungkan dengan General Manager disalah satu cabang Medan Plus Tuntungan yang dikhususkan untuk pengguna narkoba dengan usia 20 – 22 tahun kebawah.

(33)

karena Medan Plus ini memiliki 4 cabang untuk pemulihan zat adiksi / panti rehabilitasi dan 1 untuk menangani HIV/AIDS. Saya sedikit diberitahu ketika melakukan penelitian di Medan Plus Tuntungan agar menjaga handphone dan tidak sembarangan meletakkannya, serta jika ingin memphoto residen terlebih dahulu meminta ijin mereka setuju atau tidak kalau diphoto. Setelah mendapat ijin dari General Manager Medan Plus Tuntungan, saya diberitahu melakukan penelitian tepat pada tanggal 1 febuari 2017 tepatnya pada hari rabu dan saya diberitahu agar datang pada pukul 08.00 WIB karena sesi pertama dalam kegiatan harian para residen ini dimulai pada pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 22.00 WIB malam.

(34)

Dalam seminggu pertama saya mengikuti tiap sesi kegiatan harian para residen, dan sembari mewawancarai beberapa pegawai yang bertugas pada hari itu. Kebanyakan pegawai yang bekerja di Medan Plus ini merupakan mantan pecandu yang pada akhirnya mereka menjadi volunter atau sukarelawan untuk membantu mereka yang sedang direhab di Medan Plus ini. Hampir semua pegawai juga termasuk mantan pecandu narkoba yang sudah pulih dan bersih dari penyalahgunaan narkoba dan diterima menjadi staf di Medan Plus tersebut. Alasan mereka menjadi relawan karna ada rasa sepenanggungan dan ingin membantu teman – teman yang terjebak di penyalahgunaan narkoba.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, peneliti berkeinginan untuk mengadakan penelitian dan meneliti skripsi yang berjudul: “ Penerapan Strategi Matrik Ingatan dalam Meningkatkan

Taksi merupakan angkutan transportrasi yang penggunaannya memakai sistem sewa dan rute pengoperasiannya berdasarkan permintaan dari penumpang.Tidak seperti angkutan umum

Dalam perhitungan nilai tanah ini digunakan metode Perbandingan Pendekatan Data Pasar ( Market Data Approach ). Nilai tanah ini didapatkan dari data hasil survei

CAPM menunjukkan tingkat pengembalian (return) aset yang diharapkan pada suatu aset berisiko merupakan fungsi dari tiga faktor, antara lain : tingkat keuntungan bebas risiko,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa Mandarin sebagai bahasa kedua siswa kelas XII SMA Budi Murni 3 Medan dipengaruhi oleh oleh bahasa

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa Mandarin sebagai bahasa kedua siswa kelas XII SMA Budi Murni 3 Medan dipengaruhi oleh oleh bahasa

Fungsi dan Makna Makanan Tradisional pada Perayaan Upacara Budaya Masyarakat Tionghoa.. Medan: Universitas Sumatera

Escribo aquí el nombre de mi inca. Escribo aquí el nombre de