BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Timbulnya suatu penyakit dalam masyarakat bukan karena penyakit
tersebut muncul begitu saja. Seperti kata pepatah “Tidak ada asap tanpa adanya
api”, tentu tidak mungkin muncul penyakit HIV/AIDS tanpa ada faktor yang
mempengaruhinya. Adapun perilaku-perilaku yang bisa memudahkan penularan
HIV/AIDS yaitu berhubungan seks yang tidak aman, ganti-ganti pasangan seks,
bergantian jarum suntik dengan orang lain, menerima transfusi darah yang tidak
dites HIV serta melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada janin di kandungannya
dan air susu ibu. HIV dapat menular kepada siapapun tanpa memandang
kebangsaan, ras, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan, kelas ekonomi,
maupu n orientasi seksualnya.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan
gejala-gejala penyakit yang diidap seseorang yang terinfeksi HIV (Human
Immunodeficiency Virus).Dalam bahasa Indonesia, AIDS berarti Sindrom Cacat
Kekebalan Tubuh Dapatan. Itu berarti AIDS bukan penyakit keturunan tetapi
cacat karena sistem kekebalan tubuh dirusak setelah seseorang terinfeksi HIV
(Syaiful Harahap, 2000:15).
Virus merupakan organisme yang sangat kecil yang dapat menimbulkan
berbagai penyakit yang berbeda-beda pada manusia termasuk virus HIV.Virus
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.Untuk melihatnya harus memakai
terjangkitvirus, kuman, dan bakteri maka sel darah putih dalam tubuh akan
melawannya. Sel darah putih sangat berperan penting dalam tubuh manusia
karena merupakan pertahanan diri atau sistem kekebalan tubuh untuk menangkal
penyakit.
HIV dapat memproduksi selnya sendiri dalam darah manusia, yaitu pada
sel darah putih. Sel darah putih yang biasanya melawan, bila diserang virus HIV
akan melemah. HIV secara “licik” memproduksi sel sendiri selanjutnya merusak
sel darah putih.Apabila HIV merusak sel darah putih, lama kelamaan sistem
kekebalan sel darah putih manusia pun ambruk.Pada saat itulah segala penyakit
yang dibawa virus, kuman, bakteri sangat mudah menyerang seseorang yang
terinfeksi HIV.
Sejak kasus pertama dilaporkan sekitar tahun 1981, HIV/AIDS menjadi
agenda penting.Tidak hanya di kalangan kedokteran, tetapi juga di kalangan
politisi, pengambil keputusan, pimpinan agama, dan masyarakat dunia pada
umumnya.Sejak itu pula, pengetahuan mengenai AIDS dan virus HIV
berkembang dengan pesat.Berbagai penelitian untuk memahami karateristik
sindroma ini berpacu untuk mendapatkan sebuah vaksin yang diharapkan dapat
mematikan virus ini, tapi sayangnya hingga detik ini belum ada obat ataupun
vaksin yang mampu mematikannya, yang ada hanyalah sebuah vaksin yang
mampu memperlambat laju perkembangan virus tersebut.
Di Indonesia, penyakit ini pertama sekali ditemukan di Bali pada bulan
April 1987, terinfeksi pada orang berkewarganegaraan Belanda yang diduga
terkena virus HIV/AIDS. Tahun berikutnya warga negara Indonesia, berusia 35
menunjukkan laki-laki Indonesia itu sudah terinfeksi HIV sejak 5 - 10 tahun
sebelumnya. Pertama kali ditemukan sampai tahun 2011, kasus HIV/AIDS
tersebar di 368dari 498kabupaten/kota di seluruh provinsi Indonesia(sekitar 73,9%
). Secara signifikan kasus ini terus meningkat (Desmon Katiandagho, 2015:6).
Infodatin (2014) mencatat bahwa pada tahun 2013 ada 35 juta orang hidup
dengan HIV. Di antara nya 16 juta perempuan dan 3,2 juta anak berusia <15
tahun. Jumlah infeksi baru HIV pada 2013 sebesar 2,1 juta yang terdiri dari 1,9
juta dewasa dan 240.000 anak berusia <15 tahun. Jumlah kematian akibat AIDS
sebanya 1,5 juta yang terdiri dari 1,3 juta dewasa dan 190.000 anak berusia <15
tahun.
Tahun 2014 Indonesia mendapat rapor merah dari The Joint United
Nation Program On HIV/AIDS (UNAIDS) karena dianggap kurang memperhatikan pasien penderita penyakit HIV/AIDS. Kematian penderita
penyakit HIV/AIDS di Indonesia masih tinggi.Sampai saat ini Indonesia juga
merupakan negara dengan kasus HIV/AIDS tinggi karena tiap tahunnya kasus ini
selalu meningkat.(Dinas Kesehatan. 2015.
Kini kasus HIV/AIDS telah menjadi wabah penyakit yang paling
mematikan dalam sejarah.Penyakit merupakan bagian dari kehidupan, namun kita
harus melakukan yang terbaik untuk mencegah penyebarannya.Untuk membidik
masyarakat tentang pencegahan penyakit yang sudah ada di sekitar kita,
diharapkan setiap insan manusia senantiasa membudayakan hidup sehat agar
Dengan adanya Kebijakan Pemerintah yaitu melalui Permenkes No 21
Tahun 2013 tentang penanggulangan HIV/AIDS dan surat edaran No 129 Tahun
2013, dimana setiap pasien IMS, Ibu Hamil, Hepatitis dan pasien TB wajib
ditawarkan untuk melakukan tes HIV. Hal ini diharapkan mampu membuat setiap
masyarakat sadar akan pentingnya kesehatan.
Seperti yang kita ketahui, penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang belum
ditemuka n obatnya.Para penderita hanya diberikan obat untuk menghambat
penyebaran virus tersebut dalam tubuh. Sebagian besar yang menderita
HIV/AIDS diantaranya PSK, pelaku homoseks, pengguna narkoba dengan jarum
suntik, bayi yang terlahir dari ibu yang positif terinfeksi HIV/AIDS, dan pasangan
suami istri yang terinfeksi HIV/AIDS. Kebanyakan mereka yang terinfeksi
HIV/AIDS ialah orang-orang yang perilaku secara moril bertentangan dengan
norma agama dan masyarakat. Kadang mereka mendapatkan perlakuan yang Dari laporan di berbagai kabupaten dan kota di Indonesia yang disajikan
Kementerian Kesehatan setiap triwulan menunjukkan bahwa jumlah kasus HIV
selalu meningkat. Diperkirakan jumlah kasus HIV masih akan terus meningkat ke
depannya. Sesungguhnya ini merupakan keberhasilan penemuan kasus HIV di
masyarakat.Fenomena gunung es HIV yang terungkap kurang dari 5% pada tahun
2006, yang sudah meningkat menjadi 33% di tahun 2014.Harapannya adalah, 90%
ODHA tahu statusnya pada tahun 2020.Layanan tes HIV telah tersedia sebanyak
1.583 pada tahun 2014 dengan jumlah klien sebanyak 1.095.146. Angka tersebut
adalah hasil peningkatan pesat dari jumlah layanan tes HIV sebesar 390 tahun
2010 dan hanya 100 tahun 2006, dengan klien sejumlah 192.076 tahun 2010 dan
kurang menyenangkan baik dari lingkungan keluarga maupun teman/masyarakat
seperti cemoohan, hinaan atau bahkan sikap lain yang menunjukkan stigma tidak
suka terhadap penderita HIV/AIDS.
Meskipun sudah 30 tahun sejak ditemukannya kasus HIV/AIDS di
Indonesia, sampai sekarang masih banyak masyarakat yang acuh tak
acuh.Persepsi masyarakat terhadap penderita HIV/AIDSberdasarkan stimulus
yang mereka terima. Salah satunya adalah melalui informasi yang mengatakan
bahwa penyakit ini merupakan penyakit “nakal” sehingga masyarakat memandang
rendah penderita HIV/AIDS dan menimbulkan berbagai stigmaserta perlakuan
diskriminasi masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS.
Masyarakat menilai penderita HIV/AIDS adalah mereka yang berperilaku
seks menyimpang dan bukan “orang baik-baik”.Stigma ini menyebabkan
pengidap HIV/AIDS sering dikucilkan dan mendapat perlakuan diskriminasi,
bukan hanya masyarakat awam bahkan juga oleh tenaga medis.Padahal ODHA
bisa disandang oleh siapa saja termasuk anak-anak dan ibu baik-baik.Stigma
negatif terhadap ODHA sangat merugikan upaya penanggulangan penyebaran
penyakit tersebut.Terlebih lagi stigma terhadap populasi kunci seperti perempuan
pekerja seksual, pelanggan perempuan pekerja seksual, waria, lelaki berhubungan
seks dengan lelaki, dan pengguna napza suntik.
Pemahaman yang kurang tentang HIV/AIDS di masyarakat perlu
diminimalisir karena penanganan HIV/AIDS bukan cara memerangi si penderita
melainkan memerangi cara penyebaran virusnya. Bila stigma masyarakat ataupun
lingkungan sekitarnya negatif, beban penderitaan mereka akan semakin besar dan
kemungkinan berputus asa dengan melakukan tindakan bunuh diri.Karena pada
dasarnya penyakit ini tidak menular melalui interaksi. Banyak dari masyarakat
yang mengganggap siapapun yang sudah terkena HIV/AIDS harus dijauhi dan
kehadirannya dalam lingkungan tidak diindahkan.
Mengapa stigma ini terjadi ?Ada 3 alasannya.Pertama: ketakutan; semua
tahu HIV/AIDS adalah penyakit infeksi yang tidak ada obat untuk
menyembuhkannya. Kedua: moril; penyakit ini sering terkait dengan seks bebas
dan penyalahgunaan obat terlarang, kutukan Tuhan karena mereka adalah
orang-orang yang telah melanggar norma agama. Ketiga: ketidak acuhan oleh media
massa, adanya ketakutan dan pikiran moril pembaca
Permasalahan HIV/AIDS tidak cukup hanya dilihat melalui fakta medis
semata, namun harus dipandang melalui analisis sosial kemasyarakatan yang
komprehensif terkait struktur sosial dan budaya. Permasalahan penanganan
HIV/AIDS adalah masih lemahnya koordinasi atas implementasi program
masing-masing sektor, belum terbangunnya sebuah presepsi yang sama tentang
permasalahan mendasar seputar HIV/AIDS, dan isu HAM terkait HIV/AIDS
belum terintegrasi secara proporsional.
Berbagai langkah telah dilakukan oleh orang-orang yang peduli dengan
HIV/AIDS, termasuk memberi sosialisasi penularan dan pencegahan HIV kepada
setiap golongan masyarakat.Sampai sekarang, jika masyarakat mendengar kata
HIV mungkin muncullah stigma tersebut, apalagi jika harus berhadapan dengan
orang yang menderita HIV itu sendiri, masyarakat tersebut pun enggan untuk
Seseorang yang negatif HIV tidak akan terinfeksi dari udara, makanan, air,
gigitan serangga, hewan, piring, sendok, atau lainnya yang tidak melibatkan
darah, air mani, cairan vagina atau ASI. Juga tidak terinfeksi dari kotoran hidung,
air liur, keringat, atau muntahan kecuali cairan-cairan ini bercampur dengan
darah.Faktanya, masyarakat awam sebenarnya dapat membantu ODHA dengan
makan, mengganti pakaian, bahkan memandikan tanpa resiko terinfeksi, asal
mengikuti penjelasan diatas.Intinya HIV bisa tertular jika terjadinya pintu masuk
pertukaran atau pencampuran darah, cairan kelamin antara ODHA dengan HIV
negatif.
Tingginya stigma masyarakat terhadap pengidap HIV/AIDS menyebabkan
banyak perlakuan diskriminasi baik dalam hal pekerjaan, perawatan, pengobatan,
pendidikan maupun hal lainnya (Djoerban, 2000).Stigma yang ada dalam
masyarakat dapat menimbulkan diskriminasi. Diskriminasi terjadi ketika
pandangan-pandangan negatif mendorong orang atau lembaga untuk
memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada prasangka
mereka akan status HIV seseorang.
AIDS belum lama dikenal oleh dunia kedokteran maupun masyarakat
awam.Adanya berbagai stigma yang melingkupi penderita membuat banyak pihak
yang pada awalnya lebih suka mengingkari daripada menerima epidemik ini.
Indonesia pun tak lepas dari sikap semacam ini, padahal inilah yang menghambat
kemajuan pengetahuan kita mengenai HIV/AIDS
Diantara lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang penanganan
HIV/AIDS.Salah satu lembaga yang aktif dalam menangani HIV/AIDS ialah
kurang pedulinya (sikap tak acuh) masyarakat dan pemerintah terhadap penderita
HIV/AIDS. Hal ini memotivasi 4 orang (3 orang HIV positif dan 1 orang HIV
negatif) untuk membentuk komunitas yang menjadi tempat bertemunya para
penderita HIV/AIDS. Lembaga ini telah mendampingi lebih dari 5000 ODHA
dan bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Sumatera Utara
dan Badan Narkotika Nasional (BNN) sejak tahun 2006, dengan visi menghapus
stigma dan diskriminasi terhadap ODHA dan korban narkoba. Memiliki tugas
yang terdiri dari :
1. Meningkatkan mutu Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan korban
penyalahgunaan narkoba
2. Mendorong terciptanya lingkungan yang kondusif bagi ODHA dan korban
penyalahgunaan narkoba.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Medan Plus, jumlah pengidap
HIV/AIDS pada bulan Januari 2017 di provinsi Sumatera Utara sebesar 4179
jiwa, di antaranya laki-laki berjumlah 2806 jiwa dan perempuan 1373 jiwa.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dan mengkaji lebih lanjut lagi mengenai HIV/AIDS yang dituangkan
dalam bentuk skripsi yang berjudul “Dampak Stigma Negatif dan Diskriminasi
terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Medan Plus, Tanjung Sari,
Medan.”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
Negatif dan Diskriminasi Masyarakat Terhadap Orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) di Medan Plus, Tanjung Sari, Medan?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari peneliti mengadakan penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana dampak stigma negatif dan diskriminasi masyarakat
terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Medan Plus, Tanjung Sari, Medan.
1.4. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini disajikan dalam 6 bab
yaitu sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang teori-teori yang berkaitan dengan
penelitian, kerangka pemikiran, dan defenisi konsep.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, informan
penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini membahas tentang sejarah singkat serta gambaran umum
lokasi penelitian.