2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang
dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di tempat
kerja agar tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di tempat kerja
dengan mematuhi atau taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan
kerja, yang tercermin pada perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja.
Rijuna Dewi (2006 dalam Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi, Volume 7:44).
Randall dan Jackson (1999:224) mengatakan, apabila perusahaan dapat
melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik, maka
perusahaan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:
1. Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang
hilang.
2. Meningkatkan efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen.
3. Menurunnya biaya – biaya kesehatan dan asuransi.
4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah
karena menurunnya pengajuan klaim.
5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari
partisipasi dan rasa kepemilikan.
6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan citra
perusahaan.
7. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungannya secara substansial.
Menurut Robiana Modjo (2007, dalam Jurnal Studi Manajemen dan
Organisasi,Volume 7:45) menjelaskan mengenai manfaat penerapan program
1. Pengurangan Absentisme.
Perusahaan yang melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja
secara serius, akan dapat menekan angka resiko kecelakaan dan penyakit kerja
dalam tempat kerja, sehingga karyawan yang tidak masuk karena alasan cedera
atau sakit akibat kerja pun semakin berkurang.
2. Pengurangan Biaya Klaim Kesehatan.
Karyawan yang bekerja pada perusahaan yang benar – benar
memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja karyawannya kemungkinan
untuk mengalami cedera dan sakit akibat kerja adalah kecil, sehingga makin kecil
pula kemungkinan klaim pengobatan/kesehatan dari mereka.
3. Pengurangan Turnover pekerja.
Perusahaan yang menerapkan program keselamatan dan kesehatan kerja
mengirim pesan yang jelas pada pekerja bahwa pihak manajemen menghargai dan
memperhatikan kesejahteraan mereka, sehingga menyebabkan para pekerja
menjadi merasa lebih bahagia dan tidak mau keluar dari pekerjaannya.
4. Peningkatan Produktivitas.
Dari hasil penelitian yang ada memberikan gambaran bahwa baik secara
individu maupun bersama – sama penerapan program keselamatan dan kesehatan
kerja memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas kerja.
2.1.1 Strategi dan Pendekatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Setiap perusahaan sewajarnya memiliki strategi memperkecil atau bahkan
sesuai dengan kondisi perusahaan (Ibrahim J.K., 2010:45). Strategi yang perlu
diterapkan perusahaan meliputi:
1. Pihak manajemen perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi karyawan dalam
menghadapi kejadian kecelakaan dan penyakit kerja. Misalnya terlihat keadaan
finansial perusahaan, kesadaran karyawan tentang keselamatan dan kesehatan
kerja, serta tanggung jawab perusahaan dan karyawan, maka perusahaan bisa
jadi memiliki tingkat perlindungan yang minimum bahkan maksimum.
2. Pihak manajemen dapat menentukan apakah peraturan tentang keselamatan dan
kesehatan kerja bersifat formal ataukah informal. Secara formal di maksudkan
setiap peraturan dinyatakan secara tertulis, dilaksanakan, dan dikontrol sesuai
dengan aturan. Sementara secara informal dinyatakan tidak tertulis atau
konvensi dan dilakukan melalui pelatihan dan kesepakatan – kesepakatan.
3. Pihak manajemen perlu proaktif dan reaktif dalam pengembangan prosedur dan
rencana tentang keselamtan dan kesehatan kerja karyawan. Proaktif berarti
pihak manajemen perlu memperbaiki terus menerus prosedur dan rencana
sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan karyawan. Sementara reaktif, pihak
manajemen perlu segera mengatasi masalah keselamatan dan kesehatan kerja
setelah suatu kejadian timbul.
4. Pihak manajemen dapat menggunakan tingkat drajat keselamatan dan kesehatan
kerja yang tinggi sebagai faktor promosi perusahaan ke khalayak luas. Artinya
perusahaan sangat peduli dengan keselamatan dan kesehatan kerja para
karyawannya.
Untuk menentukan apakah suatu strategi efektif atau tidak, perusahaan
kecelakaan sebelum dan sesudah strategi tersebut diberlakukan. Berikut ini
sumber dan strategi untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja
menurut Schuler dan Jackson dalam tulisan Ibrahim Jati K. (2010:47).
2.1.2 Kecelakaan Kerja
Kecelakaaan menurut M.Sulaksmono (dalam Santoso, 2004: 7) adalah
suatu kejadian tak diduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu
aktivitas yang telah diatur. Kecelakaan terjadi tanpa disangka-sangka dalam
sekejab mata, dan setiap kejadian menurut Bennet NBS (dalam Santoso, 2004: 7)
terdapat empat faktor bergerak dalam suatu kesatuan berantai , yakni: lingkungan,
bahaya, peralatan dan manusia.
Apabila terjadi kecelakaan kerja, tentunya perusahaan mengalami
kerugian, baik secara materil dan non materil. Menurut Soehatman (2010:18),
kerugian akibat kecelakaan kerja dibagi atas 2 yaitu:
1. Kerugian Langsung
Kerugian langsung adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung
dirasakan dan membawa dampak terhadap organisasi seperti berikut.
a. Biaya Pengobatan dan Konpensasi
Kecelakaan mengakibatkan cedera, baik cedera ringan, berat, cacad atau
menimbulkan kematian. Cedera ini akan mengakibatkan tidak mampu
menjalankan tugasnya dengan baik sehingga mempengaruhi produktivitas. Jika
terjadi kecelakaan perusahaan harus mengeluarkan biaya pengobatan dan
tunjangan kecelakaan sesuai ketentuan yang berlaku.
Kerugian langsung lainnya adalah kerusakan sarana produksi akibat
kecelakaan seperti kebakaran, peledakan, dan kerusakan. Perusahaan harus
mengeluarkan biaya untuk perbaikan kerusakan. Banyak pengusaha yang terlena
dengan adanya jaminan asuransi terhadap aset organisasinya. Namun
kenyataannya, asuransi tidak akan membayar seluruh kerugian yang terjadi,
karena ada hal yang tidak termasuk dalam lingkup asuransi. Karena itu, sekalipun
suatu aset telah diasuransikan, tidak berarti bahwa usaha pengamanannya tidak
lagi diperlukan. Justru dengan tingkat pengamanan yang baik akan menurunkan
tingkat risiko yang pada gilirannya dapat menurunkan premi asuransi.
c. Kerugian Tidak Langsung
Kecelakaan kerja juga menimbulkan kerugian tidak langsung, antara
lain:
a. Kerugian Jam Kerja
Jika terjadi kecelakaan, kegiatan pasti akan terhenti sementara untuk
membantu korban yang cedera, penanggulangan kejadian, perbaikan kerusakan
atau penyelidikan kejadian. Kerugian jam kerja yang hilang akibat kecelakaan
jumlahnya cukup besar yang dapat mempengaruhi produktivitas.
b. Kerugian Produksi
Kecelakaan juga membawa kerugian terhadap proses produksi akibat
kerusakan atau cedera pada pekerja. Perusahaan tidak bisa berproduksi sementara
c. Kerugian Sosial
Kecelakaan dapat menimbulkan dampak sosial baik terhadap keluarga
korban yang terkait langsung, maupun lingkungan sosial sekitarnya. Apabila
seorang pekerja mendapat kecelakaan, keluarganya akan turut menderita. Bila
korban tidak mampu bekerja atau meninggal makakeluarga akan kehilangan
sumber kehidupan, keluarga terlantar yang dapat menimbulkan kesengsaraan.
d. Citra dan Kepercayaan Konsumen
Kecelakaan menimbulkan citra negatif bagi organisasi karena dinilai tidak
peduli keselamatan, tidak aman atau merusak lingkungan. Citra organisasi sangat
penting dalam menentukan kemajuan suatu usaha. Untuk membangun citra atau
company image, organisasi memerlukan perjuangan berat dan panjang.Namun
citra ini dapat rusak dalam sekejap jika terjadi bencana atau kecelakaan
lebih-lebih jika berdampak luas. Sebagai akibatnya masyarakat akan meninggalkan
bahkan mungkin memboikot produknya.
2.1.3 Pendekatan Pencegahan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja pada pinsipnya dapat dicegah dan pencegahan
kecelakaan ini merupakan tanggung jawab manajer lini, penyelia, mandor kepala
dan juga kepala jurusan. Namun yang tersirat dalam UU No.1 tahun 1970 pasal
10, bahwa tanggung jawab pencegahan kecelakaan kerja selain pihak perusahaan
juga karyawan dan pemerintah (Santoso. 2004:7).
Berkembang berbagai pendekatan dalam pencegahan kecelakaan. Menurut
Soehatman (2010:10) ada beberapa konsep pendekatan pencegahan kecelakaan
a. Pendekatan Energi
Sesuai dengan konsep Energi, kecelakaan bermula karena adanya sumber
energi yang mengalir mencapai penerima (recipient). Karena itu pendekatan
energi mengendalikan kecelakaan melalui 3 titik yaitu pada sumbernya, pada
aliran energi (path away) dan pada penerima.
b. Pendekatan Manusia
Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan
bahwa 85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang
tidak aman. Karena itu untuk mencegah kecelakaan dilakukan berbagai upaya
pembinaan unsur manusia untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
sehingga kesadaran K3 meningkat.Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian
mengenai K3 dilakukan berbagai pendekatan dan program K3 antara lain:
a. Pembinaan dan Pelatihan
b. Promosi K3 dan Kampanye K3
c. Pengawasan dan Inspeksi K3
d. Audit K3
e. Komunikasi K3
f. Pengembangan prosedur kerja aman (Safe Working Practice)
c. Pendekatan Teknis
Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses
maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang
bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain:
a. Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis dan
b. Sistem pengamanan pada peralatan atau instalasi untuk mencegah kecelakaan
dalam pengoperasian alat atau instalasi misalnya tutup pengaman mesin, sistem
interlock, sistem alarm, sistem instrumentasi, dan lainnya
d. Pendekatan Administrasi
Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan bebagai cara
antara lain:
a. Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kecelakaan dan paparan
bahaya dapat dikurangi
b. Penyediaan alat keselamatan kerja
c. Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3
d. Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja.
e. Pendekatan Manajemen
Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak
kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang
dilakukan antara lain:
a. Menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3)
b. Mengembangkan organisasi K3 yang efektif
c. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3 khususnya untuk
manajemen tingkat atas.
2.2Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Kepmenaker 05 tahun 1996 (dalam Soehatman, 2010:46) ,
Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan
prosedur, proses, dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan,
penerapan, pencapaian, pengkajian, pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
guna terciptanya tempat kerja yang aman efisien dan produktif.
Menurut Soehatman (2010:46) Sistem Manajemen K3 merupakan
konsep pengelolaan K3 secara sistematis dan komprehensip dalam suatu sistem
manajemen yang utuh melalui proses perencanaan, penerapan, pengukuran dan
pengawasan.
2.2.1 Tujuan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Adapun tujuan dari Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja menurut Soehatman (2010:48) adalah sebagai berikut:
a. Sebagai alat ukur kinerja K3 dalam organisasi
Sistem Manajemen K3 digunakan untuk menilai dan mengukur kinerja
penerapan K3 dalam organisasi. Dengan membandingkan pencapaian K3
organisasi dengan persyaratan tersebut, organisasi dapat mengetahui tingkat
pencapaian K3. Pengukuran ini dilakukan melalui audit sistem manajemen K3.
Di Indonesia, diberlakukan Permenaker No. 05 tahun 1996 tentang audit
Sistem Manajemen K3 yang menetapkan kriteria untuk mengukur kinerja K3
perusahaan. DNV dengan metoda ISRS juga berfungsi sebagai alat ukur
pencapaian kinerja K3 organisasi melalui peringkat dari level 1 sampai 10.
Sistem Manajemen K3 dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan
dalam mengembangkan sistem manajemen K3. Beberapa bentuk sistem
manajemen K3 yang digunakan sebagai acuan misalnya ILO OHSMS Guidelines,
API HSE MS Guidelines, Oil and Gas Producer Forum (OGP) HSEMS
Guidelines, ISRS dan DV, dan lainnya.
c. Sebagai dasar penghargaan (awards)
Sistem manajemen K3 juga digunakan sebagai dasar untuk pemberian
penghargaan K3 atas pencapaian kinerja K3. Penghargaan K3 diberikan baik oleh
instansi pemerintah maupun lembaga independen lainnya seperti Sword of
Honour dari British Counsil dan SMK3 dari Depnaker. Penghargaan K3 diberikan
atas pencapaian kinerja K3 sesuai dengan tolak ukur masing-masing. Karena
bersifat penghargaan, maka penilaian hanya berlaku untuk periode tertentu.
d. Sebagai serttifikasi
Sistem Manajemen K3 juga dapat digunakan untuk sertifikasi penerapan
manajemen K3 dalam organisasi. Sertifikasi diberikan oleh lembaga sertifikasi
yang telah diakreditasi oleh suatu badan akreditasi . Sistem sertifikasi dewasa ini
telah berkembang secara global karena dapat diacu diseluruh dunia.
2.3Sistem Manajemen K3 OHSAS 18001
Mengingat banyaknya sistem manajemen K3 yang dikembangkan oleh
berbagai institusi, timbul kebutuhan untuk menstandarisasikan sekaligus
memberikan sertifikasi atas pencapaiannya. Dari sini lahirlah sistem penilaian
kinerja K3 yang disebut OHSAS 18001 (Occupational Health and Safety
Assessment Series). Menurut Vincent (2012:78) OHSAS 18001 merupakan
organisasi mengendalikan risiko-risiko yang berkaitan dengan K3 serta
meningkatkan kinerja K3. OHSAS 18001 dikembangkan oleh Project Group,
konsorsium 43 organisasi dari 28 negara. Tim ini melahirkan kesepakatan
menetapkan sistem penilaian (assessment) yang dinamakan OHSAS 18000 yang
terdiri atas 2 bagian yaitu:
a. OHSAS 18001 : Memuat spesifikasi SMK3
b. OHSAS 18002 : Pedoman Implementasi
OHSAS 18001 bersifat generik dengan pemikiran untuk dapat digunakan dan
dikembangkan oleh berbagai organisasi sesuai dengan sifat, skala kegiatan, risiko
serta lingkup kegiatan organisasi.
Menurut Wieke Y.C. dkk,(2012:85) bahwa Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001 dapat diterapkan dengan baik
dipengaruhi oleh beberapa faktor , yaitu sebagai berikut :
1. Komitmen top management
Komitmen ialah sebuah keterikatan ataupun perjanjian untuk melakukan
suatu yang terbaik dalam organisasi atau kelompok tertentu.
2. Peraturan dan prosedur K3
Peraturan dan Prosedur K3 adalahaturan dan petunjuk yang ditetapkan
dalam menjalankan manajemen K3. Hendaknya peraturan dan prosedur K3
tidaklah terlalu rumit sehingga mudah untuk dipahami, mudah ditetapkan dengan
benar, diberlakukan sanksi jika ada pelanggaran dan perlu adanya perbaikan
secara berkala sesuai dengan kondisi proyek.
Komunikasi Pekerja, ialah adanya penyampaian informasi atau pesan. Hal
ini berkaitan dengan pernyataan bahwa komunikasi yang baik di perlukan antara
pihak manajemen dari pihak pekerja, serta komunikasi yang baik antara sesama
pekerja.
4. Kompetensi Pekerja
Kompetensi pekerja, ialah kemampuan yang di miliki pekerja. Sehingga
diharapkan meminimalisir resiko terjadinya kecelakaan kerja dan dapat membantu
meningkatkan kompetensi pekerja yang lain terhadap K3.
5. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja ialah keadaan yang terdapat pada lokasi kerja yang
mendorong K3 bila seluruh pekerjaannya mengutamakan program K3 dan
diharapkan lingkungan kerja semakin mengutamakan program K3 dan diharapkan
lingkungan kerja semakin kondusif dan meningkatkan motivasi para pekerja.
6. Keterlibatan Pekerja
Keterlibatan pekerja dalam K3, ialah peran pekerja dalam merumuskan
perencanaan program K3 dan pekerja juga dilibatkan dalam penyampaian
informasi mengenai K3.
Gambar 2.1 Proses OHSAS 18001
Sumber: Ramli, Soehatman. 2012. Sistem Manajemen Kesehatan & Keselamatan
Kerja OHSAS 18001. PT. Dian Rakyat. Jakarta.
Struktur OHSAS 18001 dan klausul-klausulnya (dalam Vincent, 2012:
78) dapat dilihat sebagai berikut:
1. Ruang Lingkup
Standar OHSAS 18001 dapat diterapkan pada organisasi apa saja yang
bermaksud untuk:
a. Menetapkan sistem manajemen K3 (OH&S) yang menghilangkan atau
meminimumkan risiko terhadap personil dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan yang dapat terpapar berkaitan dengan bahaya-bahaya
K3 dalam aktivitas mereka.
b. Menerapkan, memelihara dan meningkatkan terus menerus sistem
manajemen K3 (OH&S).
c. Menjamin kesesuaian dengan kebijakan K3 (OH&S) yang dinyatakan
d. Menunjukkan kesesuaian dengan standar OHSAS 18001 melakui:
1. memuat suatu penetapan mandiri dan deklarasi mandiri atau
2. mencari konfirmasi terhadap kesesuaian melalui pihak-pihak yang
memiliki kepentingan terhadap organisasi, seperti pelanggan atau
3. mencari konfirmasi dari deklarasi mandiri atau pihak-pihak
eksternal dari organisasi
DOKUMENTASI KOMUNIKASI
4. mencari sertifikasi/registrasi terhadap sistem manajemen K3
(OH&S) oleh organisasi eksternal
Semua persyaratan dalam Standar OHSAS 18001 dimaksudkan
untuk menjadi referensi bagi sistem manajemen K3 (OH&S). Perluasan dari
aplikasi akan tergantung pada faktor-faktor seperti kebijakan K3 (OH&S) dari
organisasi, keadaan aktivitas, risiko-risiko dan kompleksitas operasional. Standar
OHSAS 18001 hanya diperuntukkan bagi K3 dan tidak dimaksudkan untuk
kesehatan dan keselamatan kerja yang lain seperti kesejahteraan karyawan,
program-program kesejahteraan, keamanan produk, kerusakan property, atau
dampak lingkungan.
2. Publikasi Referensi
1. OHSAS 18002, Occupational health and safety management systems-
Guidelines for the implementations of OHSAS 18001.
2. International Labour Organization: 2001, Guidelines on Occupational and
Safety Management Systems (OSH-MS).
3. Terminologi dan Definisi-definisi
Beberapa terminologi dan definisi perlu dipahami dalam OHSAS
18001 adalah sebagai berikut:
3.1 Resiko yang dapat diterima (acceptable risk) merupakan risiko yang telah berkurang samapai tingkat yang dapat diterima (toleransi) oleh organisasi
dengan memperhatikan tanggung jawab hukum dan kebijakan K3 (OH&S).
3.2 Audit adalah proses sistematik, bebas (independen) dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti audit dan mengevaluasi secara obyektif untuk
3.3 Peningkatan terus- menerus adalah proses berulang dari peningkatan sistem manajemen K3 (OH&S) agar mencapai peningkatan kinerja K3
(OH&S) secara keseluruhan dan konsisten dengan kebijakan K3 (OH&S)
organisasi.
3.4 Tindakan Korektif merupakan tindakan untuk mnghilangkan penyebab dari ketidaksesuaian yang terdeteksi atau situasi yang tidak diinginkan
lainnya.
3.5 Dokumen adalah informasi dan media pendukungnya. Media dapat berupa kertas, magnetic, elektronik, fotografi atau kombinasinya.
3.6 Bahaya adalah sumber, situasi atau tindakan dengan suatu potensi untuk kerugian dalam hal cedera manusia atau kesehatan yang buruk atau
kombinasinya.
3.7 Indentifikasi Bahaya adalah proses mengakui bahwa bahaya ada dan mendefinikan karakteristiknya.
3.8 Sakit Kesehatan adalah kondisi fisik yang dapat diidentifikasikan dan merugikan yang timbul dari situasi, aktivitas yang berkaitan dengan
pekerjaan.
3.9 Insiden adalah peristiwa yang berhubungan dengan pekerjaan dimana terjadi cedera atau sakit atau kematian terjadi atau dapat saja terjadi.
3.10 Pihak berkepentingan adalah orang atau kelompok, di dalam atau di luar tempat kerja, yang peduli dengan atau terpengaruh oleh kinerja K3 OH&S)
dari suatu organisasi.
3.12 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3, OH&S) adalah kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan karyawan atau
pekerja lainnya (termasuk pekerja sementara dan personel kontraktor),
pengujung atau orang lain dalam tempat kerja.
3.13 Sistem Manajemen K3 (OH&S) adalah bagian dari sistem manajemen organisasi yang digunakan untuk mengembangkan dan menerapkan
kebijakan K3 (OH&S) dan metode risiko K3 (OH&S).
3.14 Tujuan K3 (OH&S) adalah sasaran K3 (OH&S), dalam hal kinerja K3 yang telah ditetapkan organisasi untuk mencapainya.
3.15 Kinerja K3 (OH&S) adalah hasil yang terukur dari suatu manajemen organisasi beserta risiko-risiko K3 (OH&S).
3.16 Kebijakan K3 (OH&S) keseluruhan maksud dan arahan dari suatu organisasi yang berkaitan dengan kinerja K3 sebagaimana dinyatakan secara
resmi oleh manajemen puncak.
3.17 Organisasi adalah perusahaan, korporasi, firma, pihak berwenang atau institusi, atau bagan atau kombinasi daripadanya, apakah berbentuk badan
hukum atau tidak, publik atau swasta, yang memiliki fungsi sendiri dan
administrasi.
3.18 Tindakan preventif (pencegahan) tindakan menghilangkan penyebab potensial ketidaksesuaian (non-konformans) atau situasi potensial yang tidak
diinginkan.
3.20 Catatan atau rekaman (record) adalah dokumen yang menyatakan hasil-hasil yang dicapai atau memberikan bukti dari aktivitas-aktivitas yang
dilakukan.
3.21 Risiko adalah kombinasi kemungkinan dari terjadinya peristiwa berbahaya dari tingkat keparahan cedar atau sakit yang dapat disebabkan oleh peristiwa
itu.
3.22 Penilaian Risiko adalah proses evaluasi risiko-risiko yang menimbulkan bahaya-bahaya, dengan memperhitungkan kecukupan dari setiap
pengendalian yang ada dan memutuskan apakah risiko-risiko itu dapat
diterima.
3.23 Tempat Kerja adalah setiap lokasi fisik dimana aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dilakukan dibawah kendali organisasi.
4. Persyaratan Sistem Manajemen K3 (OH&S) 4.1 Persyaratan Umum
Organisasi harus:
1. Menetapkan sistem manajemen K3 yang sesuai dengan OHSAS 18001
2. Mendokumentasikan sistem manajemen K3 yang sesuai dengan
OHSAS 18001.
3. Menetapkan sistem manajemen K3 yang sesuai dengan OHSAS
18001.
4. Memelihara sistem manajemen K3 yang sesuai dengan OHSAS 18001
5. Meningkatkan terus-menerus sistem manajemen K3 sesuai dengan
persyaratan Standar OHSAS 18001 dan menentukan bagaimana itu
Organisasi harus mendefinisikan dan mendokumentasikan ruang
lingkup dari sistem manajemen K3 (OH&S).
4.2 Kebijakan K3 (OH&S)
Manajemen puncak harus mendefinisikan dan mengesahkan kebijakan K3
organisasi dan menjamin bahwa dalam lingkup yang didefinisikan itu, sistem
manajemen K3 (OH&S) akan:
1. Sesuai dengan sifat dan skala risiko-risiko K3 (OH&S) organisasi
2. Mencakup komitmen untuk pencegahan cedera dan kesehatan yang buruk
serta peningkatan terus-menerus terhadap manajemen K3 dan kinerja K3
3. Mencakup komitmen untuk mematuhi persyaratan hukum yang berlaku
beserta persyaratan lainnya yang diikuti oleh organisasi terkait dengan
bahaya-bahaya K3
4. Memberikan kerangka kerja untuk menetapkan dan meninjau ulang tujuan
–tujuan K3
5. Didokumentasikan, diterapkan dan dipeliharaDikomunikasikan kepada
semua orang yang bekerja di bawah kendali organisasi dengan maksud
agar mereka menjadi sadar akan tanggung jawab individual mereka
terhadap K3 (OH&S)
6. Tersedia bagi pihak-pihak yang berkempentingan
4.3 Perencanaan
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara
prosedur-prosedur untuk identifikasi bahaya yang sedang berlangsung, penilaian risiko dan
penentuan pengendalian yang diperlukan. Untuk manajemen perubahan,
organisasi harus mengidentifikasi bahaya-bahaya K3 (OH&S) dan risiko-risiko
K3 yang berhubungan dengan perubahan dalam organisasi, sistem manajemen
K3, atau aktivitas-aktivitasnya, sebelum memperkenalkan perubahan-perubahan
itu.
Organisasi harus menjamin bahwa hasil dari penilaian risiko ini
dipertimbangkan ketika menentukan pengendalian atau kontrol. Organisasi harus
mendokumentasikan dan memelihara hasil-hasil dari identifikasi bahaya-bahaya,
penilaian risiko-risiko, dan ketentuan yang ditetapkan harus up-to-date.
Organisasi harus menjamin bahwa risiko-risiko K3 (OH&S) dan
pengendalian yang ditetapkan telah diperhitungkan pada saat penetapan,
penerapan dan pemeliharaan sistem manajemen K3.
4.3.2 Persyaratan Hukum dan Lainnya
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara
prosedur-prosedur untuk mengidentifikasi dan mengakses persyaratan hukum dan
persyaratan K3 lainnya yang berlaku dan diterapkan.
Organisasi harus menjamin bahwa persyaratan hukum yang berlaku dan
persyaratan lainnya yang diikuti organisasi dipertimbangkan dalam menetapkan,
Organisasi harus memelihara informasi ini agar up-to-date.Organisasi
harus mengkomunikasikan informasi yang relevan tentang persyaratan hukum dan
persyaratan lain kepada orang-orang yang bekerja di bawah kendali organisasi
serta kepada pihak lain yang relevan dan berkepentingan.
4.3.3 Tujuan-tujuan dan Program-program
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara tujuan-tujuan
K3 (OH&S) yang didokumentasikan pada fungsi dan tingkat (level) yang relevan
dalam organisasi. Organisasi harus menetapkan, menerapkan adan memelihara
program-program untuk mencapai tujuan-tujuan. Program-program harus
ditinjau-ulang secara berkala dan terencana, serta disesuaikan apabila diperlukan, untuk
menjamin bahwa tujuan-tujuan itu tercapai.
4.4 Implementasi dan Operasional
4.4.1 Sumber-sumber Daya, Peran, Tanggung Jawab, Akuntabilitas dan Kewenangan
Manajemen puncak harus mengambil tanggung jawab utama untuk K3
(OH&S) dan sistem manajemen K3 (OH&S). Manajemen puncak harus
menunjukkan komitmennya melalui:
1. Menjamin ketersediaan sumber daya yang diperlukan untuk menetapkan,
menerapkan, memelihara dan meningkatkan sistem manajemen K3
(OH&S).
2. Mendefinisikan peran, mengalokasikan tanggung jawab dan akuntabilitas
dan mendelegasikan wewenang, untuk memfasilitasi manajemen K3
(OH&S) yang efektif, peran, tanggung jawab, akuntabilitas, kewenangan
Organisasi harus menunjuk seseorang anggota dari manajemen puncak
dengan tanggung jawab spesifik untuk K3 (OH&S), terlepas dari tanggung jawab
lainnya, dan dengan peran kewenangan yang ditetapkan untuk:
1. Menjamin bahwa sistem manajemen K3 (OH&S) ditetapkan, diterapkan
dan dipelihara sesuai dengan standar OHSAS 18001;
2. menjamin bahwa laporan kinerja sistem manajemen K3 (OH&S) disajikan
kepada manajemen puncak untuk ditinjau ulang dan digunakan sebagai
dasar untuk peningkatan sistem manajemen K3 (OH&S).
Semua mereka dengan tanggung jawab manajemen harus menunjukkan
komitmen untuk peningkatan terus menerus dari kinerja K3 (OH&S) dari kinerja
K3 (OH&S). Organisasi harus menjamin bahwa orang-orang di tempat kerja
mengambil tanggung jawab untuk aspek-aspek K3 (OH&S) dimana mereka
memiliki pengendalian, termasuk kepatuhan terhadap persyaratan K3 yang
ditetapkan organisasi.
4.4.2 Kompetensi, Pelatihan, dan Kesadaran
Organisasi harus menjamin bahwa setiap orang yang di bawah
pengendaliannya melakukan tugas-tugas yang dapat berdampak pada K3 adalah
kompeten berdasarkan tingkat pendidikan yang tepat, pelatihan atau pengalaman,
dan harus memelihara catatan-catatan terkait. Organisasi harus
mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan yang terkait dengan risiko-risiko K3 dan
sistem manajemen K3 dan juga organisasi harus memberikan pelatihan atau
mengambil tindakan lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Organisasiharus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk
manfaat-manfaat K3 dari peningkatan kinerja pribadi, peran dan tanggung jawab
mereka, prosedur dan persyaratan sistem manajemen K3 serta potensi
konsekuensi-konsekuensi dari prosedur-prosedur yang di spesifikasikan.
4.4.3 Komunikasi, Partisipasi dan Konsultasi 4.4.3.1 Komunikasi
Sehubungan dengan bahaya-bahaya K3 (OH&S) dan sistem manajemen K3, organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur-prosedur
untuk:
1. komunikasi internal diantara berbagai tingkat dan fungsi organisasi
2. komunikasi dengan kontraktor dan pengunjung lain ke tempat kerja
3. menerima, mendokumentasikan dan menanggapi komunikasi relevan dari
pihak-pihak eksternal yang berkepentingan.
4.4.3.2 Partisipasi dan Konsultasi
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur-prosedur untuk:
a. Partisipasi Karyawan melalui:
1. keterlibatan yang tepat dalam identifikasi bahaya, penilaian risiko dan
penentuan pengendalian atau kontrol.
2. keterlibatan yang tepat dalam penyelidikan insiden
3. keterlibatan dalam pengembangan dan peninjauan-ulang
kebijakan-kebijakan dan tujuan-tujuan K3 (OH&S)
4. konsultasi dimana ada perubahan yang mempengaruhi K3 (OH&S)
Pekerja harus diberitahu mengenai pengaturan partisipasi mereka,
termasuk siapa yang mewakili mereka berkaitan dengan hal-hal K3 (OH&S).
b. konsultasi dengan kontraktor apabila ada perubahan yang mempengaruhi K3
(OH&S) mereka.
Organisasi harus menjamin bahwa, apabila sesuai pihak eksternal yang
relevan dan berkepentingan diberitahu tentan masalah-masalah yang berkaitan
dengan K3 (OH&S).
4.4.4 Dokumentasi
Dokumentasi sistem manajemen K3 (OH&S) harus mencakup:
a. Kebijakan dan tujuan K3 (OH&S)
b. Dekskripsi dari ruang lingkup sistem manajemen K3 (OH&S)
c. Dekskripsi dari elemen-elemen utama sistem manajemen K3 beserta
interaksinya, dan referensi terhadap dokumen-dokumen terkait
d. Dokumen-dokumen, termasuk catatan-catatan atau rekaman yang
dibutuhkan standar OHSAS 18001
e. Dokumen, catatan, rekaman yang ditentukan oleh organisasi untuk
keperluan menjamin efektivitas perencanaan, operasional, dan
pengendalian proses-proses yang berkaitan dengan manajemen risiko K3
(OH&S).
4.4.5 Pengendalian Dokumen
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur-prosedur untuk:
b. meninjau-ulang dan memperbaharui seperlunya kemudian menyetujui
kembali dokumen itu
c. menjamin bahwa perubahan dan status revisi terkini dari dokumen
diidentifikasi
d. menjamin bahwa versi relevan dari dokumen yang berlaku tersedia di
tempat penggunaan
e. menjamin bahwa dokumen tetap dapat dibaca dan mudah diidentifikasi
f. menjamin bahwa dokumen yang berasal dari luar yang ditetapkan oleh
organisasi untuk keperluan perencanaan dan operasi sistem manajemen K3
(OH&S) diidentifkasi dan distribusinya dikendalikan
g. mencegah peggunaan dokumen kadaluarsa dan menerapkan identifikasi
yang sesuai untuk dokumen-dokumen yang disimpan untuk tujuan apapun.
4.4.6 Pengendalian Operasional
Organisasi harus menetapkan operasi-operasi dan aktivitas-aktivitas yang
terkait dengan bahaya-bahaya yang diidentifikasi dimana pelaksanaan control
diperlukan untuk mengelola risiko-risiko K3 (OH&S). Untuk operasi-operasi dan
aktivitas-aktivitas itu, organisasi harus menerapkan dan memelihara:
a. Pengendalian operasional, sebagaimana berlaku bagi organisasi dan
aktivitas-aktivitasnya; organisasi harus mengintegrasikan pengendalian
operasional itu ke dalam sistem manajemen K3 (OH&S) secara
keseluruhan;
b. Pengendalian terkait dengan barang-barang yang dibeli, peralatan dan
c. Pengendalian terkait dengan kontraktor dan pengunjung lain di tempat
kerja
d. Prosedur terdokumentasi
4.4.7 Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara
prosedur-prosedur untuk:
1. Mengidentifikasi potensi untuk situasi darurat
2. Menanggapi situasi darurat itu.
Organisasi harus menanggapi situasi darurat yang sebenarnya dan
mencegah atau mengurangi konsekuensi K3 (OH&S) yang merugikan. Organisasi
jugaharus secara periodik menguji prosedur-prosedur untuk menanggapi situasi
darurat, bila memungkinkan, melibatkan pihak-pihak relevan yang
berkepentingan secara tepat. Organisasi secara periodik harus meninjau ulang dan
apabila perlu, merevisi prosedur kesiapsiagaan dan tanggap darurat, khususnya
setelah pengujian berkala dan setelah terjadinya situasi darurat itu.
4.5 Pemeriksaan
4.5.1 Pemantauan dan Pengukuran Kerja
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara
prosedur-prosedur untuk memantau dan mengukur kinerja K3 (OH&S) secara berkala. Jika
harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk kalibrasi dan aktivitas
pemeliharaan beserta hasil-hasilnya harus disimpan.
4.5.2 Evaluasi Kesesuaian
4.5.2.1 Konsisten dengan komitmen terhadap kesesuaian, organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengevaluasi
secara berkala kepatuhan terhadap persyaratan hukum yang berlaku.
4.5.2.2 Organisasi harus mengevaluasi kepatuhan terhadap persyaratan lain yang diikuti. Organisasi boleh menggabungkan evaluasi tersebut dengan
evaluasi kepatuhan hukum atau menetapkan prosedur secara terpisah.
4.5.3 Penyelidikan Insiden, Ketidaksesuaian (Non-Konformans), Tindakan Korektif dan Tindakan Pencegahan
4.5.3.1 Penyelidikan Insiden
Organisasiharus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk
mencatat atau merekam, menyelidiki dan menganalisis insiden dalam rangka:
a. menentukan kekurangan K3 (OH&S) yang mendasar dan faktor-faktor lain
yang mungkin menyebabkan atau memberikan kontribusi terhadap
terjadinya insiden;
b. mengidentifikasi kebutuhan untuk tindakan korektif;
c. mengidentifikasi kesempatan-kesempatan untuk tindakan
d. mengidentifikasi kesempatan-kesempatan untuk peningkatan terus
menerus
Setiap kebutuhan untuk tindakan korektif atau kesempatan untuk tindakan
pencegahan yang diidentifikasi harus ditangani sesuai dengan bagian yang
relevan.
4.5.3.2 Ketidaksesuaian (Non-Konformans), Tindakan Korektif dan Tindakan Pencegahan
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara
prosedur-prosedur yang berkaitan dengan ketidaksesuaian aktual dan potensial,
dan untuk mengambil tindakan korektif dan tindakan pencegahan. Prosedur itu
harus menetapkan persyaratan untuk :
a. mengidentifikasikan dan mengoreksi ketidaksesuaian (non-konformans)
serta mengambil tindakan untuk mengurangi konsekuensi K3 (OH&S).
b. menyelidiki ketidaksesuaian (non-konformans, menentukan
penyebab-penyebab ketidaksesuaian, dan mengambil tindakan untuk menghindari
pengulangan kembali ketidaksesuaian itu;
c. mengevaluasi kebutuhan untuk tindakan-tindakan mencegah
ketidaksesuaian dan menerapkan tindakan-tindakan yang sesuai yang di
desain untuk menghindari terjadinya ketidaksesuaian
d. mencatat dan mengkomunikasikan hasil-hasil dari tindakan korektif dan
tindakan pencegahan yang dilakukan
e. meninjau-ulang efektivitas dari tindakan korektif dan tindakan pencegahan
yang dilakukan.
Apabila tindakan korektif dan tindakan pencegahan mengidentifikasi
bahaya baru atau perubahan bahaya, atau kebutuhan untuk pengendalian baru atau
yang diusulkan harus diambil melalui penilaian risiko sebelum implementasi
tindakan-tindakan itu. Setiap tindakan korektif atau tindakan pencegahan yang
diambil untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian actual dan potensial
harus sesuai dengan besarnya masalah dan sepadan dengan risiko-risiko K3 yang
ditemui.
Organisasi harus menjamin bahwa setiap perubahan yang terjadi sebagai
akibat dari tindakan korektif dan tindakan pencegahan yang dilakukan,
didokumentasikan dalam sistem manajemen K3 (OH&S).
4.5.4 Pengendalian Catatan-catatan (Control of Records)
Organisasi harus menetapkan dan memelihara catatan-catatan yang
diperlukan untuk menunjukkan kesesuaian terhadap persyaratan dari sistem
manajemen K3 (OH&S) dan standar OHSAS serta hasil yang dicapai. Organisasi
harus menetapkan, menerapakan dan memelihara prosedur untuk identifikasi,
penyimpangan, perlindungan, pengambilan kembali, retensi dan pembuangan
catatan-catatan itu. Catatan-catatan itu harus tetap terbaca, teridentifikasi dan
terlacak.
4.5.5 Audit Internal
Organisasi harus menjamin bahwa audit intenal sistem manajemen K3
(OH&S) dilakukan pada interval yang direncanakan untuk:
1. sesuai dengan pengaturan yang direncanakan untuk manajemen K3
(OH&S) termasuk persyaratan standar OHSAS
2. telah diimplementasikan dan dipelihara
3. efektif dalam memenuhi kebijakan dan tujuan-tujuan organisasi
b. memberikan informasi tentang hasil-hasil audit kepada manajemen.
Program audit harus direncanakan, ditetapkan, diterapkan dan
dipelihara dengan memperhatikan:
a. tanggung jawab, kompetensi, dan kebutuhan untuk perencanaan dan
pelaksanaan audit, pelaporan hasil-hasil dan pemeliharaan catatan-catatan
b. penentuan kriteria audit, ruang lingkup, frekuensi dan metode
Pemilihan auditor dan pelaksanaan audit harus menjamin
obyektivitas dan ketidakberpihakan dari proses audit.
4.6 Peninjauan-ulang Manajemen (Management Review)
Manajemen puncak harus meninjau-ulang sistem manajemen K3 (OH&S)
organisasi, pada interval waktu yang direncanakan, untuk direncanakan, untuk
menjamin kesinambungan kesesuaian, kecukupan dan efektivitas.
Peninjauan-ulang harus meliputi penilaian kesempatan untuk peningkatan dan kebutuhan
untuk perubahan sistem manajemen K3 (OH&S), termasuk kebijakan K3 (OH&S)
dan tujuan-tujuan K3 (OH&S). Input peninjauan-ulang manajemen harus
mencakup:
a. hasil audit internal dan evaluasi kesesuaian terhadap persyaratan hukum
dan persyaratan lainnya yang berlaku yang diikuti organisasi
c. komunikasi relevan dengan pihak-pihak eksternal yang berkepentingan,
termasuk keluhan-keluhan
d. kinerja K3 (OH&S) dari organisasi
e. sejauh mana tujuan-tujuan telah dicapai
f. status penyelidikan insiden, tindakan korektif dan
tindakan-tindakan pencegahan
g. tindak lanjut tindakan-tindakan dari peninjauan-ulang manajemen periode
sebelumnya
h. situasi yang berubah, termasuk perkembangan dalam persyaratan hukum
dan persyaratan lain yang terkait dengan K3 (OH&S)
i. rekomendasi-rekomendasi untuk peningkatan atau perbaikan
Output dari peninjauan ulang manajemen harus konsisten dengan
komitmen organisasi untuk perbaikan dan harus mencakup setiap keputusan.
2.4 Aplikasi PDCA dalam Model Sistem Manajemen K3 OHSAS 18001 Aplikasi metodologi peningkaan terus-menerus PDCA (
Plan-Do-Check-Act) dalam model sistem manajemen K3 (OH&S) akan menungkinkan
organisasi untuk menetapkan, menerapkan dan memelihara kebijakan K3-nya
yang didasarkan pada kepemimpinan manajemen puncak dan komitmen terhadap
sistem manajemen K3. Setelah organisasi telah dievaluasi posisi saat ini dalam
kaitannya dengan ruang lingkup sistem manajemen K3, maka langkah-langkah
dari proses yang sedang berlangsung dapat mengikuti PDCA (
Plan-Do-Check-Act) sebagai berikut:
Menetapkan proses perencanaan sistem manajemen K3 (OH&S) yang
sedang berlangsung akan memungkinkan organisasi untuk:
a. mengidentifikasi bahaya, menilai risiko dan menentukan pengendalian
(klausul 4.3.1)
b. mengidentifikasi dan memantau persyaratan hukum yang berlaku dan
persyaratan lainnya yang diikuti organisasi (klausul 4.3.2)
c. menetapkan tujuan-tujuan terukur yang konsisten dengan kebijakan K3
serta merumuskan program-program untuk mencapai tujuan-tujuan yang
terukur (klausul 4.3.3)
Gambar 2.2 Identfikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Penetapan pengendalian
Sumber: Gaspersz, Vincent. 2012. Three in One: ISO 9001, ISO 14000, OHSAS 18001. Vinchrsto Publication, Bogor.
2. Laksanakan (Do = D)
a. menciptakan struktur manajemen, menetapkan peran dan tanggung
jawab dengan kewenangan yang memadai serta menyediakan
sumber-sumber daya yang cukup (klausul 4.4.1)
b. menjamin bahwa orang-orang yang bekerja untuk atau atas nama
organisasi telah memiliki kesadaran dan kompetensi (klausul 4.4.2)
c. menetapkan proses untuk komunikasi internal, eksternal, dan
konsultasi
d. mengembangkan dan memelihara dokumentasi (klausul 4.4.4)
e. menetapkan dan menerapkan pengendalian dokumen (klausul 4.4.5)
f. mengembangkan dan mempertahankan pengendalian operasional
(klausul 4.4.6)
g. menjamin kesiapsiagaan dan tanggap darurat (klausul 4.4.7)
3. Periksa (Check = C)
Menilai proses sistem manajemen K3 melalui:
a. melakukan pengukuran kinerja dan pemantauan klausul (klausul 4.5.
b. mengevaluasi sistem kesesuaian (klausul (4.5.2)
c. menyelidiki insiden dan ketidaksesuaian serta mengambil tindakan
korektif dan tindakan pencegahan
d. mengendalikan catatan-catatan atau rekaman-rekaman (klausul 4.5.4)
e. melakukan audit internal secara berkala (klausul 4.5.5)
Mengambil tindakan untik memperbaiki atau meningkatkan terus-menerus
sistem manajemen K3 (OH&S) melalui:
a. melakukan peninjauan-ulang manajemen terhadap sistem manajemen
K3 (OH&S) pada interval waktu yang tepat (klausul 4.6)
b. mengidentifikasi area untuk perbaikan atau peningkatan terus-menerus
sistem manajemen K3 (klausul 4.6)
Aplikasi PDCA (Plan-Do-Check-Act) dalam model sistem manajemen
OHSAS 18001 diatas, akan memungkinkan organisasi untuk terus menerus
meningkatkan sistem manajemen K3 (OH&S).
2.5 Produktivitas Kerja
2.5.1Pengertian Produktivitas Kerja
Menurut Sinungan (2005:12), secara umum produktivitas diartikan
sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa)
dengan masuknya sebenarnya. Sedangkan menurut Klingner dan Nanbaldian
yang dikutip oleh Faustino Cardoso Gomes (2003:160), menyatakan bahwa
produktivitas merupakan fungsi perbaikan dari usaha karyawan, yang didukung
dengan motivasi yang tinggi, dengan kemampuan karyawan yang diperoleh
melalui latihan-latihan. Produktivitas yang meningkat, berarti performasi yang
baik, akan menjadi motivasi pekerja pada tahap berikutnya.
Menurut Gasperz (2000:18) produktivitas dapat diartikan sebagai
kemampuan seperangkat sumber-sumber ekonomi untuk menghasilkan sesuatu
yang diartikan juga sebagai pengorbanan (input) dengan penghasilan (output).
penggunaan input untuk memproduksi barang atau jasa sebagai konsep
pemenuhan kebutuhan manusia atau sering juga disebut sebagai sikap mental
yang selalu memiliki pandangan bahwa mutukehidupan hari ini harus lebih baik
dari pada hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.
2.5.2Pengukuran Produktivitas Kerja
Untuk mengetahui produktivitas kerja dari setiap karyawan maka
perlu dilakukan sebuah pengukuran produktivitas kerja. Pengukuran produktivitas
tenaga kerja menurut sistem pemasukan fisik per orang atau per jam kerja orang
ialah diterima secara luas, dengan menggunakan metode pengukuran waktu
tenaga kerja (jam, hari atau tahun). Pengukuran diubah ke dalam unit-unit pekerja
yang diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh
pekerja yang bekerja menurut pelaksanakan standar (Sinungan , 2005: 262).
Menurut Henry Simamora (2004: 612) faktor-faktor yang digunakan
dalam pengukuran produktivitas kerja meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja,
disiplin kerja dan ketepatan waktu.
1). Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standar ada atau ditetapkan oleh
perusahan.
2). Kualitas kerja adalah merupakan suatu standar hasil yang berkaitan dengan mutu dari suatu produk yang dihasilkan oleh karyawan dalam hal ini
merupakan suatu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan
3). Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang ditentukan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. Ketepatan waktu
diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang disediakan diawal
waktu sampai menjadi output.
4). Disiplin kerja merupakan tingkat kemampuan karyawan untuk masuk kerja tepat waktu dan mengikuti segala peraturan dan prosedur yang ditentukan oleh
perusahaan baik itu prosedur dalam keselamatan dan kesehatan kerja maupun
prosedur penggunaan alat-alat pekerjaan.
2.5.3Hubungan Sistem ManajemenK3 dengan Produktivitas Kerja
Kecelakaan mempengaruhi produktivitas perusahaan. Dalam
proses produksi, produktivitas ditopang oleh tiga pilar utama yaitu Kuantitas
(Quantity), Kualitas (Quality), dan Keselamatan (Safety). Produktivitas hanya
dapat dicapai jika ketiga unsur produktivitas diatas berjalan secara seimbang.
Konsep diatas tercermin dalam sistem manajemen mutu yang
mencakup 6 (enam) unsur yaitu :
1. Kualitas produk (quality of product)
2. Kualitas penyerahan (quality of delivery)
3. Kualitas biaya (quality of cost)
4. Kualitas pelayanan (quality of service)
5. Kualitas moral (quality of morale)
Dari elemen mutu di atas, terlihat bahwa tanpa upaya Sistem Manajemen K3 yang
baik maka proses pencapaian mutu tidak akan tercapai. K3 kerja berperan
menjamin keamanan proses produksi sehingga produktivitas bisa tercapai.
Gambar 2.3: Segitiga Produktivitas dan K3
Sumber: Ramli, Soehatman. 2012. Sistem Manajemen Kesehatan & Keselamatan Kerja OHSAS 18001. PT. Dian Rakyat. Jakarta.
2.6Hipotesa
Menurut Sugiyono (2008) hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Adapun hipotesis dalam penelitian
ini adalah:
H1 : Komitmen top management berpengaruh positif dan signifikan
terhadap produktivitas kerja karyawan PT. Coca Cola Amatil
Indonesia Medan
H2 : Peraturan dan prosedur K3 berpengaruh positif dan signifikan
terhadap produktivitas kerja karyawan PT. Coca Cola Amatil
H3 : Komunikasi pekerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
produktivitas kerja karyawan PT. Coca Cola Amatil Indonesia
Medan.
H4 : Kompetensi pekerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
produktivitas kerja karyawan PT. Coca Cola Amatil Indonesia
Medan.
H5 : Lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
produktivitas kerja karyawan PT. Coca Cola Amatil Indonesia
Medan.
H6 : Keterlibatan Pekerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
produktivitas kerja karyawan PT. Coca Cola Amatil Indonesia
Medan.
2.7 Penelitan Terdahulu
Adapun yang mendukung penelitian ini dapat dipengaruhi
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh penerapan Sistem
Manajemen K3 terhadap produktivitas kerja karyawan telah dilakukan beberapa
peneliti sehingga dapat dijadikan referensi dalam penelitian ini. Diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Rini Riestiani (Manajemen, Institut Pertanian Bogor, 2010) telah melakukan
penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Efetivitas Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Terhadap Produktivitas
Kerja Karyawan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Citereup”.
berjalan dengan baik. Tingkat produktivitas karyawan selalu berada diatas
standar. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan telah berhasil beroperasi
secara efektif dan efisien. Tingkat keseringan kecelakaan IFR secara nyata
mempengaruhi tingkat produktivitas kerja karyawan -0, 286 dan berpengaruh
negative, sehingga dapat dikatakan semakin kecil tingkat kecelakaan, maka
semakin tinggi tingkat produktivitas kerja karyawan PT. ITP.
2. Yuyun Kurniati dan I Made Muliatna (Universitas Negeri Surabaya) telah
melakukan penelitian yang berkaitan dengan judul “ Pengaruh Penerapan
Sistem Manajemen K3 OHSAS 18001-2007 Terhadap Produktivitas Keraja
Karyawan Divisi Peralatan Industri Agro di PT. Barata Indonesia. Hasil
analisis dekskriptip menunjukkan bahwa program keselamatan dan kesehatan
kerja di PT. Barata Indonesia berjalan sangat baik dengan indeks rata-rata
sebesar 94,90%. Dari tabulasi data yang telah diperoleh terdapat hubungan
antara program K3 terhadap produktivitas kerja karyawan divisi produksi
peralatan industry agro PT. Barata Indonesia dengan relevansi 0,82061
mendapatkan nilai interpretasi sangat tinggi.
3. Mochammad Al Musadieq (Universitas Brawijaya) telah melakukan penelitian
yang berkatian dengan judul “Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan (Studi pada Karyawan Bagian
Produksi PT. Inti Luhur Fuja Abadi, Beji Pasuruan)”. Berdasarkan hasil uji F
terbukti bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja berpengaruh signifikan
terhadap Produktivitas Kerja Karyawan, ditunjukkan dengan nilai Fhitung lebih
besar dari Ftabel (43,950>3,15). Berdasarkan uji t terbukti bahwa Keselamatan
dengan thitung lebih besar dari ttabel (2,145>2,000) dan Kesehatan Kerja
berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan bagian produksi
PT. Inti Luhur Fuja Abadi Beji Pasuruan, ditunjukkan dengan nilai thitung
lebih besar dari ttabel (2,623 > 2,000).
4. Muhammad Chaerul (Universitas Hasanuddin) telah melakukan penelitian
skripsi yang berjudul “ Pengaruh Penerapan Sistem Manajemen K3 Terhadap
Produktivitas Kerja Karyawan PT. Semen Tonasa Pangkep. Uji Parsial (Uji t)
diperoleh bahwa variabel kepemimpinan manajemen dan keterlibatan
karyawan berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan.
Sebesar 46,3% variabel produktivitas kerja karyawan dapat dijelaskan oleh
variabel independennya sedangkan sisanya 53,7% dijelaskan oleh
variabel-variabel lain di luar penelitian ini.
5. Budi Kusuma (Universitas Brawijaya) telah melakukan penelitian yang
berkaitan dengan judul “Pengaruh Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Terhadap
Produktivita Kerja Karyawan Dengan MenggunakanStructural Equation
Model (Studi Kasus Pada Perusahaan PT. Petrokimia Gresik). Dari kuesioner
yang kemudian diolah dengan LISREL, perusahaan-perusahaan lain dapat
melihat nilai hubungan antara: Program Keselamatan kerja terhadap faktor
kecelakaan kerja adalah -0,67. Program Kesehatan kerja terhadap faktor
penyakit akibat kerja adalah -0,83. Faktor Kecelakaan kerja terhadap faktor
produktivitas kerja adalah -0,79. Faktor Penyakit akibat kerja terhadap faktor
produktivitas kerja adalah -0,49. Program Keselamatan kerja terhadap faktor
produktivitas kerja secara tidak langsung adalah 0,53. Program Kesehatan kerja
2.8 Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel independen (X), Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) OHSAS 18001.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor-faktor dalam
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001
dimana komitmen top management terhadap K3 (X1), peraturan dan
prosedur K3 (X2), komunikasi pekerja (X3), kompetensi pekerja (X4),
lingkungan kerja (X5), keterlibatan pekerja (X6).
2. Variabel dependen (Y), Produktivitas Kerja
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah produktivitas kerja.
Gambar 2.4:Kerangka Berpikir
Produktivitas
Kerja
Komitmen Top Management terhadap K3
Peraturan dan Prosedur K3
Komunikasi Pekerja
Kompetensi Pekerja
Lingkungan Kerja
2.9 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah,
tujuan penelitian.
BAB II : KERANGKA TEORI
Bab ini terdiri dari kajian teori-teori yang digunakan dalam
penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini terdiri dari pendekatan penelitan, lokasi penelitan, definisi konsep, definisi operasional, populasi dan sampel, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data.
BAB IV : PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian, struktur
organisasi, penyajian data dan analisis data.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian