• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengetahuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "pengetahuan"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERAWATAN HALUSINASI DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN

PASIEN HALUSINASI DI RSJD SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh :

Khristina Andriyani ST. 13044

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

(2)
(3)

iii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Khristina Andriyani

NIM : ST. 13044

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Surakarta, Juli 2015 Yang membuat pernyataan,

(4)

iv

karuniaNya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan

tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta”.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti mendapat bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Peneliti menyadari tanpa adanya bimbingan dan dukungan maka kurang sempurna penyelesaian skripsi ini. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si. selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns., M.Kep., selaku Kepala Program Studi S-1

Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.

3. S. Dwi Sulisetyawati, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Pembimbing Utama dan Penguji I yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. bc.Yeti Nurhayati, M.Kes., selaku Pembimbing Pendamping dan Penguji II yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku Penguji III yang telah memberikan saran dan kritik pada pembuatan skripsi penulis.

6. Direktur RSJD Surakarta yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

7. Seluruh staf pengajar dan akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah membantu peneliti.

(5)

v

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan, untuk itu peneliti mengharapkan kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat.

(6)

vi

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 5

1.4Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1Tinjauan Teori ... 7

2.1.1 Pengetahuan ... 7

2.1.2 Keluarga ... 12

2.1.3 Halusinasi ... 16

(7)

vii

2.2Keaslian Penelitian ... 23

2.3Kerangka Teori... 25

2.4Kerangka Konsep ... 26

2.5Hipotesis ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27

3.1Jenis dan Rancangan Penelitian ... 27

3.2Populasi dan Sampel ... 27

3.3Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

3.4Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ... 30

3.5Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ... 31

3.6Uji Validitas dan Reliabilitas ... 34

3.7Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 38

3.8Etika Penelitian ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 43

4.1Hasil Penelitian ... 43

4.1.1. Analisis Univariat... 43

4.1.2. AnalisisBivariat ... 46

BAB V PEMBAHASAN ... 49

BAB VI PENUTUP ... 53

6.1Simpulan ... 53

6.2Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA

(8)

viii Tabel

2.1 Keaslian Penelitian ... 23 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ... 30 3.2 Kisi-kisi Pertanyaan Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang

Perawatan Halusinasi ... 32 3.3 Hasil Uji Validitas Biserial (γpbi) Untuk Variabel

Tingkat Pengetahuan ... 36 3.4 Tingkatan Besarnya Reliabel ... 38 4.1 Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Umur ... 43 4.2 Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.... 44 4.3 Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 44 4.4 Distribusi frekuensi Tingkat Pengetahuan ... 45 4.5 Distribusi frekuensi Tingkat Kekambuhan ... 45 4.6 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang

Perawatan Halusinasi dengan Tingkat Kekambuhan

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

Gambar

(10)

x Lampiran 1 Jadwal Penelitian

Lampiran 2 Surat Permohonan Studi Pendahuluan Penelitian Lampiran 3 Surat Balasan Studi Pendahuluan Penelitian Lampiran 4 Surat Permohonan Ijin Uji Validitas

Lampiran 5 Surat Pemberitahuan Ijin Uji Validitas Lampiran 6 Surat Balasan Ijin Uji Validitas

Lampiran 7 Surat Keterangan Ijin Uji Validitas Lampiran 8 Surat Permohonan Ijin Penelitian

Lampiran 9 Surat Balasan Permohonan Ijin Penelitian Lampiran 10 Surat Keterangan Ijin Penelitian

Lampiran 11 Permohonan Menjadi Responden Penelitian Lampiran 12 Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 13 Kuesioner Penelitian

Lampiran 14 Tabulasi Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 15 Tabulasi Data Penelitian

(11)

xi

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015

Khristina Andriyani

Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Halusinasi Dengan Tingkat Kekambuhan Pasien Halusinasi di RSJD Surakarta

Abstrak

Halusinasi merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa. Peningkatan angka gangguan jiwa yang mengalami halusinasi merupakan masalah serius bagi dunia kesehatan dan keperawatan di Indonesia. Pasien yang mengalami halusinasi jika tidak ditangani dengan baik akan berakibat buruk bagi klien sendiri, keluarga, orang lain dan lingkungan. Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta.

Rancangan penelitian cross sectional. Teknik sampling Consecutive Sampling. Sampel penelitian sebanyak 92 pasien. Variabel yang diamati yaitu tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta. Penelitian menggunakan uji statistik non parametrik dengan uji chi-square (χ2).

Hasil uji chi-square (χ2) menunjukkan signifikan yaitu c2hitung sebesar

47,001 (p= 0,000 < 0,05).Artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta

Nilai koefisien kontigensi sebesar 0,581 berada pada antara 0,40-0,59 (hubungan cukup kuat) hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta pada kategori hubungan cukup kuat.

Dari penjelasan studi ini penulis menyimpulkan bahwa tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi yang tinggi akan memperkecil tingkat kekambuhan pasien halusinasi.

(12)

xii

Khristina Andriyani

Correlation between Families’ Knowledge Level of Hallucination Treatment

and Hallucination Patients’ Recurrence Level at Local Psychiatric Hospital

of Surakarta

ABSTRACT

Hallucination is a kind of mental disorder. The increased number of mental disorder patients with hallucination is a serious issue for health and nursing in Indonesia. The improper treatment of the hallucination patients will cause a negative effect on the clients, their families, and their communities. The objective of the research is to investigate the correlation between the families’ knowledge level of hallucination treatment and the hallucination patients’ recurrence level at Local Psychiatric Hospital of Surakarta.

This research used the cross sectional design. The samples of research were 92 patients. They were taken by using the consecutive sampling technique. The data of research were analyzed by using the non-parametric statistical test with the chi-square (χ2) test.

The result of the research shows that there was a strong adequate correlation the families’ knowledge level of hallucination treatment and the hallucination patients’ recurrence level at Local Psychiatric Hospital of Surakarta as indicated by the chi-square testc2count of 47.001 (p= 0.000 < 0.05) and the

contingency coefficient value of 0.581, which was located between 0.40-0.59. Thus, the families’ high knowledge level of hallucination treatment will prevent the hallucination patients’ recurrence level.

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Kesehatan jiwa menurut UU No. 3 tahun 1996 yang dikutip Yosep (2009) adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain. Menurut Depkes RI (2003) dalam (Yuliana Sisky, 2010) gangguan jiwa adalah gangguan pikiran, perasaan, dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari (fungsi pekerjaan dan fungsi sosial) dari orang tersebut. Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah halusinasi. Menurut Sunardi (1995) yang dikutip Dalami, dkk (2009), halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsangan yang menimbulkan atau tidak ada objek. Halusinasi adalah distorsi persepsi yang terjadi pada respon neurobiologikal yang maladaptif (Stuart & Sundeen, 2007). Di rumah sakit jiwa Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah gangguan halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penciuman, pengecapan, dan perabaan (Purba dkk, 2012).

(14)

jarang ditemukan penderita yang melakukan tindak kekerasan karena halusinasi. Pemberian asuhan keperawatan yang professional diharapkan mampu mengatasi hal ini (Hawari, 2007). Halusinasi merupakan penyimpangan perilaku karena individu memperlihatkan gejala abnormal yang tidak sesuai dengan kenyataan. Halusinasi dapat terjadi pada salah satu dari lima modalitas sensori utama penglihatan, pendengaran, bau, rasa dan perabaan persepsi terhadap stimulasi eksternal dimana stimulus tersebut sebenarnya tidak ada (Stuart, 2007).

Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi. Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien, maka pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat sulit. Hal ini tentunya tidak lepas dari tingkat pengetahuan dan kemampuan keluarga merawat anggota keluarganya (Keliat, 1996 dalam Yuyun Yusnifah, 2012). Memberikan kepercayaan dan motivasi bagi penderita gangguan jiwa dalam menjalani kehidupannya. Selain itu, dorongan yang kuat dari dalam dirinya tentu dapat memotivasi pasien kembali menempatkan dirinya dalam masyarakat (Keliat, 1996 dalam Yuyun Yusnifah, 2012).

Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekambuhan pasien halusinasi (Ryandini dkk, 2011). Keluarga adalah

(15)

3

perawat saat di rumah sakit. Pendidikan kesehatan diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan keluarga. Hal ini memperlihatkan pentingnya pengetahuan keluarga untuk proses penyembuhan pasien (Yuyun Yusnipah, 2012).

Kekambuhan adalah munculnya kembali gejala-gejala akut yang biasanya sama dengan perlakuan yang ditujukan klien pada awal episode diri. Sebagai perlakuan umum yang terjadi seperti kurang tidur, penarikan diri, kehidupan sosial yang memburuk, kekacauan berfikir, berbicara ngawur, halusinasi penglihatan dan pendengaran (Firdaus dkk, 2005).

Keluarga berperan penting dalam menentukan cara atau asuhan keperawatan yang diperlukan oleh pasien di rumah sehingga akan menurunkan angka kekambuhan (Nurdiana, 2007). Hasil penelitian tersebut dipertegas oleh penelitan lain yang dilakukan oleh Dinosetro (2008), menyatakan bahwa keluarga memiliki fungsi strategis dalam menurunkan angka kekambuhan, meningkatkan kemandirian dan taraf hidupnya serta pasien dapat beradaptasi kembali pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.

Berdasarkan jumlah total pasien yang masuk di RSJD Surakarta bulan Januari sampai dengan Desember 2014 baik lewat IGD maupun IRJ adalah 2.783 dan yang mengalami kekambuhan sebanyak 1.750 dan 70% pasien dengan halusinasi (MR RSJD SKA, 2014).

(16)

gejala seperti bicara dan tertawa sendiri,bicara nglantur atau tidak jelas,marah-marah tanpa sebab. Pada studi pendahuluan ini juga didapatkan data keluarga menyatakan tidak tahu harus melakukan apa untuk mengatasi masalah anggota keluarganya yang menderita halusinasi. Tindakan yang dilakukan keluarga antara lain hanya membiarkan pasien,mengurung dalam rumah atau kamar dan jika pasien membahayakan orang lain atau lingkungan baru kemudian dibawa ke Rumah Sakit.

Tingginya angka pasien yang mengalami halusinasi dan kekambuhan pasien memerlukan upaya diantaranya program intervensi dan terapi yang implementasinya bukan di rumah sakit tetapi di lingkungan masyarakat. Maka dari itu pengetahuan dan peran serta keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi sangat dibutuhkan untuk mengurangi angka kejadian halusinasi. Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan sakit pasien khususnya ketika pasien di rumah. Umumnya, keluarga meminta tenaga kesehatan jika mereka tidak mampu lagi merawatnya. Perawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan penderita, tetapi bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan serta kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan dalam keluarga tersebut (Keliat, 1996 dalam Yuyun Yusnipah, 2012).

(17)

5

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan data yang telah diuraikan pada latar belakang, maka perumusan masalahnya adalah “Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta?“.

1.3Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden.

b. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi di RSJD Surakarta.

c. Mendeskripsikan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta.

(18)

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan khususnya bidang keperawatan lebih dapat meningkatkan bagaimana cara meningkatkan pengetahuan keluarga tentang kekambuhan pasien halusinasi.

2. Bagi Institusi Pendidikan

a. Menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya tentang pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi.

b. Sumber referensi bagi peneliti selanjutnya. 3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai bahan referensi untuk melanjutkan penelitian. 4. Bagi Peneliti

(19)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tinjauan Teori 2.1.1 Pengetahuan

2.1.1.1Pengertian

Pengetahuan (Knowledge) diartikan sebagai hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung dan sebagainya), dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).

2.1.1.2Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan:

1. Tahu (know)

(20)

lain: menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

2. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut (Notoatmodjo, 2010).

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui tersebut pada situasi yang lain (Notoatmodjo, 2010).

4. Analisis (analysis)

(21)

9

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada (Notoatmodjo, 2010).

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri. (Notoatmodjo, 2010).

2.1.1.3Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Mubarak dkk (2007) ada tujuh faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :

1. Pendidikan

(22)

seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan.

2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa. 4. Minat

Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dab menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam.

5. Pengalaman

(23)

11

melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif. 6. Kebudayaan

Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan. 7. Informasi

Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

2.1.1.4Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), untuk mengukur tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari objek penelitian atau responden. Penilaian-penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang di tentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Menurut Nursalam (2008), kriteria pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:

(24)

2. Cukup : Apabila skor atau nilai menjawab benar 56% - 75% dari seluruh pertanyaan.

3. Kurang : Apabila skor atau nilai menjawab benar < 55% dari seluruh pertanyaan

2.1.2 Keluarga 2.1.2.1Pengertian

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Ali, 2010). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Sudiharto, 2007).

2.1.2.2Bentuk Keluarga

Beberapa bentuk keluarga adalah sebagai berikut (Sudiharto, 2007):

1. Keluarga Inti (nuclear family), adalah keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan anak- anak baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi.

(25)

13

3. Keluarga Besar (extended family), keluarga inti ditambah keluarga yang lain (karena hubungan darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis (guy/lesbian families).

4. Keluarga berantai, keluarga yang terbentuk karena perceraiandan/atau kematian pasangan yang dicintai dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu keluarga inti.

5. Keluarga duda atau janda (single family), keluarga yang terjadi karena perceraian dan/atau kematian pasangan yang dicintai. 6. Keluarga komposit (composite family), keluarga dari

perkawinan poligami dan hidup bersama.

7. Keluarga kohabitasis (Cohabitation), dua orang menjadi satu keluarga tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak. Di Indonesia bentuk keluarga ini tidak lazim dan bertentangan budaya timur. Namun lambat laun, keluarga kohabitasi ini mulai dapat diterima.

(26)

keponakannya, kakak menikah dengan adik dari satu ayah dan satu ibu, dan ayah menikah dengan anak perempuan tirinya. Walaupun tidak lazim dan melanggar nilai-nilai budaya, jumlah keluarga inses semakin hari semakin besar. Halini dapat kita cermati melalui pemberitaan dari berbagai media cetak dan elektronik.

9. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan berdasarkan ikatan perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan, sedangkan keluarga nontradisional tidak diikat oleh perkawinan. Contoh keluarga tradisional adalah ayah-ibu dan anak hasil dari perkawinan atau adopsi. Contoh keluarga nontradisional adalah sekelompok orang yang tinggal di asrama.

2.1.2.3Ciri-ciri Keluarga

Ciri-ciri keluarga di Indonesia adalah (Ali, 2010):

1. Mempunyai ikatan keluarga yang sangat erat yang dilandasi oleh semangat kegotongroyongan.

2. Merupakan satu kesatuan utuh yang dijiwai oleh nilai budaya ketimuran yang kental yang mempunyai tanggung jawab besar. 3. Umumnya dipimpin oleh suami sebagai kepala rumah tangga

(27)

15

4. Sedikit berbeda antara yang tinggal di pedesaan dan di perkotaan keluarga di pedesaan masih bersifat tradisional, sederhana, saling menghormati satu sama lain dan sedikit sulit menerima inovasi baru.

2.1.2.4Fungsi Keluarga

Menurut Friedman (1999) dalam Sudiharto (2007), lima fungsi dasar keluarga adalah sebagai berikut:

1. Fungsi afektif, adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih serta, saling menerima dan mendukung.

2. Fungsi sosialisasi, adalah proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan di lingkungan sosial

3. Fungsi reproduksi, adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. 4. Fungsi ekonomi, adalah fungsi keluarga untuk memenuhi

kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan, dan papan.

(28)

2.1.3 Halusinasi 2.1.3.1Pengertian

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar. Halusinasi adalah distorsi yang terjadi pada respon neurologika, mal adaptif tanpa adanya rangsangan dari luar (Stuart, 2007). Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indera tanpa stimulus ekstern, persepsi palsu (Maramis, 2005).

Dari beberapa pengertian halusinasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah gejala gangguan jiwa dimana seseorang mengalami perubahan dalam merasakan rangsangan palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan dan penciuman yang secara nyata sebenarnya tidak ada.

2.1.3.2Jenis dan Penyebab Halusinasi

(29)

17

merupakan halusinasi yang paling sering terjadi. Penelitian Sousa (2007) menyebutkan bahwa tipe halusinasi yang sering muncul adalah halusinasi pendengaran sebanyak 69,23% diikuti dengan halusinasi penglihatan sebesar 8,59%, selanjutnya halusinasi taktil sebesar 5,72% dan sisanya halusinasi tipe lain. Maka halusinasi dapat terjadi berupa stimulus palsu terhadap seluruh panca indera, tetapi yang paling banyak terjadi adalah halusinasi pendengaran.

Stuart (2007) menyebutkan bahwa halusinasi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu adanya kegagalan dalam menyelesaikan tahap perkembangan sosial, koping individu tidak efektif dan hubungan antar anggota keluarga yang kurang harmonis. Stuart dan Laraia (2001) dalam (Yuyun Yusnifah, 2012) menjelaskan bahwa halusinasi disebabkan oleh gangguan pada otak, konflik keluarga dan koping stress yang tidak adekuat.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penyebab halusinasi sangat kompleks, mencakup bio, psiko, sosial dan spiritual yang menyebabkan seseorang mengalami stressor yang tidak dapat ditanganinya sehingga menimbulkan berbagai manifestasi penyimpangan perilaku berupa halusinasi.

2.1.3.3Tanda dan Gejala Halusinasi

(30)
(31)

19

tingkat pengetahuan rendah memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi.

2.1.3.4Tindakan Keperawatan Keluarga dengan Halusinasi

Menurut Stuart (2007), strategi merawat pasien dengan halusinasi yaitu membina hubungan interpersonal dan saling percaya, mengkaji gejala halusinasi, memfokuskan pada gejala dan minta pasien menjelaskan apa yang sedang terjadi, mengkaji penggunaan alkohol atau obat terlarang, mengatakan bahwa perawat tidak mempunyai stimulus yang sama, membantu pasien mengidentifikasikan kebutuhan yang dapat memicu halusinasi dan membantu menangani gejala yang mempengaruhi aktifitas hidup sehari-hari.

Menurut Keliat, dkk (2011) tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien halusinasi adalah sebagai berikut:

1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.

(32)

3. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien.

4. Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang perawatan lanjutan pasien.

Merawat pasien berarti juga harus terlibat langsung dengan program pengobatan pasien. Peran keluarga dibutuhkan dalam mengawasi pasien minum obat. Oleh karena itu penting bagi keluarga untuk mengetahui tentang obat dan efek samping obat. Keluarga diharapkan mengetahui manfaat obat, jenis, dosis, waktu, cara pemberian dan efek samping obat. Kondisi halusinasi dalam perawatan dan pengobatan bisa dikontrol oleh obat (Videbeck, 2008). Penatalaksanaan terpentingnya adalah bagaimana pasien dengan halusinasi tahu manfaat obat, kemudian mau minum obat dan patuh, sehingga mampu mengikuti dan mempertahankan terapinya untuk mengontrol halusinasinya (Suwardiman, 2011). 2.1.4 Kekambuhan

2.1.4.1. Pengertian

(33)

21

Dohrenwend dan Nuechterlein dalam Prabowo (2007: 23) memaparkan bahwa dari hasil beberapa penelitian, menyatakan bahwa onset dan kambuhnya skizofrenia dapat disebabkan oleh suasana kehidupan yang negatif, seperti perceraian orang tua, kesulitan mendapatkan pekerjaan, dan rusaknya hubungan sosial karena adanya ketegangan dalam pola interaksi keluarga. Oleh karena itu, psikologi harus selalu mengembangkan beberapa penelitian untuk dapat mengungkapkan hubungan yang kompleks antara faktor biologis, lingkungan, dan psikososial yang dapat menyebabkan gangguan skizofrenia.

Kekambuhan merupakan keadaan klien dimana muncul gejala yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan klien harus dirawat kembali (Andri, 2008). Ada beberapa hal yang bisa memicu kekambuhan skizofrenia, antara lain tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri obat tanpa persetujuan dari dokter, kurangnya dukungan dari keluarga dan masyarakat serta adanya masalah kehidupan yang berat yang membuat stress (Akbar, 2008).

(34)

2.1.4.2. Faktor yang Mempengaruhi Kekambuhan

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kekambuhan penderita gangguan jiwa dalam Yosep (2007) meliputi klien, dokter, penanggungjawab klien dan keluarga. Penderita-penderita yang kambuh biasanya sebelum keluar dari Rumah Sakit mempunyai karakteristik hiperaktif, tidak mau minum obat dan memiliki sedikit keterampilan sosial (Porkony dkk dalam Akbar, 2008).

Beberapa prediktor terjadinya kekambuhan antara lain: pemberian neuroleptik, onset dan previous course (akut/kronis, manifestasi awal, upaya bunuh diri, dan faktor presipitasi), psikopatologi (tipe residual, gejala afektif, sindrom paranoid, halusinasi, gejala negatif), pengalaman hidup (pengalaman traumatik, gangguan psikiatrik dan perkembangan saat anak),

social adjustment (status perkawinan, pekerjaan, pengalaman seksual, dan tingkat pendidikan), kepribadian premorbid, situasi emosi keluarga (ekspresi emosi keluarga yang tinggi/rendah), faktor biologi (genetik, pria/wanita, dan umur) dari penderita (Vaughn. et al, 2005).

(35)

23

efektifitas keluarga akan membantu proses pemulihan kesehatan klien sehingga statusnya meningkat (Keliat, 2005).

2.2Keaslian Penelitian

Penelitian tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Halusinasi dengan Tingkat Kekambuhan Pasien Halusinasi di RSJD Surakarta belum pernah diteliti, namum penelitian lain yang membahas tentang pengetahuan keluarga, keterlibatan keluarga dalam perawatan halusinasi dan kekambuhan pasien halusinasi adalah:

Tabel 2.1

Penelitian Hasil Penelitian 1. Tri Desi

(36)

No Nama Peneliti

Judul Penelitian

Metode

(37)

25

Sumber: dimodifikasi (Budi Prayitno, 2008) Tingkat Faktor-faktor yang mempengaruhi

kekambuhan: 1. Klien. 2. Dokter.

3. Penanggung jawab klien.

4. Keluarga Tinggi

(38)

2.4Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisa hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta. Maka pada penelitian ini variabel independen adalah tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi sedangkan variabel dependen adalah tingkat kekambuhan pasien halusinasi.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

2.5Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2007). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha = Ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang

perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta.

H0 = Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang

perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta.

Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Halusinasi

(39)

27 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional, yaitu suatu penelitian survei analitik. Pengamatan cross sectional merupakan penelitian prevalensi penyakit dan sekaligus dengan prevalensi penyebab atau faktor risiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati hubungan antara faktor risiko terhadap akibat yang terjadi dalam bentuk penyakit atau keadaan (status) kesehatan tertentu dalam waktu yang bersamaan (Noor, 2008). Cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Desain penelitian cross sectional memiliki keunggulan antara lain mudah dilaksanakan, sederhana, ekonomis, dalam hal waktu dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat. Disamping itu dalam waktu yang bersamaan dapat mengumpulkan banyak variabel, baik variabel risiko maupun variabel efek (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

(40)

inap dan kambuh di RSJD Surakarta pada bulan Januari sampai dengan Desember 2014 tercatat 1.200 pasien.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Dengan kata lain, sejumlah, tapi tidak semuanya, elemen dari populasi akan membentuk sampel (Sekaran, 2006).

Penelitian ini menarik sampel dengan menggunakan rumus Slovin dalam Husein Umar (2007: 78) yaitu:

2

e : Nilai presisi 0,1 (presisi ini diambil 10% karena melihat dari jumlah populasi yang besar)

)

(41)

29

3.2.3 Teknik Sampling

Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Consecutive Sampling. Consecutive Sampling yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah responden dapat terpenuhi (Nursalam, 2008).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Keluarga dari pasien halusinasi yang kambuh dan dirawat di RSJD Surakarta.

2. Dapat membaca dan menulis.

3. Anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan pasien. 4. Bersedia menjadi responden.

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Anggota keluarga dari pasien yang dirawat di RSJD Surakarta dengan diagnosa selain halusinasi.

2. Tidak bersedia menjadi responden.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

(42)

3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran

Variabel merupakan sesuatu yang bervariasi (Saryono, 2011). Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Definisi operasional merupakan definisi variabel secara operasional yang diukur secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena dengan menggunakan parameter tertentu (Hidayat, 2007). Komponen pada bagian ini meliputi variabel, definisi operasional, alat ukur, hasil ukur, dan jenis data.

Tabel 3.1

Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel Uraian Definisi

(43)

31

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1 Alat Penelitian

1. Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Halusinasi Pengumpulan data untuk variabel tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi didapatkan dengan cara melakukan penyebaran kuesioner terhadap keluarga yang merawat pasien halusinasi yang sedang rawat inap.

Kriteria tingkat pengetahuan menggunakan rumus (Arikunto, 2010):

% 100

x N n

P=

Keterangan: P : Prosentase

n : Jumlah responden yang sesuai dengan kriteria baik/cukup/kurang

N : Jumlah responden

Penilaian-penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Menurut Nursalam (2008), kriteria pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:

a. Baik : Apabila skor atau nilai menjawab benar 76% - 100% dari seluruh petanyaan.

(44)

c. Kurang : Apabila skor atau nilai menjawab benar < 55% dari seluruh pertanyaan.

Pertanyaan tingkat pengetahuan meliputi tahu dan memahami. Gambaran kuesioner dapat dilihat dari tabel kisi-kisi pertanyaan tentang tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi sebagai berikut:

Tabel 3.2

Kisi-kisi Pertanyaan Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Halusinasi

No Kategori Jumlah Item

Nomor dalam Kuesioner

1. Tahu 12 item 1, 2, 3, 4, 5, 6, 10, 11, 17 2. Memahami 11 item 7,8, 9, 10, 12, 14, 15, 16,

18,19,20, 21

2. Tingkat Kekambuhan Pasien Halusinasi

Pengumpulan data variabel tingkat kekambuhan pasien halusinasi didapatkan dengan cara melihat laporan data sekunder dari keluarga yang merawat pasien halusinasi atau melihat check list data dari rekam medik yang sedang rawat inap. Kategorisasi dan kode dari tingkat kekambuhan pasien halusinasi 1. Tingkat kekambuhan tinggi bila klien dalam satu tahun kambuh lebih dari atau sama dengan 3, dan 2. Rendah bila kurang dari 2 kali atau sama dengan 2 per tahun (Nurdiana, dkk, 2007).

3.5.2 Cara Pengumpulan Data

(45)

33

2. Mengajukan surat permohonan uji validitas dan reliabilitas ke RSJD Dr. RM. Soedjarwaji Klaten.

3. Mengajukan surat permohonan ijin penelitian ke RSJD surakarta. 4. Menjelaskan tentang penelitian dan tujuan penelitian kepada

calon responden, menjelaskan tentang informed consent, setelah responden memahami dan apabila setuju maka responden diminta untuk menandatangani informed consent tersebut.

5. Pengumpulan data untuk variabel tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan melakukan penyebaran kuesioner sebanyak 21 pernyataan benar dan salah.

6. Pengumpulan data untuk variabel tingkat kekambuhan dengan cara melihat laporan data sekunder dari keluarga atau melihat check list data dari rekam medik dengan memberi kategori dan kode tingkat kekambuhan tinggi bila klien dalam satu tahun kambuh ≥ 3 kali, dan rendah bila ≤ 2 kali.

7. Setelah diisi kuesioner ditarik kembali untuk dikoreksi kelengkapan pengisian kuesioner. Kuesioner yang memenuhi syarat kemudian dilakukan pengolahan data.

(46)

Pengumpulan data pada variabel tingkat kekambuhan pasien halusinasi menggunakan laporan data sekunder dari keluarga yang merawat pasien halusinasi atau melihat check list data dari rekam medik yang sedang rawat inap. Tingkat kekambuhan tinggi bila klien dalam satu tahun kambuh lebih dari atau sama dengan 3, dan rendah bila kurang dari 2 kali atau sama dengan 2 per tahun (Nurdiana, dkk, 2007).

3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang dapat dipercaya secara ilmiah, maka data hasil penelitian harus menggambarkan kondisi sebenarnya tentang variabel yang diteliti. Dengan demikian instrumen penelitian harus teruji kemampuannya dalam mendapatkan data yang tepat dan akurat. Untuk menguji ketepatan dan keakuratan instrumen maka dilakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen (Dharma, 2011).

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap keluarga yang merawat pasien halusinasi yang sedang rawat inap di RSJD Klaten dengan menyebar 30 kuesioner. Uji instrumen tersebut adalah sebagai berikut:

3.6.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2010). Butir soal dis-kontinum pada soal bentuk obyektif dengan skor 0 dan 1, maka menggunakan “koefisian korelasi biserial” (Riyanto, 2011).

(47)

35

1. Menghitung koefisien korelasi biserial (γpbi), dengan rumus:

q

p = Proporsi sampel yang menjawab betul/ya q = 1-p

2. Mencari nilai t hitung

Setelah mendapatkan r hitung, kemudian untuk menguji nilai signifikansi validitas butir soal tersebut, peneliti menggunakan uji t yaitu dengan menggunakan rumus berikut:

2

Setelah diperoleh thitung maka, langkah selanjutnya adalah

menentukan ttabel dengan df = n-2 = 30-2 = 28 dengan nilai df = 28

(48)

3. Proses pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan didasarkan pada uji hipotesa dengan kriteria sebagai berikut:

a. Jika t hitung positif dan t hitung > t tabel, maka butir soal valid. b. Jika t hitung negatif dan t hitung < t tabel, maka butir soal tidak

valid.

Uji instrumen dilakukan pada tanggal 12 Mei – 21 Mei 2015 di RSJD Dr. RM. Soedarwaji Klaten sebanyak 30 responden, hasil uji validitas tingkat pengetahuan dengan 24 butir pertanyaan diketahui bahwa 21 butir pertanyaan untuk mengungkap tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dinyatakan valid, hal ini karena nilai thitung > ttabel, sedangkan 3 butir pertanyaan dinyatakan tidak valid

yaitu butir nomor 3,7,14. Hal ini karena nilai thitung (-) atau thitung <

ttabel. Selanjutnya 3 butir pertanyaan yang tidak valid didrop dan tidak

digunakan pada penelitian berikutnya. Tabel 3.3

Hasil Uji Validitas Biserial (γpbi)

Untuk Variabel Tingkat Pengetahuan Butir

Pertanyaan thitung ttabel Status

(49)

37

Sumber: data primer diolah, 2015

3.6.2 Uji reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2010). Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.

Dalam penelitian ini menggunakan rumus dari KR 21 (Kuder Richardson) (Arikunto, 2006) yaitu:

KR-21 : r11 =

KR-21 : r11= Reliabilitas instrumen

n = Banyaknya butir pertanyaan M = Skor rata-rata

(50)

Tabel 3.4

Tingkatan Besarnya Reliabel

No r11 Tingkatan

1. 0,800 – 1,000 Sangat Tinggi 2. 0,600 – 0,799 Tinggi

3. 0,400 – 0,599 Cukup 4. 0,200 – 0,399 Rendah

5. 0,000 – 0,199 Sangat Rendah Arikunto (2008: 75)

Hasil pengujian reliabilitas KR 21 (Kuder Richardson) variabel tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi diperoleh nilai KR 21 (Kuder Richardson) = 0,646 (0,600 – 0,799) pada tingkat reliabel tinggi. Sehingga seluruh uji instrumen yang terdiri dari validitas dan reliabilitas memenuhi persyaratan untuk dipakai dalam pengambilan keputusan penelitian.

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data 3.7.1 Teknik Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul pada tahap pengumpulan data perlu diolah terlebih dahulu. Tujuan dari pengolahan data tersebut adalah untuk menyederhanakan seluruh data yang terkumpul. Adapun pengolahan data dalam penelitian ini meliputi (Hidayat, 2007):

1. Editing

(51)

39

2. Coding

Teknik koding dilakukan dengan memberikan tanda pada masing-masing jawaban dengan kode berupa angka dilakukan berdasarkan jawaban dengan skala 1 dan 0. Pada pernyataan yang bersifat positif (benar), bila responden memberikan jawaban positif maka diberi skor 1 dan bila memberi jawaban negatif diberi skor 0. Sebaliknya pada pertanyaan yang bersifat negatif, bila responden memberi jawaban positif maka diberi skor 0 dan bila memberi jawaban negatif maka diberi skor 1. Selanjutnya dimasukkan ke dalam lembaran tabel kerja.

3. Tabulating

Tabulating adalah langkah untuk memasukkan data hasil penelitian ke dalam tabel-tabel kriteria.

3.7.2 Analisa Data

Dalam menganalisis data, data yang telah diolah dengan menggunakan bantuan komputerisasi program SPSS for windows kemudian dideskripsikan dan diinterpretasikan sehingga pada akhirnya analisis data tersebut memperoleh makna atau arti dari hasil penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisa data dalam penelitian ini melalui prosedur bertahap yaitu analisis univariat dan analisis bivariat. Prosedur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

(52)

Analisis univariat dilakukan secara deskriptif, yaitu menampilkan frekuensi, varian data (mean, median, standar deviasi) tentang karakteristik responden, variabel tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dan variabel tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta.

2. Analisa Bivariat

Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2007). Yaitu variabel bebas tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dan variabel terikat adalah tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta. Pada penelitian ini digunakan Penelitian ini menggunakan uji statistik non parametrik dengan uji

chi-square (χ2) dengan tingkat kepercayaan 95% (p<0,05) untuk data dengan skala ordinal 3 kategori dengan rumus (Notoatmodjo, 2007). Kriteria pengambilan kesimpulan berdasarkan tingkat signifikan (nilai p) adalah:

a. Jika nilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak. b. Jika nilai p ≤ 0,05 maka hipotesis penelitian diterima.:

(53)

41

Koefisien kontigensi digunakan untuk menghitung hubungan antar variabel bila datanya berbentuk nominal. Koefisien kontigensi (CC) sangat erat hubungannya dengan chi square yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif (k) sampel independent. Rumus menghitung koefisien kontigensi adalah (Sugiyono, 2007):

N X

X

C = +

2 2

Keterangan:

C = Koefisien kontegensi

X2 = Harga chi quadrat yang diperoleh N = Jumlah responden

Kriteria keeratan hubungan dengan menggunakan koefisien kontigensi yaitu sebagai berikut (Sugiyono, 2007):

a. 0,00-0,19 = hubungan sangat lemah. b. 0,20-0,39 = hubungan lemah.

c. 0,40-0,59 = hubungan cukup kuat. d. 0,60-0,79 = hubungan kuat.

(54)

3.8 Etika Penelitian

Menurut Hidayat (2007) etika dalam penelitian keperawatan sangat penting karena penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut yaitu:

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed consent)

Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Responden telah menyatakan bersedia diteliti, mereka diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent) tersebut.

2. Tanpa nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan namanya dalam lembar pengumpulan data, namun cukup diberi kode pada masing-masing lembar tersebut.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

(55)

43 BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSJD Surakarta pada bulan Februari s/d Maret 2015. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah consecutive sampling. Sampel penelitian berjumlah 92 pasien dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut

4.1.1 Analisis Univariat

1. Karakteristik responden berdasarkan umur

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur

Umur f %

28 – 40 Tahun 30 32,6%

41 – 53 Tahun 45 48,9%

54 – 65Tahun 17 18.5%

Jumlah 92 100,0%

Hasil distribusi berdasarkan umur responden dapat diketahui bahwa umur 28 - 40 tahun sebanyak 30 responden atau 32,6%, 41 - 53 tahun sebanyak 45 responden atau 48,9% dan 54 - 65 tahun sebanyak 17 responden atau 18,5%. Maka dapat disimpulkan bahwa umur responden sebagian besar 41 - 53 tahun yaitu sebanyak 45 responden atau 48,9%.

(56)

2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 36 39,1%

Perempuan 56 60,9%

Jumlah 92 100,0%

Hasil distribusi berdasarkan jenis kelamin responden dapat diketahui bahwa laki-laki sebanyak 36 responden atau 39,1% dan perempuan sebanyak 56 responden atau 60,9%. Maka dapat disimpulkan bahwa responden penelitian sebagian besar perempuan. 3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan Pendidikan Frekuensi Persentase

Perguruan Tinggi 5 5,4%

SMA 54 58,7%

SMP 28 30,5%

SD 5 5,4%

Jumlah 92 100,0%

(57)

45

4. Tingkat Pengetahuan

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pengetahuan

Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase

Baik 43 46,7%

Cukup 33 35,9%

Kurang 16 17,4%

Jumlah 92 100%

Hasil perhitungan berdasarkan tingkat pengetahuan responden dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan pada kategori baik sebanyak 43 responden atau 46,7%, cukup sebanyak 33 responden atau 35,9% dan kurang sebanyak 16 responden atau 17,4%. Maka dapat disimpulkan sebagian besar responden penelitian dengan tingkat pengetahuan pada kategori baik, yaitu sebanyak 43 responden atau 46,7%.

5. Tingkat Kekambuhan

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat kekambuhan

Tingkat Kekambuhan Frekuensi Persentase

Tinggi 25 27,2%

Rendah 67 72,8%

Jumlah 92 100%

(58)

4.1.2 AnalisisBivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi, yaitu variabel bebas tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dan variabel terikat adalah tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta. Pada penelitian ini digunakan uji statistik chi square dengan tingkat kemaknaan α=0,05. adapun hasil analisis bivariat adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.6

Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Halusinasi dengan Tingkat Kekambuhan

Pasien Halusinasi di RSJD Surakarta Tingkat

Pengetahuan Keluarga

Tingkat Kekambuhan

Pasien Halusinasi Jumlah c2 p-value

Rendah Tinggi

Baik 41 (44,6%) 2 (2,2%) 43 (46,7%)

47,001 0,000 Cukup 25 (27,2%) 8 (8,7%) 33 (35,9%)

Kurang 1 (1,1%) 15 (16,3%) 16 (17,4%) Jumlah 67 (72,8%) 25 (27,2%) 92 (100,0%) C (Koefisien Kontigensi) = 0,581

Sumber: data primer diolah, 2015

(59)

47

sebanyak 25 orang (27,2%) sedangkan kategori tinggi sebanyak 8 orang (8,7%) dan tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi kategori baik dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi kategori rendah sebanyak 41 orang (44,6%) sedangkan kategori tinggi sebanyak 2 orang (2,2%).

Berdasarkan jumlah tabulasi di atas dapat diketahui kecenderungan tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi kategori baik dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi kategori rendah yaitu sebanyak 41 orang (44,6%).

Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.6 dengan menggunakan alat analisis chi-square (χ2) dapat diketahui bahwa nilai

c2

hitung adalah sebesar 47,001 (p= 0,000 < 0,05) sehingga H0 ditolak

dan Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta.

Koefisien kontigensi digunakan untuk menghitung hubungan antar variabel bila datanya berbentuk nominal. Koefisien kontigensi (CC) sangat erat hubungannya dengan chi square yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif (k) sampel independent. Rumus menghitung koefisien kontigensi adalah (Sugiyono, 2007):

(60)

581 , 0

=

C

Kriteria keeratan hubungan dengan menggunakan koefisien kontigensi yaitu sebagai berikut (Sugiyono, 2007):

1. 0,00-0,19 = hubungan sangat lemah. 2. 0,20-0,39 = hubungan lemah.

3. 0,40-0,59 = hubungan cukup kuat. 4. 0,60-0,79 = hubungan kuat. 5. 0,80-1,00 = hubungan sangat kuat.

(61)

49 BAB V PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta yang telah dilakukan terhadap 92 keluarga pasien halusinasi diperoleh hasil sebagai berikut:

5.1Umur Responden

Hasil distribusi berdasarkan umur keluarga dari pasien halusinasi yang sedang rawat inap di RSJD Surakarta diketahui bahwa umur responden sebagian besar 41 - 53 tahun sebanyak 45 responden atau 48,9%. Umur yang lebih dewasa lebih memiliki banyak pengalaman, sehingga dapat diartikan bahwa semakin dewasa umur seseorang maka semakin tinggi tingkat pengalamannya (Mubarak, 2007).

5.2Jenis Kelamin Responden

Hasil distribusi berdasarkan jenis kelamin keluarga dari pasien halusinasi yang sedang rawat inap di RSJD Surakarta dapat diketahui sebagian besar perempuan sebanyak 56 responden atau 60,9%. Hal ini disebabkan karena perempuan memiliki peranan penting dalam merawat anggota keluarga yang sakit.

5.3Pendidikan Responden

(62)

pendidikan SMA yaitu sebanyak 54 responden atau 58,7%. Makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan (Mubarak dkk, 2007).

5.4Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Halusinasi di RSJD Surakarta

Hasil distribusi tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi di RSJD Surakarta dominan kategori baik yaitu sebesar 46,7%. Sabagian besar keluarga tahu dan memahami isi kuesioner tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi di RSJD Surakarta. Hal ini disebabkan informasi mengenai perawatan halusinasi sudah banyak didapat keluarga melalui media informasi seperti koran ,televisi dan radio, serta keluarga mendapatkan penyuluhan kesehatan dari petugas kesehatan di RSJD Surakarta. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekambuhan pasien halusinasi (Ryandini dkk, 2011). Pengetahuan (Knowledge) diartikan sebagai hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung dan sebagainya), dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Keluarga adalah caregiver

(63)

51

di rumah sakit. Pendidikan kesehatan diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan keluarga .

Penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Yuyun Yusnipah (2012), dengan menunjukkan hasil bahwa sebanyak 57,7% responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi dalam merawat pasien halusinasi. Hal ini memperlihatkan pentingnya pengetahuan keluarga untuk proses penyembuhan pasien (Yuyun Yusnipah, 2012).

5.5Tingkat Kekambuhan Pasien Halusinasi Di RSJD Surakarta

(64)

5.6Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Halusinasi dengan Tingkat Kekambuhan Pasien Halusinasi di RSJD Surakarta

Hasil penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta dengan nilai c2hitung sebesar

47,001 (p= 0,000 < 0,05).Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi. Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien, maka pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat sulit. Hal ini tentunya tidak lepas dari tingkat pengetahuan dan kemampuan keluarga merawat anggota keluarganya (Keliat, 1996 dalam Yuyun Yusnifah, 2012). Memberikan kepercayaan dan motivasi bagi penderita gangguan jiwa dalam menjalani kehidupannya. Selain itu, dorongan yang kuat dari dalam dirinya tentu dapat memotivasi pasien kembali menempatkan dirinya dalam masyarakat (Keliat, 1996 dalam Yuyun Yusnifah, 2012).

(65)

53 BAB VI PENUTUP

6.1Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik responden berdasarkan umur responden sebagian besar 41 - 53 tahun yaitu sebanyak 45 responden atau 48,9%, jenis kelamin perempuan sebanyak 56 responden atau 60,9% dan pendidikan terakhir SMA, yaitu sebanyak 54 responden atau 58,7%.

2. Tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi di RSJD Surakarta dominan kategori baik yaitu sebesar 46,7%.

3. Kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta dominan kategori rendah yaitu sebesar 72,8%, sedangkan sisanya kategori tinggi hanya sebesar 27,2%.

4. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta dengan nilai c2hitung sebesar

(66)

menunjukkan bahwa hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta pada kategori hubungan cukup kuat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi yang tinggi akan memperkecil tingkat kekambuhan pasien halusinasi.

6.2Saran

Adanya berbagai keterbatasan dan kekurangan dari penelitian ini, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit

Sebaiknya rumah sakit harus lebih meningkatkan intensitas kunjungan keluarga pasien, untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan meningkatkan pendidikan kesehatan atau penyuluhan tentang perawatan halusinasi sehingga jarang mengalami kekambuhan yang berulang.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat memberikan petunjuk para civitas akademika bahwa keluarga pasien juga dapat menjadi salah satu objek pengkajian dalam upaya penyembuhan pasien halusinasi.

3. Bagi Peneliti Lain

(67)

55

mengembangkan faktor lain yang dapat mempengaruhi penyembuhan pasien halusinasi.

4. Bagi Peneliti

(68)

56

Ali, Z. (2010). Pengantar Keperawatan Keluarga.Jakarta: EGC.

Andri. (2008). Kongres Nasional Skizofrenia V Closing the Treatment Gap for Schizophrenia, (online), (http://www.kabarindonesia/berita, diakses 01 Januari 2015).

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. (2008). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Karya.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Budi Prayitno. (2008). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Prosedur Suction dengan Prilaku Perawat dalam Melakukan Tindakan Suction di ICU Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, Februari 2008.

Dalami, E, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial. Jakarta: Trans Info Media.

Dharma, Kusuma Kelana. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan: Panduan Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans Info Media.

Dinosetro. (2008). Hubungan antara peran keluarga dengan tingkat kemandirian kehidupan sosial bermasyarakat pada klien Skizofrenia post perawatan di

Rumah Sakit Jiwa Menur.

http://dinosetro.multiply.com/guestbook?&=&page=3. Diunduh pada tanggal 30 Desember 2014.

Dwy Wahyuny Ramdhany, Dahrianis dan Muhammad Nur. (2013). Hubungan Keterlibatan Keluarga Terhadap Kemampuan Klien Mengontrol Halusinasi di Wilayah Kerja Puskesmas Samata Kabupaten Gowa. ISSN : 2302-1721. Volume 3 Nomor 3 Tahun 2013.

(69)

57

Firdaus Jimmi, Muhammad Syukri, dkk. (2005). Schizophrenia, Sebuah Panduan Bagi Keluarga Skizofrenia. Yogyakarta: Dozz.

Ghozali, Imam. (2009). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hawari, Dadang. (2007). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Hidayat. A.A.A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisa Data.Jakarta: Salemba Medika.

Husein Umar. (2007) Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Keliat, B.A., dkk. (2005). Peran Serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Keliat, B.A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic Course). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Maramis,W.F. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.

MR RSJD SK. (2013). Data Jumlah Pasien Gangguan Jiwa. Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Muwarni, A. (2007). Asuhan Keperawaran Keluarga. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.

Nanda. (2010). Nursing Disgnoses: Definition and Classification 2010-2011. Philadelphia-USA. Nanda International.

Noor, N.N. (2008). Epidemiologi. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi.Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

(70)

Nurdiana, Syafwani, Umbransyah. (2007). Peran Serta Keluarga Terhadap Tingkat Kekambuhan Klien Skizofrenia. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Vol.3 No.1.

Nursalam. (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Oktaviandry, Navel. 2012. Pengetahuan Ilmiah, Penelitian Ilmiah, dan Jenis Pengetahuan. Tersedia di: http://navelmangelep.wordpress.com/ 2012/02/21/pengetahuan-pengetahuan-ilmiah-penelitian-ilmiah-dan-jenis-penelitian/ [diakses pada 29 Desember 2014].

Prabowo, Hendy Purwo. 2007. Interaksi Keluarga pada Remaja Penderita Skizofrenia : Tinjauan Psikokultural Jawa. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Didownload tanggal 29 Desember 2014. Melalui

browser google chrome dengan alamat URL.

http://eprints.undip.ac.id/10425/1/SKRIPSI-HENDY-M2A002041.pdf. Purba dkk. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial

danGangguan Jiwa. Edisi 2. Medan: USU Press.

Riyanto, A. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Ryandini, R.F.,Saraswati, H.R. & Meikawati, W. (2011). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino Gondohutomo Semarang. Jurnal Keperawatan dan Kebidanan (JIKK). Vol 1. No. 4. 4 Juni 2011. 205-215.

Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan: Penuntun Praktis Bagi Pemula. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.

Sekaran, Uma. (2006). Research Methods For Business: Metodologi Penelitian Untuk Bisnis, Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.

Setiadi. (2008). Konsep dan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sousa, D.A. (2007). Types and Content of Hallucination in Schizofrenia. Journal

of Pakistan Psychiatric Society. Page 29.

Stuart, & Sundeen. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 4. Jakarta: EGC. Stuart, G.W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa; Alih Bahasa, Ramona P, Egi,

Gambar

Tabel
Tabel 2.1
Kerangka TeoriGambar 2.1
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai perkembangan seni rebana biang pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.. Adapun metode penelitian yang digunakan

Adapun hasil penelitian ini diketahui bahwa tingkat partisipasi masyarakat terhadap keberadaan hutan mangrove adalah sedang dengan indek 58,65% dimana tidak ada hubungan

Sejalan dengan hasil penelitian ini, penelitian Jones (1997) menemukan bahwa setiap peningkatan upah minimum sebesar 1 persen di Ghana, akan meningkatkan jumlah pekerja

Jika stasiun tujuan mendeteksi kesalahan pada frame, stasiun tujuan akan mengirim balasan negatif (REJ= Reject) untuk frame yang dikirim tersebut..

Dengan hak bebas royalti non-eksklusif, ini Universitas Sebelas Maret berhak menyimpan, mengalihmediakan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database),

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan Kuliah Kerja Media dengan

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan di SD Negeri Panjang Wetan 01 Kota Pekalongan, bahwa diperoleh data motivasi orang tua dalam menentukan sekolah

7. Kakak Atikah Asnaa S.Sos. Selaku Staf Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.. selaku mantan Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SU, juga sekaligus guru panutan