1
PENAMPILAN MUTAN KENTANG VARIETAS ATLANTIK PADA DATARAN MEDIUM
Potato Mutant Performance of Atlantic Variety at Medium Elevation
Oleh:
Aprian Aji Santoso, Nur Prihatiningsih, Siti Nurchasanah Program studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian
Universitas Jenderal Soedirman
Alamat korespondensi: aprisantoz@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mengetahui pengaruh radiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kentang varietas Atlantik. 2) Mengetahui pengaruh radiasi sinar gamma terhadap variabel kualitatif tanaman kentang. 3) Mengetahui klon mutan kentang yang berproduksi tinggi pada dataran medium (580 m dpl) setelah perlakuan radiasi sinar gamma. Penelitian dilaksanakan dari bulan April sampai September 2014 di lahan percobaan Desa Gandatapa, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas. Penelitian menggunakan Rancangan Bersekat (Augmented Design) dengan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan yang dicoba adalah 4 taraf radiasi sinar gamma, yakni: 0 (kontrol), 30, 35, dan 40 Gy. Variabel yang diamati meliputi saat muncul tunas, persentase tanaman hidup, tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, potensi berbunga, warna daun, bobot segar tanaman, bobot kering tanaman, jumlah umbi, diameter umbi, bobot umbi, warna kulit umbi, dan warna daging umbi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan radiasi sinar gamma 30, 35, dan 40 Gy memberikan hasil yang beragam terhadap pertumbuhan dan hasil kentang di dataran medium. Perlakuan radiasi sinar gamma 30, 35, dan 40 Gy tidak mempengaruhi perubahan warna daun, kulit dan daging umbi, tetapi mempengaruhi tingkat ketahanan terhadap penyakit layu bakteri dan busuk daun. Klon mutan kentang AD1-13 dan AD3-154 mempunyai tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, diameter umbi dan bobot umbi terbaik, serta tahan terhadap penyakit layu bakteri dan busuk daun sehingga berpotensi untuk dikembangkan di dataran medium.
Kata kunci: Kentang, mutasi, sinar gamma, dataran medium.
ABSTRACT
This research was aimed to know 1) effects of γ ray radiations on growth and yield of Atlantic potato variety, 2) effects of γ ray radiation on potato qualitative variables, and 3) potato mutant clone producing high yield at medium
elevation (580 m asl) after treatment of γ ray radiation. The research was
2
percentage, plant hight, stem diameter, leaf quantity, flowering potential, leaf color, plant fresh weight, plant dry weight, tuber quantity, tuber skin color, and tuber flesh color. Results of the research performed that γ ray radiations at 30, 35, and 40 Gy gave varied produces on growth and yield of potato planted at
medium elevation. Treatments of these γ ray radiations did affect changes of leaf
color, skin and flesh of tuber color, but they affected resistance level to bacterial wilt and late blight diseases. The potato mutant clones of AD1-13 and AD3-154 showed the best plant hight, leaf quantity, stem diameter, tuber diameter and weight, and they were also resistant to the bacterial wilt and late blight diseases, so they are potential to inflate at the medium elevation.
Keywords: Potato, mutation, γ ray, medium elevation.
PENDAHULUAN
Kentang (Solanum tuberosum L.)
merupakan salah satu komoditas
hortikultura yang memiliki peran
penting untuk menunjang ketahanan
pangan. Dengan berkembangnya
industri pengolahan hasil maka
manfaat kentang selain sebagai
sayur-mayur juga sebagai bahan baku
industri. Salah satu varietas kentang
yang cocok sebagai bahan baku
industri pengolahan adalah varietas
Atlantik (Idawati, 2012).
Kentang varietas Atlantik
merupakan varietas impor yang cocok
sebagai bahan baku industri berupa
keripik kentang. Kebutuhan kentang
varietas atlantik untuk bahan baku
industri dalam negeri mencapai 3.000
ton, namun produksi dalam negeri
baru mampu memenuhi 25% (750
ton), sisanya masih diimpor.
Sementara itu, permintaan kentang
untuk french fries sekitar 16.800
ton/tahun, dan baru dapat dipenuhi
4.300 ton (Effendie, 2003).
Keterbatasan inilah yang
menyebabkan kurang berkembangnya
industri makanan olahan kentang di
Indonesia. Oleh sebab itu jika untuk
memenuhi bahan baku produk olahan
terutama chip (keripik) maka
pengembangannya perlu diarahkan ke
dataran medium.
Sentra produksi kentang di
Indonesia selama ini terbatas berada di
dataran tinggi saja, seperti Dataran
Tinggi Dieng (Jawa Tengah), Kerinci
(Jambi), Pengalengan (Jawa Barat),
dan Curup (Bengkulu). Pengusahaan
kentang di dataran tinggi secara
terus-menerus tanpa diimbangi dengan
pengelolaan lahan secara bijaksana
3 terjadinya erosi dan menurunkan
produktivitas tanah (Idawati, 2012).
Menurut Handayani et al. (2011),
untuk menghindari dan mencegah
terjadinya kerusakan alam di dataran
tinggi, peningkatan luas areal tanam
kentang perlu dialihkan dari dataran
tinggi ke dataran yang lebih rendah,
yaitu di dataran medium (<700 m dpl).
Budidaya kentang di dataran
medium dihadapkan pada permasala-
han, yakni suhu yang tinggi. Menurut
Sumarni et al. (2013), di daerah
beriklim sub tropis dan di dataran
tinggi tropika pembentukan umbi
terjadi dengan baik pada suhu siang 25
0
C dan suhu malam 17 0C atau lebih rendah. Kisaran suhu tersebut sangat
sulit untuk dapat dicapai di dataran
medium karena suhu siang dapat
mencapai 35 0C dan suhu malam 25
0
C (Syarif, 2005). Salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut yakni dengan
menciptakan varietas kentang yang
tahan pada suhu tinggi dan mampu
berproduksi tinggi di dataran medium.
Menurut Suharjo et al. (2010),
upaya mendapatkan varietas baru
dapat dilakukan dengan introduksi,
seleksi, hibridisasi, dan mutasi. Mutasi
merupakan perubahan pada materi
genetik suatu makhluk hidup yang
terjadi secara tiba-tiba, acak, dan
merupakan dasar bagi sumber variasi
organisme hidup yang bersifat dapat
diwariskan (Crowder, 1986). Mutasi
induksi menggunakan radiasi sinar-X
dan sinar gamma paling banyak
penggunaanya sebagai metode untuk
mengembangkan mutan.
Soedjono (2003) melaporkan
bahwa induksi mutasi radiasi dapat
mempengaruhi warna pada bunga
mawar. Hasil penelitian Suharjo et al.
(2010) menunjukkan bahwa,
pemberian radiasi dosis tinggi (60 Gy)
menyebabkan terjadinya penundaan
munculnya tanaman, penurunan
persen tanaman hidup, dan penurunan
tinggi tanaman, serta kombinasi
perlakuan varietas Granola dan
penyinaran 30 Gy memberikan hasil
yang terbaik.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan April 2014 sampai September
2014 bertempat di Pusat Aplikasi
Isotop dan Radiasi (PATIR) Badan
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN),
4
Gandatapa, Kecamatan Sumbang,
Kabupaten Banyumas, pada
ketinggian 580 m dpl.
Penelitian ini menggunakan
Rancangan Bersekat (Augmented
Design) dengan rancangan dasar
Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan 4 perlakuan. Perlakuan yang
dicoba meliputi: kontrol, dosis radiasi
sinar gamma 30, 35, dan 40 Gy.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain umbi kentang
varietas Atlantik, kentang varietas
Granola, kentang kultivar MZ, pupuk
kandang 20 ton ha-1, pupuk KCl 200 kg ha-1, pupuk SP36 400 kg ha-1, dan
pupuk Za 400 kg ha-1, herbisida, bakterisida, fungisida, insektisida,
nematisida, air, bambu dan dolomit.
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi irradiator
gamma chamber 4000A Co-60 tipe
Iradiator Panorama Serbaguna
(IRPASENA) yang ada di Badan
Tenaga Nuklir (BATAN), Jakarta.
Alat lain yang digunakan meliputi
cangkul, mulsa, sprayer gendong tipe
semi otomatis, timbangan, kantong
plastik, ember, kamera, alat tulis,
termohigrometer, altimeter, pH meter,
tali raffia, oven dan kardus.
Mutasi umbi menggunakan sinar
gamma dilakukan di Pusat Aplikasi
Teknologi Isotop dan Radiasi
(PATIR) Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) Kawasan Nuklir
Pasar Jum’at Lebak Bulus, Jakarta
Selatan dengan menggunakan
Iradiator Panorama Serbaguna
(IRPASENA) Sumber Cobalt 60.
Bahan yang tidak diberi perlakuan
radiasi sinar gamma (0 Gy) juga
dibawa ke BATAN untuk memastikan
bahwa tindakan yang diberikan
seragam terhadap semua tanaman.
Penanaman umbi kentang
dilakukan pada bedengan yang telah
diberi mulsa plastik dengan ukuran
bedengan panjang 600 cm dengan
lebar 50 cm dan tinggi 25 cm. Setiap
bedengan ditanam satu jalur (baris)
tanaman dengan jarak antar tanaman
dalam baris 30 cm. Jumlah umbi yang
ditanam adalah 700 umbi, dengan
jumlah dalam satu bedengan 20 umbi.
Variabel yang diukur meliputi:
saat muncul tunas, persentase tanaman
hidup, tinggi tanaman, jumlah daun,
diameter batang, potensi berbunga,
warna daun, bobot segar tanaman,
bobot kering tanaman, jumlah umbi,
5 kulit umbi, warna daging umbi serta
tingkat ketahanan terhadap penyakit
layu bakteri dan busuk daun.
Data hasil pengamatan dianalisis
dengan uji F dan dilanjutkan dengan
DMRT pada taraf kesalahan 5%.
Apabila berbeda nyata maka
dilanjutkan dengan uji least significant
increase (LSI) dengan pembanding
varietas Atlantik, varietas Granola dan
kultivar MZ.
Tabel 1. Matriks hasil analisis ragam dari variabel pengamatan
Variabel Dosis radiasi (Gy) Uji F
5%
0 (kontrol) 30 35 40
Saat muncul tunas (HST) Persentase hidup (%) Tinggi tanaman (cm) Diameter batang (mm) Jumlah daun (helai) Bobot segar tanaman (g) Bobot kering tanaman (g) Diameter umbi (mm) Keterangan: n= berbeda nyata, sn= berbeda sangat nyata, tn= tidak berbeda nyata,
dan angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Radiasi Sinar Gamma terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Saat muncul tunas
Hasil analisis pada Tabel 1
menunjukan bahwa perlakuan radiasi
sinar gamma memberikan pengaruh
yang sangat nyata terhadap saat
muncul tunas. Perlakuan radiasi sinar
gamma 30, 35, dan 40 Gy menunda
munculnya tunas dibandingkan
dengan kontrol. Hal tersebut diduga
karena dosis radiasi yang digunakan
terlalu tinggi sehingga menunda saat
munculnya tunas. Semakin tinggi
dosis radiasi sinar gamma semakin
menunda saat munculnya tunas,
meskipun ada kecenderungan dosis
35 hampir sama dengan dosis 30 Gy.
Laporan Suharjo et al. (2010)
menyatakan bahwa pada dosis tinggi
(60 Gy) terjadi penundaan munculnya
6 Perbedaan saat muncul tunas
antara klon-klon mutan kentang
dengan kentang kontrol dapat dilihat
pada Tabel 2. Secara umum perlakuan
radiasi sinar gamma 30, 35, dan 40
Gy menunda munculnya tunas
dibandingkan dengan ketiga kentang
kontrol.
Persentase hidup tanaman
Hasil analisis pada Tabel 1
menunjukkan bahwa perlakuan
radiasi sinar gamma memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap
persentase hidup tanaman. Perlakuan
radiasi sinar gamma 30, 35, dan 40
Gy menurunkan rerata persentase
hidup tanaman dibandingkan dengan
kontrol. Pada dosis tertinggi yang
digunakan yakni 40 Gy menurunkan
persentase hidup tanaman lebih dari
50% dibandingkan dengan kontrol.
Dosis radiasi sinar gamma 40 Gy
tidak efektif digunakan pada umbi
kentang karena mengaki- batkan lebih
dari 50% kematian. Seperti yang
dilaporkan Welsh dan Mogea (1991),
dosis yang diharapkan efektif yakni
yang hanya mengaki- batkan
kematian 50% dari populasi yang
mendapat perlakuan.
Tinggi tanaman
Hasil analisis pada Tabel 1
menunjukkan bahwa perlakuan
radiasi sinar gamma memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap
rerata tinggi tanaman kentang.
Perlakuan radiasi sinar gamma
menurunkan rerata tinggi tanaman
lebih dari 50% dibandingkan dengan
kontrol. Semakin tinggi dosis radiasi
semakin menurunkan tinggi tanaman.
Hal ini diduga karena radiasi sinar
gamma telah mempengaruhi
pertumbuhan tanaman yang
menyebabkan terhambatnya proses
pertumbuhan sehingga tinggi tanaman
yang dihasilkan tanaman kentang
mutan lebih pendek dibandingkan
dengan tanaman kentang kontrol.
Hasil tersebut sejalan dengan Purba et
al. (2013) yang menyatakan bahwa
semakin tinggi dosis radiasi yang
diberikan maka semakin rendah tinggi
tanaman karena radiasi telah merusak
sel-sel tanaman yang menyebabkan
pertumbuhan tanaman terhambat
sehingga tinggi tanaman menjadi
semakin pendek.
Perbedaan tinggi tanaman antara
klon-klon mutan dengan tanaman
7 Tabel 2. Klon mutan 13,
AD1-18, AD3-06, AD3-49 dan AD3-154
merupakan klon mutan terbaik pada
variabel tinggi tanaman. Tinggi
tanaman klon-klon mutan tersebut
melebihi tinggi tanaman varietas
Granola dan kultivar MZ sebagai
tanaman kentang kontrol.
Jumlah daun
Hasil analisis pada Tabel 1
menunjukkan bahwa perlakuan
radiasi sinar gamma memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap
jumlah daun tanaman kentang.
Perlakuan radiasi sinar gamma
menurunkan rerata jumlah daun lebih
dari 50% dibandingkan dengan
kontrol. Hal tersebut diduga karena
perlakuan radiasi sinar gamma
menghambat tinggi tanaman yang
menyebabkan terhambatnya jumlah
daun.
Perbedaan jumlah daun antara
klon-klon mutan dengan tanaman
kentang kontrol dapat dilihat pada
Tabel 2. Klon mutan 13,
AD1-14, AD2-122, AD2-178, AD2-184,
AD2-188, AD2-196, 49,
AD3-108 dan AD3-154 merupakan klon
mutan terbaik pada variabel jumlah
daun. Jumlah daun klon-klon mutan
tersebut melebihi jumlah daun
varietas Granola dan kultivar MZ
sebagai tanaman kentang kontrol.
Diameter batang
Hasil analisis pada Tabel 1
menunjukkan bahwa perlakuan
radiasi sinar gamma memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap
diameter batang tanaman kentang.
Perlakuan radiasi sinar gamma 30, 35,
dan 40 Gy menurunkan rerata
diameter batang tanaman kentang
dibandingkan dengan kontrol.
Perbedaan diameter batang antara
klon-klon mutan dengan kontrol dapat
dilihat pada Tabel 2. Klon mutan
AD3-154 merupakan klon mutan
terbaik pada variabel diameter batang.
Diameter batang klon mutan
AD3-154 melebihi diameter batang varietas
Granola dan kultivar MZ sebagai
kontrol.
Bobot segar dan kering tanaman
Hasil analisis pada Tabel 1
menunjukkan bahwa perlakuan
radiasi sinar gamma tidak
berpengaruh nyata terhadap rerata
bobot segar dan rerata bobot kering
tanaman. Meskipun demikian,
perlakuan radiasi sinar gamma 30, 35,
8
segar dan kering tanaman
dibandingkan dengan kontrol. Hal
tersebut diduga karena perlakuan
radiasi sinar gamma mempengaruhi
tinggi tanaman dan jumlah daun yang
menyebabkan terhambatnya pertum-
buhan tanaman kentang sehingga
mempengaruhi bobot segar dan bobot
kering tanaman.
Tabel 2. Saat muncul tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, diameter umbi dan bobot umbi kentang hasil radiasi sinar gamma
Nomor mutan
Saat muncul tunas (hst)
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah daun (helai)
Diameter batang (mm)
Diameter umbi (mm)
Bobot umbi (g)
AD1-11 22,30 abc 78,07 c 21,17 b 8,85 c 28,4 abc 82,50 b
AD1-13 21,30 abc 92,97 bc 27,17 bc 10,85 bc 39,4 abc 180,15 abc
AD1-14 23,30 abc 75,40 c 23,17 bc 8,95 c 35,9 abc 189,81 abc
AD1-18 23,30 abc 79,87 bc 20,17 b 7,75 41,4 abc 85,63 b
AD1-36 33,30 abc 20,77 8,17 2,75 21,4 bc 67,61
AD1-46 22,72 abc 28,49 14,29 5,43 24,5 bc 87,73 b
AD1-71 24,72 abc 73,89 c 21,29 b 8,83 c 31,0 abc 92,25 bc
AD1-72 20,72 abc 77,39 c 20,19 b 9,73 c 43,0 abc 130,85 bc
AD1-132 25,99 abc 60,74 21,54 b 5,83 27,1 abc 128,46 bc
AD1-193 22,99 abc 34,94 15,54 4,53 30,1 abc 63,28
AD2-122 22,99 abc 67,74 c 25,54 bc 7,13 23,4 bc 80,90 b
AD2-134 22,99 abc 72,24 c 21,54 b 10,23 bc 27,1 abc 139,63 bc
AD2-143 30,99 abc 72,74 c 20,54 b 9,53 c 22,4 bc 96,57 bc
AD2-158 23,99 abc 19,74 17,54 5,23 28,9 abc 81,41 b
AD2-178 40,99 abc 53,34 25,54 bc 9,03 c 23,7 bc 78,14 b
AD2-188 23,99 abc 65,14 29,54 bc 7,73 30,7 abc 87,28
AD2-196 23,99 abc 75,94 c 23,54 bc 9,33 c 36,8 abc 133,30 bc
AD3-06 28,30 abc 79,77 bc 21,17 b 8,85 c 44,2 abc 140,64 bc
AD3-49 30,30 abc 81,83 bc 23,17 bc 8,45 34,0 abc 173,08 abc
AD3-108 28,72 abc 69,89 c 22,29 bc 9,22 c 29,2 abc 91,80 b
AD3-154 33,99 abc 82,84 bc 26,54 bc 10,63 bc 37,7 abc 205,95 abc
AD3-188 31,99 abc 18,74 12,54 4,83 30,1 abc 44,17
AD3-198 35,99 abc 10,74 7,54 4,53 33,2 abc 58,97
LSI 5,03 21,34 5,69 3,09 3,5 36,36
Atlantik 17,33 98,70 33,95 12,81 26,8 150,34
Granola 20,53 78,81 19,40 9,93 19,8 67,98
MZ 17,54 66,66 22,26 8,81 22,4 91,90
9 Jumlah umbi
Hasil analisis pada Tabel 1
menunjukkan bahwa perlakuan
radiasi sinar gamma tidak
memberikan pengaruh yang nyata
terhadap rerata jumlah umbi.
Perlakuan radiasi sinar gamma dosis
35 Gy mampu meningkatkan rerata
jumlah umbi kentang. Hasil ini tidak
sejalan dengan penelitian Suharjo et
al. (2010) yang melaporkan bahwa
radiasi sinar gamma secara signifikan
menurunkan jumlah umbi kentang.
Diameter umbi
Hasil analisis pada Tabel 1
menunjukkan bahwa perlakuan
radiasi sinar gamma memberikan
pengaruh yang nyata terhadap rerata
diameter umbi kentang. Perlakuan
radiasi sinar gamma 40 Gy mampu
meningkatkan rerata diameter umbi
kentang dibandingkan dengan dosis
radiasi sinar gamma lain (30 dan 35
Gy) dan kontrol. Hal ini menunjukkan
bahwa pada dosis 40 Gy mampu
menimbulkan mutasi yang
menguntungkan untuk variabel
diameter umbi. Hasil tersebut berbeda
dengan hasil penelitian Suharjo et al.
(2010), yang menyatakan bahwa
perlakuan radiasi sinar gamma secara
signifikan menurunkan rerata
diameter umbi.
Perbedaan diameter umbi antara
klon-klon mutan dengan kontrol dapat
dilihat pada Tabel 2. Klon mutan
AD1-11, AD1-13, AD1-14, AD1-18,
71, 72, 132,
AD1-193, AD1-198, AD2-134, AD2-158,
AD2-184, AD2-188, AD2-196,
AD3-06, AD3-49, AD3-108, AD3-135,
AD3-154, AD3-188 dan AD3-198
merupakan klon mutan terbaik pada
variabel diameter umbi. Diameter
umbi klon-klon mutan tersebut
melebihi diameter umbi ketiga
kontrol (varietas Atlantik, varietas
Granola, dan kultivar MZ).
Bobot umbi
Hasil analisis pada Tabel 1
menunjukkan bahwa perlakuan
radiasi sinar gamma memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap
bobot umbi kentang. Perlakuan
radiasi sinar gamma 30, 35, dan 40
Gy menurunkan rerata bobot umbi
lebih dari 50% dibandingkan dengan
kontrol. Hal tersebut diduga karena
perlakuan radiasi telah mempengaruhi
pertumbuhan umbi (jumlah dan
diameter umbi) yang berdampak pula
10 Suharjo et al. (2010), melaporkan
bahwa perlakuan radiasi sinar gamma
secara signifikan menurunkan rerata
bobot umbi.
Perbedaan bobot umbi antara
klon-klon mutan dengan kontrol dapat
dilihat pada Tabel 2. Klon mutan
AD1-13, AD1-14, 49 dan
AD3-154 merupakan klon mutan terbaik
pada variabel bobot umbi. Bobot
umbi keempat klon mutan tersebut
melebihi bobot umbi ketiga kontrol.
Tabel 3. Warna daun, warna umbi, warna kulit umbi, potensi berbunga dan tingkat ketahanan terhadap layu bakteri dan busuk daun pada umbi kentang hasil radiasi sinar gamma Nomor
Mutan
Warna Daun
Potensi Berbunga
Warna
Umbi Warna Kulit Umbi Tingkat Ketahanan
AD1-11 7,5 GY Bunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri, Rentan busuk daun
AD1-13 7,5 GY Bunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri dan busuk daun
AD1-14 7,5 GY Tidak
Berbunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri dan busuk daun
AD1-18 7,5 GY Bunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri dan busuk daun
AD1-36 7,5 GY Bunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri dan busuk daun
AD1-46 7,5 GY Bunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri dan busuk daun
AD1-71 7,5 GY Tidak
Berbunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri dan busuk daun
AD1-72 7,5 GY Bunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri dan busuk daun
AD1-132 7,5 GY Bunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri dan busuk daun
AD1-193 7,5 GY Bunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri, Rentan busuk daun
AD2-122 7,5 GY Tidak
Berbunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri dan busuk daun
AD2-134 7,5 GY Tidak
Berbunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri dan busuk daun
AD2-143 7,5 GY Bunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri dan busuk daun
AD2-158 7,5 GY Bunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri, Rentan busuk daun
AD2-178 7,5 GY Bunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri dan busuk daun
AD2-188 7,5 GY Tidak
Berbunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri dan busuk daun
AD2-196 7,5 GY Bunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri, Rentan busuk daun
AD3-06 7,5 GY Bunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri dan busuk daun
AD3-49 7,5 GY Bunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri dan busuk daun
AD3-108 7,5 GY Bunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri, Rentan busuk daun
AD3-154 7,5 GY Bunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri dan busuk daun
AD3-188 7,5 GY Tidak
Berbunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri, Rentan busuk daun
AD3-198 7,5 GY Tidak
Berbunga Putih Kuning Kecokelatan Tahan Layu Bakteri, Rentan busuk daun
Atlantik 7,5 GY Bunga Putih Kuning Kecokelatan Rentan layu bakteri dan tahan busuk daun
11
Pengaruh Radiasi Sinar Gamma terhadap Variabel Kualitatif
Selain variabel kuantitatif,
pengamatan juga dilakukan pada
variabel kualitatif. Pengamatan
variabel kualitatif meliputi warna
daun, potensi berbunga, warna kulit
umbi, warna daging umbi, dan tingkat
ketahanan terhadap penyakit layu dan
busuk daun.
Warna daun
Hasil pengamatan terhadap warna
daun menunjukkan bahwa perlakuan
radiasi sinar gamma tidak
berpengaruh terhadap warna daun
tanaman kentang dibandingkan
dengan warna daun pada tanaman
kentang kontrol (Tabel 3). Hal
tersebut berbeda dengan laporan
Melina (2008) yang menyatakan
bahwa semakin tinggi dosis radiasi
sinar gamma yang diberikan, semakin
mengubah warna dan bentuk daun
dari kedua spesies philodendron.
Potensi berbunga
Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa perlakuan radiasi sinar gamma
berpengaruh terhadap potensi
berbunga tanaman kentang (Tabel 3).
Pada tanaman kentang kontrol, dari
100 tanaman yang tumbuh semuanya
menghasilkan bunga, sedangkan pada
tanaman kentang mutan tidak semua
tanaman menghasilkan bunga. Pada
perlakuan radiasi sinar gamma 30 Gy,
8 klon mutan menghasilkan bunga,
pada perlakuan radiasi sinar gamma
35 Gy, 5 klon mutan menghasilkan
bunga, dan pada perlakuan radiasi
sinar gamma 40 Gy 4 klon mutan
menghasilkan bunga.
Warna kulit dan daging umbi
Penampilan warna kulit dan
daging umbi antara umbi kentang
hasil mutasi dengan umbi kentang
kontrol tidak menunjukan adanya
perbedaan warna (Tabel 3). Warna
kulit dan daging umbi kentang
kontrol dan kentang hasil mutasi
radiasi sinar gamma (30, 40, dan 40
Gy) yakni kuning kecokelatan untuk
kulit umbi dan putih untuk daging
umbi.
Tingkat ketahanan terhadap layu
bakteri dan busuk daun
Perlakuan radiasi sinar gamma
30, 35, dan 40 Gy berpengaruh
terhadap ketahanan tanaman terhadap
penyakit dibandingkan dengan
kontrol (Tabel 3). Beberapa klon
mutan tahan terhadap penyakit layu
12 tahan terhadap penyakit layu dan
busuk daun yakni 8 klon mutan pada
dosis 30 Gy, 5 klon mutan pada dosis
35 Gy, dan 3 klon mutan pada dosis
40 Gy. Klon-klon pada dosis 30 Gy
yakni AD1-13, AD1-14, AD1-18,
AD1-36, AD1-46, AD1-71, AD1-72,
dan AD1-132. Klon-klon pada dosis
35 Gy yakni AD2-122, AD2-134,
AD2-143, AD2-178, dan AD2-188.
Klon-klon pada dosis 40 Gy yakni
AD3-6, AD3-49, dan AD3-154.
KESIMPULAN
1. Perlakuan radiasi sinar gamma
30, 35, dan 40 Gy memberikan
hasil yang beragam terhadap
pertumbuhan dan hasil kentang
di dataran medium.
2. Perlakuan radiasi sinar gamma
30, 35, dan 40 Gy tidak
mempengaruhi perubahan
warna daun, kulit dan daging
umbi, tetapi mempengaruhi
tingkat ketahanan terhadap
penyakit layu bakteri dan busuk
daun.
3. Klon mutan kentang AD1-13
dan AD3-154 mempunyai
tinggi tanaman, jumlah daun,
diameter batang, diameter umbi
dan bobot umbi terbaik, serta
tahan terhadap penyakit layu
dan busuk daun sehingga
berpotensi untuk dikembangkan
di dataran medium.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut terhadap klon mutan AD1-13
dan AD3-154 pada dataran medium
untuk mengetahui sampai pada
generasi ke berapa klon mutan
kentang tersebut stabil pertumbuhan
dan hasilnya.
DAFTAR PUSTAKA
Crowder, L. V. 1986. Mutagenesis. Hal 322-356. Dalam Soetarso
(Ed). Genetika Tumbuhan.
Gadjah Mada University Press. Jogjakarta.
Effendie, K. 2003. Kentang prosesing untuk agroindustri. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 24 (2): 1-3.
Handayani, T., Kusmana, dan E. Sofiari. 2011. Karakterisasi Morfologi Klon Kentang di
Dataran Medium. Buletin
Plasma Nutfah 17(2): 116-117.
Idawati, N. 2012. Pedoman Lengkap Bertanam Kentang. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Melina, R. 2008. Pengaruh Mutasi Induksi Dengan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Keragaan Dua
13 (Philodendron bipinnatifidum cv. Crocodile teeth dan P. xanadu). Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. (Tidak dipublikasikan).
Purba, K.R., Eva dan Isman. 2013. Induksi mutasi radiasi sinar gamma pada beberapa varietas kedelai hitam (Glycine max L.
Merrill). Jurnal Online
Agroteknologi. 1(2): 154-165.
Soedjono, S. 2003. Aplikasi mutasi induksi dan variasi somaklonal
dalam pemuliaan tanaman.
Jurnal Litbang Pertanian. 22(2): 70-78.
Suharjo, K.J.U., C. Herison. dan Fahrurrozi. 2010. Keragaan
tanaman kentang varietas
Atlantik dan Granola di dataran medium (600 m dpl) Bengkulu
pasca irradiasi sinar gamma. Akta Agrosia 13(1): 82-88.
Sumarni, E., Sumartono, G.H., dan Satyanto, K.S. 2013. Aplikasi zone cooling pada sistem aeroponik kentang di dataran
medium tropika basah. J.
Keteknikan P ertanian. 27(2): 99-106.
Syarif, Z. 2005. Studi karakteristika
biologi/agronomi tanaman
kentang yang ditopang dengan turus dalam sistem tumpangsari kentang/jagung dengan berbagai waktu tanam jagung di dataran medium. Stigma 13(2): 222-228.
Welsh dan Mogea. 1991.