• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSUD Panyabungan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSUD Panyabungan Tahun 2014"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepuasan Pasien

2.1.1. Defenisi Kepuasan Pasien

Kata kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa Latin “satis” yang berarti cukup baik, memadai dan facio yang berarti melakukan atau membuat (www.kbbi.com). Menurut pakar pemasaran Kotler dan Keller, menandaskan bahwa kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil) terhadap ekspektasi. Apabila kinerja berada di atas persepsi konsumen, maka konsumen akan sangat puas dan demikian pula sebaliknya apabila kinerja yang ada berada di bawah persepsi konsumen, maka konsumen akan kecewa. Tjiptono (2004) yang menyatakan bahwa kepuasan konsumen merupakan evaluasi purna beli alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan konsumen, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan.

(2)

Gambar 2.1. Kesenjangan yang Dirasakan oleh Pelanggan

Sumber: Rangkuti (2003)

Kesenjangan terjadi apabila pelanggan mempersepsikan pelayanan yang diterimanya lebih tinggi daripada desired service atau lebih rendah daripada adequate

service kepentingan pelanggan tersebut. Dengan demikian, pelanggan dapat

merasakan sangat puas atau sebaliknya sangat kecewa. 2.1.2. Aspek-aspek yang Memengaruhi Kepuasan Pasien

Adapun aspek yang memengaruhi kepuasan pasien adalah : Kesembuhan, ketersediaan obat, keleluasaan pribadi sewaktu berada dalam kamar periksa, kebersihan, mendapat informasi yang menyeluruh artinya mendapatkan informasi tentang nama penyakit, tentang perawatan yang dilakukan dirumah dan tanda-tanda bahaya agar segera membawanya kembali berobat, mendapatkan jawaban yang dimengerti terhadap pertanyaan pasien, memberikan kesempatan bertanya, kesinambungan petugas kesehatan, waktu tunggu yaitu waktu yang diperlukan

Expected Service

Perceived Service

(3)

sebelum melakukan kontak mata dengan petugas kesehatan (diluar petugas kartu dan rekam medis), tersedianya toilet, biaya pelayanan, tersedianya ruang tunggu/bangku pada saat menunggu (Pohan,2007).

Penerapan jaminan layanan kesehatan, kepuasan pelanggan menjadi bagian integral dan menyeluruh dari kegiatan jaminan layanan kesehatan. Artinya kepuasan pelanggan menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pengukuran mutu pelayanan kesehatan terhadap pelanggan. Konsekuensi dari pola pikir demikian yang adalah dimensi kepuasan pelanggan menjadi salah satu mutu layanan kesehatan yang penting (Pohan, 2007). Dari pola pikir demikian dapat dibuat kesimpulan tentang kepuasan layanan kesehatan sebagai berikut :

1. Komponen kepuasan pasien/pelanggan dari mutu layanan kesehatan menjadi salah satu komponen utama atau penting.

2. Kepuasan pelanggan adalah keluaran (outcome) layanan kesehatan. Dengan demikian kepuasan pelanggan menjadi salah satu tujuan dari peningkatan layanan kesehatan.

3. Dapat dibuktikan bahwa pelanggan dan atau masyarakat yang mengalami kepuasan terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan cenderung mematuhi nasehat, setia atau taat pada rencanan pengobatan yang telah disepakati.

(4)

2.1.3. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pasien

Bertitik tolak dari pengertian kepuasan pasien yang telah dijelaskan maka ada dua komponen yang akan berpengaruh dalam menentukan tingkat kepuasan pasien yaitu komponen harapan pasien dan kinerja pelayanan kesehatan. Pengukuran harapan pasien dapat dilakukan dengan membuat kuesioner yang berisi aspek-aspek pelayanan kesehatan yang dianggap penting oleh pasien (Pohan,2007).

Peningkatan kepuasan pelanggan dapat dipahami dari ekspektasi pelanggan dari suatu alat yang disebut jendela pelanggan (customer window) yang diperkenalkan oleh ARBOR Inc. dalam suatu riset pasar dan TQM yang mendesain beberapa inti simple grid yang mewakili inti dari Jendela Pelanggan. Jendela Pelanggan membagi karakteristik pelayanan jasa ke dalam empat kuadran, yaitu: 1. Pelanggan menginginkan karakteristik itu, tetapi ia tidak mendapatkannya. 2. Pelanggan menginginkan karakteristik itu, dan ia mendapatkannya.

(5)

Lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 2.2 di bawah ini:

Gambar 2.2. Jendela Pelanggan

Sumber: Oemi (1995)

Perusahaan ketika menggunakan jendela pelanggan sebagai alat analisis, dapat mengetahui apakah posisi jasa berada di kotak A, B, C atau D. Posisi terbaik apabila berada dalam kotak B (Bravo), hal ini pelanggan memperoleh apa yang diinginkannya dari mengkonsumsi jasa yang ditawarkan, sehingga pelanggan akan puas. Apabila posisi berada dalam kotak A (Attention), dalam hal ini membutuhkan perhatian karena pelanggan tidak memperoleh apa yang diinginkannya, sehingga pelanggan menjadi tidak puas.

Perusahaan berada dalam posisi pada kotak C (Cut or Communicate), maka harus menghentikan penawaran atau berusaha mendidik pelanggan tentang manfaat

A

ttention

B

ravo memperoleh apa yang tidak

(6)

dari karakteristik jasa yang ditawarkan, karena dalam posisi ini pelanggan memperoleh apa yang tidak diinginkannya. Sedangkan apabila posisi berada di dalam kotak D (Don’t Worry Be Happy), maka tidak menjadi masalah karena pelanggan tidak memperoleh apa yang tidak diinginkannya.

Teori-teori di atas dengan kaitannya terhadap tingkat kepuasan pelanggan, dapat tercermin dari adanya perasaan senang, tidak mengeluh dan mendapatkan pelayanan yang konsisten. Apabila pihak pengembang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan, maka penerapan kualitas layanan dapat diterima dengan baik oleh pelanggan.

2.1.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan

Faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan dan ekspektasi pelanggan menurut Gaspersz (2003) terdiri dari :

1. “Kebutuhan dan keinginan” yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan pelanggan ketika ia sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen jasa. Jika pada saat itu kebutuhan dan keinginannya besar, harapan atau ekspektasi pelanggan akan tinggi, demikian pula sebaliknya.

2. Pengalaman masa lalu (terdahulu) ketika menggunakan jasa pelayanan dari organisasi jasa maupun pesaing-pesaingnya.

(7)

4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga memengaruhi pelanggan. Orang-orang di bagian penjualan dan periklanan seyogyanya tidak membuat kampanye yang berlebihan melewati tingkat ekspektasi pelanggan. Kampanye yang berlebihan dan secara aktual tidak mampu memenuhi ekspektasi pelanggan akan mengakibatkan dampak negatif terhadap persepsi pelanggan tentang pelayanan jasa yang diberikan.

2.2. Pelayanan Kesehatan

2.2.1. Defenisi Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Depkes RI, 2009)

2.2.2. Tujuan Pelayanan Kesehatan

Tujuan pelayanan kesehatan adalah

1. Promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), hal ini diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan.

2. Preventif (pencegahan terhadap orang yang berisiko terhadap penyakit), terdiri dari :

a. Preventif Primer

(8)

b. Preventif Sekunder

Terdiri dari pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi kecacatan dengan cara menghindari akibat yang timbul dari perkembangan penyakit tersebut.

c. Preventif Tersier

Pembuatan diagnosa digunakan untuk melaksanakan tindakan rehabilitasi, pembuatan diagnosa dan pengobatan.

3. Kuratif (penyembuhan penyakit)

4. Rehabilitasi (pemulihan), usaha pemulihan seseorang untuk mencapai fungsi normal atau mendekati normal setelah mengalami sakit fisik atau mental , cedera atau penyalahgunaan (Notoadmodjo,2010)

2.2.3. Syarat-syarat Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan, banyak syarat yang harus dipenuhi. Syarat yang dimaksud paling tidak mencakup delapan hal pokok yaitu tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat diterima (acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient) serta bermutu (quality) (Azwar, 2005).

1. Ketersediaan Pelayanan Kesehatan (Available)

(9)

2. Kewajaran Pelayanan Kesehatan (Appropriate)

Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat wajar, dalam arti dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.

3. Kesinambungan Pelayanan Kesehatan (Continue)

Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat berkesinambungan, dalam arti tersedia setiap saat, baik menurut waktu atau kebutuhan pelayanan kesehatan.

4. Penerimaan Pelayanan Kesehatan (Acceptable)

Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat diterima oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan.

5. Ketercapaian Pelayanan Kesehatan (accesible)

Artinya pelayanan kesehatan dapat bermutu apabila pelayanan tersebut dapat di capai oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan tersebut.

6. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan

Artinya pelayanan kesehatan dapat bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan.

7. Efisiensi Pelayanan Kesehatan (Efficient)

Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut diselenggarakan secara efisien.

8. Mutu Pelayanan Kesehatan (Quality)

(10)

2.2.4. Dimensi Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang bermutu harus mempunyai minimal 3 dimensi atau unsur yaitu :

a. Dimensi Konsumen

Pelayanan kesehatan seperti yang diharapkan dan dibutuhkan pasien diukur melalui keluhan pasien/konsumen.

b. Dimensi Profesi

Pelayanan kesehatan yang telah memenuhi kebutuhan pasien/konsumen diukur dengan menggunakan standar profesi.

c. Dimensi Proses

Bagaimana proses pelayanan kesehatan itu menggunakan sumber daya yang paling efisien dalam memenuhi kebutuhan dan harapan/keinginan pasein atau konsumen (Pohan, 2007).

Dimensi lain yang mengungkapkan pelayanan kesehatan adalah: 1. Kompetensi Tehnis

(11)

2. Keterjangkauan dan Akses

Keterjangkauan dan akses artinya pelaynan kesehatan harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa.

3. Efektifitas

Dimana pelayanan harus mampu mengobati dan mengurangi keluhan yang ada, mencegah terjadinya penyakit dan mencegah meluasnya/berkembangnya suatu penyakit. Efektifitas sangat terkait dengan kompetensi tehnis terutama dalam pemilihan alternative dalam menghadapi “relative risk” serta keterampilan dalam mengikuti prosedur yang terdapat dalam standar pelayanan kesehatan.

4. Efisiensi

Dengan sumber daya pelayanan kesehatan yang terbatas, maka pelayanan kesehatan yang efisien akan dapat melayani banyak pasien.

5. Kesinambungan

Kesinambungan pelayanan kesehatan artinya pasien harus dapat dilayani sesuai dengan kebutuhannya, termasuk rujukan tanpa mengurangi prosedur yang diperlukan.

6. Keamanan

Pelayanan kesehatan yang bermutu harus aman dari resiko cidera, infeksi, efek samping atau bahaya lain yang ditimbulkan oleh pelayanan itu sendiri.

7. Kenyamanan

(12)

terkait dengan penampilan fisik pelayanan kesehatan, pemberi layanan, peralatan medis dan non medis.

8. Informasi

Pelayanan kesehatan yang bermutu harus dapat memberikan informasi yang jelas tentang apa, siapa, kapan dan bagaimana pelayanan kesehatan diberikan.

9. Ketepatan waktu

Ketepatan yang dimaksud adalah dalam cara dan waktu, dimana tepat menggunakan peralatan, obat dan biaya.

10.Hubungan antar manusia

Hubungan antar manusia merupakan interaksi pemberi layanan kesehatan dengan pasien atau konsumen lainnya. Hubungan yang baik akan menimbulkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsive. Mendengarkan keluhan dan komunikasi efektif juga penting untuk dilakukan (Pohan, 2007).

2.2.5. Mutu (Kualitas) Pelayanan

Parasuraman, Zeithaml, and Berry (dalam Ikhsan, 2012) mengajukan 10 kategori Kualitas Pelayanan. Ke-10 kategori ini mereka sebut “Service Quality Determinants.

1. Reliability meliputi konsistensi kinerja dan keandalan. Artinya, organisasi

(13)

2. Responsiveness adalah keinginan atau kesiapan pekerja dalam menyediakan

pelayanan. Ia meliputi: pengiriman slip transaksi segera; mengatasi tanggapan pelanggan secara cepat, memberikan pelayanan pendahuluan (misal merancang janji secara cepat).

3. Competence artinya menguasai keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan guna

melakukan pelayanan. Meliputi: pengetahuan dan keahlian dalam kontak personil, pengetahuan dan keahlian dalam personil pendukung operasi, kemampuan riset organisasi.

4. Acces adalah kontak yang mudah dan dekat. Berarti: pelayanan mudah diakses

lewat telepon (jalur tidak sibuk dan tidak menyuruh tunggu), waktu tunggu pelayanan tidak lama, jam operasi yang nyaman, lokasi fasilitas pelayanan yang nyaman.

5. Courtesy meliputi keramahan, respek, tenggang rasa, dan persahabatan dalam

kontak personil dan tampilan yang bersih dan rapi dalam ruang pelayanan.

6. Communication artinya memastikan pelanggan beroleh informasi dalam bahasa

yang bisa mereka pahami serta mendengarkan mereka. Juga ia berarti organisasi harus menyesuaikan bahasa dengan pelanggan yang berbeda-beda. Meliputi: penjelasan atas layanan itu sendiri, penjelasan berapa biaya suatu layanan, penjelasan bagaimana pelayanan dan biasa dipertukarkan, meyakinkan pelanggan bahwa masalah akan ditangani.

7. Credibility yaitu kepercayaan, keyakinan, kejujuran. Meliputi kondisi bahwa

(14)

nama organisasi, reputasi organisasi, karakteristik pribadi dari personil yang melakukan kontak

8. Security adalah kemerdekaan dari bahaya, resiko, atau keraguan. Meliputi:

keamanan fisik, keamanan financial, kerahasiaan.

9. Understanding/knowing the customer yaitu melakukan usaha untuk memahami

kebutuhan pelanggan. Meliputi: pembelajaran untuk memahami kebutuhan khusus pelanggan, menyediakan perhatian pribadi, mengenali pelanggan reguler.

10. Tangibles meliputi tampilan fisik pelayanan seperti fasilitas fisik, penampilan

pekerja, alat atau perlengkapan yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan, perwakilan fisik dari layanan.

(15)

1. Daya Tanggap (Responsiveness)

Setiap pegawai dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan, mengutamakan aspek pelayanan yang sangat memengaruhi perilaku orang yang mendapat pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk melayani masyarakat sesuai dengan tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk pelayanan yang tidak diketahuinya. Hal ini memerlukan adanya penjelasan yang bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala bentuk-bentuk prosedur dan mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organisasi, sehingga bentuk pelayanan mendapat respon positif (Parasuraman, 2001).

(16)

pelayanan yang optimal sesuai dengan tingkat kecepatan, kemudahan dan kelancaran dari suatu pelayanan yang ditangani oleh pegawai (Parasuraman, 2001)

2. Jaminan (Assurance)

Setiap bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan yang diberikan. Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan dari pegawai yang memberikan pelayanan, sehingga orang yang menerima pelayanan merasa puas dan yakin bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan atas tuntas dan selesai sesuai dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang diberikan (Parasuraman, 2001).

Inti dari bentuk pelayanan yang meyakinkan pada dasarnya bertumpu kepada kepuasan pelayanan yang ditunjukkan oleh setiap pegawai, komitmen organisasi yang menunjukkan pemberian pelayanan yang baik, dan perilaku dari pegawai dalam memberikan pelayanan, sehingga dampak yang ditimbulkan dari segala aktivitas pelayanan tersebut diyakini oleh orang-orang yang menerima pelayanan, akan dilayani dengan baik sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang dapat diyakini sesuai dengan kepastian pelayanan.

(17)

yang dilayaninya. Untuk memperoleh suatu pelayanan yang meyakinkan, maka setiap pegawai berupaya untuk menunjukkan kualitas layanan yang meyakinkan sesuai dengan bentuk pelayanan yang memuaskan yang diberikan, bentuk-bentuk pelayanan yang sesuai dengan komitmen organisasi yang ditunjukkan dan memberikan kepastian pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. Margaretha (2003) suatu organisasi kerja sangat memerlukan adanya kepercayaan yang diyakini sesuai dengan kenyataan bahwa organisasi tersebut mampu memberikan kualitas layanan yang dapat dijamin sesuai dengan:

a. Mampu memberikan kepuasan dalam pelayanan yaitu setiap pegawai akan memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah, lancar dan berkualitas, dan hal tersebut menjadi bentuk konkrit yang memuaskan orang yang mendapat pelayanan.

b. Mampu menunjukkan komitmen kerja yang tinggi sesuai dengan bentuk-bentuk integritas kerja, etos kerja dan budaya kerja yang sesuai dengan aplikasi dari visi, misi suatu organisasi dalam memberikan pelayanan.

c. Mampu memberikan kepastian atas pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan, agar orang yang mendapat pelayanan yakin sesuai dengan perilaku yang dilihatnya.

3. Bukti Fisik (Tangible)

(18)

yang diterima oleh orang yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan (Parasuraman, 2001).

Berarti dalam memberikan pelayanan, setiap orang yang menginginkan pelayanan dapat merasakan pentingnya bukti fisik yang ditunjukkan oleh pengembang pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan memberikan kepuasan. Bentuk pelayanan bukti fisik biasanya berupa sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia, teknologi pelayanan yang digunakan, performance pemberi pelayanan yang sesuai dengan karakteristik pelayanan yang diberikan dalam menunjukkan prestasi kerja yang dapat diberikan dalam bentuk pelayanan fisik yang dapat dilihat.

Margaretha (2003) melihat dinamika dunia kerja dewasa ini yang mengedepankan pemenuhan kebutuhan pelayanan masyarakat maka, identifikasi kualitas layanan fisik mempunyai peranan penting dalam memperlihatkan kondisi-kondisi fisik pelayanan tersebut. Identifikasi kualitas layanan fisik (tangible) dapat tercermin dari aplikasi lingkungan kerja berupa:

a. Kemampuan menunjukkan prestasi kerja pelayanan dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja secara efisien dan efektif.

(19)

c. Kemampuan menunjukkan integritas diri sesuai dengan penampilan yang menunjukkan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja.

Uraian ini secara umum memberikan suatu indikator yang jelas bahwa kualitas layanan sangat ditentukan menurut kondisi fisik pelayanan, yang inti pelayanannya yaitu kemampuan dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja yang dapat dilihat secara fisik, mampu menunjukkan kemampuan secara fisik dalam berbagai penguasaan teknologi kerja dan menunjukkan penampilan yang sesuai dengan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja.

4. Empati (Empathy)

Setiap kegiatan atau aktivitas pelayanan memerlukan adanya pemahaman dan pengertian dalam kebersamaan asumsi atau kepentingan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan pelayanan. Pelayanan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila setiap pihak yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa empati (empathy) dalam menyelesaikan atau mengurus atau memiliki komitmen yang sama terhadap pelayanan (Parasuraman, 2001).

(20)

keterbatasan dan kemampuan orang yang melayani, sehingga keterpaduan antara pihak yang melayani dan mendapat pelayanan memiliki perasaan yang sama.

Setiap bentuk pelayanan yang diberikan kepada orang yang dilayani diperlukan adanya empati terhadap berbagai masalah yang dihadapi orang yang membutuhkan pelayanan. Pihak yang menginginkan pelayanan membutuhkan adanya rasa kepedulian atas segala bentuk pengurusan pelayanan, dengan merasakan dan memahami kebutuhan tuntutan pelayanan yang cepat, mengerti berbagai bentuk perubahan pelayanan yang menyebabkan adanya keluh kesah dari bentuk pelayanan yang harus dihindari, sehingga pelayanan tersebut berjalan sesuai dengan aktivitas yang diinginkan oleh pemberi pelayanan dan yang membutuhkan pelayanan.

Bentuk kualitas layanan dari empati orang-orang pemberi pelayanan terhadap yang mendapatkan pelayanan harus diwujudkan dalam lima hal yaitu: a. Mampu memberikan perhatian terhadap berbagai bentuk pelayanan yang

diberikan, sehingga yang dilayani merasa menjadi orang yang penting.

b. Mampu memberikan keseriusan atas aktivitas kerja pelayanan yang diberikan, sehingga yang dilayani mempunyai kesan bahwa pemberi pelayanan menyikapi pelayanan yang diinginkan.

(21)

d. Mampu menunjukkan pengertian yang mendalam atas berbagai hal yang diungkapkan, sehingga yang dilayani menjadi lega dalam menghadapi bentuk-bentuk pelayanan yang dirasakan.

e. Mampu menunjukkan keterlibatannya dalam memberikan pelayanan atas berbagai hal yang dilakukan, sehingga yang dilayani menjadi tertolong menghadapi berbagai bentuk kesulitan pelayanan (Margareth,2003)

Bentuk-bentuk pelayanan ini menjadi suatu yang banyak dikembangkan oleh para pengembang organisasi, khususnya bagi pengembang pelayanan modern, yang bertujuan memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan dimensi empati atas berbagai bentuk-bentuk permasalahan pelayanan yang dihadapi oleh yang membutuhkan pelayanan, sehingga dengan dimensi empati ini, seorang pegawai menunjukkan kualitas layanan sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukkan.

5. Kehandalan (Reliability)

Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang handal, artinya dalam memberikan pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan dalam pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme kerja yang tinggi, sehingga aktivitas kerja yang dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang memuaskan, tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang diterima oleh masyarakat (Parasuraman, 2001).

(22)

memperlihatkan aktualisasi kerja pegawai dalam memahami lingkup dan uraian kerja yang menjadi perhatian dan fokus dari setiap pegawai dalam memberikan pelayanannya.

Inti pelayanan kehandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan yang handal, mengetahui mengenai seluk beluk prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki berbagai kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja dan mampu menunjukkan, mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk pelayanan yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi dampak positif atas pelayanan tersebut yaitu pegawai memahami, menguasai, handal, mandiri dan profesional atas uraian kerja yang ditekuninya (Parasuraman, 2001).

Gambar 2.3. Penilaian Pelanggan terhadap Mutu Layanan

Sumber: Parasuraman (2001)

Komunikasi dari 3. Tidak memenuhi harapan

(23)

Pada model analisis 2.2, tampak bahwa Expected Service (Pelayanan yang Diharapkan) bergantung pada WOM (Word of Mouth), Personal Needs dan Past

Experience. Berita dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, serta pengalaman masa

lampau merupakan tiga variabel bebas yang memicu muncul Pelayanan yang Diharapkan (expected service). Di sisi lain, Perceived Service (Pelayanan yang Diterima) bergantung pada variabel Penentu Kualitas Pelayanan (determinants of

service quality). Variabel ini diukur lewat 10 indikator. Perbandingan antara

Pelayanan yang diharapkan dengan pelayanan yang diterima memunculkan ualitas pelayanan yang diterima (Perceived Service Quality). Kualitas pelayanan yang diterima inilah yang sering disebut sebagai alat ukur kualitas pelayanan serta kepuasan pelanggan.

2.3. Kerangka Konsep

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien. Kerangka penelitian ini digunakan untuk mempermudah jalan pemikiran terhadap masalah yang akan dibahas. Adapun kerangka konseptual yang dikembangkan dalam model ini adalah sebagai berikut

Variabel Independen Variabel Dependen

(24)

2.4. Hipotesis

Gambar

Gambar 2.2. Jendela Pelanggan
Gambar 2.3. Penilaian Pelanggan terhadap Mutu Layanan
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

2 Koordinator/Sekretaris Pelaksana Kopertis Wilayah III Jakarta mendisposisikan surat permohonan usulan Pembukaan Program Studi Profesi Bidan Pada Rumpun Ilmu

Dari hasil penelitian yang telah dianalisis dan didukung dengan landasan teori maka penelitian Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Kegawatdarutan Pada Balita Dengan Tindakan

Manusia sebagai makhluk pribadi memiliki ciri-ciri kepribadian pokok sebagai berikut: (1) memiliki potensi akal untuk berpikir rasional dan mampu menjadi hidup

basmalah terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII MTsN

[r]

13.30 wib., Panitia Pengadaan Barang/Jasa Sekretariat Presiden Bidang Pengelolaan Istana I (Jamuan dan Tata Graha), telah mengadakan Rapat Pemberian Penjelasan

Dari Gambar 8 dan 9 terlihat bahwa uap superheat yang tidak dialirkan temperaturnya akan lebih tinggi di bagian ruang antar Sirip (T2) di- bandingkan dengan yang

Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah karakteristik tempat perkembangbiakan larva nyamuk yang meliputi keberadaan TPA, jenis TPA, pH air, tumbuhan air, hewan