• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Miopia yang Tidak Dikoreksi dengan Prestasi Belajar pada Siswa-Siswi Kelas 5-6 di SDN Dharmawanita, Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Miopia yang Tidak Dikoreksi dengan Prestasi Belajar pada Siswa-Siswi Kelas 5-6 di SDN Dharmawanita, Medan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mata

Gambar 2.1. Anatomi Mata

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga

lapisan. Dari paling luar ke paling dalam, lapisan-lapisan itu adalah : (1)

Sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, (3) retina , (gambar 2.1). Sebagian

besar bola mata dilapisi oleh sebuah lapisan jaringan ikat protektif yang kuat

disebelah luar, yaitu sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke

arah depan), lapisan luar terdiri dari kornea transparan tempat lewatnya

berkas-berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah di bawah sklera adalah koroid

yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh darah untuk memberi makan

retina. Lapisan koroid di sebelah anterior mengalami spesialisasi untuk

membentuk badan siliaris dan iris. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah

(2)

lapisan jaringan saraf di sebelah dalam. Retina mengandung sel batang dan sel

kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf. Pigmen

di koroid dan retina menyerap cahaya sehingga mencegah pemantulan dan

penghamburan cahaya di dalam mata.

Bagian dalam mata terdiri dari dua rongga berisi cairan yang dipisahkan

oleh sebuah lensa , yang semuanya jernih untuk memungkinkan cahaya lewat

menembus mata dari kornea ke retina. Rongga anterior (depan) antara kornea dan

lensa mengandung cairan encer jernih, aqueous humor, dan rongga di posterior

(belakang) yang lebih besar antara lensa dan retina mengandung zat semicair

mirip gel yang disebut vitreous humor.

Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang

sferis. Aquous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya

tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan

mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aquous humor dibentuk dengan

kecepatan sekitar 5 ml/hari oleh jaringan kapiler didalam korpus siliaris, turunan

khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di

tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah.

2.2 . Karakteristik Optik Mata

2.2.1. Refraksi Mata

Cahaya adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri dari

paket-paket individual energi. Terdapat fotoreseptor pada mata yang peka terhadap

cahaya dengan panjang gelombang antara 400 dan 700 nanometer. Gelombang

cahaya mengalami divergensi (memancar ke luar) ke semua arah dari setiap titik

sumber cahaya dalam arah tertentu dikenal sebagai berkas cahaya. Berkas-berkas

cahaya divergen yang mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk

difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu

bayangan akurat mengenai sumber cahaya.

Refraksi adalah defleksi, atau pembelokan berkas sinar saat melewati salah

satu medium menuju medium lain yang memiliki densitas optik berbeda. Semakin

(3)

berperan dalam refraksi adalah densitas komparatif antara dua media (semakin

besar perbedaan densitas , semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya

berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan).

Suatu lensa dengan permukaan konveks (cembung) menyebabkan konvergensi,

atau penyatuan, berkas-berkas cahaya, yaitu persyaratan untuk membawa suatu

bayangan ke titik fokus. Dengan demikian, permukaan refraktif mata bersifat

konveks. Lensa dengan permukaan konkaf (cekung) menyebabkan divergensi

(penyebaran) berkas-berkas cahaya; suatu lensa konkaf berguna untuk

memperbaiki kesalahan refraktif mata tetrtentu, misalnya berpenglihatan dekat.

Struktur yang berperan dalam refraksi mata adalah kornea, lensa, cairan

aquous humor dan vitreous humor. Permukaan kornea, struktur pertama yang

dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan paling besar

dalam kemampuan refraktif total karena perbedaan densitas pertemuan

udara/kornea jauh lebih besar daripada perbedaan antara lensa dan cairan yang

mengelilinginya. Kornea bertanggung jawab untuk sekitar 70% daya refraktif dan

merupakan alat penyesuaian kasar pada mata. Pada astigmatisme, kelengkungan

kornea tidak seragam/rata sehingga berkas-berkas cahaya mengalami refraksi

yang tidak setara. Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena

kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya, kemampuan refraksi

lensa dapat disesuaikan dengan mengubah kelengkungan sesuai keperluan untuk

melihat dekat atau jauh. Lensa berperan dalam sebagian besar alat “penyesuaian

halus” pada mata. Cairan Aquous humor dan vitreous humor bertanggung jawab

untuk refraksi minimal.

Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya

terfokus di retina agar penglihatan jelas. Apabila suatu bayangan sudah terfokus

sebelum mencapai retina atau belum terfokus sewaktu mencapai retina, bayangan

(4)

2.2.2. Akomodasi Mata

Akomodasi adalah proses penyesuaian otomatis pada lensa untuk memfokuskan

objek secara jelas pada jarak yang beragam. Kemampuan menyesuaikan kekuatan

lensa ini mengakibatkan sumber cahaya yang dekat maupun jauh dapat

difokuskan di retina.

Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot

siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di

sebelah anterior. Korpus siliaris memiliki dua komponen utama: otot siliaris dan

jaringan kapiler yang menghasilkan aquous humor. Otot siliaris adalah otot polos

melingkar yang melekat ke lensa melalui ligamentum suspensorium.

Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium tegang dan

menarik lensa, sehingga lensa berbentuk gepeng dengan kekuatan refraksi

minimal. Ketika berkontraksi, garis tengah otot ini berkurang dan tegangan di

ligamentum suspensorium mengendur. Sewaktu lensa kurang mendapat tarikan

dari ligamentum suspensorium, lensa mengambil bentuk yang lebih sferis (bulat)

karena elastisitasnya. Semakin besar kelengkungan lensa, semakin besar

kekuatannya, sehingga berkas cahaya lebih dibelokkan. Pada mata normal, otot

siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut

berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat

untuk penglihatan dekat.

Seumur hidup, hanya sel-sel tepi luar lensa yang diganti. Sel-sel di bagian

tengah lensa mengalami kesulitan ganda. Sel-sel tersebut tidak saja merupakan sel

tertua, tetapi juga terletak paling jauh dari aquous humor , sumber nutrisi bagi

lensa. Seiring dengan pertambahan usia, sel-sel dibagian tengah yang tidak dapat

diganti dan mati ini akan menjadi kaku. Dengan berkurangnya kelenturan, lensa

tidak lagi mampu mengambil bentuk sferis yang diperlukan untuk akomodasi

untuk penglihatan dekat. Penurunan kemampuan akomodasi yang berkaitan

dengan usia ini, yaitu presbiopia, mengenai sebagian besar orang pada usia

pertengahan (45-50 tahun), sehingga mereka memerlukan lensa korektif untuk

(5)

Gangguan penglihatan yang sering dijumpai lainnya adalah berpenglihatan

dekat (miopia) dan berpenglihatan jauh (hiperopia). Pada mata normal, sumber

cahaya jauh difokuskan di retina tanpa akomodasi, sementara kekuatan lensa

ditingkatkan oleh akomodasi untuk membawa sumber dekat ke fokus. Pada

miopia, karena bola mata terlalu panjang atau lensa terlalu kuat, sumber cahaya

dekat dibawa ke fokus di retina tanpa akomodasi (walaupun dalam keadaan

normal akomodasi diperlukan untuk penglihatan dekat), sementara sumber cahaya

jauh difokuskan di depan retina dan tampak kabur. Dengan demikian orang yang

mengalami miopia memiliki penglihatan dekat yang lebih baik daripada

penglihatan jauh, suatu keadaan yang dapat dikoreksi oleh lensa konkaf. Pada

hiperopia, bola mata mungkin terlalu pendek atau lensa mata terlalu lemah.

Benda-benda jauh terfokus di retina hanya dengan akomodasi,sementara

benda-benda dekat difokuskan di belakang retina, walaupun mata mengadakan

akomodasi, sehingga tampak kabur. Dengan demikian, individu hiperopia

memiliki penglihatan jauh yang lebih baik daripada penglihatan dekat, suatu

keadaan yang dapat dikoreksi dengan lensa konveks.

2.3. Ametropia

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran

depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai

daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang

peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila

melihat benda yang dekat.

Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan

pembiasan sinar oleh kornea ( mendatar, mencembung ) atau adanya perubahan

panjang (lebih panjang , lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat

terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa

miopia, hipermetropia, dan astigmatisme.

Dalam bahasa Yunani, ametros berarti tidak sebanding atau tidak seimbang,

sedang ops berarti mata. Sehingga yang dimaksud dengan ametropia adalah

(6)

terjadi akibat kelainan kekuatan pembiasan sinar media penglihatan atau kelainan

bentuk bola mata.

Ametropia dalam keadaan tanpa akomodasi atau dalam keadaan istirahat

memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus yang tidak terletak pada retina.

Pada keadaan ini bayangan pada selaput jala tidak sempurna terbentuk. Dikenal

beberapa ametropia , seperti :

a. Ametropia aksial

Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang atau lebih

pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina.

Pada miopia aksial, fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih

panjang (gambar 2.2) dan pada hipermetropia aksial fokus bayangan terletak di

belakang retina (gambar 2.3).

b. Ametropia refraktif

Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya bias

kuat, maka bayangan benda terletak di depan retina seperti pada miopia (gambar

2.2) atau bila daya bias kurang, maka bayangan benda akan terletak di belakang

retina seperti pada hipermetropia refraktif (gambar 2.3)

(7)

2.4. Miopia

2.4.1. Definisi

Miopia adalah suatu kondisi penglihatan dimana objek yang letaknya dekat

terlihat jelas sedangkan objek yang letaknya jauh tidak jelas terlihat atau terlihat

kabur. Miopia terjadi jika bola mata terlalu panjang atau kornea memiliki banyak

lengkungan, akibatnya cahaya yang memasuki mata tidak terfokus dengan benar

dan objek yang jauh terlihat kabur (American Optometric Association , 2006).

Miopia adalah kondisi yang sangat umum yang hampir 30% mempengaruhi

penglihatan pada penduduk Amerika Serikat. Beberapa penelitian menunjukan

bahwa miopia bersifat herediter. Ada juga bukti bahwa miopia dipengaruhi oleh

berbagai faktor lain seperti stres visual karena terlalu sering melihat objek dengan

jarak yang terlalu dekat. Umumnya, miopia terjadi pada anak-anak usia sekolah,

namun miopia juga dapat terjadi pada orang dewasa karena stres visual atau

kondisi kesehatan seperti diabetes (American Optometric Association , 2006).

Menurut Margan, miopia adalah suatu kondisi yang benign,karena penglihatan

dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata, lensa kontak, ataupun operasi.

2.4.2. Epidemiologi

Prevalensi miopia sangat bervariasi, tergantung kepada beberapa faktor

yang diduga dapat menyebabkan miopia seperti faktor usia, jenis kelamin, jenis

pekerjaaan, tingkat pendapatan, dan pencapaian pendidikan seseorang. Miopia

biasanya dimulai pada masa anak-anak.

Dari penelitian sebelumnya disebutkan bahwa prevalensi miopia meningkat

di negara-negara berkembang di Asia Timur dan Asia Tenggara seperti Singapura,

China, Taiwan, Hongkong, Jepang, dan Korea. Di daerah perkotaan, 80%-90%

anak usia sekolah menderita miopia dan sekitar 10%-20% dari mereka menderita

miopia berat. Sedangkan di negara-negara maju dan Amerika Serikat, didapati

remaja di negara tersebut memiliki prevalensi miopia siktar 25%-35%.

Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Vidyapati (2010), 6%-15% dari

anak-anak yang menderita miopia berasal dari orang tua yang tidak menderita

(8)

meningkat rata-rata menjadi 33%-60%. Pada suatu penelitian di Amerika

didapatkan bahwa bila pada kedua orang tua menderita miopia, maka anak-anak

mereka memiliki kemungkinan enam kali lebih besar untuk mendapatkan miopia

dibandingkan dengan hanya salah satu orang tua yang menderita miopia atau

sama sekali tidak ada.

2.4.3. Klasifikasi

American Optometric Association (2010) mengklasifikasikan miopia

sebagai berikut

Tabel 2.1. Sistem Klasifikasi Miopia

Tipe Klasifikasi Jenis Miopia

Entitas Klinis Simple myopia

Nokturnal myopia

Pseudomyopia

Degenerative myopia

Induced myopia

Derajat Low myopia (<3.00 D)

Medium myopia (3.00 D – 6.00 D)

High myopia (>6.00)

Umur Congenital myopia

Youth-onset myopia (<20 years of

age)

Early adult-onset myopia (2-40 years

of age)

Late adult-onset myopia (>40 years of

age)

(9)

 Simple Miopia

Simple miopia adalah miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang

terlalu panjang atau indeks bias kornea maupun lensa yang terlalu tinggi.  Miopia Nokturnal

Miopia nokturnal adalah miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekeliling

kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap

tahap pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil

yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya , sehinggga

menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia  Pseudomiopia

Pseudomiopia diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme

akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot-otot siliar yang memegang

lensa. Di Indonesia, disebut miopia palsu, karena memang sifat miopia ini hanya

sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus

ini, tidak boleh buru-buru diberi lensa koreksi  Miopia degeneratif

Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau miopia progresif.

Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di

bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia jenis ini bertambah

buruk dari waktu ke waktu  Miopia Induksi

Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat-obatan , naik turunnya kadar gula

darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan sebagainya.

Klasifikasi miopia berdasarkan derajatnya :

(10)

Klasifikasi miopia berdasarkan umur :

 Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak- anak  Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun

 Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 tahun  Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun

Klasifikasi miopia menurut bentuknya :  Miopia refraktif

Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak

intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.

Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat

pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.  Miopia aksial

Miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan

lensa yang normal.

2.4.4. Etiologi dan Faktor Resiko

American optometric Association (2010), mengklasifikasikan penyebab miopia

berdasarkan jenis miopia sebagai berikut :

Tabel 2.2. Klasifikasi Kemungkinan Penyebab Miopia

Tipe Miopia Penyebab

Miopia Sederhana Genetik

Sering bekerja dengan jarak yang terlalu

dekat

Tidak diketahui

Miopia Nokturna Kebiasaan fokus atau akomodasi dengan

pencahayaan yang kurang

Pseudomiopia Kelainan akomodasi

Eksophoria

(11)

Miopia Degeneratif Genetik

Retinopati prematur

Gangguan cahaya melewati media okular

Miopia Induksi Nuklear katarak yang berhubungan dengan

umur

Terekspos sulfonamides dan obat lain

Gula darah

American Optometric Association

Faktor resiko yang dapat menyebabkan miopia diantaranya adalah faktor

genetik. Studi menunjukkan 33%-60% anak menderita miopia berasal dari kedua

orang tua yang juga menderita miopia. Tingkat pendidikan juga dapat

mempengaruhi kejadian miopia pada diri seseorang , semakin tinggi tingkat

pendidikannya, semakin tinggi kemungkinan seseorang tersebut mengalami

miopia. Begitu juga halnya dengan pekerjaan seseorang, seseorang yang sering

bekerja dengan melihat sesuatu pada jarak yang dekat dapat meningkatkan

terjadinya miopia. Beberapa hasil penelitian sebelumnya juga menyebutkan

bahwa status gizi, penyakit tertentu, kelainan genetik, prematuritas, dan terpapar

cahaya yang sangat terang juga dapat menjadi faktor resiko untuk terjadinya

miopia.

2.4.5. Gejala Klinis

Gejala yang paling umum pada miopia adalah melihat jelas bila dekat,

sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien dengan rabun jauh. Pasien

miopia juga akan mengeluhkan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan

celah kelopak mata yang sempit. Seorang miopia mempunyai kebiasaan

mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan

efek pinhole ( lubang kecil).

Pasien miopia memiliki pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu

dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia

(12)

ke dalam atau esoptropia. Tanda seseorang itu miopia bisa juga diukur dengan

menggunakan Snellen Chart yang memiliki nilai visus kurang dari 6/6 atau 5/5

tergantung Snellen Chart yang digunakan.

2.4.6. Diagnosis

Untuk mengetahui seseorang itu menderita miopia,harus ditanyakan kepada

pasien berkaitan dengan gejala yang dihadapinya. Pada pasien miopia, pasien

akan mengeluhkan penglihatan kabur ketika melihat objek yang jauh dan melihat

jelas pada objek yang dekat. Beberapa pasien mengeluhkan sakit kepala, sering

disertai dengan juling dan celah kelopak mata yang sempit. Pasien juga terlihat

sering menyerngitkan matanya untuk mendapatkan efek pinhole. Pasien juga

mengeluhkan kelelahan mata. Selain itu pemeriksa juga harus menanyakan secara

pasti ada tidaknya pasien memiliki riwayat faktor resiko miopia, riwayat penyakit

yang dialami dan obat yang diambil pasien sebelumnya.

Selain dari mengenal gejala klinis pasien diatas, kita juga dapat melakukan

beberapa pemeriksaan lain :

A.Pemeriksaan Visus dengan Menggunakan Snellen Chart

Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan

kacamata. Setiap mata diperiksa secara terpisah. Biasakan memeriksa tajam

penglihatan kanan terlebih dahulu kemudian kiri lalu mencatatnya. Pemeriksaan

tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6 meter, karena pada

jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa

akomodasi.

Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai kartu baku atau standar,

misalnya snellen chart yang setiap hurufnya membentuk sudut 5 menit pada jarak

tertentu sehingga huruf pada baris tanda 60, berarti huruf tersebut membentuk

sudut 5 menit pada jarak 60 meter, dan pada baris tanda 30, berarti huruf tersebut

(13)

Dengan snellen chart standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau

kemampuan melihat seseorang, seperti :

 Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.  Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka

30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30

 Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50

 Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter  Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen, maka

dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada

jarak 60 meter

 Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan

pengujian ini, tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang berarti

hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.

 Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau

lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian

tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.

 Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar sejajar saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan

1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga

 Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar, dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total.

Hal di atas dapat dilakukan pada orang yang telah dewasa atau dapat

berkomunikasi. Pada bayi adalah tidak mungkin melakukan pemeriksaan tersebut.

Untuk mengetahui sama atau tidaknya ketajaman penglihatan kedua mata akan

(14)

apakah penglihatannnya berkurang akibat kelainan refraksi, maka dilakukan uji

pinhole. Bila dengan uji pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti ada kelainan

refraksi yang masih bisa dikoreksi dengan kacamata. Bila penglihatan berkurang

dengan diletakkannya pinhole di depan mata berarti ada kelainan organik atau

kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan penglihatan menurun. Pada

seseorang yang terganggu akomodasinya atau adanya presbiopia, maka apabila

melihat benda-benda yang sedikit didekatkan akan terlihat kabur.

Sebaiknya diketahui bahwa :

1. Bila dipakai huruf tunggal pada uji tajam penglihatan maka penderita

ambliopia akan mempunyai tajam penglihatan huruf tunggal lebih baik

dibandingkan memakai huruf ganda.

2. Huruf pada satu baris tidak sama mudahnya terbaca karena bentuknya

kadang-kadang sulit dibaca seperti huruf T dan W

3. Pemeriksaan tajam penglihatan mata anak jangan sampai terlalu melelahkan

anak

4. Gangguan lapang pandangan dapat memberikan gangguan penglihatan pada

satu sisi pembacaan uji baca

5. Tajam penglihatan dengan kedua mata akan lebih baik dibanding dengan

membaca dengan satu mata

6. Amati pasien selama pemeriksaan karena mungkin akan mengintip dengan

matanya yang lainnya.

B.Phoropter dan retinoskop

Dengan menggunakan phoropter, di depan mata paisen akan diletakkan

serangkaian lensa dan dokter akan mengukur nilai fokus cahya pasien dengan

menggunakan retinoskop yang dipegang oleh dokter. Selain dari cara manual tadi,

dokter juga dapat memilih untuk menggunakan mesin yang dapat mengevaluasi

kekuatan fokus mata pasien secara otomatis.

Setelah kekuatan fokus telah berhasil divaluasi, daya kekuatan fokus yang

(15)

memungkinkan penglihatan kembali menjadi jelas akan ditentukan berdasarkan

respon pasien terhadap lensa yang diletakkan dihadapan matanya.

Informasi yang diperoleh dari tes ini, bersama dengan hasil tes yang diperoleh

dari hasil tes lainnya, dapat digunakan untuk menetukan seseorang pasien itu

miopia atau tidak. Selain itu, apapun kekuatan lensa yang diperlukan untuk

mengoreksi agar penglihatan pasien kembali jelas dapat ditentukan dengan

menggunakan informasi ini, sehingga pilihan untuk pengobatan miopia juga dapat

disarankan kepada pasien.

2.4.7. Penatalaksanaan

 Kacamata

Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis

negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai

contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan

demikian juga bila diberi S-3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0

agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.  Lensa Kontak

Dari penelitian sebelumnya disebutkan bahwa lensa kontak juga merupakan suatu

terapi koreksi yang efektif untuk pasien miopia, terutama yang jenis Rigid Contact

Lenses. Rigid gas-permeable contact lenses dilaporkan efektif dalam menurunkan

angka progresif miopia pada anak, hal ini dikarenakan jenis lensa kontak ini

menyebabkan permukaan kornea menjadi lebih mendatar.  Tindakan Operasi

1. Radial Keratotomy

Melibatkan insisi secara radial pada bagian perifer kornea yang menyebabkan

permukaan sentral kornea menjadi lebih mendatar.

2. Surface photorefractive keratectomy (S-PRK)

Terapi ini dengan menggunakan excimer laser yang bertujuan untuk mengubah

bentuk jaringan tipis dari kornea dan memfokuskan cahaya masuk ke dalam mata.

Terapi ini relatif lebih aman dibandingkan dengan radial keratotomy, dan dapat

(16)

3. Laser Assisted In Situ Keratomileusis (LASIK)

S-PRK membuang lapisan tipis dari permukaan kornea sedangkan LASIK tidak.

LASIK membuang sebagian lapisan jaringan dari lapisan dalamnya. Untuk

melakukan hal ini, bagian dari permukaan luar kornea dipotong dan dilipat agar

jaringan lapisan dalam terbedah. Kemudian sebagian jaringan lapisan dalam

diperlukan untuk membentuk kembali kornea.Kornea dibuang dengan jumlah

yang tepat dengan menggunakan laser, dan kemudian jaringan luar ditutup dan

ditempatkan semula dalam posisi untuk menyembuhkan. Jumlah miopia yang

dapat dikoreksi LASIK dibatasi oleh jumlah jaringan kornea yang dapat dihapus

dengan cara yang aman.

4. Penanaman Lensa kontak ( Implantable Contact Lenses)

Pada penderita miopia yang korneanya tipis sehingga tidak memungkinkan

penggunaan laser , maka penanaman lensa kontak ini bisa menjadi pilihan terapi.

Dengan melakukan terapi ini , miopia atau rabun jauh dapat dikoreksi.

Vision Therapy and Visual Hygiene

Vision Therapy merupakan terapi perilaku. Beberapa peneliti berpendapat bahwa

beberapa miopia dapat dikontrol dengan vision therapy untuk memperbaiki

akomodasi dan fungsi. Menurut American Optometric Association , beberapa

yang termasuk ke dalam terapi ini adalah sebagai berikut :

1. Ketika membaca atau melakukan pekerjaan dekat intensif, istirahat setiap 30

menit. Selama istirahat, usahakan berdiri dan melihat keluar jendela

2. Ketika membaca, pertahankan jarak baca yang tepat dari buku tersebut. Buku

setidaknya sejauh jarak dari mata ke siku ketika kita menghubungkan jarak

tersebut dengan menggunakan kepalan tangan di hidung dan siku berada di

buku tersebut

3. Pastikan pencahayaan yang cukup ketika membaca.

4. Membaca atau melakukan pekerjaan visual lain dengan postur yang tegak lurus

5. Menempatkan batas waktu ketika memnonton televisi atau bermain video

(17)

2.4.8. Komplikasi

Beberapa komplikasi miopia adalah :  Esoptropia

Pasien dengan miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata

selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan

astenopia konvergensi. Jika kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan

terlihat juling ke dalam atau esoptropia.  Ablasi Retina (Retinal Detachment)

Pada beberapa orang, miopia tinggi dapat menyebabkan ablasi retina. Ablasi ini

terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang

antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan

kaca air (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke

rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel

pigmen koroid. Hal ini disebut juga sebagai ablasi retina regmatogenosa.

 Glaukoma

Resiko terjadinya galaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang

4,2% dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan

stres akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat

penyambung pada trabekula (Sidarta,2003).  Katarak

Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Bahwa pada orang dengan miopia

onset katarak muncul lebih cepat (Sativa,2003)

Myopic Maculopathy

Pada miopia tinggi, dimana kelainan dasar adalah perpanjangan aksial bola mata

yang berlebihan, menyebabkan mata mendapatkan resiko lebih besar untuk

terjadinya kelainan degeneratif pada sklera, koroid, pigmen epitel retina, dan

retina. Dari penelitian sebelumnya, pada miopia tinggi juga terdapat resiko

terjadinya neovaskularisasi koroid dengan angka kejadian sekitar 5%-10%.

Perpanjangan aksial bola mata pada miopia ini mempengaruhi hemodinamik pada

koroid. Pembuluh darah baru yang terbentuk (neovaskularisasi) ini memiliki

(18)

Pendarahan atau kebocoran cairan dari pembuluh darah abnormal ini akan

menyebabkan gejala visual dan menyebabkan hilangnya penglihatan dengan

derajat yang berbeda

2.4.9. Prognosis

Prognosis miopia sederhana adalah sangat baik. Pasien miopia sederhana

yang telah dikoreksi miopianya selalu dapat melihat objek yang jauh dengan lebih

baik. Setiap derajat miopia pada usia kurang dari 4 tahun harus dianggap serius.

Pada usia lebih dari 4 tahun miopia sampai dengan -6 D harus diawasi dengan

hati-hati. Jika telah melewati usia 21 tahun tanpa progresivitas serius maka

kondisi miopia dapat diharapkan telah menetap dan prognosis dianggap baik.

Pada semua kasus harus diperhatikan kemungkinan pendarahan tiba-tiba atau

ablasi retina.

Gambar

Gambar 2.1. Anatomi Mata
Gambar 2.3 Hipermetropia
Tabel 2.1. Sistem Klasifikasi Miopia
Tabel 2.2. Klasifikasi Kemungkinan Penyebab Miopia

Referensi

Dokumen terkait

Hasil kloning gen hifn- α 2a pada sel XL1 blue telah berhasil dilakukan terbukti dengan diperolehnya fragmen DNA berukuran sekitar 500 bp dari amplifikasi dengan teknik PCR,

Adapun model fungsi produksi yang telah dibentuk tersebut terdiri dari faktor-faktor produksi sebagai variabel bebas yaitu Tenaga kerja (X1), Pupuk Urea (X2),

[r]

[r]

Dari hasil uji coba yang dilakukan, alat timer &amp; clock dengan tampilan digital menggunakan AT89S51 dapat bekerja sesuai yang diharapkan ketika tombol saklar 2 ditekan maka

Peralatan yang digunakan adalah plastik ukuran 1 kg untuk wadah sampel feses, botol untuk wadah sampel urin, ember untuk mencampur larutan Destan ® dengan

Sn dan Yohanes Ruswanto, S.Sn., M.Sn selaku dosen pembimbing praktek drum dan pembimbing resital yang telah membagikan ilmu pengetahuan (baik praktek maupun

Ancak eğer auranız tam oturmamışsa; henüz tam net değilse o zaman ona daha parlak bir renk verin ve topraklama kordonunuzun rengini ona uydurun.. Bunu yaptığınız zaman