• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengendalian Internal dan Komitmen Organisasi Terhadap Pencegahan Kecurangan (Fraud) Terhadap Pengadaan Barang di PT Telkomsel Cabang Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pengendalian Internal dan Komitmen Organisasi Terhadap Pencegahan Kecurangan (Fraud) Terhadap Pengadaan Barang di PT Telkomsel Cabang Medan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecurangan (Fraud)

2.1.1 Pengertian Kecurangan (Fraud)

Secara harfiah fraud didefinisikan sebagai kecurangan, namun

pengertian ini telah dikembangkan lebih lanjut sehingga mempunyai cakupan

yang luas. Istilah kecurangan yang ditulis oleh Tunggal (2012:189) diartikan

sebagai “Penipuan di bidang keuangan yang disengaja, yang dimaksudkan

untuk mengambil aset atau hak orang maupun pihak lain”.

Menurut Albrechtet al. (2012:6) pengertian kecurangan (fraud) dalam

bukunya Fraud Examination adalah “Fraud is a generic term, and embraces

all the multifarious means which human ingenuity can devise, which are

resorted to by one individual, to get an advantage over another by false

representations”. Pengertian kecurangan (fraud) di atas adalah istilah umum,

dan mencakup bermacam-macam arti dimana kecerdikan manusia dapat

menjadi alat yang dipilih seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari

orang lain dengan representasi yang salah.

(2)

Pengertian kecurangan (fraud) menurut Hall (2011:113) dalam

bukunya “Principles of Accounting Information Systems” menyatakan bahwa

“Fraud denotes a false representation of material fact made by one party to

another party with the intent to deceive and induce the other party to

justifiably rely on the fact to his or her detriment”.

Sedangkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

menyebutkan beberapa pasal yang mencakup pengertian kecurangan (fraud)

adalah :

1) Pasal 362: Pencurian (definisi KUHP: “mengambil sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum”);

2) Pasal 368: Pemerasan dan Pengancaman (definisi KUHP: “dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang”);

3) Pasal 372: Penggelapan (definisi KUHP: “ dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan”);

4) Pasal 378: Perbuatan Curang (definisi KUHP: “ dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang”);

5) Pasal 396: Merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit; 6) Pasal 406: Menghancurkan atau merusakkan barang;

7) Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435 yang secara khusus diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999). (Tuanakotta, 2007:95).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan

(3)

dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu, yang dilakukan oleh

seseorang atau kelompok dari dalam ataupun luar instansi, untuk

mendapatkan keuntungan yang baik secara langsung atau tidak langsung

merugikan pihak lain.

2.1.2 Jenis-jenisKecurangan (Fraud)

Penelitian ini menggunakan Fraud Triangle Theory sebagai dasar

teori utama. Berdasarkan teori ini ada tiga faktor yang menyebabkan

seseorang melakukan kecurangan (fraud). Ketiga faktor tersebut digambarkan

dalam segitiga kecurangan (fraud triangle). yang ditunjukkan pada gambar

2.1.

Gambar 2.1 The Fraud Triangle

Fraud triangle menurut Tuanakotta, (2007:105) adalah “Model yang

menjelaskan alasan orang melakukan fraud termasuk korupsi”. Menurut

Tuanakotta (2007:105) mengemukakan bahwa terdapat 3 pemicu utama yang

dikenal dengan nama “fraud triangle” sehingga seseorang terdorong untuk

melakukan fraud, yaitu:

1) Kesempatan (Opportunity)

“ Kesempatan atau peluang menurut (Tunggal, 2011:2) adalah “Situasi

yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai yang

(4)

bahwa aktivitas mereka tidak akan terdeteksi. Peluang dapat terjadi

karena pengendalian internal yang lemah, pengawasan manajemen yang

kurang baik atau melalui penggunaan posisi. Tuanakotta (2007:106)

mengungkapkan bahwa “Kecurangan selalu memiliki pengetahuan dan

kesempatan untuk melakukan tindakan agar tidak terdeteksi”. Menurut

Tuanakotta (2007:106) ada dua komponen peluang, yaitu:

a) General information, yaitu pengetahuan bahwa kedudukan yang

mengandung kepercayaan dapat dilanggar tanpa konsekuensi. Pengetahuan ini diperoleh dari pelaku yang ia dengar atau lihat, misalnya dari pengalaman orang lain yang melakukan fraud dan tidak ketahuan atau terkena sanksi. Untuk melakukan fraud seseorang tidak cukup hanya dengan dorongan tekanan kebutuhan. Informasi yang dimiliki membentuk keyakinan bahwa karena kedudukan dan kepercayaan institusi yang melekat pada dirinya maka fraud yang dilakukannya tidak akan diketahui.

b) Technical skill, yaitu keahlian yang dimiliki seseorang dan yang menyebabkan seseorang tersebut mendapat kedudukan. Tanpa kemampuan yang memadai menyembunyikan fraud atau korupsi tentu tidak mungkin untuk dilakukan apalagi untuk kasus-kasus korupsi yang bersifat sistemik.

Diantara ketiga elemen fraud triangle, kesempatan (Opportunity) inilah

yang memiliki kontrol paling atas. Oleh karena itu, dalam mendeteksi

adanya aktivitas kecurangan maka perusahaan atau instansi perlu

membangun sebuah proses, prosedur dan kontrol yang efektif.

2) Tekanan (Pressure)

Tekanan menurut Tunggal, (2011:2) adalah “Dorongan orang untuk

melakukan kecurangan”. Tekanan dapat mencakup hampir semua hal

termasuk gaya hidup, tuntutan ekonomi, dan lain-lain, termasuk hal

(5)

bahwa “Status sosial pun dapat menjadi suatu tekanan bagi seseorang

untuk melakukan fraud. Tuanakotta (2007:107) mengelompokkannya atas

enam kelompok yaitu :

a) Violation of ascribed obligation, yaitu suatu keadaan melakukan fraud akibat seseorang harus menjaga martabatnya saat memiliki kedudukan atau jabatan.

b) Problems resulting from personal failure, yaitu suatu keadaan melakukan fraud karena kegagalan yang terjadi pada diri sendiri akibat perbuatan sendiri.

c) Business reversals, yaitu suatu keadaan melakukan fraud yang di

akibatkan oleh faktor eksternal. Contohnya tingkat bunga yang tinggi.

d) Physical isolation, yaitu suatu keadaan melakukan fraud yang di

akibatkan oleh keterpurukan dalam kesendirian.

e) Status gaining, yaitu suatu keadaan melakukan fraud yang di akibatkan oleh tidak mau kalah dengan orang lain.

f) Employer-employee relations, yaitu suatu keadaan melakukan fraud yang di akibatkan oleh kekesalan atau kebencian kepada perusahaannya.

3) Rasionalisasi (Rasionalization)

Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya kecurangan,

dimana pelaku mencari pembenaran atas perbuatannya. Rasionalisasi

merupakan bagian fraud triangle yang paling sulit untuk diukur.

Rasionalisasi menurut Tunggal, (2011:2) merupakan “Sikap karakter atau

serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai

melakukan tindakan tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan

yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasikan tindakan

yang tidak jujur”. Dalam hal ini Integritas manajemen merupakan penentu

utama dari kualitas laporan keuangan. Ketika integritas manajemen

dipertanyakan, keandalan laporan keuangan diragukan,bagi mereka yang

umumnya tidak jujur maka akan lebih mudah merasionalisasi kecurangan.

(6)

mudah. Pelaku kecurangan selalu mencari pembenaran rasional untuk

membenarkan perbuatannya.

2.1.3 Klasifikasi Kecurangan (Fraud)

Kecurangan (fraud) dapat diklasifikasikan menjadi dua macam.

Menurut Karni, Soejono (2009:35) klasifikasi kecurangan (fraud), yaitu:

a. Kecurangan Manajemen

Kecurangan ini dilakukan oleh orang dari kelas sosial ekonomi yang lebih atas dan terhormat yang biasa disebut white collar crime (kejahatan kerah putih). Kecurangan manajemen ada dua tipe yaitu kecurangan jabatan dan kecurangan korporasi. Kecurangan jabatan dilakukan oleh seseorang yang mempunyai jabatan dan menyalahgunakan jabatannya itu. Kecurangan korporasi adalah kecurangan yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk memperoleh keuntungan bagi perusahaan tersebut misalnya manipulasi pajak.

b. Kecurangan Karyawan

Kecurangan karyawan biasanya melibatkan karyawan bawahan dibandingkan dengan kecurangan yang dilakukan manajemen, kesempatan untuk melakukan kecurangan pada karyawan bawahan jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan karena mereka tidak mempunyai wewenang. Pada umumnya semakin tinggi wewenang yang dimiliki, maka semakin besar kesempatan untuk kecurangan.

2.2 Proses Pengadaan Barang

2.2.1 Pengertian dan Hambatan Dalam Proses Pengadaan Barang

Menurut Tuanakotta (2007) Pengertian pengadaan barang adalah

sektor di mana guna memperoleh barang atau jasa dengan harga yang dapat

dipertanggungjawabkan, dengan jumlah dan mutu yang sesuai, serta tepat

pada waktunya. Hambatan yang biasanya terjadi dalam proses pengadaan

barang, Menurut Tuanakotta (2007) meliputi:

a. Inefisiensi

1) Proses dan tata cara yang tidak sederhana

(7)

4) Kurang maksimalnya peran belanja b. Belanja yang inefisien dan inefektif.

1) Kurangnya pemanfaatan belanja sebagai pasar bagi usaha domestic pada bidang usaha yang efek pengadaannya banyak.

2) Kurang mendorong keinginan peningkatan kemampuan usaha. 3) Pasar yang pasti untuk tumbuhnya industri dan usaha jasa baru.

c. Governance

1) Transparansi bagi semua stakeholder.

2) Partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam rangka checks and balances.

d. Akuntabilitas

2.2.2 Pencegahan Fraud (Kecurangan) Pengadaan Barang

Menurut Tuanakotta (2007) pencegahan fraud dapat dilakukan dengan

mengaktifkan pengendalian internal. Pengendalian internal biasanya

merupakan bentuk pengendalian yang banyak diterapkan. Menurut Pope

(2007:29), pencegahan fraud dalam hal pengadaan barang publik, antara lain:

a. Memperkuat kerangka hukum.

Alat yang paling ampuh adalah menyikapi kepada publik.Media dapat memainkan peran penting untuk menciptakan kesadaran publik mengenai masalah ini dan untuk membangun dukungan bagi langkah-langkah yang perlu diambil. Peraturan yang selama ini menjadi pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa adalah Kepres No. 80 tahun 2003, perlu dikaitkan dengan UU No. 31/1999 untuk dapat efektif menghalangi tindak pidana korupsi. Persyaratan hukum berikutnya adalah kerangka yang baik dan konsisten prinsip-prinsip dan praktik-praktik dasar pengadaan.

b. Prosedur Transparan

Selain dari kerangka hukum, pertahanan berikutnya melawan fraud adalah prosedur dan praktik yang terbuka dan transparan untuk melaksanakan proses pengadaan barang itu sendiri. Belum ada orang yang menemukan cara yang lebih baik untuk melawan fraud dalam pengadaan barang daripada prosedur seleksi pemasok atau kontraktor berdasarkan persaingan yang sehat.

Unsur-unsur prosedur transparan adalah sebagai berikut:

1) Menguraikan dengan jelas dan tanpa memihak apa yang akan dibeli. 2) Mengumumkan kesempatan untuk menawarkan barang.

(8)

5) Membandingkan penawaran dan menentukan penawaran yang terbaik, menurut peraturan yang telah ditetapkan lebih dahulu bagi seleksi. 6) Memberikan kontrak pada penawar yang menang seleksi tanpa

mengharuskannya menurunkan harga atau mengadakan perubahan lainnya pada penawarannya yang menang itu.

c. Membuka dokumen tender

Satu kunci untuk mewujudkan transparansi dan sikap tidak memihak adalah pembeli membuka dokumen tender pada waktu dan tempat yang telah ditetapkan, dihadapan semua pengikut tender didepan umum, sehingga setiap orang dapat melihat siapa yang mengajukan penawaran dan dengan harga berapa, dapat mengurangi risiko bahwa tender yang bersifat rahasia itu dibocorkan kepada peserta lain, diabaikan, diubah atau dimanipulasi.

d. Evaluasi penawaran

Evaluasi penawaran adalah langkah yang paling sulit dalam proses pengadaan barang untuk dilaksanakan secara benar dan adil. Bersamaan dengan itu langkah ini adalah salah satu langkah yang paling mudah dimanipulasi jika ada pejabat yang ingin mengarahkan keputusan pemenang pada pemasok tertentu.

e. Melimpahkan wewenang

Prinsip peninjauan ulang dan audit independen sudah diterima luas sebagai cara untuk menyingkapkan kesalahan atau manipulasi dan memperbaikinya. Prinsip ini menduduki tempat yang penting dalam bidang pengadaan barang publik. Namun, prinsip ini juga digunakan oleh beberapa orang untuk menciptakan peluang untuk melakukan korupsi. Khususnya, pelimpahan wewenang untuk menyetujui kontrak. f. Pemeriksaan dan audit independen

Tinjauan ulang dan audit independen memainkan peran yang sangat penting. Namun, di beberapa negara, tinjauan ulang dan tahap-tahap persetujuan demikian banyak sehingga seluruh proses pengadaan barang publik boleh dikatakan lumpuh. Dibeberapa Negara, dalam hal kontrak besar, diperlukan waktu lebih dari dua tahun paling tidak, untuk menentukan pemenang, dari sejak penawaran diajukan.

2.3 Pengendalian Internal

2.3.1 Pengertian Pengendalian Internal

Pengendalian internal menurut Tunggal (2011:1) merupakan

“Rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga

(9)

memperbaiki efisiensi jalannya organisasi serta mendorong kesesuaian

dengan kebijakan yang telah ditetapkan”.

Sementara itu dalam PP No. 8 Tahun 2006 dijelaskan bahwa “Pengendalian internal merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh manajemen yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian efektivitas, efesiensi, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan keandalan penyajian laporan keuangan”.

Menurut Mulyadi (2002:171), pengendalian internal meliputi

“Struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk

menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data

akuntansi mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan

manajemen”.

Pengendalian internal menurut AICPA (American Institute of Certified Public Accountants, 2007) adalah “The plan of organization, and all of the coordinate methods and measures adopted within a business, to safe guard its assets, check the reliability of its accounting data, promote operational efficiency, and encourage adherence to prescribed managerial policies”.

Pengendalian internal menurut COSO (The Committee of Sponsoring

Organizations of the Treadway Commission’s) (2006:18) adalah :

Internal control is broadly defined as a process, effected by an entity's board of directors, management and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories:

1) Effectiveness and efficiency of operations. 2) Reliability of financial reporting.

3) Compliance with applicable laws and regulations.

(10)

operasional yang efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku”.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan

bahwa pengendalian internal merupakan suatu proses komprehensif yang

dipengaruhi oleh manajemen untuk memberikan keyakinan yang memadai

sebagai pedoman untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi serta,

keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum.

2.3.2 Tujuan Pengendalian Internal

Menurut Hall (2011: 124) dalam bukunya “Principles of Accounting

Information Systems” mengemukakan fungsi dari sistem pengendalian

internal yaitu

1) Safeguard assets of the firm

2) Ensure accuracy and reliability of accounting records and

information

3) Promote efficiency of the firm’s operations

4) Measure compliance with management’s prescribed policies and

procedures

Sedangkan Mulyadi (2002:178) menjelaskan tujuan pengendalian

internal terbagi atas dua yaitu:

1) Menjaga kekayaan perusahaan.

Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan, dan pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan dengan kekayaan yang sesungguhnya.

2) Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi.

(11)

Berdasarkan uraian diatas maka dijelaskan bahwa tujuan pengendalian

internal adalah menyediakan informasi yang akan digunakan sebagai

pedoman dalam perencanaan serta menyediakan informasi tentang bagaimana

menilai kinerja perusahaan dan manajemen perusahaan. Pengendalian internal

dapat mencegah kerugian atau pemborosan pengolahan sumber daya

perusahaan.

2.3.3 Komponen Pengendalian Internal

Pengendalian Internal mencakup lima komponen dasar kebijakan

prosedur yang dirancang manajemen untuk memberikan keyakinan yang

memadai bahwa tujuan tertentu perusahaan dapat dipenuhi. Arens (2010:13)

mengemukakan bahwa :

Internal control includes five categories of controls that management design and implements to provide reasonable assurance that management’s control objectives win be met. These are caned component of internal control and are:

a. Control Environment

b. Risk Assessment

c. Information and Communication,

d. Control Activities,

e. Monitoring”

Committee of Sponsooring Organizations (COSO) yang dikenal

dengan integrated framework of internal controlnya mendefinisikan

pengendalian internal sebagai berikut :

“ Internal control is a process, effected by an entity’s board of directors, management and the other personnel, designed to provided reasonable assurance regarding the achievement of objective in the following categories.

(12)

c. Complience with applicable laws and regulation.”

Struktur pengendalian internal bukanlah suatu proses yang berurutan

di mana satu komponen hanya mempengaruhi satu komponen berikutnya,

melainkan suatu multi directional interactive process, di mana hampir semua

komponen dapat mempengaruhi unsur lainnya. Berikut diuraikan penjelasan

kelima komponen Pengendalian Internal yang saling berhubungan, yaitu:

a. Control Environment

Lingkungan pengendalian merupakan pengaruh gabungan dari berbagai

faktor dalam membentuk, memperkuat, atau memperlemah efektivitas

kebijakan dan prosedur tertentu. Menurut Sukrisno (2012:14-38),

faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan pengendalian adalah sebagai

berikut: integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi,

partisipasi dewan komisaris atau komite audit, filosofi dan gaya operasi

manajemen, struktur organisasi, pemberian wewenang dan tanggung

jawab, serta kebijakan dan praktik sumber daya manusia.

b. Risk Assessment

Setiap organisasi mempunyai tingkat risiko berbeda yang harus

dikendalikan untuk tercapainya tujuan perusahaan, manajemen harus

mengidentifikasi berbagai risiko agar mencapai tingkat risiko adalah:

“Risk assessment for financial reporting is management’s identification

and analysis of relevant to preparation of financial statement in

(13)

mengidentifikasi, menganalisis dan mengelola berbagai risiko yang

berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan prinsip

akuntansi berterima umum (PABU).

c. Information and Communication

Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang

meliputi sistem akuntansi, terdiri atas metode dan catatan yang dibangun

untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas

(baik peristiwa maupun kondisi) dan untuk memelihara akuntabilitas bagi

aset, utang, dan ekuitas yang bersangkutan. Kualitas informasi yang

dihasilkan dari sistem tersebut berdampak terhadap kemampuan

manajemen untuk membuat keputusan semestinya dalam mengendalikan

aktivitas entitas dan menyiapkan laporan keuangan yang andal.

Komunikasi mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan

tanggungjawab individual berkaitan dengan pengendalian intern terhadap

pelaporan pengadaan barang. Pengawas harus memperoleh pengetahuan

memadai tentang sistem informasi yang relevan dengan pelaporan untuk

memahami:

1) Golongan transaksi dalam operasi entitas yang signifikan

2) Bagaimana transaksi tersebut dimulai

3) Catatan akuntansi, informasi pendukung, dan akun tertentu dalamn

laporan keuangan yang tercakup dalam pengolahan dan pelaporan

(14)

4) Pengolahan akuntansi yang dicakup sejak saat transaksi dimulai

sampai dengan dimasukkan ke dalam laporan keuangan, termasuk alat

elektronik (seperti computer dan electronic data interchange) yang

digunakan untuk mengirim, memproses, memelihara dan mengakses

informasi.

d. Control Activities

Menurut Konrath (2002:13-17), aktivitas pengendalian adalah “Control

activities are the policies and procedure that help ensure that

management directives are carried out. They also help ensure that

necessary actions are taken to address risk to the achievement of entity

objectives”.

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu

memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Aktivitas tersebut

membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk

menanggulangi resiko dalam pencapaian tujuan entitas, sudah

dilaksanakan. Aktivitas pengendalian mempunyai berbagai tujuan dan

diterapkan di berbagai tingkat organisasi dan fungsi. Umumnya aktivitas

pengendalian yang mungkin relevan dengan audit dapat digolongkan

sebagai kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan hal-hal berikut

ini:

1) Review terhadap kinerja

2) Pengolahan informasi

(15)

4) Pemisahan tugas

e. Monitoring

Pemantauan adalah proses penentuan kualitas kerja pengendalian intern

sepanjang waktu.

2.4 Komitmen Organisasi

2.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi

Hasibuan (2009:39) mendefinisikan komitmen organisasi yaitu “Sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu: (1) Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi; (2) Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi; (3) Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi”.

Konsep komitmen organisasi telah didefinisikan dan diukur dengan

berbagai cara yang berbeda. Meyer dan Allen (2007:17) mengemukakan tiga

komponen tentang komitmen orangisasi:

1) Affective Commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional (emotional attachment) atau merasa mempunyai nilai sama dengan organisasi.

2) Continuance Commitment, yaitu kemauan individu untuk tetap bertahan dalam organisasi karena tidak menemukan pekerjaan lain atau karena rewards ekonomi tertentu,

3) Normative Commitment, timbul dari nilai-nilai karyawan. Karyawan

bertahan menjadi anggota organisasi karena ada kesadaran bahwa berkomitmen terhadap organisasi merupakan hal yang memang seharusnya dilakukan.

Meyer dan Allen (2007:18) merumuskan “Suatu definisi mengenai

komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang

merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya

(16)

keanggotaannya dalam berorganisasi”. Berdasarkan definisi tersebut anggota

yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan

sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki

komitmen terhadap organisasi.

Pengertian komitmen organisasi di atas bahwa komitmen organisasi

adalah sikap yang ditunjukkan oleh individu dengan adanya identifikasi,

keterlibatan serta loyalitas terhadap organisasi. Serta, adanya keinginan untuk

tetap berada dalam organisasi dan tidak bersedia untuk meninggalkan

organisasinya dengan alasan apapun.

2.4.2 Aspek-aspek Komitmen Organisasi

Hasibuan (2009:46) mengelompokkan komitmen organisasi menjadi

tiga faktor:

1) Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi.

2) Keterlibatan yaitu adanya kesediaan untuk berusaha sungguh-sungguh pada organisasi. Keterlibatan sesuai peran dan tanggungjawab pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dan tanggungjawab pekerjaan yang diberikan padanya.

3) Loyalitas yaitu adanya keinginan yang kuat untuk menjaga keanggotaan di dalam organisasi. Loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.

2.4.3 Ciri-ciri Komitmen Organisasi

Ciri-ciri karyawan yang memiliki komitmen organisasi menurut

(17)

1) Bertanggung jawab.

Karyawan yang memiliki komitmen memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi.Hal ini pengidentifikasian atau penerimaan tanggung jawab, bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan.

2) Konsisten

Suatu komitmen yang kecil atau tidak dihargai sering menjadi lebih buruk dari pada tidak memiliki komitmen sama sekali. Konsistensi karyawan terhadap pekerjaan merupakan suatu hal yang sangat penting karena konsistensi dapat menimbulkan komitmen. Kepercayaan yang cukup beralasan yang berdasarkan pada kejujuran dan perilaku yang konsisten sepanjang waktu, yang mempertinggi reputasi seseorang secara besar-besaran atas komitmen yang konsisten.

3) Proaktif

Sebuah komitmen dapat muncul apabila karyawan memiliki sikap proaktif terhadap semua hal yang menyangkut pekerjaannya, dengan sikap yang proaktif tersebut karyawan dapat menyelesaikan masalah-masalah perusahaan dengan lebih baik sehingga dengan sendirinya komitmen karyawan dapat timbul dengan sikap proaktif tersebut.

2.4.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Komitmen Organisasi

Hasibuan (2009:51) membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi

komitmen organisasi terhadap perusahaan menjadi empat kategori, yaitu:

1) Karakteristik Personal

Pengertian karakteristik personal mencakup: usia, masa jabatan, motif berprestasi, jenis kelamin, ras, dan faktor kepribadian. Sedang tingkat pendidikan berkorelasi negatif dengan komitmen terhadap perusahaan Karyawan yang lebih tua dan lebih lama bekerja secara konsisten menunjukkan nilai komitmen yang tinggi.

2) Karakteristik Pekerjaan

Karakteristik pekerjaan meliputi kejelasan serta keselarasan peran, umpan balik, tantangan pekerjaan, otonomi, kesempatan berinteraksi, dan dimensi inti pekerjaan. Biasanya, karyawan yang bekerja pada level pekerjaan yang lebih tinggi nilainya dan karyawan menunjukkan level yang rendah pada konflik peran dan ambigu cenderung lebih berkomitmen.

3) Karakteristik struktural

(18)

4) Pengalaman bekerja

Pengalaman kerja dipandang sebagai kekuatan sosialisasi yang penting, yang mempengaruhi kelekatan psikologis karyawan terhadap perusahaan. Pengalaman kerja terbukti berkorelasi positif dengan komitmen terhadap perusahaan sejauh menyangkut taraf seberapa besar karyawan percaya bahwa perusahaan memperhatikan minatnya, merasakan adanya kepentingan pribadi dengan perusahaan, dan seberapa besar harapan-harapan karyawan dapat terpenuhi dalam pelaksanaan pekerjaanya.

2.5 Hubungan Antar Variabel

2.5.1 Hubungan Pengendalian Internal Terhadap Pencegahan Fraud Pengadaan Barang

Hubungan antara pengendalian internal dengan masalah kecurangan

dalam suatu perusahaan sangat berkaitan. Dengan adanya pengendalian

internal dalam sebuah perusahaan dipercaya dapat bermanfaat dalam hal

membantu perusahaan dalam pencegah terjadinya kecurangan (fraud).

Walaupun pengendalian internal merupakan pihak yang memiliki kewajiban

yang paling besar dalam masalah pencegahan, namun pengendalian internal

tidak bertanggung jawab atas terjadinya kecurangan (fraud).

Menurut Steve dan Albert dalam bukunya Fraud Examination

(2012:96) menyatakan bahwa“Fraud is reduce and often prevented (1) by

creating a culture honesty, openness, and assistance and (2) by eliminating

opportunities to commit fraud”.

Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya kecurangan

(fraud) itu dapat dikurangi bahkan dicegah dengan cara membudayakan

iklim kejujuran, keterbukaan, dan saling membantu satu sama lain. Selain itu,

(19)

kesempatan untuk melakukan kecurangan (fraud), misalnya dengan

menanamkan kesadaran bahwa setiap tindakan kecurangan (fraud) akan

mendapat sanksi.

Maka pengendalian internal merupakan suatu proses yang dijalankan

oleh dewan komisaris yang ditujukan untuk memberikan keyakinan yang

memadai tentang pencapaian tujuan pengendalian operasional yang efektif

dan efisien, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum dan

peraturan yang berlaku.

Kaitannya antara pengendalian internal dengan pencegahan

kecurangan (fraud) sangat erat. Menurut Tuanakotta (2007), bahwa upaya

mencegah kecurangan (fraud) dimulai dari pengendalian intern. Disamping

pengendalian intern, dua konsep penting lainnya dalam pencegahan

kecurangan (fraud), yakni menanamkan kesadaran tentang adanya fraud

(fraud awareness) dan upaya menilai risiko terjadinya fraud (fraud risk

assesment).

Manajemen harus melindungi perusahaan dari setiap tindakan yang

menimbulkan kerugian. Manajemen harus mengidentifikasikan apa yang

harus dilindungi (seperti: asset perusahaan), risiko apa yang akan dihadapi,

dan menyampaikan risiko tersebut (probability dan impact cost). Dengan

memperhatikan faktor tersebut, manajemen kemudian membuat

kebijakan-kebijakan dan strategi yang sesuai untuk mengembangkan struktur

perusahaan dari implementasi pengendalian. Model preventif, investigatif

(20)

secara spesifik. Kebijakan bisnis dan hukum yang berlaku pada perusahaan

membutuhkan manajemen yang menekankan pada keefektifan pengendalian

internal dan kekuatan pada lingkungan pengendalian untuk melindungi asset

perusahaan sehingga dapat mencegah terjadinya fraud.

Untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kecurangan laporan

keuangan pada perusahaan dan meminimalkan auditor eksternal untuk

melegalkan bukti-bukti yang palsu pada laporan keuangan. Kecurangan selalu

menjadi isu yang sulit. Pengimplementasian dari pengendalian intern

setidaknya dapat mengurangi kolusi manajemen mengenai kecurangan

(fraud).

2.5.2 Hubungan Komitmen Organisasi Terhadap Pencegahan Fraud Pengadaan Barang

Hubungan antara komitmen organisasi dengan pencegahan fraud

sangat berkaitan. Dengan adanya komitmen organisasi dalam sebuah

perusahaan dipercaya dapat bermanfaat dalam hal membantu perusahaan

dalam mencegah terjadinya kecurangan (fraud). Pada dasarnya komitmen

manajemen dan kebijakan suatu instansi/organisasi merupakan kunci utama

dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan (fraud). Karyawan yang

memiliki komitmen dalam bekerja, maka mereka akan memandang usaha dan

kinerja yang mereka berikan terhadap organisasi memiliki makna yang positif

bagi kesejahteraan individu mereka sendiri. Sehingga apabila komitmen

(21)

visi, misi, serta tujuan perusahaan tersebut dan memperkecil tindakan

penyimpangan yang terjadi di perusahaan tersebut.

2.6 Penelitian Terdahulu

Ringkasan penelitian terdahulu sebagai berikut :

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti/Judul

Penelitian (studi kasus pada 5 rumah sakit di kota Bandung)”

2. Zulkarnain (2013)

(22)

X4: Perilaku Internal dan Kesesuaian Kompensasi Terhadap

4. Hermiyetti (2010)

(23)

komunikasi serta

pemantauan baik secara parsial maupun simultan terhadap pencegahan Fraud pengadaan barang.

2.7 Kerangka Konseptual

Menurut Alison (2006), dalam artikel yang berjudul Fraud Auditing

mendefinisikan kecurangan (Fraud) sebagai bentuk penipuan yang disengaja

dilakukan yang menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan

tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan.Banyaknya tenaga

kerja terlibat dalam aktivitas perusahaan. Oleh karena itu, perlu di perhatikan

pada saat proses pengadaan barang di dalam perusahaan yang mungkin akan

terjadi kecurangan sehingga akan mengakibatkan kerugian yang besar, baik itu

dari segi kuantitas, kualitas barang maupun biaya yang akan

dikeluarkan.Sehubungan dengan risiko yang besar dalam proses pengadaan

barang dan jasa ini, maka perlu adanya upaya dan strategi yang tepat untuk

mencegah, mendeteksi dan mengungkapkan kecurangan yang sangat mungkin

(24)

Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan dewan

komisaris, manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan

keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan pengendalian operasional yang

efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum

dan peraturan yang berlaku.

Dengan diterapkannya pengendalian internal pada perusahaan profit

ataupun non profit dapat melindungi aset perusahaan dari kecurangan (fraud) dan

tentunya membantu manajemen dalam melaksanakan segala aktivitasnya.

Pengendalian internal yang diterapkan sebagai salah satu tindakan preventif dalam

mencegah kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud).

Selain itu, hal yang mungkin dapat meminimalisir kecurangan (fraud)

tersebut salah satunya adalah komitmen organisasi. Dalam hal ini, komitmen

organisasi adalah loyalitas karyawan pada organisasinya dan proses yang berlanjut

dengan nama anggota organisasi menunjukkan perhatian mereka terhadap

keberhasilan organisasi.

Dalam Penelitian ini, Peneliti mengadopsi kerangka konseptual yang sama

dengan Purwitasari (2013) . Namun dalam hal ini peneliti menggunakan populasi

dan jumlah sampel yang berbeda. Peneliti ingin menguji pengaruh pengendalian

internal dan komitmen organisasi terhadap pencegahan kecurangan (fraud) pada

(25)

Adapun kerangka konseptual yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

Sumber : Purwitasari (2013)

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Berdasarkan kerangka konseptual diatas, dapat dilihat bahwa hubungan antara

variabel independen dan variabel dependen merupakan hubungan kausatif (causal

research). Dimana variabel independen yang telah ditentukan yaitu Pengendalian

internal (X1) dan komitmen organisasi (X2) akan berpengaruh terhadap

Pencegahan kecurangan (Y).

2.8 Hipotesis Penelitian

Menurut Erlina (2008:49) “Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan

dengan maksud untuk diuji secara empiris”. Proposisi merupakan ungkapan atau

pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai

konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena.

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

hipotesis pada penelitian ini adalah :

Pengendalian Internal

X1 Pencegahan

Kecurangan Y Komitmen

Organisasi X2

H1

H2

(26)

1. Pengendalian internal berpengaruh secara parsial terhadap pencegahan

fraud pengadaan barang pada PT.Telkomsel Cabang Medan.

2. Komitmen organisasi berpengaruh secara parsial terhadap pencegahan

fraud pengadaan barang pada PT.Telkomsel Cabang Medan.

3. Pengendalian internal dan komitmen organisasi berpengaruh secara

simultan terhadap pencegahan fraud pengadaan barang pada PT.Telkomsel

Gambar

Gambar 2.1 The Fraud Triangle
Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu
Gambar 2.2  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Maka hasil penelitian yang diperoleh adalah sistem pengendalian manajemen tidak berperngaruh signifikan terhadap kinerja karyawan sebesar 2,022% dan komitmen

Penelitian ini juga menemukan adanya pengaruh tidak langsung antara pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, dan komitmen organisasi terhadap kecendrungan

Penelitian ini juga menemukan adanya pengaruh tidak langsung antara pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, dan komitmen organisasi terhadap kecendrungan

komitmen organisasi terhadap kecendrungan kecurangan akuntansi menjadi hubungan tidak langsung dengan masuknya perilaku tidak etis sebagai.

“Pengaruh Sistem Pengendalian Internal, Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Komitmen Organisasi dalam Pencegahan Fraud Pengadaan Barang dan Jasa di Salah Satu Perguruan Tinggi

Skripsi dengan judul “Pengaruh keadilan kompensasi, sistem pengendalian internal, komitmen organisasi dan etika organisasi terhadap fraud di sektor pemerintah (Studi

Menurut Pramudita (2013) jauh dari tindakan fraud diperlukan sosok seorang figur pemimpin yang baik dimata karyawan, seorang karyawan yang mempunyai persepi yang

Perilaku lain dari karyawan yang menunjukkan rendahnya rasa komitmen karyawan terhadap perusahaan yaitu masih banyak karyawan yang tidak mencapai target pekerjaan, dan juga para