• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Desain Tahan Gempa Bangunan Gedung Beton Bertulang Menggunakan Pelat Konvensional Dan Flat Slab With Drop Panel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Desain Tahan Gempa Bangunan Gedung Beton Bertulang Menggunakan Pelat Konvensional Dan Flat Slab With Drop Panel"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Beton Bertulang

Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah, atau bahan semacam lainnya dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung (Dipohusodo, 1999:1).

Beton merupakan salah satu material yang paling banyak digunakan dalam dunia konstruksi. Di Indonesia, hampir 60% material yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi adalah beton (concrete), yang pada umumnya dipadu dengan baja (composite) atau jenis lainnya (Mulyono, 2004 : 135)

Disisi lain, penggunaan material beton sebagai salah satu unsur penting dalam sebuah proyek ternyata berpengaruh signifikan terhadap total biaya proyek. Berdasarkan penelitian signifikan terhadap total biaya proyek. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (1985), lebih dari separuh total biaya proyek diserap oleh material yang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Nugraha ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dipaparkan oleh Ritz (1994) yang mengatakan bahwa material memiliki kontribusi sebesar 40-60% dalam biaya proyek.

Beton bertulang adalah merupakan gabungan logis dari dua jenis bahan: beton polos yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi kekuatan tarik yang rendah dan batang-batang baja yang ditanamkan didalam beton dapat memberikan kekuatan tarik yang diperlukan. (Wang, 1993:1)

Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum yang diisyaratkan dengan atau tanpa prategang dan direncanakan dengan asumsi bahwa kedua material bekerja bersama sama dalam menahan gaya yang bekerja (SNI 03- 2847-2002 ps. 3.13).

(2)

(two way slab). Pelat dua arah (two way slab) merupakan bentuk konstruksi yang unik untuk beton bertulang, diantara kebanyakan material struktur lain. Pelat dua arah merupakan sistem struktur yang banyak digunakan, ekonomis dan efisien. Dalam praktiknya, pelat dua arah (two way slab) dibagi atas beberapa sistem struktur pelat, antara lain :

(a).Pelat Konvensional (b). Flat Slab

Gambar 2.1. Jenis-Jenis Sistem Struktur Pelat Dua Arah (Two Way Slab)

Sumber : Reinforced Concrete, James G.MacGregor (1997)

2.1.1. Pelat Konvensional

(3)

2.1.2. Flat Slab

Flat slab merupakan pelat dua arah yang biasanya ditambahkan column capital , drop panel atau keduanya. Pelat ini digunakan pada beban berat lebih dari 5 kPa dan untuk bentang 6 sampai 9 m. Flat slab dengan balok semu merupakan flat slab dengan penambahan balok semu yang menghubungkan antar kolom. Balok semu yang dimaksud adalah bagian dari pelat yang memiliki tulangan lebih banyak dibandingkan bagian pelat lainnya, namun ketebalannya sama dengan bagian pelat lain. Penambahan balok semu bertujuan untuk mengurangi kebutuhan tulangan. Flat slab memiliki kelemahan terutama jika dibangun di daerah gempa. Perilaku dan metoda desain flat slab terhadap beban gravitasi telah dikenal dengan baik, tetapi terhadap beban lateral beberapa masalah belum dapat dirumuskan dengan pasti (Dovich and Wight, 2005). SNI 03-2847-2002 dan ACI 318-08 memasukkan flat slab ke dalam Struktur Rangka Pemikul Momen Menengah (Intermediate Moment Frame) dengan konsekuensi

flat slab sebagai single system hanya dapat digunakan pada wilayah gempa ringan atau sedang.

a. Flat Slab dengan Pelat Tiang (Drop Panel)

Drop Panel adalah daerah di sekitar kolom yang dipertebal dengan pelat tiang. Flat Slab dengan drop panel merupakan flat plate ditambah dengan penebalan pelat pada daerah kolom dengan jarak 1/6 sampai 1/4 dari panjang bentang untuk setiap arahnya. Ini berfungsi untuk mengurangi tegangan geser di sekeliling kolom.(punching shear).

Gambar 2.2. Flat Slab dengan Drop Panel

(4)

Ukuran drop panel : 1

6

1 4 Lebar ukuran drop panel :

= 2 + Uk. Kolom

Gambar 2.3. Ukurandengan Drop Panel

b. Flat Slab dengan Kepala Tiang (Capital Column)

Capital Column adalah ujung kolom beton yang diperbesar, sehingga membentuk satu kesatuan dengan kolom dan pelat lantai. Column Capital ini berfungsi mengurangi tegangan-tegangan lentur dan geser di dalam pelat.

Gambar 2.4. Flat Slab dengan Capital Column

Ukuran Column Capital

0,15 0,25

= +

2

Dimana :

l = ukuran terpanjang untuk panel

b = ukuran terpendek panel

(5)

c. Flat Slab dengan Pelat Tiang (Drop Panel) dan Kepala Tiang (Capital Column)

Gambar 2.6. Flat Slab dengan Drop Panel dan Column Capital

Tabel 2.1. Perbedaan Pelat Konvensional Dan Flat Slab

Kriteria Pelat Konvensional Flat Slab

Komponen Bangunan (single system)

Pelat Datar (flat plate), Balok, dan Kolom

Flat Plate/Flat Slab (Pelat Datar), Drop Panel danatau

Capital Column, Kolom

Transfer Beban Vertikal

Di-support oleh balok dan kolom sebelum beban diteruskan ke

pondasi

Di-support oleh drop panel

dan kolom sebelum beban diteruskan ke pondasi Beban Maksimum Beban yang semakin

meningkat, yang

Gaya Lateral Lebih efisien untuk menahan gaya lateral

Tidak efisien dalam menahan gaya lateral

Gempa Rendah Kurang diminati Lebih diminati

Fungsi terhadap Lokasi

Cocok untuk lokasi bangunan dengan persyaratan tinggi

lantai

Ruang Bebas Sulit menempatkan mekanikal/elektrikal

Menyimpan satu lantai untuk setiap enam lantai untuk

(6)

Lanjutan

Kriteria Pelat Konvensional Flat Slab

Bentuk Langit – Langit Adanya pengaruh dari balok, tidak terlalu disukai secara arsitektural

Langit – langit lebih rata, lebih disukai secara

Jendela – jendela dapat dipasang langsung

di bawah pelat Jumlah Besi Tulangan Lebih sedikit Lebih banyak

Kemudahan dalam Pemasangan Tulangan

Lebih sulit dengan adanya pemasangan tulangan lentur dan geser

pada balok

Dikarenakan tidak memiliki balok, flat slab harus memiliki keahlian dalam hal

memasang joint ke kolom Kemudahan

Pembangunan Bekisting Kurang Lebih banyak

Kemudahan dalam Pengecoran

Sulit dengan adanya pemadatan kolom terlebih

dahulu

Flat slab dapat langsung dipadatkan Biaya Konstruksi

berdasrkan volume pekerjaan bekisting, pembesian, dan beton (Denny E.,dkk, 2012)

Lebih rendah Lebih mahal dibandingkan pelat konvensional

Momen dan lendutan tepi sama dengan nol

Momen dan lendutan tepi sangat besar dibandingkan dengan flat

slab

Keruntuhan lebih cepat karena lendutan yang besar

(7)

2.2. Momen Pada Pelat yang Ditumpu Kolom

Pada flat plate atau flat slab, dimana pelat ditumpu langsung diatas kolom tanpa adanya balok. Disini pambagian kekakuan pelat terbagi dari kolom ke kolom sepanjang keempat sisi panel. Hasilnya. Momen pada pelat lebih besar di daerah ini.

Gambar 2.7a mengilustrasikan momen pada panel interior dari pelat yang sangat lebar dimana semua panel terbebani merata dengan beban yang sama. Pelat ditumpu diatas kolom bulat dengan diameter c = 0.1l . Momen negatif dan positif yang paling besar terjadi dijalur bentang antara kolomke kolom. Pada Gambar 2.7b dan c. Lekukan dan diagram momen ditunjukkan untuk jalur sepanjang garis A-A dan B-B. Kedua jalur mempunyai momen negatif berbatasan dengan kolom dan momen positif pada bentang tengah. Pada Gambar 2.7d, diagram momen dari Gambar 2.7a diplot ulang untuk menunjukkan momen rata-rata jalur kolom dengan lebar l2 /2 dan jalur tengah antara dua jalur kolom.

Prosedur perencanaan pada Peraturan ACI memperhitungkan momen rata-rata jalur tengah dan kolom. Perbandingan Gambar 2.7a dan d bahwa perubahan momen dengan seketika di sekitar kolom, momen elastis teoritis pada kolom mungkin lebih besar dari pada nilai rata-rata.

(8)

(b)Kurva dan Momen Rata-Rata di (c) Kurva dan Momen Rata-Rata di Jalur Kolom A-A Jalur Tengah B-B

Gambar 2.7. Momen pada Pelat yang Ditumpu Kolom, l2/l1 = 1.0, c/l = 0.1

Momen total yang dihitung disini adalah 2 0,122 0,5

2 + 0,041 0,52 + 0,053 0,52 + 0,034 0,52 = 0,125 2 2

2.3. Tata Cara Perencanaan Bangunan Gedung Tahan Gempa

Menurut Daniel L. Schodek (1999), gempa bumi dapat terjadi karena fenomena getaran dengan kejutan pada kerak bumi. Faktor utama adalah benturan pergesekan kerak bumi yang mempengaruhi permukaan bumi. Gempa bumi ini menjalar dalam bentuk gelombang. Gelombang ini mempunyai suatu energi yang dapat menyebabkan permukaan bumi dan bangunan diatasnya bergetar. Getaran ini nantinya akan menimbulkan gaya-gaya pada struktur bangunan karena struktur cenderung mempunyai gaya untuk mempertahankan dirinya dari gerakan.

Menurut Mac Cormac (1995), hal yang perlu diperhatikan adalah kekuatan bangunan yang memadai untuk memberikan kenyamanan bagi penghuninya terutama lantai atas. Semakin tinggi bangunan, defleksi lateral yang terjadi juga semakin besar pada lantai atas.

Berdasarkan UBC 1997, tujuan desain bangunan tahan gempa adalah untuk mencegah terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan korban jiwa, dengan tiga kriteria standar sebagai berikut :

a. Tidak terjadi kerusakan sama sekali pada gempa kecil.

(9)

c. Diperbolehkan terjadinya kerusakan structural dan non-struktural pada gempa kuat, namun kerusakan yang terjadi tidak sampai menyebabkan bangunan runtuh.

Daniel L. Schodek (1999) menyatakan bahwa pada struktur stabil apabila dikenakan beban, struktur tersebut akan mengalami perubahan bentuk (deformasi) yang lebih kecil dibandingkan struktur yang tidak stabil. Hal ini disebabkan karena pada struktur yang stabil memiliki kekuatan dan kestabilan dalam menahan beban.

Dalam peraturan perencanaan tahan gempa di Indonesia ada beberapa metode analisis yang dilakukan pada perhitungan perencanaan tahan gempa di Indonesia, antara lain analisis gempa ringan, analisis beban dorong statik (static pushover analysis), analisis gempa statik ekuivalen, analisis perambatan gelombang, analisis respon spektrum, dan analisis respon dinamik riwayat waktu.

Menurut SNI 03-1726-2012, analisis ragam respons spektrum dilakukan untuk mendapatkan ragam getar alami struktur. Analisis harus menyertakan jumlah ragam yang cukup untuk mendapatkan partisipasi massa ragam terkombinasi sebesar paling sedikit 90% dari massa aktual dalam masing-masing arah horisontal ortogonal dari respons yang ditinjau oleh model.

2.4. Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM)

(10)

Elevation Plan Momen Resisting Frame

Gambar 2.8. Moment Resisting Frame

Sumber : nzaid code (New Zealand’s International Aid & Development Agency)

Sistem Rangka Pemikul Momen sendiri, dibagi menjadi tiga tingkatan: 1. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)

Sistem struktur rangka ini dirancang untuk mempertahankan perilaku inelastik terkait dengan sendi plastis, yang ujung-ujung balok dan kolom menjadi lokasi momen seismik maksimum dengan siklus beban berulang sebelum terjadi keruntuhan. Rangka yang dirancang dan didetail untuk perilaku daktail ini disebut "Special Moment Resisting Frame”. detailing khusus untuk balok, kolom, dan joint balok-kolom.

2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)

Sistem struktur rangka ini, sendi platis harus terbentuk, tapi bangunan sudah runtuh sebelum semua balok mengalami sendi plastis. Detailing tidak seketat SRPMK. Sistem ini disebut juga Intermediate Moment Resisting Frame.

3. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB)

(11)

Gambar 2.9. Bentuk Sendi Plastis

Sumber :Seismic Evaluation Handbook, FEMA 310

2.5. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah Beton

Sistem rangka pemikul momen beton biasanya lebih fleksibel daripada dinding geser. Fleksibilitas terhadap interstory besar dapat menyebabkan kerusakan struktural dan nonstruktural akibat efek P-∆. Jika kolom beton memiliki kapasitas geser yang kurang dari geser yang terkait dengan kapasitas lentur kolom, kolom gagal getas terhadap geser dapat terjadi dan mengakibatkan kehancuran. Kondisi ini sering terjadi pada bangunan di zona kegempaan moderat dan di gedung-gedung tua di daerah kegempaan tinggi. Sistem rangka beton pracetak dan rangka flat slab

biasanya tidak memenuhi persyaratan detailing untuk perilaku daktail. Oleh karena itu, flat slab dikategorikan sistem rangka pemikul momen menengah.

2.6. Sistem Rangka Pemikul Momen dengan F lat Slab

Sistem rangka penahan gaya lateral ini terdiri dari kolom dan flat slab/pelat tanpa balok. Sistem slab-kolom tidak dirancang untuk berpartisipasi dalam sistem penahan gaya lateral mungkin masih mengalami gaya seismik akibat pemindahan yang terkait dengan keseluruhan penyimpangan bangunan. Perhatian dalam sistem struktur ini adalah transfer kekuatan geser dan lentur antara slab dan kolom, yang dapat mengakibatkan kegagalan geser pons dan parsial runtuh. Sistem struktur penahan gaya lateral yang fleksibel akan meningkat dengan retak slab.

(12)

Gambar 2.10. Continous Bottom Steel

Sumber :Seismic Evaluation Handbook, FEMA 310

2.7. Ketentuan Perencanaan Pembebanan

Perencanaan pembebanan ini digunakan beberapa acuan standar sebagai berikut :

1). Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002);

2). Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Bangunan Gedung dan Non-gedung (SNI 03-1726-2012);

(13)

2.8. Pembebanan

Berdasarkan peraturan-peraturan diatas, struktur sebuah gedung harus direncanakan kekuatanya terhadap beban-beban berikut :

2.8.1. Beban Mati (Dead Load)

Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini merupakan berat sendiri elemen struktur bangunan tersebut dan Superimposed Dead Load (SiDL) yaitu beban mati tambahan yang diletakkan pada struktur dapat berupa keramik/tegel, peralatan mekanikal elektrikal, plafond, dan lain sebagainya.

Tabel 2.2. Berat Sendiri Bahan Bangunan (Anonim 2,….)

No. Material Berat Keterangan

1. Baja 7850 kg/m3

12. Pasangan batu belah, batu

(14)

Tabel 2.3. Berat Sendiri Komponen Gedung (Anonim 2,….)

No. Material Berat Keterangan

1. Adukan, per cm tebal : 5. Langit-langit & dinding, terdiri

: termasuk rusuk-rusuk, tanpa

pengantung atau pengaku

6. Lantai kayu sederhana dengan

balok kayu 40 kg/m

2

tanpa langit-langit, bentang maks. 5 m, beban hidup maks. 200 kg/m2

7. Penggantung langit-langit

(kayu) 7 kg/m

10. Penutup atap seng gelombang

(BJLS-25) 10 kg/m

2

tanpa usuk

11. Penutup lantai ubin, /cm tebal 24 kg/m2 ubin semen portland, teraso dan beton, tanpa adukan

12. Semen asbes gelombang (5

mm) 11 kg/m

2

2.8.2. Beban Hidup (Live Load)

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau

(15)

terpisahkan dari bagian gedung selama masa layan gedung tersebut sehingga mengakibatkan perubahan pembebanan pada lantai dan atap.

Tabel 2.4. Beban Hidup pada Lantai Gedung (Anonim 2,….)

No. Material Berat Keterangan

1. Lantai dan tangga rumah

tinggal 200 kg/m

2

kecuali yang disebut no.2

2.

- Lantai & tangga rumah tinggal sederhana

- Gudang-gudang selain untuk

toko, pabrik, bengkel

125 kg/m2

3.

- Sekolah, ruang kuliah

250 kg/m2

6. Lantai dan balkon dalam dari

ruang pertemuan 400 kg/m

2 masjid, gereja, ruang pagelaran/rapat, bioskop dengan tempat duduk tetap 7. Panggung penonton 500 kg/m2 tempat duduk tidak tetap /

penonton yang berdiri 8. Tangga, bordes tangga dan

gang 300 kg/m

2

no.3

9. Tangga, bordes tangga dan

gang 500 kg/m

2

no. 4, 5, 6, 7 10. Ruang pelengkap 250 kg/m2 no. 3, 4, 5, 6, 7

11.

- Pabrik, bengkel, gudang

400 kg/m2 minimum

- Perpustakaan,r.arsip,toko

buku

- Ruang alat dan mesin

12.

Gedung parkir bertingkat :

- Lantai bawah 800 kg/m2 - Lantai tingkat lainnya 400 kg/m2

(16)

Tabel 2.5. Beban Hidup pada Atap Gedung (Anonim 2,….)

No. Material Berat Keterangan

1.

Atap / bagiannya dapat dicapai orang, termasuk kanopi

100 kg/m2 atap dak

2.

Atap / bagiannya tidak dapat dicapai orang (diambil min.) :

- beban hujan

(40-0,8.α) kg/m

2 α = sudut atap, min. 20 kg/m2, tak perlu ditinjau bila α > 50o

- beban terpusat 100 kg

3. Balok/gording tepi

kantilever 200 kg

2.8.3. Beban Gempa (Earthquake Load)

Beban gempa adalah beban yang ditimbulkan akibat percepatan getaran tanah pada saat gempa terjadi. Untuk merencanakan struktur bangunan tahan gempa, perlu diketahui percepatan yang terjadi pada batuan dasar.

2.9. Perencanaan Pelat

Pelat dua arah (two way slab) dapat dianalisis dengan Metode Perencanaan Langsung (Direct Design Method) yang diberikan SNI 03-2847-2002.

Gambar 2.11. Bagian Pelat yang Diperhitungkan

Sumber : SNI 03-2847-2002

2.9.1. Metode Perencanaan Langsung (Direct Design Method)

Sistem pelat menggunakan metode perencanaan langsung harus memenuhi batasan sebagai berikut :

(17)

2). Panel pelat harus membentuk persegi dengan perbandingan antara bentang panjang terhadap bentang pendek diukur antara sumbu-ke-sumbu tumpuan, tidak lebih dari 2;

3). Panjang bentang bersebelahan, diukur antara sumbu-ke-sumbu tumpuan, dalam masing-masing arah tidak boleh berbeda lebih dari sepertiga bentang terpanjang;

4). Posisi kolom boleh menyimpang maksimum sejauh 10% panjang bentang (dalam arah penyimpangan) dari garis-garis yang menghubungkan sumbu-sumbu kolom yang berdekatan;

5). Beban yang diperhitungkan hanyalah beban gravitasi dan terbagi merata pada seluruh panel pelat. Beban hidup tidak boleh melebihi 2 kali beban mati; 6). Untuk suatu panel pelat dengan balok di antara tumpuan pada semua jenisnya,

kekakuan relatif balok dalam dua arah yang tegak lurus,

2,0 1 2 2

2 12 5,0

2.9.2. Pelat dengan Balok Interior

Tebal pelat minimum dengan balok yang menghubungkan tumpuan pada semua sisinya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1). Untuk αm yang sama atau lebih kecil dari 0,2, harus menggunakan 11.5(3(2)) 2). Untuk αm lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0, ketebalan pelat

minimum harus memenuhi

=

0.8 +1500

36 + 5 ( −0.2) dan tidak boleh kurang dari 120 mm

3). Untuk αm lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari:

=

0.8 +1500

(18)

4). Pada tepi yang tidak menerus, balok tepi harus mempunyai rasio kekakuan α tidak kurang dari 0,8 atau sebagai alternatif ketebalan minimum yang ditentukan persaman 2.5.a atau persamaan 2.5.b harus dinaikan paling tidak 10 % pada panel dengan tepi yang tidak menerus.

2.9.3. Pelat Tanpa Balok Interior

Pelat tanpa balok interior yang menghubungkan tumpuan-tumpuannya dan mempunyai rasio bentang panjang terhadap bentang pendek yang tidak lebih dari 2. Dan harus memenuhi ketentuan tabel dibawah ini:

Pelat tersebut tidak boleh kurang dari :

1). Pelat tanpa penebalan ………..120 mm 2). Pelat dengan penebalan ………100 mm

Tabel 2.6. Tebal Minimum Pelat Tanpa Balok Interior (Anonim 3,….) satuan dalam milimeter

Tegangan Leleh

fya

MPa

Tanpa Penebalan b Dengan Penebalan b Panel Luar Panel a Untuk tulangan dengan tegangan leleh di antara 300 MPa dan 400 MPa atau di antara 400 MPa dan

500 MPa, gunakan interpolasi linear.

b Penebalan panel didefinisikan dalam 15.3(7(1)) dan 15.3(7(2)).

c Pelat dengan balok di antara kolom kolomnya di sepanjang tepi luar. Nilai αuntuk balok tepi tidak

boleh kurangdari 0,8.

2.9.4. Syarat untuk Mendesain Drop Panel

(19)

1). Penebalan panel setempat disediakan pada kedua arah dari pusat tumpuan sejarak tidak kurang dari seperenam jarak pusat ke pusat tumpuan pada arah yang ditinjau.

2). Tebal penebalan panel setempat tidak boleh kurang dari seperempat tebal pelat diluar daerah penebalan panel setempat.

3). Pada perhitungan tulangan pelat yang diperlukan, tebal penebalan pelat panel setempat tidak boleh diambil lebih dari seperempat jarak dari tepi panel setempat ke tepi kolom atau tepi kepala kolom.

2.9.5. Distribusi Momen dalam Pelat a. Momen Total Terfaktor

Momen total terfaktor akibat beban gravitasi untuk suatu bentang ditentukan dalam suatu lajur yang dibatasi oleh garis tengah panel-panel pada masing-masing sisi sumbu tumpuan.

Jumlah absolut dari momen terfaktor positif dan momen terfaktor negatif rata-rata dalam masing-masing arah tidak boleh kurang daripada :

= 2

Tabel 2.7. Distribusi Momen Total Terfaktor (Anonim 3,….)

(1) (2) (3) (4) (5)

(20)

b. Momen Terfaktor pada Lajur Kolom

1). Lajur kolom harus dirancang mampu memikul momen terfaktor negatif dalam, dalam persen dari M0, sebagai berikut :

Tabel 2.8. Persentase Momen Rencana Negatif Interior yang Ditahan oleh Lajur Kolom (Anonim 3,….)

2

Interpolasi linier harus dilakukan untuk nilai-nilai antara.

2). Lajur kolom harus dirancang mampu memikul momen terfaktor negatif luar, dalam persen dari M0, sebagai berikut :

Tabel 2.9. Persentase Momen Rencana Negatif Exterior yang Ditahan oleh Jalur Kolom (Anonim 3,….)

2

Interpolasi linier harus dilakukan untuk nilai-nilai antara.

=

2 adalah perbandingan antara kekakuan puntir balok tepi terhadap kekakuan lentur pelat selebar bentangan balok tepi diukur dari as-ke-as tumpuan.

(21)

Tabel 2.10. Persentase Momen Rencana Positif yang Harus Ditahan oleh Jalur Kolom (Anonim 3,….)

2

1

0,5 1,0 2,0

1 2

1

= 0 60 60 60

1 2

1

1,0 90 75 45

Interpolasi linier harus dilakukan untuk nilai-nilai antara.

c. Kuat Geser Pelat

Pada sekitar reaksi atau beban terpusat, kuat geser terfaktor, Vn harus lebih besar atau sama dengan gaya geser terfaktor maksimum, Vu , menyebabkan gaya geser terfaktor dan momen tak seimbang. Vu ditentukan pada beban penuh sepanjang bentang dan pola pembebanan yang menghasilkan tegangan yang lebih besar. Pelat pada sekitar kolom dapat didesain pada 2 arah geser dan 1 arah geser.

(1). Penampang Kritis untuk 2 Arah

Penampang kritis untuk dua arah merupakan penampang yang tegak lurus pada bidang pelat dan ditempatkan sedemikian hingga perimeter penampang, b0 adalah minimum, tetapi tidak perlu lebih dekat daripada

jarak

2 ke perimeter beban terpusat, daerah reaksi, atau lokasi perubahan ketebalan pelat.

(22)

(2). Kuat Geser Maksimum Berdasarkan SNI-03-2847-2002 Untuk pelat diambil nilai terkecil dari persamaan berikut :

= 1 + 2

′ 0 6

Gambar 2.12. Nilai untuk Daerah Pembebanan yang Bukan Persegi

Sumber : SNI 03-2847-2002

Dimana :

= rasio dari sisi terpanjang terhadap sisi terpendek pada kolom, daerah beban terpusat atau daerah reaksi.

= 0

+ 2

′ 0 12

Dengan : = 40 untuk kolom interior = 30 untuk kolom tepi = 40 untuk kolom sudut

=1 3

0

Kuat geser = + tidak boleh lebih besar dari 1 6

0 ; dan luas tulangan geser yang dibutuhkan , Av dan Vs harus dihitung berdasarkan ketentuan 13.5.Vn tidak boleh diambil lebih besar dari

1

(23)

2.9.6. Penyaluran Momen dalam Sambungan Pelat dan Kolom

Dalam merencanakan pelat tanpa balok penumpu diperlukan peninjauan terhadap momen tak berimbang pada muka kolom penumpu, sehingga apabila beban gravitasi, angin, gempa, atau beban lateral lainnya menyebabkan terjadinya penyaluran momen tak berimbang Mu antara pelat dan kolom, maka sebagian dari momen tak berimbang harus dilimpahkan sebagai lentur pada keliling kolom

dan sebagian menjadi tegangan geser eksentrisitas terhadap pusat penampang kritis dan sisanya.

= momen tak berimbang dan sisanya

= 1−

Dimana :

= 1

1 +23 1 0

Dimana :

b1 = panjang keliling geser tegak lurus terhadap sumbu lentur (c1+ d) b2 = panjang keliling geser sejajar terhadap sumbu lentur (c2+ d)

untuk kolom luar (b2 = c2+ d)

Tegangan geser yang terjadi akibat penyaluran momen melalui eksentrisitas geser harus dianggap bervariasi linier terhadap pusat penampang kritis. Tegangan geser maksimum akibat gaya geser dan momen terfaktor tidak boleh melebihi ∅ .

Untuk komponen struktur yang menggunakan tulangan geser di sekitar kolom harus diperhitungkan dalam perencanaan. Bila tegangan geser yang digunakan terdiri dari penahan geser yang terbuat dari profil baja I atau kanal, maka jumlah total tegangan-tegangan geser yang bekerja pada penampang kritis tidak boleh

melebihi ∅1 3

.

= sepanjang AB = +

= sepanjang CD = +

Dimana :

(24)

Kolom interior = AC= (2a + 2b)d Kolom sisi = AC= (2a + b)d

JC= properti yang analog dengan momen inersia polar terhadap sumbu z-z dari luar geser yang terletak di sekeliling penampang kritis.

Untuk kolom interior

= 3

6 + 2

2 +

3

6

Untuk kolom sisi

= 2

3

6 −(2 + )( )

2 +

3

6

Perhitungan momen rencana, SNI merencanakan bahwa kolom atau balok sebagai penumpu plat pada tumpuan interior harus mampu menahan momen tak berimbang sebesar :

Gambar 2.13. Luas Tributari Pembebanan untuk Perhitungan

Geser pada Balok Dalam

Sumber : SNI 03-2847-2002

= 0,07 ( + 0,5 ) 2 1 2− ′ 2′ ′ 2 Dimana :

= beban mati terfaktor per satuan luas. = beban hidup terfaktor per satuan luas.

,

(25)

2.10. Perencanaan Balok

Desain awal tinggi balok, h dapat ditentukan berdasarkan Tabel 2.11 dan lebar

balok dapat diambil 1

2h−

2 3h.

Tabel 2.11. Tebal Minimum Balok Non-Prategang atau Pelat Satu Arah Bila Lendutan Tidak Dihitung (Anonim 3,…)

Komponen

Komponen yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan partisi atau konstruksi lain yang mungkin akan rusak oleh

Panjang bentang dalam mm

Nilai yang diberikan harus digunakan langsung untuk komponen struktur dengan beton normal (wc=

2.400 kg/m3) dan tulang BJTD 40. Untuk kondisi lain, nilai di atas harus dimodifikasikan sebagai berikut :

(a) Untuk struktur beton ringan dengan berat jenis di antara 1.500 kg/m3 sampai 2.000 kg/m3, nilai tadi harus dikalikan dengan (1,65-0,0003 wc) tetapi tidak kurang dari 1,09, dimana wc adalah berat jenis dalam kg/m3.

(b) Untuk fyselain 400 MPa, nilainya harus dikalikan (0,4 + fy/700)

a. Kapasitas Lentur Balok dengan Desain Penampang Tulangan Tunggal Desain kapasitas lentur dengan tulangan tunggal adalah menentukan luas tulangan yang diperlukan As dari ukuran penampang, lebar, b ; tinggi efektif, d; momen terfaktor, Mu; mutu beton, f’c; dan mutu tulangan, fy.

Gambar 2.14.a. Penampang Persegi Bertulangan Tunggal

(26)

Resultan gaya tarik tulangan :

Ts = As fy

Resultan gaya tekan beton :

Cc= 0,85 f’c ab

dengan:

a = kedalaman tegangan tekan persegi ekivalen (mm).

Syarat keseimbangan gaya horizontal memberikan

Cc = Ts

Dengan menyelesaikan persamaan di atas didapat kedalaman tegangan tekan persegi ekivalen diperoleh :

=

0,85

Dengan mendefinisikan rasio tulangan tarik terhadap penampang efektif, adalah :

� =

maka dua persamaan sebelumnya dapat diselesaikan menjadi,

= �

0,85

dengan; a = βc

Untuk, f’c ≤ 30 MPa nilai β = 0,85 dan

Untuk f’c ≥ 35 MPa, nilai = 0,85−{0,008( −30)}

Pasangan kopel gaya tarik tulangan Ts dan gaya tekan beton Cc dapat memberikan kekuatan lentur nominal (momen dalam),

= –

2 atau,

= –

(27)

Dengan menetapkan besarnya rasio tulangan tarik diantara ambang batas minimum dan maksimum yang disyaratkan, yaitu:

� � =1,4 � � = 0,75�

dengan:

� = 0,85

600

600 +

b. Kapasitas Lentur Balok dengan Desain Penampang Tulangan Rangkap

Gambar 2.14.b. Penampang Persegi Bertulangan Rangkap

Sumber :Struktur Beton Bertulang, Istimawan Dipohusodo (1994)

(1). Bagian Pertama

Bagian pertama merupakan penampang beton bertulangan tunggal, dengan mendefinisikan koefisien pembanding tulangan tekan terhadap tulangan tarik,

=

= �

Ditinjau bagian pertama yaitu penampang bertulangan tunggal dengan luas tulangan:

1 = − , �1 =�– �

Sehingga,

(28)

Maka momen nominal bagian pertama dapat ditulis sebagai:

1 = �1 1 – 0,588�1 2

Dengan demikian, didapat

1

2 = 1 = (1− )� 1 – 0,588�

(2). Bagian Kedua

Bagian yang membentuk pasangan kopel antara luas tulangan tekan As sama dengan As2. Pasangan kopel gaya tarik tulangan Ts2 dan gaya tekan tulangan Ts’ dapat memberikan momen nominal (momen dalam),

2 =

atau,

2 =

Dengan mendefinisikan d’ = ζd, persamaan nominal kedua menjadi:

2 = � 1− �

atau,

2

2 = 2 = � 1− �

Jumlah momen nominal bagian pertama dan kedua: = 1+ 2 atau:

2

2 = 1− � 1−0,59 1− � + � (1− )

2.11. Perencanaan Kolom

(29)

Kegagalan kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan dengannya tanpa ada peringatan, atau bahkan merupakan batas runtuh total keseluruhan struktur bangunan. Oleh karena itu, dalam merencanakan kolom harus mempertimbangkan secara cermat dengan memberikan cadangan kekuatan lebih tinggi dari pada komponen struktur lainnya.

Kolom bertugas menahan kombinasi beban aksial dan lentur atau kolom memperhitungkan untuk menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas tertentu. SNI 03-3847-2002 pasal 12.9 (1) memberikan batasan untuk rasio penulangan longitudinal komponen struktur tekan non komposit antara 0,01 sampai 0,08.

Untuk menghitung kapasitas penampang kolom dapat digunakan suatu pendekatan empiris, yaitu :

1). Untuk kolom berpenampang persegi dengan hancur tekan

� = 2). Untuk kolom berpenampang persegi dengan hancur tarik

� = 0,85 −2

3). Untuk kolom berpenampang bulat dengan hancur tekan

� = 4). Untuk kolom berpenampang bulat dengan hancur tarik

� = 0,85 2 0,85 −0,38

Ds = diameter lingkaran tulangan terjauh dari sumbu e = eksentrisitas terhadap pusat plastis penampang

(30)

=

0,85

Banyak kolom menderita lentur biaksial, yaitu lentur terhadap dua sumbu. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam analisis dengan persamaan resiprokal yang dikembangkan oleh Prof. Boris Bresler dari University of California Berkeley. Persamaan ini diperlihatkan dalam bagian R10.3.6 dari ACI Commentary sebagai berikut :

1 � =

1

� +

1 � −

1 �0 Dimana :

Pn = kapasitas beban aksial nominal penampang jika beban ditempatkan pada eksentrisitas yang ditinjau pada kedua sumbu.

Pnx = kapasitas beban aksial nominal penampang jika beban ditempatkan pada eksentrisitas ex

Pny = kapasitas beban aksial nominal penampang jika beban ditempatkan pada eksentrisitas ey

P0 = kapasitas beban aksial nominal penampang jika beban ditempatkan pada eksentrisitas 0.

2.12. Geser

Dasar pemikiran perencanaan penulangan geser adalah usaha menyediakan sejumlah tulangan baja untuk menahan gaya tarik arah tegak lurus terhadap retak tarik diagonal sedemikian rupa sehingga mampu mencegah bukaan retak lebih lanjut. Berdasarkan atas pemikiran tersebut, penulangan geser dapat dilakukan dalam beberapa cara, seperti :

 Sengkang vertikal

 Jaringan kawat baja las yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu aksial

(31)

Untuk komponen-komponen struktur yang menahan geser dan lentur saja persamaan SNI 03-2847-2002 pasal 13.3 (1) memberikan kapasitas kemampuan beton untuk menahan gaya geser adalah Vc,

=

6 atau yang lebih rinci

= + 120 �

7

Untuk komponen struktur yang menerima gaya aksial kapasitas kemampuan beton untuk menahan gaya geser adalah

= 1 + 14

6

Apabila gaya geser yang bekerja� lebih besar dari kapasitas geser beton ∅� maka diperlukan penulangan geser untuk memperkuatnya.

Dasar perencanaan tulangan geser adalah : ∅ ∅ +∅ Dimana :

Vc = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton f’c = kuat tekan beton

bw = lebar badan balok atau diameter penampang bulat

d = jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik longitudinal

� =

Mu = momen terfaktor pada penampang

= gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau = kuat geser nominal ( = + )

(32)

Gambar 2.15. Lokasi Geser Maksimum untuk Perencanaan

Sumber : SNI 03-2847-2002

Untuk sengkang yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur SNI 03-2847-2002 pasal 13.5 (6) memberikan ketentuan :

=

Dengan Av adalah luas tulangan geser yang berada dalam rentang jarak s. Penampang yang jaraknya kurang daripada d dari muka tumpuan boleh direncanakan terhadap gaya geser Vs yang nilainya sama dengan gaya geser yang dihitung pada penampang sejarak d dari muka tumpuan.

2.13. Pelat Menjadi Portal untuk Perencanaan

Balok pelat ekuivalen yang kita gunakan untuk perencanaan portal diambil dari metode rangka ekuivalen (Equivalent Frame Method).

Gambar 2.16.a. Pelat dengan Drop Panel

(33)

2.16.b. Variasi EI Sepanjang Pelat Balok

Sumber : Reinforced Concrete, James G. MacGregor (1997)

2.16.c. Potongan Melintang A-A yang Digunakan

Sumber : Reinforced Concrete, James G. MacGregor (1997)

2.16.d. Potongan Melintang B-B yang Digunakan

Gambar

Gambar 2.1. Jenis-Jenis Sistem Struktur Pelat Dua Arah (Two Way Slab)
Gambar 2.2. Flat Slab dengan Drop Panel
Gambar 2.3. Ukuran dengan Drop Panel
Gambar 2.6.  Flat Slab dengan Drop Panel dan Column Capital
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puskesmas merupakan kesatuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat dengan

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Suratini (2006) dengan judul Hubungan Tingkat Depresi dengan Kejadian Inkontinensia Urine pada Lanjut Usia di

Zat-zat gizi ini diperoleh janin dari simpanan ibu pada waktu anabolic dan pada waktu makanan sehari-hari pada saat hamil, maka memerlukan asupan nutrisi yang adekuat, nutrisi

Situs ini dapat memudahkan pelanggan listrik untuk membayar tagihan listrik tanpa harus menghabiskan banyak waktu kapan saja dan dimana saja

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui riset, proses perencanaan, proses desain, koordinasi, dan evaluasi yang dilakukan LOOKATS Project

Proses pengolahan citra dilakukan menggunakan software MATLAB dengan dua kondisi pengambilan gambar serta letak objek (kondisi) yang berbeda yaitu pada bagian

Jumlah penumpang yang datang melalui penerbangan domestik pada bulan Januari 2014 sebanyak 91.281 orang, turun 12,52 persen daripada bulan Desember 2013.. Jumlah penumpang