BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kata dalam sebuah bahasa terikat oleh budaya penuturnya. Melalui bahasa masyarakat dapat mengetahui budayanya. Menurut Ohoiwutun (2002 dalam
Aslinda, 2007: 4), pola-pola komunikasi yang dipengaruhi oleh kebudayaan dapat ditelusuri melalui pengamatan terhadap kecenderungan-kecenderungan berbahasa.
Dapat dikatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan. Dalam pengertian lain, segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa.
Salah satu aktivitas budaya pada masyarakat Batak Toba berkaitan dengan
pemotongan. Tindakan pemotongan penting dalam budaya Batak Toba karena mata pencaharian masyarakatnya pada umumnya adalah bertani. Itu sebabnya,
dalam bahasa Batak Toba banyak butir leksikal yang bermakna POTONG, misalnya, pada saat membuka ladang digunakan verba seperti manaba ‛menebang’, manaha ‛membelah’, manallik ‛menebas’, mangarambas ‛membabat’, manggotap ‛memotong’, manggorbang ‛memotong’, mangarambis ‛menebang’, maraprap ‛membabat (habis)’, maniptip ‛memotong (rata)’; pada
saat menanam digunakan verba seperti manasapi ‛membabat’, manggotap ‛memotong’, manipulhon ‛mematahkan’; dan pada saat memanen digunakan
verba seperti manabi ‛menyabit’, mamutik ‛memetik’, dan maname ‛memotong’.
Perlu diketahui bahwa verba POTONG dalam bahasa Batak Toba memiliki fitur semantis khusus untuk membedakan satu butir leksikal dengan butir leksikal
menggunakan komponen semantis. Dalam teori MSA komponen itu disebut perangkat makna asali (Wierzbicka, 1996: 31).
Verba POTONG tergolong unik karena ada kata-kata yang dianggap bersinonim terletak pada ranah yang berbeda. Misalnya, dalam bahasa Batak Toba terdapat kata manaltali ‛mencincang’ dan manjaljali ‛mencincang’ yang
dipahami sebagai dua kata yang bersinonim. Namun, manaltali mempunyai ciri khusus, yaitu berobjek daging, sedangkan manjaljali mempunyai ciri khusus,
yaitu berobjek tumbuhan. Hal ini tampak pada contoh di bawah ini.
(1a) ?Manaltali/manjaljali happa anggi.
mencincang keladi adik
‛Adik mencincang keladi.’
(b) Manaltali/?manjaljali jagal anggi. mencincang daging adik
‛Adik mencincang daging.’
Pada contoh (1) terlihat bahwa verba manjaljali ‛mencincang’ objeknya adalah
keladi, sedangkan pada contoh (2) terlihat bahwa verba manaltali ‛mencincang’ objeknya adalah daging.
Dalam kaitan ini, Mulyadi (2012: 9) menjelaskan, ‛‛Setiap kategori verba
emosi terdiri atas verba-verba yang berhubungan erat dan jika kategorisasinya dikerjakan dengan rapi, relasi semantis verba-verba itu akan terungkap dengan
jelas”. Pernyataan ini bisa dihubungkan dengan verba POTONG dalam bahasa Batak Toba. Verba POTONG memiliki relasi semantis yang sangat rumit dan berputar-putar. Hal itu terlihat pada Kamus Bahasa Batak Toba (Wernicke, 2001).
managil ‛memarang’, dan maneat ‛memotong’ (hlm. 327). Kemudian, maneat ‛memotong’ berelasi dengan manallik ‛menebas’ dan managil ‛memarang’
(hlm.330). Relasi semantisnya tampak pada ilustrasi berikut.
manallik maneat manaba
managil
Gambar 1.1
Relasi Semantis Verba POTONG
dalam Bahasa Batak Toba
Semua anggota verba POTONG dapat ditempatkan ke dalam satu kategori, atau subkategori karena verba POTONG memiliki ciri makna yang
berhubungan sehingga tidak ada satu verba POTONG pun yang dapat berdiri sendiri dari verba POTONG yang lain dalam satu ranah semantis. Misalnya, verba
POTONG yang menggunakan alat adalah maneat ‛memotong’, mangkampak ‛mengampak’, managil ‛memarang’, manaha ‛membelah’, mangiris ‛mengiris’
dan verba POTONG tanpa penggunaan alat ialah manipulhon ‛mematahkan’,
manilbakkon ‛membelah’, dan mamutik ‛memetik’. Selanjutnya, verba POTONG berdasarkan ukuran objek, yaitu yang berobjek kecil, misalnya mangiris ‛mengiris’, mamutik ‛memetik’, manipulhon ‛mematahkan’, mamutik ‛memetik’,
Tabel 1.1
Kategorisasi Verba POTONG Bahasa Batak Toba
Selanjutnya, tiap anggota verba POTONG dalam satu ranah mengandung
konfigurasi makna yang berbeda. Hal ini tampak apabila verba-verba POTONG yang berkerabat secara semantis ditempatkan pada sebuah kalimat. Verba manaha ‛membelah’ mensyaratkan bahwa objeknya adalah kayu, mambola2 ‛membelah’
objeknya kayu dan boleh juga hewan, tetapi hal itu tidak berlaku pada verba
manilbakkon ‛membelah’. Verba manilbakkon ‘membelah’ mensyaratkan
manipulhon
‛Kalau mematahkan/?memutuskan/??membelah (dua) bunga ini harus pelan- pelan.’
Pada kalimat (3) di atas terlihat bahwa verba manipulhon ‛mematahkan’
objeknya berupa bunga, tetapi hal itu tidak berlaku pada verba manggotap ‛memutuskan’ dan mamongol ‛mematahkan (dua)’. Objek verba manggotap
‛memutuskan’ adalah tali, sedangkan objek verba mamonggol ‛membelah (dua)’
adalah singkong.
Lebih jauh, verba POTONG dalam bahasa Batak Toba memiliki properti
temporal dengan tingkatan semantis yang berbeda walaupun termasuk dalam medan makna yang sama. Hal ini mengindikasikan perbedaan maknanya. Contohnya, manallik ‛menebas’ memiliki ciri pungtual pada maknanya,
manallik
‛Dia cepat-cepat menebas/?membabat (habis) /??memotong (rata) kayu itu.’
maraprap
(b) Leleng halak i maniptip bunga haddang i.
lama orang DEM ?manallik bunga pagar DEM
‛Orang itu lama membabat (habis)/memotong (rata)/??menebas kayu yang besar itu.’
mangaraprap
(c) Halak i ?maniptip harangan. Orang DEM ??manallik hutan
‛Orang itu membabat (habis)/?memotong (rata)/??menebas hutan.’
Pada contoh (4c), perbedaan ciri maniptip ‛memotong (rata)’ dan
mangraprap ‛membabat (habis)’ terletak pada objeknya. Jelasnya, maniptip berobjek tumbuhan dan kayu, sedangkan maraprap berobjek hutan dan kayu.
Verba POTONG dalam bahasa Batak Toba seperti mambola, manaha, dan
mamonggol ‛membelah’ memiliki makna yang kompleks sebab mambola2,
manaha, dan mamonggol ‛mematahkan’ memiliki fitur semantis yang mencakup
objek yang dipotong, alat yang digunakan, dan hasil yang diinginkan.
(5a) Mamakke parang amang mambola2 butuha horbo i. AKT. pakai parang ayah AKT.belah perut kerbau DEM
(b) Mambola2 hau inong asa tarbola hau i.
verba mamonggol ‛membelah’ objeknya umbi, alatnya pisau dan tangan, hasilnya umbi terbelah dua.
Penelitian verba POTONG sudah pernah dilakukan beberapa ahli. Misalnya, Gande (2000) meneliti verba POTONG dalam bahasa Manggarai dan Budiasa (2011) meneliti verba POTONG dalam bahasa Bali. Penelitian verba
berdasarkan teori MSA juga pernah dilakukan oleh Mulyadi, yaitu struktur semantis verba bahasa Indonesia (2000), kategori dan peran semantis verba dalam
bahasa Indonesia (2009), verba emosi statif dalam bahasa Melayu Asahan (2010), serta verba emosi bahasa Indonesia dan bahasa Melayu Asahan (2012). Selain itu, Suciati Beratha (2000) meneliti verba ujaran bahasa Bali, Kartika (2007) meneliti
konsep warna dalam bahasa Batak Toba, dan Agus Subiyanto (2008) meneliti verba gerakan bukan agentif bahasa Jawa.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa kajian semantik verba POTONG pada
bahasa Batak Toba belum pernah dilakukan. Dalam penelitian ini diperlihatkan bahwa semantik verba POTONG pada bahasa Batak Toba mencakup kategorisasi
dan maknanya.
1.2Masalah
(1) Bagaimanakah kategorisasi verba POTONG dalam bahasa Batak Toba? (2) Bagaimanakah makna verba POTONG
dalam bahasa Batak Toba?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah mendeskripsikan pola-pola berbahasa
sesuai dengan konsepsi dan persepsi penuturnya. Selanjutnya, tujuan khusus penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan kategorisasi verba POTONG dalam
bahasa Batak Toba dan (2) mendeskripsikan makna verba POTONG dalam bahasa Batak Toba.
1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini mencakup dua hal, yaitu manfaat teoretis dan
manfaat praktis.
Manfaat teoretis, antara lain, ialah:
(1) Menambah khazanah pengetahuan tentang makna asali dari verba
POTONG dalam bahasa Batak Toba.
(2) Memperkaya penelitian semantik tentang makna verba POTONG dengan
menggunakan teori MSA.
Manfaat praktis, antara lain, ialah:
(1) Sebagai bahan masukan bagi peneliti-peneliti lain, yang ingin membahas verba POTONG
dalam bahasa-bahasa daerah, khususnya di sumatera utara.
(2) Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian