• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) dan Non DSS di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013-2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) dan Non DSS di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013-2015"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai

media. Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir

semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif

tinggi dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya

bersifat akut (mendadak) dan menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit

jenis ini diprioritaskan mengingat sifat menularnya yang bisa menyebabkan

wabah dan menimbulkan kerugian yang besar (Widoyono, 2011).

Salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih ada dan terus

menyebar adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD

merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit menular di Indonesia dan masih

menjadi penyakit yang bersifat endemis dimana angka kejadian dan kematian

masih tinggi. Epidemi DBD atau seperti-dengue (Yellow fever, Chikungunya)

dilaporkan sudah ada sejak abad kesembilan belas dan awal abad keduapuluh di

Amerika, Eropa Selatan, Afrika Utara, Mediterania Timur, Asia dan Australia,

dan beberapa pulau di Samudera Hindia, Pasifik Selatan dan Tengah serta Karibia

(WHO, 1997).

DBD menjadi epidemi yang terbesar terjadi di Kuba pada tahun 1981,

dimana ada 116.000 penderita yang menjalani rawat inap di rumah sakit dan di

dalam satu hari dilaporkan ada 11.000 penderita dengue. Pan American Health

Organization (PAHO) pada tahun 2007 melaporkan sebanyak 918.495 penderita

(2)

DBD di Asia dilaporkan pertama kali di Filipina pada tahun 1953.

Kejadian Luar Biasa (KLB) pertama penyakit DBD di Asia di temukan di Manila

pada tahun 1954, kasus DBD di Indonesia pertama kali di Surabaya dan Jakarta

pada tahun 1968 dengan jumlah penderita DBD sebanyak 58 orang dengan angka

kematian 41,3% dan terus meningkat setiap tahunnya. Kejadian penyakit DBD

meningkat dan menyebar ke seluruh daerah kabupaten di wilayah Republik

Indonesia termasuk kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Timor Timor.

(Soegijanto, 2006).

Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami epidemi demam

berdarah tetapi penyakit DBD saat ini sudah menjadi endemis lebih dari 100

negara di wilayah WHO Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan

Pasifik Barat. Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat adalah daerah yang

paling terkena dampak serius dengan kasus melebihi 1,2 juta pada tahun 2008 dan

lebih dari 3 juta pada tahun 2013. Pada tahun 2015 ada sebanyak 2,35 juta kasus

DBD dilaporkan di Amerika, Filipina melaporkan lebih dari 169.000 kasus dan

Malaysia lebih dari 111.000 kasus dugaan demam berdarah (WHO,2016).

Kementerian Kesehatan RI (2014), menyatakan bahwa jumlah penderita

DBD yang dilaporkan sebanyak 100.347 kasus dengan jumlah kematian sebanyak

907 orang dengan Insidence Rate (IR) 39,8 per 100.000 penduduk dan Case

Fatality Rate (CFR) 0,9% terjadi penurunan kasus pada tahun 2014, dibandingkan

tahun 2013 dengan kasus sebanyak 112.511 (IR 45,85%). Provinsi yang

mengalami angka kesakitan pada 2014 yaitu Bali sebesar 204,22 per 100.000

(3)

Kalimantan Utara sebesar 128,51 per 100.000 penduduk dan Sumatera Utara

termasuk ke dalam salah satu dari 15 provinsi dengan angka kesakitan terbesar,

yaitu 39,75 per 100.000 penduduk.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2014) melaporkan ada

sebanyak 7.140 kasus dengan IR 51,9 per 100.000 penduduk, terjadi peningkatan

IR setiap tahunnya bisa dilihat dari data tahun 2012 sebanyak 4.367 kasus dengan

IR sebesar 33 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2013 sebanyak 4.732 kasus

dengan IR 35 per 100.000 penduduk. Bila dibandingkan dengan angka indikator

keberhasilan program dalam menekan laju penyebaran DBD, yaitu IR DBD

sebesar 5 per 100.000 penduduk Provinsi Sumatera Utara masih sangat jauh dari

indikator yang diharapkan. IR yang sangat tinggi dalam tiga tahun terakhir

umumnya dilaporkan oleh Kota Medan, Deli Serdang, Simalungun, dan Binjai.

Salah satu daerah endemis DBD di Provinsi Sumatera Utara adalah Kota

Medan. Berdasarkan data surveilans Dinas Kesehatan Kota Medan, pada tahun

2014 terdapat 1.699 kasus DBD, dengan jumlah kematian 15 orang (IR= 77,5 per

100.000 penduduk dan CFR 0,9 %) (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2014).

Demam dengue adalah penyakit febris-virus akut, yang disebabkan oleh

virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.

Virus dengue termasuk famili Flaviviridae, genus Flavivirus, terdiri dari 4

serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 seringkali disertai dengan

sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan leukopenia sebagai

gejalanya. DBD ditandai oleh empat manifestasi klinis utama: demam tinggi,

(4)

tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Penderita ini dapat mengalami syok hipovolemik yang

diakibatkan oleh kebocoran plasma. Syok ini disebut dengan Dengue Shock

Syndrome (DSS) dan dapat menjadi fatal (Soedarto, 2012).

DBD dan DSS merupakan penyakit infeksi yang masih menimbulkan

masalah kesehatan di negara berkembang, khususnya Indonesia. Hal ini

disebabkan oleh masih tingginya morbiditas dan mortalitas. Jumlah penderita

DBD yang mengalami renjatan berkisar antara 25-65%, yang dikutip dari

Sumarmo dkk (1985) mendapatkan 63%, Kho dkk (1979) melaporkan 50%,

Rampengan (1986) melaporkan 59,4%, sedangkan WHO (1973) melaporkan

65,4% dari seluruh penderita DBD yang dirawat (Rampengan, 2007). Beberapa

rumah sakit melaporkan angka kematian akibat DSS mencapai 5,7-50% dengan

beberapa sebab kematian yaitu, perdarahan masif, syok yang berkepanjangan dan

enselopati dengue (Nasronudin dkk, 2007)

Penelitian yang dilakukan oleh Adjad (2001) pada tiga rumah sakit di

Palembang yaitu RS Muhammad Hoesin, Charitas, dan ST. Chojidah didapati

bahwa penderita yang lambat berobat mempunyai Odds Ratio (OR) 3,37 (95%

Confidence Interval (CI): 2,08-5,46), status gizi baik mempunyai OR 2,33

(95%CI:1,01-5,39) dan tidak sekolah OR 1,8 (95%CI:1,04-4,14) mempunyai

pengaruh terhadap kejadian DSS.

Penelitian yang dilakukan Mandriani (2009) mengenai karakteristik

penderita DBD yang mengalami DSS di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2008

(5)

Penelitian yang dilakukan oleh Harisnal (2012) mengenai Faktor-faktor

risiko kejadian DSS di RSUD Ulin dan RSUD Ansari Saleh Kota Banjarmasin

tahun 2011-2012 ditemukan bahwa persentase hematokrit merupakan variabel

yang paling dominan yang berhubungan dengan kejadian DSS yaitu persentase

hematokrit ≥25,97% (OR=7,86 CI=2,748-22,500).

Berdasarkan latar belakang diatas dilakukan survei pendahuluan di RSUD

Dr. Pirngadi Medan didapatkan jumlah kasus DBD sebanyak 612 kasus tahun

2013-2015. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka perlu dilakukan

penelitian mengenai karakteristik penderita DBD dengan DSS di RSUD Dr.

Pirngadi Medan tahun 2013-2015.

1.2 Rumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita Dengue Shock Syndrome (DSS)

dan Non Dengue Shock Syndrome (Non DSS) di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun

2013-2015.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik penderita Demam Berdarah Dengue (DBD)

dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) dan Non DSS di RSUD Dr. Pirngadi

Medan tahun 2013-2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi proporsi penderita DSS dan Non DSS berdasarkan

sosiodemografi (umur dan jenis kelamin, agama, pendidikan, dan

(6)

b. Mengetahui distribusi penderita DSS dan Non DSS menurut tanda-tanda

perdarahan.

c. Mengetahui distribusi proporsi trombosit penderita DSS dan Non DSS

pada saat datang ke RS.

d. Mengetahui distribusi proporsi trombosit penderita DSS dan Non DSS

pada saat pulang dari RS.

e. Mengetahui distribusi proporsi hematokrit penderita DSS dan Non DSS

pada saat datang ke RS.

f. Mengetahui distribusi proporsi hematokrit penderita DSS dan Non DSS

pada saat pulang dari RS.

g. Mengetahui distribusi proporsi penderita DSS dan Non DSS menurut

penatalaksanaan medis.

h. Mengetahui lama rawatan penderita DSS dan Non DSS.

i. Mengetahui distribusi proporsi penderita DSS dan Non DSS menurut

keadaan sewaktu pulang.

j. Mengetahui perbedaan jumlah trombosit penderita DSS dan Non DSS

pada saat datang ke RS.

k. Mengetahui perbedaan jumlah trombosit penderita DSS dan Non DSS

pada saat pulang dari RS.

l. Mengetahui perbedaan persentase hematokrit penderita DSS dan Non DSS

pada saat datang ke RS.

m. Mengetahui distribusi proporsi penderita DSS dan Non DSS menurut

(7)

n. Mengetahui distribusi proporsi penderita DSS dan Non DSS menurut

persentase hematokrit saat datang ke RS berdasarkan keadaan sewaktu

pulang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Sebagai bahan masukan kepada RSUD Dr. Pirngadi Medan sehingga dapat

meningkatkan perencanaan program pelayanan kesehatan dalam

penyediaan fasilitas rawatan bagi penderita DSS dan Non DSS.

1.4.2 Sebagai bahan referensi kepada peneliti selanjutnya apabila ingin

melakukan penelitian sejenis.

1.4.3 Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan penulis tentang penderita

DSS dan Non DSS dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum melaksanakan suatu perkawinan, pertama-tama yang harus dilakukan adalah pelamaran ( madduta) pada saat inilah pihak perempuan mengajukan jumlah Uang Panaik

BBNI memiliki indikator MACD dan Rsi mengindikasikan pola Uptrend, BBNI belum berhasil menembus Resistance di level harga 5550 sehingga terbuka peluang untuk kembali menguji

Berdasarkan identifikasi masalah di atas dapat terlihat bahwa banyak faktor yang berhubungan efektivitas kerja guru. Namun peneliti menganggap hal yang paling penting

Sebagian besar ibu bersalin di RSUD Panembahan Senopati Bantul mengalami preeklamsia ringan sebanyak 28 orang (56%)., Sebagian besar ibu bersalin di RSUD Panembahan Senopati

Apabila surat peringatan ini tidak diindahkan dalam 3 (tiga) kali berturut-turut masing-masing selama 7 (tujuh) hari kerja, maka akan dikenakan sanksi penertiban berupa

Hasil penelitian ini dapat menjelaskan yang kurangnya persaingan bekerja dalam sektor wisata yang mana disebabkan minimnya perhatian pemerintah dalam menganggarkan belanja

Konsep gitar akustik rotan ini adalah dengan mengaplikasikan papan rotan laminasi yang merupakan produk hasil riset Pak Dodi Mulyadi di PIRNAS (Pusat Inovasi

Erpala-pala kalak ras mpekeri gegeh ndarami kesalahen Daniel guna iaduken ku raja. Si menarik maka labo lit idat kesalahenna guna banci iaduken seyakatan arah