• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ain Ni Ain sebagai Pendekatan Konseling Perdamaian Berbasis Budaya T2 752015029 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ain Ni Ain sebagai Pendekatan Konseling Perdamaian Berbasis Budaya T2 752015029 BAB I"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepulauan Kei, yang oleh penduduk setempat menyebutnya Nuhu Evav (Kepulauan Evav) atau Tanat Evav (Negeri Evav), merupakan bagian administratif dari Provinsi Maluku. Kepulauan ini terletak di selatan Irian Jaya (Papua), di sebelah barat Kepulauan Aru, dan di timur laut Kepulauan Tanimbar. Kepulauan Kei terdiri dari beberapa pulau, diantaranya Kei Besar (Nuhu Yuut), Kei Kecil (Nuhu Roa), Tanimbar Kei (Tnebar Evav), Kei Dulah (Du), Dulah Laut (Du Roa), Kuur, Taam, dan Tayandu (Tahayad).1 Selain itu, masih terdapat sejumlah pulau kecil yang tidak berpenghuni.

Kepulauan Kei dianugrahi dengan kekayaan budaya yang penuh dengan makna. Budaya tersebut sangat berperan penting bagi berlangsungnya relasi sosial yang terbentuk dalam kehidupan masyarakat Kei. Kekayaan budaya itu meliputi Hukum Adat Larvul Ngabal,2 yang berfungsi untuk mengatur seluruh proses interaksi

masyarakat Kei. Sistem kekerabatan atau kekeluargaan, masyarakat Kei tidak selalu memaknai sistem kekerabatan dalam hubungan biologis akan tetapi diatur dalam hukum adat kemudian terwujud dalam relasi Yanur-Mangohoi,

1 P. M. Laksono, (at.al); Kekayaan, Agama, dan Kekuasaan. Identitas dan Konflik Di

Indonesia (Timur) Modern, (Yogyakarta: Kanisius dan LSR, 1998), 82.

(2)

2

Maduan, dan Teabel. Sistem kasta yakni kasta mel-mel, ren-ren, dan iri-iri. Sistem

kepercayaan, serta dalam berelasi masyarakat Kei memiliki beberapa falsafah hidup yakni ain ni ani, foing fo kut fauw fo banglu, dan wuut ain mehe ni ngifun, manut ain

mehe ni tilur3 serta budaya yang lainnya. Oleh karena kekayaan budaya yang dimiliki

masyarakat Kei maka penulisan ini hanya akan difokuskan pada falsafah hidup ain ni ain.

Ain ni ain merupakan salah satu ungkapan tradisional masyarakat Kei yang

secara turun temurun diwarisi oleh leluhur kepada generasi penerus. Kalau ditelusuri secara mendalam falsafah ini tidak dimuat dalam bentuk tertulis akan tetapi dalam bentuk lisan. Falsafah ain ni ain inilah yang membentuk karakter masyarakat Kei sejak dulu sebab ungkapan ini mengandung nilai-nilai luhur yang positif. Ungkapan tradisional ain ni ain turut membangun kehidupan masyarakat yang toleran, saling mengasihi, saling menghormati, kesatuan dan persatuan, persaudaraan, dan perdamaian. Ungkapan ini dimaknai sebagai bentuk persaudaraan yang dalam pengertiannya merujuk pada adanya solidaritas masyarakat Kei terhadap sesamanya baik dalam keadaan senang dan terutama dalam keadaan susah. Ungkapan ain ni ain tercermin dan diwujudkan dalam sikap hidup masyarakat Kei yang disebut Yel Lim

dan hamaren.

Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ain ni ain dipakai masyarakat Kei Besar agar dapat menghilangkan perbedaan dalam sistem kasta. Sistem kasta di Kei

(3)

3 Besar terdiri atas tiga kasta yakni kasta “mel-mel” adalah kasta tertinggi untuk para pendatang yang kemudian menjadi pemimpin (bangsawan), dibawahnya terdapat kasta “ren-ren” atau kasta menengah yang terdiri dari penduduk asli dan kasta “iri-iri” adalah kasta paling bawah. Kasta “iri-iri” adalah kasta untuk para budak. Walaupun budaya ini ada ditengah-tengan proses interaksi masyarakat Kei dan juga turut mempengaruhi masing-masing orang dalam kasta yang berbeda akan tetapi sistem kasta ini tidak dapat menghilangkan rasa persaudaraan yang muncul dalam kehidupanan masyarakat Kei oleh karena falsafah ain ni ain. Ungkapan ini dirasakan sangat berpengaruh dan perbedaan kasta tidak membatasi masyarakat Kei untuk tetap menghidupkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ain ni ain.

Selain itu ada pula konteks beragama masyarakat Kei (setelah agama Islam dan Kristen disebarkan ke seluruh pulau-pulau Kei) yang juga turut masuk dan disebarkan. Tentunya banyak nilai-nilai kepercayaan yang terkandung di dalam masing-masing agama. Nilai-nilai yang diajarkan dalam dua agama ini juga sejajar dengan nilai-nilai luhur yang ada dalam ungkapan ini. Maksudnya ungkapan ini juga tetap bergandengan bersama dengan agama yang masuk di Kei yakni Kristen dan Islam untuk bersama-sama mengatur kehidupan yang diinginkan oleh semua pihak. Dikatakan bergandengan sebab nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ungkapan ini juga terdapat dalam ajaran agama yang diajarkan kepada masyarakat Kei. Sehingga

ain ni ain dapat selalu diwarisi sebab memiliki nilai-nilai luhur yang secara aktual

(4)

4 Konteks kehidupan masyarakat Kei dulu tentu sangat berbeda jauh dengan sekarang, di mana masyarakat Kei saat ini bukan hanya dibedakan berdasarkan sistem kasta dan juga agama tetapi juga hadirnya masyarakat lain atau yang berbudaya lain di dalam kehidupan masyarakat Kei. Secara umum masyarakat asli Kei, hidup dalam lingkungan multikultur. Banyak pendatang yang hidup dan mencari nafkah disana. Nampak dalam relasi hidup yang dibangun sejak dulu antara masyarakat asli Kei dengan pendatang seperti suku Buton, Bugis, Makasar, Jawa, Toraja, dll. Kemajemukan masyarakat merupakan konsep yang sangat berperan penting terhadap pembentukan karakter dan juga dinamika hidup bermasyarakat. Dalam kemajemukan sudah tentu akan terdapat perbedaan-perbedaan suku, ras, dan etnis. Perbedaan ini mempengaruhi kestabilan masyarakat Di Kei.

Tantangan kemajemukan inilah yang sedang dihadapi masyarakat Kei, kestabilan kehidupan sosial masyarakat Kei tidak selalu berjalan dengan mulus oleh karena konflik yang terjadi saat itu. Konflik bernuansa Agama yang pecah di Maluku terjadi di kota Ambon pada tanggal 19 Januari 1999 dan menyebar sampai ke Kepulauan Kei. Di Kei, kerusuhan itu berpusat di Tual, ibu kota Kabupaten Maluku menyebar menghantam desa-desanya. Bermula dari perkelahian pemuda Muslim dan pemuda Kristen di Kelurahan Kiom dengan inti masalah pada penghinaan Nabi Muhammad dan Tuhan Yesus Kristus. Kerusuhan itu mulai pecah di bulan Maret dan klimaks kekejaman Kerusuhan itu terjadi di bulan April dan bulan Juni 1999.4

4 Nicodemus Sedubun, Ain Ni Ain Di Maluku Tenggara,

(5)

5 Konflik bernuansa agama 1999 yang terjadi pada saat itu secara serentak menyebar dan merusak semua aspek hidup masyarakat adat Kei (Kei Kecil dan Kei Besar).

Konteks yang terjadi pada saat itu diperlihatkan melalui upaya sistematis dari kelompok penyerang untuk menyerang pemukiman Kristen dan gereja sehingga keduanya dijaga ketat oleh relawan pemuda. Masyarakat diarahkan ke pusat peribadahan yakni ke Gereja. Masyarakat Kei khususnya beragama Kristen, harus berjuang untuk mendapatkan rasa aman dan perlindungan sementara dan berusaha menjaga bangunan gedung gereja. Selain itu penjagaan lebih diperketat di perbatasan jalan dan akses masuk ke tempat pemukiman warga. Desa-desa dengan penduduk beragama Kristen Protestan, Katolik, dan Islam juga dihancurkan oleh kelompok penyerang. Warga Katolik dan Protestan harus lari tunggang-langgang menyelamatkan diri dari ancaman kematian. Di Kei Kecil, Mereka mengungsi ke komunitas Protestan di Kota Tual dan ke pingiran Jemaat Taar. Sedangkan di Kei Besar, masyarakat yang tinggal di Elat harus menyelamatkan diri ke desa-desa yang aman seperti Desa Yamtel, Waur, dan yang lainnya. Konflik ini berhasil menghancurkan semua sendi kehidupan masyarakat Kei, harta benda, hancurnya tempat peribadahan, serta jumlah korban jiwa dari kedua belah pihak tak dapat terhindarkan.5 Realitas ini menjelaskan proses pemisahan masyarakat berdasarkan wilayah dan agama. Proses ini dilakukan agar masyarakat dapat terlindungi dan merasa aman di wilayah tempat pengungsian.

(6)

6 Intensitas konflik yang semakin tinggi menggelisahkan semua pihak termasuk para tokoh adat tertinggi di Kei. Usaha yang dilakukan adalah menangani konflik secara adat. Para tokoh adat yakin bahwa konflik dapat ditangani atas nama adat tanpa harus ada korban jiwa dan juga harta benda. Dengan berpegang pada hukum adat dan berlandaskan pada falsafah hidup orang Kei termasuk ain ni ain maka konflik bernuansa agama yang terjadi secara perlahan dapat diatasi. Sebagai tanda penyelesaian konflik bernuansa agama di Kei dilakukan upacara adat di Woma Lodar El. Upacara ini dihadiri oleh para tokoh adat, tua adat, serta seluruh komponen masyarakat Kei. Dalam upacara adat ini ditegaskan perlu untuk mengembangkan kembali adat yang dipegang sebelumnya dan menjadi warisan dari leluhur.6 Proses penyelesaian konflik yang dilakukan oleh tokoh masyarakat menggunakan adat-istiadat sebagai media untuk menangani konflik yang terjadi pada saat itu.

Realitas penanganan konflik yang dilakukan oleh pemerintah adat berlangsung sangat baik sehingga konflik bernuansa agama di Kei dapat diatasi namun damai yang diinginkan sampai saat ini masih ada dalam proses menuju dalam pengertian perdamaian itu masih diusahakan oleh semua komponen bahkan lembaga yang ada di Kei pada umumnya. Sebab perdamaian yang diingin bukan hanya terlepas dari konflik akan tetapi kenyamanan dalam berelasi dalam bermasyarakat tanpa memandang budaya, etnis, ras, kasta, bahkan agama. Perdamaian dalam pengertian sesungguhnya merupakan ketiadaaan kekerasan dalam bentuk apa pun

6 Abd. Rauf, Peran Hukum Adat Lar Vul Ngabal Dalam Penyelesaian Konflik Antarumat

(7)

7 baik bentuk langsung maupun tidak langsung.7 Pasca konflik bernuansa agama (1991) dan juga proses rekonsiliasi yang dilakukan ternyata masih ada juga konflik internal antar desa terus terjadi di Kei secara khusus di Kei Besar. Konflik ini mengakibatkan kestabilan masyarakat terganggu yang kemudian turut berpengaruh terhadap relasi sosial masyarakat Kei Besar. Memang konflik yang terjadi dapat diatasi dengan dilakukannya penanganan secara cepat oleh pemerintah melalui aparat keamanan akan tetapi kondisi yang aman itu tidak bertahan lama. Penanganan konflik dengan pendekatan keamanan yang digunakan pemerintah untuk mengatasi konflik menurut Galtung pendekatan ini menciptakan damai negatif. Menurutnya, damai memiliki dua wajah yakni damai negatif dan damai positif. Damai negatif merupakan ketiadaan perang atau konflik langsung. Damai negatif membutuhkan kontrol pemerintah terhadap kekerasan dengan menghadirkan perlindungan sekuritas terhadap masyarakat. Strateginya adalah dengan memisahkan pihak-pihak yang berkonflik. Model ini dilakukan dalam situasi konflik yang baru terjadi dan juga konflik dengan jangka waktu yang panjang. Kekurangannya, pihak yang berkonflik tidak saling bertemu sehingga mengakibatkan masyarakat mengalami segregasi dalam bentuk perjumpaan fisik maupun imajinasi.8

Damai positif sebagai wajah kedua dari perdamaian yang dikemukakan oleh Galtung merupakan suasana di mana terdapat kesejahteraan, kebebasan, dan keadilan. Model ini menganjurkan suasana saling berelasi dalam kehidupan bermasyarakat

7 Izak Lattu, Planting the Seed of Peace. Agama dan Pendidikan Perdamaian dalam

(8)

8 demi terciptanya integrasi sosial. Dengan memperbaiki relasi yang rusak pada masa lalu dan membangun kembali masa depan maka diperlukan kerja sama disetiap kalangan yang ada dalam masyarakat. Masyarakat yang berkonflik harus menemukan titik temu yang kemudian akan dibahas dan diatasi bersama. Segala kebaikan verbal, fisik, pikiran dan jiwa manusia termuat dalam damai positif. Fondasi utama dari model ini adalah cinta kasih diantara semua makhluk ciptaan.9

Falsafah ain ni ain merupakan budaya hidup bersama dengan rukun dalam bingkai kekeluargaan serta solidaritas yang dianut oleh masyarakat Kei. Falsafah ini dengan sikap hidup yang termuat di dalamnya menjadi titik temu agar dapat mengusahakan damai positif di kalangan masyarakat Kei pada umumnya dan khususnya di Kei Besar. Perdamaian yang ingin dicapai juga membutuhkan pendekatan konseling. Pendekatan konseling hadir dalam konteks sosio-kultur masyarakat. Konseling multikultural merupakan pendekatan dengan konteks kultur yang menjadi identitas kultur klien. Falicov mengatakan, Inti dari konseling multikultural adalah sensitivitas terhadap berbagai cara yang memungkinkan berbagai cara fungsi kultur dan interaksi, terleburkan menjadi kepedulian tentang pengalaman kultur orang lain.10 Penekananan dari konseling multikultural adalah kultur maka karakteristik dari identitas kultur merupakan aspek penting dalam konseling multikultural yakni aspek kultur dasar yang terdiri dari konsep realita, konsep diri, konstruksi moral, konsep waktu, dan nilai penting tempat. Aspek kultur yang dapat diamati secara eksternal yakni perilaku non-verbal, penggunaan bahasa, pola

9 Galtung dalam Izak Lattu, Planting the Seed of Peace , 192.

(9)

9 hubungan darah dan hubungan antar sesama, hubungan gender, ekspresi emosi, peran penyembuh dan teori penyembuhan. Aspek ini digunakan dalam konseling multikultural agar dapat mengeksplorasi dunia klien dan untuk membangun dunia klien-konselor yang bersifat mutual dan saling bantu.11 Falsafah Ain ni ain sebagai falsafah hidup memiliki makna dan nilai yang harus dikembangkan untuk dijadikan pendekatan konseling untuk menjawab realita konflik bernuansa agama (1999) di Kei dan juga konflik internal antardesa di Kei Besar untuk menghadirkan perdamaian di Kei pada umumnya dan di Kei Besar khususnya.

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, dengan melihat nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam ungkapan tradisional ain ni ain dan juga berbagai realita yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat di Kei Besar, maka penulis ingin mengkaji ain ni ain sebagai pendekatan konseling perdamaian berbasis budaya. Dengan demikian rumusan pertanyaan penelitian adalah bagaimana ain ni ain sebagai suatu pendekatan konseling perdamaian berbasis budaya? Rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam beberapa pertanyaan pokok penelitian yaitu: pertama, bagaimana pemaknaan, pelaksanaan, dan asal-usul ain ni ain dalam budaya masyarakat Kei Besar dikaji dari perspektif konseling multikultural? Kedua, bagaimana ain ni ain sebagai resolusi konflik dalam konflik internal antar desa di Kei Besar dikaji dari perspektif konseling perdamaian? Ketiga, bagaimana ain ni ain dikembangkan sebagai pendekatan konseling perdamaian berbasis budaya. Rumusan pertanyaan penelitian ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan penelitian, yaitu mengkaji dan

(10)

10 menganalisa ain ni ain sebagai suatu pendekatan konseling perdamaian berbasis budaya. Tujuan penelitian dijabarkan dalam beberapa tujuan pokok penelitian yaitu: :

pertama, mengkaji pemaknaan, pelaksanaan, dan asal-usul ain ni ain dalam budaya

masyarakat Kei Besar dikaji dari perspektif konseling multikultural. Kedua, mengkaji

ain ni ain sebagai resolusi dalam konflik internal antar desa di Kei Besar dari

perspektif konseling perdamaian. Ketiga, mengembangkan ain ni ain sebagai pendekatan konseling perdamaian berbasis budaya.

B. Manfaat Penelitian

(11)

11

C. Metodologi Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah dan tujuan penelitian yang hendak dicampai maka metode penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis12 yakni penelitian yang berusaha menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek yang diteliti. Setelah data diperoleh, kemudian data-data tersebut dianalisis dan diinterpretasi atau penafsiran data-data tersebut.13 Dengan menggunakan pendekatan kualitatif yakni penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.14 Mengingat luasnya cakupan wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, maka lokasi penelitian akan difokuskan pada masyarakat di Kecamatan Kei Besar.

Dalam penelitian yang penulis lakukan, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yakni Wawancara, bertujuan untuk mencoba mendapatkan keterangan secara lisan dari beberapa responden, dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu. Wawancara ini pun bermaksud mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian

12 W. Lawrence Neuman, Social research methods: Qualitative and Quantitative Approaches,

(USA:

Allyn and Bacon, 1999), 21.

13Winarno Surakhmad, Pengantar Penulisan Ilmiah : Dasar Metode dan Teknik, (Bandung :

Tarsito, 1985), hal.139.

14Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,

(12)

12 mereka.15 Pemilihan sampel penelitian menggunakan purposive sampling. Menurut Sugiyono, purposive sampling16 adalah teknik pengambilan sampel sumber data

dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti. Dengan demikian para informan/narasumber yang dapat memberikan informasi akurat serta sesuai dengan kebutuhan penelitian ini yaitu tokoh-tokoh adat, tokoh-tokoh gereja, tokoh-tokoh pemuda, tokoh-tokoh pemeritahan, dll. Selain itu, masyarakat umum baik itu masyarakat asli Kei maupun pendatang yang sudah lama menetap di Kei Besar akan dijadikan informan dalam penetian ini. Kemudian observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Jenis observasi yang dipakai yaitu observasi partisipasi sebagian yaitu dengan cara mengikuti sebagian dari kehidupan responden sesuai dengan data yang diinginkan.17

D. Sistematika Penulisan

Penulisan Tesis ini terdiri dari enam bab, yaitu bab satu, terdiri dari Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan Sistematika penulisan. Bab ini sebagai pengantar ke dalam substansi penulisan. Bab dua tentang konseling multikultural, konseling perdamaian, dan teori perdamaian yang meliputi pengertian

15Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1981), 162.

16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013), 2018-219.

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Survei persepsi yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia bekerjasama dengan beberapa universitas di enam propinsi Indonesia (pada tahun 2000 - 2001), menunjukkan adanya

The aim of the 2018 ProSPER.Net YRS is to offer postgraduate students in the network an opportunity to engage with issues related to sustainable development in the context of

The aim of this research were to develop a proper (valid, practice, and effective) mathematics instructional devices based on guided discovery in topic of trigonometry for

Dosa besar dan penipuan utama dari seluruh nabi palsu yang bermunculan selama periode pelayanan Yeremia adalah membangunkan umat Allah di dalam sebuah pengharapan palsu –

Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang

1 Badan, ekstremitas atas & bawah Kubah Hitam Positif Globular homogen Positif 2 Badan, ekstremitas atas & bawah Papul Coklat muda Positif Globular Positif 3 Badan,

Hukum Laju adalah hubungan antara laju reaksi dan konsentrasi yang dapat diperoleh dari data eksperimen.. Hukum laju diperoleh secara eksperimen dan tidak bergantung

Aplikasi Menejemen Pemberian Pakan Dalam upaya Peningkatan Produksi benih Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch).. Laporan