• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENURUNAN KONSENTRASI SURFAKTAN DALAM LIMBAH CAIR LAUNDRY DENGAN ADSORPSI MENGGUNAKAN ARANG BATOK KELAPA (COCONUT SHELLS) KOMERSIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENURUNAN KONSENTRASI SURFAKTAN DALAM LIMBAH CAIR LAUNDRY DENGAN ADSORPSI MENGGUNAKAN ARANG BATOK KELAPA (COCONUT SHELLS) KOMERSIL"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENURUNAN KONSENTRASI SURFAKTAN DALAM LIMBAH

CAIR LAUNDRY DENGAN ADSORPSI MENGGUNAKAN ARANG

BATOK KELAPA (COCONUT SHELLS) KOMERSIL

DECREASING THE CONCENTRATION OF SURFACTANT OF

LAUNDRY WASTE USING ADSORPTION WITH COMMERCIAL

CHARCOAL COCONUT SHELLS

Argo Hadi Kusumo1) dan M. Razif

1) Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Surabaya Abstrak

Salah satu alternatif pengolahan limbah laundry yang dilakukan adalah dengan metode adsorpsi menggunakan arang batok kelapa. Penelitian ini menggunakan dua proses yaitu proses batch dan kontinyu dengan melakukan analisa MBAS untuk mengukur konsentrasi surfaktan. Reaktor yang digunakan pada proses kontinyu adalah Down Flow Fixed Bed Adsorption Column. Pada proses batch, diameter dan massa adsorban yang efektif digunakan untuk proses kontinyu adalah diameter dengan mesh 10 (2,36-2,00 mm)dan massa 100 gram yang menghasilkan efisiensi removal sebesar 98,24%, 92,59%, 92,26% untuk tipe deterjen R, M, dan S. Sedangkan hasil efisiensi removal untuk proses kontinyu paling efektif menggunakan media dengan tinggi kolom 12 cm atau massa 200 gram yang merupakan dua kali massa dari proses batch. Efisiensi removal yang didapat berturut-turut untuk deterjen R, M, dan S proses kontinyu adalah 99,47%, 75,52%, 29,91%.

Kata kunci : adsorpsi, arang batok kelapa, batch, kontinyu. Abstract

One of the treatment alternatives of laundry waste is using adsorption method with coconut shell charcoal. This research using two processes which consist of a batch process and a continue process. The analysis done in this research is a the MBAS analysis to measure the concentration of surfactant. The reactor used for continue process is down flow fixed bed adsorption column. For the batch process, the diameter and mass of adsorbent which effectively used for continue process is 10 mesh diameter (2,36-2,00 mm) and 100 grams that can produce removal efficiency of 98.24%, 92.59%, 92.26% for R-typed detergent, M-typed detergent, and S-typed detergent, respectively meanwhile, the most effective removal efficiency for continue process is obtained by using media with 12 cm of height or 200 grams of mass which is two times large of optimum mass of the batch process. Removal efficiency reached for R-typed detergent, M-typed detergent, and S-typed detergent for continue process are 99.47%, 75.52%, and 29.91% respectively.

Key Words : Adsorption, coconut shell charcoal, batch, continue. 1. PENDAHULUAN

Industri rumah tangga yang semakin banyak timbul akhir – akhir ini adalah jasa

laundry rumah tangga dimana menggunakan deterjen dengan volume yang banyak setiap

harinya. Karena deterjen dapat mencemari lingkungan maka perlu dilakukan pengolahan sebelum dibuang ke badan air. Salah satu pengolahan yang dilakukan adalah dengan

(2)

2 adsorpsi. Arang batok kelapa digunakan sebagai media adsorban karena mudah dalam mendapatkannya, harganya relatif murah dan bisa dipakai berulang-ulang(regenarasi).

Pada penelitian ini, akan diketahui kemampuan arang batok kelapa dalam menyerap konsentrasi surfaktan (x/m), diameter dan massa yang paling efektif digunakan (secara batch), efisiensi pengurangan konsentrasi surfaktan oleh arang batok kelapa secara batch dan kontinyu, dan lama waktu yang diperlukan untuk mengolah limbah cair laundry (secara kontinyu).

Salah satu persamaan yang digunakan untuk menentukan x/m adalah Freundich Isotherm.

2. METODOLOGI

2.1 Persiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan adalah untuk menganalisa surfaktan dengan metode MBAS

(Methylene Blue Active Substance) pada sampel limbah laundry untuk deterjen tipe R, M, dan S, arang batok kelapa sebagai adsorban dan reaktor Down Flow Fixed Bed Adsorption Column untuk proses kontinyu.

2.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Penggunaan spektrofotometer didapatkan hubungan matematis antara adsorbansi (A) dengan konsentrasi sampel (C), yang dinyatakan dalam persamaan:

A= -Log T = -Log P/Po = k.C.l Persamaan kalibrasi yang didapat untuk deterjen R, M, dan S digunakan untuk menentukan konsentrasi surfaktan untuk proses batch dan kontinyu.

2.3 Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan yang dilakukan adalah uji terhadap media yang dipakai sebagai adsorban. Uji ketahanan fisik media bertujuan untuk mengetahui pengurangan berat media setelah dilakukan perendaman dengan larutan HCl 20%. Kelayakan fisik media dapat terpenuhi apabila pengurangan berat media tidak lebih dari 2% berat media mula-mula. Uji densitas media meliputi Apparent Density

dan True Bulk Density. Apparent density

merupakan berat jenis bahan media kondisi kering, sedangkan true bulk density

merupakan berat jenis media pada keadaan jenuh air

2.4 Proses Batch

Proses batch dilakukan untuk mengetahui waktu kesetimbangan dan kecepatan optimum pengadukan, selanjutnya juga ditentukan diameter optimum dan massa optimum untuk proses kontinyu. Hasil dari proses batch ini adalah nilai x/m yang menyatakan mg konsentrasi yang diserap per mg massa media penyerap.

2.5 Proses Kontinyu

Variasi jenis deterjen dan tinggi media digunakan untuk proses kontinyu. Pada media adsorban tinggi terpakai adalah tinggi dari massa optimum yang ditentukan dari proses batch dan dua kalinya. Hasil dari proses kontinyu ini adalah breakthrough yang digunakan untuk menentukan konstanta kinetika dan kapasitasi media.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Uji Pendahuluan

Hasil uji pendahuluan disajikan pada Tabel 1 dimana didapatkan bahwa media layak digunakan sebagai adsorban dalam proses adsorpsi.

Tabel 1. Uji Pendahuluan Karakterisitik Hasil Ketahanan Fisik 1,43% Densitas Media

a. True Bulk Density

- Diameter I - Diameter II - Diameter III b. Apparent Density - Diameter I - Diameter II - Diameter III 1,19 gram/ml 1,22 gram/ml 1,35 gram/ml 0,58 gram/ml 0,60 gram/ml 0,60 gram/ml

(3)

3

3.2 Penentuan Jumlah Surfaktan Dalam Deterjen

Hasil Kalibrasi untuk masing-masing tipe deterjen didapatkan:

y = 0,0477x + 0,0463 untuk deterjen R, y = 0,0456x + 0,028 untuk deterjen M, y = 0,049x - 0,018 untuk deterjen S, dimana nilai y merupakan adsorbansi yang didapatkan pada pembacaan spektrofotometer dan x merupakan konsentrasi yang dicari.

3.3 Penelitian Proses Batch

Penelitian pada proses batch ini antara lain untuk menentukan waktu kesetimbangan, kecepatan pengadukan, diameter optimum, dan massa optimum. Pada proses ini menggunakan blanko atau kontrol yaitu berupa sampel asli dengan perlakuan yang sama dari tiap sampel tanpa diisi media.

A. Penentuan waktu kesetimbangan

Waktu kestimbangan adalah waktu dimana penyerapan surfaktan oleh adsorban mencapai optimum. Waktu kesetimbangan ditunjukkan Tabel. 2 dengan menggunakan kecepatan pengadukan 60 rpm dalam proses.

Tabel 2. Waktu Kesetimbangan

Berdasarkan Tabel 2, waktu kesetimbangan adalah 3 jam. Waktu kesetimbangan ini akan digunakan untuk proses selanjutnya.

B. Penentuan kecepatan pengadukan

Kecepatan pengadukan diperlukan untuk mengetahui berapa rpm kecepatan yang diperlukan adsorban dalam mengadsorp surfaktan paling banyak yang ada pada sampel. Kecepatan pengadukan ditunjukkan Tabel. 3 dengan waktu pengadukan selama 3 jam.

Tabel 3. Kecepatan Pengadukan Optimum

Berdasarkan Tabel 3, kecepatan pengadukan adalah 100 rpm. Kecepatan pengadukan ini akan digunakan untuk proses selanjutnya.

C. Penentuan diameter optimum

Penentuan diameter optimum diperlukan untuk mengetahui berapa ukuran diameter media adsorban yang paling banyak dalam mengadsorpsi surfaktan yang ada pada sampel. Diameter optimum deterjen R, M dan S ditunjukkan Tabel 4 dengan menggunakan kecepatan pengadukan 100 rpm selama 3 jam.

Tabel 4. Diameter Optimum

Berdasarkan Tabel 4, diameter optimum yang dipilih adalah mesh no. 10. Dengan efisiensi removal paling besar dibanding mesh no. 8 dan mesh no.12.

D.Penentuan massa optimum

Penentuan massa optimum diperlukan untuk mengetahui massa media adsorban yang paling efektif dalam mengadsorpsi surfaktan yang ada pada sampel. Massa optimum deterjen R, M dan S ditunjukkan Tabel 5 dengan menggunakan kecepatan pengadukan 100 rpm selama 3 jam dan diameter mesh no. 10.

Tabel 5. Massa optimum

Berdasarkan Tabel 5, massa optimum yang dipilih adalah 100 gram karena dinilai dengan massa yang lebih sedikit hasil efisiensi baik.

3.4 Isoterm Freundlich

Isoterm Freundlich adalah adalah persamaan yang digunakan untuk menentukan sejumlah konsentrasi yang diserap media. Isoterm ini digunakan karena mempunyai nilai regresi (R) lebih besar dari pada Isoterm BET dan Langmuir.

Data yang diperlukan untuk kurva isoterm freundlich Log Ce dan Log x/m yang didapat dari massa adsorban, volume, konsentrasi

(4)

4 awal (Co), konsentrasi akhir (Ce). Kurva

isoterm freundlich deterjen R ditunjukkan Gambar 1.

Gambar 1 Kurva Isoterm Freundlich R

Dari konstanta yang didapatkan di atas didapatkan persamaan isotherm freundlich yaitu:

x/m = 4,797 x 10-4 Ce1/3,040 Ce = Co = 137,212 mg/l

x/m = 2,42 x 10-3 mg surfaktan/mg arang batok

Kurva isoterm freundlich deterjen M ditunjukkan Gambar 2.

Gambar 2 Kurva Isoterm Freundlich M

Dari konstanta yang didapatkan di atas didapatkan persamaan isotherm freundlich yaitu:

x/m = 1,21 x 10-4 Ce1/1,642 Ce = Co = 101,612 mg/l

x/m= 2,024 x 10-3 mg surfaktan/mg arang batok

Kurva isoterm freundlich deterjen S ditunjukkan Gambar 3.

Gambar 3 Kurva Isoterm Freundlich S

Dari konstanta yang didapatkan di atas didapatkan persamaan isotherm freundlich yaitu: x/m = 1,119 x 10-5Ce1/0,613 Ce = Co = 120,00 mg/l x/m = 2,755 x 10-2 mg surfaktan/mg arang batok. 3.5 Proses Kontinyu

Pada penelitian proses kontinyu ini dilakukan dengan menggunakan variasi merk deterjen limbah laundry (deterjen R, M, dan S) dan variasi ketinggian media berdasarkan massa optimum dan dua kali massa optimum. Massa optimum yang diperoleh dari proses batch adalah 100 gram sehingga tinggi pada kolom menjadi 6 cm. Sedangkan tinggi kedua yang dipakai adalah 200 gram sehingga tinggi pada kolom menjadi 12 cm. Diameter dipilih diameter optimum yaitu diameter II (mesh 10).

A. Efisiensi Removal Deterjen R untuk Tinggi 6 cm

Efisiensi removal Deterjen R untuk tinggi kolom 6 cm ditunjukkan Gambar 4

Gambar 4 Efisiensi Removal Deterjen R Untuk Tinggi 6 cm

Pada gambar di atas efisiensi removal melebihi 90% didapat pada jam ke 0 sampai jam ke 7 dimana effluen mengalir. Selanjutnya pada jam ke 8 menurun secara drastis menjadi 50,53% hal ini yang disebut dengan breakthrough.

B. Efisiensi Removal Deterjen R untuk Tinggi 12 cm

Efisiensi removal Deterjen R untuk tinggi kolom 12 cm ditunjukkan Gambar 5

(5)

5 Gambar 5 Efisiensi Removal Deterjen R

Untuk Tinggi 12 cm

Pada gambar di atas efisiensi removal melebihi 90% didapat pada jam ke 0 sampai jam ke 8 dimana effluen mengalir. Selanjutanya pada jam ke 9 sampai jam 11 menurun menjadi 80% dan jam 12 menjadi 67,11%. Hal ini masih dinilai efektif untuk meremoval. Breakthrough terjadi pada jam ke 13 dimana konsentrasi menurun drastis dan removal menjadi kecil yaitu 34,45%. C. Efisiensi Removal Deterjen M untuk Tinggi 6 cm

Efisiensi removal Deterjen M untuk tinggi kolom 6 cm ditunjukkan Gambar 6.

Gambar 6 Efisiensi Removal Deterjen M Untuk Tinggi 6 cm

Pada gambar di atas efisiensi removal termasuk rendah yaitu 52,144% pada jam ke 0 dan semakin turun sampai pada jam ke 12 mencapai 20, 443%.

D. Efisiensi Removal Deterjen M untuk Tinggi 12 cm

Efisiensi removal Deterjen R untuk tinggi kolom 12 cm ditunjukkan Gambar 7

Gambar 7 Efisiensi Removal Deterjen M Untuk Tinggi 12 cm

Pada gambar di atas efisiensi removal pada jam ke 0 tinggi yaitu 75,52 % dan turun pada jam ke 1 menjadi 59,26 % dan semakin turun sampai pada jam ke 14 menjadi 28,51%. E. Efisiensi Removal Deterjen S untuk Tinggi 12 cm

Efisiensi removal Deterjen S untuk tinggi kolom 12 cm ditunjukkan Gambar 8.

Gambar 8 Efisiensi Removal Deterjen S Untuk Tinggi 6 cm

Prosentase removal untuk deterjen tipe S ini menunjukkan hasil yang tidak terlalu bagus yang ditandai dengan rendahnya efisiensi yaitu hanya 28,40% dan menunjukkan kurva yang prosentasi efisiensi mengalami kenaikan lagi. Hal ini disebabkan oleh pengotor-pengotor pada limbah laundry.

F. Efisiensi Removal Deterjen S untuk Tinggi 12 cm

Efisiensi removal Deterjen S untuk tinggi kolom 12 cm ditunjukkan Gambar 9.

(6)

6 Gambar 9 Efisiensi Removal Deterjen S

Untuk Tinggi 12 cm

Prosentase removal untuk deterjen tipe S ini menunjukkan hasil yang tidak terlalu bagus yang ditandai dengan rendahnya efisiensi yaitu hanya 27,78% dan menunjukkan kurva yang prosentasi efisiensi mengalami kenaikan lagi hal ini disebabkan oleh pengotor-pengotor pada limbah laundry dan jenis deterjennya.

Pada proses kontinyu, efisiensi removal untuk deterjen S paling rendah dibandingkan R dan M. Hal ini dimungkinkan deterjen S mampu mengikat pengotor pada pakaian yang berupa minyak, lemak, dan pengotor lain sehingga pada saat proses adsorpsi, adsorban semakin cepat jenuh karena pengotor tersebut sehingga hasil removalnya rendah.

3.6 Konstanta Kinetika dan Kapasitas Media

Untuk mengetahui konstanta kinetika (K1) dan kapasitas media (qo) digunakan perhitungan dengan menggunakan pendekatan kinetika. Data-data yang diperlukan adalah waktu untuk pengaliran limbah, konsentrasi awal dan akhir, volume terolah kumulatif.

Berdasarkan data-data diatas didapatkan persamaan pada masing-masing tipe deterjen dan tinggi media yang ditunjukkan Tabel 6.

Tabel 6. Persamaan Kurva Regresi

Tipe Deterjen Tinggi Persamaan

R 6 cm y = -0,106x + 3,309 12 cm y = -0,117x + 4,514 gabungan y = -0,111x + 3,912 M 6 cm y = -0,011x + 0,469 12 cm y = -0,024x + 0,974 gabungan y = -0,017x + 0,718 S 6 cm y = -0,020x + 0,217 12 cm y = -0,021x + 0,283 gabungan y = -0,021x + 0,250

Berdasarkan persamaan diatas, diperoleh nilai konstanta kinetika (K1) lt/mg.jam dari nilai slope, dan nilai kapasitas media (qo) dari nilai intersep sehingga didapatkan semua nilai K1 dan qo yang ditunjukkan Tabel 7.

Tabel 7. Konstanta Kinetika dan Kapasitas Media

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan arang batok kelapa dalam mengurangi konsentrasi surfaktan yang dinyatakan dalam x/m adalah 2,42 x 10-3 untuk deterjen R, 2,024 x 10-3 untuk deterjen M, dan 2,755 x 10-2 mg surfaktan/mg arang batok deterjen S

2. Secara batch, untuk mengolah ketiga jenis deterjen R, M, dan S, ukuran arang batok kelapa yang paling efektif digunakan adalah ukuran mesh 10 (tertahan pada ayakan nomor 10 dengan diameter media 2,36-2,00 mm) dengan massa 100 gram untuk masing-masing adsorban.

3. Secara batch, efisiensi removal tertinggi yang didapatkan dengan diameter mesh 10 dan massa 100 gram untuk deterjen R, S, dan M berturut-turut adalah 98,24%, 92,59%, 92,26%. Sedangkan untuk proses kontinyu efisiensi removal tertinggi yang didapatkan dengan

(7)

7 ketinggian media 12 cm untuk deterjen R, S, dan M berturut-turut adalah 99,47%, 75,52%, 29,91%.

4. Secara Kontinyu waktu operasi untuk pengolahan limbah laundry berbeda-beda. Untuk deterjen tipe R, waktu 11 jam masih menghasilkan efisiensi removal cukup bagus yaitu 84,15%, sedangkan untuk deterjen M hanya sekitar 1 jam saja efisiensi removal sudah menjadi 59,26% dari 75,52%. Deterjen S memiliki waktu paling rendah dalam pengolahan dan efisiensi removal hanya 27,778% pada jam pertama. Jika didasarkan atas kemampuan adsorpsi (qo) maka diperoleh untuk deterjen R, qo = 2,479 x 10-4 mg surfaktan/mg adsorban, untuk deterjen M, qo = 1,062 x 10-4 mg surfaktan/mg adsorban, untuk deterjen S, qo = 3,561 x 10-4 mg surfaktan/mg adsorban.

5. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Handout deterjen Universitas Sumatra Utara. <http:// ebookbrowse.com./tkk-322-slide-deterjen-pdf -d90307129>.

Alberty, R. A. dan Silbey, R. J. 1996. Physical Chemistry Second Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.

APHA,AWWA,WEF.1998.Standard

Methods for the Examination of Water and Wastewater. American Public Health Association : Washington.

Basuki, K. T. 2007. Penurunan Konsentrasi Co Dan No2 Pada Emisi Gas Buang Dengan Menggunakan Media Penyisipan Tio2 Lokal Pada Karbon Aktif. JFN, Vol.1 No.1, Mei 2007. Yogyakarta.

Benefield, L. D., Judkins, J. F., Weand, B. L., 1982. Process Chemistry for Water and Wastewater Treatment. New Jersey: Pretice Hall Inc.

Brault, J. L. 1991. Water Treatment Handbook. France: Degremont.

Chales E. Ophardt. 2003. Globular Protein Structure. Virtual Chembook.El mhurst Collage.

Cooney, D.O. 1998. Adsorption Design For Wastewater Treatment. Lewis Publishers: USA.

Cullum, D.C. 1994. Introduction to Surfactant Analisys. Chapman & Hall : New Zelan.

Droste, R.L.1997.Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment. John Wiley and sons Inc. USA.

Handoko, H.B. 2009. Sukses Wirausaha Laundry Di Rumah. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hardoko, I.Q. 2006. Kimia Lingkungan. Diktat Kuliah Kimia Lingkungan Jurusan Kimia FMIPA. Universitas Lampung.

Kasam. 2005. “Penurunan COD (Chemical

Oxygen Demand) dalam Limbah Cair

Laboratorium Menggunakan Filter Karbon

Aktif Arang Tempurung Kelapa”. Jurnal

Logika, Vol 2, No 2 (2005). UII Yogyakarta. Masduqi, A. dan Apriliani, E. 2008. “Estimation of Surabaya River Water Quality Using Kalman Filter Algorithm”. IPTEK, The Journal for Technology and Science, Vol. 19, No. 3, August 2008.

Metcalf and Eddy. 2002. Waste Water Engineering, Treatment and Reuse. 4th edition. New York: McGraw-Hill.

Nayoan, C. R. 2003. Perbedaan Efektifitas Karbon Aktif Tempurung Kelapa dan Arang Kayu dalam Menurunkan Tingkat Kekeruhan pada Proses Filtrasi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu.

(8)

8 Institutional Repository : Universitas Doponegoro.

Pratomo, H. 1997. “Mencuci Tidak Harus Dengan Deterjen Yang Banyak”. Cakrawala Pendidikan, No. 2 Tahun XVI, Juni 1997.

Razif, M. dan Yuniarto,A. 1999. “Pengaruh Konsentrasi Deterjen, Massa dan Ukuran Batu Bara Terhadap Efisiensi Removal Proses Proses Adsorpsi Secara Batch”. Majalah Iptek ITS, Vol 10 No 4 Nopember 1999. Surabaya.

Razif, M., Moesriati, A., Wijaya, T., dan Wilujeng, S.A. 1999. “Penelitian Pengolahan Deterjen Air Baku IPA Kayun di Surabaya Secara Batch dan Kontinyu dengan Memakai

Media Adsorpsi Batu Bara”. Laporan

Penelitian, Pusat Penelitian KLH. Lembaga Penelitian ITS. Surabaya.

Razif, M., dan Moesriati, A. 2000. “Adsorpsi Deterjen Memakai Batu Bara pada Kolom

Kontinyu”. Jurnal Purifikasi Teknik

Lingkungan ITS, Vol 1 No 1 Januari 2000,

ISSN 1411-3465. Surabaya.

Reynolds, T.D., dan Paul A.R.1995.Unit

Operations And Processes In

Environmental Engineering. PWS Publishing Company:Boston.

Wibisono, W. 2010. Kelapa sebagai Bioindustri

Potensial Indonesia ,<http://widachemistry. webnode.com/ chemistry/>.

Widodo, P.E., dan Razif, M. Juli 2000. “Studi Adsorpsi Deterjen dengan Pilot Plant Kontinyu

Memakai Batu Bara”. Jurnal Purifikasi Teknik

Lingkungan ITS, Vol 1 No 4 Juli 2000 , ISSN 1411-3465. Surabaya.

Yuniarto, A. 1999. Studi Kemampuan Batu Bara Untuk Menurunkan Konsentrasi Surfaktan Dalam Larutan Deterjen Dengan Proses Adsorpsi. Tugas Akhir Teknik Lingkungan:Surabaya.

Referensi

Dokumen terkait

Proses bisnis adalah seragkaian aktivitas dan tugas- ugas yang saling terkait , terkoordinasi , dan terstruktur yang dilakukan oleh orang , komputer ,atau mesin yang

(Analisis Framing Sikap Politik Pers Dalam Konflik Israel-Palestina Pasca Serangan di Jalur Gaza 26 Desember 2008 pada Tajuk Rencana Harian Republika dan Kompas periode Desember 2008

Dalam teks tajuk rencana Suara Merdeka yang membahas konflik KPK versus Polri jilid II kosakata yang digunakan berupa pola klasifikasi, kata-kata yang diperjuangkan secara

Penjadwalan Gain Kendali Adaptif : Salah satu jenis sistem kendali adaptif, dimana gain dari sistem kendali berubah sesuai dengan jadwal atau kondisi yang telah ditetapkan

Nilai transportasi harus diukur secara eksperimen yaitu ditentukan dari perubahan konsentrasi yang karakteristik terjadi di katda dan anoda selama elektrolisis. Waktu

Sampel plasma yang mengan- dung cilostazol pada konsentrasi LLOQ dengan 50,0 µ l baku dalam (20,0 µ g/mL) disiapkan, setelah itu diekstraksi seperti pada penyiapan sampel.

[r]

Untuk itu peneliti merancang kegiatan pembelajaran dengan cara yang berbeda dari siklus I, dimana pada siklus II ini peneliti lebih menantang anak untuk membuat sebuah hasil