PERUBAHAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN
PASCA TSUNAMI DAN IMPLIKASI
KEBIJAKAN UNTUK PENATAAN KOTA DAN
PERMUKIMAN
Studi Kasus: Pantai Selatan Jawa Barat
SYAHYUDESRINA
WIWIK D PRATIWI
SAMSIRINA
PENDAHULUAN:
Adanya fenomena perubahan iklim global (meningkatnya
suhu lautan, naiknya permukaan air laut, banjir
besar-besaran, dan gelombang badai besar
Berdasarkan laporan United Nations Office for The
Coordination of Human Humanitarian Affairs, 2006
negara-negara tropis termasuk Indonesia yang sebagian besar
penduduknya berada di daerah pesisir dan dataran rendah,
dimana posisi ini sangat rentan terhadap dampak
perubahan iklim tersebut
Di samping perubahan iklim global, ancaman tsunami bagi
komunitas pesisir merupakan hal yang perlu diwaspadai
saat ini
Menurut Smith, 1992:63 dan Carter, 1991:34 bencana yang
terjadi dapat mengubah lingkungan fisik maupun sosial
PENDAHULUAN:
Penataan kawasan, khususnya kota-kota di kawasan pesisir
Indonesia perlu mempertimbangkan mitigasi bencana dalam
perencanaannya
Upaya pemulihan lingkungan setelah bencana tsunami baik
oleh pemerintah atau lembaga terkait, inisiatif masyarakat
dan gabungan keduanya menyebabkan terjadinya perubahan
(transformasi) lingkungan fisik dan lingkungan non fisik dari
sebelum tsunami
Tingkat kerusakan bencana tsunami dan pelaku aktvitas
pemulihan yang berbeda menyebabkan bentuk transformasi
yang berbeda pula
Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor pendorong terjadinya
perubahan fisik dan non fisik pada permukiman pasca
tsunami, serta pendorong dan permasalahan perubahan
tersebut
PENGUMPULAN DATA EMPIRIS:
Kuantitatif, 90 (sembilan puluh) kuesioner
Survai kualitatif dengan wawancara
Penelitian di Pantai Selatan Jawa Barat ini mengambil 3 (tiga) lokasi studi
yaitu:
Desa Batukaras Kecamatan Cijulang,
Desa Pananjung Kecamatan Pangandaran dan
Desa Cikembulan Kecamatan Sidomulih
Ketiganya dipilih berdasarkan tingkat kerusakan masing-masing akibat
KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI KASUS:
Wilayah Studi Kasus,
Pangandaran
Desa Batukaras
Low Damage
Desa Pananjung
Middle Damage
Desa Cikembulan
High Damage
WILAYAH STUDI KASUSPANGANDARAN: (BATUKARAS)
Area low damage
, yaitu area yang mengalami tingkat kerusakan dalam skala yang kecil
Rendahnya tingkat kerusakan di kawasan ini karena perumahan dilingkupi oleh bukit dan
tembok atau benteng dari villa sehingga menghalangi dan meredam arus ombak yang
datang
PANGANDARAN: (PANANJUNG)
Area medium damage
, yaitu area yang mengalami tingkat kerusakan dalam
PANGANDARAN: (PANANJUNG)
Garis putus-putus menunjukkan batas
kerusakan
Bangunan yang berada pada baris pertama
mengalami kerusakan berat, sedangkan
bangunan yang berada pada baris ketiga
hanya mengalami sedikit kerusakan
struktural namun bangunan penuh oleh
pasir dan puing-puing.
PANGANDARAN: (CIKEMBULAN)
Area high damage
, yaitu area yang mengalami tingkat kerusakan dalam skala tinggi atau
mengalami kerusakan penuh
PANGANDARAN: (CIKEMBULAN)
Perumahan mewah di belakang sabuk
perkebunan kelapa, struktur rusak ringan,
selubung bangunan rusak parah
Perumahan lama, rusak 2 dusun, secara
keseluruhan rusak berat, struktur hanya
tinggal pondasi
Deretan tiga villa, secara struktural masih
bagus, sebagian besar dibangun ulang
PERUBAHAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
PERMUKIMAN PASCA TSUNAMI:
Berdasarkan analisis data empiris awal diketahui bahwa perubahan lingkungan
perumahan terkait dengan:
Perubahan kualitas lingkungan,
Pengendalian perkembangan lingkungan dan
Pemeliharaan lingkungan permukiman
Terkait dengan itu:
Studi kasus mempunyai proses perubahan fisik dan non fisik yang
berbeda-beda
Proses perubahan fisik dan non fisik dipengaruhi faktor pendorong
perubahan
FAKTOR PENDORONG PERUBAHAN:
Faktor
Sosio-Budaya
Faktor
Politis-Administratif
Faktor
Ekonomi
• Migrasi • Kelembagaan formal dan non formal Fungsi pusat pelayanan dan perencanaan pembangunan • Pariwisata • Peluang usaha • Pasar tanah formal dan informalFaktor
Fisik
• Relokasi • RekonstruksiPROSES PERUBAHAN FISIK & NON FISIK:
N0 Elemen Perbandingan
Dusun Batu Karas, BATU KARAS Dusun Karangsari, PANANJUNG Dusun Cantigi, CIKEMBULAN
1. Jenis Kerusakan Low Damage Medium Damage High Damage
2. Batas dengan Pantai Bukit dan benteng vila Tidak ada Pada area sebelum relokasi: Tidak ada
Pada area setelah relokasi: Kebun Kelapa
3. Jalur
Evakuasi/penyelamat an diri dari bencana
Akses langsung ke atas bukit yang mengelilingi dusun. Dusun dikelilingi bukit dan benteng sehingga agak tertutup dari pantai, tidak ada view/pandangan langsung ke arah laut
Akses jalan lingkungan yang lebar menuju area yang lebih tinggi. Dari jalan lingkungan ini warga dapat melihat langsung ke arah laut sehingga dapat melihat bencana datang
Tidak ada akses untuk
menyeberangi sungai sehingga jalur evakuasi menjadi lebih jauh dan berputar
4. Perasaan Aman dari Bencana
PERUBAHAN FISIK & NON FISIK:
N0 Elemen Perbandingan Dusun Batu Karas, BATU KARAS
Dusun Karangsari, PANANJUNG
Dusun Cantigi, CIKEMBULAN 1. Status Tanah Mayoritas tanah milik
tidak bersertifikat (girik)
Mayoritas tanah milik bersertifikat Mayoritas tanah desa
2. Status Bangunan Milik dan menumpang Milik dan menumpang Mayoritas menumpang 3. IMB (Izin Mendirikan
Bangunan)
Mayoritas tanpa IMB Sudah memiliki IMB Mayoritas tanpa IMB
4. Kondisi Rumah sebelum Tsunami
Mayoritas bangunan permanen dan sejumlah bangunan semi permanen yang menumpang di atas tanah milik orang lain
Mayoritas bangunan semi permanen yang menumpang di atas tanah milik orang lain
Mayoritas bangunan semi permanen, sejajar antar satu dan lainnya, mengelompok dan antar kluster terpisahkan oleh tanah kosong
5. Kondisi Rumah setelah Tsunami
Mayoritas bangunan permanen dan sejumlah bangunan semi permanen yang menumpang di atas tanah milik orang lain
Mayoritas bangunan permanen, banyak dari mereka yang menumpang terusir dari tanah tempat mereka menumpang
Mayoritas bangunan permanen dengan struktur tahan gempa bantuan dari YEU. Setiap bangunan disusun saling berhadapan
6. Perubahan Kondisi Rumah
Masih sama dengan sebelum tsunami
Rumah-rumah dibangun dengan kondisi yang lebih baik
dibandingkan dengan sebelum tsunami dengan tujuan untuk menarik pengunjung
Rumah-rumah memiliki struktur yang lebih permanen dan kondisi yang lebih baik
PERUBAHAN FISIK & NON FISIK:
N0 Elemen Perbandingan Dusun Batu Karas, BATU KARAS
Dusun Karangsari, PANANJUNG
Dusun Cantigi, CIKEMBULAN
1. Kondisi Infrastruktur sebelum Tsunami
Seluruh jalan lingkungan masih berupa jalan tanah. Drainase banyak yang tidak berujung pada drainase kota. Masyarakat
membuang sampah pada tanah kosong
Seluruh jalan lingkungan masih berupa jalan tanah. Masyarakat membuang sampah pada tanah kosong
Seluruh jalan lingkungan masih berupa jalan tanah. Masyarakat membuang sampah pada tanah kosong. Mayoritas belum memperoleh pelayanan listrik
2. Kondisi Infrastruktur setelah Tsunami
Seluruh jalan lingkungan masih berupa jalan tanah. Drainase banyak yang tidak berujung pada drainase kota. Masyarakat
membuang sampah pada tanah kosong
Sejumlah jalan lingkungan telah mengalami pengaspalan. Masyarakat membuang sampah pada tanah kosong
Ada rencana untuk pengaspalan jalan. Masyarakat membuang sampah pada tanah kosong. Hampir seluruh rumah telah memperoleh pelayanan listrik
3. Perubahan Kondisi Infrastruktur Masih sama dengan sebelum tsunami
Kondisi jalan lingkungan semakin baik
Kondisi lingkungan menjadi lebih baik. Masyarakat
memperoleh kemudahan dalam memperoleh pelayanan listrik
No Elemen Perbandingan
Dusun Batu Karas, BATU KARAS Dusun Karangsari, PANANJUNG Dusun Cantigi, CIKEMBULAN
1. Matapencaharian Mayoritas Nelayan Mayoritas di Bidang Pariwisata Mayoritas di Bidang Perkebunan 2. Pemanfaatan
Halaman Rumah
Halaman rumah banyak yang digunakan untuk aktivitas yang terkait pekerjaan
nelayan: menjemur jaring, menyimpan mesin motor kapal, kolam pengembangbiakan ikan, disamping kegiatan rumah tangga seperti menjemur, bercocok tanam, beternak, warung dll.
Halaman rumah digunakan untuk aktivitas rumah tangga seperti
menjemur, bercocok tanam, beternak, warung dll. Sejumlah rumah
menyediakan tempat parkir mobil di depan rumah sebagai salah satu fasilitas bagi pengunjung yang menginap
Halaman rumah digunakan untuk aktivitas rumah tangga seperti menjemur, bercocok tanam, beternak dll.
3. Fasilitasi Pemerintah Pemerintah memberikan bantuan berupa: • Perahu
• Jaring • Mesin kapal
Pemerintah memberikan bantuan berupa:
• 15 juta rupiah untuk
• Rekonstruksi/rumah dan 7.5 juta rupiah untuk rekonstruksi/warung • Pengaspalan jalan lingkungan • Kemudahan bagi warga yang ingin memasang listrik
Pemerintah memberikan bantuan berupa: • 15 juta rupiah untuk
• Rekonstruksi/rumah dan 7.5 juta rupiah untuk rekonstruksi/warung
• Peminjaman tanah desa untuk relokasi
• Pembangunan struktur tahan gempa/kk dari YEU • Pembangunan unit pengolah gula kelapa
• Kemudahan bagi warga yang ingin memasang listrik
4. Perbedaan Fisik terkait Sosial Ekonomi
Penduduk pemilik tanah: rumah permanen (bata)
Penduduk menumpang: rumah semi permanen (bilik)
Rumah yang dimiliki orang asing cenderung mewah dan memiliki benteng yang tinggi
Penduduk pemilik tanah: rumah permanen (bata)
Penduduk menumpang: rumah semi permanen (bilik)
Hampir seluruh rumah pada dusun Cantigi memiliki struktur dan jenis material rumah yang sama
Rumah yang dimiliki orang asing cenderung mewah dan memiliki benteng yang tinggi
5. Pariwisata Area yang dipengaruhi oleh pariwisata adalah area dekat pantai wisata, sementara itu area pantai nelayan tidak begitu dipengaruhi oleh aktivitas wisata, kecuali pada area peri-peri (batas) terluar dusun nelayan dengan adanya vila-vila penginapan
Areal permukiman menyatu dengan aktivitas pariwisata seperti penginapan (kamar dan rumah sewa), warung, WC umum dll.
Direncanakan akan menjadi desa wisata kerajinan rakyat dengan sejumlah fasilitas yang meliputi: kios kerajinan, Masjid, balai pertemuan, lapangan, tempat parkir, area wisata agro, sungai wisata, dll.
PERUBAHAN FISIK & NON FISIK:
PERUBAHAN FISIK:
Perubahan dan pengalihan penggunaan tanah serta
bangunan, dari hunian menjadi komersial
Jenis fasilitas sosial, fasilitas umum dan infrastruktur yang
dibangun
Cara membangun: dari informal ke formal, melibatkan pihak
pembangunan ketiga yang bukan pemilik tanah atau
bangunan
Status kepemilikan tanah dan bangunan: dari menumpang
atau milik pemerintah/desa/pribadi ke milik atau hak guna
pakai
PERUBAHAN NON FISIK:
Perubahan dalam jumlah dan tingkat kepadatan penduduk
Perubahan kondisi sosio-ekonomi
KESIMPULAN:
Isu yang muncul dan dianggap penting dalam telaah
mengenai transformasi permukiman pasca tsunami yang telah
dilakukan sebelumnya di antaranya adalah:
a. Pembangunan infrastruktur sebagai pemandu kepada
perkembangan yang teratur dan terencana,
b. Penguatan kondisi dan hubungan sosio-ekonomi, dan
perumahan sewa khususnya bagi masyarakat tidak mampu,
c. Pemberdayaan komunitas setempat.
REKOMENDASI:
Faktor Pendorong Transformasi
Isu dan Permasalahan Transformasi
Kebijakan Tujuan Kebijakan/ Program Kategori Tingkat Kerusakan a. Faktor Sosio-Budaya Pengendalian perkembangan serta pemeliharaan lingkungan permukiman Pebaikan mekanisme yang sudah ada dan menjadi bagian komunitas
• Sosialisasi Penggunaan ijin bangunan
• Pemanfaatan sistem ijin bangunan
• Membangun sistem ‘retribusi’ untuk keberlanjutan program pemeliharaan lingkungan permukiman • Low Damage • Medium Damage • High Damage b.Faktor Politis-Administratif Pemberdayaan kelembagaan pembangunan dan pemeliharaan permukiman Peningkatan kapasitas lembaga dan aktor pemeliharaan permukiman
• Kejelasan peran aktor lokal: kepala desa, RW/RT
• Selain sebagai pemelihara, aktor lokal juga berwenang dalam pengendalian
pembangunan • Low Damage • Medium Damage • High Damage c. Faktor Ekonomi Partisipasi dan pemberdayaan komunitas Peningkatan partisipasi sektor publik dan kejelasan akses untuk pemberdayaan
• Sosialisasi mekanisme pengajuan proposal untuk pemeliharaan dan pembangunan lingkungan permukiman
• Komunitas lokal sebagai perencana lingkungannya
• Low Damage
• Medium Damage
• High Damage
d. Faktor Fisik Kepemilikan tanah dan alih fungsi rumah menjadi komersial
Pengembangan perumahan sewa yang terjangkau
• Memberikan jaminan tinggal bagi masyarakat menengah ke bawah
• Memberikan jaminan tinggal bagi masyarakat luas
• Medium Damage
UCAPAN TERIMA KASIH:
Disampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Institut
Teknologi Bandung, yang telah membiayai penelitian bertema permukiman dan
pasca-bencana yang dilaksanakan secara kolaboratif oleh Kelompok Keahlian
Perumahan Permukiman, Perancangan Arsitektur, dan Teknologi Bangunan dalam
lingkup Program Studi Arsitektur ITB pada tahun 2008. Para peneliti studi ini
termasuk: Heru W Poerbo, Dewi Larasati, M Donny Koerniawan. Tulisan ini
merupakan salah satu publikasi penelitian tersebut
REFERENSI:
Amin, Mirna, (2005), Penataan Ruang Berbasis Mitigasi Bencana. Asian Disaster Reduction Center (ADRC) http://www.adrc.or.jp/
Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana http://www.bakornaspbp.go.id/new/
Blong, R. (2004) Residential building damage and natural perils: Australian examples and issues. Building Research & Information, 32(5), 379–390. Cannon, T. (1994): Vulnerability analysis and the explanation of natural disasters. In Varley, A., editor, Disasters development and environment. Chichester: John Wiley, 13–30.
Chichester.Comerio, M.C. (1998) Disaster Hits Home: New Policy for Urban Housing Recovery, University of California Press, Berkeley. Freiler, Christa (2004), Why Strong Neighbourhoods Matter: Implications for Policy and Practice, Toronto.
Gulkan, P. (2001). The Search for Enhanced Disaster Resistance of the Building Stock in Turkey: Recent Legislative Measures for Effective Building Code Enforcement and Mitigation Policies. Consultancy Report for The World Bank and Turkish Treasury, TEFER, Government of Turkey, Ankara. Herbowo, B.A,. (2005), Perencanaan dan Perancangan Tata Ruang Wilayah Rentan Bencana Bencana.
Koerniawan M D et.al (2008) Konsiderasi untuk Teknologi Bangunan Paska-Bencana: Ketahanan Bencana dari Rumah dan Permukiman Tradisional Jawa Baratdipresentasikan pada Seminar Nasional Teknologi IV, Universitas Teknologi Yogyakarta, 5 April 2008: Penerapan Teknologi untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat secara Berkelanjutan.
Larasati D et.al (2008) Pengembangan Model Proses Produksi Pembangunan Rumah Pasca Bencana Berbasis Kemampuan Lokal Di Indonesia
dipresentasikan pada Seminar Nasional Teknologi IV, Universitas Teknologi Yogyakarta, 5 April 2008: Penerapan Teknologi untuk Meningkatkan Kesejahteraan MasyarakatsecaraBerkelanjutan.
Lempert, R. J., S.W. Popper, and S. C. Bankes. (2003). Shaping the next one hundred years: New methods for quantitative, long-term policy analysis. Santa Monica, CA: Rand.
NEDO. (2006). CDM Development in Indonesia: Enabling Policies, Institution and Programmes, Issues and Challenges. s.l. : Nedo.
Pratiwi, W.D., (2007): Post-disaster settlement reconstruction and the regulative mechanism: A comparative enquiry. Proceeding International Seminar on Post-Disaster Reconstruction: Assistance to Local Governments and Communities 8-10Juli 2007.ISBN 978-979-95132-8-1.
Puslitbang Permukiman, Maret, (2006), Faktor-Faktor Penentu Emisi CO2 pada perumahan dan Permukiman Perkotaan. Surono,.2005, Persfektif Penataan Ruang dalam Pengelolaan Kawasan Rawan Bencana.
Susandi, Armi. (2007). Perubahan Iklim Indonesia dan Implikasinya. Jakarta : Program Studi Meteorologi ITB, March 02, 2007.
UN HABITAT dan KKPP ITB (2006) Transformasi Permukiman Pasca Tsunami di Aceh, Laporan Penelitian http://www.ar.itb.ac.id/pp/wp-content/uploads/2008/05/03-pengantar-executive-summary-aceh.pdf