1
LAPORAN KASUS
WANITA MUDA DENGAN WAJAH LUMPUH SEBELAH
Pembimbing :
Dr. Julintari, Sp.S
Disusun oleh :
Dinnoor Ismansyah
030.09.072
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
Periode 17 Februari – 22 Maret 2014
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2
PENDAHULUAN
Nervus fasialis mempunyai peran penting dalam fungsi gerak otot-otot wajah dan fungsi sensorik. Tiap Nervus mengkoordinir satu sisi wajah, termasuk otot-otot yang menggerakan kelopak mata juga otot-otot untuk ekspresi wajah. Selain itu nervus fasialis menginervasi glandula lacrimal, saliva dan otot pendengaran yang mengatur tulang pendengaran. Indra pengecapan juga diwakili oleh serabut saraf ini.
Bell‘s palsy adalah gangguan neurologis yang paling sering menyerang nervus fasialis dan penyebab kelumpuhan wajah paling sering di dunia. Sekitar 60-75% serangan akut lumpuh sebelah wajah adalah Bell‘s Palsy. Bell‘s palsy juga dikenal sebagai Idiopatic Facial Paralysis (IFP) termasuk paralisis Lower Motor Neuron (LMN) yang bersifat akut, perifer, unilateral. Kesembuhan sempurna tanpa terjadi defisit neurologis hampir didapatkan pada semua pasien.
Insidensi terjadi pada wanita dan pria sama dan dapat menyerang berbagai kelompok usia. Namun ditemukan bahwa penderita diabetes melitus, wanita hamil dan wanita usia 10-19 tahun mempunyai angka kejadian lebih tinggi dibandingkan pria dengan usia yang sama.
3
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Nn. R (79-63-32) Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 18 Tahun Suku bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Belum Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : - Pendidikan : -
Alamat : Jl.Swadaya IV (08138597828)
Tanggal masuk RS : 25/2/2014
II. ANAMNESIS Autoanamnesis ( Tgl 25 Februari 2014 Pkl 10.00)
Keluhan utama :
Bibir mencong sebelah kanan sejak 3 minggu SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli Saraf RSUD Budhi Asih pada tanggal 25 Februari 2014 dengan keluhan bibir mencong sebelah kanan sejak 3 minggu sebelum datang ke rumah sakit. Pasien mengaku sehari sebelum serangan bibir pasien berkedut dan pada malam hari pasien sedang berkumpul bersama teman-temannya di tempat terbuka hingga tengah malam. Ketika bangun tidur pasien tiba-tiba merasakan bibir sebelah mencong ke sebelah kanan dan sulit digerakkan. Pasien mengatakan pada saat minum air, air selalu keluar dari mulut. Kelopak mata kiri terasa sulit untuk menutup dan mata kiri terasa lebih berair dibandingkan mata kanan.
Pasien menyatakan tidak demam, tidak pernah keluar cairan dari telinga, pusing berputar tidak ada, nyeri kepala tidak ada, mendengar bunyi berdenging tidak
4 ada, kelemahan anggota tubuh lainnya tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada, tidak ada kesulitan menelan, BAB dan BAK lancar. Kejadian ini adalah pertama kali dialami oleh pasien.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien memiliki riwayat kista ovarium 1 tahun SMRS dan sudah dilakukan operasi pengangkatan di RSUD Budhi Asih. Riwayat Ashtma, Alergi dan penyakit jantung bawaan disangkal.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada riwayat keluarga yang mempunyai penyakit serupa. Terdapat riwayat tekanan darah tinggi dalam keluarga. Riwayat penyakit kencing manis dalam keluarga disangkal.
Riwayat pengobatan :
Pasien mengaku belum pernah berobat dan sedang tidak mengkonsumsi obat apapun.
Riwayat Alergi :
Riwayat alergi terhadap debu, cuaca, obat-obatan atau makanan disangkal.
Riwayat sosial dan kebiasaan:
Pasien adalah Pegawai Toko. Pasien merokok dan minum alkohol sejak umur 13 tahun. Mempunyai kebiasaan lembur dan sering keluar malam.
5
III. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Tekanan Darah : 100 / 70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,7oC
Pernafasaan : 16 x/menit
Kepala
Ekspresi wajah : kesan wajah lumpuh sebelah kiri
Rambut : hitam
Bentuk : normocephali
Mata
Konjungtiva : pucat (-/-) Sklera : ikterik (-/-) Kedudukan bola mata : ortoforia/ortoforia Pupil : bulat isokor 2mm/2mm.
Eksophtalmus (-), Nystagmus (-), Lagophtalmus ( - / + )
Telinga
Selaput pendengaran : sulit dinilai Lubang : lapang
Penyumbatan : -/- Serumen : -/-
Perdarahan : -/- Cairan : -/-
Mulut
6
Leher
Trakhea terletak di tengah
Tidak teraba benjolan/ KGB yang membesar Kelenjar Tiroid: tidak teraba membesar Kelenjar Limfe: tidak teraba membesar
Thoraks
Bentuk : simetris
Pembuluh darah : tidak tampak pelebaran pembuluh darah
Paru – Paru
Pemeriksaan Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis Palpasi Kiri - Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil simetris
- Tidak ada benjolan - Fremitus taktil simetris
Kanan - Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil simetris
- Tidak ada benjolan - Fremitus taktil simetris Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Kiri - Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
- Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
Kanan - Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
- Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
Jantung
Inspeksi : tidak dilakukan Palpasi : tidak dilakukan Perkusi : tidak dilakukan
7 Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).
Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, datar, simetris, smiling umbilicus (-), dilatasi vena (-)
Palpasi : tidak dilakukan Perkusi : tidak dilakukan Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral teraba hangat pada keempat ekstremitas. edema (-).
Kelenjar Getah Bening
Preaurikuler : tidak teraba membesar Postaurikuler : tidak teraba membesar Submandibula : tidak teraba membesar Supraclavicula : tidak teraba membesar Axilla : tidak teraba membesar Inguinal : tidak teraba membesar
8
STATUS NEUROLOGIS
A. GCS : Compos Mentis
B. Gerakan Abnormal : -
C. Leher : sikap baik, gerak baik ke segala arah D. Tanda Rangsang Meningeal
Kanan Kiri Kaku kuduk (-) Laseque <70o <70o Kernig <135o <135o Brudzinsky I (-) (-) Brudzinsky II (-) (-) E. Nervus Kranialis N.I ( Olfaktorius )
Subjektif Tidak Dilakukan
N. II ( Optikus )
Tajam penglihatan (visus bedside) Normal normal
Lapang penglihatan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Melihat warna Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Ukuran Isokor, D 2mm Isokor, D 2mm
Fundus Okuli Tidak dilakukan
9 N.III, IV, VI ( Okulomotorik, Trochlearis, Abduscen )
Nistagmus - -
Pergerakan bola mata Baik ke 6
arah
Baik ke 6 arah
Kedudukan bola mata Ortoforia Ortoforia
Reflek Cahaya Langsung & Tidak Langsung + +
Diplopia - - N.V (Trigeminus) Membuka mulut + + Menggerakan Rahang + + Oftalmikus + Berkurang Maxillaris + Berkurang Mandibularis + Berkurang N. VII ( Fasialis )
Perasaan lidah ( 2/3 anterior ) Tidak Dilakukan Motorik Oksipitofrontalis Baik Menurun Motorik orbikularis okuli Baik Menurun
(LAGOPHTALMUS) Motorik orbikularis oris Baik Menurun
N.VIII ( Vestibulokoklearis )
Tes pendengaran Tidak dilakukan
10 N. IX,X ( Vagus )
Perasaan Lidah ( 1/3 belakang ) Tidak Dilakukan
Refleks Menelan Baik
Refleks Muntah Tidak Dilakukan
N.XI (Assesorius)
Mengangkat bahu Baik
Menoleh Baik
N.XII ( Hipoglosus )
Pergerakan Lidah Baik
Disatria Tidak
F. Sistem Motorik Tubuh
Kanan Kiri
Ekstremitas Atas
Postur Tubuh Baik Baik
Atrofi Otot Eutrofik Eutrofik
Tonus Otot Normal Normal
Gerak involunter (-) (-)
Kekuatan Otot 5555 5555
Kanan Kiri
Ekstremitas Bawah
Postur Tubuh Baik Baik
Atrofi Otot Eutrofik Eutrofik
11
Gerak involunter (-) (-)
Kekuatan Otot 4444 4444
G. Refleks
Pemeriksaan Kanan Kiri
Refleks Fisiologis
Bisep + +
Trisep + +
Patela + +
Achiles + +
Pemeriksaan Kanan Kiri
Refleks Patologis Babinski Chaddok - - - - Oppenheim Gordon - - - - Klonus - - Hoffman Tromer - -
12 H. Gerakan Involunter Kanan Kiri Tremor - - Chorea - - Athetosis - - Myocloni - - Ties - -
I. Tes Sensorik (sentuhan ) BAIK
J. Fungsi Autonom
Miksi : baik
Defekasi : baik
Sekresi keringat : baik
K. Keseimbangan dan koordinasi
Hasil
Tes disdiadokinesis Baik
Tes tunjuk hidung dan jari Baik
Tes tunjuk jari kanan dan kiri Baik
Tes romberg Baik
13
V. RESUME
Seorang pasien, wanita, berusia 18 tahun, Datang ke poli saraf RSUD Budhi asih pada tanggal 25 Februari 2014 dengan keluhan bibir mencong ke sebelah kanan sejak 3 minggu SMRS. Satu hari sebelumnya pasien mengaku wajah berkedut dan terpapar udara dingin. Ditemukan hiperlakrimasi pada mata kiri. Pusing berputar disangkal, nyeri kepala disangkal. Tidak ada riwayat trauma, lemah dibagian tubuh lainnya disangkal, sulit menelan dan bicara plo disangkal, BAB dan BAK baik.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan lagoftalmus OS, dan kesan parase wajah sebelah kiri. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Pada saat pemeriksaan pasien ini belum dilakukan pemeriksaan penunjang.
VI. Diagnosis
Diagnosis klinis : Paralisis N.VII perifer sinistra
Diagnosis etiologi : idiopatik
Diagnosis topis : N.VII perifer dibawah ganglion geniculatum.
Diagnosa patologis : proses inflamasi
VII. Penatalaksanaan:
1. Non medikamentosa
o Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan pengobatan
yang diberikan.
o Kompres air hangat pada bagian yang sakit +/- 20 menit
14
o Dianjurkan untuk menjalani fisioterapi.
o Mata ditutup saat tidur
2. Medikamentosa :
a. Methilprednisolon 3 x 16 mg selama 3 hari. Tapering off setengah dosis 3 hari selanjutnya
b. Salep mata saat tidur
IX. Prognosis
Ad vitam : ad bonam Ad fungsionam : ad bonam Ad Sanationam : Dubia ad bonam
15
BAB III ANALISA KASUS
Pasien wanita muda datang dengan keluhan bibir mencong ke sebelah kanan sejak 3 minggu SMRS, tanpa penurunan kesadaran dan dengan gejala yang menetap dapat mengerucutkan ke beberapa sebab yaitu Bell’s Palsy dan tumor yang menekan ke tulang temporal (Kolesteatom, dermoid).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lagophtalmus dan hiperlakrimasi, parese dan hipestesi wajah bagian kiri memberikan gambaran gangguan pada N.VII perifer. Dengan demikian diagnosis bisa lebih mengerucut ke arah Bell‘s Palsy.
Diagnosis yang didapatkan adalah :
Diagnosis klinis : Paralisis N.VII perifer sinistra grade II
Diagnosis etiologi : idiopatik
Diagnosis topis : N.VII perifer dibawah foramen stylomastoideus
Diagnosa patologis : proses inflamasi
Dengan dasar penegakan diagnosis sbb :
- Paralisis N.VII perifer
- Hipestesia wajah kiri
- Hiperlakrimasi pada mata kiri
- Tidak ditemukan adanya gangguan mendengar
- Tidak ditemukan adanya kelumpuhan dibagian lain
16 Gejala – gejala tersebut timbul dikarenakan gangguan pada N.VII yang mempersarafi wajah untuk fungsi motorik dan sensorik. Gangguannya bersifat unilateral dan ipsilateral dimana N.VII mempersarafi otot oblikularis okuli, oblikularisorim temporal, servikal, bukal dan zygomatik yang berfungsi sebagai penggerak wajah. Pada pasien tampak lagophtalmus dan mulut mencong pada sisi yang terkena. Hipestesia terjadi dikarenakan N.VII dan N.V mempunyai nucleus somatosensory yang sama namun pada kasus ini rasa baal terjadi karena gangguna dari motorik sehingga memberikan efek kepada rasa baal. Hiperlakrimasi dikarenakan N.VII memegang peran otonom pada glandula lakrimalis sehingga apabila terganggu dapat menyebabkan hal ini terjadi, selain itu pada penderita Bell‘s Palsy terdapat lagophtamus maka agar tidak terjadi dry eye dikompensasi dengan meningkatnya produksi air mata.
Dasar diagnosis klinis saya ambil berdasarkan klinis pasien ditemukan kelumpuhan wajah sebelah kiri yang memberikan kesan paralisis N.VII perifer. Grade untuk BP menurut House-Brackmann yaitu, Pada pasien ini tidak ditemukan synkinesia, namun mata dapat tidak dapat ditutup dengan usaha minimal dan sekilas tampak asimetris, bibir mencong dapat digerakan dengan usaha maksimal sehingga didapatkan pada pasien ini masuk ke grade III menurut House-Brackmann. Pada grade ini pasien masih mempunyai kemungkinan tidak sembuh sempurna.
Bell‘s Palsy sendiri merupakan s ebuah kelainan yang digambarkan dengan kelumpuhan N.VII perifer (unilateral). Sifatnya idiopatik, akut dan tidak disertai gangguan neurologis lain. Berdasarkan penyebab Bell‘s palsy masih belum diketahui dengan pasti namun ada beberapa hipotesis yang berkembang seperti infeksi pada Herpes Simpleks Virus yang menyebabkan inflamasi pada ganglion genikulatum, penyakit autoimun, penyakit mikrovaskuler dan juga dikaitkan dengan paparan udara dingin.
17 Pada pasien ini kami berkesimpulan penyebab terjadinya Bell‘s Palsy dikarenakan paparan udara dingin. Paparan udara dingin menyebabkan Bell‘s Palsy dikarenakan dingin dapat mengiritasi N.VII,dimana secara anatomis N.VII adalah nervus kranialis yang melewati kanal-kanal dalam tengkorak, sehingga disaat teriritasi oleh dingin, terjadi oedem dan akhirnya tertekan oleh kanal-kanal sempit pada tulang tengkorak.
Etiologi dari Bell‘s palsy sampai saat ini masuh dalam perdebatan.edema pada N.VII diyakini mempunyai peran atas terjadinya kelumpuhan pada Bell‘sPalsy. Keterlibatan herpes zooster atas terjadinya inflamasi sekarang sedang berkembang, keadaan autoimmune juga dipercaya mempunyai peran dalam beberapa kasus Bell‘s Palsy.
Lesi yang terjadi pada Bell‘s palsy bersifat perifer dikarenakan bentuk anatomi dari tulang tengkorak yang dilewati N.VII mudah mengganggu terutama apabila terjadi inflamasi dan menyebabkan edema setempat. 80-90% penderita Bell‘s palsy dapat sembuh dengan sendirinya tanpa defisit neurologis (Sembuh sempurna). Pemberian kortikosteroid ditemukan dapat mempercepat penyembuhan, dan perlu tappering off untuk penggunaan steroid. Obat antiviral dapat diberikan apabila memang ada arah kecurigaan terjadinya infeksi virus, studi membuktikan bahwa untuk pasien penderita Bell‘s palsy yang mendapatkan terapi antivirus disertai dengan steroid pada masa akut (<72 jam onset) memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan dengan terapi steroid tunggal, namun pada pasien dengan onset yang sudah lama pemberian antivirus tidak efektif.
Pada kasus ini terdapat keterlambatan penanganan. Sudah 3 minggu setelah kejadian namun masih tampak adanya klinis yang belum membaik secara signifikan. Maka dari itu pemberian kortikosteroid masih dianjurkan dengan asumsi bahwa masih terjadi oedem pada N.VII.
18 Proteksi mata dianjurkan saat pasien mengalami lagophtalmus untuk menghindari iritasi pada kornea. Pemberian obat tetes mata untuk menjaga kelembaban mata, juga salep mata saat pasien tidur.
Diagnosis topis ditegakkan dari gambaran klinis dimana pada pasien ini hanya didapatkan gangguan pada otot ekspresi wajah, namun tidak didapatkan hiperakusis, gangguan perasa dan gangguan pendengaran. Namun didapatkan hipestesi sehingga topis pada kasus ini bisa diperkirakan antara ganglion genikulatum dan foramen stylomastoideus.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Bells Palsy Fact sheet. National Institute Of Neurological Disorder and Stroke. Available at: http://www.ninds.nihgov/disorder/bella/detail_bella.htm. accesed on: 6 march 2014.
2. Baugh,FR; et all. Clinical Practice Guideline: Bells Palsy executive summary.otolaryngology-head and neck surgery. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24190889. accesed on: 6 march 2014 3. Smith WS, Johnston SC, Easton JD. Bell‘s palsy. In: Kasper DL, editor.
Harrison’s principles of internal medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 2372-93.
4. Bell‘s Palsy epidemology. Medscape. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1146903-epidemiology#showall. Accesed on 14 march 2014.
5. Murthy,JM; Saxena, AB; Bell‘s Palsy : Treatment guidelines. Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3152161/. Accesed on 14 march 2014.
6. Lee, HY; Moon Suh Park, et al; Agreement between the Facial Nerve Grading System 2.0 and the House-Brackmann Grading System in Patients with Bell Palsy. Avaliable at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3781225/ . Accesed on 14 march 2014.
7. Bell‘s Palsy clinical presentation. Medscape. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1146903-clinical#showall Accesed on