• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINDROM NEFROTIK Baru02.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINDROM NEFROTIK Baru02.docx"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

SINDROM NEFROTIK SINDROM NEFROTIK

A.

A. PENDAHULUANPENDAHULUAN

Sindrom nefrotik adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai Sindrom nefrotik adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai  pada

 pada anak, anak, merupakan merupakan suatu suatu kumpulan kumpulan gejala-gejala gejala-gejala klinis klinis yang yang terdiri terdiri daridari  proteinuria

 proteinuria masif, masif, hipoalbuminemia, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia hiperkholesterolemia serta serta sembab. sembab. YangYang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.

dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.1,81,8

Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN berat yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein tetapi pada SN berat yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai  pada

 pada SN. SN. Umumnya Umumnya pada pada SN SN fungsi fungsi ginjal ginjal normal normal kecuali kecuali sebagian sebagian kasus kasus yangyang  berkembang menjadi

 berkembang menjadi penyakit penyakit ginjal tahap ginjal tahap akhir (PGTA). akhir (PGTA). Pada bPada beberapa eeberapa episodepisode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respons yang baik terhadap terapi SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respons yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik.

steroid, tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik.22

Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik (SNI). Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas (SNI). Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas

(2)

 Nephrotic

 Nephrotic SyndromeSyndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Sarjanaatau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Sarjana lain menyebut

lain menyebut (Nothing In Light Microscopy)(Nothing In Light Microscopy) disease.disease.88

B.

B. INSIDENSINSIDENS

Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai  pada

 pada usia usia 2-7 2-7 tahun. tahun. Rasio Rasio laki-laki laki-laki : : perempuan perempuan = = 2:1, 2:1, sedangkan sedangkan pada pada masamasa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1.

remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1.88

C.

C. ETIOLOGIETIOLOGI

Sebab yang pasti belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu Sebab yang pasti belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu  penyakit autoimun.

 penyakit autoimun. Jadi merapakan suatu Jadi merapakan suatu reaksi antigen-antibodi. reaksi antigen-antibodi. Umumnya paraUmumnya para ahli membagi etiologinya menjadi :

ahli membagi etiologinya menjadi :33 I.

I. Sindrom nefrotik bawaanSindrom nefrotik bawaan33

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonates. Pencangkokan ginjal pada masa neonates telah dicoba, tapi tidak neonates. Pencangkokan ginjal pada masa neonates telah dicoba, tapi tidak  berhasil.

 berhasil. Prognosis Prognosis buruk buruk dan dan biasanya biasanya penderita penderita meninggal meninggal dalam dalam bulan- bulan- bulan pertama kehidupannya.

 bulan pertama kehidupannya. II.

II. Sindrom nefrotik sekunder Sindrom nefrotik sekunder 33

Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :

(3)

a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema.

 b. Infeksi: hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.

c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular.

d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik : lupus eritematosus sistemik,  purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.

e.  Neoplasma: tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal. III. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya)3

Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsy ginjal dengan  pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop electron, Churg dkk. membagi

dalam empat golongan yaitu : 1. Kelainan minimal

Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan pemeriksaan mikroskop electron tampak foot processus sel epitel  berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG atau

immunoglobulin beta -1C pada dinding kapiler glomerulus.

Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik jika dibandingkan dengan golongan lain.

(4)

2.  Nefropati membranosa fis

Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik.

3. Glomerulonefiitis proliferative

a. Dengan Glomerulonefiitis proliferatif eksudatifdifus

Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel  polimorfbnukleus. Pembengkakan sitoplasma endotel yang

menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefiitis yang timbul setelah infeksi dengan Streptococcus yang  berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik.

 b. Dongan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening)

Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan  batang lobular.

c. Dengan bulan sabit (crescent)

Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai (kapsular) dan viseral.

d. Glomerulonefritis membranoploriferatif

Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membrane basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta-1 A rendah.

(5)

Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas 4. Glomerulosklerosis fokal segmental

Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Bering disertai dengan atrofi tubulus. Prognosis buruk.

TABLE 527-2 - Summary of Primary Renal Diseases That Present as Idiopathic

Nephrotic Syndrome MINIMAL CHANGE NEPHROTIC SYNDROME FOCAL SEGMEN TAL GLOME RULOSC LEROSIS MEMBRA NOUS NEPHRO PATHY MEMBRANOPROLIFE RATIVE GLOMERULONEPHRI TIS Type I Type II FREQUENCY[*] Children 75% 10% <5% 10% 10% Adults 15% 15% 50% 10% 10%

Clinical

 Manifestations

Age(yr) 2-6, some adults 2-10, some adults 40-50 5-15 5-15

(6)

MINIMAL CHANGE NEPHROTIC SYNDROME FOCAL SEGMEN TAL GLOME RULOSC LEROSIS MEMBR  ANOUS NEPHRO PATHY MEMBRANO PROLIFERATIVE GLOMERULONEPHR  ITIS Type I Type II male female  Nephrotic syndrome 100% 90% 80% 60% 60% Asymptomatic  proteinuria 0 10% 20% 40% 40% Hematuria 10-20% 60-80% 60% 80% 80%

Hypertension 10% 20% early Infrequent 35% 35%

Rate of  progression to renal failure Does not  progress 10 yr 50% in 10-20yr 10-20 yr 5-15 yr Associated condition Allergy? Hodgkin disease, usually none

 None Renal vein thrombosi s, cancer, SLE, hepatitis B  None Partial lipodystroph y

Laboratory

Findings

Manifestations of nephrotic syndrome Manifestat ions of nephrotic syndrome Manifest ions of nephrotic ↑  BUN in 15-30% ↑BUN in 20-40% syndrome LowCl, C4, C3-C9  Normal Cl, C4, low C3-C9

I mmunogenetics

HLA-B8, B12 (3.5) [†] Mutations in  podocin, a-actinin-4, other genes HLA-DRw3 (12-32)[t]  Not establish ed C3 nephritic factor Not established

Renal Pathology 

(7)

MINIMAL CHANGE NEPHROTIC SYNDROME FOCAL SEGMEN TAL GLOME RULOSC LEROSIS MEMBR  A NOUS NEPHRO PATHY MEMBRANOPROLIFE RATIVE GLOMERULONEPHRI TIS Type I Type II

Light microscopy Normal Focal

sclerotic lesions Thickened GBM, spikes Thickened GBM,  proliferati on Lobulation Immuno fluoresce nee  Negative IgM, C3 in lesions Fine granular IgG, C3 Granular IgG, C3 C3 only Electron microscopy Foot process fusion Foot  process fusion Subepithel ial deposits Mesangial and subendoth el ial deposits Dense deposits  Response to Steroids 90% 15-20% Maybe slow  progressio n  Not establishe d  Not established

 Modified from Couser WG:Glomerular disorders. In Wyngaarden JB, Smith LH,  BennettJC (editors): Cecil Textbook of Medicine, 19th ed. Philadelphia, WB Sawders,

1992, p 5604

D. PATOGENESIS

Proteinuria (afbuminuria) masrf merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adaiah hilangnya muatan negatif yang  biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif

(8)

tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik  plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang

interstitial.1

Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh  penurunan aktivitas degradasi lemak karena Mlangnya a-glikoprotein sebagai  perangsang Hpase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan  pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma

yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.

Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan

(9)

 bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin  plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume  plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai

akibat hipervolemia.1

Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill  berlangsung  bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena  patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi

(10)

Gambar 1. Mekanisme edema pada sindrom nefrotik 2

E. GEJALA KLINIS

Edema merupakan gejala klinis yang menonjol, kadang-kadang mencapai 40% daripada berat badan dan didapatkan anasarka. Penderita sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria, azotemia dan hipertensi ringan. Terdapat proteinuria terutama albumin (85-95%) sebanyak 10-15 gram/hari. Ini dapat ditentukan dengan pemeriksaan Esbach. Selama edema masih banyak, biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin meninggi. Sedimen dapat normal atau berupa torak hialin, granula, lipoid; terdapat sel darah putih; dalam urin mungkin dapat ditemukan pula double refractile bodies. Pada fase non-nefiitis uji fungsi ginjal seperti kecepatan filtrasi

(11)

glomerulus, aliran plasma ke ginjal tetap normal atau meninggi. Dengan  perubahan yang progresif di glomerulus terdapat penurunan fungsi ginjal pada

fase nefiitik.3

Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia. Kadar globulin normal atau meninggi sehingga terdapat perbandingan albumin-globulin yang terbalik. Didapatkan pula hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen meninggi, sedangkan kadar ureuni normal. Anak dapat pula menderita anemia defisiensi besi karena transferin banyak keluar dengan urin. Kadang-kadang didapatkan protein bound iodine rendah tanpa adanya Mpotiroid. Pada 10% kasus terdapat defisiensi faktor DC. Laju endap darah meninggi. Kadar kalsium darah sering rendah. Pada keadaan lanjut kadang-kadang terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia.3

Efusi pleura sering terdapat pada pasien dengan sindrom nefrotik. Berdasarkan penemuan radiografi terdapat efusi sekitar 21% dari 52 anak-anak dengan sindrom nefrotik. Menurunnya tekanan osmotik plasma dan meningkatnya tekanan hidrostatik mendukung perkembangan efusi pleura transudat. Torakosintesis harus dilakukan setiap terjadi efusi pada pasien sindrom nefrotik, untuk mengkonfirmasi bahwa cairan tersebut adalah sebuah transudat (protein <3g/di). Adanya efusi pleura menyebakan pasien sesak napas.7

F. IMUNISASI

(12)

1. Vaksin virus mati : dapat diberi selama R/steroid atau 6 minggu setelah R/dihentikan.

2. Vaksin virus hidup : hanya diberikan setelah 12 minggu R/steroid dihentikan.

G. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan  pemeriksaan penunjang:

1) Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata,  perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang  berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna

kemerahan.

2) Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi.

3) Pemeriksaan penunjang1,6

o Hypoalbuminemia (serum albumin ,2,5 gram/dl)

o  Nephrotic-range proteinuria:

a. Proteinuria >40 mg/m2 per -jam (normal: <4 mg/m2 per-jam) b. Urin  protein : rasio kreatinin (mgrmg) >2 (normal: bayi <0.5, anak-anak

(13)

o Hyperlipidemia (peningkatan kolesterol, trigliserid, and low-density dan

very-low-density lipoprotein)

o Peningkatan kadar nitrogen urea darah (15-30%)

o Urinalisis

a. Peningkatan berat jenis (penurunan volume intavaskular)  b. Proteinuria 3 + or 4 +

c. Hematuria mikroskopik (20-25%) d. Lipid droplet

H. DIAGNOSIS BANDING16

 Periorbital edema disebabkan oleh infeksi

 Periorbital edema disebabkan oleh alergi

 Sebab non-renal: gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi

 Glomerulonefritis akut

 Proteinuria dari penyebab lain

 Lupus sistemik eritematous

 Enterophaty akibat kehilangan protein

(14)

I. PENATALAKSANAAN1-6

Pada episode pertama nefrosis, anak dapat dirawat-inap di rumah sakit untuk tujuan diagnostic, pendidikan, terapeutik. Bila timbul edema, masukan natrium dikurangi dengan memulai "diet tidak ditambah garam". Ibunya dinasehati untuk tidak memasak dengan garam, menyembunyikan garam meja, dan menghindari menyajikan makanan yang jelas-jelas bergaram. Pembatasan garam dihentikan apabila edemanya membaik. Jika edemanya tidak berat, masukan cairan tidak dibatasi namun tidak perlu didorong. Anaknya dapat masuk sekolah dan  berpartisipasi dalam aktivitas sekolah seperti yang dapat ditoleransi. Sampai diuresis akibat kortikosteroid mulai, edema ringan sampai sedang dapat dikelola di rumah dengan klorotiazid 10-40 mg/kg/24 jam dalam dua dosis terbagi. Bila terjadi hipokalemia, dapat ditambahkan kalium klorida atau spironolakton (3-5 mg/kg/24 jam dibagi menjadi empat dosis). Jika edemanya menjadi berat, mengakibatkan kegawatan pernapasan akibat efosi pleura yang massif dan asites atau pada edema skrotum yang berat, anak haras di rawat-inap di rumah sakit. Pembatasan natrium harus diteruskan, tetapi pengurangan masukan yang lebih lanjut jarang efektif dalam mengendalikan edema. Skrotum yang membengkak dinaikkan dengan bantal untuk meningkatkan pengeluaran cairan dengan gravitasi. Di masa lampau, edema yang berat diobatidengan pemberian albumin intravena, pada beberapa penderita disertai dengan pemberian furqsemid intravena. Tetapi sekarang terapi tipe ini telah diganti dengan pemberian furosemid oral (1-2 mg/kg setiap 4 jam) bersama dengan metolazon (0,2-0,4

(15)

mg/kg/24 jam dalam dua dosis terbagi); matolazon dapat bekerja pada tubulus  proksimal dan distal. Bila menggunakan kombinasi yang kuat ini, kadar elektrolit

dan fungsi ginjal harus dimonitor secara ketat. Pada beberapa keadaan edema  berat, pemberian albumin manusia 25% (1 g/kg/24 jam) intravena mungkin

diperlukan, tetapi efeknya biasanya sementara dan harus dihindari terjadinya kelebihan beban volume dengan hipertensi dan gagal jantung.

Setelah diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan laboratorium yang tepat,  patofisiologi dan pengobatan nefrosis ditinjau lagi bersama-sama dengan keluarganya untuk meningkatkan pengertian mereka tentang penyakit anaknya. Remisi kemudian diinduksi dengan pemberian Prednison, kortikosteroid yang kurang mahal, dengan dosis 60 mg/m2/24 jam (maksimum dosis 60 mg setiap hari), dibagi menjadi 3 atau 4 dosis dalam sehari. Digunakan terapi dosis terbagi  bukannya dosis tunggal, karena beberapa penderita yang gagal berespon terhadap

dosis tunggal akan berespon terhadap dosis terbagi. Waktu yang dibutuhkan untuk berespon terhadap Prednison rata-rata sekitar 2 minggu, responnya ditetapkan pada saat urin menjadi bebas protein. Jika anak berlanjut menderita  proteinuria (2+ atau lebih) setelah 1 bulan mendapat Prednison dosis terbagi yang terus-menerus tiap hari, nefrosis demikian disebut resisten steroid dan biopsy ginjal terindikasi untuk menentukan penyebab penyakitnya yang tepat.

Lima hari setelah urin menjadi bebas protein (negative, sedikit sekali, atau 1+  pada dipstick), dosis Prednison diubah menjadi 60 mg/m2  (dosis maksimum 60

(16)

Regimen selang sehari ini diteruskan selama 3-6 bulan. Tujuan terapi selama sehari ini adalah mempertahankan remisi dengan menggunakan dosis Prednison yang relative non toksik, dengan demikian menghindari seringnya kekambuhan dan toksisitas kumulatif akibat pemberian kortikosteroid setiap hari. Setelah  periode terapi selang sehari tersebut, prednisone dapat dihentikan secara

mendadak. Pengalaman yang cukup menunjukkan bahwa ada pemulihan yang cukup pada fungsi axis pituitaria adrenal sehingga penderita tidak berisiko terhadap insufisiensi adrenal setelah penarikan kembali prednisone selang sehari tersebut secara mendadak. Sebaliknya, dalam waktu sampai dengan 1 tahun setelah penyelesaian terapi kortikosteroid, anak akan membutuhkan tambahan kortikosteroid unruk penyakit yang berat atau pembedahan.

Setiap relaps nefrosis diobati dengan cara yang sama. Kekambuhan didefmisikan sebagai berulangnya edema dan bukan hanya proteinuria, karena  beberapa anak dengan keadaan ini akan menderita proteinuria intermitten yang menyembuh spontan. Sejumlah kecil penderita yang berespon terhadap terapi dosis terbagi setiap hari, akan mengalami kekambuhan segera setelah perubahan ke atau setelah penghentian terapi selang sehari. Penderita demikian itu disebut tergantung steroid.

Bila ada kekambuhan berulang dan terutama jika anak menderita toksisitas kortikosteroid berat (tampak cushingoid, hipertensi, gagal tumbuh), kemudian harus dipikirkan terapi siklofosfamid. Siklofosfamid terbukti memperpanjang lama remisi dan mencegah kekambuhan pada anak yang sindrom nefrotiknya

(17)

sering kambuh. Efek samping obat (leucopenia, infeksi varicella tersebar, sistitis hemoragika, alopesia, sterilitas) harus dipantau pada keluarga. Dosis siklofosfamid adalah 3 mg/kgBB/24jam sebagai dosis tunggal, selama total  pemberian 12 minggu. Terapi Prednison selang sehari sering diteruskan selama  pemberian siklofosfamid. Selama terapi dengan Siklofosfamid, leukosit harus dimonitor setiap minggu dan obatnya dihentikan jika jumlah leukosit menurun < 5000/mm3. Penderita yang resisten steroid berespon terhadap perpanjangan  pemberian siklofosfamid (3-6 bulan), bolus metilprednisolor, atau siklosforin.

Tranplantasi ginjal terindikasi untuk gagal ginjal stadium akhir karena glomerulosklerosis setempat dan segmental resisten steroid. Sindrom nefrotik  berulang terjadi pada 15-55% penderita. Absorbsi protein plasma pada kolom  protein basis-A dapat menurunkan proteinuria pada penderita-penderita ini. Absorbsi protein memindahkan suatu fraksi (BM <100.000), yang menaikkan  permeabilitas protein ginjal.

J. KOMPLIKASI2,3

 Keseimbangan nitrogen2

Proteinuria massif pada SN akan menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi negative. Penurunan massa otot sering ditemukan tetapi gejala ini tertutup oleh gejala edema anasarka dan baru tampak setelah edema rnenghilang. Kehilangan massa otot sebesar 10-20% dari massa tubuh (lear

(18)

 Hiperlipidemia dan Lipiduria

 Hiperkoagulasi

 Metabolism kalsium dan tulang

 Infeksi3

Infeksi yang dapat terjadi salah satunya yaitu infeksi sekunder. Terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptococcus, Staphylococcus;  bronkopneumonia dan tuberculosis.

 Gangguan fungsi ginjal

 Komplikasi lain

K. PROGNOSIS

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut:1 1) Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun dan di atas 6

tahun

2) Disertai oleh hipertensi 3) Disertai hematuria

4) Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder

5) Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Terapi anti bakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi, tetapi tidak  berdaya terhadap kelainan ginjal sehingga akhirnya dapat terjadi gagal ginjal.

Penyembuhan klinis kadang-kadang terdapat setelah pengobatan bertahun-tahun dengan kortikosteroid.3

(19)

Sebagian besar anak dengan nefrosis yang berespons terhadap steroid akan mengalami kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya menyembuh sendiri secara spontan menjelang usia akhir dekade kedua. Yang penting adalah, menunjukkan pada keluarganya bahwa anak tersebut tidak akan menderita sisa disfungsi ginjal, bahwa penyakitnya biasanya tidak herediter, dan bahwa anak akan tetap fertile (bila tidak ada terapi siklofosfamid atau klorambusil). Untuk memperkecil efek psikologis nefrosis, ditekankan bahwa selama masa remisi anak tersebut normal serta tidak perlu pembatasan diet dan aktivitas. Pada anak yang sedang berada dalam masa remisi pemeriksaan protein urin biasanya tidak diperlukan.6

(20)

DAFTAR PUSTAKA

1.  Noer MS, Soemyarso N. Sindrom Nefrotik. Journal [serial on the Internet]. 2006 Date [cited 2013 March 21st ]: Available from: http://old.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&fi Iepdf=0&pdf=&html=07110-ebtq258.html.

2. Prodjosudjadi W. Sindrom Nefrotik. In: Sudoyo AW, editor. Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; 2006. p. 999-1003.

3. Latief A, Pudjiadi A, Putra ST. Sindrom Nefrotik. In: Hassan R, editor. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC; 2007. p. 832-35

4. E.Berhman R, Kligman RM, Arvin AM. Textbook of Pediatrics. 17th ed. Churchill livingstone: Elsevier science; 2004.

5. Shah BR, Lucchesl M. Atlas of Pediatric Emergency Medicine. Churchill livingstone: York: Cambridge University Press; 2000.

6. E.Berhman R, Kligman RM, Arvin AM. Sindrom Nefrotik. Dalam : Wahab S, editor. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. 15th ed. Jakarta: EGC; 2000. p. 1828-31 7. Kinasewitz GT. Transudative Effusions. The Pleura. Oklahoma: ERS Journals;

[updated 1997; cited 2013 March 19th]; Available from: http://www.ersj.org.Uk/content/10/3/714.full.pdf.

8. Rauf, Syafruddin. Sindrom Nefrotik. Dalam : Catatan Kuliah Nefrologi Anak. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Anak; 2009. p. 21-34

Gambar

TABLE 527-2  - Summary of Primary Renal Diseases That Present as Idiopathic
Gambar 1. Mekanisme edema pada sindrom nefrotik  2 E. GEJALA KLINIS

Referensi

Dokumen terkait

Arahan Kerja Penawaran Biasiswa/Bantuan Kewangan Dalaman Pengajian Siswazah (UPM/PU/S/AK05/01).. Pemohon/Pelajar 5.3 Lengkapkan borang permohonan

Perintah dasar di Linux dapat digunakan menggunakan akses root atau user biasa, akan tetapi sebaiknya menggunakan akses user biasa saja agar tidak

Data penaikan penjualan di tahun 2016 yang signifikan terlihat di bulan Desember karena pelanggan sedang menikmati liburan akhir tahun, pada umumnya para pecinta kuliner dari luar dan

Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena

Dari hasil isolasi bakteri rizosfer buah merah pada empat daerah diperoleh 58 isolat, dengan rincian, kelompok bakteri fluorescence diperoleh 22 isolat, bakteri tahan

Hasil pengujian masing-masing variabel independen terhadap variabel dependennya terlihat bahwa profitabilitas, leverage, growth tidak berpengaruh signifikan terhadap good

Kepada Jemaat yang baru pertama kali mengikuti ibadah dalam Persekutuan GPIB Jemaat “Immanuel” Depok dan memerlukan pelayanan khusus, dapat menghubungi Presbiter

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah