• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TERAPI MUSIK LANGGAM JAWA TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA DI PURWOREJO. Daryani* ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TERAPI MUSIK LANGGAM JAWA TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA DI PURWOREJO. Daryani* ABSTRACT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TERAPI MUSIK LANGGAM JAWA TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA DI PURWOREJO

Daryani* ABSTRACT

Background : The effect of aging process that going on elderly emerged many kends of problems in psysical, mental, and social economy. If elderly people got a mentality disorder, this condition lead to their elderly activities. Basedy to the elderly cultural so langgam Java music therapy is chosing because it has slow music tempo characteristic. This characteristic of music conducted a calm and relaxed that caused harmony and peacefull of the soul.

Research Objectives : Determine the effect of langgam Java music therapy to the anxiety level of elderly in village Candingasinan, Banyuurip, Purworejo.

Research Methods : This research is a quantitative with a pra exsperiment. Research design used one group pretest posttest whereis respondent get a pretest before the intervention and then get posttest after the intervention. Research instrument for data collection used DASS 42 scoring check list to do the measurement before and after the intervention. Data analysis statistic used T-Test.

Results : Research resulted that elderly anxiety before and after langgam Java music therapy as intervention can decrease significantly with p=0.000 ( α < 0,05 ).

Conclusion : Significet effect between langgam Java music therapy to the elderly anxiety level of elderly in village Candingasinan, Banyuurip, Purworejo.

Keywords : Elderly, Anxiety, Langgam Java music therapy.

(2)

A. Latar Belakang

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun atau lebih, baik pria maupun wanita. Secara biologis, lansia mempunyai ciri-ciri yang dapat dilihat secara nyata pada perubahan-perubahan fisik dan mentalnya. Proses ini terjadi secara alami yang tidak dapat dihindari dan berjalan secara terus-menerus. Semakin seseorang bertambah usia, maka fungsi vital dalam tubuh ikut mengalami kemunduran, pendengaran mulai menurun, penglihatan kabur, dan kekuatan fisiknya pun mulai melemah (Nugroho, 2008).

Pengaruh proses penuaan yang dialami oleh lansia menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, mental, maupun sosial ekonomi. Jika lansia mengalami masalah gangguan mental, maka kondisi tersebut dapat mengganggu kegiatan sehari-hari lansia. Masalah gangguan mental yang sering timbul pada lansia meliputi kecemasan, depresi, dan insomnia (Maryam, Fatma, Rosidawati, Jubaedi, 2008). Salah satu gangguan mental pada lansia adalah kecemasan. Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau ketakutan yang tidak jelas dan hebat. Hal ini terjadi sebagai reaksi terhadap sesuatu yang dialami oleh seseorang (Nugroho, 2008). Gejala kecemasan yang dialami oleh lansia diantaranya perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional akan kejadian yang akan terjadi, rasa panik terhadap masalah yang ringan, perubahan tingkah laku, gelisah, tidak mampu berkonsentrasi atau tidak memahami penjelasan, sering membayangkan hal-hal yang menakutkan (Nugroho, 2008).

Lansia dengan gangguan kecemasan, mudah merasa stres dan khawatir terhadap permasalahan sederhana yang terjadi dalam kehidupannya. Jika terjadi sesuatu yang salah dalam kehidupan sehari-hari, seperti ketakutan akan kematian, yang bagaimanapun proses menua merupakan tahap akhir dari alur kehidupan manusia, atau perselisihan dengan anak-anaknya, permasalahan kehilangan pasangan baik karena kematian atau perceraian, maupun permasalahan tentang penyakitnya yang tidak kunjung sembuh, maka lansia akan memperbesar permasalahan tersebut dan merasa khawatir dengan akibat yang ditimbulkan oleh permasalahannya. Perhatian mereka beralih, dari permasalahan yang terjadi menjadi perasaan khawatir, sehingga kerisauan mereka menjadi bertambah besar. Kekhawatiran yang mereka rasakan terus-menerus mengakibatkan mereka kurang efektif dalam menjalankan tugas sehari-hari, sehingga terjadi sesuatu yang salah pada diri mereka. Alasan apapun yang terjadi, jika individu mulai merasakan

(3)

kecemasan, maka mereka tidak dapat mengendalikan perasaan itu ( Halgin, Whitbourne, 2010 ).

Kecemasan pada lansia dapat diminimalkan dengan farmakologi, adanya dukungan perhatian keluarga atau terapi lain yang mendukung, salah satunya terapi musik. Sebuah riset tentang terapi musik menunjukan kalau terapi musik sangat efektif dalam meredakan kegelisahan dan stres, mendorong perasaan rileks serta meredakan depresi. Terapi musik membantu orang-orang yang memiliki masalah emosional dalam mengeluarkan perasaan mereka, membuat perubahan positif dengan suasana hati, membantu memecahkan masalah, dan memperbaiki konflik pribadi (IHA, 2010). Pilihan musik merupakan hal yang efektif untuk mengatasi kecemasan, karena musik merupakan salah satu bentuk rangsangan suara yang merupakan stimulus khas untuk indera pendengaran. Disesuaikan dari kultur lansia maka dipilih musik langgam Jawa yang identik dengan tempo lamban serta memiliki karakteristik musik yang tenang dan santai serta menimbulkan keselarasan jiwa dan rasa (Esteher,2003). Musik langgam Jawa merupakan bentuk adaptasi musik keroncong kedalam idiom musik tradisional Jawa, dan kini banyak dinyanyikan dalam bentuk campursari, seperti lagu walang keket yang dinyanyikan oleh Waljinah. Lama waktu untuk memperdengarkan terapi musik sangat tergantung dari keadaan pasien yang akan dilakukan terapi musik ( Anonim, 2007).

Berdasarkan pengamatan penulis di wilayah desa Candingasinan, didapatkan data masih banyaknya lansia yang aktifitas sehari-harinya hanya berdiam di rumah, yang sebagian sudah ditinggal pasangan hidupnya dan sebagian pula ditinggal keluarganya. Dari hasil survei studi pendahuluan di desa Candingasinan, Banyuurip, Purworejo, dari hasil wawancara dengan kepala desa Candingasinan jumlah lansia tardapat 60 orang.

Hasil wawancara dari 28 lansia yang saat itu datang diposyandu, kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa yang menjadi pikiran bagi mereka ialah perasaan takut akan kematian karena hari akhir usia mereka, merasa dirinya tidak berguna dan hanya menjadi beban anaknya yang ikut tinggal bersama, khawatir kehilangan orang terdekatnya dan takut tidak ada lagi yang mau mengurusnya di hari akhir usianya, khawatir tidak bisa berkumpul lagi dengan anaknya yang pergi merantau. Dari hasil wawancara, lansia juga mengatakan disela-sela senggangnya terkadang saat jam 12.00 mereka mendengarkan radio

(4)

untuk menikmati musik langgam Jawa, musik yang mereka dengar seperti lagu yang berjudul gethuk yang dinyanyikan oleh Waljinah. Dari 28 lansia yang saat itu di wawancarai, sebagian dari mereka mengatakan setelah mendengarkan musik langgam Jawa merasa lebih nyaman, perasaan khawatir sedikit berkurang, saat mendengarkan lagu Jawa, mereka juga ikut menyanyikan lagu yang didengar.

Dari hasil data di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh terapi musik langgam Jawa terhadap penurunan tingkat kecemasan pada lansia di desa Candingasinan, Banyuurip, Purworejo.

B. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian pra eksperiment dengan One Group Pre test Post test Design, yaitu melakukan test untuk mengetahui tingkat kecemasan pada lansia sebelum dan setelah dilakukan terapi musik dimana pada peneliti ini tidak ada kelompok kontrol atau pembanding tetapi sudah dilakukan observasi pertama ( pre test ) yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya eksperiment.

Perlakuan pada lansia tersebut berupa mendengarkan musik langgam Jawa dalam waktu 1 jam selama satu minggu. Bentuk rancangan ini sebagai berikut

Subyek pre test perlakuan post test

K O1 X O2

K : subyek O1 : Observasi 1 X : Perlakuan O2 : Observasi 2

Jumlah populasi pada penelitian adalah lansia desa Candingasinan, Banyuurip, Purworejo baik laki-laki maupun perempuan yang berjumlah 60 orang. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006). Pada penelitian ini menggunakan accidental sampling Riyanto.A (2011). Sampel penelitian diambil pada hari Sabtu 23 Juni 2012 sebanyak 17 orang. Tidak ada kendala saat dilakukan pengambilan sampel pada lansia yang

(5)

mengalami kecemasan. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan kriteria inklusi : lansia yang menetap di desa Candingasinan Rw I, Banyuurip, Purworejo baik laki-laki atau perempuan, bersedia menjadi responden, lansia yang mengalami kecemasan ringan dan sedang, lansia yang berusia 60 - 74 tahun, lansia yang sehat jasmani, lansia yang bisa membaca dan kriteria eksklusi : lansia yang menggunakan terapi farmakologis untuk menurunkan kecemasan, lansia dengan kecemasan berat atau panik, lansia yang mengalami gangguan pendengaran.

Instrument yang digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan pada lansia adalah kuesioner dari Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) Nursalam (2011). Psycchometric Properties of Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item. DASS adalah seperangkat skala yang dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dan depresi, kecemasan dan stres. Instrument lain, yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti memberikan lagu-lagu Jawa yang dinyanyikan oleh Waljinah dengan 10 judul, tiap judul berdurasi 4-5 menit yang diperdengarkan melalui headset, lingkungan atau tempat dalam perlakuan disesuaikan dengan keinginan responden.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Tingkat kecemasan responden

Tabel 1 Karakteristik tingkat kecemasan lansia sebelum dan sesudah diberi perlakuan pada lansia di Desa Candingasinan Rw I, Banyuurip, Purworejo (N=17)

Min-Max Mean Modus St. Deviasi Kecemasan sebelum 23-55 34.82 23a 10.754 Kecemasan sesudah 7-33 18.12 11a 7.236

Berdasarkan tabel 1 menunjukan bahwa tingkat kecemasan sebelum diberikan perlakuan nilai terendah 23 dan nilai tertinggi 55. Rata–rata tingkat kecemasan sebelum diberi perlakuan 34,82 ± 10,754. Sedangkan tingkat kecemasan

(6)

sesudah diberi perlakuan nilai terendah 7 dan nilai tertinggi 33. Rata-rata tingkat kecemasan sesudah diberi perlakuan 18,12 ± 7,236

b. Hasil analisa pengaruh terapi musik langgam Jawa terhadap penurunan tingkat kecemasan pada lansia di Desa Candingasinan Rw I, Banyuurip, Purworejo : Tabel 2 Analisa tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberi terapi musik langgam Jawa dari hasil uji T-Test

Variabel SD SE CI 95% Df P value

Tingkat kecemasan sebelum dan sesudah

5.181 1.257 14.042-19.370 16 0.000

Berdasarkan tabel 2 didapatkan hasil analisa P value = 0.000 ( p<0.05 ). Dengan hasil tersebut menunjukan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh secara signifikan dari pemberian terapi musik langgam Jawa terhadap penurunan tingkat kecemasan pada lansia di desa Candingasinan Rw I, Banyuurip, Purworejo.

D. Pembahasan

Pada hasil penelitian yang dilakukan selama 1 minggu tentang pengaruh terapi musik langgam Jawa terhadap penurunan tingkat kecemasan pada lansia di Desa Candingasinan Rw I, Banyuurip, Purworejo didapatkan hasil analisa Pvalue=0.000 (α<0.05) dengan hasil tersebut menunjukan bahwa terdapat pengaruh secara signifikan dari pemberian terapi musik langgam Jawa terhadap penurunan tingkat kecemasan pada lansia di desa Candingasinan Rw I, Banyuurip, Purworejo. Dan hal tersebut sesuai dengan tujuan dilakukan pemberian terapi musik langgam Jawa kepada lansia yang mengalami kecemasan adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh terapi musik langgam Jawa terhadap penurunan tingkat kecemasan pada lansia di desa Candingasinan Rw I, Banyuurip, Purworejo dan hasil penelitiannya menunjukan bahwa ada pengaruh.

Reaksi takut dapat terjadi melalui perangsangan hipotalamus dan nuclei amigdaloid. Sebaliknya amigdala dirusak, reaksi takut beserta manisfestasi otonom dan endokrinnya tidak terjadi pada keadaan- keadaan normalnya menimbulkan reaksi dan manisfestasi tersebut, terdapat banyak bukti bahwa nuclei amigdaloid bekerja menekan memori- memori yang memutuskan rasa takut masuknya sensorik aferent yang memicu respon takut terkondisi berjalan langsung dengan peningkatan aliran darah bilateral ke berbagai bagian ujung

(7)

anterior kedua sisi lobus temporalis. Sistem saraf otonom yang mengendalikan berbagai otot dan kelenjar tubuh. Pada saat pikiran dijangkiti rasa takut, sistem saraf otonom menyebabkan tubuh bereaksi secara mendalam, jantung berdetak lebih keras, nadi dan nafas bergerak meningkat, biji mata membesar, proses pencernaan dan yang berhubungan dengan usus berhenti, pembuluh darah mengerut, tekanan darah meningkat, kelenjar adrenal melepas adrenalin ke dalam darah. Akhirnya, darah di alirkan ke seluruh tubuh sehingga menjadi tegang dan selanjunya mengakibatkan tidak bisa tidur (Pamungkas, 2011).

Pengaruh proses penuaan yang dialami oleh lansia menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, mental, maupun sosial ekonomi. Salah satu gangguan mental pada lansia adalah kecemasan. Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau ketakutan yang tidak jelas dan hebat. Hal ini terjadi sebagai reaksi terhadap sesuatu yang dialami oleh seseorang (Nugroho, 2008). Gejala kecemasan yang dialami oleh lansia diantaranya perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional akan kejadian yang akan terjadi, rasa panik terhadap masalah yang ringan, perubahan tingkah laku, gelisah, tidak mampu berkonsentrasi atau tidak memahami penjelasan, sering membayangkan hal-hal yang menakutkan (Nugroho, 2008).

Lansia dengan gangguan kecemasan, mudah merasa stres dan khawatir terhadap permasalahan sederhana yang terjadi dalam kehidupannya. Jika terjadi sesuatu yang salah dalam kehidupan sehari-hari, seperti ketakutan akan kematian, yang bagaimanapun proses menua merupakan tahap akhir dari alur kehidupan manusia, atau perselisihan dengan anak-anaknya, permasalahan kehilangan pasangan baik karena kematian atau perceraian, maupun permasalahan tentang penyakitnya yang tidak kunjung sembuh, maka lansia akan memperbesar permasalahan tersebut dan merasa khawatir dengan akibat yang ditimbulkan oleh permasalahannya. Perhatian mereka beralih, dari permasalahan yang terjadi menjadi perasaan khawatir, sehingga kerisauan mereka menjadi bertambah besar. Kekhawatiran yang mereka rasakan terus-menerus mengakibatkan mereka kurang efektif dalam menjalankan tugas sehari-hari, sehingga terjadi sesuatu yang salah pada diri mereka. Alasan apapun yang terjadi, jika individu mulai merasakan kecemasan, maka mereka tidak dapat mengendalikan perasaan itu ( Halgin, Whitbourne, 2010 ).

(8)

Faktor resiko yang mendukung terjadinya masalah kesehatan mental pada lansia. Faktor-faktor resiko tersebut adalah, Kesehatan fisik yang buruk; perpisahan dengan pasangan; perumahan dan transportasi yang tidak memadai; sumber finansial berkurang; dukungan sosial berkurang.

Sebagian besar lansia di desa Candingasinan Rw I, Banyuurip, Purworejo yang mengalami kecemasan disebabkan karena ditinggalkan oleh anggota keluarganya sehingga merasa tidak diperhatikan, merasa dirinya tidak berguna karena hanya menjadi beban anaknya, takut tidak ada lagi yang mau mengurusnya atau menafkahinya, konflik dengan pasangan. Menurut Lanjar (2011) hal tersebut sesuai dengan tipe lanjut usia yang merupakan dari kelompok tipe putus asa, membenci, dan menyalahkan diri sendiri: tipe ini menyatakan bahwa lanjut usia bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai ambisi, mengalami penurunan kondisi sosio-ekonomi, tidak dapat menyesuaikan diri. Lanjut usia tidak hanya mengalami kemarahan, tetapi juga depresi, memandang lanjut usia sudah tidak berguna karena masa yang tidak menarik. Biasanya perkawinan tidak bahagia, merasa menjadi korban keadaan, membenci diri sendiri, dan ingin cepat mati.

Lansia yang berusia 60-74 tahun sesuai hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 4.1 diketahui bahwa umur responden paling muda 60 tahun, umur responden yang paling tua yaitu 73. Sedangkan rata-rata umur responden 63,71 ± 4,165. Hal ini merupakan lansia yang mengalami titik perkembangan yang maksimal. Seiring dengan proses menua pada lansia dapat pula mengalami pengaruh kondisi mental. Semakin lanjut usia seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin berkurang. Hal ini akan dapat mengakibatkan berkurangnya integritas dengan lingkungan, kondisi ini dapat berdampak pada kebahagiaan lansia atau masalah sesuai dengan perubahan yang terjadi seperti pada hasil penelitiannya, lansia mengalami kecemasan (Nugroho, 2008).

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa tingkat kecemasan lansia sebelum diberi perlakuan nilai terendah 23 dan nilai tertinggi 55. Rata–rata tingkat kecemasan sebelum diberi perlakuan 34,82 ± 10,754. Sedangkan tingkat kecemasan sesudah diberi perlakuan nilai terendah 7 dan nilai tertinggi 33. Rata-rata tingkat kecemasan sesudah diberi perlakuan 18,12 ± 7,236. Hal ini menunjukan bahwa adanya perbedaan terhadap tingkat kecemasan pada lansia sesudah diberikan terapi musik langgam Jawa. Musik mengandung unsur

(9)

harmoni dengan adanya orkestrasi yang tersusun secara harmonis. Hal ini menyebabkan musik mempengaruhi orkestrasi kehidupan internal seseorang. Jika harmoni nada dan irama sesuai dengan nada dan irama seseorang maka musik akan dirasakan menyenangkan. Sebaliknya jika harmonisasi musik tidak sesuai dengan irama internal seseorang, musik akan dirasakan mengganggu. Vibrasi yang dihasilkan musik mempengaruhi secara fisik, sedangkan harmoni yang dihasilkan mempengaruhi secara psikis. Padahal fisik dan psikis memiliki hubungan yang timbal balik. Dengan menggunakan musik keadaan fisik dan psikis seseorang dapat dipengaruhi. Jika vibrasi dan harmoni musik yang digunakan tepat pendengar akan merasa nyaman. Jika pendengar merasa nyaman akan menimbulkan rasa tenang, jika merasa tenang maka metabolisme tubuh akan berfungsi maksimal dan akan merasa lebih bugar, sistam pertahanan tubuhnya akan bekerja lebih sempurna, dan kemampuan kreatifnya akan berkembang lebih baik (Esteher, 2003).

Hal tersebut dapat diketahui bahwa musik merupakan salah satu bentuk rangsang suara yang merupakan stimulus khas untuk indera pendengaran (Monty, 2005). Musik lebih dari sekedar bunyi yang dihasilkan oleh adanya benda yang bergetar atau adanya benturan benda yang menggetarkan udara disekelilingnya, dan musik merupakan bunyi yang dibentuk secara harmonis, getaran udara harmonis yang ditangkap oleh organ pendengaran melalui saraf di dalam tubuh dan disampaikan ke susunan saraf pusat sehingga menimbulkan kesan tertentu di dalam diri. Musik memiliki irama (ritme) yang mempengaruhi irama yang ada di dalam diri. Jika irama musik cepat maka kesan irama yang dirasakan juga cepat, sebaliknya jika irama musik lambat maka kesan irama yang diperoleh juga lambat. Jadi jika ritme kehidupan seseorang terlalu cepat maka dapat dinetralisirkan dengan mendengarkan musik yang bertempo agak cepat (Monty, 2005). Suara yang dihasilkan dapat kuat dapat juga lemah. Kuat atau lemahnya suara ditangkap oleh penginderaan seseorang yang dipengaruhi oleh ambang kepekaan seseorang.

Musik yang menenangkan dapat membantu mengurangi kecemasan dengan: Menurunkan hormon-hormon yang berhubungan dengan stress, mengaktifkan hormon endorphin alami yang berfungsi sebagai penghilang rasa sakit, mengalihkan perhatian dari rasa takut, tegang dan cemas, menimbulkan perasaan rileks, meredakan amarah dan meringankan perasaan tertekan. Jika

(10)

digunakan dengan kepekaan suara, musik dapat dimanfaatkan untuk: Meningkatkan kepekaan tubuh dan meningkatkan koordinasi, sebagai sumber kebahagiaan dan kesenangan, mengembangkan rasa percaya diri dan harga diri, menciptakan lingkungan yang terkendali dimana pengungkapan diri bisa diwujudkan, mendorong terjadinya hubungan sosial (Anonim, 2011).

Pada studi yang dilakukan oleh Raymond Bahr (2006) dalam waktu satu setengah jam mendengarkan musik yang lembut memiliki efek terapi yang sama seperti dengan menggunakan obat penenang Valium 10 mg. Menurut Campbell jenis musik impresionis seperti Debussy, faure dan ravel yang diberikan selama seperempat jam yang diikuti dengan beberapa menit peregangan dapat membuat impuls-impulss kreatif dan membuat kita bersentuhan dengan alam tak sadar (IHA, 2010). Musik langgam Jawa sendiri mempunyai durasi 5-6 menit per lagu, sehingga pendengar akan mulai merasakan keharmonisasian musik ini dalam kurun waktu 6 menit.

Sebuah riset tentang terapi musik menunjukan kalau terapi musik sangat efektif dalam meredakan kegelisahan dan stres, mendorong perasaan rileks serta meredakan depresi. Terapi musik membantu orang-orang yang memiliki masalah emosional dalam mengeluarkan perasaan mereka, membuat perubahan positif dengan suasana hati, membantu memecahkan masalah, dan memperbaiki konflik pribadi (IHA, 2010). Pilihan musik merupakan hal yang efektif untuk mengatasi kecemasan, karena musik merupakan salah satu bentuk rangsangan suara yang merupakan stimulus khas untuk indera pendengaran

E. Penutup 1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa:

a. Pemberian terapi musik langgam Jawa pada lansia di desa Candingasinan Rw I, Banyuurip, Purworejo berpengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan lansia dengan p=0,000 ( α < 0,05 )

2. Saran

1) Bagi Profesi Keperawatan

Terapi musik langgam Jawa dapat dijadikan salah satu terapi alternatif bagi perawat untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, khususnya pada usia lanjut yang mengalami kecemasan.

(11)

2) Bagi institusi kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan mengenai pentingnya terapi musik langgam Jawa untuk menurunkan tingkat kecemasan pada lansia

3) Bagi Lansia

Bagi lansia yang mengalami kecemasan dapat melakukan terapi musik langgam Jawa secara rutin

4) Bagi masyarakat

Terapi musik langgam Jawa dapat dipelajari dan dilaksanakan masyarakat dalam menurunkan tingkat kecemasan

5) Bagi peneliti lain

Peneliti menyarankan untuk penelitian yang lebih lanjut, tekhnik penelitian sudah berstandar, menggunakan panduan dalam pemberian terapi musik dan adanya asisten dalam penelitian

Daftar Pustaka

Agus. 2011. Efektifitas Pemberian Pendidikan Kesehatan Dalam Mengurangi Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien Yang Dirawat di ICU Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo. Klaten : Skripsi : Stikes Muhammadiyah Klaten.

Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi revisi VI. Jakarta. Rineka Cipta, hal 92.

Esteher. 2003. Mengenal Terapi Musik. www.terapimusik.com/terapi_musik.htm

Fitria. 2009. Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Kecemasan Prabedah ORIF di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Klaten : Skripsi : Stikes Muhammadiyah Klaten

Halgin. & Whitbourne. 2010. Psikologi Abnormal : Perspektif Klinis Pada Gangguan Psikologis. Edisi 6. Jakarta. Salemba Humanika, hal 198-208.

Hawari,D. 2005. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta.Balai Penerbit FK UI, hal 35.

Hidayah,A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta. Salemba Medika, hal 83.

IHA.2010. Indonesia Hypnosis Assosiation.

(12)

Lanjar. 2011. Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap Tingkat Kecemasan Lansia di Desa Keden, Pedan, Klaten. Klaten : Skripsi : Stikes Muhammadiyah Klaten

Maryam., Fatma., Rosidawati., & Jubaedi. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta. Salemba Medika, hal 31-68.

Monty. 2005. Terapi Musik.Jakarta. Yayasan Spiritia, hal 10-24.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Ed.Rev. Jakarta. Rineka Cipta, hal 176 dan 182.

Nugroho,W. 2008. Keperewatan Gerontik dan Geriatri. Edisi 3. Jakarta. EGC, hal 11-26. Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta. Salemba Medika, hal 92 dan 200.

Riwidikdo. 2010. Statistik untuk penelitian kesehatan dengan Aplikasi Progam R dan SPSS. Yogyakarta. Pustaka Rihama, hal 90.

Riyanto. 2011. Aplikasi Metode Penelitian Kesehatan. Yogyakarta. Nuba Medika, hal 98.

Gambar

Tabel  1  Karakteristik  tingkat  kecemasan  lansia  sebelum  dan  sesudah  diberi  perlakuan  pada  lansia  di  Desa  Candingasinan  Rw  I,  Banyuurip,  Purworejo  (N=17)

Referensi

Dokumen terkait

Taqabuli Motala&#34; is an original work and carried out under my supervision. To the best of my knowledge this work has not been submitted to any other University for any degree.

Oleh karena itu, ruang semadi yang berada di ruang belakang dalam kelenteng merupakan pusat kegiatan sembahyang dan merupakan bagian ruang yang terpenting, sedangkan ruang depan –

ƒƒ Menetapkan harga tinggi untuk sebuah produk Menetapkan harga tinggi untuk sebuah produk (baru) relatif terhadap penawaran pesaing untuk (baru) relatif terhadap penawaran

Teori hukum murni (The Theory of Law) diperkenalkan oleh seorang filsuf dan ahli hukum terkemuka di Austria yaitu Hans Kelsen (1881-1973). Pandangan Kelsen tentang tata hukum

Syukur Alhamdulillah dan Subhanallah atas segala rahmat, karunia Allah SWT, sehingga penulis memiliki kekuatan, kesabaran, dan kepercayaan untuk menyelesaikan tugas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di lahan rawa lebak aplikasikan bioinsektisida cair dan padat dapat mempengaruhi keanekaragaman artropoda predator (H’) di tajuk tanaman

Proses penempelan primer pada utas DNA yang sudah terbuka memerlukan suhu optimum, sebab suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan amplifikasi tidak terjadi atau

didapat melalui pengukuran terestris ini akan dilakukan Georefence, dimana titik sampling yang digunakan yaitu sistem koordinat lokal. Pada penelitian ini titik